DIVERSIFIKASI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA: Analisis Data Susenas Gatoet Sroe Hardono dan Handewi P. Saliem Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jalan A. Yani No. 70 Bogor 16161
PENDAHULUAN Pembahasan mengenai diversifikasi pendapatan sering dikaitkan dengan upaya penanggulangan risiko, kesempatan atau ketidakpastian pendapatan atas tenaga kerja dan lahan. Di tingkat rumah tangga, diversifikasi melalui penganekaragaman usaha dan pemanfaatan aset, selain dimaksudkan untuk mencari nilai tambah kapital juga untuk mengurangi instabilitas pendapatan rumah tangga (Dercon, 2002). Diversifikasi dapat dilakukan di sektor pertanian saja, nonpertanian atau keduanya. Keragaman lingkungan strategis sebagai faktor pendorong dan penarik di tingkat rumah tangga membuat motivasi melakukan diversifikasi dapat berbeda-beda. Studi Ersado (2003) di Zimbabwe, misalnya, menyimpulkan bahwa motif diversifikasi pendapatan berbeda antara rumah tangga di kota dan desa. Dalam konteks kebijakan, pembahasan diversifikasi sering dikaitkan dengan pertanyaan: apakah diversifikasi merupakan tujuan atau lebih sebagai keluaran (outcome) dari penetapan suatu kebijakan ekonomi? Terlebih pada diversifikasi di sektor pertanian (usahatani). Menurut Delgado dan Siamwala (1997), jawaban atas hal itu sangat tergantung pada struktur ekonomi dari perekonomian negara yang menjadi kasus bahasan. Pada kondisi dimana mekanisme pasar telah berjalan baik, diversifikasi lebih merupakan outcome kebijakan bukan sebagai tujuan penetapan kebijakan. Diversifikasi juga dianggap sebagai suatu norma (Barret dan Reardon, 2000). Pandangan tersebut dilandasi argumen relatif sedikit orang yang menggantungkan hidupnya hanya dari satu sumber pendapatan, mengharapkan kesejahteraannya hanya pada satu jenis aset, atau menggunakan aset-aset hanya pada satu aktifitas tunggal. Sebagai suatu norma maka diversifikasi menjadi seperti prasyarat bagi rumah tangga untuk dapat mencapai atau mempertahankan kepuasan (utility) pada tingkat tertentu. Kondisi perekonomian yang semakin sulit dapat menjadikan diversifikasi pendapatan sebagai suatu pilihan strategi kehidupan (livelihood strategy) bagi banyak rumah tangga, khususnya di negera-negara berkembang (Ersado, 2003). Makalah ini akan membahas diversifikasi pendapatan rumah tangga di Indonesia dengan menggunakan data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) dan 2002 dari Badan Pusat Statistik (BPS).
81
TINGKAT PENDAPATAN SEBAGAI BASIS Peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai indikator keberhasilan proses pembangunan dapat tercermin dari perubahan pendapatan masyarakat tersebut ke tingkat yang lebih tinggi. Pola perubahan antarsektor atau sumber pendapatan itu sendiri dapat berbeda antarkelompok masyarakat, wilayah, maupun antarwaktu. Tanpa mengabaikan peran stimulus kebijakan sebagai faktor eksternal, di tingkat rumah tangga peningkatan pendapatan dapat dipandang sebagai solusi optimal alokasi sumberdaya internal. Hingga kini salah satu masalah pembangunan nasional yang menonjol adalah kesenjangan sosial ekonomi antarwilayah dan antarkelompok masyarakat. Dampak kesenjangan akhirnya tidak hanya sekedar memisahkan yang kaya dari yang miskin, tetapi juga mengakibatkan munculnya berbagai derivat masalah di bidang ekonomi, sosial, dan bahkan politik. Munculnya fakta empiris seperti: ketertinggalan masyarakat desa, khusus di Luar Jawa, arus migrasi yang tinggi mendorong kemiskinan kota, atau semakin gencar aksi protes (demonstrasi) yang menyuarakan keadilan, tak lebih merupakan refleksi dari situasi kesenjangan sosial ekonomi yang relatif tinggi. Oleh sebab itu, selain aspek nominal perumusan kebijakan pembangunan untuk tujuan peningkatan pendapatan seharusnya tidak mengabaikan aspek pemerataannya. Secara nominal pendapatan per kapita penduduk Indonesia mengalami peningkatan pada periode 1996-2002 sebagaimana terlihat pada Tabel 1. Namun dengan peningkatan nominal pendapatan sekitar 300 persen, dari Rp1,03 juta/ kapita/tahun menjadi Rp 4,16 juta/kapita/tahun, belum dapat menunjukkan perubahan kesejahteraan penduduk yang signifikan karena nilai riil peningkatan yang sesungguhnya hanya sebesar 22,5 persen. Peningkatan pendapatan dalam periode 1996-2002 tersebut terkesan menafikan dampak negatif krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997/1998. Temuan serupa dilaporkan Adnyana et al. (2000). Disagregasi rumah tangga menurut kelas pendapatan dan pekerjaan utama kepala keluarga (KK) menunjukkan, pada periode 1996-2002 pendapatan riil kelompok rumah tangga berpendapatan tinggi telah mengalami penurunan (-4,9 %). Peningkatan pendapatan yang signifikan hanya terjadi pada kelompok rumah tangga dengan pekerjaan utama KK di bidang atau sektor jasa (115,6%). Peningkatan pendapatan pada rumah tangga yang KK-nya di sektor lain nonjasa, tidak lebih dari 17.0 persen. Indikasi kesenjangan dapat diamati dari perbedaan tingkat pendapatan antarwilayah, kelas pendapatan maupun antarjenis pekerjaan utama kepala keluarga (KK). Dari nilai pendapatan riil setara beras dapat disebutkan, selama periode 19962002 kesenjangan antarwilayah dan antarsektor cenderung meningkat, tetapi di sisi lain kesenjangan antar kelas pendapatan cenderung menurun. Rasio pendapatan nominal antara rumah tangga di kota dengan di desa meningkat dari 1,9 menjadi 2,4, rasio antara rumah tangga dimana pekerjaan utama KK di sektor pertanian dengan di sektor
82
industri meningkat dari 1,7 menjadi 1,9, sedangkan rasio antara rumah tangga berpendapatan tinggi dan rendah menurun dari 3,8 menjadi 2,6. Perubahan besaran rasio tersebut mengandung makna bahwa meski jurang kesenjangan antara rumah tangga kaya dan miskin dapat ditekan, tetapi selama 1996-2002 tampaknya belum terjadi perubahan citra dalam ”pola” pembangunan nasional yang selama ini dikenal bias ke kota (urban bias) dan cenderung ”meninggalkan” sektor pertanian. Dari kondisi yang demikian tidak mengherankan bila dari Tabel 1 terkesan potensi kemiskinan cenderung berada pada rumah tangga berpendapatan rendah di pedesaan dan yang KK-nya bekerja di sektor pertanian. Tabel 1. Dinamika Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia, 1996 dan 2002 Uraian
Rataan (Rp 000/kap/th) % 1996 2002 perubahan
1. Wilayah - Kota 1429 6099 326,7 - Desa 764 2569 236,1 - Kota+Desa 1029 4160 304,1 2. Kelas Pendapatan - Rendah 559 2504 348,0 - Sedang 969 4578 372,5 - Tinggi 2098 6635 216,3 3. Pekerjaan Utama KK - Pertanian 678 2474 264,8 - Industri 1129 4748 320,6 - Perdagangan 1251 4467 257,0 - Jasa 1384 9789 607,1 - Lainnya 1075 3890 261,9 Sumber: Data Susenas 1996 dan 2000, BPS (diolah).
Setara beras (kg/kap/th) % 1996 2002 perubahan 1414 822 1058
1804 878 1296
27,6 6,8 22,5
603 1014 2065
809 1448 1963
34,2 42,8 -4,9
729 1131 1257 1413 1076
851 1311 1353 3046 1236
16,7 15,9 7,6 115,6 14,9
Terkait hal yang terakhir (aspek sektoral), selain karena faktor nilai tukar pertanian yang cenderung menurun (Deptan, 2004) rendahnya pendapatan rumah tangga petani tersebut diduga tidak terlepas dari pengaruh situasi struktur perekonomian secara makro. Dari data Produk Domestik Bruto (PDB) dan data ketenagakerjaan diketahui bahwa secara agregat produktifitas tenaga kerja di sektor pertanian relatif lebih rendah dibandingkan dengan sektor lain. Kondisi itu terjadi sebagai akibat proses transformasi perekonomian nasional yang tidak berjalan sempurna, sehingga penurunan kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan nilai PDB tidak secara langsung diikuti oleh penurunan pangsa penyerapan tenaga kerja pada tingkat laju yang seimbang (Rusastra dan Suryadi, 2004). Situasi kesenjangan pendapatan sektoral
83
mengisyaratkan perlunya upaya percepatan pengembangan kesempatan kerja di sektor nonpertanian (labor intensif), terutama di pedesaan, untuk mengurangi tekanan tenaga kerja di sektor pertanian disamping upaya revitalisasi pertanian yang telah dicanangkan. JUMLAH SUMBER DAN DERAJAT DIVERSIFIKASI PENDAPATAN Diversifikasi mengandung makna perluasan atau peningkatan keragaman (Pakpahan, 1990). Dalam konteks pendapatan, diversifikasi dapat berarti pola pengalokasian sumberdaya tertentu pada berbagai aktifitas untuk mendapatkan sumbersumber pendapatan baru (Delgado dan Siamwala, 1997; Barret dan Reardon, 2000). Diversifikasi pendapatan bersifat ubiquitous (Barrets dan Reardon, 2000) karena memiliki banyak tujuan dengan beragam faktor pertimbangan bagi rumah tangga, masyarakat atau regional yang melakukan diversifikasi. Sumber pendapatan yang dimaksud dalam makalah ini adalah setiap aktifitas usaha maupun bukan usaha yang memberikan penerimaan keuangan bagi rumah tangga. Tabel 2 memperlihatkan bahwa setiap rumah tangga umumnya memiliki 4-6 sumber pendapatan. Komparasi antaragregasi menunjukkan, sumber pendapatan cenderung lebih beragam (diversitas lebih tinggi) pada rumah tangga di desa, rumah tangga berpendapatan rendah dan rumah tangga dimana pekerjaan utama KK-nya adalah di sektor pertanian. Dengan memperhatikan nilai pendapatan ketiga kelompok rumah tangga yang relatif rendah pada Tabel 1, maka diversifikasi yang lebih tinggi tersebut diduga lebih dipengaruhi faktor ketidakberdayaan ekonomi (kemiskinan). Diversifikasi pada kelompok rumah tangga tersebut cenderung menjadi kebutuhan atau menjadi norma (Barret dan Reardon, 2000) karena pilihan bidang usaha yang menjadi sumber pendapatan memiliki produktivitas rendah. Meski telah melakukan banyak aktifitas usaha, tingkat pendapatan mereka masih rendah dibandingkan rumah tangga lain. Dalam perbandingan secara intertemporal, kenaikan jumlah sumber pendapatan rumah tangga di desa lebih rendah dibandingkan di kota selama periode 1996-2002. Demikian pula, kenaikan sumber pendapatan pada rumah tangga berpendapatan rendah lebih sedikit dibandingkan rumah tangga berpendapatan tinggi. Pada disagregasi menurut pekerjaan utama KK, meski jumlah sumber pendapatan rumah tangga pertanian jauh lebih banyak tetapi kenaikan jumlah sumber pendapatan mereka dengan rumah tangga industri relatif sama. Kenaikan sumber pendapatan pada rumah tangga pertanian dan industri hanya mencapai 50-60 persen dibandingkan rumah tangga perdagangan, jasa atau lainnya. Dinamika rataan jumlah sumber pendapatan (Tabel 2) secara implisit juga menunjukkan bahwa alternatif sumber pendapatan bagi rumah tangga di wilayah desa, dari kelas pendapatan rendah dan rumah tangga dengan pekerjaan utama KK di sektor pertanian relatif lebih terbatas. Dari sisi internal, kendala pengembangan usaha untuk
84
mendapatkan sumber pendapatan baru dalam rumah tangga antara lain dapat disebabkan faktor keterbatasan dalam penguasaan sumberdaya (SDM, kapital dan aset). Tabel 2. Jumlah Sumber Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia, 1996 dan 2002 Uraian
1996 Rataan
2002 Stdev
1. Wilayah - Kota 4,5 - Desa 5,6 - Kota+Desa 5,1 2. Kelas Pendapatan - Rendah 5,0 - Sedang 4,7 - Tinggi 4,2 3. Pekerjaan Utama KK - Pertanian 5,6 - Industri 4,9 - Perdagangan 4,8 - Jasa 4,8 - Lainnya 5,0 Sumber: Data Susenas 1996 dan 2002, BPS (diolah).
Rataan
Stdev
1,0 1,1 1,2
5,2 5,9 5,6
2,5 2,5 2,5
1,3 1,4 1,3
5,6 5,5 5,6
2,5 2,6 2,6
1,0 1,2 1,1 1,1 1,3
5,9 5,2 5,2 5,4 5,5
2,5 2,5 2,5 2,5 2,6
Selanjutnya, untuk mengukur tingkat diversifikasi pendapatan yang lebih akurat digunakan Indeks Entropy (IE). Angka IE yang lebih tinggi mengindikasikan tingkat diversitas (keragaman) yang lebih tinggi. Secara umum hasil analisis IE (Tabel 3) mendukung interpretasi analisis sebelumnya (Tabel 2). Ragam pendapatan rumah tangga di desa cenderung lebih tinggi dibandingkan di kota. Selain itu rumah tangga dimana pekerjaan utama KK-nya sebagai petani memiliki ragam usaha sumber pendapatan yang lebih tinggi dibanding rumah tangga yang kepala keluarganya bekerja di sektor industri, perdagangan maupun jasa. Bila dikaitkan dengan analisis sebelumnya bahwa rumah tangga di desa umumnya berpendapatan lebih rendah (miskin) dan memiliki ketergantungan yang relatif tinggi terhadap kegiatan di sektor pertanian, situasi di atas sekali lagi mengindikasikan bahwa usaha pertanian tampaknya tidak lagi dapat diandalkan untuk memberikan jaminan kecukupan pendapatan rumah tangga, sehingga mereka yang memiliki pekerjaan utama di sektor tersebut cenderung melakukan diversifikasi lebih tinggi dibandingkan rumah tangga yang pekerjaan utamanya di sektor lain. Ketidakmampuan memberikan jaminan kecukupan pendapatan tersebut terutama terkait faktor penguasaan skala usaha yang relatif rendah.
85
Menarik diamati bahwa pada tahun 1996, indeks ragam usaha rumah tangga di desa semakin tinggi dengan meningkatnya kelas pendapatan. Tetapi pada tahun 2002 terjadi hal sebaliknya. Indeks keragaman semakin turun dengan makin tingginya pendapatan rumah tangga. Situasi demikian mengesankan bahwa pada tahun 2002, dengan ketimpangan pendapatan yang makin besar, mereka yang termasuk kelompok berpendapatan rendah harus bekerja lebih variatif dan semakin tidak dapat lagi mengandalkan satu sumber pendapatan saja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Tabel 3. Indeks Keragaman Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia, 1996 dan 2002 Rendah 1996 2002 Kota Pertanian 0,80 0,86 Industri 0,44 0,29 Perdagangan 0,42 0,62 Jasa 0,49 0,67 Lainnya 0,57 0,68 Total 0,53 0,59 Desa Pertanian 0,91 0,99 Industri 0,77 0,89 Perdagangan 0,78 0,79 Jasa 0,67 0,92 Lainnya 0,79 0,82 Total 0,87 0,94 Kota+Desa Pertanian 0,91 0,96 Industri 0,67 0,49 Perdagangan 0,62 0,71 Jasa 0,57 0,77 Lainnya 0,73 0,76 Total 0,80 0,83 Sumber: Data Susenas 1996 dan 2002, BPS (diolah). Wilayah
Pekerjaan utama KK
Sedang 1996 2002 0,81 0,88 0,57 0,74 0,44 0,67 0,57 0,69 0,54 0,71 0,55 0,72 0,92 0,93 0,81 0,82 0,72 0,81 0,57 0,81 0,81 0,76 0,83 0,88 0,91 0,91 0,63 0,74 0,55 0,69 0,55 0,69 0,68 0,70 0,70 0,78
Tinggi 1996 2002 0,77 0,88 0,62 0,86 0,48 0,72 0,64 0,85 0,55 0,84 0,59 0,82 0,95 0,88 0,76 0,82 0,67 0,80 0,69 0,82 0,84 0,80 0,82 0,85 0,92 0,89 0,66 0,82 0,49 0,71 0,64 0,81 0,61 0,82 0,65 0,81
Di wilayah kota, indeks ragam usaha makin besar ketika pendapatan rumah tangga semakin tinggi. Secara implisit kondisi demikian menunjukkan bahwa pada rumah tangga kota diversifikasi dilakukan tidak sekedar untuk mempertahankan tingkat pendapatan tetapi juga untuk maksud mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya agar diperoleh nilai tambah yang lebih besar. Tingkat pendapatan yang tinggi memungkinkan penguasaan aset yang lebih besar, dan dengan penguasan aset tersebut memudahkan rumah tangga meningkatkan ragam usaha yang memberikan tambahan pendapatan (Dercon, 2002).
86
DIVERSIFIKASI DALAM STRUKTUR PENDAPATAN Gambaran tingkat dan arah diversifikasi dapat ditunjukkan dari analisis struktur pendapatan rumah tangga. Berdasarkan Tabel 4, struktur pendapatan rumah tangga di Indonesia dicirikan oleh relatif besarnya pangsa pendapatan dari sumber upah/gaji (labor income), khususnya di kota. Selama periode 1996-2002, pangsa pendapatan tersebut meningkat dari 40,4 persen menjadi 49,9 persen tahun 2002. Di perkotaan pangsa pendapatan upah/gaji mencapai 50,6 persen dan meningkat menjadi 59.6 persen. Pendapatan terbesar kedua berasal dari usaha nonpertanian tetapi dengan pangsa cenderung menurun, yaitu dari 24,7 persen menjadi 23,4 persen. Dalam kategori usaha nonpertanian ini aktifitas perdagangan menjadi sumber usaha yang penting dengan kontribusi pada tahun 2002 sekitar 12,9 persen. Pangsa usaha pertanian cenderung menurun dari 19,9 persen menjadi 13,4 persen. Penurunan tersebut terutama disebabkan penurunan kontribusi pendapatan dari pengusahaan tanaman, baik pangan maupun nonpangan. Berbeda dengan di desa, usaha pertanian di kota hanya memberikan kontribusi 4,3 persen tahun 1996 dan berkurang menjadi 2,7 persen pada tahun 2002. Di pedesaan, meskipun kontribusi pendapatan dari upah/gaji serta usaha nonpertanian masih cukup besar tetapi pangsa pendapatan tertinggi berasal dari usaha pertanian, yaitu mencapai 34,2 pada tahun 2002 (Tabel 4). Pangsa tersebut lebih rendah dibandingkan pangsa pada tahun 1996 yang mencapai 39,1 persen. Temuan ini menunjukkan bahwa bagi rumah tangga di pedesaan sektor pertanian masih merupakan sektor strategis sehingga pembangunan wilayah pedesaan seharusnya tetap memprioritaskan penanganan sektor tersebut agar dampak pembangunan terhadap peningkatan kesejahteraan rumah tangga dapat lebih nyata. Tabel 4. Dinamika Struktur Pendapatan Rumah Tangga Menurut Wilayah di Indonesia, 1996 dan 2002 (%) Kelompok Sumber Pendapatan 1. Upah/gaji 2. Usaha pertanian a. Tanaman pangan & nonpangan b. Lainnya (peternakan, dsb) 3. Usaha nonpertanian 4. Pendapatan bukan upah/gaji a. Pendapatan aset b. Lainnya 5. Penerimaan lain Total Sumber: BPS, diolah.
Kota Desa Kota+Desa 1996 2002 1996 2002 1996 2002 50,65 59,56 27,80 31,02 40,40 49,88 4,30 2,72 39,08 34,19 19,87 13,39 2,63 1,86 31,11 27,76 15,39 10,64 1,67 0,86 7,97 6,43 4,48 2,75 28,08 25,10 20,56 20,04 24,72 23,38 16,93 9,01 11,26 8,20 14,40 8,74 12,08 8,28 6,69 4,88 9,67 7,13 4,85 0,73 4,57 3,32 4,73 1,61 0,48 3,61 1,24 6,56 0,82 4,61 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
87
Dalam dinamika struktur pendapatan rumah tangga di Indonesia terlihat bahwa peran pendapatan bukan upah/gaji (non labor income) semakin turun pada periode 1996-2002, khususnya di kota. Kecenderungan penurunan pangsa pendapatan tersebut boleh jadi mengindikasikan semakin terbatasnya penguasaan aset produktif rumah tangga (lahan, rumah, saham, tabungan, dll) maupun penerimaan bukan usaha dari berbagai aktifitas ekonomi rumah tangga di perkotaan. Disisi lain, data struktur pendapatan di atas menunjukkan adanya peningkatan pangsa pendapatan dari sumber penerimaan lain. Penerimaan lain dalam analisis ini merupakan penerimaan rumah tangga yang berasal dari transfer neto dan transaksi keuangan selama setahun. Peningkatan pangsa pendapatan yang berasal dari sumber tersebut diduga terjadi seiring dengan makin tingginya porsi penerimaan kiriman uang dari anggota rumah tangga yang bermigrasi. Telah umum diketahui bahwa minat orang (tenaga kerja) bermigrasi ke daerah kota atau bahkan ke luar negeri untuk bekerja semakin tinggi. Studi PATANAS di pedesaan Jawa Barat (Susilowati et al., 2001) menunjukkan, dalam periode 1996-2001 jumlah migran meningkat 13,6 persen. Menurut studi tersebut daerah asal migran terutama adalah dari desa-desa dengan agroekosistem sawah, khususnya di daerah dataran tinggi. Pada rumah tangga dimana pekerjaan utama KK sebagai petani, kontribusi pendapatan dari usaha pertanian secara agregat mencapai 61,5 persen pada tahun 1996 dan berkurang menjadi 41,4 persen pada tahun 2002 (Tabel 5). Pada rumah tangga industri dan jasa, kontribusi pendapatan dominan berasal dari upah/gaji, sedangkan pada rumah tangga perdagangan, kontribusi pendapatan terbesar berasal dari usaha nonpertanian. Pada ketiga kelompok rumah tangga tersebut, peran sektor pertanian sangat inferior dengan kontribusi maksimum terhadap total pendapatan kurang dari 6,5 persen. Hasil pengelompokkan rumah tangga menurut kelas pendapatan memperlihatkan, pangsa pendapatan usaha pertanian semakin menurun dengan semakin tingginya pendapatan rumah tangga. Pada rumah tangga kelas pendapatan rendah, pangsa pendapatan dari pertanian mencapai 38,7 persen pada tahun 1996 dan 26,1 persen pada tahun 2002 (Tabel 6). Akan tetapi pada rumah tangga kelas pendapatan sedang, pangsa pendapatan pertanian menurun dari 24,0 persen menjadi 12,1 persen. Pada kelas pendapatan tinggi penurunan teradi dari 8,2 persen menjadi 5,5 persen. Hasil analisis ini menegaskan korelasi yang kuat antara sektor pertanian dengan “pendapatan rendah” yang membuat citra bahwa pertanian identik dengan kemiskinan. Citra tersebut tampaknya belum dapat dihilangkan hingga saat ini. Dari sisi lain, korelasi tersebut juga dapat mengindikasikan bahwa peran sektor pertanian dalam pemberdayaan perekonomian rumah tangga berpendapatan rendah (miskin) sesungguhnya masih sangat strategis, sehingga sektor ini selayaknya mendapat prioritas dalam perencanaan pembangunan nasional.
88
89
Pangsa pendapatan dari upah/gaji, usaha nonpertanian dan pendapatan bukan upah/gaji cenderung meningkat dengan semakin tingginya kelas pendapatan rumah tangga pada tahun 1996. Akan tetapi, untuk tahun 2002 kecenderungan peningkatan tersebut tidak stabil. Hal itu diduga terkait dengan dinamika perubahan arah diversifikasi yang dilakukan rumah tangga, sebagaimana diindikasikan oleh perubahan pangsa sumber pendapatan pada masing-masing kelas pendapatan. Tabel 6. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Menurut Kelas Pendapatan di Indonesia, 1996 dan 2002 (%) Rendah 1996 2002
Sedang 1996 2002
Tinggi 1996 2002
1. Upah/gaji
30,02
34,38
39,64
58,39
51,33
49,83
2. Usaha pertanian
38,72
26,14
24,04
12,13
8,15
5,51
31,42
21,32
18,45
9,51
5,65
4,14
7,30
4,82
5,59
2,62
2,50
1,37
21,16
21,23
26,60
19,29
28,21
30,66
Kelompok Sumber pendapatan
a. Tanaman pangan & nonpangan b. Lainnya (peternakan, dsb) 3. Usaha nonpertanian 4. Pendapatan bukan upah/gaji
9,79
9,39
11,23
6,03
15,15
11,97
a. Pendapatan aset
6,49
6,08
8,03
4,93
12,34
10,94
b. Lainnya
3,31
3,31
3,19
1,10
2,82
1,03
0,66
8,86
-1,18
4,15
-2,69
2,04
5. Penerimaan lain
Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Data Susenas 1996 dan 2002, BPS (diolah)
DIVERSIFIKASI DALAM PREFERENSI SUMBER Preferensi terhadap pilihan sumber pendapatan juga dapat menjadi indikator untuk mengetahui pola dan arah diversifikasi. Akan tetapi berbeda dari struktur pendapatan lebih merefleksikan “produktivitas” sumber pendapatan, preferensi dalam hal ini lebih menggambarkan “kemudahan akses” terhadap sumber-sumber pendapatan. Hasil analisis pada Tabel 7 menunjukkan, preferensi rumah tangga terhadap pendapatan bukan upah/gaji, khususnya pendapatan dari aset, sangat tinggi (mencapai sekitar 90%) dibandingkan sumber pendapatan lain. Terlebih pada rumah tangga di wilayah desa, yang berpendapatan rendah, dan pekerjaan utama KK-nya di sektor pertanian (Tabel Lampiran 1 dan 2). Meskipun dari tiga tabel sebelumnya diketahui pangsa pendapatan bukan upah/gaji dalam rumah tangga relatif kecil, namun preferensi rumah tangga yang tinggi mengindikasikan bahwa sumber pendapatan tersebut
90
merupakan salah satu arah pengembangan diversifikasi yang populer di kalangan rumah tangga. Terkait hal ini, pemilikan aset dalam rumah tangga menjadi sangat penting karena, sebagaimana pendapat Barret dan Reardon (2000), pemilikan aset ibarat faktor produksi yang mencerminkan kapasitas rumah tangga melakukan diversifikasi. Tabel. 7. Partisipasi Rumah Tangga dalam Pilihan Sumber Pendapatan, 1996 dan 2002 Kota Desa Kota+Desa 1996 2002 1996 2002 1996 2002 1. Upah/gaji 66,9 65,2 45,9 41,5 54,3 52,1 2. Usaha pertanian 22,8 14,6 81,8 73,1 58,3 46,7 a. Tanaman pangan & nonpangan 17,5 11,7 76,0 67,6 52,7 42,4 b. Lainnya 10,7 5,2 48,4 29,6 33,4 18,6 3. Usaha nonpertanian 48,3 42,7 47,3 30,3 47,7 35,9 4. Pendapatan bukan upah/gaji 84,8 81,0 98,4 97,4 93,0 90,0 a. Pendapatan aset 82,3 78,1 97,9 96,2 91,7 88,1 b. Lainnya 22,3 22,4 39,3 52,2 32,5 38,8 5. Penerimaan lain: 39,8 67,9 39,8 59,7 39,8 63,4 a. Transfer neto 38,9 73,0 46,0 68,8 43,2 70,7 b. Penerimaan lain neto 40,6 62,8 33,6 50,6 36,4 56,1 Sumber: Data Susenas, 1996 dan 2002, BPS (diolah) Kelompok Sumber Pendapatan
Pada Tabel 7 di atas juga terlihat adanya peningkatan preferensi partisipasi yang cukup tajam terhadap aktifitas transfer neto dan penerimaan lain neto. Hal ini mengindikasikan bahwa diversifikasi pendapatan rumah tangga juga mengarah pada pendapatan yang bersumber dari kedua aktifitas tersebut. Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, kecenderungan ini terjadi seiring dengan semakin tingginya minat tenaga kerja melakukan migrasi ke tempat lain (bahkan sampai ke mancanegara) untuk bekerja. Pada umumnya, sebagian pendapatan dari hasil kerja sebagai migran akan dikirimkan kepada keluarga di tempat asal. Selain itu, peningkatan preferensi diduga juga terkait dengan penambahan hasil dari penguasaan barang modal dan transaksi keuangan selama tahun 2002. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH Pada penelitian lain di pedesaan Jawa Barat Susilawati et al. (2002) menyimpulkan bahwa tidak ada pola hubungan yang jelas antara diversifikasi usaha dengan pencapaian tingkat pendapatan rumah tangga. Hal itu berarti, diversifikasi yang tinggi tidak selalu berdampak pada tingginya tingkat pendapatan rumah tangga. Peluang
91
diversifikasi usaha lebih tinggi pada rumah tangga dengan pendidikan KK yang tinggi dan memiliki pangsa anggota rumah tangga bekerja yang besar. Analisis tersebut juga menyebutkan bahwa rumah tangga pemilik lahan luas berpeluang melakukan divrsifikasi usaha lebih tinggi dibandingkan rumah tangga pemilik lahan sempit. Sebaliknya, peluang diversifikasi usaha akan lebih rendah pada rumah tangga yang anggotanya lebih banyak bekerja di sektor pertanian dan dengan umur KK yang lebih tua. Penggunaan data SUSENAS untuk analisis diversifikasi pendapatan rumah tangga memiliki keterbatasan. Keterbatasan tersebut terutama dalam hal ketersediaan peubah dan disagregasi wilayah. Dengan mengabaikan kendala tersebut, hasil analisis Fungsi Logistik pada Tabel 8 menunjukkan bahwa diversifikasi pendapatan rumah tangga dipengaruhi secara nyata oleh: status pekerjaan utama KK, tingkat pendidikan KK, umur KK dan jumlah anggota rumah tangga (ukuran rumah tangga). Kecuali untuk peubah pendapatan rumah tangga, faktor-faktor yang mempengaruhi peluang rumah tangga melakukan diversifikasi usaha rumah tangga di kota dengan di desa relatif sama. Peluang melakukan diversifikasi usaha lebih tinggi pada rumah tangga yang pekerjaan utama KK-nya di sektor pertanian dan memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi. Akan tetapi, peluang diversifikasi usaha semakin rendah pada rumah tangga yang berukuran besar (memiliki jumlah anggota rumah tangga lebih banyak) dan umur KK yang tua. Uji statistik dengan selang kepercayaan 95 persen memperlihatkan bahwa peubah pendapatan tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan diversifikasi pendapatan rumah tangga. Namun demikian, pengaruh tersebut dapat berubah untuk wilayah desa bila selang kepercayaan dapat diturunkan. Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan tanda parameter peubah untuk wilayah desa dan kota. Tanda negatif pada parameter pendapatan di desa mengindikasikan bahwa di wilayah tersebut diversifikasi cenderung lebih banyak dilakukan oleh rumah tangga yang memiliki pendapatan rendah. Sebagaimana telah diungkapkan, rumah tangga dengan KK yang mempunyai pekerjaan utama di sektor pertanian memiliki tingkat pendapatan lebih rendah (lebih miskin) dibandingkan rumah tangga lain. Terkait dengan hasil pengolahan fungsi Logistik pada Tabel 8, peluang diversifikasi usaha yang lebih tinggi pada rumah tangga pertanian diduga karena dorongan faktor keterbatasan pendapatan sehingga diversifikasi usaha pada kelompok rumah tangga tersebut cenderung menjadi kebutuhan atau mungkin dapat dianggap sebagai bagian dari strategi mempertahankan kesejahteraan (livelihood strategy) mereka, bila kebutuhan diversifikasi sudah sedemikian tinggi. Tingkat pendidikan merupakan peubah proksi kinerja kualitas (kecakapan) tenaga kerja (sumberdaya manusia) dalam rumah tangga. Dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi seorang tenaga kerja akan memiliki kesempatan melakukan diversifikasi usaha lebih tinggi karena potensi kecakapan bekerja juga makin meningkat. Lebih dari itu mereka yang berpendidikan tinggi umumnya lebih dapat melihat dan
92
meraih peluang bekerja atau berusaha secara lebih baik dibandingkan mereka yang berpendidikan rendah. Ukuran rumah tangga pada dasarnya dapat mencerminkan ketersediaan tenaga kerja dalam rumah tangga yang berpotensi mendatangkan pendapatan. Semakin besar ukuran rumah tangga semakin besar ketersediaan tenaga kerja dalam rumah tangga yang dapat dialokasikan pada berbagai aktifitas usaha produktif. Oleh sebab itu, tanda yang diharapkan dari peubah ini dalam model adalah positf. Akan tetapi, hasil regresi model menunjukkan bahwa di semua lokasi tanda peubah tersebut adalah negatif. Hal itu berarti semakin besar ukuran rumah tangga peluang diversifikasi usaha cenderung lebih rendah. Kondisi demikian dapat terjadi bila anggota rumah tangga cenderung bekerja pada bidang yang sama. Pola seperti itu dapat disebabkan oleh terbatasnya kesempatan kerja atau kebutuhan alokasi tenaga kerja pada pekerjaan utama yang cenderung besar pada situasi dimana tingkat upah relatif tinggi sehingga rumah tangga cenderung mengoptimalkan sumberdaya (tenaga kerja) yang tersedia. Sejalan dengan Susilowati et al. (2002), hasil analisis pada Tabel 8 juga menunjukkan, semakin tua umur KK kecenderungan melakukan diversifikasi usaha semakin berkurang. Hal ini wajar saja mengingat untuk melakukan diversifikasi usaha juga membutuhkan dukungan kondisi jasmani yang sehat. Sehingga diversifikasi usaha pada rumah tangga yang KK-nya masih berusia produktif cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga dengan KK yang sudah tidak produktif. Tabel 8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peluang Diversifikasi Usaha Rumah Tangga di Indonesia, 2002 Peubah Kota Intersep Total pendapatan rumah tangga Dummy pekj utama KK (1=pertanian) Pendidikan KK Jml anggota RT Umur KK Desa Intersep Total pendapatan rumah tangga Dummy pekj utama KK (1=pertanian) Pendidikan KK Jml anggota RT Umur KK Sumber: Data Susenas 1996 dan 2002, BPS (diolah).
Parameter dugaan
Pr > Chi-Square
0,08070 0,00000 0,04850 0,02430 -0,15260 -0,02240
0,2711 0,3800 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001
-1,65210 -0,00001 0,06590 0,03240 -0,08730 -0,00944
0,0001 0,1361 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001
93
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Secara umum pendapatan rumah tangga penduduk di Indonesia sudah berdiversifikasi. Derajat kepentingan berdiversifikasi cenderung lebih tinggi pada rumah tangga di wilayah desa, yang berpendapatan rendah, dan kepala keluarganya memiliki pekerjaan utama sebagai petani. Memperhatikan tingkat pendapatan pada kelompok rumah tangga tersebut yang rendah, motif diversifikasi diduga lebih terkait faktor ketidakberdayaan (kemiskinan). Disamping itu, dengan jumlah pendapatan yang mencapai kisaran 4-6 sumber, diversifikasi cenderung telah menjadi kebutuhan atau mungkin menjadi bagian dari strategi kehidupan (livelihood strategy) rumah tangga, khususnya mereka yang bekerja di sektor pertanian. Dinamika penguasaan sumber pendapatan menunjukkan akses terhadap alternatif sumber pendapatan pada kelompok rumah tangga di desa yang berpendapatan rendah dan bermata pencaharian utama bertani lebih terbatas dibandingkan kelompok rumah tangga lain. Dari sisi internal, hal itu terkait dengan penguasaan sumberdaya dalam rumah tangga yang juga terbatas. Terdapat indikasi rumah tangga pertanian yang berpendapatan rendah harus bekerja lebih variatif untuk memperoleh pendapatan yang layak karena indeks keragaman pendapatan semakin menurun dengan meningkatnya pendapatan. Secara agregat, struktur pendapatan rumah tangga didominasi peran pendapatan dari sumber gaji/upah. Peran sektor pertanian sebagai sumber pendapatan dominan hanya terdapat pada kelompok rumah tangga di pedesaan, yang berpendapatan rendah dan pekerjaan utama KK-nya sebagai petani. Peran sumber pendapatan dari upah/gaji dan penerimaan lain dalam struktur pendapatan rumah tangga semakin besar pada periode 1996-2002. Untuk usaha nonpertanian, meskipun pangsanya cukup besar tetapi cenderung turun dalam periode yang sama. Preferensi pilihan pekerjaan mengindikasikan sumber pendapatan dari aset serta sumber penerimaan lain menjadi tujuan (arah) diversifikasi pendapatan rumah tangga. Hasil pengolahan fungsi Logistik menunjukkan, peluang diversifikasi pendapatan dipengaruhi oleh peubah status pekerjaan utama KK, tingkat pendidikan KK, umur KK dan jumlah anggota rumah tangga (ukuran rumah tangga). Secara statistik peubah pendapatan tidak berpengaruh nyata dalam model. Namun terdapat indikasi pengaruh peubah tersebut cenderung berbeda antara wilayah desa dengan kota. Dengan argumen bahwa diversifikasi pendapatan lebih didorong faktor ketidakberdayaan ekonomi (kemiskinan) maka implikasi kebijakan dari kajian ini adalah perlunya percepatan perluasan kesempatan kerja dan berusaha melalui pengembangan sektor nonpertanian, terutama di wilayah desa, untuk mendorong penyerapan tenaga kerja, membantu meredam penurunan produktivitas sektor pertanian yang lebih parah disamping peningkatan pendapatan rumah tangga. Hal itu perlu diiringi dengan
94
peningkatan kapasitas dan kualitas sumberdaya manusia untuk mendorong percepatan transfer pengetahuan dan ketrampilan sebagai bekal masuk pasar tenaga kerja. DAFTAR PUSTAKA Adnyana, M.O., Sumaryanto, M. Rachmat, R. Kustiari, SH. Susilowati, Soeprapto, Supriyati, E. Suryani. 2000. Assesing the Rural Development Impact of the Crisis in Indonesia. Center for Agro-Socioeconomic Research In collaboration with the World Bank-ASEM. Bogor. Barret, C.B. dan T. Reardon. 2000. Asset, Activity, and Income Diversification Among African Agriculturalist: Somer Practical Issues. Project report to USAID BASIS CRSP. http://www.les.wisc.edu/Ltc/Live/basglo0003a.pdt. 7 Maret 2996. Delgado, C.L. dan A. Siamwalla. 1997. Rural Economy and Farm Income Diversification in Developing Countries. MSSD Discussion Paper No. 20. IFPRI. Washington. USA. Paper presented at Plenary Session of the XXIII International Conference of Agricultural Economist, Sacramento, CA, USA. August 10-16 1997. Deptan. 2004. Kinerja Sektor Pertanian 2000-2003. Departemen Pertanian. Jakarta. Dercon, Stefan. 2002. Income Risk, Coping Strategies and Safety Nets. Discussion Paper No. 2002/22. World Institute for Development Economics Research (WIDER) United Nations University. Helsinki, Finlandia. Ersado, Lire. 2003. Income Diversification in Zimbabwe: Welfare Implications From Urban and Rural Areas. FCND Discussion Paper No. 152. IFPRI. Washington. USA. Pakpahan, Agus. 1990. Refleksi Diversifikasi dalam Teori Ekonomi dalam Achmad Suryana, Agus Pakpahan, Achmad Djauhari (Penyunting). Diversifikasi Pertanian dalam Proses Mempercepat Laju Pembangunan Nasional. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta Rusastra I.W. dan Suryadi, 2004. Ekonomi Tenaga Kerja dan Implikasinya dalam Peningkatan Produksi dan Kesejahteraan Buruh Tani. Jurnal Litbang Pertanian Vol 23 (3). Pusat Perpustakaan dan Informasi Pertanian. Bogor. Susilowati, S.H, Supadi dan C. Saleh, 2002. Diversifikasi Sumber Pendapatan Rumah tangga di Pedesaan Jawa Barat. JAE Vol. 20 (1). Mei 2002. Puslitbang Sosek Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Susilowati, SH., C. Saleh, AK. Zakaria, S. Wahyuni, Supriyati, Supadi, Waluto, T. Nurasa. 2001. Studi Dinamika Ekonomi Pedesaan (PATANAS). Usahatani, Ketenagakerjaan, Pendapatan dan Konsumsi. Laporan Penelitian. Puslitbang Sosek Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
95
Tabel Lampiran 1. Partisipasi Rumah Tangga dalam Sumber Pendapatan Menurut Pekerjaan Utama KK, 1996 dan 2002 Pekerjaan Utama KK Pertanian
Industri
Kota Desa Kota+Desa 1996 2002 1996 2002 1996 2002 1. Upah/gaji 52,2 56,9 37,2 37,1 38,5 39,6 2. Usaha pertanian 78,1 51,6 95,5 83,8 93,9 79,8 a. Tan pangan & nonpangan 60,1 41,6 90,9 78,1 88,1 73,5 b. Lain 42,7 19,9 59,2 34,8 57,7 33,0 3. Usaha nonpertanian 34,1 30,6 38,9 23,0 38,5 23,9 4. Pendapatan bukan upah/gaji 96,8 90,9 99,4 98,1 99,2 97,2 a. Pendapatan aset 95,4 87,5 99,2 96,9 98,8 95,7 b. Lainnya 34,2 38,9 40,7 54,7 40,1 52,7 5a. Transfer neto 42,0 74,4 44,6 67,4 44,4 68,3 5b. Penerimaan lain neto 33,6 58,0 30,0 49,5 30,4 50,5 Kelompok Sumber pendapatan
1. Upah/gaji 2. Usaha pertanian a. Tan pangan & nonpangan b. Lain 3. Usaha nonpertanian 4. Pendapatan bukan upah/gaji a. Pendapatan aset b. Lainnya 5a. Transfer neto 5b. Penerimaan lain neto
83,6 15,8 12,0 7,3 40,1 80,2 78,4 15,6 39,7 43,3
66,3 10,3 8,3 3,4 30,9 79,6 76,6 22,0 77,9 62,0
64,9 61,3 53,7 33,1 61,8 97,2 96,2 39,3 50,8 39,5
45,6 52,8 47,8 19,9 32,6 96,5 95,5 50,2 74,2 49,5
74,8 37,3 31,7 19,5 50,4 88,2 86,8 26,8 45,0 41,5
58,8 25,7 22,6 9,4 31,5 85,7 83,5 32,2 76,6 57,5
Perdagangan 1. Upah/gaji 2. Usaha pertanian a. Tan pangan & nonpangan b. Lain 3. Usaha nonpertanian 4. Pendapatan bukan upah/gaji a. Pendapatan aset b. Lainnya 5a. Transfer neto 5b. Penerimaan lain neto
40,7 15,8 11,6 6,7 78,0 81,8 80,2 14,9 35,4 38,0
52,4 9,4 7,7 3,0 64,3 78,9 76,2 19,8 71,2 63,9
28,9 64,0 56,0 33,4 89,5 97,8 97,5 34,5 45,1 37,2
31,8 54,3 49,2 20,2 68,0 97,4 96,5 46,2 71,4 54,2
35,9 35,2 29,5 17,4 82,6 88,2 87,1 22,8 39,3 37,7
46,1 23,2 20,4 8,3 65,4 84,5 82,4 27,8 71,3 60,9
96
Tabel Lampiran 1. Lanjutan
Pekerjaan Utama KK Jasa
Lainnya
Kota Desa Kota+Desa 1996 2002 1996 2002 1996 2002 1. Upah/gaji 84,2 78,4 80,4 65,8 82,9 75,6 2. Usaha pertanian 17,5 8,5 56,9 54,8 31,0 18,8 a. Tan pangan & nonpangan 13,6 6,5 48,9 49,7 25,7 16,1 b. Lain 7,4 3,2 30,6 20,8 15,4 7,1 3. Usaha nonpertanian 42,1 36,0 50,6 34,7 45,0 35,7 4. Pendapatan bukan upah/gaji 83,7 79,5 95,3 95,9 87,7 83,1 a. Pendapatan aset 80,7 76,4 93,4 93,9 85,0 80,3 b. Lainnya 18,6 18,7 33,6 46,0 23,8 24,7 5a. Transfer neto 37,9 70,6 48,0 69,0 41,4 70,2 5b. Penerimaan lain neto 44,3 65,3 42,6 55,3 43,7 63,1 Kelompok Sumber pendapatan
1. Upah/gaji 62,7 2. Usaha pertanian 20,0 a. Tan pangan & nonpangan 15,4 b. Lain 9,1 3. Usaha nonpertanian 34,6 4. Pendapatan bukan upah/gaji 87,5 a. Pendapatan aset 84,3 b. Lainnya 37,5 5a. Transfer neto 43,6 5b. Penerimaan lain neto 38,2 Sumber: Data Susenas 1996 dan 2002, BPS (diolah).
72,4 11,2 8,8 3,8 43,2 80,9 78,4 20,4 70,4 63,2
59,3 62,8 56,2 32,0 40,2 97,8 97,3 43,2 49,4 35,4
61,7 54,2 49,1 20,2 38,1 95,5 93,9 47,2 69,4 54,0
61,2 39,2 33,7 19,3 37,1 92,1 90,1 40,1 46,2 37,0
68,2 27,9 24,5 10,2 41,2 86,6 84,4 30,8 70,0 59,6
97
Tabel Lampiran 2. Partisipasi Rumah Tangga dalam Sumber Pendapatan Menurut Kelas Pendapatan, 1996 dan 2002 Kelas Kota Desa Kota+Desa Penda- Kelompok Sumber pendapatan 1996 2002 1996 2002 1996 2002 patan Rendah 1. Upah/gaji 63,6 58,2 45,7 39,7 49,0 43,9 2. Usaha pertanian 30,7 20,2 86,6 73,5 75,6 61,3 a. Tan pangan & nonpangan 23,9 16,3 81,0 68,7 69,7 56,6 b. Lain 14,8 7,5 51,4 31,1 44,1 25,3 3. Usaha nonpertanian 51,4 40,9 44,5 27,5 46,6 30,5 4. Pendapatan bukan upah/gaji 87,1 79,7 99,2 98,0 97,1 93,8 a. Pendapatan aset 85,0 76,6 99,0 96,9 96,4 92,2 b. Lainnya 23,7 26,5 41,8 56,2 37,7 49,1 5a. Transfer neto 40,3 77,5 44,5 75,1 44,3 75,1 5b. Penerimaan lain neto 35,8 59,5 29,8 50,5 31,0 52,0 Sedang 1. Upah/gaji 2. Usaha pertanian a. Tan pangan & nonpangan b. Lain 3. Usaha nonpertanian 4. Pendapatan bukan upah/gaji a. Pendapatan aset b. Lainnya 5a. Transfer neto 5b. Penerimaan lain neto Tinggi
68,2 19,4 14,7 8,8 47,2 82,7 80,1 21,7 38,2 42,1
1. Upah/gaji 71,1 2. Usaha pertanian 14,0 a. Tan pangan & nonpangan 10,3 b. Lain 6,4 3. Usaha nonpertanian 44,3 4. Pendapatan bukan upah/gaji 84,2 a. Pendapatan aset 81,3 b. Lainnya 20,7 5a. Transfer neto 37,6 5b. Penerimaan lain neto 47,4 Total 100,0 Sumber: Data Susenas 1996 dan 2002, BPS (diolah)
98
67,6 12,5 10,0 4,3 44,1 79,8 77,1 18,8 69,7 62,6
44,7 81,5 75,9 48,3 48,4 98,6 98,2 38,2 46,6 33,8
42,4 73,6 68,1 29,5 30,7 97,3 95,9 50,2 66,4 49,6
54,0 55,6 49,8 31,7 49,3 92,2 90,7 31,5 43,4 37,3
53,3 44,2 39,5 17,1 38,2 87,7 85,6 34,2 67,6 55,8
74,2 7,7 6,0 2,6 43,6 85,9 83,2 21,5 70,7 70,0 100,0
48,7 72,6 66,0 42,6 50,8 96,3 95,1 36,3 47,6 40,6 100,0
43,1 71,2 64,2 26,6 35,1 96,6 95,5 48,1 61,0 53,1 100,0
65,3 29,3 24,6 15,5 46,7 86,4 84,1 24,1 40,6 45,3 100,0
66,3 22,7 19,7 8,2 42,1 87,2 84,8 27,3 68,0 65,0 100,0
Tabel 5. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Menurut Mata Pencaharian Utama KK di Indonesia, 1996 dan 2002 (%) Kelompok Sumber pendapatan
Pertanian 1996 2002
1. Upah/gaji 15,90 2. Usaha pertanian 61,45 a. Tanaman pangan & nonpangan 48,18 b. Lainnya (peternakan, dsb) 13,27 3. Usaha nonpertanian 8,43 4. Pendapatan bukan upah/gaji 10,67 a. Pendapatan aset 6,72 b. Lainnya 3,95 5. Penerimaan lain 3,44 Total 100,00 Sumber: Data Susenas 1996 dan 2002, BPS (diolah)
29,13 41,36 33,14 8,22 14,11 8,72 5,28 3,44 6,69 100,00
Industri 1996 2002
Perdagangan 1996 2002
1996
2002
Lainnya 1996 2002
57,95 5,39 4,00 1,39 24,44 12,19 9,71 2,48 0,61 100,00
24,30 6,38 4,50 1,88 62,99 13,55 11,21 2,34 -5,85 100,00
65,28 3,98 2,88 1,10 19,90 13,51 10,42 3,09 -2,87 100,00
79,96 1,88 1,42 0,47 11,85 5,98 5,54 0,44 0,33 100,00
64,14 5,45 4,26 1,20 21,69 11,87 9,48 2,39 -2,73 100,00
48,34 6,24 4,89 1,34 20,04 11,18 9,62 1,56 14,20 100,00
33,46 4,79 3,71 1,08 51,77 10,14 8,97 1,17 -0,16 100,00
Jasa
56,83 6,34 4,91 1,43 28,12 8,19 7,07 1,12 0,51 100,00