Diseminasi informasi dan plagiarism dalam konteks perpustakaan1 l. Sulistyo-Basuki2 ”When you steal from one author, it’s plagiarism; if you steal from many, it’s research (Mizner,)
Pendahuluan Kita semua sebagai anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari diatur oleh hukum diwujudkan berbagai peraturan perundang-undangan, baik yang berdampak langsung maupun tidak langsung. Di samping itu masih ada juga norma yang dianut anggota masyarakat. Salah satu undang-undang yang terpajan (terekspose) bagi kita adalah undangundang mengenai hak kekayaan intelektual (HaKI, HKI. Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia diaritkan sebagai Objek yang diatur dalam HKI atau HaKI) adalah karyakarya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia HAKI terdiri dari hak cipta, dan hak kekayaan industry (Industrial property right) Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit) Rahasia dagang (Trade secret), penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition dan perlindungan varietas tanaman (Plant Variety Protection) Kehidupan sehari-hari Dalam kehidupan sehari, dalam konteks lebih kecil pustakwan sebagai anggota masyarakat melihat berbagai pelaksanaan HKI, baik yang ditera pustakawan akan melihat berbagai produk yang sesuai dengan merek dagang, namun juga produk yang meniru merek dagang sehingga muncul produk “aspal” alias asli tetapi palsu yaitu produk yang dibuat semirip mungkin dengan produk asli. Kita perhatikan saja berbagai produk “aspal” seperti tas, baju, kacamata, fulpen, sepatu dll. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita menganggap sudah wajar karya jiplakan yang disajikan melalui music (misal lagu ibu Pertiwi yang berasal dari nanyian What weh havein jesus, berbagai lagu lain), siaran telenovela yang menjiplak tayangan televisi lain. Kita semuanya jarang yang mempersoalkan penjiplakan karya yang disiarkan media massa, Dalam perjalanan ke perpustakaan, kita semua melihat kedai fotokopi yang memfotokopi buku, majalah tanpa memperhatikan ketentuan UU Hak Cipta. Gerai fotokopi dengan enaknya memfotokopi buku, seringkali hasilnya lebih baik daripada buku asli. Ketika pustakawan mulai bekerja, dia akan menghadapi berbagai pelanggaran khususnya 1 Makalah untuk Seminar Nasional Diseminasi Informasi dan Plagiarisme, diselenggarakan oleh Universitas Atma Jaya Yogyakarta, di Yogyakarta 4 September 2014 2 Pengajar tidak tetap di Program / Sekolah Pascasarjana , UI, IPB, UIN Sunan Kalijaga dan UGM
1
hak cipta. Sebelum kita melanjutkan ke topik sesuai dengan judul, ada baiknya kita melihat dulu fungsi perpustakaan. Fungsi perpustakaan Pada dasarnya perpustakaan memiliki lima fungsi yaitu fungsi penyimpanan, pendidikan, penelitian, informasi dan cultural ( Sulistyo-Basuki, 2014). Fungsi penyimpanan artinya perpustakaan menyimpan semua atau hampir semua terbitan sebuah institusi, provinsi atau negara . Pada tataran nasional, fungsi ini sangat jelas pada Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas, PNRI) yang diwajibkan menyimpan semua terbitan sebuah negara (Perpustakaan nasional RI untuk daerah Indonesia), ini masih ditambah dengan semua terbitan tentang Indonesia dan semua karya Indonesia yang diterbitkan ke dalam bahasa asing misalnya karya Pramoedya Ananta Toer, Andrea Hirata yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Khusus untuk buku tentang Indonesia terbitan dalam dan luar negeri dijadikan satu koleksi dengan sebutan Bibliotheca Indonesiana. Pada aras lebih sempit, perpustakaan universitas (baca perguruan tinggi) menyimpan karya dosen dan mahasiswanya. Maka Unversitas Atma jaya Yogyakarta akan mengumpulkan semua karya akhir mahasiswa serta karya dosen di perpustakaan. Bila semula dilakukan dalam materi kertas, maka kini beberapa material perpustakaan mulai didigitalisasi yang akan mampu menghemat ruangan serta membentuk perpustakaan digital. Khusus untuk perpustakaan universitas, semua karya dosen dalam bentuk digital akan disimpan dalam repositori, di beberapa universitas merupakan unit sendiri serta ada pula yang merupakan bagian perpustakaan universitas. Juga ada universitas yang mengumpulkan terbitan tentang universitas itu sendiri, misalnya di UI dikembangkan koleksi Uisiana yang meliputi semua terbitan tentang Universitas Indonesia. Maka misalnya Bibliotheca Atmajayasiana menyimpan semua materi tentang Universitas Atma Jaya misalnya pidato rektor, pidato pengukuhan guru besar, foto dan semua tentang Atma Jaya. Dalam praktik, koleksi ini sering disebut local content, namun sering terdapat salah kaprah semua karya akhir mahasiswa dan karya dosen masuk Bibliotheca Atmajayasiana. Pendapat itu kurang tepat karena tesis mengenai matematika, atau skripsi mengenai sejarah kereta api Yogyakarta – Magelang itu bukan termasuk khusus tentang Atma Jaya. Fungsi pendidikan artinya perpustakaan berfungsi menunjang pendidikan yang dilakukan oleh lembaga dan karyawannya.Contoh jelas tampak pada perpustakaan perguruan tinggi dan perpustakaan sekolah. Perpustakaan membantu pelaksanaan pendidikan yang dilakukan oleh badan induknya. Sebenarnya di banyak negara maju fungsi pendidikan bagi mereka yang telah meninggalkan bangku sekolah dilakukan oleh perpustakaan umum., misalnya di Jerman. Fungsi penelitian dilakukan oleh perpustakaan khusus dan perguruan tinggi walaupun hal ini juga dilakukan di perpustakaan sekolah dan umum namun arasnya berbeda. Maka penelitian tentang Perang Diponegoro akan berbeda cakupan dan kedalamannya dibandingkan dengan penelitian serupa pada aras program magister atau doktor. Mungkin
2
pada karya akhir murid SMA membahas ringkas tentang perang Diponegoro,sedangkan pada aras sarjana, uraiannya lebih mendalam walaupun subjeknya sama Fungsi informasi artinya perpustakaan bertugas memencarkan informasi bagi pemakai, baik bila tidak diminta (seperti penyebaran informasi buku yang baru diakuisisis, jurnal yang baru diterima), maupun atas permintaan pemakai. Khusus untuk penyebaran yang sesuai dengan permintaan pemakai dilakukan melalui penyusunan profil pemakai. Kegiatan ini dilakukan melalui Diseminasi Informasi Selektif atau DIS(Selecrtive Information Dissemination). SDI kini dilakukan dengan berbagai teknologi baru, antara lain melalui pemberdaygunaan Lib 2.0 Fungsi kultural menonjol pada perpustakaan umum dengan wujud berbagai kegiatan kultural seperti ceramah, pameran, pelestarian kearifan lokal dalam berbagai media, segala sesuatu yang dapat meningkatkan apreasi budaya masyarakat sekitar. Diseminasi informasi Di lingkungan perpustakaan dikenal istilah jasa informasi (Information services) merupakan istilah generik bagi jasa perpustakaan dalam menyebarkan informasi kepada pemakai, cakupannya bervariasi mulai dari syarat menjadi anggota sampai dengan dimana letak toilet. Diseminasi atau pemencaran informasi artinya distsribusi dan penyebaran aktif semua jenis informasi, termasuk metadata sumber primer. Jasa ini dilakukan oleh semua jenis perpustakaan dengan pengecualian perpustakaan nasional serta lembaga informasi lainnya. Yang dituju ialah grup kelompok sasaran yang persyaratannya telah ditentukan sebelumnya. Salah satu bentuk diseminasi informasi yang terkenal ialah diseminasi informasi selektif (selective dissemination of informationi) artinya perpustakaan mengirimkan informasi terbaru kepada pemakai sesuai dengan minat pemakai. Untuk ini dibuatkan profil pemakai, isinya antara lain peminatan dan perhatian subjek. Profil ini dimutakhirkan secara berkala karena mungkin saja peminatan atau anggaran penelitian yang diperoleh berbeda. Misalnya dahullu dia tertarik dengan bibliomterika, kini pada filsafat informasi. Dilakukan berbasis manual kini mulai menggunakan media sosial dan Internet sehingga muncul istilah Lib 2.0 Bentuk lain ialah jasa referens(i) artinya jasa menjawab pertanyaan yang masuk ke perpustakaan. Bila pada banyak universitas yang mapan jasa referensi ini banyak dilakukan pemakai, maka untuk Indonesia jasa ini relatif tidak berkembang. Pertanyaan yang masuk ke meja referens relarif sederhana. Perpaduan berbagai fungsi perpustakaan melahirkan literasi informasi artinya jasa perpustakaan melakukan kegiatan literasi informasi bagi pemakainya. Dalam jasa informasi, perpustakaan mulai dengan kegiatan literasi informasi artinya memberikan panduan bagaimana pemakai mengetahui apa informasi apa yang diperlukan, di mana lokasinya, bagaimana mencari dan menemu kembali, bagaimana menggunakan dan menyebarkannya sesuai dengan ketentuan hukum dan etika. Seseorang 3
dikatakan literat informasi bila dia mengetahui kebutuhan informasinya tahu di mana lokasinya, bagaimana cara menemukannya, menyebarkannya dan menggunakan informasi sesuai dengan kaidah hukum dan etika. Literasi informasi ini lazimnya dilaksanakan oleh perpustakaan. Dalam kegiatan diseminasi informasi, jasa referensi dan sirkulasi, (jasa peminjaman) muncul titik singgung antara pustakawan dengan (karya) plagiarism. Plagiarisme Plagiarisme berasal dari bahasa Latin plagiarus artinya penculikan. Dari kata itu muncul kata plagiarize. Dalam Merriam-Webster’s Collegiate Dictionary 10thed,(2000), artinya mencuri dan menyebarkan sesuatu (ide atau kata) yang diakui sebagai milik sendiri: menggunakan produksi orang lain tanpa menyebutkan sumbernya. Black’s Law menyatakan plagiarism sebagai berikut: The act of appropriating the literary composition of another, or parts or passages of his writings, or the ideas or language of the same, and passing them off as the product of one’s own mind.Law Dictionary: (Black’s Law online dictionary). Oxford English Dictionary(2007) mendefinisikan plagiarism sebagai … the wrongful appropriation or purloining and publication as one's own, of the ideas, or the expression of the ideas… of another. Plagiarisme dalam Bahasa Indonesia diartikan penjiplakan yang melanggar hak cipta, yang berarti mencuri. Karena hak cipta itu luas (UU Hak Cipta th 2002) maka plagiarism dapat terjadi pada karya yang dilindungi hak cipta seperti music, nyanyian, gambar, karangan dll. Tanpa memberikan penghargaan pada sumber, melakukan pencurian sastra, menyajikan ide atau produk baru dan asli yang berasal dari sumber yang ada. Perpustakaan terpajan (exposed) karya plagiat. Dalam kegiatan informasi , perpustakaan terpajan (exposed) karya plagiarism dalam berbagai cara. Pertama, pustakawan membaca informasi mengenai penjiplakan melalui media masa dan buku. Misalnya tulisan Riyanto (Kompas, 2011) Nugroho (Kompas, 2010). Ada pula buku yang khusus membahas plagiarism seperti (Soelistyo, 2010) Fanany (1992). Maka dalam terbitan itu muncul nama-nama yang disebut sebagai plagiator seperti Amir Santoso (FISIP UI), Syaiful S. Azhar (UGM), Dr Med Didit Tjindarbumi (UI), Zulfanheri (Universitas Riau) I Yade Kartawan (Institut Seni Indonesia ISI Denpasar) dll. Kedua, pajanan karena pengunggahan karya akhir mahasiswa (skripsi, tesis, disertasi) ke pangkalan data universitas. Sejak keluarnya ketentuan di beberapa universitas bahwa mahasiswa harus menyerahkan karya akhirnya dalam berkas lunak (soft file) maka pustakawan dengan menggunakan perangkat lunak khusus untuk mencegah plagiarism, pustakwan menemukan beberapa karya yang sangat mirip satu dengan yang lain. Di Perpustakaan Universitas Indonesia, ada pustakawan *yang menemukan 10 karya jiplakan, *
Namanya dirahasiakan karena sensivitas masalah penjiplakan
4
terutama dari karya akhir mahasiswa fakultas kedokteran. Penemuan dianggap plagiarism bila terdapat 20% bagian karya yang sama. Angka 20% dikatakan tidak cukup karena dalam digitalisasi, semua bagian karya dialih bentuk termasuk halaman judul, halaman pengesahan, ucapan terima kasih, kesemuanya cenderung sama. Mungkin perlu dtingkatkan menjadi misalnya 40% atau diturunkan 10% dengan pengecualian bagian yang seragam seperti pengesahan, persembahan, kata pengantar. Upaya itu dapat dilakukan degan menggunakan perangkat lunak canggih seperti Integrity yang berharga 400 juta rupiah, namun canggung karena dikaitkan dengan karya yang ada di pangkalan data lain. Kalau di UI masih sebatas pada karya yang ada di server UI. Kiranya hal itu juga masih terjadi di universitas loain. Ketiga, penemuan secara kebetulan. Peristiwa ini terjadi Universitas Indonesia (wawancara dengan Margareta dan Budiri (2014, 2013) Seorang pustakawan mengolah material perpustakaan yang masuk, waktu itu sering muncul di benaknnya bahwa rasarasanya dia pernah membaca karya serupa. Cara ini pernah terjadi pada tesis yang merupakan tesis kembar kecuali satu istilah yang digunakan berlainan. Tesis satu menyebutnya “pusat kesehatan masyarakat; sedangkan tesis lain menyebutnya “puskesmas”! Hebatnya kedua-duanya merupakan suami isteri yang kuliah di dua fakultas yang berlainan! Penemuan kebetulan lainnya** ialah penelitian dosen teknik tentang kecerdasan buatan di perpustakaan yang dibuat oleh mahasiswa program pascasarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi (IP&I). Hebatnya nama kedua mahasiswa masih muncul di laporan namun mereka tidak tahu menahu akan karya yang jiniplak (dijiplak), apalagi dapat uang imbalan! Keempat karena adanya material perpustakaan yang diduga hasil plagiat yang masuk ke perpustakaan atau informasi bibliografis terlacak pustakawan dalam kegiatan penelusuran. Misalkan pustakwan memeriksa katalog induk perpustakaan, maka dia akan bertemu dengan karya yang diduga plagiarism. Hal serupa juga kalau pustakwan melakukan penelusuran pada WorldCat atau Library of Congress Online Catalog, maka dia akan berpajanan dengan karya yang diduga karya plagiat. Mengapa plagiarism(mudah) terjadi Comas-Forgas dan ASurede-Negre meneliti (2010) penyebab plagriasme dari perspektif mahasiswa. Tiga penyebab relevan plagiarism ialah kemudahan Internet untuk menemukan informasi, waktu yang kurang untuk melakukan tugas disebabkan manajemen waktu yang buruk. Masalah manajemen waktu yang buruk ini juga dikemukakan oleh Franklin-Stoke dan Newstead (1995) serta keinginan memperoleh nilai yang tinggi. Auer dan Krupar (2001) melakukan survey atas mahasiswa program sarjana -Mahasiswa tidak dapat membedakan plagiarisme, tidak tahu bagaimana menggunakan sumber. Kemudahan teknologi tetapi juga TI merupakan alat pencegah plagiarism. Kini mahasiwa dengan mudah melakukan system salin tempel (copy paste) tanpa perlu sudah
**
Tidak semua hasil wawancara dikemukakan di sini
5
payah. Menyalin dan menempelkan teks yang diambil dari Internet dan pemroses kata dapat dilakukan lebih cepat daripada mengetik kembali dengan mesin ketik
Tindakan pustakawan dalam menjumpai plagiarsime Tindakan yang dapat dilakukan pustakwan manakala dia menjumpai karya plagiat atau diduga terjadi plagiarism dari lembaga tempat dia bekerja, hanyalah melaporkan ke atasan dan atau pimpinan universitas. Selanjutnya terpulang pada mereka bagaimana memutuskan plagiarisme serta apa tindakannyta. Pengalaman di UI menyangkut plagiarisme yang diketemukan pustakawan, dilaporkan ke pimpinan universitas, selanjutnya tindakan diambil pimpinan. Dalam plagiarism yang diketemukan berdasarkan penggunaan perangkat lunak dalam rangka memuat karya akhir mahasiswa ke pangkalan data universitas, tahun 2013 ditemukan persamaan 20% dari karya yang diperiksa. Hampir semuanya karya akhir mahasiwa kedokteran (wawancara 10 Agustus 2014) Berdasarkan siaran hubungan masyarakat universitas, tidak banyak karya jiplakan yang diumumkan. Ada kecenderungan bahwa univerditas meredam sebaran informasi penjiplakan, karena alasan menjaga nama baik universitas, praktis hampir tidak ada tindakan terhadap plagiarism (Riyanto, 2011)
Peran pustakawan mencegah plagiarism Dilihat dari sudut perpustakaan, tindakan pencegahan plagiarism yang dilakukan mahasiswa dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, menyelenggarakan pelatihan literasi informasi bagi mahasiswa. Literasi informasi berasal dari bahasa Inggris information literacy didefinisikan oleh Unesco di Alexandria bahwa literasi informasi mencakup pengetahuan seseorang mengenai masalah dan kebutuhan informasinya, dan kemampuannya untul mengidentifikasi, mengetahui lokasi, evaluasi, menata informasi dan secara efektif menciptakan, menggunakan dan mengkomunikasikan informasi guna mengatasi masalah atau isu yang dihadapi. Selanjutnya dikatakan bahwa orang literat informasi memiliki ciri (a) mampu menentukan sifat dan keluasan informasi yang dibutuhkan, (b) mengakses informasi yang diperlukan secara efektif dan efisien, (c) mengevevalusi informasi beserta sumbernya secara kritis dan mencakup informasi selektif ke basis pengetahuan dan system nilai, (d) sebagai perseorangan atau anggota kelompok menggunakan informasi secara efektif untuk mencapai tujuan spesifik, (e) memahami berbagai isu ekonomi, hukum dan sosial menyangkut penggunaan dan akses informasi serta menggunakan informasi secara etis serta sesuai dengan ketentuan hokum. Kedua, membantu dosen metode penelitian menyangkut penelusuran sumber yang sahih, cara membuat gaya selingkung. (caption style) Dapat ditunjukkan bagaimana mencegah plagiarism, maka mahasiswa harus menyebutkan sumber yang digunakan (give credit) tatkala mahasiswa menggunakan ide, opini atau teori orang lain, menggunakan fakta, 6
statistika, grafik, gambar atau apapun butiran informasi yang bukan milik bersama, kutipan (quotation) dari ucapan atau tulisan orang lain serta paraphrase dari ucapan atau tulisan orang lain. Mahasiswa umumnya tidak memahami penting menyitat (citing) dan rujukan informasi yang mereka gunakan dalam karya ilmiah merekka (Egana, 2011). Karena hal ini memerlukan pengetahuan yang mendalam, maka diharapkan tenaga perpustakaan PT lulusan magister (SNI 7330:2009). Ketiga, membantu kuliah seperti Metode penelitian, khusus dalam penelusuran literatur. Mahasiswa dapat membantu mencari literatur yang sesuai, menentukan mana sumber referensi yang layak atau tak layak digunakan untuk penelitian. Misal entri dari Wikipedia di beberapa universitas tidak dapat diterima sebagai bagian daftar pustaka sebuah karya ilmiuah. Kesulitan bagi universitas di Indonesia ialah belum atau tidak semua dosen mau menerima pustakawan sebagai asisten pencarian infortmasi. Sejak tahun 1980 an, di beberapa departemen khusus di lingkungan FMIPA UI, ada kewajiban mengikuti mata kuliah literatur subjek yaitu bagaimana mencari informasi secara baik dan benar. Maka sebaiknya pustakawan di perguruan tinngi adalah mereka yang memiliki pendidikan keilmuan ditambah dengan pendidikan kepustakwananan setidak-tidaknya magister atau sarjana ilmu perpustakaan dan informasi ditambah dengan pengkhususan subjek yang dikembangkan oleh bs sesuai dengan minat dan kemampuannya. (SNI 7330:2002.) Empat, pustakwan ikut serta dalam diskusi menyangkut plagiarism, cara pencegahan plagiarism, kejujuran akademik dengan cara mendesain laman web yang ditautkan dengan kebijakan universitas menyangkut perilaku (conduct) dan plagiarism, bagaimana menggunakan internet untuk penulisan karya ilmiah secara jujur (Gibson and Chester Fangman, 2010); Heckler, 2012) Dalam laman web hendakanya disertakan butiran tentang bagaimana menghindari plagiarism. Tantangan yang dihadapi ialah bahwa di Indonesia, belum semua pustakawan universitas berpendidikan magister sehingga dapat membantu mahasiswa melakukan penelusuran, perlu pemikiran sikap dosen dalam menerima pustakawan membantu topic yang berkaitan dengan penelusuran informasi serta gaya selingkung. Apakah karya jiplakan dapat didiseminasikan oleh pustakawan? Bila lama pencarian informasi atas permintaan pemakai, pustakwan menemukan karya plagiat atau yang diduga terjadi plagiarism, maka DAPAT [huruf kapitak dari penulis] dapat mendesiminasikan informasi bibliografis kepada pemakai. Mungkin bagi khalayak ramai hal ini diperdebatkan namun pustakwan terikat ketentuan profesi untuk menyebarkluaskan informasi kepada pemakainya. Pustakawan tidak berhak menilai apakah karya yang disodorkan kepada pemakai itu plagiat atau diduga terjadi plagiarisme karena hal itu bukan wewenang pustakwan. Sebagaimana ditulis Reed (2011), pustakawan bukanlah polisi yang memata-matai pekerjaan orang lain. Penyebaran informasi seluas-luasnya bagi pemakai tidak terlepas dari ketentuan integritas pustakawan, maka pustakawan yang menahan informasi tertentu (missal menurut dia karya tertentu merupakan karya plagiarism), dia tidak mencerminkan integritasnya 7
sebagai seorang professional. Hal itu berbeda mislanya pada perpustakaan sekolah dan atau umum, yang memungkinkan pustakwan melakukan sensor atau pembatasan akses informasi walaupun hal ini masih bersifat kontroversi. Dalam kode etik pustakwan (Ikatan Pustakawan Indonesia, 2013) dinyatakan bahwa pustakawan menyediakan akses tak terbatas pada informasi, juga dinyatakan bahwa pustakawan tidak bertanggung jawab atas konsekwensi penggunaan informasi yang diperoleh dari perpustakaan. Maka karya jiplakan pun diteruskan ke pemakai, terpulang pada pemakai untuk menentukan mana yang paling baik baginya. Pemberian informasi yang adil ini juga mencerminkan sikap demokratis perpustakaan, yang tidak membeda-bedakan informasi dari mana asalnya. Pernyataan ini perlu dikemukakan karena pada perpustakaan umum, justru banyak diisi oleh buku karya SBY (ada 22 buah) sementara buku lawan politiknya tidak ada. Pernyataan bahwa pustakawan tidak bertanggung jawab atas konsekwensi penggunaan informasi diketemukan karya mahasiswa sarjana MIT mengenai cara membuat bom dari bahan sederhana yang dapat diperoleh dari berbagai toko tetap dipinjamkan karena pustakawan tidak bertanggung jawab atas konsekwensi perbuatan pemakai. Contoh lain ialah disertasi Yahya Muhaimin yang dikatakan sebagai plagiarism dari karya Ismet Fanany, ahli pendidikan asal Batusangkar, Sumatera Barat, yang bermukim di Amerika Serikat menerbitkan buku tentang plagiat. Buku terbitan CV Haji Masagung Jakarta itu berjudul Plagiat-Plagiat. Isinya tentang plagiat Yahya Muhaimin. Disertasi Yahya dituduh menjiplak tulisan beberapa ahli. The Politics of Client Businessmen, disertasi Yahya yang dipertahankan di MIT Cambridge, Amerika Serikat, 1982, dibandingkan dengan Capitalism and The Bureaucratic State in Indonesia: 1965-1975, judul asli tesis Robinson di Universitas Sydney 1977.; baik buku Yahya Muhaimin maupun buku yang menuduhnya sebagai plagiat ada di perpustakaan dan kedua-duanya disediakan bagi pemakai. Jasa informasi bagi pemakai ini sesuai dengan misi perpustakaan menyebarkan informasi seluas-luasnya bagi pemakai. Penyebaran informasi ini sesuai dengan integritas pustakawan yang dinyatakan dalam berbagai kode etik pustakawan (Sturges, 2003). Bagaimana dengan metadata karya jiplakan? Sikap terhadap data bibliografis dalam pangkalan data bibliografis sering menimbulkan perbedaan antara agensi bibliografis (seperti jasa pengabstrakan & pengindeksan) dengan jurnal yang memuatkkarya jiplakan. Beberapa contoh: (1) Seorang dokter keturunan Jordania memalsu data penelitiannya dan hasilnya dimuat dalam JAMA (Journal of medical Association of America). Setelah kejahatannya tebongkar, JAMA menarik kembali karangannya serta menyatakan tidak ada. Namun demikian, agensi pengindeksan kedokteran Index Medicus menyatakan tetap memuat dengan alasan bahwa data bibliografis termasuk abstrak sudah masuk pangkalan data (database) bibliografis, hal itu berarti bahwa data itu eksis dan harus diketahui public. Mengenai isi 8
karya, apakah jiplak atau tidak menjiplak, bukan tanggung jawab agensi pengindeksan dan pengabstrakan. (2) Hal serupa terjadi pada karya Yoshiki Sasai yang dimuat dalam majalah prestisius Nature januari 2014. Setelah dimuat, muncul surat pembaca yang menyatakan bahwa metode yang ditulis Sasai tidak dapat diulang oleh peneliti lain, padahal salah satu prinsip riset ialah metode dapat diulang apapun hasisnya. Pengarang utama Obokata kemudian menarik kembali artikel mereka walaupun sudah dimuat. Nature menyatakan penarikan July 2014 (Jakarta Post, 2014). Walaupun sudah ditarik oleh Nature, metadata artikel itu masih ada di pangkalan data, termasuk juga pada majalah abstrak Index medicus Dalam hal ini ada perbedaan antara pendekatan akademis dengan pendekatan bibliografis. Pada pendekatan akademis, karya jiplakan ditarik kembali , dianggap tidak ada. Pada pendekatan bibliografis, yang dianut oleh agensi bibliografis (peprustakaan, arsip, jasa pengindeksan dan pengabstrakan) karya itu tetap ada, data biblioigrafisnya dimasukkan ke pangkalan data. Contoh disertasi Yahya Muhaimin yang dianggap plagiat oleh Fanany,serta proses pemeriksaanya ( data bibliografisnya ada pada WorldCat serta tersimpan di beberapa perpustakaan yang memilikinya).
Pengecekan disertasi yang dikeluarkan universitas terakreditasi Di Amerika Utara (AS dan Kanada), ada kewajiban bagi mahasiswa yang menyelesaikan disertasinya untuk menyerahkan fotokopi disertasinya ke UMI [University Microfilm Internetional) Inc, yang menerbitakn International Dissertation Abstracts, di dalamnya tercakup semua disertasi dari universitas yang terakreditasi di AS dan Kanada, kini ditambah dengan disertasi dari 50 perguruan tinggi Inggris yang tersimpan di British Library Lending division di Boston Spa serta berbagai perguruan tinggi dari Eropa barat. Berikut ini sebuah contoh disertasi yang diterbitkan oleh UMI Inc. A CITATION ANALYSIS OF AGRICULTURAL AND MEDICAL JOURNALS PUBLISHED IN LESS DEVELOPED COUNTRIES WITH SPECIAL REFERENCE TO THE REGION OF AFRICA SUB-SAHARA, LATIN AMERICA AND SOUTHEAST ASIA by Basuki, Sulistyo, Case Western Reserve University, 1984, 196 pages; 8503611 Pemuatan oleh UMI menunjukkan bahwa disertasi itu dihasilkan dari universitas yang terakreditasi, ini berbeda dengan universitas yang tidak terakreditasi yang menghasilkan gelar dengan imbalan keuangan. Di Indonesia, misalnya Hamzah Haz, mantan wakil presiden, memperoleh gelar PhD dari American World University, yang merupakan kilang diploma (diploma mills) dengan bayaran $1,200(!). Disertasi Hamzah Haz tidak tersedia di UMI.
9
Diploma mills Diploma mills ialah universitas perusahaan yang menawarkan pembuatan tesis, disertasi dengan berbayar kemudian universitas menyerahkan diplomanya. Daftar universitas abal-abal ini mudah diperoleh di Internert, ada yang namanya mirip-mirip dengan perguruan tinggi terkenal, misal Harvard University dengan University of Harvard, Cambridge University yang terkenal itu (berada di Inggris) tidak sama dengan Cambridge Graduate University, Cambridge International University maupun Cambridge State University. Bagaimana bila ada pertanyaan dari mahasiswa di mana dia dapat mencari kilang diploma (diploma mill) artinya lembaga pendidikan tinggi yang tidak terakreditasi yang menawarkan gelar akademik dan diploma atas dasar imbalan. Bagaimana sikap pustakawan bila mahasiswa menanyakan adanya berbagai toko yang menawarkan pembuatan skripsi, tesis, dan disertasi yang banyak bertebaran di sekitar kampus? (Soelistyo, 2010) Dalam hal ini para pustakwan disarankan untuk mengarahkan mahasiswa ke pedoman plagiasi & penulisan karya ilmiah yang dikeluarkan universitas (Gibson and Chester-Fangman,2011). Saran lain 1. Pustakawan ikut serta dalam kebijakan dan prosedur pencegahan plagiarism. Yang terbaik ialah pustakawan yang punya hubungan kuat dengan dosen atau pustakwan yang ikut mengajar yang bertindak selaku instruktur dan administrator (Gibson and Chster-Fangman, (2011) 2. Pembelian perangkat lunak pencegahan plagiarism, khusus yang dapat digunakan untuk karya dalam bahasa Indonesia. Saat ini tersedia banyak perangkat lunak pencegahan plagiarism, baik yang gratis maupun harus dibeli 3. Dalam statusnya sebagai pustakawan, dia dapat melaporkan dugaan plagiarism yang ditemuinya dalam pekerjaan sehari-harinya ke pimpinan lembaga, namun keputusan terakhir ada pada pimpinan 4. Dalam menemukan karya jiplakan, pustakwan (hanya) dapat melaporkan ke pimpinan perguruan tinggi sementara tindakan lanjut terserah pada pimpinan. Penutup Pengertian plagiarisme ialah mengambil pemikiran, ucapan, karya orang lain, diakukan sebagai karya sendiri tanpa memberikan kredit atau menyebutkan sumber aslinya. Plagiarisme terjadi di mana-mana, termasuk perguruan tinggi Indonbesia. Plagiarisme yang terdapat di perguruan tinggi sering ditemukan pustakawan, kemudian melaporkannya ke pimpinan universitas. Dalam perkembangan selanjutnya, 10
universitas cenderung menutup diri mengenai hasil pemeriksaan atas karya yang dianggap plagiarism terkecuali bila masalah itu telah meruyak melalui media massa. Contoh kasus Bayu Perwitasari. Pustakwan dapat membantu plagiartimse dengan cara menyelenggarakan kursus literasi informasi, di dalamnya tercakup bagaimana menelusur s.d. menggunakan informasi secara benar dan legal, termasuk penulisan gaya selingkung,membantu penelusuran di Internet, membantu pengajaran metode penelitian dengan cara menelusur informasi serta menentukan sumber referensi yang dapat atau tidak dapat digunakan dalam karya ilmiah (misal Wikipedia) Menyangkut karya plagiarism yang ada di perpustakaan dan pangkalan data pustakwan menyebarkan karya informasi yang ada termasuk karya plagiarism, selanjutnya terserah pada pemakai bagaimana menggunakan informasi yang diterimanya. Dalam hal ini pustakwan bertindak sesuai dengan kode etik pustakwan yaitu menyebarkan informasi seluas-luasnyta tanpa memandang perbedaan usia, jenis kelamin, ras, kepercayaan, status sosial dll. Bagi karya yang dituduh plagiarism dan atau sudah dinyatakan plagiat, secara bibliografis data karya plagiat tetap ada.
11
Bibliografi+
ANJUM, Tauheeda. 2011. Issues and xchallenges in education. Researchers’ perceptions and practices about plagiarism and its imnpact on quality of research. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business, 3(6), 897904 AUER, Nicole J., and Ellen M. KRUPAR. 2001. Mouse click plagiarism: the role of technology in plagiarism and the Librarian’s Role in Combating It. Library Trends,Winter, 49(3),415-432 BLACK’s Law Dictionary. Black's Law Dictionary Free Online Legal Dictionary 2nd Ed.[Dibaca 23 Agustus 2014] http://thelawdictionary.org/plagiarism/ [DBuku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, halaman 7. Ditjen HKI, 2006 CLOUGH, Paul and Mark Stevenson. 2011. Developing a corpus of plagiarized short answers. Language Resources & Evaluation45,5-24 COMAS-FORGAS, Ruben and Jaume SUREDA-NEGRE. 2010. Academic Plagiarism: Explanatory Factors from Students; Perspective. Jourbal of Academic Ethics, 8, 217-232. DOI 10 1007/s/10805-010-9212-0 DAFTAR tokoh-tokoh Indonesia yangmelakukan plagiat. kuindonesiana.wordpress.com/2014/02/18/daftar-tokoh-tokoh-indonesia-yangmelakukan-plagiat/ [dibaca 14 Agustus 2014] kuindonesiana.wordpress.com/2014/02/18/daftar-tokoh-tokoh-indonesia-yangmelakukan-plagiat/ EGANA, Txema. 2012. RUSC [Revista de Universidad y Sociedad del Conocimiento] 9(2),200-212 FANANY, Ismet. 1992. Plagiat-plagiat di MIT.: tragedy akademis di Indonesia.Jakarta: Haji Masagung FRANKLIN-STOKES, ., & S.E. NEWSTEAD. 1995. Undergraduate cheatingL who does what and why? Studies in higher education, 20(2), 159-172 +
Penyusunan daftar pustaka berdasarkan ISO 690:2010 iInformation and documentation- Guidelines for bibliographic references and citations to information resources. Geneva:ISO
12
GIBSON, Nancy Snyder and Christiana CHSTER-FANGMAN. 2011. The librarian’s role in combating plagiarism.Reference Services Review, 39(1), 132-150 GROSBERG, Michael. 2004. Plagiarism and professional ethics- a journal editor’s view. The Journal of American History, 90(4),133-1340 “HAMZAH HAS …”.Wikipedia. the free encyclopedia. http://en.wikipedia.org/wiki/ HECKLER,, Nina C. 2012. Mitigating plagiarism in large introductory courses in higher education. Dissertation – The University of Alabama IKATAN PUSTAKAWAN INDONESIA . . 2013. Anggaran Dasar dan Anggaranbn Rumah Tangga serta Kode DEtik Ikatan Pustakwan Indonbesia. Jakarta: INDIANA UNIVERSITY. Plagiarism: What It is and How to Recognize and Avoid It [dibaca tg 18 Agustus 2014] http://www.indiana.edu/~wts/pamphlets/plagiarism.shtml ISO 690:2010 iInformation and documentation- Guidelines for bibliographic references and citations to information resources.Geneva:ISO Meyer, Andrew Warsaw. Soal plagiarism Yahya. [dibaca 25 Agustus 2014] http://euzoia.wordpress.com/2010/02/09/plagiarism/ MILTENOF, Plamen and Robert HAUPTMN. 2005. Ethical dillemas in libraries: an international perspective. The Electronic Library,23(6),664-670 MIZNER, Wilson. [dibaca tg 15 Agustus 2014]. http://www.brainyquote.com/quotes/quotes/w/wilsonmizn109330.html MUTULA, Stephen M. 2010. Ethics and trust in digital scholarship. The Electronic Library, 29(2), 261-276 NUGROHO, Alois A. Plagiarism dan intelektual public. Kompas,10 Februari 2010 REED, Deborah K. 2011. Plagiarisme sn’t just an issue for students. Journal of StaffDevelopment, 32(2),47-48,61 RIYANTO, Armada. 2010. Kutuk plagiarism, lalu?Kompas,24 Februari 2010Scientist in discredited stem-cell research dead in suicide. Jakarta Post, 6 August 2014 SNI 7330:2009. Perpustakaan perguruan tinggi. Jakarta: Perpustakaan Nasional.
13
STURGES, Paul. 2003. Doing the right thing: professional ethics for information workers in Britain. New Library World, 104(3),94-102 SULISTYO-BASUKI. 2014.Pengantar ilmu perpustakaan dan informasi. naskah, dalam proses penawaran ke penerbit. SUTEDI, A. 2009. . Hak Atas Kekayaan Intelektual, halaman . Jakarta: Sinar Grafika UKPEBOR, Christopher Osaretin and Abieyuwa OGBEBOR. Internet and plagiarism: awareness, attitude and perception ofstudents of secondary schools. Interntaional Research: Journal of Library & Information Sciemnce, 3(2), 254-267 UNESCO Public Library Manifesto. 1994. [Dibaca 11September 2013]http://www.unesco.org/webworld/libraries/manifestos/libraman.html Wawancara dengan Margareta (bukan nama sebenarnya ) dan Budiri (bukan nama sebenarnya) di kampus UI Jakarta bulan Juli 2013 dan Agustus 2014
14