DUKUNGAN SOSIAL DAN EKONOMI KELUARGA TERHADAP KUALITAS HIDUP DAN KESEJAHTERAAN LANSIA DI KOTA BOGOR
MULYATI
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ”Dukungan Sosial dan Ekonomi Keluarga Terhadap Kualitas Hidup dan Kesejahteraan Lansia di Kota Bogor” adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini. Bogor, Oktober 2012 Mulyati NIM I 251090031
i
ABSTRACK MULYATI . Social and Economic Support Family To Elderly Quality of Life and Well-Being In Bogor. Under direction of DIAH KRISNATUTI and SUPRIHATIN GUHARDJA The purpose of this study is to (1)Identifying and analyze differences in socioeconomic characteristics, social and economic support quality of life and wellbeing of the elderly living alone and elderly live with children, (2) Analyze relationship socio-economic characteristics, social and economic support to the quality of life and well-being of the elderly, (3)Analyze the factors that affect quality of life and well-being of the elderly. The results showed there are differences in quality of life between elderly living alone and elderly live with children in term of economic support in the fulfillment of food, clothing among the elderly live alone and the elderly live with children. There are no significant differences in social support and welfare of the elderly but difference is in the condition of the house is currently occupied. There is significant relationship exists between the economic characteristics of individuals with the support of the work and age with quality of life. There is a relationship between economic and social support to the quality of life. And there is a relationship between quality of life and welfare of the elderly. Factors affecting the quality of life are the age and support awards and that affects the welfare of the elderly is the quality of life with dimensions of the psychological health and environment. Key words: elderly, economic support, social support, quality of life, the welfare of the elderly
ii
RINGKASAN
MULYATI. Dukungan Sosial dan Ekonomi Keluarga Terhadap kualitas Hidup dan Kesejahteraan Lansia Di Kota Bogor. Dibimbing Oleh DIAH KRISNATUTI DAN SUPRIHATIN GUHARDJA. Pada dasawarsa ini jumlah penduduk lanjut usia (lansia) mengalami peningkatan yang cukup mencolok. Adanya peningkatan jumlah penduduk lansia yang besar, menyebabkan beban ekonomi, sosial bertambah dan untuk mengurangi beban tersebut perlu ada pemanfaatan potensi lansia. Segala potensi yang dimiliki oleh lansia bisa dijaga, dipelihara, dirawat dan dipertahankan bahkan diaktualisasikan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal (optimum Aging). Optimum aging bisa diartikan sebagai kondisi fungsional lansia berada pada keadaan maksimum atau optimal, sehingga memungkinkan lansia bisa menikmati masa tuanya dengan penuh makna, membahagiakan, berguna dan berkualitas. Dukungan keluarga baik berupa dukungan sosial dan ekonomi keluarga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan lansia. Dengan latar belakang tersebut, maka penelitian ini bertujuan (1) Mengidentifikasi dan menganalisis perbedaan karakteritik sosial dan ekonomi, dukungan sosial, dukungan ekonomi, kualitas hidup dan kesejahteraan lansia yang mandiri dan hidup bersama keluarga; (2) Menganalisis hubungan karakteristik sosial ekonomi , dukungan sosial, dukungan ekonomi dengan kualitas hidup dan kesejahteraan lansia;(3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup dan kesejahteraan lansia. Penelitian ini merupakan studi cross sectional dilakukan di Kota Bogor pada dua kecamatan yang dipilih secara purposive berdasarkan aktivitas kegiatan Posbindu . Dua kecamatan terpilih yaitu Bogor Timur dan Bogor Barat, dengan masing-masing tiga kelurahan terpilih yaitu; Baranangsiang, Katulampa dan Sindang Sari untuk wilayah Kecamatan Bogor Timur dan Semplak, Cilendek Barat dan Curug untuk wilayah Kecamatan Bogor Barat. Populasi dari penelitian adalah lansia berusia 60 tahun keatas yang berada di wilayah Bogor Barat dan Bogor Timur yang di kategorikan menjadi 2 yaitu lansia mandiri selanjutnya disebut LM dan lansia yang tinggal dengan anak selanjutnya disebut LA. Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan cara mengisi kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya, mencakup (1) Karakteristik lansia (status tinggal, usia, jenis kelamin, status perkawinan); (2) Karakteristik sosial ekonomi (pendidikan , pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga); (3) Karakteristik keluarga (usia, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan ,jumlah anggota keluarga, hubungan dengan responden); (4) Kualitas hidup lansia (kesehatan fisik, kesehatan psikologis, relasi sosial lingkungan) ;(5) Dukungan sosial keluarga (dukungan emosi, dukungan instrumental, dukungan penghargaan, dukungan informasi); (6) Dukungan ekonomi keluarga ; (7) Kesejahteraan (kepuasaan hidup). Data sekunder meliputi data keadaan wilayah yang didapat dari kantor Kecamatan dan kantor Kelurahan serta dokumentasi yang terkait dengan topik penelitian. Pengolahan dan analisis data menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS 17.0 for Windows. Data selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif. Untuk melakukan analisis uji beda digunakan Independent t test, uji korelasi digunakan Pearson Correlation dan untuk melihat faktor-faktor yang berpengaruh pada kualitas hidup dan kesejahteraan lansia digunakan Multiple Regression. iii
Sebanyak tiga perempat (75.8%) contoh berjenis kelamin wanita dan sebanyak 24.2% laki-laki. Lebih dari separuh contoh, baik LM dan LA (58.1%) pada kategori lansia awal, sisanya berada pada kategori lansia tengah (30.6%) ,lansia tua (9.7%) dan sangat tua (1.6%) . Proporsi terbesar pekerjaan lansia adalah sebagai ibu rumah tangga (51.6%) dan wirausaha (13.7%). Sebagian besar (86.3%) LM memiliki anggota keluarga kecil dan separuh (50.6%) LA memiliki jumlah anggota keluarga sedang. Separuh contoh (50%) lansia berstatus janda atau duda meninggal. Hasil uji beda menunjukkan perbedaan yang nyata antara LM dan LA dalam besar keluarga. Hasil penelitian menunjukkan hampir separuh contoh (41.2% ) LM dan lebih dari separuh contoh (56.2%) LA berpendapatan kurang dari Rp. 500.000. Berdasarkan sumber pendapatan, dua pertiga LM (66.7%) berasal dari pensiun atau dari hasil bekerja, sedangkan untuk LA sumber pendapatannya berasal dari anak (58.9%). Hasil penelitian menunjukkan baik LM (76.5%) maupun LA (74%) memperoleh dukungan sosial tinggi. Hasil uji beda tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara LM dan LA pada dukungan sosial total, namun terdapat perbedaan yang nyata dalam dukungan emosi dimensi berbagi persoalan dengan teman, dukungan penghargaan dimensi perhatian, rasa cinta dan kepedulian keluarga dan dukungan informasi. Hasil penelitian menunjukkan dukungan ekonomi LM pada tingkatan sangat rendah (35.3%) demikian pula dengan LA dukungan ekonomi berada pada tingkatan rendah (41.1%). Hal ini disebabkan karena para lansia masih mempunyai penghasilan baik dari pensiunan maupun dari usaha (contohnya berdagang) . Hasil penelitian menunjukkan hampir tiga perempat LM (74.5%) dan LA (71.2%) memiliki kualitas hidup dalam kategori sedang. Hasil uji beda menunjukkan perbedaan yang nyata (p≤0.10) pada LM dan LA. Hal ini berarti LM memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan dengan LA yang terlihat dari kondisi kesehatan fisik LM lebih baik dari LA terutama dari rasa nyeri yang dirasakan , energy dan vitalitas, tidur dan istirahat. Hasil penelitian menunjukkan hampir tiga perempat LM (74.5%) dan lebih dari tiga perempat LA (78.1%) memiliki kesejahteraan (kepuasan hidup) dalam katagori sedang. Hal ini berarti bahwa para lansia merasa puas dengan kehidupannya pada saat ini walaupun serba kekurangan. Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p≤ 0.10) antara LM dengan LA. Terdapat perbedaan yang nyata pada kondisi rumah yang di tempati saat ini, karena LA lebih merasa puas dengan kondisi perumahan yang ditempati saat ini dibandingkan dengan LM. Hal ini mudah dimengerti karena kebutuhan LA di sediakan oleh anak. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa pekerjaaan (dummy) berhubungan negatif dan nyata dengan dukungan ekonomi (r=-0.207**; p≤0.05). Hal ini berarti semakin orang itu bekerja maka dukungan ekonomi semakin rendah karena lansia bekerja mempunyai penghasilan sendiri .Sementara itu terdapat hubungan yang nyata dan negatif antara usia dengan kualitas hidup lansia (r= -0.276; p≤0.01). Hal ini berarti bahwa semakin tua maka kualitas hidup lansia semakin rendah. Terdapat hubungan nyata dan positif antara dukungan ekonomi dengan dukungan sosial (r =.0254 ; p≤0.01). Hal ini berarti semakin baik dukungan ekonomi yang diberikan pada lansia maka semakin baik pula dukungan sosial yang diperoleh. Selain itu hasil uji korelasi menunjukkan juga bahwa dukungan ekonomi berhubungan nyata dan positif (r = 0.177; p≤0.05) dengan kualitas hidup lansia. Hal ini berarti semakin baik dukungan ekonomi yang diberikan pada lansia maka kualitas hidup lansia semakin baik. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa dukungan sosial berhubungan nyata dengan kualitas hidup lansia iv
(r=0.232; p≤0.01). Semakin baik dukungan sosial semakin baik kualitas hidup lansia. Variabel yang memiliki hubungan yang kuat dengan kualitas hidup adalah dukungan penghargaan (r=.340 p≤0.01). Hal ini menunjukkan lansia merasa hidupnya lebih berarti karena perhatian dan cinta kasih serta kepedulian yang diberikan oleh keluarga.Terdapat korelasi antara dukungan penghargaan (r=.214 ; p≤0.05) dan dimensi dukungan emosi(r=.178 ; p≤0.05) dengan kesejahteran lansia. Hal ini berarti bahwa kesejahteraan lansia akan diperoleh dari dukungan penghargaan yang berupa pujian, hadiah, pernyataan setuju, penilaian positif terhadap ide, menerima kekurangan dan dukungan emosi berupa ekspresi kasih sayang dan rasa cinta dari keluarga membuat lansia lebih sejahtera dan memperoleh kepuasan hidup. Hasil uji korelasi menunjukkan hubungan yang nyata dan positif antara kualitas hidup dengan kesejahteraan lansia ( r = 363; p≤0.01). Hal ini berarti bahwa semakin baik kualitas hidup maka semakin baik kesejahteran. Seluruh variabel dalam dimensi kualitas hidup (kesehatan fisik, kesehatan psikologis, relasi sosial dan lingkungan) berhubungan nyata. Koefisien korelasi terbesar adalah lingkungan (r=.0419; p ≤0.01)). Hal ini berarti lingkungan yang baik, terdiri dari akses informasi, pelayanan kesehatan, rekreasi, keamanan dan kenyamanan lingkungan fisik dan tempat tinggal dan sumber finansial berhubungan dengan tingkat kepuasan yang dirasakan para lansia. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan(p<0.05) pada kualitas hidup adalah usia dan dukungan penghargaan. Usia berpengaruh negatif nyata terhadap kualitas hidup. Faktor yang berpengaruh signifikan pada kesejahteraan adalah kesehatan psikologis(p<0.05) dan lingkungan (p<0.000). Berdasarkan hasil penelitian, disarankan pemberdayaan lansia diperlukan karena rendahnya pendapatan lansia (
v
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau meyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
vi
DUKUNGAN SOSIAL DAN EKONOMI KELUARGA TERHADAP KUALITAS HIDUP DAN KESEJAHTERAAN LANSIA DI KOTA BOGOR
MULYATI
Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
i
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Tin Herawati, SP. M.Si
ii
Judul Tesis Nama
: Dukungan Sosial dan Ekonomi Keluarga Terhadap Kualitas Hidup dan Kesejahteraan Lansia di Kota Bogor : Mulyati
NIM
: I251090031
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Suprihatin Guhardja, MS
Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS Ketua
Anggota
Koordinator Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak
Dekan Sekolah Pasca
Dr. Ir. Herien Puspitawati, MSc, MSc
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal ujian : 31 Agustus 2012
Tanggal Lulus :
iii
PRAKATA Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi sekaligus tesis ini. Penulisan tesis ini tentu tidak terlepas dari dorongan semangat dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Oleh karena itu ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada: 1. Dr. Ir . Diah Krisnatuti, MS dan Dr. Ir. Suprihatin Guhardja, MS. selaku komisi
pembimbing
atas
bimbingan,
waktu,
nasehat,
kesabaran,
kesempatan, dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan tesis ini. 2. Dr. Tin Herawati, SP. M.Si selaku dosen penguji luar komisi atas atas kesediaan dan waktunya untuk menjadi penguji pada ujian tesis. 3.
Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc. selaku dosen perwakilan program studi IKA. Terima kasih atas kesediaan, nasehat, semangat dan masukan yang diberikan kepada penulis, baik saat studi maupun saat ujian tesis.
4. Rekan-rekan staff pengajar di Jurusan Tata Boga dan PKK UNJ atas pengertiannya dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi. 5. Yayasan Damandiri yang telah memberikan beasiswa penelitian . 6. Kepala Puskesmas Semplak, Baranang Siang , Pulo Armin dan para kader Posbindu atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian. 7. Seluruh keluarga, terutama suami dan anak-anak tercinta (Aditya dan Nasywaa ), yang telah mencurahkan cinta, kasih sayang, do’a, semangat, pengorbanan moril dan materil untuk keberhasilan penulis menyelesaikan studi ini, serta Papa dan Mama yang selalu mendo’akan penulis’ 8. Teman-teman IKA angkatan 2009, Mba Kenty, Ilham, Dian, Wiwik, Nia dan Puji, yang telah menemani hari-hari indah penuh makna selama menjalani studi ini serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas pelajaran kehidupan yang telah diberikan selama menjalani studi ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat. Bogor, Oktober 2012 Mulyati
iv
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor , pada tanggal 24 Desember 1973. Penulis anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Muslih Hambali dan ibu Eti Hayati. Penulis menamatkan Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Bogor
pada
tahun 1992. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Program Studi Tata Boga Fakultas Teknik IKIP Jakarta. Penulis memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada tahun 1998. Sejak tahun 1998 bekerja sebagai dosen tidak tetap di Akademi Pariwisata Indonesia. Pada tahun 2003 sampai saat ini menjadi pengajar di Jurusan Tata Boga Universitas Negeri Jakarta. Pada tahun 2009, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak (IKA), Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
v
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR............................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................
xi
PENDAHULUAN...............................................................................
1
Latar Belakang....................................................................... Rumusan Masalah................................................................. Tujuan Penelitian................................................................... Manfaat Penelitian.................................................................
1 4 7 7
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... Pengertian keluarga dan Pendekatan Teori...................................... Pengertian Keluarga.............................................................. Teori Struktural Fungsional.................................................... Teori Ekologi Keluarga........................................................... Teori Perkembangan Keluarga.............................................. Lanjut Usia......................................................................................... Pengertian Lansia.................................................................. Batasan Lanjut Usia (Lansia)................................................. Proses Menua (Aging)........................................................... Teori Penuaan....................................................................... Kesejahteraan Lansia........................................................................ Kualitas Hidup................................................................................... Definisi Kualitas hidup............................................................ Ruang Lingkup Kualitas Hidup.............................................. Dukungan Bagi Lansia...................................................................... Dukungan Sosial.................................................................... Dukungan Ekonomi................................................................ Keluarga Sebagai Sumber Dukungan...................................
9 9 9 9 10 11 12 12 13 14 15 16 17 17 18 20 20 24 25
KERANGKA PEMIKIRAN..................................................................
27
METODE PENELITIAN..................................................................... Desain,Tempat dan Waktu Penelitian................................... Populasi dan Penentuan Sampel.......................................... Jenis dan Cara Pengumpulan Data....................................... Pengolahan dan Analisis Data............................................... Definisi Operasional...............................................................
31 31 31 33 34 40
HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. Karakteristik Umum Lokasi Penelitian................................... Karakteristik Lansia Contoh…………………………………… Jenis Kelamin……………………………………………………. Usia………………………………………………………………. Pendidikan……………………………………………………….. Jenis Pekerjaan………………………………………………….
43 43 48 48 48 50 51
vi
Halaman Besar Keluarga………………………………………………….. Status Perkawinan……………………………………………… Pendapatan……………………………………………………… Status Tempat Tinggal…………………………………………. Dukungan Sosial……………………………………………………….. Dukungan Ekonomi........................................................................... Kualitas Hidup................................................................................... Kesejahteraan Subyekif..................................................................... Hubungan Variabel Penelitian........................................................... Karakteristik Individu dengan Dukungan Sosial, Dukungan Ekonomi, Kualitas Hidup dan Kesejahteraan Lansia............. Dukungan Ekonomi dengan Dukungan Sosial, Kualitas Hidup dan Kesejahteraan Lansia........................................... Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup dan Kesejahteraan Lansia............................................................ Kualitas Hidup dan Kesejahteraan........................................ Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kualitas Hidup Lansia.. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kesejahteraan Lansia.. Pembahasan umum..........................................................................
78 79 80 82
SIMPULAN DAN SARAN.................................................................. Simpulan................................................................................ Saran.....................................................................................
85 85 86
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................
87
vii
52 53 53 55 56 60 62 74 76 76 77 77
DAFTAR TABEL
Halaman
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Persentase penduduk lansia menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan jenis Kelamin........................................... Sebaran Posbindu terpilih disetiap kecamatan dan kelurahan.. Jenis, metode dan skala. .......................................................... Nilai alpha cronbach variabel penelitian yang digunakan.......... Variabel pengukuran dan penilaian........................................... Katagori dukungan sosial, dukungan ekonomi, kualitas hidup dan kesejahteraan lansia......................................................... Sebaran penduduk berdasarkan kkelompok umur.................... Sebaran penduduk berdasarkan jenis pekerjaan...................... Sebaran penduduk menurut tingkat pendidikan........................ Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan dan jenis Kelamin...................................................................................... Sebaran contoh yang selalu mendapatkan dukungan sosial dimensi dukungan emosional.................................................... Sebaran contoh yang selalu mendapatkan dukungan sosial dimensi dukungan penghargaan............................................... Sebaran contoh yang selalu mendapatkan dukungan sosial dimensi dukungan informasi.................................................. Sebaran contoh yang selalu mendapatkan dukungan sosial dimensi dukungan instrumental............................................... Sebaran contoh yang selalu mendapatkan dukungan ekonomi Sebaran contoh yang selalu terganggu pada kesehatan umum Sebaran contoh yang selalu merasakan gangguan kesehatan fisik aspek rasa nyeri...................................... Sebaran contoh selalu merasa terbatasi kesehatan fisik aspek energi dan vitalitas........................................................... Sebaran contoh selalu merasakan gangguan pada kesehatan fisik aspek tidur dan istirahat...................................................... Sebaran contoh yang selalu merasakan kesulitan Kesehatan fisik aspek mobilitas.................................................. Sebaran contoh yang selalu mengalami gangguan kesehatan fisik aspek aktifitas sehari-hari................................................... Sebaran contoh yang selalu merasakan gangguan kesehatan fisik aspek kemampuan bekerja.......... Sebaran contoh yang setuju berdasarkan kualitas hidup dimensi kesehatan psikologis.................................................. Sebaran contoh yang merasa puas dalam dimensi relasi sosial aspek hubungan personal............................................... Sebaran contoh yang merasa puas berdasarkan kualitas hidup dimensi relasi sosial aspek hubungan sosial................... Sebaran contoh yang selalu merasa puas pada dimensi lingkungan aspek akses informasi, pelayanan kesehatan dan rekreasi......................................................................................
3 32 33 34 35 39 46 47 47 52 56 57 58 59 61 63 64 65 66 67 67 68 70 71 72 72
Halaman
viii
27. 28. 29. 30. 31. 32. 33 34.
Sebaran contoh yang merasa puas berdasarkan dimensi lingkungan aspek kenyamanan dan keamanan lingkungan fisik dan tempat tinggal.............................................................. Sebaran contoh yang puas berdasarkan kualitas hidup dimensi lingkungan aspek sumber financial............................. Sebaran contoh yang merasa puas berdasarkan kesejahteraan lansia ditinjau dari aspek kepuasan hidup........ Sebaran koefisien korelasi antara karakteristik individu, dukungan sosial, dukungan ekonomi, kualitas hidup dan kesejahteraan lansia.................................................................. Sebaran koefisien korelasi dukungan sosial, kualitas hidup dan kesejahteraan lansia……………………………………......... Sebaran koefisien korelasi kualitas hidup dan kesejahteraan Lansia........................................................................................ Hasil uji regresi linear berganda faktor-Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup................................................... Hasil uji regresi linear berganda faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan lansia.......................................
ix
73 74 75 76 78 78 80 81
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Kerangka pemikiran……………………………………………….. Diagram pengambilan contoh…………………………................ Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status tinggal.. Sebaran contoh berdasarkan usia dan status tinggal Sebaran usia berdasarkan jenis kelamin................................... Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan dan status tinggal........................................................................................ Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan dan jenis kelamin....................................................................................... Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan dan status tinggal........................................................................................ Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan status tinggal........................................................................................ Sebaran contoh berdasarkan status perkawinan dan status tinggal........................................................................................ Sebaran contoh berdasarkan pendapatan dan status tinggal... Sebaran contoh berdasarkan sumber pendapatan dan status tinggal....................................................................................... Sebaran contoh berdasarkan status rumah dan status tinggal.. Sebaran contoh berdasarkan tingkatan dukungan Sosial........ Sebaran contoh berdasarkan tingkat dukungan ekonomi......... Sebaran contoh berdasarkan tingkatan kualitas hidup............. Sebaran contoh berdasarkan tingkatan Kesejahteraan (Kepuasaan Hidup)....................................................................
x
30 32 48 49 49 50 51 51 53 53 54 55 55 60 62 74 76
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Ringkasan Hasil Korelasi
93
xi
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Lanjut Usia (lansia) merupakan tahap akhir siklus perkembangan manusia. Masa di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang. Pada dasawarsa ini jumlah penduduk lansia mengalami peningkatan yang cukup mencolok. Peningkatan ini menurut para ahli terjadi di hampir semua negara termasuk kawasan Asia seperti Jepang, Hongkong, Singapore, Korea, China, Thailand, dan Indonesia. Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1980 jumlah penduduk lansia di Asia Tenggara mencapai 13.146 juta jiwa atau sama dengan 3.7 %, pada tahun 1990 meningkat menjadi 3.9% ( 17.147 juta jiwa), tahun 2000 menjadi 4.7% (24.893 juta jiwa) dan diperkirakan pada tahun 2025 mencapai 7.2% dari jumlah penduduk (Hardywinoto dan Setiabudhi, 2005). Peningkatan jumlah penduduk lansia sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Angka harapan hidup penduduk Indonesia berdasarkan data Biro Pusat Statistik pada tahun 1968 adalah 45,7 tahun, pada tahun 1980 : 55.30 tahun, pada tahun 1990 : 61,12 tahun serta tahun 2000 : 64.05 tahun (BPS.2000 diacu dalam Suhartini 2004). Hal ini menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Sejak tahun 2000 penduduk Indonesia sudah tergolong berstruktur tua. Suatu wilayah disebut berstruktur tua jika persentase lansia lebih dari 7 persen . Jika dilihat sebaran penduduk lansia menurut provinsi, persentase penduduk lansia di atas 10 persen ada di provinsi D.I. Yogyakarta (14,02 persen), Jawa Tengah (10,99 persen), Jawa Timur (10,92 persen) dan Bali (10,79 persen) (Komnas Lansia 2009) Peningkatan jumlah penduduk lansia ini antara lain disebabkan membaiknya tingkat sosial ekonomi masyarakat, kemajuan di bidang pelayanan kesehatan, dan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat. Peningkatan jumlah lansia akan membawa dampak terhadap kehidupan sosial ekonomi baik dalam keluarga atau masyarakat luas. Implikasi ekonomis yang penting dari meningkatnya jumlah penduduk adalah peningkatan dalam rasio ketergantungan lansia (old age ratio dependency). Hal ini berarti bahwa setiap penduduk usia produktif akan menanggung semakin banyak penduduk lansia. Wirakartakusuma dan Anwar (1994) dalam Suhartini (2004) memperkirakan angka ketergantungan
2
lansia pada tahun 1995 adalah 6,93% dan tahun 2015 menjadi 8,74% yang berarti bahwa pada tahun 1995 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong tujuh orang lansia yang berumur 65 tahun ke atas sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong sembilan orang lansia yang berumur 65 tahun ke atas. Adanya peningkatan jumlah penduduk lansia yang besar, menyebabkan beban ekonomi, sosial bertambah dan untuk mengurangi beban tersebut perlu ada pemanfaatan potensi lansia. Segala potensi yang dimiliki oleh lansia bisa dijaga, dipelihara, dirawat dan dipertahankan bahkan diaktualisasikan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal (optimum Aging). Optimum aging bisa diartikan sebagai kondisi fungsional lansia berada pada keadaan
maksimum atau optimal, sehingga
memungkinkan
tuanya
bisa
menikmati
masa
dengan
penuh
makna,
membahagiakan, berguna dan berkualitas. Proses penuaan menjadi lansia adalah sebuah proses alamiah bagi setiap manusia yang tidak bisa dihindari oleh siapa pun dalam kedudukan apapun. Hurlock (1994) menguraikan permasalahan umum yang berhubungan dengan lansia, antara lain ; (1) keadaan fisik lemah dan tidak berdaya, (2) status ekonominya sangat terancam, (3) penyesuaian kondisi hidup dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisik, (4) mengembangkan kegiatan baru yang lebih cocok untuk orang yang berusia lanjut, dan lain-lain. Penurunan kondisi fisik lansia berpengaruh pada kondisi psikis. Secara fisik, berubahnya penampilan dan menurunnya fungsi panca indra dapat menyebabkan para lansia merasa rendah diri, mudah tersinggung dan merasa tidak berguna lagi dan masalah psikis adalah rasa kesepian. Permasalahan lain yang dialami para lansia adalah pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari seperti kebutuhan sandang, pangan, perumahan, kesehatan, rekreasi dan sosial. Kondisi fisik dan psikis para lansia yang menurun untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin meningkat, seperti kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perawatan bagi yang menderita penyakit ketuaan dan kebutuhan rekreasi. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari lansia berasal dari pensiun, tabungan, bantuan keluarga dan lain-lain. Bagi lansia yang memiliki asset dan tabungan cukup, tidak terlalu banyak masalah, tetapi bagi lansia yang tidak memiliki jaminan hari tua dan tidak memiliki aset dan tabungan yang cukup maka pilihan untuk memperoleh pendapatan jadi semakin terbatas (Silitonga 2007).
3
Kualitas hidup penduduk lansia umumnya masih rendah. Kondisi ini dapat terlihat dari sebagian besar penduduk lansia tidak/belum pernah sekolah dan tidak tamat SD. Jika dibandingkan antar jenis kelamin, pendidikan tertinggi yang ditamatkan lanjut usia perempuan secara umum lebih rendah dibandingkan lansia laki-laki (BPS 2007 dalam Komnas Lansia 2009)). Tabel 1 : Persentase penduduk lansia menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan jenis kelamin 2005, 2007 dan 2009. Tingkat pendidikan yang ditamatkan (1) Tdk/blm pernah sekolah Tdk Tamat SD SD SMP SMA PT Jumlah
2005
2007
2009
L (2) 24.62
P (3) 51.21
L+P (4) 38.53
L (5) 20.61
P (6) 49.47
L+P (7) 36.12
L (8) 17.87
P (9) 44.53
L+P (10) 32.28
33.27 25.96 6.50 7.10 2.55 100
27.49 14.76 3.30 2.69 0.54 100
30.25 20.10 4.83 4.79 1.50 100
32.27 27.48 7.78 8.20 3.66 100
27.27 15.16 4.01 3.29 0.81 100
29.58 20.86 5.75 5.56 2.13 100
31.44 29.27 7.69 9.78 3.96 100
27.89 17.68 4.30 4.33 1.27 100
29.52 23.01 5.85 6.83 2.51 100
Sumber : BPS RI-Susenas 2005, 2007 dan 2009 (Komnas Lansia, 2009)
Selain pendidikan, penduduk lansia juga mengalami masalah kesehatan. Lansia yang sakit-sakitan akan menjadi beban bagi keluarga, masyarakat dan bahkan pemerintah, sehingga akan menjadi beban dalam pembangunan. Oleh sebab itu, harus diusahakan masa lansia tetap sehat, produktif dan mandiri. Hal ini tidak akan tercapai bila tidak mempersiapkan masa lansia sejak usia dini. Dari sisi ekonomi, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) penduduk lansia masih cukup tinggi, pada tahun 2009, TPAK penduduk lansia sebesar 47,85 persen. TPAK penduduk lansia laki-laki (63,65 persen) hampir dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan lansia perempuan (33,84 persen). Dari hasil penelitian yang dilakukan Komnas Lansia pada tahun 2008, ditemukan bahwa alasan paling umum lansia masih bekerja adalah karena ekonomi yang tidak mencukupi, alasan lain adalah karena ingin tetap aktif dan mandiri, sedangkan alasan lansia tidak bekerja adalah karena kesehatan yang memburuk (Komnas Lansia , 2009) Arah kebijakan tentang lansia sebenarnya lebih menitik beratkan pada keluarga sebagai penanggungjawab utama terhadap lansia. Dalam hal ini dukungan dari keluarga diharapkan menjadi kunci utama untuk kesejahteraan lansia, namun pada kenyataannya di berbagai negara terjadi penurunan dukungan dari anak terhadap lansia. Bagi lansia yang mandiri secara finansial, dukungan yang perlu diberikan adalah perawatan, namun seiring dengan meningkatnya jumlah wanita yang memasuki sektor publik mengakibatkan
4
berkurangnya curahan waktu yang diberikan untuk merawat lansia sehingga diperlukan peran pengganti (Noveria, 2000) Dukungan dari keluarga sangat diperlukan oleh para lansia baik dukungan sosial maupun ekonomi. Dukungan keluarga dapat memberikan kekuatan satu sama lain dan kemampuan anggota keluarga menciptakan suasana saling memiliki untuk memenuhi kebutuhan pada perkembangan keluarga usia lanjut. Keluarga merupakan tempat berlindung dari tekanantekanan fisik maupun psikis yang datang dari lingkungannya. Dengan dukungan yang diperoleh dari keluarga, lansia akan mencapai kualitas hidup yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan lansia. Rumusan Masalah Peningkatan jumlah penduduk lansia ini sebagai konsekuensi dari peningkatan usia harapan hidup. Peningkatan usia harapan hidup penduduk Indonesia ini merupakan indikasi berhasilnya pembangunan jangka panjang salah satu di antaranya yaitu bertambah baiknya keadaan ekonomi dan taraf hidup masyarakat. Peningkatan jumlah penduduk lansia di seluruh dunia, dan khususnya di Indonesia, memunculkan permasalahan tersendiri, terutama dari sisi kesiapan pemerintah serta masyarakat untuk mendukung kehidupan dan menjamin kesejahteraan lansia. Permasalahan terbesar yang menimpa lansia adalah masalah kesehatan, penurunan kondisi fisik dan kesepian. Sehingga penting kiranya melihat dukungan sosial lansia guna membantu lansia dalam menyesuaikan diri dengan kondisi tuanya. Menurut Kuntjoro (2002) dukungan sosial merupakan bantuan atau dukungan yang diterima individu dari orangorang tertentu dalam kehidupannya dan berada pada lingkungan sosial tertentu yang membuat si penerima merasa diperhatikan, dihargai dan dicintai. Dengan semakin meningkatnya penduduk lansia, dibutuhkan perhatian dari semua pihak dalam mengantisipasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan penuaan penduduk. Fenomena ini menimbulkan permasalahan global. Permasalahan ini disebabkan keterbatasan lansia terutama karena faktor usia dan biologis. Bantuan dan perlindungan bagi lansia diperlukan di berbagai bidang seperti kesempatan kerja, kesehatan, pendidikan dan pelatihan, kemudahan dalam penggunaan fasilitas dan sarana serta prasarana umum, kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum, keagamaan, dan lain-lain.
5
Selain itu lansia yang berpengalaman dan memiliki keahlian perlu diberi kesempatan untuk tetap turut serta berpartisipasi dalam pembangunan dan hidup bermasyarakat (Komnas Lansia, 2009). Arah kebijakan lansia sebenarnya lebih menitik beratkan pada keluarga sebagai penanggungjawab utama terhadap lansia. Dalam hal ini dukungan dari keluarga diharapkan menjadi kunci utama untuk kesejahteraan lansia . Kebijakan pemerintah
untuk
membangun
perumahan
dalam
ukuran
yang
kecil
menyebabkan lansia tidak dapat hidup dengan anak karena keterbatasan tempat tinggal (Kantor Meneg Kependudukan/BKKBN ,1998). Perubahan sosial di masyarakat yaitu perubahan struktur keluarga dari keluarga luas (extended family) ke keluarga inti (nuclear family) ikut membawa perubahan terhadap lansia. Sebelumnya lansia tinggal bersama dalam satu rumah dengan anggota keluarga lainnya, namun perubahan menyebabkan lansia tinggal terpisah dengan anak-anak. Demikian juga di zaman modernisasi, hubungan orang muda dan orang tua semakin renggang. Kesibukan yang melanda kaum muda hampir menyita seluruh waktunya, sehingga hanya memiliki sedikit waktu untuk memikirkan orang tua. Kondisi seperti ini menyebabkan kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak, kurangnya perhatian dan pemberian perawatan terhadap orang tua. Keluarga, sebagai bagian dari suatu komunitas masyarakat, merupakan lingkaran terdekat dan merupakan sumber utama dari dukungan sosial yang dimiliki lansia. Walaupun demikian, bagi anak yang harus menjaga dan mengurus orang tua yang sudah lansia tidaklah mudah, dan sering kali menimbulkan kecemasan dan tekanan. Ada tiga sumber tekanan bagi keluarga yang harus mengurus lansia: (1) Kesulitan menghadapi kenyataan menurunnya kemampuan orang tua, terutama bila melibatkan penurunan kemampuan kognitifnya. Bila keluarga tidak memahami penyebab-penyebab, ketidaktahuan ini akan menimbulkan kecemasan, ambivalensi, serta sikap antagonis terhadap orang tua yang sudah lansia; (2) Bila situasi membuat lansia merasa terkungkung, atau sampai menganggu peran serta tanggung jawab anak (misalnya sebagai istri/suami, orang tua, karyawan), maka akan menimbulkan perasaan marah dan rasa bersalah, di samping kecemasan dan depresi, baik bagi lansia itu sendiri maupun anak atau keluarga yang mengurusnya; (3) Bila keluarga sebagai penanggung jawab utama terhadap lansia maka bentuk
6
tanggung jawab seperti apa yang harus diberikan oleh keluarga dan seberapa tanggung jawab tersebut harus dilakukan (Achir 2001). Kondisi perkotaan yang berpacu untuk memperoleh kekuasaan dan kekayaan banyak menimbulkan rasa kecemasan, ketegangan, ketakutan, bagi penduduknya yang dapat menyebabkan penyakit mental. Kondisi perkotaan yang besifat individualisme menyebabkan kontak sosial menjadi longgar sehingga penduduk merasa tidak aman, kesepian dan ketakutan. Untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia lansia perlu mengetahui kondisi lanjut usia di masa lalu dan masa sekarang sehingga orang lanjut usia dapat diarahkan menuju kondisi kemandirian. Sehubungan dengan kepentingan tersebut perlu diketahui kondisi lansia yang menyangkut kondisi kesehatan, kondisi ekonomi, dan kondisi sosial. Dengan mengetahui kondisi-kondisi itu, maka keluarga, pemerintah, masyarakat atau lembaga sosial lainnya dapat memberikan perlakuan sesuai dengan masalah yang menyebabkan lansia tergantung pada orang lain. Lansia dapat mengatasi persoalan hidupnya maka dapat ikut serta mengisi pembangunan salah satunya yaitu tidak tergantung pada orang lain, dengan demikian angka ratio ketergantungan akan menurun, sehingga beban pemerintah akan berkurang (Wiratakusumah 2002).
Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti, yaitu : 1. Bagaimana karakteristik lansia yang hidup mandiri dan hidup dengan anak? 2. Bagaimana dukungan sosial dan ekonomi lansia yang hidup mandiri dan hidup dengan anak? 3. Bagaimana kualitas hidup dan kesejahteraan lansia yang mandiri dan hidup dengan anak? 4. Seberapa besar hubungan dukungan sosial dan ekonomi keluarga terhadap kualitas hidup lansia ? 5. Apakah ada hubungan antara kualitas hidup dengan kesejahteraan lansia? 6. Faktor-faktor
apakah
kesejahteraan lansia ?
yang
mempengaruhi
kualitas
hidup
dan
7
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui pengaruh dukungan ekonomi dan sosial keluarga terhadap kualitas hidup lansia untuk meningkatkan kesejahteraan lansia.
Tujuan Khusus Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk : 1. Mengidentifikasi dan menganalisis perbedaan karakteritik sosial dan ekonomi, dukungan sosial, dukungan ekonomi, kualitas hidup dan kesejahteraan lansia yang mandiri dan hidup dengan anak. 2. Menganalisis hubungan karakteristik sosial ekonomi , dukungan sosial, dukungan ekonomi dengan kualitas hidup dan kesejahteraan lansia, 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup dan kesejahteraan lansia. Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi keluarga agar dapat memenuhi kebutuhan lansia guna meningkatkan kualitas hidup lansia. Dan dapat menjadikan acuan bagi lansia untuk mengatasi persoalan-persoalan hidup lansia sehingga para lansia dapat hidup mandiri. 2. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi penelitian lansia selanjutnya terutama ditinjau dari segi ilmu keluarga dan sebagai panduan untuk bahan ajar bagi para pendidik dibidang ilmu keluarga khususnya lansia. 3. Bagi Pemerintah Penelitian ini diharapakan akan dapat menjadikan informasi untuk pemerintah dalam menentukan kebijakan yang berkaiatan dengan permasalahan lansia mengingat Indonesia saat ini sedang memasuki negara berstruktur lanjut usia.
8
4. Bagi LSM Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk para LSM agar dapat membuat program-program pemberdayaan masyarakat khususnya program untuk lansia.
9
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keluarga dan Pendekatan Teori Pengertian Keluarga Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992, keluarga adalah suatu kelompok dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan adopsi serta berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan perempuan, saudara lakilaki dan perempuan serta merupakan pemelihara kebudayaan bersama. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri atau suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya. Mattessich dan Hill (1987) diacu dalam Zeitlin et al. (1995) mendefinisikan keluarga sebagai suatu kelompok dimana anggotanya memiliki kekerabatan, tempat tinggal, atau hubungan emosional yang sangat erat. Keluarga sebagai sebuah sistem sosial mempunyai tugas atau fungsi agar sistem tersebut berjalan. Tugas tersebut berkaitan dengan pencapaian tujuan, integritas dan solidaritas, serta pola keseimbangan atau pemeliharaan keluarga artinya adalah bahwa dalam mempertahankan eksistensi institusinya, keluarga dalam melaksanakan tugas-tugasnya tidak lepas dari pola keseimbangan (Megawangi 1999). Teori Struktural Fungsional Pendekatan struktural-fungsional adalah pendekatan teori sosiologi yang dapat diterapkan dalam institusi keluarga. Keluarga sebagai sebuah institusi dalam masyarakat mempunyai prinsip-prinsip serupa yang terdapat dalam kehidupan sosial masyarakat. Pendekatan ini mengakui adanya keragaman dalam kehidupan sosial yang merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat dan keragaman dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem (Megawangi 1999). Pendekatan
teori
struktural-fungsional
dapat
digunakan
untuk
menganalisa peran anggota keluarga agar keluarga dapat berfungsi dengan baik untuk menjaga keutuhan keluarga dan masyarakat (Muflikhati 2010). Menurut teori struktural fungsional, keluarga juga dapat dilihat sebagai subsistem dalam masyarakat (Megawangi 1999). Keluarga dalam subsistem masyarakat tidak akan terlepas dari interaksinya dengan subsistem-subsistem lainnya yang ada dalam masyarakat, misalnya sistem ekonomi, politik, pendidikan dan agama.
10
Dalam interaksi tersebut keluarga berfungsi untuk memelihara keseimbangan sosial dalam masyarakat (equilibrum state). Salah satu aspek penting dari perspektif struktural-fungsional adalah bahwa setiap keluarga yang sehat terdapat pembagian peran atau fungsi yang jelas, fungsi tersebut terpolakan dalam struktur hirarki yang harmonis dan ada komitmen terhadap terselenggaranya peran atau fungsi itu. Peran adalah sejumlah kegiatan yang diharapkan bisa dilakukan oleh setiap anggota keluarga sebagai subsistem keluarga dengan baik untuk mencapai tujuan sistem. Sejumlah kegiatan atau aktivitas yang memiliki kesamaan sifat dan tujuan dikelompokkan ke dalam sebuah fungsi. Teori Ekologi Keluarga Konsep Ekologi manusia menyangkut saling ketergantungan antara manusia dengan lingkungan, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya buatan.
Pendekatan
ekologi
atau
ekosistem
menyangkut
hubungan
interdependensi antara manusia dan lingkungan di sekitamya sesuai dengan aturan norma kultural yang dianut. Konsep ekologi manusia juga dikaitkan dengan pembangunan. Keberhasilan pembangunan yang berkelanjutan sangat bergantung pada faktor manusianya yaitu seluruh penduduk dan sumberdaya alam yang dimiliki serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kaidah ekologi menetapkan adanya ketahanan atau ketegaran (resilience) suatu sistem yang dipengaruhi oleh dukungan yang serasi dari seluruh subsistem (Soerjani, 2000 dalam Puspitawati, 2009) Pendekatan ekologi keluarga merupakan teori yang dapat digunakan untuk mengkaji beragam masalah berkaitan dengan keluarga dalam hubungannya dengan beragam lingkungan. Nilai moral dasar ekologi keluarga terletak pada saling ketergantungan manusia dengan alam, kebutuhan manusia untuk hidup berdampingan satu sama lain dan kebutuhan untuk hidup lebih baik. Nilai moral dasar tersebut diimplementasikan dalam kemampuan adaptasi, daya untuk hidup (survival) dan pemeliharaan keseimbangan (equilibrum atau homeostatis) untuk mengkaji kehidupan manusia yang lebih baik (Sunarti, 2007) Menurut Deacon dan Firebaugh (1988), lingkungan keluarga dapat diklasifikasikan menjadi lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro adalah kondisi-kondisi di sekitar keluarga baik dalam arti lokasi maupun kontak individu. Lingkungan mikro berupa lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
11
Kedua lingkungan ini menjadi penyangga dalam menyerap berbagai masukan dari lingkungan makro. Lingkungan makro atau larger enviroment merupakan aspek yang ada di luar sistem keluarga dan lingkungan mikronya. Keluarga akan mempunyai efek yang kecil terhadap atau bahkan tidak bisa mengontrol keadaan dari
lingkungan
dikelompokkan
makro.
menjadi
Pada (a)
hakekatnya,
lingkungan
yang
lingkungan berkaitan
makro
dapat
dengan
sistem
kemasyarakatan, yaitu sosial budaya, politik, ekonomi dan teknologi dan (b) lingkungan alam dan buatan disekitarnya, yaitu Kondisi alam (sumberdaya alam) serta struktur yang melingkupi seluruh ekosistem seperti struktur sosial dan kebijakan pemerintah Teori Perkembangan Keluarga Teori perkembangan keluarga menjelaskan perkembangan keluarga secara dinamis dan mengklasifikasikannya ke dalam satu rangkaian tahap perkembangan yang jelas. Tahap-tahap perkembangan dianggap sebagai masamasa stabilitas relatif yang berbeda secara kuantitatif dan kualitatif diantara tahap-tahapnya. Empat asumsi dasar tentang teori perkembangan keluarga: (1) Keluarga berkembang dan berubah dari waktu ke waktu dengan cara-cara yang sama dan dapat diprediksi; (2) Manusia menjadi matang karena berinteraksi dengan orang lain, sehingga mereka memulai tindakan-tindakan serta reaksi terhadap tuntutan lingkungannya; (3) Keluarga dan anggotanya melakukan tugas-tugas tertentu yang ditetapkan oleh mereka sendiri atau oleh konteks budaya dan masyarakat;(4) Kecenderungan keluarga untuk memulai dengan sebuah awal dan akhir yang kelihatan jelas. Teori perkembangan keluarga meningkatkan pemahaman tentang keluarga pada titik yang berbeda dalam berbagai siklus kehidupan mereka dan menghasilkan deskripsi yang khas tentang kehidupan keluarga dalam berbagai tahap perkembangannya. Setiap fase perkembangan keluarga menghadapi tugas-tugas baru dan belajar teknik adaptasi yang sesuai. Duvall (1962) menggambarkan tipe siklus keluarga dari keluarga utuh dengan lingkaran yang memiliki 8 sektor. Lingkaran ini dapat membantu menempatkan keluarga berada difase yang mana dan memprediksi kapan setiap fase akan dicapai. Dalam fase perkembangan Duvall, lansia memasui fase kehidupan ke 8 yaitu masa tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai saat salah satu pasangan pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal sampai keduanya meninggal. Proses lanjut usia dan pensiun merupakan realitas yang tidak dapat dihindari
12
karena berbagai stressor dan kehilangan yang harus dialami keluarga. Stressor tersebut adalah berkurangnya pendapatan, kehilangan berbagai hubungan social, kehilangan pekerjaan serta perasaan menurunnya produktivitas dan fungsi kesehatan. Menurut Duvall tugas perkembangan lansia meliputi: (1) Menemukan rumah yang memuaskan untuk akhir-akhir tahun kehidupan; (2) Menyesuaikan diri terhadap masa pensiun; (3) Membentuk rutinitas rumah tangga yang nyaman; (4) Saling menjaga satu sama lain sebagai suami istri; (5) Menghadapi kehilangan pasangan; (6) Mempertahankan hubungan dengan anak dan cucu; (7) Menjaga minat terhadap orang di luar keluarga; (8) Saling merawat antara satu sama lain sesama lansia; (9) menemukan makna hidup (life review). Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga pada tahap ini. Berdasarkan
teori
perkembangan
Erikson
(Latifah
2000),
lansia
dikelompokkan kedalam tahap perkembangan psikososial yang disebut ego integrity versus despair. Ego integrity mengacu pada kemampuan untuk melihat kebelakang tentang kekuatan dan kelemahan seseorang dengan rasa harga diri (dignity), optimis dan kearifan. Sementara despair mengacu pada keputusasaan sebagai akibat masalah fisik, kesulitan ekonomi, isolasi sosial dan kurangnya pekerjaan yang berarti dalam kehidupan di usia lansia. Dalam hal ini, tentu saja yang diharapkan adalah lansia yang mampu mencapai ego integriity dan bukan sebaliknya. Jika individu tersebut sukses mencapai tugas ini maka dia akan berkembang menjadi individu yang arif dan bijaksana (menerima dirinya apa adanya, merasa hidup penuh arti, menjadi lansia yang bertanggung jawab dan kehidupannya berhasil). Namun jika individu tersebut gagal mencapai tahap ini maka dia akan hidup penuh dengan keputusasaan (lansia takut mati, penyesalan diri, merasakan kegetiran dan merasa terlambat untuk memperbaiki diri). Lanjut Usia Pengertian Lansia Lansia atau usia tua adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat (Hurlock 1994).
Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang
13
kesejahteraan lansia menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia, ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat (Suhartini 2004). Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputusan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda. (Suara Pembaharuan 14 Maret 1997 dalam Suhartini 2004) Batasan Lanjut Usia (lansia) Ada berbagai macam batasan kapan seseorang dikatakan lansia. Di Indonesia, lanjut usia dimulai sejak usia 60 tahun sesuai dengan yang tertera pada Undang-Undang no : 13/1998 tentang Kesejahteraan Lansia (pasal 1 ayat 2). Lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 1 ayat 3 dan 4 bahwa lansia itu ada dua macam, yaitu Lansia potensial dan lansia tidak potensial. Lansia potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau Jasa. Sedangkan Lansia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah schingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. Di Amerika, usia 65 tahun digunakan sebagai benchmark dalam mengelompokkan penduduk berusia lanjut. Hawari (dalam Mulia, 2009) menyebutkan bahwa di dalam gerontologi, lansia dikelompokkan menjadi 2 kelompok umur, yaitu :(1) Young old (65-74 tahun); (2) Old-old (yang berusia di atas 75 tahun). Lebih lanjut Hawari
14
menjelaskan bahwa dari segi kesehatan, lansia dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu : (1) Kelompok well old, yakni
sehat, tidak sakit-sakitan; (2)
Kelompok sick old, yakni lansia yang menderita penyakit dan memerlukan pertolongan medis dan psikiatris. World Health Organization (WHO) membagi umur tua sebagai berikut : (1) Usia pertengahan (middle age), yakni kelompok usia 45-59 tahun; (2) Usia lanjut (elderly) kelompok usia 60-74 tahun; (3) Tua (old) antara 75-90 tahun; (4) Sangat tua (very old) kelompok usia di atas 90 tahun. Sedangkan Wattie (2007 )menjelaskan bahwa konsep lansia dapat dijelaskan dari usia kronologis dan usia biologis. Usia kronologis mengacu pada usia yang sebenarnya, yakni usia dihitung berdasarkan jumlah tahun yang telah dilalui dalam kehidupan seseorang. Sedangkan Usia biologis diperhitungkan berdasarkan faktor fisik, mental, dan sosial yang dialami oleh individu, yang ditentukan oleh faktor genetik, kualitas gizi, gaya hidup, dan kesakitan. Burnside (1979) diacu dalam Arisanti (2010) menentukan batasan lanjut usia berdasarkan usia kronologisnya sebagai berikut : (a) Young-old (60-69 tahun); dianggap sebagai masa transisi utama dari masa dewasa akhir ke masa tua. Biasanya ditandai dengan penurunan pendapatan dan keadaan fisik yang menurun. Sehubungan dengan berkurangnya peran, individu sering merasa kurang memperoleh penghargaan dari lingkungan; (b) Middle-age-old (70-79 tahun); identik dengan periode kehilangan karena banyak pasangan hidup dan teman yang meninggal. Selain itu ditandai dengan kesehatan yang semakin menurun, partisipasi dalam organisasi formal menurun, muncul rasa gelisah dan mudah marah serta aktifitas seks menurun; (c)Very Old (80-89 tahun) ; Pada masa ini lanjut usia telah mengalami kesulitan dalam beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Selain itu ketergantungannya terhadap orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari semakin besar; (d) Very-very old (lebih dari 90 tahun); lebih parah dari masa sebelumnya dimana individu benar-benar tergantung pada orang lain dengan kesehatan yang semakin buruk. Untuk keperluan penelitian kali ini pengelompokkan usia berdasarkan Burnisude yang akan digunakan. Proses Menua (Aging) Menua (menjadi tua/aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan
15
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap lesion/luka (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides dalam Darmojo dan Martono 2004). Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah dimulai sejak lahir dan setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan status penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh. Aging proses adalah suatu periode menarik diri yang tak terhindarkan dengan karakteristik menurunnya interaksi antara lansia dengan orang lain di sekitarnya. Individu diberi kesempatan untuk mempersiapkan dirinya menghadapi ketidamampuan dan bahkan kematian (Cox 1984 dalam Miller1995). Teori Penuaan Teori yang berhubungan dengan penuaan dari teori psikososial memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan perilaku yang menyertai peningkatan usia. Teori psikososiol terdiri dari: 1) Teori disengangement (pembebasan) Teori ini menyatakan bahwa orang yang menua menarik diri dari peran yang biasanya dan terikat pada aktivitas yang lebih intropeksi dan berfokus diri sendiri. Empat konsep dadar teori ini yaitu : (i) individu yang menua dan masyarakat secara bersama saling menarik diri, (ii) disengangement adalah intrinsik dan tidak dapat diletakkan secara biologis dan psikologis, (iii) disengangement dianggap perlu untuk proses penuaan, (iv) disengangement bermanfaat baik bagi lansia maupun bagi masyarakat (Potter & Perry, 2005). Dalam kaitannya dengan lansia, teori mengandung arti bahwa lansia yang bahagia adalah lansia yang mampu melepaskan diri dari aktivitas-aktivitas yang selama ini ditekuninya, misalnya bekerja sebagai pimpinan perusahaan, petani atau pedagang, kemudian beralih kepada aktivitas-aktivitas baru yang lebih sesuai dengan kemampuannya terutama kemampuan fisik (Latifah, 1999). 2) Teori aktifitas Lanjut usia dengan keterlibatan sosial yang lebih besar memiliki semangat dan kepuasan hidup yang tinggi, penyesuaian serta kesehatan mental yang lebih positif dari pada lanjut usia yang kurang terlibat secara sosial (Potter & Perry, 2005).
16
3) Teori kontinuitas (kesinambungan) Teori kontinuitas atau teori perkembangan menyatakan bahwa kepribadiaan tetap sama dan perilaku menjadi lebih mudah diprediksi seiring penuaan. Teori kontinuitas berdasarkan pada asumsi bahwa identitas merupakan fungsi dari hubungan serta interaksi dengan orang lain. Seseorang yang sukses sebelumnya, pada lanjut usia akan tetap berinteraksi dengan lingkungannya serta tetap memelihara indentitas dan kekuatan egonya.Teori tahap-tahap perkembangan manusia dari Erickson menerangkan bahwa pada tahap akhir manusia harus memilih antara sense of integrity atau sense of despair, sedangkan Peck menambahkan bahwa pada usia lanjut seseorang harus memilih antara ego differentiation melawan work role preoccupation (pensiun). Juga harus memilih antara memulihkan hubungan yang baik dengan orang lain dan tetap aktif kreatif atau terikat pada pikiran yang terpusat pada kemunduran fisiknya (Rusilanti 2006) Kesejahteraan Lansia Kesejahteraan lansia menurut UU no. 13 tahun 1998 pasal 1 adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial baik material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia sesuai dengan Pancasila. Kesejahteraan merupakan harapan dan tujuan hidup setiap orang. Tingkat kesejahteraan setiap orang dapat berbeda-beda dalam arti keadaan kesejahteraan yang dialami seseorang belum tentu sama bagi orang lain. Konsep kesejahteraan adalah sesuatu yang bersifat subjektif dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbeda-beda sehingga memberikan nilai-nilai yang berbeda pula tentang faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan ( Andriani 2009). Penanganan
dan
upaya
peningkatan
kesejahteran
sosial
Lansia
merupakan tanggung jawab bersama, keluarga - masyarakat - pemerintah. Oleh sebab itu segenap lapisan masyarakat dihimbau untuk lebih meningkatkan kesadaran dan kepeduliannya sehingga dapat berperan nyata baik secara perorangan, kelompok maupun dalam wadah organisasi. Pola penanganan Lansia di dunia telah bergeser dari service ke participation approach. Perubahan
17
ini perlu menjadi pemikiran kita karena sebagai negara yang penduduknya sudah berstruktur tua, peran serta setiap warga negara sangat membantu Pemerintah dan kepentingan Lansia. Pemberdayaan dan pendaya gunaan Lansia potensial merupakan amanat undang-undang dalam mewujudkan “ dunia untuk segala usia”. Harapan kita: Mereka tidak selalu menjadi obyek pembangunan tetapi juga sebagai subyek /pelaku pembangunan (Komnas Lansia 2009). Kesejahteraan sulit didefinisikan dan lebih sulit untuk diukur. Secara umum, ukuran kesejahteraan diklasifikasikan menjadi dua katagori, yakni kesejahteraan objektif dan subjektif. Pada penelitian ini yang akan digunakan untuk
mengukur
kesejahteraan
lansia
adalah
kesejahteraan
subyektif.
Kesejahteraan secara subyektif menggambarkan evaluasi individu tentang kehidupannya,
yang mencakup kebahagian, kondisi emosi yang gembira,
kepuasan hidup dan relatif tidak adanya semangat dan emosi yang tidak menyenangkan ( Simanjuntak , 2010). Secara operasional Sumarwan dan Hira (1993) dalam Andriani (2009), variabel kepuasan merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan variabel kebahagian, karena dapat melihat gap antara aspirasi dan tujuan yang ingin dicapai. Menurut Guhardja et al (1992) puas atau tidaknya seseorang dapat dihubungkan dengan nilai yang dianut oleh orang tersebut dan tujuan yang diinginkan. Apabila tujuan yang dicapai sesuai dengan nilai yang dianut maka diharapkan kepuasan akan terpenuhi. Kepuasan merupakan “output” yang telah diperoleh keluarga
akibat kegiatan
manajemen. Ukuran kepuasan ini dapat
berbeda-beda untuk setiap individu atau bersifat subjektif Kualitas Hidup Definisi Kualitas Hidup Kualitas hidup merupakan persepsi individu dari posisi laki-laki/wanita dalam hidup ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana laki-laki/wanita itu tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian. Hal ini merupakan konsep tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik seseorang, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan dengan karakteristik lingkungan (WHO, 1994) Menurut Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto (Anonimous 2011), kualitas hidup adalah tingkat dimana seseorang menikmati hal-hal penting yang
18
mungkin terjadi dalam hidupnya. Masing-masing orang memiliki kesempatan dan keterbatasan
dalam
hidupnya
yang
merefleksikan
interaksinya
dengan
lingkungan. Sedangkan kenikmatan itu sendiri terdiri dari dua komponen yaitu pengalaman dari kepuasan dan kepemilikan atau prestasi Menurut Calman diacu oleh Silitonga (2007) konsep dari kualitas hidup adalah bagaimana perbedaan antara keinginan yang ada dibandingkan perasaan yang ada sekarang, definisi ini dikenal dengan sebutan “Calman’s Gap”. Calman mengungkapkan pentingnya mengetahui perbedaan antara perasaan yang ada dengan keinginan yang sebenarnya. Jika perbedaan antara kedua keadaan ini lebar, ketidakcocokan ini menunjukkan bahwa kualitas hidup seseorang tersebut rendah. Sedangkan kualitas hidup tinggi jika perbedaan yang ada antara keduanya kecil. Ruang Lingkup Kualitas Hidup Kualitas hidup dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu; (1) Internal individu yang terdiri dari fisik, psikologis dan spiritual; (2) Kepemilikan yang berkaiatan dengan hubungan individu dengan lingkungannya yang dibagi dua yaitu secara fisik dan sosial; (3) Harapan yang berupa prestasi dan aspirasi individu dapat dibagi dua yaitu secara praktis dan secara pekerjaan. (Universitas Toronto 2011) Menurut Ventegodt, Merriek & Anderson (2003) , kualitas hidup dapat dikelompokkan dalam tiga bagian yang berpusat pada suatu aspek hidup yang baik, yaitu: (1) Kualitas hidup subjektif, yaitu bagaimana suatu kehidupan yang baik dirasakan oleh masing-masing individu yang memilikinya. Masing-masing individu secara personal mengevaluasi bagaimana gambaran sesuatu dan perasaan mereka; (2) Kualitas hidup eksistensial, yaitu seberapa baik hidup seseorang merupakan level yang dalam. Ini mengasumsikan bahwa individu memiliki suatu sifat yang lebih dalam yang berhak untuk dihormati dan dimana individu dapat hidup dalam keharmonisan; (3) Kualitas hidup objektif, yaitu bagaimana hidup seseorang dinilai oleh dunia luar. Kualitas hidup objektif dinyatakan dalam kemampuan seseorang untuk beradaptasi pada nilai-nilai budaya dan menyatakan tentang kehidupannya. Kualitas hidup dalam penelitian ini mengacu pada aspekl-aspek kualitas hidup yang terdapat pada WHOQOL-BREF (Skevington, Lotfy & O’Connell 2004) dimana
terdapat 4 ranah
yang terbagi dalam beberapa fase. Ranah-ranah
tersebut adalah tersebut: (1) kesehatan fisik; (2)kesehatan psikologik; (3)
19
hubungan sosial; (4)lingkungan, sedangkan secara rinci bidang-bidang yang termasuk kualitas hidup adalah sebagai berikut : 1. Ranah kesehatan fisik terdiri atas sub ranah, yaitu: (a) Aktivitas sehari-hari ; menggambarkan kesulitan dan kemudahan yang dirasakan individu ketika melakukan aktivitas sehari-hari; (b) Ketergantungan pada obat-obatan atau bantuan medis ; mengambarkan ketergantungan individu pada obat-obatan atau bantuan medis dalam aktivitas sehari-hari; (c) Energi dan kelelahan ; menggambarkan tingkat energi yang dimiliki individu dalam menggambarkan kehidupan sehari-hari; (d) Mobilitas ; menggambarkan tingkat mobilitas individu; (e) Sakit dan ketidaknyamanan ; sejauh mana ketidaknyamanan individu terhadap rasa sakit yang dimiliki; (f) Tidur dan istirahat ; menggambarkan kualitas istirahat individu; (g) Kapasitas kerja ; menggambarkan kemampuan individu untuk menyelesaikan tugas-tugas; (h) Aktivitas seksual ; menggambarkan kehidupan seksual individu. 2. Ranah Psikologis, terdiri dari sub ranah, yaitu: (a) Gambaran tubuh dan penampilan (Bodily image and appearance) ; menggambarkan bagaimana individu memandang keadaan tubuh (body image) dan penampilannya; (b) Penghargaan terhadap diri ; menggambarkan bagaimana individu menilai dan memandang
dirinya;
menggambarkan
(c)
aspek
Berpikir, kognitif
belajar, individu
memori yang
dan
konsenterasi;
memungkinkan
untuk
berkonsentasi, belajar dan menjalankan fungsi kognitif lainnya. 3. Ranah sosial, terdiri dari sub ranah, yaitu: (a) Relasi personal ; menggambarkan hubungan individu dengan anak, menantu, cucu dan kerabat; (b) Relasi sosial ; menggambarkan hubungan sosial dengan tetangga , teman dan dukungan sosial yang dapat diperoleh individu dari lingkungan sekitarnya. 4. Ranah lingkungan (enviroment), terdiri dari sub ranah, yaitu: (a) Sumber financial ; menggambarkan keadaan financial individu; (b) Keamanan dan kenyaman fisik lingkungan: menggambarkan situasi kondisi keamanan dan kenyaman lingkungan fisik disekitar individu yang dapat mempengaruhi kebebasan dirinya, seperti polusi/kebisingan/iklim; (c) Perawatan kesehatan dan social care ; menggambarkan ketersediaan perawatan kesehatan dan social care yang dapat diperoleh individu; (d) Lingkungan tempat tinggal; menggambarkan keadaan rumah-tempat tinggal individu; (e) Akses informasi, transportasi, dan keterampilan baru : Kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru, ketersediaan
transportasi
sebagai
penunjang
kegiatan
sehari-hari,
dan
20
keterampilan (skill) baru; menggambarkan ada atau tidaknya kesempatan bagi individu untuk mendapatkan informasi dan meningkatkan keterampilan yang diperlukan; (f) Partisipasi dan kesempatan untuk rekreasi atau aktifitas lain pada waktu luang: menggambarkan kegiatan menyenangkan; menggambarkan sejauhmana individu memiliki kesempatan dan dapat berpartisipasi untuk berekreasi atau menikmati waktu luang. Dukungan Bagi Lansia Dukungan
yang diperlukan lansia agar bisa menikmati masa tuanya
penuh kebahagiaan dan keceriaan atau dengan perkataan lain memiliki kualitas hidup yang baik sangat beragam baik bentuk maupun sumbernya. Bentuknya bisa berbentuk dukungan sosial dan atau dukungan ekonomi. Sumbernyapun bisa berasal dari individu/perorangan dalam keluarga atau luar keluarga, dan institusi baik pemerintah maupun non pemerintah Dukungan Sosial Dukungan sosial bagi lansia sangat diperlukan selama lansia sendiri masih mampu memahami makna dukungan sosial tersebut sebagai penyokong atau penopang kehidupannya. Namun dalam kehidupan lansia seringkali ditemui bahwa tidak semua lansia mampu memahami adanya dukungan sosial dari orang lain, sehingga walaupun ia telah menerima dukungan sosial tetapi masih saja menunjukkan adanya ketidakpuasan, yang ditampilkan dengan cara menggerutu, kecewa, kesal dan sebagainya (Kuntjoro,2002). Padahal menurut Taylor (1999) dukungan sosial merupakan sesuatu yang memberikan pengaruh yang menguntungkan. Seperti yang juga dinyatakan oleh Hoffman (1994) bagi kondisi lansia yang mengalami tekanan yaitu bahwa : ”......having friends or some other kinds of social support make it much easier for older adults to cope with stress” (Hoffman, 1994; 543). yang jika diterjemahkan adalah memiliki teman atau beberapa macam dukungan social lain membuat lansia lebih mudah melakukan koping terhadap stress. Demikian juga Smet (1994) menjelaskan bahwa jika seorang individu merasa didukung oleh lingkungan maka bagi individu tersebut segalanya akan menjadi lebih mudah pada waktu ia mengalami kejadian-kejadian yang tidak
21
menyenangkan. Gottlieb (dalam Smet, 1994) mendefinisikan dukungan
social secara operasional sebagai berikut : “Social support consist of the verbal and/or non verbal information or advice tangible aid or action that is proffer by social intimates or inferred by their presence and has beneficial emotional or behavioral effect on the recipient “ Jika diterjemahkan secara bebas, “dukungan sosial terdiri dari informasi verbal atau non verbal atau nasehat, bantuan yang terlihat atau tindakan yang ditawarkan oleh orang yang memiliki hubungan social dekat/akrab atau mereka yang kehadirannya dirasakan dekat dan memiliki pengaruh emosional dan perilaku yang menguntungkan pada penerima bantuan”. Definisi lain dikemukan oleh Siegel (dalam Taylor, 1999) : ”Social support has been defined as information from other that one is love and care for esteemed and valued, and part of a network of communication and mutual obligation from parents a spouse or lover, other relatives, friend, social and community contact such as churches or clubs or even devoted pet ” Yang terjemahannya: dukungan sosial adalah informasi dari orang lain yang sayang dan memiliki perhatian, menghormati dan menghargai dan merupakan bagian jaringan komunikasi dan kewajiban timbal balik dari orang tua, pasangan hidup atau kekasih, relasi, teman, kontak social dan lingkungan seperti keanggotan gereja atau club atau bahkan binatang peliharaan. Sarafino
(1996)
mengartikan
dukungan
social
adalah
kenyamanan,
perhatian, penghargaan atau bantuan yang diterima individu dari orang lain, baik sebagai individu perorangan atau kelompok. Bentuk dukungan sosial, menurut Sarafino(1996) terdiri dari : dukungan emosi, penghargaan, informasi dan instrumental Dukungan Emosi. Dukungan emosi merupakan ekspresi kasih sayang dan rasa cinta orang-orang di sekitar individu (Russel, et al.,1994) dalam Puspitawati(2009). Individu dapat mencurahkan perasaan, kesedihan ataupun kekecewaannya pada seseorang, yang membuat individu sebagai penerima dukungan sosial merasa adanya keterikatan, kedekatan dengan pemberi dukungan, sehingga menimbulkan rasa aman dan percaya (Weiss, Cutrona & Russell, 1987; Witty et al, 1992) dalam Conger (1994). Turner (1983) mengemukakan bahwa dukungan emosi ini sangat penting dan dibutuhkan setiap individu dalam setiap perode kehidupan, curahan perhatian yang mendalam membuat individu dapat mencurahkan perasaannya, hal ini sangat
22
membantu kesehatan mental dan kesejahteraan individu (Mirowsky & Ross 1989). Demikian pula Sarafino (1996) dalam Tati (2004) mengatakan bahwa dukungan emosi melibatkan ekspresi rasa empati dan perhatian terhadap individu, sehingga individu tersebut merasa nyaman, dicintai dan diperhatikan. Dukungan ini melipuyi perilaku seperti memberikan perhatian dan afeksi serta bersedia mendengarkan keluh kesah orang lain. Dukungan ini biasanya dari orang-orang yang memiliki hubungan erat dengan individu, seperti keluarga, tetangga atau mungkin teman. Dukungan Penghargaan. Dengan adanya pengakuan dari orang lain atas kemampuannyadan kualitas personelnya, maka individu sebagai penerima dukungan merasa memiliki nilai terhadap dirinya dan ia merasa dihargai atas segala yang telah dilakukannya (Cutrona et al, 1994; Felton & Berry, 1992). Dukungan ini dapat berupa pujian, hadiah, pernyataan setuju dan penilaian positif terhadap ide-ide, perasaan atau performa orang lain atau mau menerima atas segala kekurangan pada dirinya. Dukungan Informasi. Dukungan informasi memungkinkan individu sebagai penerima dukungan dapat memperoleh pengetahuan dari orang lain (Felton & Berry, 1992 dalam Conger 1994) . Pengetahuan yang diperoleh dapat berupa bimbingan, arahan, diskusi masalah maupun pengajaran suatu keterampilan. Dengan adanya informasi ini, maka individu dapat menyelesaikan masalahnya atau menambah pengetahuan baru. Hasil studi Cobb (1976) dalam Puspitawati (2009) mengemukakan bahwa pengalaman menunjukkan dukungan informasi yang menuntun dan dinilai serta memiliki jaringan tugas-tugas yang saling
menguntungkan.
seseorang
pada
sebuah
keyakinan
bahwa
ia
diperhatikan, dihargai. Dukungan Instrumental. Bentuk dukungan instrumental melibatkan bantuan langsung, misalnya berupa bantuan finansial atau bantuan dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu (Sarafino, 1996). Dukungan berupa materi atau jasa yang diberikan oleh orang lain kepada individu sebagai penerima dukungan (Borgatta, 1992 dalam Tati 2004). Dukungan dapat berbentuk uang, barang kebutuhan sehari-hari atau bantuan praktis, seperti memberikan fasilitas transportasi, memberi pinjaman uang atau barang rumah tangga lainnya, menyediakan waktu dan tenaga untuk mengasuh anak. Collins et al, (1993) membagi dukungan sosial dalam tiga elemen yang saling berhubungan, yaitu :
23
a. The significant other help the individual mobilize his psychological resources and master his emotional burdens. b. They share his tasks; and c. They provide him with extra supplies of money, materials, tool, skills and cognitive guidance to improve the handling of his situation. Terjemahan bebasnya adalah: a) Pasangan hidup, atau teman dekat membantu individu memobilisasi sumber-sumber psikologisnya dan penguasaan beban emosionalnya; b) Mereka berbagi dalam mengerjakan pekerjaan yang menjadi tugas individu tersebut; dan selanjutnya c) mereka membantunya dengan memberi uang tambahan, material, peralatan, keterampilan-keterampilan dan petunjuk yang bersifat kognitif untuk memperbaiki cara menangani situasinya. Dikaitkan dengan sumbernya dukungan sosial merupakan
segala
sesuatu yang berjalan secara kontinyu dan dimulai dari unit keluarga, kemudian bergerak secara progresif dari individu-individu anggota keluarga, dimana keluarga
merupakan
anggota
kelompok
yang
dianggap
penting
dalam
memberikan dukungan sosial. Secara operasional sumber-sumber dukungan sosial dibagi ke dalam dua golongan, yaitu : a. Sumber dukungan informal, antara lain : Sumber dukungan individu seperti suami/istri, tetangga, saudara, teman. Dukungan yang dapat diperoleh antara lain berupa dukungan emosional, kasih sayang, nasehat, material dan informasi. 1. Sumber dukungan kelompok yaitu dari kelompok-kelompok sosial seperti PKK, BKB, Posbindu, Karangtaruna. b. Sumber dukungan formal, dapat diperoleh dari bidang : 1. Profesional seperti psikiatri, psikolog, pekerja sosial atau spesialis lainnya. 2. Pusat-pusat pelayanan antara lain ; rumah sakit, BP4, panti sosial atau lembaga-lembaga pelayanan lainnya. Sumber utama dukungan sosial yang potensial terdapat dalam keluarga, sebab dalam keluarga mempunyai fungsi-fungsi dukungan tertentu yang tidak dapat berubah, seperti dukungan suami terhadap istri untuk melaksakan perannya sebagai istri atau terhadap istri dalam memerankan seorang ibu untuk
24
melaksanakan pengasuhan anak dengan cara suami memberikan simpati, perhatian, kepercayaan yang dilandasi kasih sayang. Dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial keluarga adalah bantuan yang berasal dari keluarga individu yang menerima bantuan. Bentuk bantuan dapat berupa informasi, tingkah laku tertentu, yang dapat menjadikan individu yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan, dan bernilai. Dukungan sosial yang berasal dari keluarga merupakan dukungan yang sangat penting artinya bagi para lansia. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan kumpulan orang-orang yang dapat diandalkan kesinambungan dukungannya di saat seorang lansia mulai terpisah dari lingkungan luarnya, seperti dari teman sekerja, rekan bisnis, ataupun orang lainnya di luar keluarga Dukungan Ekonomi Pada umumnya para lanjut usia adalah pensiunan atau mereka yang kurang produktif lagi. Secara ekonomis keadaan lanjut usia dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) yaitu golongan mantap, kurang mantap dan rawan (Trimarjono, 1997 dalam Suhartini, 2004). Golongan mantap adalah para lanjut usia yang berpendidikan tinggi, sempat menikmati kedudukan/jabatan baik. Mapan pada usia produktif, sehingga pada usia lanjut dapat mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Pada golongan kurang mantap lanjut usia kurang berhasil mencapai kedudukan yang tinggi , tetapi sempat mengadakan investasi pada anakanaknya, misalnya mengantar anak-anaknya ke jenjang pendidikan tinggi, sehingga kelak akan dibantu oleh anak-anaknya. Sedangkan golongan rawan yaitu lanjut usia yang tidak mampu memberikan bekal yang cukup kepada anaknya sehingga ketika purna tugas datang akan mendatangkan kecemasan karena terancam kesejahteraan. Dalam hal bantuan finansial bagi lansia beberapa penelitian menunjukkan perbedaan antara negara maju dan dan negara sedang berkembang. Clark dan Spengler (1980) mengemukakan bahwa standar kehidupan yang dapat dicapai oleh lansia di negara maju ditentukan sebagian besar oleh pendapatan perkapita nasional, transfer pemerintah untuk lansia dan kecenderungan dan kemampuan lansia untuk terus bekerja. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan Ai Ju dan Jones (1989). Di negara-negara Barat, social security merupakan sumber pendapatan yang lazim untuk lansia. Misalnya di US tahun 1974, lebih 90 % dari keluarga dengan kepala keluarga lansia mendapatkan jaminan sosial dari
25
pemerintah dan sebaliknya dukungan pendapatan langsung dari anggota keluarga bukan hal yang penting. Situasi tersebut berbeda dengan negara-negara sedang berkembang, menurut survai WHO, hampir di semua negara di Asia, sumber utama pendapatan lansia berasal dari keluarga. Walaupun lansia menerima pensiun dari pemerintah dan pendapatan lainnya, namun proporsi pendapatan yang terbesar adalah dari keluarganya (Ogawa 1985). Secara lebih terperinci, penelitian yang dilakukan Ai Ju dan Jones (1989) di negara-negara Asean menunjukkan bahwa anak atau cucu merupakan sumber utama bantuan material untuk sebagian besar lansia wanita, meskipun di Indonesia dan Thailand pendapatan dari aktivitas ekonomi mereka juga relatif dominan. Untuk laki-laki, peran anak dan cucu relatif kurang, tetapi walaupun demikian, di Singapore dan Thailand tetap menjadi sumber utama Selanjutnya jika dibedakan antara desa dengan kota, terlihat bahwa di semua negara, untuk pedesaan sumber utama proporsi pendapatan lansia dari aktivitas ekonomi sendiri dan anak cucu lebih besar dari kota dan untuk kota berasal dari pensiun atau cadangan hari tua lebih besar dibandingkan desa. Tipe tempat tinggal berpengaruh terhadap bentuk dukungan/bantuan yang dapat diberikan keluarga kepada lansia. Bagi lansia tinggal serumah dengan keluarga, dperkirakan bantuan keluarga akan lebih intensif terhadap lansia. El-Badry (1987) mengemukakan pemenuhan berbagai kebutuhan lansia, relatif tidak akan terlalu menjadi masalah selama penduduk usia lanjut masih tinggal dengan keluarganya. Cowgill (1986) juga mengemukakan bahwa hidup dengan dan dekat keluarga memberikan jaminan fisik dan ekonomi yang kuat. Berdasarkan analisis data The General Household Survey (GHS) 1980 di USA, tipe rumah tangga penduduk lansia mencakup: a). hidup sendiri, b). tinggal dengan lansia lain di rumah tangga (baik hanya dengan pasangan lansia, dengan lansia bukan pasangan, maupun dengan pasangan dan anggota rumah tangga dewasa yang belum kawin), dan c). hanya satu lansia di rumah tangga (baik lansia dengan anggota rumah tangga dewasa yang belum kawin, lansia dengan pasangan non-lansia, maupun lansia dengan pasangan non-lansia serta anak-anak) (Arber dan Gilbert,1989). Keluarga sebagai Sumber Dukungan Dukungan keluarga merupakan bantuan atau dukungan yang diterima individu dari orang-orang tertentu dalam kehidupannya dan berada dalam
26
lingkungan keluarga yang dapat membuat individu tersebut / penerima merasa diperhatikan, dihargai, dan dicintai. Dukungan keluarga meliputi tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima individu bahkan kehidupan akan terpenuhi. Dukungan keluarga merupakan dukungan alamiah yang memiliki makna penting dalam kehidupan seseorang sehingga individu tersebut dapat menerima dukungan sesuai dengan situasi dan keinginan khusus yang tidak didapatkan dari lingkungan luar. Keluarga merupakan tempat yang paling nyaman bagi para lansia. Dukungan dari keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan, rasa percaya diri akan bertambah dan motivasi untuk menghadapi masalah yang terjadi akan meningkat. Dukungan keluarga merupakan salah satu jenis dari dukungan sosial. Interaksi timbal balik antara individu atau anggota keluarga dapat menimbulkan hubungan ketergantungan satu sama lain. Dukungan keluarga dapat berupa informasi atau nasehat verbal dan nonverbal, bantuan nyata, tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau adanya perasaan bahwa kehadiran orang lain mempunyai nilai emosional atau mempunyai peran terhadap perilaku bagi pihak penerima dukungan sosial. Friedman (1998) menyatakan bahwa. pemberian bantuan dari keluarga dapat berupa tingkah laku atau materi atau hubungan sosial yang akrab sehingga individu merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai Keluarga termasuk dalam program kesehatan masyarakat yang berperan dalam mendukung peningkatan derajat kesehatan seseorang, dimana dukungan keluarga dalam bentuk perhatian, waktu, empati sangat berpengaruh dalam menentukan status kesehatan seseorang yang sedang mengalami masalah, upaya dukungan keluarga muncul dalam beragam dukungan, misalnya dari suami, orang tua, teman, anak, lingkungan tempat tinggal. Dukungan keluarga merupakan suatu strategi interven premitif yang paling baik dalam membantu anggota keluarga mengakses dukungan sosial yang belum digali untuk suatu strategi bantuan yang bertujuan untuk meningkatkan dukungan keluarga yang adekuat. Dukungan keluarga mengacu pada dukungan yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai suatu yang dapat diakses misalnya dukungan bisa atau tidak digunakan, tapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan bantuan jika diperlukan (Friedman, 1998).
27
KERANGKA PEMIKIRAN
Peningkatan jumlah lansia perlu disertai dengan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan agar lansia
dapat menikmati masa tuanya dengan
bahagia. Berbagai aspek kesejahteraan sosial lansia masih menghadapi banyak permasalahan yang memerlukan penanganan baik oleh pemerintah maupun masyarakat secara terkoordinasi. Permasalahan pokok kesejahteraan sosial lansia mencakup kesejahteraan, perlindungan dan jaminan sosial, pelayanan kesehatan,
dukungan
keluarga
dan
masyarakat,
kualitas
hidup
SDM,
ketersediaan prasarana, sarana, dan fasilitas khusus lansia. (Komnas Lansia 2009). Kesejahteraan adalah cermin dari kualitas hidup yang dapat dilihat dari status kesehatan (fisik dan psikologis), umur harapan hidup, tingkat pendidikan dan kemampuan berkerja (Hardywinoto & Setiabudhi, 2005). dapat diartikan sebagai derajat dimana seseorang dapat kemungkinan dalam hidupnya.
Kualitas hidup
menikmati segala
Kemungkinan-kemungkinan tersebut memiliki
dua komponen yaitu pengalaman, kepuasan dan kepemilikan ataupun suatu pencapaian.
Kemungkinan-kemungkinan tersebut merupakan hasil dari
kesempatan setiap orang dalam hidupnya dalam merefleksikan interaksi faktor personal dan faktor lingkungan (Chang, Viktor, & Weissman, 2004). Untuk meningkatlkan kualitas hidup lansia diperlukan dukungan baik dukungan ekonomi maupun dukungan sosial. Menurut Sarafino (1998) dukungan atau bantuan yang dibutuhkan oleh lanjut usia bisa didapatkan dari bermacammacam sumber seperti keluarga, teman, dokter atau profesional dan organisasi kemasyarakatan. Taylor (1999) menjelaskan, dukungan sosial akan lebih berarti bagi seseorang apabila diberikan oleh orang-orang yang memiliki hubungan signifikan dengan individu yang bersangkutan.
Dengan kata lain, dukungan
tersebut diperoleh dari orangtua, pasangan (suami atau istri), anak dan kerabat keluarga lainnya.
Gotlib & Hammen (1992) menyatakan bahwa dukungan sosial lebih sering didapat dari relasi yang terdekat, yaitu dari keluarga atau sahabat. Kekuatan dukungan sosial yang berasal dari relasi yang terdekat merupakan salah satu proses psikologis yang dapat menjaga perilaku sehat dalam diri
28
seseorang. Sarafino (1998) menyatakan bahwa kebutuhan, kemampuan dan sumber dukungan sosial mengalami perubahan sepanjang kehidupan seseorang. Dalam hal ini, keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal oleh individu dalam proses sosialisasinya. Dukungan ekonomi sangat dibutuhkan lansia karena kondisi ekonomi lansia juga mengalami perubahan apabila dibandingkan ketika masih muda. Faktor kondisi ekonomi meliputi pekerjaan, penghasilan, dan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Kondisi ekonomi memegang peranan penting dalam kehidupan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari bagi lansia misalnya kebutuhan makan, pakaian, kesehatan dan rekreasi. Salah satu masalah yang terjadi pada lansia adalah penghasilan yang mereka peroleh pada umumnya lebih rendah dari sebelumnya sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari mereka masih memerlukan bantuan orang lain seperti anak, keluarga, teman, orang lain, pemerintah atau lembaga sosial lainnya. Faktor ekonomi sangat besar peranannya terhadap kemandirian lanjut usia. Dengan ekonomi yang mapan segala kebutuhan lanjut usia akan terpenuhi, misalnya kebutuhan sandang, pangan, perumahan, dan kesehatan, rekreasi dan sosial. Terpenuhinya kebutuhan dasar lanjut usia akan menjadikan lanjut usia hidup sejahtera. Arah kebijakan tentang lansia sebenarnya lebih menitik beratkan pada keluarga sebagai penanggungjawab utama terhadap lansia. Dalam hal ini dukungan dari keluarga sebagai caregiver diharapkan menjadi kunci utama untuk kesejahteraan lansia. Namun pada kenyataannya di berbagai negara terjadi penurunan dukungan dari anak terhadap lansia. Hal ini terjadi di negara Jepang pada tahun 1972 sebanyak 67 persen lansia tinggal bersama anaknya, namun pada tahun 1995 proporsi itu menurun menjadi 46 persen. Dalam hal penghasilan, pada tahun 1981 sebanyak 30 persen sumber utama penghasilan lansia di Jepang berasal dari anak namun menurun menjadi 15 persen pada tahun 1996 (Westley, 1998). Hurlock (1994) mengemukakan perubahan yang dialami lansia yaitu perubahan sosial dan ekonomi. Perubahan sosial antara lain perubahan peran dan meninggalnya pasangan atau teman-teman. Perubahan ekonomi antara lain ketergantungan kemampuan
financial pada uang pensiun dan anak. Keterbatasan pemerintah
dalam
menyediakan
dukungan
institusional
29
mengindikasikan
perlunya
memperhatikan
dukungan
keluarga
terhadap
keberadaan penduduk lansia. Perhatian terhadap peran keluarga berkaitan dengan penduduk lansia penting dilakukan antara lain karena, pertama, bahwa dukungan keluarga (family support) terhadap keberadaan lansia di Indonesia memiliki peran yang amat penting. Peran keluarga di Indonesia dalam mendukung kehidupan lansia jauh lebih besar dibanding dengan dukungan kelembagaan (intitutional support) yang ada. Kedua, dukungan keluarga ini menjadi makin penting maknanya jika dikaitkan dengan keterbatasan dana pemerintah Indonesia yang dialokasikan untuk mendukung kehidupan penduduk lansia. Ketiga, perhatian terhadap dukungan keluarga pada lansia juga amat penting jika dikaitkan dengan terjadinya perubahan sosial seiring dengan terjadinya perubahan ekonomi Dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh para lansia agar lansia mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Dukungan sosial dan ekonomi keluarga diharapkan
dapat
meningkatkan
kualitas
hidup
lansia
agar
mencapai
kesejahteraan dalam hidup mereka sehingga mereka lebih bermakna dalam hidup. Sementara itu faktor kondisi fisik serta kondisi kesehatan lansia juga berpengaruh pada kualitas hidup dan kesejahteraan lansia. Lansia yang selama usia muda sudah terbiasa mandiri akan terus berusaha mempertahankan kemandiriannya terutama dalam beraktivitas sehari-hari selama mungkin. Berbagai perubahan yang dialami lansia terutama yang mengarah pada kemunduran dan keterbatas-keterbatasan fisik serta timbulnya berbagai penyakit yang juga menyertai proses menua diduga menjadi pemicu menurunnya kualitas hidup dan kesejahteraan lansia.
30
Karakteristik demografi Lansia - Status tinggal - Usia - Jenis kelamin - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan - Status Perkawinan - Jumlah anggota keluarga Kualitas Hidup Lansia - Kesehatan fisik - Kesehatan psikologis - Hubungan Sosial -Lingkungan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Dukungan SosialKeluarga -Dukungan emosi - Dukungan penghargaan - Dukungan informasi - Dukungan instrumental
Dukungan ekonomi Keluarga
Kesejahteraan Lansia
30
31
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi cross sectional , karena data dikumpulkan pada satu waktu tidak berkelanjutan (Singarimbun dan Efendi 1995). Penelitian dilakukan di Kota Bogor karena memiliki usia harapan hidup (UHH) yang cukup tinggi yaitu 68,87 tahun pada tahun 2010 (BPS Kota Bogor 2012) serta memiliki jumlah lansia yang cukup banyak yaitu 55.680 orang. Lokasi penelitian dipilih dua kecamatan dan kelurahan secara purposive berdasarkan rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kota Bogor dengan alasan aktivitas kegiatan Posbindu (Pos Pembinaan Terpadu) aktif. Dua kecamatan terpilih yaitu Kecamatan Bogor Timur ( Kelurahan : Katulampa, Sindang Rasa dan Sindang Sari ) dan Kecamatan Bogor Barat (Kelurahan : Semplak, Curug dan Curug Mekar). Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni 2011 – Januari 2012 Populasi dan Penentuan Sampel Populasi dari penelitian ini adalah lansia berusia 60 tahun keatas (UU No. 13 tahun 1998) yang berada diwilayah Kecamatan Bogor Timur dan Bogor Barat. Dari data yang diperoleh di lapangan, jumlah lansia di Kecamatan Bogor Timur sebanyak 5.233 orang dan di Kecamatan Bogor Barat sebanyak 12.037 orang (BPS Jawa Barat 2010), sehingga total populasi dari penelitian adalah 17.270 orang. Penentuan jumlah contoh total, yaitu n menggunakan rumus Slovin yang diacu oleh Andriani (2009) Keterangan : n = ____N_______ 1 + N e²
Keterangan : n = ukuran contoh total yang akan diambil N = populasi lansia e = nilai kritis (batas ketelitian yang diinginkan atau persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan contoh yaitu sebesar 10 persen). 17270 n = _________________ 1 + 17270 (0.1)2
= 99.42 orang
32
Dari hasil penggunaan rumus diatas diperoleh nilai n adalah sebanyak 99.42 lansia dibulatkan menjadi 100 lansia untuk di 2 kecamatan, sehingga jumlah contoh dari setiap kelurahan adalah: N total N= ________ = Kelurahan
100 ______ 6
= 16.7 orang
Berdasarkan perhitungan diatas contoh setiap kelurahan dibulatkan menjadi 20 lansia contoh yang dibagi untuk 2 kategori lansia, yaitu lansia mandiri selanjutnya disebut LM dan lansia yang tinggal dengan anak (LA) masing-masing 10 lansia tiap kategori. Dari setiap kelurahan terpilih kemudian dipilih Posbindu secara purposive, dari setiap Posbindu terpilih ,dipilih contoh secara acak berdasarkan daftar peserta dan keaktifan dalam Posbindu. Tabel 2 :Sebaran Posbindu Terpilih di setiap Kecamatan dan Kelurahan No 1
Kecamatan Bogor Barat
Kelurahan Semplak Curug
Posbindu Melati 2B Melati 1 Melati 2 Rajawali 4 Rajawali 6 Kenanga Dahlia Melati Melati Nusa Indah
Curug Mekar 2
Bogor Timur
Katulampa Sindang Rasa Sindang Sari
Pada saat pengambilan data ternyata tidak mudah menemukan LM akhirnya diperoleh sebanyak 51 LA dan 73 LM , sehingga total lansia contoh adalah 124 orang. Diagram pengambilan contoh dapat dilihat pada Gambar 2 berdasarkan kecamatan, kelurahan, Posbindu dan jumlah contoh terpilih untuk setiap kategori. KOTA BOGOR
Bogor Barat (3 Kelurahan)
Bogor Timur (3 Kelurahan)
Semplak
Curug
Curug Mekar
Katulampa
Sindang Rasa
Sindang Sari
Melati 2B
Melati 1, 2
Rajawali 4, 6
Kenanga
Dahlia, Melati
Melati, Nusa Indah
LM (10)
LA (11)
LM (10)
LA (11)
LM (6)
LA (16)
LM (10)
LA (13)
Gambar 2 . Diagram Pengambilan Contoh
LM (7)
LA (13)
LM (8)
LA (9)
33
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pada penelitian ini, jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data yang dikumpulkan mencakup (1) karakteristik sosial dan ekonomi lansia (status tinggal, usia, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan , pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga);(2) kualitas hidup lansia (kesehatan fisik, kesehatan psikologis, relasi sosial lingkungan) ;(4) dukungan sosial keluarga (dukungan emosi, dukungan instrumental, dukungan penghargaan, dukungan informasi); (6) dukungan keuangan keluarga ; (5) kesejahteraan (kepuasaan hidup). Data sekunder meliputi data keadaan wilayah yang didapat dari kantor Kecamatan dan kantor Kelurahan serta dokumentasi yang terkait dengan topik penelitian. Tabel 3. Jenis, Metode dan Skala No 1.
2.
3.
4.
Variabel Karakteristik Lansia Status Tinggal
Jenis Data Primer
Usia Jenis Kelamin Status Perkawinan Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Jumlah Anggota Keluarga Kualitas Hidup Kesehatan Fisik
Primer Primer Primer Primer Primer Primer Primer
Kesehatan Psikologis Relasi Sosial Lingkungan
Primer Primer Primer
Primer
Metode Yang Digunakan
Skala
Wawancara dan Observasi Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara
Nominal
Wawancara dan pengukuran oleh petugas kesehatan Wawancara Wawancara Wawancara dan observasi
Ordinal
Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara
Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal
Rasio Nominal Nominal Ordinal Nominal Rasio Rasio
Ordinal Ordinal Ordinal
Dukungan Sosial Dukungan Emosi Dukungan Instrumental Dukungan Penghargaan Dukungan Informasi Dukungan Ekonomi Keluarga
Primer Primer Primer Primer Primer
34
Lanjutan tabel 3 No 5. No 6.
Variabel
Metode Yang Digunakan Wawancara
Jenis Data
Kesejahteraan (Kepuasaan Primer Hidup)
Skala Ordinal
Metode Yang Skala Digunakan Keadaan Umum Lokasi Sekunder Kantor Kecamatan Penelitian dan Kelurahan Dalam menentukan kualitas data sebelum penelitian dilakukan uji Variabel
Jenis Data
reliabilitas kuesioner terlebih dahulu yang dilakukan dengan metode Cronbach Alpha. Tabel 4 menyajikan hasil uji realiabilitas masing-masing variabel. Tabel 4. Nilai alpha cronbach variabel penelitian yang digunakan. No 1
2 3 4
Variable Kualitas Hidup Kesehatan Fisik Kesehatan Psikologis Relasi Sosial Lingkungan Dukungan Sosial Dukungan Ekonomi Kepuasan Hidup
Jumlah Item Pertanyaan
Cronbach Alpha
49 12 8 13 16 5 10
0.910 0.741 0.600 0.698 0.653 0.783 0.645
Pengolahan dan Analisis Data Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca dan diinterpretasikan. Analisis data pada penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan dan pengaruh yang terjadi antar berbagai variabel untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian dan membuktikan hipotesis penelitian. Data akan dianalisis dengan metode deskriptif dan metode inferensia. Tahapan pengolahan data meliputi: (1) Editing data, yang bertujuan untuk menyeleksi data guna menghindari kesalahan dan penyimpangan sewaktu pengumpulan data di lapangan; (2) Pemberian kode; (3) Pemberian skor; (4) Pengentrian data; (5) Peng-cleaning-an data; (6) Analisis data.
35
Tabel 5. Variabel Pengukuran dan Penilaian Variabel Pengukuran Karakteritik Lansia Status Tinggal -
Kategori 1. Sendiri 2. Dengan Anak
Keterangan Ketentuan peneliti
Usia lansia
Tahun
1. Lansia awal (60-69) Burnside 2. Lansia tengah (70-79) (1976) 3. Lansia tua (80-89) 4. Lansia sangat tua (≥90)
Jenis Kelamin
-
0. Laki-laki 1. Wanita
Ketentuan peneliti
Status Perkawinan
-
1.Tidak kawin 2. Kawin 3.Janda/duda karena cerai 4.Janda atau duda karena meninggal
Ketentuan Peneliti
Pendidikan
Tahun
1.Tidak sekolah 2. Tidak tamat SD 3. Tamat SD 4.Tidak tamat SMP 5. Tamat SMP 6. Tidak tamat SMA 7. Tamat SMA 8. Akademi 9. Universitas
Ketentuan Peneliti
Pekerjaan
Jenis pekerjaan
1. Petani 2. Buruh 3. Pedagang 4. Karyawan 5. Tukang ojek 6. Sopir angkot 7. PNS/ABRI 8. IRT 9. Wirausaha 10. Pensiunan 11. Lainnya
Ketentuan Peneliti
Pendapatan
Rupiah
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Ketentuan Peneliti
1.<500.000 500.000-1.000.000 1.000.000-1.500.000 1.500.000- 2.000.000 2.000.000 -3.000.000 Lainnya
36
Lanjutan tabel 5 Variabel Pengukuran Jumlah Besar kel inti anggota keluarga
Kategori
1. Kecil ( 4 orang) 2. Sedang (5-7 orang) 3. Besar (> 8 orang)
Hubungan dengan responden
1. 2. 3. 4.
Status Tempat Rumah Tinggal ditempati
yang
Anak Menantu Cucu Lainnya
1. Rumah sendiri
Keterangan Hurlock (1994)
Ketentuan Peneliti
Ketentuan Peneliti
2. Rumah anak 3. Sewa/kontrak 4. Lainnya Kualitas Hidup Kualitas Hidup Penjumlahan skor Sangat Rendah Total 4 dimensi kualitas (25-43.75) Sangat Rendah (25-43.75 Hidup Rendah (43.76-62.50) Sedang (62.51-81.25) Tinggi (81.26-100)
Panuju (1995)
Kesehatan Fisik
Frekuensi kejadian (1) selalu (2)sering yang dialami dalam kesehatan (3) Jarang (4) tidak pernah
WHOQOLBREF yang diadaptasi dari Silitonga (2007) dan telah disesuaikan dengan kebutuhan penelitian
Kesehatan Psikologis
Frekuensi kejadian yang dialami dalam kesehatan psikologis
Hubungan Sosial
Frekuensi kejadian (1) Sangat Tidak yang dialami Memuaskan dalam relasi (2) Tidak Memuaskan sosial (3) Memuaskan (4) Sangat Memuaskan
(1) Tidak Pernah (2) Jarang (3) Sering (4) Selalu
37
Lanjutan tabel 5 Variabel Lingkungan
Pengukuran Kategori Frekuensi kejadian (1) Tidak Pernah (2) Jarang yang dialami di lingkungan (3) Sering (4) Selalu
Dukungan Sosial Dukungan Penjumlahan skor Sangat Rendah Sosial Total 4 dimensi (25-43.75) Dukungan sosial Rendah (43.76-62.50) Sedang (62.51-81.25) Tinggi (81.26-100) Dukungan Emosi
(1) Tidak Pernah (2) Jarang (3) Sering (4) Selalu
Dukungan Penghargaan
(1) Tidak Pernah (2) Jarang (3) Sering (4) Selalu (1) Tidak Pernah (2) Jarang (3) Sering (4) Selalu (1) Tidak Pernah (2) Jarang (3) Sering (4) Selalu
Dukungan Informasi Dukungan Instrumental
Dukungan Ekonomi Dukungan Penjumlahan skor Rendah (43.76-62.50) Ekonomi Total Dukungan ekonom Sedang (62.51-81.25) Tinggi (81.26-100) Tinggi (81.26-100) Dukungan (1) Tidak Pernah Ekonomi (2) Jarang (3) Sering (4) Selalu Kesejahteraan Kesejahteraan Penjumlahan skor Sangat Rendah total Kepuasan hidup (25-43.75) Rendah (43.76-62.50) Sedang (62.51-81.25) Tinggi (81.26-100)
Keterangan
Panuju (1995)
Smet dan Sarafino yang diadaptasi dari Tati (2004) yang telah disesuaikan dengan kebutuhan penelitian
Panuju (1995)
Panuju (1995)
38
Lanjutan tabel 5 Variabel Kesejahteraan
Pengukuran
Kategori
(1) Tidak Puas (2) Kurang Puas (3) Puas (4) Sangat Puas
Keterangan SWLS Ed Diener yang diadaptasi dari Rusilanti (2006)
Data yang terkumpul, ditabulasi dan dianalisis. Hasil pengolahan data selanjutnya dianalisis secara deskriptif
dan inferensia. Analisis deskriptif
dilakukan untuk menggambarkan kondisi masing-masing variabel
yang
mempengaruhi kualitas hidup dan kesejahteraan lansia. Tujuan utamanya adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktafakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diteliti secara objektif. Analisis deskriptif (mean, modus, median, minimum, dan maksimum) juga dilakukan untuk menganalisis metode pendekatan secara kuantitatif yaitu menganalisis butir-butir pertanyaan (items level) yang tercantum pada karakteristik lansia, dukungan sosial dan ekonomi, kualitas hidup dan kesejahteraan lansia. Dalam analisis deskriptif untuk mengetahui kecenderungan sebaran contoh dalam menjawab pertanyaan, dilakukan crosstab.
Jawaban dikelompokkan menjadi
dua skor yaitu (0) untuk jawaban “tidak pernah” yang berasal dari jawaban skor 1 dan 2 serta (1) untuk jawaban “selalu” yang berasal dari jawaban skor 3 dan 4.
Dan untuk Kesejahteraan jawaban dikelompokkan menjadi yaitu skor (0)
untuk jawaban “ tidak puas” yang berasal dari jawaban skor 1 dan 2 dan (1) untuk jawaban “puas” yang berasal dari skor 3 dan 4 Data yang ditabulasikan adalah persentase contoh yang menjawab “pernah” dan “puas” berdasarkan status tinggal lansia. Untuk menyamakan satuan yang digunakan maka semua skor yang diperoleh dikonversi dalam bentuk persen (0-100). Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Y
=
X – nilai minimum X ______________________________ Nilai maksimum X - nilai minimum X
Keterangan: Y= skor dalam persen X= skor yang diperoleh untuk setiap contoh
x 100
39
Langkah selanjutnya adalah mengelompokkan skor dukungan sosial, dukungan ekonomi, kualitas hidup dan kesejahteraan lansia menjadi 4 katagori yaitu tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Untuk menentukan katagori disesuaikan dengan pernyataan Panuju R (1995) yang menyatakan bahwa: “untuk menentukan katagori tinggi, sedang dan rendah terlebih dahulu harus menentukan nilai indeks minimum, maksimum dan intervalnya serta jarak intervalnya’’, dapat kita lihat sebelumnya sebagai berikut ukuran presentase dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut : a. Indeks minimum : Skor minimum x 100 = 1 x 100% = 25 % Skor maksimum
4
b. Indeks maksimum : Skor maksimum
x 100 = 4 x 100% = 100 %
Skor maksimum
4
c. Interval dalam presentase
= Skor maksimum – skor minimum = 100% - 25% = 75 %
d. Panjang interval dalam presentase = Interval = 75 = 18.7 Jenjang
4
Tabel 6. Katagori Dukungan Sosial, Dukungan Ekonomi, Kualitas Hidup dan Kesejahteraan Lansia Interval Presentase (%) Tingkatan 25.00 – 43.75 Sangat Rendah 43.75 – 62.50 Rendah 62.50-81.26 Sedang 81.26 – 100 Tinggi .Selanjutnya data dianalisis perbedaan
menggunakan uji beda t untuk melihat
karakteristik lansia, dukungan sosial (dukungan emosi, dukungan
instrumental, dukungan penghargaan, dukungan informasi), dukungan ekonomi keluarga,
kualitas hidup meliputi : kesehatan fisik, psikologis, sosial dan
lingkungan, dan kesejahteraan lansia (kepuasan hidup) pada lansia yang tinggal sendiri dan lansia yang tinggal dengan anak. Uji korelasi bertujuan untuk menguji hubungan antara dua variabel yang tidak
menunjukkan
hubungan
fungsional
(berhubungan
bukan
berarti
disebabkan). Uji korelasi menggunakan Pearson Correlation karena jika sampel data lebih dari 30 (sampel besar) dan kondisi data normal, sebaiknya menggunakan korelasi Pearson (Nugroho, 2005).
40
Untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hidup, digunakan uji regresi berganda dengan model persamaannya sebagai berikut: Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + ……..+ ε Y = Skor Kualitas hidup
x8 = Dukungan penghargaan
α = konstanta
x9 = Dukungan informasi
β = koefisien regresi
x9 = Dukungan instrumental
x1 = Status tinggal
x10 = Dukungan ekonomi
x2 = Usia
ε = galat (error)
x3 = Jenis kelamin x4 = Pendidikan x5 = Status pekerjaan x6 = Ukuran keluarga x7 =Dukungan emosi Untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan, digunakan uji regresi berganda dengan model persamaannya sebagai berikut: dengan model persamaannya sebagai berikut: Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + ……..+ ε Y = Skor Kesejahteraan
x8 = Dukungan penghargaan
α = konstanta
x9 = Dukungan informasi
β = koefisien regresi
x9 = Dukungan instrumental
x1 = Status tinggal
x10 = Dukungan ekonomi
x2 = Usia
x 11 = Kesehatan fisik
x3 = Jenis kelamin
x12 = Kesehatan psikologis
x4 = Pendidikan
x13 = Hubungan Sosial
x5 = Status pekerjaan
x14 = Lingkungan
x6 = Ukuran keluarga
ε = galat (error)
x7 =Dukungan emosi DEFINISI OPERASIONAL Lansia adalah seseorang yang berumur 60 tahun atau lebih. Kesejahteraan lansia adalah tingkat kepuasan yang dirasakan lansia dalam hidup.
41
Kualitas Hidup merupakan persepsi individu terhadap keadaan kesehatan fisik seseorang, status psikologis, hubungan sosial, dan hubungan dengan karakteristik lingkungan (WHO, 1994) Kesehatan Fisik merupakan kondisi kesehatan fisik yang dirasakan oleh lansia yang meliputi rasa nyeri, energi dan vitalitas, aktifitas seksual, tidur dan istirahat, mobilitas, aktifitas sehari-hari dan kemampuan bekerja. Kesehatan Psikologis merupakan tingkat penerimaan individu terhadap tubuh dan penampilan (Bodily image and appearance) , Penghargaan terhadap diri dan kemampuan daya ingat dan konsentrasi Lansia Mandiri merupakan lansia yang mandiri baik sendiri maupun dengan pasangan, mempunyai rumah tangga serdiri dan mampu melaksanakan tugas tanpa bantuan orang lain. Lansia dengan anak merupakan lansia yang hidup dengan anak dimana baik secara sosial maupun ekonomi kehidupannya di penuhi oleh anak Hubungan Sosial merupakan merupakan
hubungan individu dengan anak,
menantu, cucu dan kerabat dan menggambarkan hubungan sosial dengan tetangga , teman dan dukungan sosial yang dapat diperoleh individu dari lingkungan sekitarnya Lingkungan merupakan gambaran keadaan financial individu, situasi kondisi keamanan dan kenyaman lingkungan fisik disekitar individu yang dapat mempengaruhi
kebebasan
dirinya,
seperti
polusi/kebisingan/iklim,
Perawatan kesehatan dan social care Lingkungan tempat tinggal, Akses informasi,
transportasi, dan
keterampilan
baru.
Partisipasi
dan
kesempatan untuk rekreasi atau aktifitas lain pada waktu luang. Dukungan Sosial merupakan setiap dukungan moril (perhatian), materi dan informasi yang didapat lansia dari orang-orang disekitar lansia baik itu dari anak, cucu dan keluarga besar juga dari tetangga ataupun teman dekat lansia yang dilihat dari aspek emosional, instrumen, penghargaan dan informasi. Dukungan Emosi merupakan ekspresi kasih sayang dan rasa cinta orang-orang di sekitar individu (Cutrona, 1996). Dukungan
Penghargaan
adanya
pengakuan
dari
orang
lain
atas
kemampuannya dan kualitas personelnya, maka individu sebagai penerima dukungan merasa memiliki nilai terhadap dirinya dan ia merasa
42
dihargai atas segala yang telah dilakukannya (Cutrona et al, 1994; Felton & Berry, 1992). Dukungan Intrumental merupakan bentuk bantuan atau arahan/ petunjuk dalam mengerjakan tugas yang dapat berupa sumber-sumber fisik seperti uang, barang-barang atau tempat tinggal (Cutrona 1996) atau disebut juga sumberdaya materi (Cohen dan Mckay 1988) Dukungan Informasi merupakan memberikan masukan mengenai berita-berita faktual, nasehat, informasi atau perkiraan-perkiraan terhadap situasi yang terjadi (Cutrona 1996). Dukungan Ekonomi adalah jumlah bantuan yang diterima dari keluarga pada lansia secara finansial untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
43
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Lokasi Penelitian Secara geografis Kota Bogor terletak di antara 106’ 48’ BT dan 6’ 26’ LS, kedudukan geografis Kota Bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya sangat dekat dengan Ibukota Negara. Kota Bogor mempunyai potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata. Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian minimum 190 m dan maksimum 330 m di atas permukaan laut. Kondisi iklim di Kota Bogor adalah: (a) suhu rata-rata tiap bulan adalah 260 C, dengan suhu terendah adalah 21.80 C dan suhu tertinggi adalah 30.40 C, (b) kelembaban udara adalah 70 persen, dan (c) curah hujan rata-rata setiap tahun adalah sekitar 3.500 – 4.000 mm, dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari. Luas wilayah Kota Bogor adalah 11.850 hektar yang terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Secara administratif Kota Bogor terdiri dari 6 wilayah kecamatan, 31 kelurahan dan 37 desa (lima diantaranya termasuk desa tertinggal yaitu desa Pamoyanan, Genteng, Balungbangjaya, Mekarwangi dan Sindangrasa), 210 dusun, 623 RW, 2 712 RT. Keenam kecamatan yang ada di Kota Bogor adalah Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Tengah dan Kecamatan Tanah Sareal. Kota Bogor dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor yaitu sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian yaitu di Kecamatan Bogor Barat yaitu di Kelurahan Semplak, Curug dan Curug Mekar dan di Kecamatan Bogor Timur yaitu di Kelurahan Katulampa, Sindang Rasa dan Sindang Sari.
44
Kondisi Geografis dan Karakteristik Demografis 1. Kecamatan Bogor Barat Kelurahan yang diambil sebagai tempat penelitian yang termasuk dalam kecamatan Bogor Barat adalah Kelurahan Semplak, Kelurahan Curug dan Kelurahan Curug Mekar. Semplak secara administratif berada di wilayah Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor dan memiliki luas 90.251 Ha. Kelurahan Semplak berbatasan dengan Kelurahan Atang Senjaya, Kecamatan Kemang (Utara), Kelurahan Cilendek Barat (Selatan), Kelurahan Curug (Timur), dan Kelurahan Bubulak (Barat). Kelurahan Curug secara administratif berada dalam wilayah Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor dan memiliki luas 367.55 Ha. Batas wilayah Kelurahan Curug berbatasan dengan Kelurahan Parakan Jaya Kecamatan Kemang (utara), Kelurahan Curug Mekar (Selatan), Kelurahan Semplak (Timur) dan Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal (Barat) Kelurahan Curug Mekar secara administratif berada dalam wilayah Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor dan memiliki luas 125.04 Ha . Batas wilayah Kelurahan Curug Mekar Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Curug, Kelurahan Cilendek Barat (Selatan), Kelurahan Cibadak dan Kedung Waringin Kecamatan Tanah Sareal (Timur),dan Kelurahan Semplak (Barat) 2. Kecamatan Bogor Timur Kelurahan yang diambil sebagai tempat penelitian yang termasuk dalam kecamatan Bogor Timur adalah Kelurahan Katulampa, Kelurahan Sindang Rasa dan Kelurahan Sindang Sari. Kelurahan Katulampa secara administratif berada dalam wilayah Kecamatan Bogor Timur Kota Bogor dan memiliki luas 920.4 Ha . Batas wilayah Kelurahan Katulampa berbatasan dengan Kelurahan Cimahpar Kecamatan Bogor Utara (Utara), Kelurahan Tajur (Selatan), Kelurahan Sukaraja (Timur),dan Kelurahan Baranangsiang (Barat). Kelurahan Sindang Rasa secara administratif berada dalam wilayah Kecamatan Bogor Timur Kota Bogor dan memiliki luas 106 Ha . Batas wilayah Kelurahan Sindang Rasa berbatasan dengan Kelurahan Muarasari Kecamatan Bogor Selatan (Selatan), Kelurahan Sindang Sari (Timur), dan Kelurahan Tajur (Utara). Kelurahan Sindang Sari secara administratif berada dalam wilayah Kecamatan Bogor Timur Kota Bogor dan memiliki luas 116.88 Ha . Batas wilayah
45
Kelurahan Sindang Sari Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sindang Rasa (Utara), Kelurahan Harjasari Kecamatan Bogor Selatan (Selatan), Kelurahan Pandan Sari Kecamatan Ciawi (Timur), dan Kelurahan Harja Sari Kecamatan Bogor Selatan (Barat). Penduduk 1. Kecamatan Bogor Barat Kelurahan Semplak terdiri dari 37 RT dan 10 RW dengan total jumlah penduduk sebanyak 9.648 jiwa yang terdiri dari 4930 orang laki-laki dan 4.718 orang perempuan. Berdasarkan usia, persentase terbesar penduduk berada pada rentang usia 20-59 tahun sebanyak 57.3 % (Tabel 7). Kelurahan Curug terdiri dari 49 RT dan 14 RW dengan total jumlah penduduk sebanyak 11.348 jiwa yang terdiri dari 5.777 orang laki-laki dan 5.571 orang perempuan. Berdasarkan usia, persentase terbesar penduduk berada pada rentang usia 20-59 tahun sebanyak 52.7 % (Tabel 7). Kelurahan Curug Mekar terdiri dari 57 RT dan 10 RW dengan total jumlah penduduk sebanyak 10.674 jiwa yang terdiri dari 5.179 orang laki-laki dan 5.495 orang perempuan. Berdasarkan usia, persentase terbesar penduduk berada pada rentang usia 20-59 tahun sebanyak 60.3 % (Tabel 7). Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa lebih dari separuh penduduk Kecamatan Bogor Barat termasuk usia produktif (Semplak 57.3%, Curug 52.7% dan Curug Mekar 60.3%) dan jumlah lansia di Kecamatan Bogor Barat kurang dari 30% (Sempak 6.8%, Curug 17.3% dan Curug Mekar 11.2%). 2. Kecamatan Bogor Timur Kelurahan Katulampa terdiri dari 106 RT dan 17 RW dengan total jumlah penduduk sebanyak 28.711 jiwa yang terdiri dari 14.621 orang laki-laki dan 14090 orang perempuan . Berdasarkan usia , persentase terbesar penduduk berada pada rentang usia 65+ tahun sebanyak 13.5 % (Tabel 7). Kelurahan Sindang Rasa terdiri dari 37 RT dan 10 RW dengan total jumlah penduduk sebanyak 12.311 jiwa yang terdiri dari 6.199 orang laki-laki dan 6.112 orang perempuan. Berdasarkan usia, persentase terbesar penduduk berada pada rentang usia 0-4 tahun sebanyak 9.8 % (Tabel 7). Kelurahan Sindang Sari terdiri dari 32 RT dan 7 RW dengan total jumlah penduduk sebanyak 8.773 jiwa yang terdiri dari 4.902 orang laki-laki dan 3.971
46
orang perempuan. Berdasarkan usia , persentase terbesar penduduk berada pada rentang usia 65+ tahun sebanyak 9.4% (Tabel 7). Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa lebih dari separuh penduduk Kecamatan Bogor Timur termasuk usia produktif (Sindang Rasa 55.7% dan Sindang Sari 58%) . Jumlah lansia di Kecamatan Bogor Timur kurang dari 30 % (Katulampa 13.5%, Sindang Rasa 13.2% dan Sindang Sari 14%). Tabel 7. Sebaran penduduk berdasarkan kelompok umur
Usia
Balita (0-4 thn) Usia Sekolah (5-19 thn) Usia Produktif (20-59thn) Lansia (60+ thn) Total
Kec. Bogor Barat (%) Curug Semplak Curug Mekar n= n= n= 9.804 10.674 11.384
Kec. Bogor Timur (%) Sindang Sindang Katulampa Rasa Sari n= n= n= 28.711 12.311 8.773
9.6
7.8
3.6
4.0
9.8
5.8
26.3
22.2
24.9
56.5
21.3
22.2
57.3
52.7
60.3
26.0
55.7
58.0
6.8
17.3
11.2
13.5
13.2
14.0
100
100
100
100
100
100
Sumber: Profil Wilayah Kecamatan Tahun 2011 (diolah)
Pekerjaan Untuk wilayah Kecamatan Bogor Barat terlihat bahwa hampir separuh penduduk di Kelurahan Semplak bekerja sebagai buruh (44.5%), lebih dari separuh penduduk Kelurahan Curug bekerja sebagai karyawan swasta (60%) dan separuh penduduk di Kelurahan Curug Mekar bekerja sebagai karyawan swasta (54.4%) (Tabel 8). Hampir separuh penduduk di Kelurahan Katulampa bekerja sebagai wiraswasta atau pedagang (46.9%%). Penduduk Kelurahan Sindang Rasa separuhnya bekerja sebagai buruh (54%) dan sebanyak
tiga perempat
penduduk Sindang Sari bekerja sebagai wiraswasta atau pedagang. Untuk lebih jelasnya sebaran jenis mata pencaharian tercantum dalam Tabel 8.
47
Tabel 8. Sebaran penduduk berdasarkan jenis pekerjaan Jenis Pekerjaan
Petani dan Peternak PNS/TNIPOLRI Karyawan swasta Wiraswasta /Pedagang Jasa Buruh Lain-lain Total
Kec. Bogor Barat (%) Curug Semplak Curug Mekar n= n= n= 2693 7317 4042
Kec. Bogor Timur (%) Sindang Sindang Katulampa Sari Rasa n= n= n= 8007 11571 2113
0
2.0
1.3
17.8
1.2
1.9
8.1
12.2
5.8
25.2
1.1
9.9
4.9
60.0
54.4
37.0
35.5
51.1
38.7
1.1
7.4
46.9
40.9
84.0
1.6 44.5 2.2 100
18.4 6.1 2.2 100
7.4 0.0 25.3 100
1.6 8.1 6.7 100
2.3 54.0 4.7 100
1.6 1.4 23.6 100
Sumber: Profil Wilayah Kecamatan Tahun 2011 (diolah)
Pendidikan Berdasarkan data monografi, tingkat pendidikan penduduk Kelurahan Semplak lebih dari separuh (62.2%) lulusan SD atau sederajat. Hampir separuh penduduk Kelurahan Curug berpendidikan SD atau sederajat(42.5%) dan untuk tingkat pendidikan di wilayah Kelurahan Curug Mekar data tidak tersedia dalam data profil wilayah. Hal ini menunjukkan tingkat pendidikan di tiga wilayah tersebut masih rendah (Tabel 9). Tabel 9. Sebaran penduduk menurut tingkat pendidikan Kec. Bogor Barat (%) Kec. Bogor Timur (%) Tingkat Curug Sindang Sindang Pendidikan Katulampa Semplak Curug Mekar* Rasa Sari n=4.042 n=2.693 n=7.317 n=8.007 n=11.571 n=2.113 Belum/Tidak 4.1 0.8 1.2 3.5 6.7 Sekolah Tidak tamat 3.1 0.1 1.0 2.5 0.6 SD Tamat SD 62.2 42.5 53.4 8.6 23.8 Tamat SMP 10.7 18.5 22.0 29.2 16.7 Tamat SMA 7.2 31.7 18.7 52.4 47.6 Akademi 7.5 4.1 1.7 1.4 2.4 Perguruan 4.8 2.3 2.0 2.5 2.1 Tinggi Total 100 100 100 100 100 Sumber: Profil Wilayah Kecamatan Tahun 2011 (diolah); Keterangan: * Data tidak tersedia
48
Separuh penduduk Kelurahan Katulampa (53.4%) lulusan SD atau sederajat. Penduduk Sindang Rasa separuhnya (52.4%) lulusan SMA atau sederajat dan Penduduk Sindang Sari hampir separuh (47.6%) berpendidikan SMA atau sederajat (Tabel 9). Karakteristik Lansia Contoh Jenis Kelamin Rata-rata pria meninggal lebih cepat dari wanita, sehingga menjanda di hari tua lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria. Hingga saat ini belum ada statistik mengenai jumlah dan usia pria yang menjadi duda, hal ini terkait karena lebih banyak duda di setiap tahap usia yang menikah lagi daripada janda., disamping itu persentase juga jauh lebih sedikit. Dengan demikian masa menjanda merupakan masalah yang lebih besar bagi wanita dibanding pria, selama masa usia lanjut (Hurlock 1994) Berdasarkan jenis kelamin, contoh pada penelitian ini adalah 30 orang berjenis kelamin laki-laki (24.2%) dan 94 berjenis kelamin wanita (75.8%). Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status tinggal dapat dilihat pada Gambar 3.
75.3 LA Status Tinggal
24.7 Perempuan Laki-Laki 76.5 LM 23.5
0
20
40
60
80
100
%
. Keterangan LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia Dengan Anak
Gambar 3. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status tinggal Jika dipilah berdasarkan tempat tinggal sebagian besar LM (76.5%) dan LA (73.5 %) adalah wanita. Proporsi
laki-laki cenderung lebih besar di LA
dibandingkan di LM. Usia Lebih dari separuh contoh baik LM dan LA (58.1%) berasal pada katagori lansia awal, sisanya berada pada katagori lansia tengah (30.6%), lansia tua (9.7%) dan sangat tua (1.6%). Semakin tua umur lansia proporsi lansia mandiri
49
dan lansia dengan anak semakin menurun, tampak kemandirian lansia tidak terkait dengan tingkat umur lansia (Gambar 4) 70 60.8 60
56.2
50
40
LM
%
34.2
LA
30
25.5
20 9.8
10
9.6 3.9 0
0 Lans ia Awal (60-69 tahun)
Lans ia Tengah (7079 tahun)
Lans ia tua (80-89 tahun)
Lans ia Sangat Tua (>90 tahun)
Usia
Keterangan LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia Dengan Anak
Gambar 4. Sebaran contoh berdasarkan usia dan status tinggal Mengkaitkan usia dengan jenis kelamin tanpa melihat status tinggal ternyata persentase lansia wanita pada usia diatas 80 tahun (3.1%) lebih banyak dibandingkan dengan lansia laki-laki (Gambar 5). Hal ini membuktikan bahwa wanita lebih panjang usianya dibandingkan dengan pria. Faktor-faktor yang mempengaruhi usia wanita lebih panjang daripada pria adalah wanita mempunyai tingkat kesehatan lebih baik dari pria karena wanita lebih memperhatikan pola hidup dibandingkan pria selain itu faktor biologis juga mempengaruhi umur wanita lebih panjang daripada pria (Kirkwood, Kono & Kawahara, 2010 ) 60
59.6 53.3
50 40
40
27.7
% 30
L 20
w 10.6
10
6.7 0
0 Lansia Aw al (60-69 tahun)
2.1
Lansia Tengah Lansia tua (80- Lansia Sangat (70-79 tahun) 89 tahun) Tua (>90 tahun) Us ia
Keterangan L = laki-laki, W = wanita
Gambar 5. Sebaran usia berdasarkan jenis kelamin
50
Pendidikan Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi terbesar contoh (51.5%) tidak tamat SD dan hampir separuh (49.4%) berpendidikan SD. Sejalan dengan data yang dikumpulkan Departemen Sosial Republik Indonesia (1996) diacu dalam Hardywinoto dan Setiabudhi (2005) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan lansia di Indonesia belum cukup baik. Namun demikian terdapat sebanyak (1.4%) yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu universitas pada LA. Pada Gambar 6 tampak kemandirian rumah tangga lansia tidak terkait dengan pendidikan lansia. Lansia yang hidup dengan anak lebih banyak pada setiap jenjang pendidikan kecuali tidak pernah sekolah. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara LM dan LA (Gambar 6).
Tingkat Pendidikan
UNIVERSITAS AKADEMI
0 0
TAMAT SMA
1.4 2 3.9 4.1 3.9
TAMAT SMP
8.2 LA 23.3
TAMAT SD
LM
29.4
26 25.5
TDK TAMAT SD
37 35.3
TDK SEKOLAH 0
10
20
30
40
% Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Gambar 6. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan dan status tinggal Berdasarkan jenis kelamin ternyata laki-laki memperoleh kesempatan mendapat pendidikan yang lebih baik daripada wanita. Membandingkan antara lansia laki-laki dan wanita tanpa melihat kemandirian tempat tinggal ternyata persentase wanita tidak bersekolah (37%) lebih besar daripada laki-laki (35.3%). Sebaliknya semakin tinggi tingkat pendidikan maka persentase wanita semakin rendah dibanding laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mencapai pendidikan tertinggi yaitu universitas dan akademik sebesar 3.3 % adalah laki-laki (Gambar 7). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya yang mengatakan bahwa budaya patriarkhi masih sangat terasa di dalam pendidikan, orang tua lebih mengutamakan pendidikan bagi anak laki-laki dibandingkan perempuan. Kesenjangan pendidikan ini terjadi di semua jenjang
51
dengan perbedaan persentase yang cukup signifikan tingkat pendidikan lansia
Tingkat Pendidikan
perempuan lebih rendah dibandingkan lansia laki-laki (Komnas Lansia , 2009) UNIVERSITAS
0
AKADEMI
0
3.3
TAMAT SMA
3.3 2.1
TAMAT SMP
3.2
29
W
6.7
L
25.5 26.7 25.5 26.7
TAMAT SD TDK TAMAT SD TDK SEKOLAH
43.6
13.3 0
10
20
30
40
50
% Keterangan: L = Laki-laki, W = Wanita
Gambar 7. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan dan jenis kelamin Jenis Pekerjaan Tingkat pendidikan yang rendah membuat jenis pekerjaan lansia tidak beragam dan terbatas. Lansia memerlukan waktu relatif lama untuk memulihkan tenaganya dari keletihan fisik dan mental, disebabkan oleh ketegangan syaraf dan beban mental yang terus terjadi dalam tempo relatif lama. Akibatnya lansia pada umumnya belajar untuk mengurangi berbagai jenis pekerjaan yang memerlukan kecepatan dan kekuatan fisik (Hurlock 1994). 56.2
60 50
45.1
40 LM
30
LA 17.6
20 10 0
11.8 3.9
10.9
13.715.1 7.8
5.5
12.3
0
Petani
Buruh
Wirausaha
Pensiunan
IRT
Lainnya
Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Gambar 8 . Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan dan status tinggal Dari hasil penelitian menunjukkan (Gambar 8)
lebih dari separuh
(51.6%) lansia adalah ibu rumah tangga dan sebanyak 13.7 persen lansia
52
bekerja sebagai wirausaha (contohnya berdagang). Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang mengatakan bahwa pada sektor perdagangan lansia tetap dapat bekerja, karena pekerjaan di sektor perdagangan tidak memerlukan fisik yang kuat dan keterampilan yang tinggi (Suhartini 2004) Tabel 10. Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan dan jenis kelamin LM Jenis Pekerjaan Petani Buruh Wirausaha Pensiunan IRT Lainnya Total
LA
Total
L
%
P
%
L
%
P
%
L
%
1 5 1 2 0 3 12
8.3 41.7 8.3 16.7 0 25 100
1 1 8 5 23 1 39
2.6 2.6 20.5 12.8 59.0 2.6 100
0 3 3 5 1 6 18
0 16.7 16.7 27.8 5.6 33.3 100
0 1 5 6 40 3 55
0 1.8 9.1 10.9 72.7 5.5 100
1 8 4 7 1 9 30
3.3 26.7 13.3 23.3 3.3 30 100
P
%
1 1.06 2 2.13 13 13.83 11 11.70 63 67.02 4 4.26 94 100
Pada lansia yang tinggal sendiri jenis pekerjaannya lebih beragam dibandingkan dengan lansia yang tinggal dengan anak.
Hal ini disebabkan
karena lansia yang tinggal sendiri masih banyak yang mempunyai pasangan dan mereka masih produktif walaupun usia mereka sudah lanjut. Salah satu contoh lansia yang dalam usia lanjut masih bekerja (wirausaha) mengatakan :
“Saya masih berkerja/berwirausaha karena kebutuhan ekonomi. Saya tidak mau menyusahkan anak-anak saya karena anak-anak saya juga masih belum cukup”. Persentase laki-laki yang bekerja lebih besar persentasenya dibanding wanita. Sektor pekerjaan antara lain sebanyak 26.7% sebagai buruh, kedua pensiunan 23.3 % dan menyusul wirausaha sedangkan wanita terbanyak bekerja sebagai wirausaha 13.8% dan pensiunan 11.7%. Besar Keluarga Sebagian besar contoh (86.3%) LM memiliki anggota keluarga 2-4 orang dan tergolong keluarga kecil dan separuh dari contoh (50.6%) LA memiliki jumlah anggota keluarga sedang 5-7 orang. LM umumnya masih hidup dengan pasangannya,
sehingga
masih
merasa
menyusahkan anak-anak (Gambar 9).
mampu
dan
tidak
mau
untuk
53
90 80 70 60 50 % 40 30 20 10 0
86.3
50.7 LM
24.7
24.7
LA
13.7 0 Kecil (4 orang) Sedang (5-7 orang)
Besar (> 8 orang)
Besar Keluarga
Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Gambar 9. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan status tinggal Hasil uji beda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata pada p(<0.01) antara LM dan LA dalam jumlah anggota keluarga, LM mempunyai keluarga yang lebih sedikit dibanding LA. Hal ini antara lain disebabkan karena LM masih mempunyai pasangan hidup. Status Perkawinan Lebih dari separuh contoh (56.5%) lansia berstatus janda atau duda meninggal (67.1 persen LA dan 41.2 persen LM). Hal inilah yang menyebabkan banyaknya lansia yang tinggal dengan anak setelah salah satu dari pasangannya meninggal (Gambar 10). Hasil uji beda menunjukkan perbedaan yang nyata antara LM dan LA dalam status perkawinan. 80 70 60
67.1 58.8
50
41.2
% 40
Kawin
32.9
Janda/Duda
30 20 10 0 LM
LA Status Tinggal
Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Gambar 10. Sebaran contoh berdasarkan status perkawinan dan status tinggal Pendapatan Secara umum proses penuaan pada lansia ini identik dengan adanya penurunan kemampuan fisik dan non fisik (mental dan sosial) seiring dengan
54
bertambahnya umur. Penurunan kemampuan ini tentu saja akan berpengaruh pada produktivitas lansia, sehingga berpengaruh pada pendapatan lansia, dan pada akhirnya mereka akan sangat tergantung pada keluarga atau orang lain untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Hanya sebagian kecil saja yang dapat menikmati masa tua, yakni pensiunan pegawai pemerintah yang menerima tunjangan pensiunan atau bagi lansia yang memiliki uang banyak yang bisa didepositokan.
Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Gambar 11. Sebaran contoh berdasarkan pendapatan dan status tinggal Hasil penelitian menunjukkan hampir separuh contoh (41.2% LM dan 56.2% LA) memiliki pendapatan kurang dari Rp. 500.000 , disebabkan karena pekerjaan contoh yang hanya ibu rumah tangga dan hanya menerima pemberian dari anak. Apabila para lansia bekerja, maka pendapatan yang diterima tidaklah besar. Salah satu contoh adalah lansia yang berada di Katulampa, bekerja sebagai buruh tani dengan pendapatan hanya berkisar sebesar Rp 10,000.
“Saya biasanya mendapatkan upah untuk membantu di ladang sebesar Rp. 10,000 perhari. Mulai kerja pukul 7 pagi sampai pukul 11 siang.” Kecilnya pendapatan yang diterima disebabkan faktor usia dan keterbatasan fisik sehingga lansia hanya dapat menyelesaikan tugas yang tidak berat sesuai usia . Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara LM dan LA (Gambar 11).
55
Berdasarkan
sumber
pendapatan
dua
pertiga
contoh
LM
(66.7%)
memperoleh pendapatan dari pensiun atau hasil bekerja, sedangkan untuk LA sumber pendapatannya berasal dari anak (58.9%) (Gambar 12). 70
66.7 58.9
60 50 %
41.1
40
Pensiunan/Bekerja/Beru saha
33.3
30
Anak
20 10 0
LM
LA
Status Tinggal Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Gambar 12. Sebaran contoh berdasarkan sumber pendapatan dan status tinggal BPS Kota Bogor (2010) mengukur tingkat kemiskinan rumah tangga berdasarkan pendapatan perkapita. Batas keluarga miskin apabila pendapatan < Rp. 213.338/kapita/bulan. Berdasarkan hasil penelitian tiga perempat contoh (78.2%) memiliki pendapatan perkapita diatas garis kemiskinan Kota Bogor sisanya 21.8 persen termasuk dalam katagori miskin. Status Tempat Tinggal Status rumah yang ditinggali lansia baik yang LM (98%) maupun LA (75.3%) adalah milik sendiri, karena tingginya harga rumah dan tingkat pendapatan yang masih rendah menyebabkan anak-anak tidak mempunyai rumah (Gambar 13). 120 100 80
98 75.3 LM
60
LA
40
21.9
20
2
0 Rumah sendiri
Rumah anak
0
2.7
Dan lain-lain (sewa, kontrak)
Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Gambar 13. Sebaran contoh berdasarkan status rumah dan status tinggal Dilihat dari status tempat tinggal ternyata walaupun para lansia itu tinggal dengan anak bukan berarti tinggal di rumah anak namun sebaliknya anak
56
menumpang di rumah orangtua yang sudah lansia hanya kurang dari 25% saja yang tinggal bersama anak dan di rumah anak. Dukungan Sosial Dalam penelitian ini dukungan sosial contoh dilihat dari empat aspek, yaitu dukungan emosi, dukungan penghargaan diri (self esteem) , dukungan informasi dan dukungan instrumental, Dukungan Emosi. Dukungan emosi meliputi ekspresi dari cinta, empati dan perhatian terhadap individu (Cutrona, 1996). Hasil penelitian menunjukkan hampir seluruh lansia baik LM maupun LA memperoleh dukungan emosional yang baik dari keluarga dari semua aspek dimensi emosional (Tabel 11). Tabel 11. Sebaran contoh yang selalu mendapatkan dukungan sosial dimensi dukungan emosional LM LA p(n=51) (n=73) No Pernyataaan value % % 1 Mendapatkan dukungan emosional 92.2 95.9 0.323 2 Dapat berbicara tentang masalah dengan 86.3 91.8 0.169 keluarga 3 Memiliki teman dengan siapa dapat berbagi 84.3 78.1 0.411 suka dan duka anda. 4 Keluarga bersedia untuk membantu membuat 92.2 90.4 0.194 keputusan. 5 Dapat berbicara tentang masalah dengan teman 61.6 80.4 0.038 . p-value 0.383 Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Hasil uji beda tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p ≤ 0.10) antara LM dan LA. Namun terdapat perbedaan yang nyata dalam hal kesempatan berbagi persoalan dengan teman, artinya LM mempunyai hubungan yang baik dengan teman sehingga dapat berbicara masalah pribadi dengan teman. Hal ini sejalan dengan yang dikemukan oleh Potter dan Perry (2005) yang mengatakan bahwa lanjut usia dengan keterlibatan sosial yang lebih besar memiliki semangat dan kepuasan hidup yang tinggi, penyesuaian serta kesehatan mental yang lebih positif dari pada lanjut usia yang kurang terlibat secara sosial. Hal ini menunjukkan bahwa LM mempunyai sosialisasi lebih baik dengan keterlibatan dalam kegiatan masyarakat contohnya kegiatan pengajian, olahraga dan rekreasi. Dukungan Penghargaan.
Dukungan penghargaan terbentuk melalui
pengakuan terhadap kualitas seseorang, kepercayaan terhadap kemampuan
57
seseorang berupa perasaan atau tindakan (Cutrona). Cohen dan McKay (1988) menekankan dukungan ini pada evaluasi dan perasaan seseorang tentang diri mereka sendiri. Hasil penelitian menunjukkan hampir seluruh (98%) LM, mendapat penghargaan dari keluarga dengan memperlihatkan perasaan cinta dan keperdulian. Hal ini dapat terlihat dari dukungan dari keluarga terhadap segala hal yang dilakukan oleh lansia dan merasa sangat penting (98%) serta keluarga memberikan pujian atas segala hal yang dilakukan lansia (72%) serta keluarga selalu menghargai lansia (92.25) contohnya mau mendengarkan masalah yang di hadapi para lansia (96.1%). Tabel 12. Sebaran contoh yang selalu mendapatkan dukungan sosial dimensi dukungan penghargaaan LM LA p(n=51) (n=73) No Pernyataaan value % % Keluarga mau mendengarkan masalah yang 1 96.1 95.9 0.142 dihadapi Keluarga berupaya untuk memperlihatkan 2 97.3 98.0 0.051 perasaan cinta dan menunjukkan kepedulian Apapun yang lakukan bagi keluarga dan apapun 3 89.0 yang mereka lakukan untuk membuat merasa 98.0 0.027 bagian dari kelompok yang sangat penting Keluarga berbuat dan berkata sesuatu yang 4 92.2 90.4 0.069 membuat merasa dihargai Keluarga selalu memberikan pujian atas hal 5 72.5 76.7 0.408 yang lakukan p-value 0.601 Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Hal ini tidak berbeda dengan LA, hampir seluruh lansia 97.3 persen mendapat perasaaan cinta dan rasa kepedulian dari keluarga, yang terlihat dari keluarga selalu berbuat dan berkata sesuatu yang membuat para lansia di hargai (90.4%) dengan mendengarkan masalah yang dihadapi para lansia (95.9%) dan selalu memberikan pujian atas segala sesuatu yang mereka lakukan (76.7%). Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaaan yang nyata (p ≤ 0.10) antara LM dan LA pada dimensi dukungan penghargaan. Perbedaan yang nyata terlihat pada perhatian, rasa cinta dan kepedulian keluarga terhadap lansia yang tinggal sendiri lebih baik dibandingkan dari lansia yang tinggal dengan anak (Tabel 12). Dukungan Informasi. Dukungan informasi meliputi memberikan masukan mengenai berita-berita faktual, nasehat, informasi atau perkiraan-perkiraan
58
terhadap situasi yang terjadi (Cutrona 1996).
Hasil penelitian menunjukkan
sebagian besar LA (91.8%) dibantu keluarga dalam memecahkan masalah dan 91.8 persen keluarga dapat dipercaya untuk memberi nasehat keuangan serta 87.7 persen
lansia memperoleh saran ketika bimbang dari keluarga. Tiga
perempat contoh (75.3%) lansia ditegur keluarga apabila berbuat kesalahan dan 80.8 persen lansia diingatkan keluarga untuk pergi ke Posbindu atau puskesmas sesuai jadwal, serta memperoleh informasi tentang social, politik, ekonomi dan kesejahteraan (87.7%) Hasil uji beda t pada selang kepercayaan 90%(p<0.10) menunjukkan terdapat perbedaaan yang nyata antara LM dan LA pada dimensi dukungan informasi (Tabel 13). Tabel 13. Sebaran contoh yang selalu mendapatkan dukungan sosial dimensi dukungan informasi LA LM p(n=51) (n=73) value No Pernyataaan % % Keluarga selalu memberikan solusi setiap 1 86.3 91.8 0.363 menghadapi masalah Keluarga selalu dapat dipercaya memberikan 2 84.3 91.8 0.244 nasehat keuangan Keluarga selalu memberikan saran ketika 3 84.3 87.7 0.317 sedang bimbang Kelaurga selalu menegur ketika berbuat 4 70.6 75.3 0.367 kesalahan Keluarga selalu mengingatkan untuk pergi ke Posbindu/Pusat Kesehatan masyarakat sesuai 5 58.8 80.8 0.006 jadwal. Keluarga selalu memberikan informasi lansia 6 82.4 87.7 0.245 baik sosial, politik, ekonomi dan kesehatan untuk /ibu. p-value 0.074* Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Sebanyak 86.3 persen LM dibantu keluarga dalam memecahkan masalah dan 84.3 persen keluarga dapat dipercaya untuk memberi nasehat keuangan serta 84.3 LM persen memperoleh saran ketika bimbang dari keluarga. Hampir tiga perempat contoh LM (70.6%) ditegur keluarga apabila berbuat kesalahan dan 58.8 persen LM diingatkan keluarga untuk pergi ke Posbindu atau puskesmas sesuai jadwal, serta memperoleh informasi tentang sosial, politik, ekonomi dan kesejahteraan (82.4%) perbedaaan yang nyata (p ≤ 0.10)
Hasil uji beda menunjukkan terdapat antara lansia yang tinggal sendiri dengan
lansia yang tinggal dengan anak pada dimensi dukungan informasi. Perbedaan yang nyata terlihat pada hal selalu mengingatkan lansia untuk pergi ke Posbindu dan sarana kesehatan masyarakat, artinya LA lebih baik daripada LM.
59
Dukungan Instrumental. Dukungan instrumental diwujudkan dalam bentuk bantuan atau arahan dalam mengerjakan tugas atau juga berupa sumbersumber fisik seperti uang, barang-barang atau tempat tinggal (Cutrona 1996) atau disebut juga sumberdaya materi (Cohen dan Mckay 1988) Hubungan yang terjalin baik akan menghasilkan dukungan yang berbentuk materi atau jasa yang diberikan oleh orang lain kepada individu sebagai penerima dukungan. Bantuan yang diberikan dapat berupa uang, barang kebutuhan sehari-hari atau bantuan praktis seperti memberikan fasilitas transportasi, membantu membersihkan rumah atau juga menyediakan waktu ketika seseorang sakit atau terluka. Bantuan ini penting bagi lansia yang mempunyai kondisi fisik lemah yang membutuhkan bantuan tenaga dari orang di sekitarnya (Felton & Bery 1992 diacu dalam Jauhari 2003). Tabel 14 menunjukkan bahwa dukungan instrumental
berikan oleh keluarga baik LM
maupun LA. Penelitian menunjukan hampir seluruh dukungan instrumental yang diberikan pada lansia dilakukan oleh anak baik pada LM maupun LA. Hampir seluruh LM dan LA mendapat dukungan instrumental yang cukup baik dari keluarga, ditunjukkan dari seluruh aspek dukungan instrumental memproleh skor yang tinggi. Keluarga selalu siap membantu para lansia apabila dibutuhkan (Tabel 14). Tabel 14. Sebaran contoh yang selalu mendapatkan dukungan sosial dimensi dukungan instrumental LM LA p(n=51) (n=73) value No Pernyataaan % % 1 Keluarga selalu dapat dimintai tolong dalam 92.2 98.6 0.036 keadaan darurat. 2 Apabila ada masalah untuk perbaikan rumah 90.2 87.7 0.332 anda keluarga dapat dimintai tolong. 3 Keluarga dapat dimintai tolong untuk 94.5 0.300 mengerjakan pekerjaan sehari-hari bila tidak 92.2 mampu. 4 Saat jauh dari rumah, ada keluarga yang dapat 94.1 98.6 0.082 di hubungi untuk datang dan menjemput. 5 Saat kesulitan keuangan, keluarga dapat 98.0 94.5 0.164 dimintai bantuan. 6 Keluarga/anak selalu siap mengantar 96.1 95.9 0.479 kemanapun pergi p-value 0.641 Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Uji beda menunjukkan tidak ada perbedaaan yang nyata (p≤ 0.05) antara LM dengan LA pada dimensi dukungan instrumental. Namun berbeda nyata pada indikator pada keadaan darurat dan pada saat jauh dari rumah. LA lebih baik
60
daripada LM hal ini karena LA lebih mudah untuk meminta tolong daripada LM, karena LM anak-anak nya biasa tinggal berjauhan. Dukungan Sosial Total Hasil penelitian menunjukkan tiga perempat LM (76.5%) dan LA (74%) memperoleh dukungan sosial
pada katagori tinggi. Hasil uji beda tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata (p≤0.10) antara LM dan LA (gambar 14).
Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Gambar 14. Sebaran Contoh berdasarkan Tingkatan Dukungan Sosial LM memperoleh dukungan sosial lebih baik daripada LA. Hal ini disebabkan karena LM lebih aktif dan juga lebih mandiri daripada LA. Dukungan Ekonomi Perubahan sistem dan struktur dalam masyarakat, membawa implikasi terhadap peran dan kedudukan lansia dalam keluarga dan masyarakat. Misalnya perubahan dari bentuk keluarga luas pada masyarakat tradisional ke keluarga inti (nuclear family) berimplikasi bahwa lansia yang mengalami hidup sendiri. Kondisi hidup sendiri jauh dari perhatian keluarga akan membawa masalah terhadap orang lansia, terutama orang lansia yang tidak memiliki ekonomi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Masalah ekonomi yang dialami orang lansia adalah tentang pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari seperti kebutuhan sandang, pangan, perumahan, kesehatan, rekreasi dan sosial. Dengan kondisi fisik
dan
psikis
yang
menurun
menyebabkan
mereka
kurang
mampu
menghasilkan pekerjaan yang produktif. Di sisi lain mereka dituntut untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin meningkat dari sebelumnya, seperti kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perawatan bagi yang menderita penyakit ketuaan dan kebutuhan rekreasi.
61
Penghasilan lansia berasal dari pensiun, tabungan, dan bantuan keluarga. Bagi lansia yang memiliki asset dan tabungan cukup, tidak terlalu banyak masalah. Tetapi bagi lansia yang tidak memiliki jaminan hari tua dan tidak memiliki aset dan tabungan yang cukup maka pilihan untuk memperoleh pendapatan jadi semakin terbatas. Jika tidak bekerja berarti bantuan yang diperoleh mereka dapatkan dari bantuan keluarga, kerabat atau orang lain. Dengan demikian maka status ekonomi lansia pada umumnya berada dalam lingkungan kemiskinan. Keadaan tersebut akan mengakibatkan lansia tidak mandiri, secara finansial tergantung kepada keluarga atau masyarakat bahkan pemerintah. Banyak lansia dengan sia-sia mencari suatu bentuk pekerjaan, upaya untuk mencari pekerjaan setelah pensiun mengalami kesulitan, karena berbagai lowongan pekerjaan di berbagai media masa selalu menghendaki tenaga kerja dengan pendidikan tinggi, penampilan menarik, energik, loyalitas tinggi, dan usia maksimal yang dikehendaki pada umumnya 25-30 tahun. Pada umumnya penghasilan yang diperoleh lansia rendah sehingga untuk memenuhi kebutuan hidupnya sehari-hari mereka masih memerlukan bantuan orang lain seperti anak, keluarga, teman, orang lain, pemerintah atau lembaga sosial lainnya. Tabel 15. Sebaran contoh yang selalu mendapatkan dukungan ekonomi LM LA (n=51) (n=73) No Pernyataaan % % 1 Menerima bantuan keuangan setiap bulannya 76.5 83.6 dari keluarga/anak 2 Kebutuhan sandang, pangan dipenuhi oleh 66.7 90.4 keluarga/anak 3 Anak-anak selalu menyediakan dana untuk 60.8 67.1 kebutuhan yang tidak terduga 4 Keluarga menyediakan dana untuk rekreasi 33.3 20.5 bapak/ibu 5 Keluarga selalu menyediakan dana untuk 66.7 72.6 keperluan kesehatan /berobat p‐value 0.383
pvalue 0.220 0.002 0.238 0.230 0.209
Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Hasil penelitian menunjukkan hampir seluruh LA (90.4%) dan LM (66.7%) kebutuhan sandang, pangan dipenuhi oleh anak. Sebagian besar LA (83.6%) menerima bantuan keuangan setiap bulannya dan dua pertiga LM (76.5%) menerima bantuan keuangan, hal ini disebabkan karena LM masih berpasangan dan mempunyai penghasilan sendiri. Dalam pemenuhan kebutuhan yang tak
62
terduga dan biaya pengobatan LA lebih baik daripada LM. Dan LM lebih baik dalam pemenuhan biaya rekreasi (33.3%) dibandingan LA (20.5%), karena LA lebih banyak bepergian dengan anak dibandingkan dengan lansia yang tinggal sendiri (Tabel 15). Tabel 15 menunjukkan tidak ada perbedaaan yang nyata (p ≤ 0.05) antara LM dan LA pada dukungan ekonomi, namun berbeda nyata pada pemenuhan kebutuhan sandang, pangan LA lebih baik daripada LM disebabkan hampir sebagian besar LA (90.4%) semua kebutuhannya dipenuhi anak, sedangkan LM lebih mandiri dalam pemenuhan sandang dan pangan karena mempunyai penghasilan sendiri dan tidak mau membebani anak .
Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Gambar 15. Sebaran contoh berdasarkan tingkat dukungan ekonomi Hasil penelitian menunjukkan dukungan ekonomi pada LM pada tingkatan sangat rendah (35.3%) demikian pula dengan LA dukungan ekonomi berada pada tingkatan rendah (41.1%). Hal ini disebabkan karena para lansia masih mempunyai penghasilan baik dari pensiunan maupun dari usaha Hasil uji beda tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p≤0.10) antara LM dan LA (Gambar 15). Kualitas Hidup Salah
satu
indikator
keberhasilan
pembangunan
adalah
semakin
meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Peningkatan usia harapan hidup, menyebabkan jumlah penduduk lansia terus meningkat dari tahun ke tahun. Semakin meningkatnya jumlah lansia tidak terlepas dari kualitas hidup lansia yang semakin baik. Kualitas hidup dalam penelitian ini mengacu pada aspek-
63
aspek kualitas hidup yang terdapat pada WHOQOL-BREF(Skevington, Lotfy & O’Connell. 2004) dimana terdapat 4 dimensi yang terbagi dalam beberapa fase. Dimensi tersebut adalah tersebut kesehatan fisik, kesehatan psikologik, hubungan sosial dan lingkungan. Kesehatan Fisik Kesehatan lansia meliputi kesehatan badan, rohani dan sosial lansia dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Besarnya jumlah penduduk lansia dan tingginya persentase lansia memerlukan upaya peningkatan kualitas pelayanan dan pembinaan kesehatan bagi lansia (Hardywinoto & Setiabudhi 2005). Kesehatan fisik lansia pada penelitian ini dibagi menjadi 8 aspek pengukuran yaitu kesehatan secara umum, nyeri, energi dan vitalitas, aktifitas seksual, tidur dan istirahat, mobilitas, aktifitas sehari-hari dan kemampuan bekerja. Kesehatan
Umum.
Penelitian
sebelumnya
mengatakan
kemunduran
progresif yang disebabkan bertambahnya usia seseorang, terutama lansia erat kaitannya
dengan
permasalahan
fisik,
antara
lain
terjadinya
kemunduran/penurunan metabolisme fungsi-fungsi sel, elastisitas, degeneratif dan lain sebagainya (Suciati 2005). Alat-alat tubuh mencapai puncak perkembangannya ketika mencapai dewasa, namun setelah itu berangsurangsur mengalami kemunduran. Susunan tubuh, daya kerja otot, daya tahan tubuh makin lesu bila orang mulai menjadi tua (Oswari 1985). Tabel 16. Sebaran contoh yang selalu terganggu pada kesehatan umum No Pernyataaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tidak enak badan Otot Kaku (sulit digerakkan) Gangguan pendengaran Gangguan penglihatan Napas pendek-pendek Gangguan pencernaan Kelelahan Gatal-gatal Rasa lemah Badan terasa sakit Sulit konsentrasi Sulit mengingat p-value
Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
LA LM p(n=51) (n=73) value % % 21.6 43.8 0.007 23.5 30.1 0.210 23.5 19.2 0.269 27.5 35.6 0.124 15.7 27.4 0.025 29.4 30.1 0.153 35.3 41.1 0.356 19.6 19.2 0.425 31.4 34.2 0.339 31.4 38.4 0.205 15.7 28.8 0.121 11.8 21.9 0.080 0.131
64
Secara umum LM mempunyai kondisi kesehatan lebih baik daripada LA . Hal ini ditunjukkan hanya terdapat 35.3 persen LM yang merasa kelelahan, 31.4 persen merasa lemah dan badan terasa sakit, 29.3 persen mengalami gangguan pencernaan, 27.5 persen mengalami gangguan penglihatan dan 21.6 persen mengalami tidak enak badan dan otot kaku. Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata
(p≤ 0.10) antara LM dan LA. Namun terdapat
perbedaan nyata pada kondisi tidak enak badan dan kemampuan mengingat dimana LM lebih baik dari LA, hal ini disebabkan karena LM lebih aktif sehingga tidak mudah sakit (Tabel 16). Nyeri. Nyeri yang dirasakan oleh lansia adalah berupa tingkat rasa nyeri yang dirasakan anggota tubuh seiring dengan bertambahnya usia. Gallo (1998) diacu dalam Suhartini (2004) mengatakan untuk mengkaji fisik pada orang usia lanjut harus dipertimbangkan keberadaanya seperti menurunnya pendengaran, penglihatan, gerakan yang terbatas dan waktu respon yang lamban. Mata dan telinga merupakan dua organ tubuh yang palingbanyak digunakan setiap saat dibanding indera lainnya. Tabel 17. Sebaran contoh yang selalu merasakan gangguan aspek rasa nyeri LM (n=51) Pernyataaan No % Nyeri sendi yang rasakan mengganggu aktivitas 1 25.5 sehari Nyeri kaki yang rasakan mengganggu aktivitas 2 13.7 sehari-hari Nyeri pinggang yang rasakan mengganggu 3 27.5 aktivitas sehari-hari Nyeri punggung yang di rasakan mengganggu 4 31.4 aktivitas sehari-hari Nyeri tangan yang dirasakan mengggaunggu 5 17.6 aktivitas sehari-hari p-value
kesehatan fisik LA (n=73) %
pvalue
41.1
0.012
30.1
0.006
41.1
0.029
41.1
0.060
39.7
0.001
0.025**
Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Tabel 17 menunjukkan rasa nyeri yang banyak dirasakan baik LM (31.4%) dan LA (41.1%) adalah nyeri punggung, hal ini disebabkan karena bertambahnya usia dan karena penyakit yang diderita para lansia. Rasa nyeri lain yang dirasakan oleh responden adalah nyeri sendi, nyeri kaki, nyeri pinggang dan nyeri tangan . Hasil uji beda menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) dalam gangguan kesehatan fisilk aspek rasa nyeri yang dirasakan antara LM dan LA . LM lebih baik dari LA dalam rasa nyeri yang dirasakan karena LM menjaga
65
kesehatannya dengan baik sehingga tidak merasa terganggu aktivitas seharihari. Energi dan Vitalitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas yang banyak dibatasi oleh kondisi kesehatan baik LM (29.4%) dan LA (31.4%) adalah mengangkat benda berat, sedangkan untuk aktivitas lainnya LM lebih mandiri dibandingkan LA (Tabel 18). Hal ini sejalan yang dikemukan Hurlock (1994) bahwa perubahan fisik karena bertambahnya usia mempengaruhi perubahanperubahan dalam kemampuan motorik meliputi kemampuan kekuatan dan tenaga. Penurunan yang paling nyata adalah pada kelenturan otot-otot. Tabel 18. Sebaran contoh selalu merasa terbatasi kesehatan fisik aspek energi dan vitalitas No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pernyataaan Aktivitas yang membutuhkan energi (melakukan olahraga berat) dibatasi dengan keadaan kesehatan Aktivitas yang membutuhkan banyak energi (menggangkat benda berat) dibatasi dengan keadaan kesehatan Aktivitas ringan (memindahkan meja) dibatasi oleh kondisi fisik dan kesehatan Aktivitas ringan (jogging/jalan santai) dibatasi oleh kondisi fisik dan kesehatan Gerakan bersujud pada saat beribadah dibatasi oleh kondisi dan kesehatan Membungkuk dibatasi oleh kondisi kesehatan Menekuk kaki dibatasi oleh kondisi kesehatan Menekuk tangan dibatasi oleh kondisi fisik dan kesehatan Aktivitas ringan (menyapu, mengepel) dibatasi oleh kondisi fisik dan kesehatan Mengangkat atau membawa barang ringan (belanja) dibatasi oleh kondisi fisik dan kesehatan Mengangkat atau membawa barang ringan (tas) dibatasi oleh kondisi fisik dan kesehatan Menekuk leher dibatasi oleh kondisi fisik dan kesehatan p-value
LA LM p(n=51) (n=73) value % % 13.7
30.1
0.001
29.4
31.5
0.031
5.9
15.1
0.005
0
4.1
0.103
3.9
8.2
0.350
0 0
9.6 6.8
0.011 0.027
0
4.1
0.067
2.0
4.1
0.242
3.9
8.2
0.204
3.9
6.8
0.331
3.9
6.8
0.406
0.061*
Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Terdapat perbedaan yang nyata (p<0.10) antara LM dan LA dalam aspek energi dan vitalitas, terlihat dari beberapa aktivitas yang membatasi lansia karena kondisi kesehatan yang derita lansia antara lain olahraga berat, menggangkat benda yang berat, memindahkan meja yang ringan, membungkuk,
66
menekuk kaki dan menekuk tangan. Dapat terlihat bahwa keluhan yang dirasakan oleh LM lebih sedikit dibandingkan dengan LA (Tabel 18). Tidur Dan Istirahat Pola istirahat dan tidur lansia agak berlainan dengan masa
remaja.
Tubuh
lansia
mengalami
berbagai
macam
kemunduran
kesanggupan sel-sel tubuh untuk mengganti jaringan yang rusak maupun membuang zat-zat racun sebagai sisa metabolisme telah mulai berkurang. Pada lansia terjadi penurunan dalam jumlah tidur yang diperlukan dan kenyenyakan tidurnya. Pada usia 60-70 tahun jumlah istirahat dan waktu tidur berkurang satu atau dua jam. Lansia memerlukan tidur maupun istirahat lebih sering sepanjang hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik LM maupun LA mengalami gangguan pada waktu tidur. Kurang dari 50 persen baik LM maupun LA memperoleh kepuasan dalam tidur. Tabel 19. Sebaran contoh selalu merasakan gangguan pada kesehatan fisik aspek tidur dan istirahat No 1 2
Pernyataaan Pada waktu tidur, mengalami gangguan memperoleh kepuasan dalam tidur p-value
LM (n=51) % 19,6 15,7
LA (n=73) % 41,1 37,0 0.020**
pvalue 0.020 0.010
Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Terdapat perbedaan yang nyata (p ≤ 0.05) antara LM dan LA. LM lebih baik daripada LA. LM tidak mengalami gangguan tidur karena dirumah tidak adanya anak kecil sehingga dapat tidur dengan nyenyak tetapi dalam kepuasan lebih baik LA karena LA tidak dibebani oleh berbagai macam tugas rumah tangga sedangkan LM semua aktivitas dilakukan sendiri (Tabel 19). Mobilitas Berdasarkan hasil tes yang dilakukan oleh J.Hodgkins dalam Hurlock (1994) pada lansia terjadi penurunan kecepatan dalam bergerak dan keterampilan dalam bergerak. Sejalan dengan hasil penelitian kesulitan yang dirasakan LM (27.5%) dan LA (39.7%) adalah mengalami kesulitan menaiki anak tangga, hal ini berhubungan dengan keluhan fisik (nyeri) yang dirasakan oleh lansia. Kesulitan lain yang dirasakan oleh lansia adalah berjalan lebih dari 1.5 km, berjalan melewati beberapa gang, berjalan ditempat yang sempit, melewati satu gang dan menaiki satu anak tangga.
67
Tabel 20. Sebaran contoh yang selalu merasakan kesulitan kesehatan fisik aspek mobilitas No 1 2 3 4 5 6
LA LM p(n=51) (n=73) value % % 23.5 31.5 0.052
Pernyataaan Mengalami kesulitan berjalan lebih dari 1.5 km Mengalami kesulitan berjalan melewati beberaga gang/1 km Mengalami kesulitan dalam menaiki anak tangga Mengalami kesulitan berjalan ditempat yang sempit Mengalami kesulitan berjalan melewati satu gang/0.5 km Mengalami kesulitan menaiki satu tangga p-value
7.8
20.5
0.026
27.5
39.7
0.142
25.5
27.4
0.370
17.6
17.8
0.483
23.5
31.5 0.335
0.441
Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Tidak tedapat perbedaan yang nyata (p ≤ 0.10) antara LM dan LA. Namun berbeda dalam hal berjalan lebih 1.5 km dan melewati beberapa gang dimana LM lebih baik daripada LA (Tabel 20). Aktifitas Sehari-Hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia mengalami kesulitan dalam menyalurkan hobi (misalnya berkebun, memancing dll) baik LM maupun LA, sedangkan untuk kegiatan sehari-hari lainnya lansia tidak mengalami kesuitan yang berarti. Setiati (2000) diacu dalam Suhartini (2009) mengatakan bahwa kualitas hidup orang lanjut usia dapat dinilai dari kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (Tabel 21) Tabel 21. Sebaran contoh yang selalu mengalami gangguan kesehatan fisik aspek aktifitas sehari-hari No 1 2 3 4 5 6
Pernyataaan Mengalami kesulitan dalam menyalurkan hobi (misalnya berkebun, memancing dll) Mengalami kesulitan berpindah tempat dari tempat tidur ke kursi Mengalami kesulitan melakukan pekerjaan rumah tangga (misalnya menyapu) Mengalami kesulitan makan atau minum sendiri Butuh bantuan dalam berpakaian Butuh bantuan dalam kegiatan mandi p-value
LM (n=51) %
LA (n=73) %
pvalue
19.6
17.8
0.312
2.0
0.0
0.166
2.0
2.7
0.157
2.0
4.1
0.114
5.9 3.9
6.8 5.5 0.651
0.081 0.079
Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p ≤ 0.10) antara LM dan LApada aktifitas sehari-hari, namum berbeda dalam hal berpakaian, LA membutuhkan batuan dalam berpakaian.
68
Kemampuan Bekerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir separuh LM (47.1%0) dan lebih dari separuh LA (50.8%) mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan atau aktifitas yang membutuhkan tenaga extra. Hal ini karena kondisi kesehatan yang semakin menurun karena perubahan kondisi fisik yang terjadi pada usia lanjut hal ini terlihat dari waktu yang dihabiskan lansia dalam melakukan aktivitas serta tidak tepat waktunya dalam menyelesaikan pekerjaaan (Tabel 22). Tabel 22. Sebaran contoh yang selalu merasakan gangguan kesehatan fisik aspek kemampuan bekerja Pernyataaan
No 1 2 3 4 5
Terbatas pada beberapa pekerjaan atau aktifitas lain. Menyelesaikan pekerjaan tidak tepat pada waktunya Menghabiskan seluruh waktu untuk melakukan pekerjaan (pekerjaan rumah dan pekerjaan lainnya) Mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan atau aktifitas-aktifitas lain (misalnya yang membutuhkan energi extra seperti mendongkrak/bertukang, mencuci). Menghabiskan seluruh waktu untuk melakukan aktivitas lain (menyalurkan hobi) p-value p-value kesehatan fisik
LM LA p(n=51) (n=73) value % % 9.8
13.7
0.084
39.2
27.4
0.365
23.5
24.7
0.259
47.1
53.4
0.156
51.0
41.1
0.136
0.865 0.040**
Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Hasil uji beda tidak menunjukkan perbedaaan yang nyata antara LM dan LA. Namun terdapat perbedaan yang nyata pada keterbatasan pada pekerjaan dimana LM lebih baik dari LA. Secara keseluruhan Kesehatan fisik terdapat perbedaan yang nyata (p ≤ 0.10) antara LM dan LA. Kesehatan Psikologis Masalah psikologis adalah bagian tidak terpisahkan dari kehidupan dalam (inner-life) seorang manusia, termasuk lansia. Sejak dulu telah diketahui bahwa faktor emosional erat kaitannya dengan kesehatan mental lansia. Aspek emosional yang terganggu, kecemasan apalagi stress berat, dapat secara tidak langsung mencetuskan gangguan terhadap kesehatan fisik, seperti sebaliknya gangguan kesehatan fisik (tubuh) dapat berakibat buruk terhadap stabilitas emosi. (Achir , 2001). Pada Lansia permasalahan psikologis terutama muncul bila lansia tidak berhasil menemukan jalan keluar masalah yang timbul sebagai akibat dari
69
proses menua. Rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidakikhlasan menerima kenyataan baru seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh, kematian pasangan merupakan sebagaian kecil dari keseluruhan ketidaksesuaian yang harus dihadapi lansia. Pada umumnya pada masa lansia ini orang mengalami penurunan fungsi kognitif
dan
psikomotorik.
Menurut
Zainudin
(2002) yang diacu dalam
Suhartini (2004) fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain yang menyebabkan reaksi dan perilaku lanjut usia menjadi semakin lambat Persepsi Terhadap Tubuh dan Penampilan Hasil penelitian menunjukkan lansia hampir seluruh baik LM (96.1%) dan LA (91.6%) dapat menerima penampilan tubuh saat ini, sejalan dengan yang dikemukakan oleh Hurlock (1994) bahwa hanya sebagian kecil lansia mengganggap penting tentang penampilan tetapi banyak yang menunjukkan sikap tidak perduli terhadap penampilan (Tabel 23). Penghargaan Terhadap Diri Sendiri Dalam aspek penghargaan terhadap diri sendiri sebagian besar LM merasa penuh semangat, tenang dan damai dan seorang yang periang terlihat dari sebagian kecil lansia yang merasa gugup (9.8%), merasa bosan (11.8%) dan tertekan (17.6%). Demikian juga dengan LA hanya sebagian kecil dari lansia yang tinggal sendiri merasa bosan (13.7%), orang gugup (15.1%), merasa tertekan (16.4%) dan merasa putus asa dan sedih (20.5%). Hal ini menunjukkan bahwa baik LM maupun LA menghargai diri sendiri sehingga hidup menjadi lebih berarti. Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara LM dan LA (p ≤ 0.10) dalam persepsi terhadap tubuh. Namun pada rasa gugup yang dirasakan LM dapat mengatasi rasa gugup lebih baik daripada LA serta LM lebih periang daripada LA (Tabel 23). Kemampuan Daya Ingat dan Konsentrasi Hasil penelitian menunjukan sebagian besar LM (90.2%) dan LA (82.2%) dapat berkonsentrasi dengan baik hal ini dibuktikan dari kemampuan mengingat masa lalu yang baik dari LM maupun La, tetapi dalam memperoleh informasi yang baru LA lebih baik daripada LM, kemungkinan karena LM tidak mendapatkan penjelasan yang baik sedangkan LA mendapatkan penjelasan yang baik dari anak. Hal ini
tidak
sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa lansia pada umumnya cenderung lemah dalam mengingat hal-hal yang baru dipelajari dan
70
sebaliknya terhadap hal-hal yang telah lama dipelajari. Dan kemampuan mengingat kembali dipengaruhi oleh
kondisi hidup seseorang pada lansia
(Hurlock 1994). Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaaan yang nyata (p≤0.10) antara LM dan LA
dimensi kesehatan psikologis,kemampuan daya
ingat dan konsentrasi. Tabel 23. Sebaran contoh yang setuju berdasarkan kualitas hidup dimensi kesehatan psikologis LM LA pNo (n=51) (n=73) value Pernyataaan % % Persepsi Terhadap Tubuh dan Penampilan Dapat menerima penampilan tubuh pada saat 1 96.1 91.8 0.014 ini 2 Memiliki banyak tenaga 72.5 67.1 0.080 p-value 0.302 Penghargaan Terhadap Diri Sendiri 3 Merasa penuh semangat 92.2 91.8 0.181 4 Orang yang sangat gugup 9.8 15.1 0.021 Merasa sangat tertekan dan tak ada yang 17.6 5 16.4 0.239 menggembirakan 6 Merasa tenang dan damai 92.2 86.3 0.130 7 Merasa putus asa & sedih 19.6 20.5 0.160 8 Merasa bosan 11.8 13.7 0.459 9 Seorang yang periang 96.1 78.1 0.024 p-value 0.247 Kemampuan Daya Ingat dan Konsentrasi Bila ada sesuatu hal yang baru/informasi yang baru berhubungan dengan segala hal dalam 56.9 10 69.9 0.299 Kehidupan, dapat menerima informasi tersebut dengan baik. 11 Seberapa jauh mampu berkonsentarsi * 90.2 82.2 0.236 dapat mengingat dengan baik (misalnya masa 12 79.5 0.344 84.3 lalu) p-value 0.993 p-value kesehatan psikologi 0.305 Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Hubungan Sosial Bertambahnya usia mengakibatkan banyak orang merasa menderita karena jumlah kegiatan sosial yang dilakukan semakin berkurang. Hal ini lazim diistilahkan sebagai social disengagement, yaitu proses pengunduran diri secara sosial balik pada masa usia lanjut dari lingkungan sosial. Social disengagement menurut Birren dalam Hurlok (1994) meliputi empat elemen “pelepasan beban” (load Shedding) yaitu meliputi : keterlibatan dengan orang lain berkurang, pengurangan variasi peranan sosial yang dimainkan, penggunaan kemampuan
71
mental yang semakin bertambah dan berkurangnya partisipasi dalam kegiatan fisik. Relasi Personal Hasil penelitian menunjukkan baik LM (96.1%), maupun LA (97.3%) mempunyai hubungan personal yang baik dengan anak, menantu ( LM ;88.2% dan LA 93.2% ), cucu ( LM ;100% dan LA; 97.3%) serta saudara (LM ; 90.2% dan LA 90.2%). Hal ini berbeda hasil penelitian dari Burr (1970) diacu oleh Hurlock (1994) yang mengatakan hubungan lansia dengan anak kurang memuaskan sehubungan dengan sikap individu generasi modern yang kurang merasa
mempunyai
kewajiban
terhadap
orangtuanya.
Hasil
uji
beda
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara LM dan LA dalam hubungan personal (Tabel 24). Tabel 24. Sebaran contoh yang merasa puas dalam dimensi relasi sosial aspek hubungan personal Pernyataaan
No 1 2 3 4 5
LM (n=51) %
Memiliki hubungan yang harmonis dengan anak Memiliki hubungan yang harmonis dengan menantu Berhubungan dekat dengan cucu Hubungan yang harmonis dengan saudara (adik/kakak) Hubungan terjaga baik memuaskan dengan keluarga luas p-value
LA (n=73) %
p-value
96.1
97.3
0.445
88.2
93.2
0.356
100.0
97.3
0.408
90.2
89.0
0.310
80.4
82.2
0.336
0.796
Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Relasi Sosial. Sosialisasi
lansia mengalami
kemunduran
setelah
terjadinya pemutusan hubungan kerja atau tibanya saat pensiun. Teman-teman sekerja yang biasanya menjadi curahan segala masalah sudah tidak dapat dijumpai setiap hari. Lebih-lebih lagi ketika teman sebaya/sekampung sudah lebih dahulu meninggalkan. Sosialisasi yang dapat dilakukan adalah dengan keluarga
dan masyarakat yang relatif berusia muda . Pada
hubungan sosial yang dilakukan para lansia adalah karena
umumnya
mengacu pada
teori pertukaran sosial. Dalam teori pertukaran sosial sumber kebahagiaan manusia
umumnya
berasal
dari
hubungan
sosial. Hubungan
ini
mendatangkan kepuasan yang timbul dari perilaku orang lain (Suhartini 2004).
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar LM (96.1%) dan LA
(91.8%) merasa puas dengan hubungan sosial dengan tetangga dan lingkungan
72
(LM ; 96.1% dan LA ; 93.2%), namun dalam berhubungan dengan teman LM lebih puas (92.2%) dibandingkan dengan LA (84.9%) hal ini karena LM sosialisasinya lebih baik (Tabel 25). Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara LM dan LA. Tabel 25. Sebaran contoh yang merasa puas berdasarkan kualitas hidup dimensi relasi sosial aspek hubungan sosial Pernyataaan
No 1 2 3
LA (n=73) %
LM (n=51) %
Merasa puas dengan hubungan sosial 96.1 (dengan tetangga) Merasa puas dengan hubungan sosial 96.1 (lingkungan) Merasa puas dengan dukungan yang 92.2 diperoleh dari teman p-value 0.219 p-value Relasi Sosial 0.699
p-value
91.8
0.230
93.2
0.214
84.9
0.108
Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Lingkungan Akses Informasi, Pelayanan Kesehatan dan Rekreasi. Hasil penelitian menunjukkan kesempatan rekreasi yang dimiliki LM (51%) lebih baik dari LA (38.4%). Hal ini sejalan dengan yang penelitian sebelumnya bahwa kegiatan rekreasi menurun dengan bertambahnya usia yang dipengaruhi oleh kondisi kesehatan, status ekonomi, pendidikan, status perkawinan, jenis kelamin dan kondisi kehidupan (Hurlock 1994). Tabel 26. Sebaran contoh yang selalu merasa puas pada dimensi lingkungan aspek akses informasi, pelayanan kesehatan dan rekreasi No 1 2 3
4
Pernyataaan Memilki kesempatan untuk bersenangsenang/rekreasi Puas anda dgn akses anda pada layanan kesehatan Puas dengan ketersediaan informasi bagi kehidupan anda dari hari kehariContohnya KTP seumur hidup dari RT, kesehatan, transportasi dan kemudahan yang didapat lansia Puas dengan transportasi yang harus anda jalani p-value
LA LM p(n=51) (n=73) value % % 51.0
38.4
0.073
84.3
94.5
0.297
86.3
83.6
0.150
90.2 0.294
82.2
0.082
Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Baik LM maupun LA merasa puas dengan sarana transportasi ( adanya fasilitas untuk lansia), ketersediaan informasi bagi kehidupan (KTP seumur hidup untuk lansia) dan terhadap layanan kesehatan (Puskesmas ramah lansia) hal ini
73
sejalan dengan program pemerintah untuk kesejahteraan lansia (tabel 25). Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara LM dan LA namun berbeda nyata (p ≤ 0.10) pada aspek memiliki kesempatan rekreasi dan transportasi. LM lebih baik daripada LA. Keamanan dan Kenyamanan lingkungan fisik dan Tempat Tinggal. Sebagian besar lansia merasa puas dengan keamanan dan kenyamanan lingkungan fisik dan tempat tinggal terkait dengan penurunan kondisi fisik yang dialami. Kondisi lingkungan meliputi keamanan dalam kehidupan sehari-hari (LM 90.2 persen dan LA 91.8 persen). Kondisi tempat tinggal dapat dilihat dari kepuasan lansia terhadap tempat tinggal yang ditempati yang meliputi keamanan temapat tinggal, kamar mandi, kondisi penerangan dan sirkulasi udara. Tabel 27. Sebaran contoh yang merasa puas berdasarkan dimensi lingkungan aspek kenyamanan dan keamanan lingkungan fisik dan tempat tinggal No Pernyataaan 1 2 3 4 5 6 7
Puas dapat meyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya Puas dengan kondisi tempat anda tinggal saat ini Merasa ama dalam kehidupan sehari-hari (lalu lintas, keamanan disekitar tempat tinggal, polusi udara) Kondisi rumah bapak/ibu aman (tidak membahayakan/cukup memadai) Kondisi penerangan dirumah sudah cukup baik untuk bapak dan Ibu. Sistem sirkulasi (udara yang masuk kedalam rumah sudah cukup? Kondisi kamar mandi dirumah bapak/ibu sudah cukup aman untuk bapak/ibu (tidak licin (ada pegangan khusus) p-value
LM LA p(n=51) (n=73) value % % 74.5
63.0
0.058
76.5
87.7
0.485
90.2
91.8
0.395
84.3
87.7
0.367
80.4
83.6
0.390
78.4
79.5
0.156
86.3
91.8
0.060
0.237
Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p ≤ 0.10) antara LM dan LA. Namun berbeda dari keamanan kamar mandi, keamanan kamar mandi LA lebih baik daripada LM, karena anak menyediakan segala fasilitas yang aman untuk para lansia. Sedangkan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu, LM lebih baik daripada LA, hal ini karena LM lebih mandiri dan tingkat kesehatannya lebih baik (Tabel 27).
74
Sumber Finansial. Hasil penelitian menunjukkan baik LM (90.2%) dan LA (78.1%) merasa puas dengan hasil yang dicapai dan penghasilan yang dicapai walaupun penghasilan yang didapat tidak sebesar pada saat muda (Tabel 28). Tabel 28. Sebaran contoh yang puas berdasarkan kualitas hidup dimensi lingkungan aspek sumber financial LM LA pNo Pernyataaan (n=51) (n=73) value % % 1 Puas dengan hasil yang dicapai dari pekerjaan 78.1 0.060 90.2 2 Puas dari penghasilan yang dicapai. 74.5 71.2 0.344 p-value 0.246 p-value lingkungan 0.734 Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p ≤ 0.10) antara LM dan LA. Namun perbedaan terlihat hasil yang dicapai dari pekerjaan LM lebih baik daripada LA, hal ini berarti LM lebih menghargai pencapaian dalam pekerjaan. Hasil penelitian menunjukkan hampir tiga perempat LM(74.5%) dan LA (71.2%) memiliki kualitas hidup dalam katagori sedang (Gambar 16). Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (p≤0.10) pada LM dengan LA. Hal ini berarti LM memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan dengan LA yang terlihat dari kondisi kesehatan fisik LM
lebih baik dari LA
terutama dari rasa nyeri yang dirasakan, energi dan vitalitas, serta tidur dan istirahat. LM harus menjaga kesehatan diri mereka dengan baik karena tidak tinggal dengan anak.
Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Gambar 16. Sebaran contoh berdasarkan tingkatan kualitas hidup Kesejahteraan Subjektif Kesejahteraan
subjektif
menggambarkan
evaluasi
yang
menyeluruh
mengenai kehidupan seseorang. Salah satu dari komponen dari kesejahteraan subjektif adalah kepuasan hidup. Kepuasan hidup adalah penilaian individu
75
terhadap kualitas kehidupannya secara global. Individu dapat menilai kondisi kehidupannya, menentukan kepentingan dari kondisi itu dan mengevaluasi kehidupannya pada skala yang berkisar dari tidak puas hingga puas. Kepuasaan merupakan kondisi mental yang seringkali berbeda pada setiap orang. Tabel 29. Sebaran contoh yang merasa puas berdasarkan kesejahteraan lansia ditinjau dari aspek kepuasan hidup No Pernyataaan 1 2
3 4
5
6
7
8 9 10
Merasa puas dgn perumahan yang tempati saat ini Merasa puas jika keuangan yangmiliki saat ini memiliki jumlah yg dpt memenuhi segala kebutuhan hidup Merasa puas dgn pengkonsumsian makanan sehari-hari Merasa puas(kondisi fisik) jika dgn usia saat inimasih dikatakan sehat untuk melakukan aktivitas fisik sesuai dgn usia seperti : senam, jogging, momong cucu atau aktivitas lainnya Merasa puas antara hubungan dgn keluarga sendiri seperti hubungan dgn anak, menantu atau cucu Hubungan dgn tetangga ataupun teman sudah sangat memuaskan dan harmonis satu diantara lainnya Peran ditengah masyarakat sudah sangat memuaskan baik bagi sendiri ataupun bagi masyarakat disekitar kita Merasa puas dgn pekerjaan yang sudah capai saat ini Merasa puas dgn keadaan anak-anak bisa mandiri Merasa puas jika saat ini dapat beribadah sesuai dengan kepercayaan yg miliki saat ini
LM (n=51)
LA (n=73)
pvalue
72.5
83.6
0.024
74.5
75.3
0.482
86.3
87.7
0.444
86.3
79.5
0.119
92.2
98.6
0.238
94.1
95.9
0.500
90.2
83.6
0.136
84.3
86.3
0.460
92.2
91.8
0.373
96.1
98.6
0.141
Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Hasil penelitian menunjukkan hampir tiga perempat LM ( 74.5%) dan lebih dari tiga perempat LA (78.1%) memiliki kesejahteraan (kepuasan hidup) dalam katagori sedang .Hal ini berarti bahwa para lansia merasa puas dengn kehidupannya pada saat ini walaupun serba kekurangan (Gambar 17).
76
Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Gambar 17. Sebaran Responden Berdasarkan tingkatan Kesejahteraan (Kepuasaan Hidup) Hasil uji beda
menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p≤ 0.10)
antara LM dan LA. Secara mendalam ditanyakan kepada contoh tentang kepuasan hidup ini dan para contoh menjawab bahwa merasa puas terhadap kehidupan selama ini walaupun serba kekurangan. Perbedaan yang nyata pada kondisi rumah yang tempati saat ini. LA lebih merasa puas dengan kondisi perumahan yang ditempati saat ini
dibandingkan dengan LM. Hal ini tidak
terlepas dimana LA segala sesuatunya di sediakan oleh anak (Tabel 29). Hubungan Karakteristik Individu dengan Dukungan Sosial, Dukungan Ekonomi, Kualitas Hidup dan Kesejahteraan Lansia Uji korelasi Pearson digunakan untuk melihat hubungan antar variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel karakteristik lansia yang dimaksud antara
lain:
usia,
pendidikan,
pekerjaan
(Dummy),
pendapatan,
status
perkawinan, dan ukuran keluarga. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik individu dengan dukungan sosial total (Tabel 30). Tabel 30. Sebaran Koefisien korelasi antara karakteristik individu, dukungan sosial, dukungan ekonomi, kualitas hidup dan kesejahteraan lansia Dukungan Dukungan Kualitas Kesejahteraan Variabel Sosial Ekonomi Hidup lansia Usia .077 .009 -.276*** .038 Pendidikan .059 .059 .110 .028 Pekerjaan -.082 -.207** .013 -.065 Pendapatan -.003 .006 .111 .079 Status perkawinan .104 .0123 -.062 .081 Jumlah anggota -.017 .026 -.031 -.013 keluarga Keterangan: LM = Lansia Mandiri; LA = Lansia dengan Anak
Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa pekerjaaan berhubungan negatif dan nyata dengan dukungan ekonomi (r=-0.207**; p≤0.05), berarti semakin orang itu
77
bekerja maka dukungan ekonomi semakin rendah karena lansia bekerja mempunyai penghasilan sendiri .Sementara itu terdapat hubungan yang nyata dan negatif antara usia dengan kualitas hidup lansia (r= -0.276; p≤0.01), berarti bahwa semakin tua maka kualitas hidup lansia semakin rendah disebabkan karena dengan semakin bertambahnya usia, maka tingkat kesehatan lansia akan semakin menurun. Tidak terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik individu dengan kesejahteraan lansia (Tabel 29). Hubungan Dukungan Ekonomi dengan Dukungan Sosial, Kualitas Hidup dan Kesejahteraan Lansia Berdasarkan hasil uji korelasi diketahui bahwa terdapat berhubungan nyata dan positif antara dukungan ekonomi dengan dukungan sosial (r =.0268 ; p≤0.01).
Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik dukungan ekonomi yang
diberikan pada lansia maka semakin baik pula dukungan sosial yang diberikan . Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa dukungan ekonomi berhubungan nyata dan positif (r = 0.177; p≤0.05) dengan kualitas hidup lansia.
Hal ini berarti
semakin baik dukungan ekonomi yang diberikan pada lansia maka kualitas hidup lansia semakin baik dimana kebutuhan lansia bisa tercukupi baik sandang, pangan dan papan serta kebutuhan finansial. Dukungan ekonomi tentu akan sangat berarti mengingat penghasilan lansia semakin berkurang (Lampiran 1). Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa dukungan ekonomi tidak berhubungan nyata dengan kesejahteraan lansia, berarti bahwa dengan dukungan ekonomi yang baik belum tentu para lansia akan memperoleh kesejahteraan hidup yang dilihat dari kepuasan hidup yang dirasakan lansia. Berdasarkan dari wawancara yang dilakukan didapat kesimpulan bahwa para lansia puas dengan keadaan saat ini walaupun secara ekonomi serba kekurangan. Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup dan Kesejahteraan Lansia Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa dukungan sosial berhubungan nyata dengan kualitas hidup lansia (r=0.232; p≤0.01) . Hal ini berarti bahwa dukungan sosial yang diberikan keluarga kepada lansia mempengaruhi kualitas hidup lansia. Semakin baik dukungan sosial yang diberikan semakin baik kualitas hidup lansia. Variabel yang memiliki hubungan yang kuat dengan kualitas hidup adalah dukungan penghargaan dimana koefisien (r=.340 p≤0.01)dan dukungan emosional (r=.214; p≤0.05). Hal ini menunjukkan lansia merasa hidupnya lebih berarti karena perhatian dan cinta kasih serta kepedulian yang diberikan keluarga (Tabel 31).
78
Sementara itu hasil uji korelasi menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara dukungan sosial dan kesejahteraan lansia, tetapi terdapat korelasi antara dukungan sosial dimensi dukungan penghargaan (r=.214 ; p≤0.05) dan dimensi dukungan emosi(r=.178 ; p≤0.05) dengan kesejahteran lansia. Hal ini berarti bahwa kesejahteraan lansia akan diperoleh dari dukungan penghargaan yang berupa pujian, hadiah, pernyataan setuju, penilaian positif terhadap ide, menerima kekurangan dan dukungan emosi berupa ekspresi kasih sayang dan rasa cinta dari keluarga membuat lansia lebih sejahtera dan memperoleh kepuasan hidup (Tabel 31). Tabel 31. Sebaran Koefisien korelasi dukungan sosial, kualitas hidup dan kesejahteraan lansia Kualitas Hidup Kesejahteraan lansia Variabel Dukungan sosial Total .232*** .134 Dukungan Emosional .214** .178** Dukungan Penghargaan .340*** .214** Dukungan Informasi .106 .127 Dukungan Instrumental -.117 -.285*** Keterangan : ***= nyata pada p≤0.01, ** = nyata pada p≤0.05, *=nyata pada
p≤0.10
Hubungan Kualitas Hidup dan Kesejahteraan Lansia Hasil uji korelasi menunjukkan hubungan yang nyata dan positif antara kualitas hidup dengan kesejahteraan lansia ( r = 363; p≤0.01). Hal ini berarti bahwa semakin baik kualitas hidup hidup maka semakin baik kesejahteraan. Seluruh variabel dalam dimensi kualitas hidup (kesehatan fisik, kesehatan psikologis,
relasi
sosial
dan
lingkungan)
berhubungan
nyata
dengan
kesejahteraan lansia. Tabel 32. Sebaran Koefisien korelasi kualitas hidup dan kesejahteraan lansia Variabel Kualitas Hidup Total Kesehatan Fisik Kesehatan Psikologis Relasi Sosial Lingkungan
Kesejahteraan lansia .363*** .260*** .402*** .331*** .419***
Keterangan : ***= nyata pada p≤0.01, ** = nyata pada p≤0.05, *=nyata pada p≤0.10
Koefisien korelasi terbesar adalah lingkungan (r=.0419; p ≤0.01)). Hal ini berarti lingkungan yang baik akan terdiri dari akses informasi, pelayanan kesehatan, rekreasi, keamanan dan kenyamanan lingkungan fisik dan tempat tinggal dan sumber financial berhubungan dengan tingkat kepuasan yang dirasakan para lansia (Tabel 32).
79
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kualitas Hidup Lansia Pengujian faKtor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hidup lansia dilakukan dengan analisis regresi linear berganda. Hasil uji linier kualitas hidup menunjukkan nilai adjusted R square yang diperoleh adalah sebesar 0.181 yang artinya mampu menjelaskan sebanyak 18.1 persen kualitas hidup lansia dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut, sedangkan 81.9 persen kualitas hidup dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak teramati dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh pada kualitas hidup lansia ada dua yaitu usia dan dukungan penghargaan.
Usia
berhubungan negatif dengan kualitas hidup, Hal ini menunjukkan bahwa setiap pertambahan satu tahun usia lansia akan menurunkan kualitas hidup sebesar 0.853 skor. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan dengan pertambahan usia maka lansia akan mengalami degeneratif baik dari segi fisik maupun segi mental. Menurunnya derajat kesehatan dan kemampuan fisik akan mengakibatkan orang lanjut usia secara perlahan menarik diri dari hubungan dengan masyarakat sekitar. Hal ini dapat menyebabkan interaksi sosial menurun (Hardywinoto & Setiabudi, 2005). Dukungan penghargaan berpengaruh positif terhadap kualitas hidup, berarti
setiap
pertambahan
satu
skor
dukungan
penghargaan
akan
meningkatkan kualitas hidup lansia sebesar 3.721 skor kualitas hidup, bahwa dengan adanya pengakuan dari orang lain atas kemampuannya dan kualitas personelnya, maka individu sebagai penerima dukungan merasa memiliki nilai terhadap dirinya dan ia merasa dihargai atas segala yang telah dilakukannya (Cutrona et al, 1994; Felton & Berry, 1992). Dengan dukungan perhargaan yang diberikan keluarga pada lansia dengan menunjukkan cinta, kepedulian serta memberikan pujian maka lansia akan memperoleh kualitas hidup yang lebih baik (Tabel 33).
80
Tabel 33. Hasil uji regresi linear berganda faktor-faktor mempengaruhi kualitas hidup Unstandardized Coefficients Std. B Error 263.125 34.637 3.960 5.435
Model
(Constant) Jenis Kelamin (1 = Perempuan) Usia (Tahun) Satus Tinggal (1= LDA) Pendidikan Pendapatan Status Rumah (1=Milik Sendiri) Dukungan Emosi Dukungan Penghargaan Dukungan Informasi Dukungan Intrumental Dukungan Ekonomi R-Square (Adj. RSquare) F (Sig.)
Standardized Coefficients
t
Sig.
.069
7.597 .729
.000 .468
Beta
-.853 -5.675 .253 1.043E-6 -1.618
.283 4.420 1.402 .000 4.424
-.266 -.114 .019 .061 -.033
-3.011 -1.284 .181 .712 -.366
.003 .202 .857 .478 .715
.508 3.721 -.615 -.432 .910
1.041 1.206 .860 .926 .701
.045 .340 -.073 -.039 .115
.487 3.086 -.714 -.467 1.299
.627 .003 .477 .641 .197
.254(.181) 3.476 (.000)
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kesejahteraan Lansia Pengujian faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan lansia dilakukan dengan analisis regresi linear berganda. Hasil uji regresi linier kesejahteraan lansia menunjukkan nilai adjusted R square yang diperoleh adalah sebesar 0.263 yang artinya mampu menjelaskan sebanyak 26.3% kesejahteraan lansia
dipengaruhi
oleh
faktor-faktor
tersebut,
sedangkan
73.7
persen
kesejahteraan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak teramati dalam penelitian ini. Hasil
uji
regresi
berganda
menunjukkan
bahwa
faktor-faktor
yang
berpengaruh signifikan pada kesejahteraan adalah kesehatan psikologis(p<0.05) dan lingkungan (p<0.000) . Setiap penambahan satu skor kesehatan psikologis akan meningkatkan kesejahteraan lansia sebesar 0.171 skor. Sejalan dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa suatu kondisi individu mampu menerima
keadaan
dirinya
apa
adanya,
memiliki
kemampuan
untuk
mengadakan dan membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki kemandirian dalam melawan tekanan sosial lingkungannya, mampu mengontrol lingkungan sekitar, memiliki tujuan dan makna hidup serta senantiasa merasa untuk menjadi individu yang berkembang terlepas dari
81
berbagai pengalaman hidup yang baik dan bahkan yang buruk sekalipun.
Kesejahteraan tidak hanya bisa dilihat atau ditentukan oleh besarnya materi yang dimiliki, atau seberapa besar individu mengalami pengalaman yang menyenangkan dalam rentang kehidupannya, karena peristiwa negatif yang dialami individu tidak serta- merta membuatnya tidak sejahtera. Ukuran kesejahteraan bersifat subjektif dan tergantung dari standar yang dimiliki oleh tiap individu (Noveria. 2000). Dan setiap penambahan satu skor lingkungan akan meningkatkan kesejahteraan lansia sebesar 0.280 skor, hal ini berarti bahwa dengan lingkungan yang baik akan meningkatkan kesejahteraan lansia (Tabel 34) Tabel 34. Hasil uji regresi linear berganda faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan lansia Unstandardized Standardized t Sig. Model Coefficients Coefficients Std. Beta B Error (Constant) 11.702 4.897 2.390 .019 Jenis Kelamin (1 = -.710 .529 -.126 -1.342 .182 Perempuan) Usia (Tahun) Satus Tinggal (1= LDA) Pendidikan Pendapatan Status Rumah (1=Milik Sendiri) Dukungan Emosi Dukungan Penghargaan Dukungan Informasi Dukungan Intrumental Dukungan Ekonomi Kesehatan Fisik Kesehatan Psikologis Hubungan Sosial Lingkungan R-Square (Adj. RSquare) F (Sig.)
.039 .527
.028 .415
.125 .107
1.394 1.269
.166 .207
-.060 7.591E-8 -.593
.131 .000 .423
-.044 .046 -.122
-.455 .550 -1.401
.650 .584 .164
.014 -.040
.099 .120
.013 -.037
.144 -.333
.886 .740
.027 -.145
.082 .093
.033 -.134
.330 -1.563
.742 .121
.000 -.011 .171
.067 .015 .054
.001 -.086 .373
.007 -.728 3.139
.994 .468 .002
.151 .280
.114 .076
.136 .325
1.320 3.706
.190 .000
.353(.263) 3.931(.000)
82
Pembahasan Umum Struktur penduduk dunia termasuk Indonesia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk lanjut usia. Meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia merupakan dampak keberhasilan pembangunan, terutama di bidang kesehatan. Dengan semakin meningkatnya penduduk lansia, dibutuhkan perhatian dari semua pihak dalam mengantisipasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan penuaan penduduk. Penuaan penduduk membawa berbagai implikasi baik dari aspek sosial maupun ekonomi. Penelitian tentang kualitas hidup dan kesejahteraan lansia cukup mendapat perhatian yang besar baik dari akademisi maupun pemerintah. Hal ini disebabkan karena Indonesia memasuki struktur penduduk tua terlihat dari jumlah lansia setiap tahun mengalami peningkatan. Keberhasilan pemerintah di
bidang kesehatan berdampak makin tingginya harapan hidup manusia. Peningkatan usia harapan hidup ternyata berdampak pada berbagai masalah yang berkaitan dengan makin meningkatnya jumlah orang lanjut usia. Pada orang lanjut usia terjadi penurunan kapasitas untuk mengatur lingkungan internal sehingga
kemungkinan
untuk
mempertahankan
hidup
berkurang.
Pada
umumnya mekanisme faal dalam tubuh berjalan tidak sebaik waktu muda. Waktu reaksi melambat, ketahanan terhadap penyakit melemah, kapasitas kerja menurun, masa pulih asal setelah bekerja bertambah lama, dan struktur tubuh merapuh. Dalam kondisi yang telah berubah seperti itu mereka akan banyak menghadapi permasalahan baik yang datang dari dalam dirinya maupun dari lingkungan, seperti permasalahan kesehatan, ekonomi, dan social yang dapat mempengaruhi kualitas hidup dan kesejahteraan. Kesejahteraan lansia pada penelitian ini merupakan kesejahteraan subyektif yang diukur melalui pengukuran kepuasaan hidup lansia. Biasanya semakin tua seseorang maka akan kecenderungan semakin mencari bentuk-bentuk isolasi tertentu, dan arena isolasi itulah lansia menjadi bahagia dan puas (Monks, Knoer dan Hadianto 2006). Selama ini kebijakan pemerintah mengarahkan kebijakan tentang
lansia
yang
lebih
menitikberatkan
pada
keluarga
sebagai
penanggungjawab utama terhadap lansia. Dalam ini dkungan dari keluarga sebagai pelayan utama diharapkan menjadi kunci kesejahteraan lansia. (Depsos RI. 1998).
83
Penelitian ini menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata dalam kesejahteraan lansia pada lansia yang mandiri dan lansia yang tinggal dengan anak. Terdapat korelasi dukungan sosial dimensi dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan kualitas hidup dengan kesejahteraan.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Hardywinoto dan
Setiabudhi (2005) bahwa
kesejahteraan sosial lanjut usia adalah suatu tata
kehidupan dan penghidupan sosial, baik material maupun spiritual, yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan setiap lanjut usia untuk mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia. Kesejahteraan menjadi salah satu para meter untuk kualitas hidup lanjut usia sehingga mereka dapat menikmati kehidupan masa tuanya. Parameter yang memperlihatkan kualitas hidup lanjut usia yaitu status kesehatan, umur harapan hidup, tingkat pendidikan dan kemampuan bekerja. Kualitas hidup adalah upaya memberikan kesempatan untuk hidup lebih nyaman, mempertahankan kondisi fisik (fisiologis) sejalan dengan keseimbangan psikologis
didalam
kehidupan
sehari-hari
(Silitonga.2007).
Penelitian
ini
menemukan bahwa terdapat korelasi negatif antara karakteristik lansia variabel pekerjaan dengan dukungan ekonomi dan
usia dengan kualitas hidup. Hal ini
sejalan dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan dengan pertambahan usia, akan mengalami degeneratif baik dari segi fisik maupun segi mental. Menurunnya
derajat
kesehatan
dan
kemampuan
fisik
akan
mengakibatkan orang lanjut usia secara perlahan menarik diri dari hubungan dengan masyarakat sekitar. Hal ini dapat menyebabkan interaksi sosial menurun (Hardywinoto & Setiabudi, 1999). Namun terdapat perbedaan pada kualitas hidup lansia (p≤0.10) pada lansia yang mandiri dan lansia yang tinggal dengan anak. Lansia yang tinggal sendiri memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan dengan lansia yang tinggal dengan anak yang terlihat dari kondisi kesehatan fisik lansia yang tinggal sendiri lebih baik dari lansia yang tinggal dengan anak terutama dari rasa nyeri yang dirasakan, energi dan vitalitas dan tidur dan istirahat. Lansia yang tinggal sendiri harus menjaga kesehatan diri mereka dengan baik karena tidak tinggal dengan anak. Penelitian Silverstein, Cong, dan Li (2006) dalam Soraya (2007) yang dilakukan di Cina terhadap 1.561 lansia menunjukkan hasil bahwa lansia yang
84
tinggal bersama anak dan cucu dalam keluarga multi-generasi atau bersama cucu saja (skippedgeneration) memiliki psychological well-being yang lebih baik dibanding yang tinggal sendiri. Hasil temuan Silverstaein, Cong dan Li (2006) tersebut mengindikasikan adanya pengaruh living arrangements terhadap psychological well-being. Selain itu penelitian membuktikan bahwa dukungan ekonomi mempunyai hubungan positif dengan kualitas hidup lansia. Semakin baik dukungan ekonomi yang diberikan keluarga pada para lansia maka semakin baik kualitas hidup lansia. Hal ini sangat diperlukan oleh para lansia karena jaminan kesejahteraan lansia dari pemerintah di Indonesia belum sebaik dibandingkan dengan negaranegara lain. Penelitian ini menemukan bahwa dukungan sosial keluarga mempunyai korelasi positif dengan kualitas hidup lansia. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa dukungan sosial bagi lanjut usia sangat diperlukan selama lanjut usia sendiri masih mampu memahami makna dukungan sosial tersebut sebagai penyokong atau penopang kehidupannya. Namun dalam kehidupan lansia seringkali ditemui bahwa tidak semua lansia mampu memahami adanya dukungan sosial dari orang lain, sehingga walaupun ia telah menerima
dukungan
sosial
tetapi
masih
saja
menunjukkan
adanya
ketidakpuasan, yang ditampilkan dengan cara menggerutu, kecewa, kesal dan sebagainya (Kuntjoro, 2002). Keberadaan lingkungan keluarga dan sosial yang menerima lansia juga akan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan sosio-emosional lansia, namun begitu pula sebaliknya jika lingkungan keluarga dan sosial menolaknya atau tidak memberikan ruang hidup atau ruang interaksi bagi mereka maka tentunya memberikan dampak negatif bagi kelangsungan hidup lansia.
85
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pada karakteristik lansia dalam ukuran keluarga (86.3%) LM memiliki anggota keluarga 2-4 orang dan tergolong keluarga kecil dan separuh dari contoh (50.6%) LA memiliki jumlah anggota keluarga sedang 5-7 orang , status perkawinan (56.5%) lansia berstatus janda atau duda meninggal (67.1 persen LA dan 41.2 persen LM) dan status rumah yang ditinggali lansia baik yang LM (98%) maupun LA (75.3%) adalah milik sendiri Dukungan sosial baik LM maupun LA berada pada katagori tinggi, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara LM dan LA.
Perbedaan yang nyata
terdapat pada dukungan informasi. 2. Dukungan ekonomi berada pada katagori sangat rendah untuk LM dan rendah untuk LA. Tidak terdapat perbedaan antara LM dan LA. 3. Kualitas hidup baik LM maupun LA berada pada katagori sedang. Terdapat perbedaan yang nyata antara LM dan LA. Hal ini Berarti LM memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan dengan LA yang terlihat dari kondisi kesehatan fisik LM lebih baik dari LA terutama dari rasa nyeri yang dirasakan , energy dan vitalitas dan tidur dan istirahat. Lansia yang tinggal sendiri harus menjaga kesehatan diri mereka dengan baik karena tidak tinggal dengan anak. 4. Kesejahteraan lansia berada pada katagori sedang dan tidak terdapat perbedaan antara LM dan LA. 5. Terdapat hubungan yang nyata dan negatif antara pekerjaan dan dukungan ekonomi. Hal ini berarti dukungan ekonomi pada lansia yang bekerja semakin kecil dan usia dengan kualitas hidup , semakin tua kualitas hidup semakin reñdah. Terdapat hubungan antara dukungan ekonomi dengan dukungan sosial dan kualitas hidup, dukungan sosial dengan kualitas hidup, dan kualitas hidup dengan kesejahteraan. 6. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hidup lansia adalah usia dan dukungan penghargaan, dan yang berpengaruh terhadap kesejahteraan lansia adalah kualitas hidup dimensi kesehatan psikologis dan lingkungan.
86 Saran 1. Pemberdayaan lansia diperlukan karena rendahnya pendapatan lansia (
500.000/bulan)
dengan
diberikan
keterampilan
yang
bisa
meningkatkan kesejahteraan lansia. Hal ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan program bina keluarga lansia melalui POSDAYA, dengan membentuk kelompok-kelompok kecil lansia untuk dapat melakukan usaha kecil mandiri oleh lansia dan untuk lansia melalui keterampilan yang mampu dikerjakannya. 2. Dukungan sosial dari keluarga sangat diperlukan agar lansia merasa hidupnya bermanfaat. Terutama untuk lansia yang tinggal dengan anak keluarga harus memberikan perhatian serta mendorong lansia untuk aktif dalam kegiatan-kegiatan yang berada di lingkungan sehingga para lansia dapat bersosialisasi dengan baik. Keluarga juga diharapkan untuk memberi perhatian yang lebih kepada lansia yang tinggal dengan keluarga karena para lansia juga menginginkan perhatian, rasa cinta dan kepedulian tidak hanya materi yang diberikan. Keluarga diharapkan dapat memberikan informasi yang baik kepada lansia yang tinggal sendiri. 3. Untuk meningkatkan
kesejahteraan
diperlukan dukungan sosial dan
ekonomi dari keluarga. Dengan meningkatnya dukungan sosial dan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup baik dari kesehatan fisik, psikologis, relasi sosial dan lingkungan untuk mencapai kesejahteraan.
87
DAFTAR PUSTAKA Ai Ju, C dan Jones,G. 1989. Ageing in Asean : Its Socio-Economic Consequences. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies Achir. 2001. Bunga Rampai Psikologi Perkembangan Pribadi Dari Bayi sampai Usia Lanjut. UI Press Arber, S dan Gilbert GN. 1989. "Transitions in Caring : Gender, Life Course and The Care of The Elderly" dalam Bill Bytheway et.al. (eds). Becoming and Being Old: Sociological Approaches to Later Life. London: Sage Publications Ltd; 72 -92 Anonymous. 2004. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia. Andriani R, Simanjutak M. 2009 . Tingkat Kepuasan Keluarga Berpendapatan Rendah Terhadap Sumber Daya Yang Dimiliki. Jurnal Ilmu keluarga & Konsumen Volume 2 Nomor 2/Agustus 2009 ISSN 1907-6307 Andriani R. 2009. Peran gender dalam strategi koping dan pengambilan keputusan serta hubungannya dengan kesejagteraan keluarga petani padi dan hortikultura di daerah pinggiran perkotaan. [Thesis] . Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Arisanti. 2010. Rancangan Terapi Musik Angklung Untuk Menurunkan Penghayatan Perasaan Kesepian (Loneliness) Lansia. [Tesis] Pasca Sarjana. Magister Profesional Psikologi. Universitas Padjadjaran Bandung. Biro Hukum Departemen Sosial. 1998. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. Jakarta: Departemen Sosial. BPS. 2000. Statistika Indonesia (Statistical Year Book of Indonesia). BPS, Jakarta. BPS 2010. Statistika Indonesia (Statistical Year Book of Indonesia). BPS, Jakarta. Central Bureau of Statistics (Indonesia). 1993. Population of Indonesia, Result of the 1990 Population Census. Jakarta: Biro Pusat Statistik. Chaniago J .2008. Penduduk Lanjut Usia dan Peranan Keluarga. Paper http://junaidichaniago.wordpress.com/2008/05/28/penduduk-lanjut-usiadan-peranan-keluarga, [30 Juni 2010] Chang, Viktor, T & Weissman, D.E. (2004). Fast fact and concept #52 : Quality of life. http://www.eperc.mcw.edu/fastfactpdf/concept %pdf. Clark, RL dan Spengler JJ. 1980. The Economics of Individual and Poulation Aging. New York: Cambridge University Press
88
Collins, NL, Dunkel-Schetter, C. Lobel & Scrimshaw. 1993. Social support I pregnancy : Psycological correlates of birth outcomes and postpartum depression. Journal personality ad social psychology. 65. 1243-1258 Conceicao P , Bandura R. 2008. Measuring subjective wellbeing : a summary review of literature. New York : united nation Development Programme (UNDP).http://www.undp.org/developmentstudies/docs/subjective_wellbei ng-conceicao_bandura.pdf [14 april 2011] Conger, D.R, G.H. Elder, Jr. F.O. Lorenz. R.L. simon 7 L.b. Whiteback .1994. Families in Troubled Times. Adapting to change in rural America. Aldine De Cruyter. New York Cowgill,DO. 1986. Aging Around the World. California: Wadsworth Publishing Company Belmont Cutrona. 1996. Social support in couple: Marriage as a resources in time of stress. California: Sage Publication. Inc Cutrona C.E & Russel D.w. 1994. Type of social support and specific stress : Toward a theory of optimal matching. In B.R Sarason, I G. Sarason & G.R. Pierce (Eds), Social support : an international view (pp. 319-366). New York : Wiley Darmojo, R.B. & Martono, H.H. (2004). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: Balai Penerbit FKU Darmodjo, B. 2000. Masalah Sosial dan Psikologik Golongan Lanjut Usia. Geriarti (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Fakultas Kedokteran UI. Jakarta Deacon RE, Firebaugh FM. 1988. Family recourse management. Principles and application . Second edition. Massachusetts : Allyn and Bacon, Inc. Duvall EM. 1962. Family Development second edition. Philadelphia, New York : J.B Lippincott Company El-Badry M.A. 1987. Aging Developing Countries: One More Population Problem? AmbioVol. 21, No. 1, Population, Natural Resources and Development (Feb., 1992), pp. 18-23 Published by: Springer Article Stable URL: http://www.jstor.org/stable/4313880 [2 April 2011] Felton Bj, Berry C. 1992. Psychology and Aging Do The Source Of Urban Elderly Social Support, Determine its Psychological Consequences. Journal 0f Personality and Socail Psychology. Vol 7. 89-97 Friedman,Marilyn M. 1998. Family Nursing Theory and Practice. Alih Bahasa Ina Debora, Keperawatan Keluarga:Teori dan Praktek.Jakarta:EGC. Gotlib, H. & Hammen, C.L. (1992). Psychological Aspects of Depression: Toward a Cognitive-Interpersonal Integration. New York: John Wiley & Sons.
89
Guhardja S, Puspitawati h, Hartoyo, Hastuti D. 1992. Diktat manajemen sumberdaya keluarga. Jurusan Gizi dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor Hamid .A.______. Penduduk Lanjut Usia Di Indonesia dan Masalah Kesejahteraannyahttp://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file =print&sid=522, [ 29 Juni 2010] Hardywinoto, Setiabudhi. 2005. Panduan Gerontologi ; Tinjauan dari Berbagai Aspek. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama Hoffman, Lois, Paris, Scott & hal, Elizabet .1994. Developmental Psychology Today. Six edition. McGraw Hill Inc Hurlock, EB., 1994. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (terjemahan : Istiwidayanti dan Soejarmo). Jakarta : Erlangga. Jauhari M. 2003. Status gizi, kesehatan dan kondisi mental lansia di Panti sosial Tresna Werdha Mulia 4 Jakarta. [Thesis] . Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor
Latifah, M. 2000. Kesehatan Mental pada usia Lanjut (Tinjauan Psikologi Perkembangan). Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor . Kalyanamitra 2009. Peran Keluarga dalam Mendukung Kehidupan Perempuan Lanjut Usia. Buletin Perempuan Bergerak Edisi III, Juli-September 2009, Penerbit Yayasan Kalyanamitra Kirkwood , Kono & Kawahara. 2010 . Usia Wanita Lebih Panjang Dibanding Pria http://sciencebiotech.net/kenapa-usia-wanita-lebih-panjang-dibandingpria-genetic-reason/ diunduh 26 Desember 2010. Komnas Lansia 2009. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009 Kunjtoro, Zainuddin Sri, 2002. ”Dukungan Sosial Pada Lansia”, http://www.epsikologi. com/usia/160402.htm, diakses tanggal 2 Desember 2010. Megawangi. 1999. Membiarkan berbeda : suduy pandang baru tentang relasi gender. Bandfung. Mizan Miller AC. (1995). Nursing care of older adults, theory and practice second edition,Clinical Faculty. Philadelphia USA: Lippincott Monks, Knoers, 2006. Psikologi .Perkembangan. Yogyakarta. Gajah Mada University Press Mulia M. 2009. Peranan Kelompok Lansia Terhadap Kesejahteraan Sosial. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
90
Muflihkati I. 2010. Analisis dan pengembangan model peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan kesejahteraan keluarga di wilayah Pesisir Propinsi Jawa Barat [Disertasi] Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Noveria M. 2000. Dukungan Bagi Kesejahteraan Penduduk Lanjut Usia. Puslitbang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonedia (PPT-LIPI) Nugroho, W. 2000. Keperawatan Gerontik. (Edisi 2). Jakarta: EGC Nugroho BA. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian Dengan SPSS. Yogyakarta: Andi. Ogawa N. 1985. Population Change and Welfare of The Aged. London:NUPRI Research Paper Series Oswari, E. 1997. Menyongsong Usia Lanjut dengan Bugar dan Sehat. Jakarta: Sinar Harapan. Panuju R. 1995. “ Komunikasi Bisnis “. : PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Potter, P.A, Perry, A.G.2005 Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa Renata Komalasari, dkk. Jakarta: EGC. Puspitawati H. 2009 . Pengaruh Nilai Ekonomi Ibu Rumah Tangga Terhadap Kesejahteraan Keluarga Subyektif. Jurnal Ilmu keluarga & Konsumen Volume 2 Nomor 1/Januari 2009 ISSN 1907-6307 _____________2009. Kenakalan Remaja: Dipengaruhi oleh sistem sekolah dan keluarga . Bogor : IPB Press Qoriah S, Hartoyo, Hastuti D. 2008. Manajemen sumber daya keluarga: suatu analisis gender dalam kehidupan keluarga nelayan di Pesisir Bontang Kuala, kalimantan Timur. Jurnal Ilmu keluarga & Konsumen Volume 1 Nomor 1/Januari 2008 ISSN 1907-6307 Rice AS, Tucker SM . 1986. Family life management. New York : Macmillan Publishing Company. Rusilanti. 2006. Aspek psikososial, Aktivitas Fisik, Konsumsi Makanan, Status Gizi Dan Pengaruh Susu Plus Probiotik Enterococcuc Faecium IS-27526 (MEDP) Terhadap Respons Imum IgA Lansia. [Disertasi] . Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Romziah, S.B. 1996. ”Problem Dan Implementasi Peledakan Penduduk lansia Menjelang Tahun 2020”, Populasi Volume 7 Nomor 2. Pusat StudiKependudukan dan Kebijakan, Yogyakarta . Sarafino E. 1996. Health Psychology. Biopsychosocial Interactions. New York : Allyn and Bacon.
91
__________. 1998. Health Psychology: Biopsychososial Interactions. Third edition. New York: John Wiley and Sons, Inc. Silitonga R.2007. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan kualitas Hidup Penderita Penyakit parkinson di Poliklikik Saraf RS DR Kariadi. [Thesis]. Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang Silverstein, M., Cong, Z., & Li, S. (2006). Intergenerational Transfers and Living Arrangements of Older People in Rural China: Consequences for psychological well-being. The Journals of Gerontology, Vol. 61B, (5), 256-276. www.proquest.umi.com/pqdweb [2 April 2011] Simanjuntak M. 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga dan prestasi belajar anak pada keluarga penerima Program Keluarga harapan (PKH). [Thesis] . Sekolah pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Singarimbun, M & S. Efendi. 1995. Metode Penelitian Survei. Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta. Smet B. 1994. Psikologi Kesehatan . Jakarta : PT Grasindo Sudaryanto A dan Irdawati. 2008. Persepsi Lansia Terhadap Kegiatan Pembinaan Kesehatan Lansia Di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Prambanan 1 Yogyakarta Jurnal Kesehatan ISSN 1979-7621, Vol.82 1, No.1, Juni 2008 Skevington SM, M. Lotfy & K.A.O’Connell . 2004. The World Health Organization’s WHOQOL-BREF quality of life assessment: Psychometric properties and results of the international field trial A Report from the WHOQOL Group Kluwer Academic Publishers. http://www.pain-initiativeun.org/doccenter/en/docs/The%20World%20Health%20Organization%27 s%20WHOQOL-BREF%20quality%20of%20life%20.pdf [2 April 2011] Suciati. 2005. Pemberdayaan lanjut usia (Lansia) melalui organisasi pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK) : studi kasus di RW. 05 Kelurahan Pamoyanan Kecamatan Cicendo Kota Bandung. [Thesis] . Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Suhartini R. 2004. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Orang Lanjut Usia (Studi Kasus di Kelurahan Jambangan). [Thesis] . Pasca Sarja. Universitas Airlangga. Surabaya. Sunarti E. 2007. Ekosistem keluarga : Transaksi keluarga dengan lingkungannya untuk Kehidupan keluarga serta lingkungannya yang berkualitas. Naskah akademis : Pengembangan Model Ecovillage. Bogor : LPPM IPB Tati. 2004. Pengaruh tekanan ekonomi keluarga, dukungan sosial dan kualitas perkawinan terhdap pengasuhan anak. [Tesis] Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Taylor, Shelley E. 1999. Health Psychology. Four edition. McGraw-Hill International Editions
92
Turner, Jay R and John W. 1983. Social factor in psychiatric outcome : Toward the resolulation of interpretive controversies. American Sosiological Review 43 : 368-382 Umar H. 2003. Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa. Jakarta : Ghalia Indonesia Universitas Toronto (2004). QoL concept. http://www.utoronto.ca/qolconcept. [2April 2011] Ventegodt, Merrick & Andersen. (2003). QOL I.the IQOL theory of global quality of life concept. http://www.thescientificword.com. [2 April 2011] Wattie, Anna Marie, 2007. ”Kondisi Ekonomi dan Budaya Lansia”, dalam Tukiran, P.M. Kutanegara, A.J. Pitoyo, dan M.S. Latief (eds.), Sumber Daya Manusia : Tantangan Masa Depan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Westley. 1998. Asia’s Next Challenge: Caring for The Elderly. Asia-Pacific Population and Policy. East-West Center. Widyastuti R.2009. Pengalaman Keluarga Merawat Lanjut usia Dengan Demensia Di kelurahan Pancoran Mas Kota Depok, Jawa Barat : Studi Fenomenologi. [Tesis]. Pasca Sarjana. Universitas Indonesia. Wirakusumah E. 2002. Tetap Segar di Usia Lanjut. Trubus Agriwidya, Jakarta. Zeitlin MF, Megawangi R, Kraner EM, Coleta ND, Babatunde ED, Gorman D. 1995. Strengthening the family : implications for international development. New York : United Nation University Press http://www.menkokesra.go.id/content/view/2933/333/), [ 30 Juni 2010] http://www.komnaslansia.or.id/modules.php?name=Komnas, [1 Juli 2010] www.menegpp.go.id/aplikasidata/index.php?option=com...task... [penduduk lanjut usia], [ 29 Juni 2010] katalog.pdii.lipi.go.id/index.php/searchkatalog/.../2804/2805.pdf (support lansia), diunduh 30 Juni 2010 http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=797, diunduh 26 Desember 2010.
LAMPIRAN
No
Variabel
1
-.295**
.004
.267**
-.234**
1
-.008
-.052
.059
.038
.018
.120
.027
.085
.069
.126
-.073
.098
.086
.172
.194*
.136
.024
-.141
.059
.059
.092
.073
.202*
.009
-.200*
-.034
**
-.038
-.311 **
**
.070
-.187*
-.077
**
-.186*
-.174
*
.042
.171
.077
.009
-.281**
*
-.184
-.203*
KESUM_TO 12 T KESNYE_T 13 OT KESEVITSE 14 K_TOT KETIDUR_T 15 OT KEMOBIL_T 16 OT KESHARI_T 17 OT KESKERJA_ 18 TOT PSIBODY_T 19 OT PSIPERSEP 20 SI_TOT PSIKONS_T 21 OT SOSHPER_ 22 TOT SOSHSOS_ 23 TOT LINGINFOP 24 AR_TOT LINGFISIK_ 25 TOT LINGPHSL_ 26 TOT TO_DSOSIA 27 L TO_DEKOM 28 ONI TO_KESFISI 29 K 30 TO_PSI
TO_RELASI
32 TO_LINGK TOTAL_DUK 33 UNGAN TOTAL_KUA 34 LITAS TOTAL_KEP 35 UASAN
31
.006
*
-.120
.100
.068
.110
.028
.065
**
.038
-.276
.046
-.017
-.187
-.330
-.281
-.347
.002
.104
.099
-.065
.013
-.168
-.139
-.029
-.122
.074
.079
.111
-.006
.026
.042
.134
.099
.006
*
-.207
-.003
-.039
-.044
.146
.039
.036
.102
.134
.066
-.080
.079
.072
.153
.105
.132
.037
-.016
-.082
-.168
-.102
-.071
-.101
-.119
-.062
.116
.033
.200*
.044
-.058
.056
.033
-.207
-.095
.012
.042
-.018
.107
.069
-.020
-.202*
-.008
-.009
-.291**
4
.155
-.355**
1
.187*
.294**
-.172
1
3
-.038
2
-.142
** -.275 .275
1
.004
DSEMOSI_T 7 OT DSPHARGA 8 _TOT DSINFO_TO 9T DSINSTR_T 10 OT 11 DEKO_TOT
5 STAPEK 6 JAK
3 pekj_dumm 4 PENDPT
1 UR 2 PEND
5
1
1
.081
-.062
.135
.151
-.060
.020
-.101
.123
-.013
-.031
.000
-.091
.003
-.076
-.006
.026
-.017
-.118
.217*
.104
-.007
-.136
.012
-.003
.008
-.099
-.045
.078
.086
.149
.002
-.114
-.014
-.029
.057
-.048
.040
-.129
-.119
.095
-.129
-.177
.004
*
-.060
-.082
.026
.052
.035
-.039
-.080
-.116
-.008
-.038
.123
.024
.118
-.020
.124
-.005
6
7
1
1
.194
.212
.178
.214
*
.340
*
.214
**
.706**
.602**
*
.267**
.443**
.271
**
.276**
.194
*
.242**
.284**
*
.150
.268
**
.787
**
**
.617
.135
.161
.239
**
.309
.165
**
.383**
.403**
.204
-.012
.218*
.276**
.091
*
.209
*
*
.215
.320**
.326
.127
.106
.709**
.171
.309**
.077
.056
*
.210
.782
**
.076
.224
*
.002
.182*
.337**
.137
.060
-.001
.324
**
.071
-.077
-.032
-.124
.065
.210
*
**
.273
1 .052
.136
9
**
.165
.078
.202
*
.159
.200*
*
-.066
.534**
.177*
.150
.245
**
.125
.021
.091
.026
.100
.268
**
-.005
.170
.409**
8
-.094
-.158
-.162
.023
-.012
.070
-.145
-.108
.018
-.081
.020
1
-.285
**
-.117
.225*
-.118
-.354**
-.170
-.046
.020
.273
**
-.091
-.130
-.021
-.282**
-.339**
10
1
.130
.177
*
.650**
.141
.112
.246
**
.127
**
.286
**
.038
.178
*
.024
.065
.123
.296
**
.185
*
.178*
.179
*
.083
.027
.112
.041
-.052
.230*
1.000
11
12
1
.286
**
.831
**
.196*
.298**
.115
.608
**
.853**
.230
*
.125
.173
*
.219
.248
**
.076
.120
.449
**
.561
**
.460**
.285
**
.559
**
.601**
.271
**
.590
**
.330**
13
.153
.538
**
-.011
.249**
.090
.308
**
.566**
-.052
.014
.094
.098
.361
**
.116
.057
*
.196
.295
**
.236**
.056
.287
**
.382**
.270**
.333**
1
14
1
.166
.787
**
.070
.305**
.150
.574
**
.799**
.041
.066
.151
*
.193
.314
**
.205*
.088
.492
**
.478
**
.505**
.041
.625
**
.610**
.270**
15
1
.243
**
.443
**
.015
.076
.151
.515
**
.403**
.112
-.040
-.030
.037
.128
.163
.117
.292
**
.525
**
.343**
-.048
.318
**
.293**
16
*
.178
.780
**
.143
.242**
.164
.473
**
.826**
.027
.166
.063
.150
.282
**
.137
.152
.406
**
.395
**
.410**
.206
*
.652**
1
17
.560
.159
.765
**
.243**
.206*
.253**
**
.778**
.083
.262
**
.117
.155
.168
.232**
.221*
.372
**
.538
**
.404**
.209*
1
18
1
-.003
.273
**
.353**
.104
.158
.079
.299**
*
.179
.350
**
.081
.136
-.016
-.018
.245**
-.071
.139
.017
19
*
.210
.604
**
.190*
.162
.226*
.744
**
.528**
.178
*
.145
.120
-.010
.320
**
.197*
.205*
.576
**
.525**
1
20
.408
**
.730
**
.195*
.263**
.334**
.930
**
.612**
.185
*
.148
.273**
.114
.279
**
.249**
.331**
.478**
1
21
1
.281
**
.579
**
.248**
.155
.293**
.727
**
.494**
.296
**
.155
.054
.033
.270
**
.236**
.279**
22
1
.331
**
.325
**
.317**
.258**
.932**
.347
**
.181*
.123
.334
**
.201*
.144
.258
**
.575**
23
.242
**
.299
**
.220*
.219*
.833**
.278
**
.182*
.065
.243
**
.163
.120
.227*
1
24
1
.236
**
.434
**
.053
.651**
.275**
.336
**
.342**
.024
.054
.349**
.188*
25
1
.345
**
.299
**
.301**
.842**
.151
.084
.224*
*
.178
.284
**
.335**
26
1
.354
**
.259
**
.116
.606**
.208*
.228
*
.159
.038
.126
27
.134
.232
**
.914**
.246**
.334**
.176
.178*
.286**
1
28
1
.130
.177
*
.650**
.141
.112
.246
**
.127
29
.260
**
.971
**
.195*
.340**
.203*
.671**
1
30
1
.402
**
.792
**
.244**
.258**
.358**
31
1
.331
**
.352
**
.312**
.272**
32
1
.419
**
.455
**
.255**
33
.161
.259**
1
34
.363**
1
35
1
93