DASAR-DASAR KEILMUAN
Keinginan kita manusia untuk menggali berbagai ilmu maupun pengetahuan yang akan menambah wawasan kita mengenai berbagai hal. Kita mencari kebenaran dari apa yang kita pelajari maupun yang kita ketahui secara luas dan mendetail. Dari apa yang kita ingin ketahui pasti kita mencari sumber yang falid, pasti, benar, mendasar, tersetruktur dan lain sebagainya. Dari apa yang kita cari atau kita temukan, pasti ada yang mendasarinya, yang akan menjadi tolak ukur kemampuan cara berpikir kita. Selainitu kita sebagai manusia yang diberi kemampuan merenung dan menggunakan pikirannya untuk bernalar, kita pasti pernah bertanya-tanya mengapa kita dilahirkan ke bumi ini dan apa tugas kita sebagai manusia. Kemampuan berpikir dan bernalar itu pula yang membuat kita sebagai manusia menemukan berbagai pengetahuan baru. Pengetahuan baru itu kemudian kita gunakan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari lingkungan alam yang tersedia di sekitar kita. Tentunya semua itu memiliki dasar yang memberikan manfaat yang sebesar-besarnya. Pengertian dan jenis-jenis dasar-dasar keilmuan Kata ilmu berasal dari bahasa Arab : 'Alima, ya'lamu, ilman, yang berarti : mengerti, memahami benar-benar. Dalam bahasa Inggris disebut science (pengetahuan). Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (Depdikbud 1988), ilmu memiliki pengertian, yaitu: Ilmu adalah suatu pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerapkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) tersebut, seperti ilmu hukum, ilmu pendidikan, ilmu ekonomi dan sebagainya. Dalam ensiklopedia indonesia, kita temukan pengertian dari ilmu pengetahuan. “ ilmu pengetahuan, suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing mengenain suatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun sedemikian rupa menuru asas-asas tertentu, hingga menjadi kesatuan; suatu sistem dari berbagai pengatahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode-metode tertentu(induksi,deduksi).” Menurut Prof.DR.Muhammad Hatta “ tiap-tiap ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam luar maupun menurut bangunnya dari dalam” Prof. DR.A.Baiquni,Guru Besar Universitas Gajah Mada, merumuskan sebagai berikut: ”science merupakan general consensus dari masyarakat yang terdiri dari para secientis” Prof. DR. M. J.Langerveld, Guru Besar pada Pijk Universiteit di U trecht (Belanda), mengatakan bahwa “ pengetahuan ialah kesatuan objek yang mengetahui dan objek yang diketahui. Suatu kesatuan dalam mana objek itu dipandang oleh subjek sebagai diketahuinya. Pada akhirnya mereka merumuskan ilmu pengetahuan” kumpulan pengetahuan mengenai suatu hal (objek/ lapangan), yang merupakan kesatuan yang sistematis dan memberikan penjelasan yang sistematis yang dapat dipertanggungjawabkan sebab-sebab hal/kejadian itu.” Objek dan Sudut Pandang Ilmu Pengetahuan, di dalam buku-buku ilmu pengetahuan, objek dan sudut pandang itu telah memperoleh nama yang tetap. Jadi, objek dibedakan atas objek material dan objek formal. Objek material yaitu objek/ lapangan dilihat secara keseluruhan( manusia, hewan, alam, dan sebagainya).sedangkan, objek formal yaituobjek/lapangan jika dipandang dari suatu aspek tertentu saja. Selain terdapat objek dan sudut pandangnya terdapat pula pembagiannya dalam ilmu pengetahuan. Pada zaman purba dan abad pertengahan, pembagian ilmu pengetahuan berdasarkan “artis liberalis” atau kesenian yang merdeka yang terbagi atas dua bagian, yaitu:
1
1. Tivium ( tiga bagian) 1). Gramatika, bertujuan agar manusia dapat berbahasa dengan baik 2). Dialektika, brtujuan agar manusia dapat berpikir dengan baik, formal, dan logis. 3). Retorika, bertujuan agar manusia dapat bercakap/berpidato dengan baik 2. Quadrivium ( empat bagian) 1). Aritmatika, adalah ilmu hitung 2). Geometrika, adalah ilmu ukur 3). Musika, adalah ilmu musik 4). Astronomia, adalah ilmu perbintangan Menurut pembagian klasik, ilmu pengetahuan dibedakan atas: 1) Natural Scientes ( kelompok ilmu alam) 2) Social Scientes ( kelompok ilmu sosial) Menurut Prof. DR. C. A. Van Peurson, ilmu pengetahuan di bagi atas: a. ilmu pengetahuan kemanusiaan b. ilmu pengetahuan alam c. Ilmu pengetahuan hayat d. Ilmu pengetahuan logik-deduktif. Undang-Undang Pokok Pendidikan tentang Perguruan Tinggi di Indonesia Nomor 22 Tahun 1961 mengklasifikasikan ilmu pengetahuan atas 4 ( empat ) kelompok, sebagai berikut: A. Ilmu Agama /kerohanian, yang meliputi : 1). Ilmu agama. 2). Ilmu jiwa B. Ilmu kebudayaan, yang meliputi: 1). Ulmu sastra. 2). Ilmu sejarah. 3) ilmu penbdidikan. 4). Ilmu filsafat. C. Ilmu sosial, yang meliputi: 1). Ilmu hukum. 2) ilmu ekonomi. 3). Ilmu sosial-politik. 4). Ilmu ketatanegaraan-ketataniagaan. D. Ilmu eksata dan teknik, yang meliputi: 1) Ilmun hayat. 2) ilmu kedokteran. 3) ilmu farmasi. 4) ilmu kedokteran hewan. 5) ilmu pertanian. 6) ilmu pasti alam. 7) ilmmu teknik.8) ilmu geologi. 9) ilmu oseanografi 2.2 .Ontologi keilmuan 1. Pengertian Ontologi Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal pikiran yunani telah menunjukan munculnya perenungan di bidang ontologi. Dalam persoalan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada ini? Pertama kali orang dihadapi pada adanya berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang perupa rohani (kejiwaan). Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada. Hakikat adalah realitas; realitas adalah ke-real-an, artinya kenyataan yang sebenarnya. Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab ” apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda-benda Untuk lebih jelasnya penulisan mengemukakan pengertian dan aliran pemikiran dalam ontologi ini. Banyak tokoh yang me mebuat istilah ontologi salah satunya adalah Christian Wolff(1967-1714). Istilah onologi berasal dari bahasa Yunani yaitu: ta onta yang berarti “yang bearada”,dan logi berarti :”ilmu penggetahuan; ajaran. Dengan demikian ontologi adalah ilmu pengetahua atau ajaran tentang berada. Selain itu, menurut bahasa, ontologi ialah berasal dari bahasa Yunani Yaitu, On/ontos = ada, dan logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Menurut istilah, ontologi ialah ilmu 2
yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan Ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkrit maupun rohani/absterak. Pengertian lain, ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu,landasan ontologi mempertanyakan teneang objek yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindra) yang membuahkan pengetahuan? (Jujun S. Suriasumantri, 1985,hlm.34). secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuanya hanya pada daerahdaerah yang berada dalam jangkauan pengakaman manusia. Objek penelaahan yang berada dalam batas pra-pengalaman dan pasca-pengalaman diserahkan ilmu kepada pengetahuan lain. Ilmu hanya merupakan salah satu pengetahuan dari sekian banyak pengetahuan yang mencoba menelaah kehidupan dalam batas ontologis tertentu. Penetaapan lingkup batas penelaahan keilmuan yang bersifat empiris ini adalah konsisten dengan asas epistemologi keilmuan yang mensyaratkan adanya verifikasi secara empiris dalam proses penemuan dan penyusunan pernyataan yang bersifat benar secara ilmiah. (Departemen Pendidikan dan Kebusayaan, 1984/1985,hlm.88). Dalam kaidah moral bahwa dalam menetapkan objek penelaahan, kegiatan ilmu tidak boleh melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat manusia, merendahkan martabat manusia, dan mencampuri permasalahan kehidupan. Disamping itu, secara ontologis ilmu bersifat netral terhadap nilai-nilai yang bersifat dogmatik dalam menafsirkan hakikat realitas sebab ilmu merupakan upaya manusia untuk mempelajari alam sebagaimana adanya. Di dalam ontologi terdapat beberapa aliran yang penting yaitu : Dualisme yang memanang alam menjadi ini terdiri dari dua macam hakikat sebagai sumbernya. sedangkan monisme ( materialisme) memandang bahwa sumber yang asal itu hanya tunggal. Idealisme memandang segala sesuatu serba cinta atau serba roh. Sedangkan faham yang mengingkari kesangupan manusia untuk mengetahui hakikat sapertiyang dikehendaki oleh ilmu meta fisika disebut aguosticisme. A. Faham serba dua (dualisme) Faham serba dua (dualisme) telah lama muncul dikalangan filfus. Pemikiran serba dua (dualisme ) dapat dimengerti dalam pemikiran Aristoteles yang disebut olehnya sebagai suatu materi dan bentuk. Di dalam dunia inilah kita menghadapi pengertianpengertian tentang “yang ada sebagai potensi “dan “ yang ada secara terwujud”. Menurut Aristoteles keduanya itu adalah sebutan yang melambangkan materi (hule) dan bentuk(eidos,morfe). Pengertian materi disini tidak sama dengan pengertian kita sekarang tentang materi. Dasar terakhir segala perubahan dari hal-hal yang berdiri sendiri dan unsur bersama yang terdapat di dalam segala sesuatu yang menjadi dan binasa menurut Aristoteles , adalah “materi pertama”. Dari materi pertama inilah timbul sebagai penyempurnaannya bentuk –bentuk segala sesuatu yang bermacam –macam itu. Pengertian materi dan bentuk, asas gerak dan tujuan, dipakai untuk mengembalikan segala sesuatu kepada dasar dasar yang terakhir. Bentuk “ada” atau asas ”ada” (eidos, morfe) telah kita temui pada Plato , yaitu idea. Akan tetapi apa yang diajarkan Aristoteles tentang eidos berbeda dengan apa yang di ajarkan Plato. Bagi eidos atau ide adalah pola segala sesuatu yang tempatnya di luar dunia ini, yang berdiri sendiri, lepeas dari pada benda yang konkret, yang adalah perumpamaannya. Bagi Aristoteles eidos adalah asas imanen atau yang berada di dalam benda yang konkrit, yang secara sempurna menentukan jenis benda itu, yang menjadikan benda yang konkrit itu disebut sebagai (meja, kursi,almari, dan lain-lain). Jadi pengertian yang ada manusia (meja, kursi, dan lain –lain) bukanlah sesuai dengan realitas ide yang berada di dunia ide, 3
melainkan sesuai dengan jenis benda yang tampak pada benda konkret. Kesatuan benda –benda yang mempersatukan segala benda yang bermacam-macam itu bukan berada di luar benda-benda itu, melainkan di dalamnya. Materi (hule) dalam arti mutlak adalah asas atau lapisan bawah yang paling akhir dan umum. Tiap benda yang dapat diamati diamati dari padanya. Oleh karena itu materi perlu mutlak bagi pembentukan segala sesuatu. Materi pada dirinya, artinya: lapis daripada segala bentuk, tidak memiliki kenyataan, bukan hal berarti berdiri sendiri. Sekalipun demikian materi bukan hal yang “tidak ada” sama sekali. Materi adalah kenyataan yang belum terwujud, yang belum ditentukan, akan tetapi yang memiliki potensi, bakat untuk menjadi terwujud atau menjadi ditentukan oleh bentuk. Padanya ada kemungkinan untuk menjadi nyata, karena kekuatan yang membentuknya. Di lain pihak, bentuklah yang dapat menjadikan meteri menjadi nyata, bukanlah pola yang kekal dari segala hal yang nyata, bukan pula hanya idea, seperti yang diajarkan Plato, akan tetapi sekaligus juga menjadi tujuan yang akan dicapai materi, dan kekuatan yang menjadikan materi yang belum terbentuk menjadi nyata. Demikianlah bahwasanya materi dan bentuk tidak dapat dipisahkan. Materi tidak dapat berada tanpa bentuk, sebaliknya bentuk pun tidak dapat berada tanpa materi. Tiap benda yang dapat diamati disusun dari bentuk dan materi. Materinya adalah rangkuman segala yang belum ditentukan ada, yang belum terwujud , sedangkan bentuknya memberi kesatuan kepada itu. Paham serba dua (dualisme) juga di kenal dalam pemikiran Rene Descaratos yang menamakan kedua hakikat tersebut dengan istilah dua kesadaran(rohani) dan dunia ruang / keberadaan. Hakikat atau subtansi keberadaan adalah kekuasaan dan Subtansi jiwa adalah pmikiran. Ajaran Rene Descaratos yang analistik dapat di lihat dalam pemikiranya tentang manusia. Jiwa adalah subtansi yang tunggal, yang tidak bersifat bendawi dan yang tidak dapat mati. Jiwa memiliki pemikiran sebagi sifat asasinya. Yang termasuk pemikiran addalah sesuatu yang terjadi di dalam diri manusia dengan pen getaahuannya, yaitu segala perbuatan indrarwi, khayalan,akal, kehendak. Sifat hakiki pemikiran ialah kesadaran. Tubuh memiliki sebagai sifat asasinya: keluasaan. Seperti halnya dengan segala hal yang bersifat beendawi tubuh adalah sasaran ilmu fisika. Diantara tubuh dan jiwa terdapat pertentangan yang tak terjembatani. Kesatuan yang tampak hanya bersifat lahiriah saja, karena masing-masing mewujudkan hal berdiri sendiri-sendiri. Pada dasarnya manusia ada pada jiwanya, sebab jiwa memperalat tubuh untuk perbuatan tertentu. Dengan demikian jiwa dan tubuh slaing mempengaruhi, dimana jiwa berada dalam sebuah kelenjar kecil yang letaknya di bawah otak kecil. Secara tidak langsung jiwa mempengaruhi tubuh dengan mengambil alih gerak-gerak tubuh dengan perantara nafas hidup. Nafas hidup membawa sapasang-sepasang indra kepada kelenjar kecil. Dengan gerak kelenjar ini ditangkap oleh jiwa yang menjawabnya dengan pengamatan yang sesuai dengan perangsang-perangsang tadi. Berdasarkan pada pandangan ini subjek yang sebenarnya dalam manusia adalah jiwa, sebab pengamatan itu terjadi di dalam jiwa dan hanya karena jiwa berdasarkan hakikatnya sendiri, bebas daripada ikatannya dengan tubuh. B. Faham Monisme (materialisme) Faham monisme berbeda dengan faham dualisme, faham monisme memandang bahwa hakikat yang asal dari seluruh realitas hanyalah satu. Apabila monisme yang memandang bahwa hakikat berasal dari realitas adalah materi maka paham ini disebut materialisme. Sedangkan monisme yang memandang bahwa hakikat yang asal dari realitas ini adalah rohani maka paham ini disebut spiritualisme atau idealisme. Thales 4
(625-545)sebelum masehi adalah salah satu penganut monisme. Menurut keterangan Aristoteles, kesimpulan ajaran Thales ialah “ semua itu air”. Air yang cair itu adalah pangkal pokok dan dasar (principe) segala-galanya. Semua barang terjadi dari air dan semuanya kembali kepada air pula. Disini theles menyatakan bahwa air adalah sebab yang pertama dari segala yang ada dan yang jadi. Tetapi juga akhir dari segala yang ada dan yang jadi itu. Di awal aair di ujung air. Asal air pulang ke air. Air yang satu itu adalah bingkai dan pula isi, atau dengan perkataan filosofi air adalah substran (bingkai) dan substansi (isi) kedua-duanya. Selain Thales ada pula filsuf yang menganut monisme yaitu Anaximandros dan Amaximenes. Menurut Anaximandos, asas pertama itu adalah to aperion (yang tak terbatas). Asas pertama ini disebut demikian karena tidak memiliki sifat-sifat benda yang dikenal manusia. Sedangkan menurut Anaximenes menyatakan bahwa asas pertama segala sesuatu, darimana segala sesuatu berasal, adalah hawa atau udara. Seperti halnya dengan jjiwa manusia adalah hawa atau udara adanya, mempersatukan segala sesuatu pada manusia, demikianlah udara mempersatukan segala sesuatu di dalam jagat raya. Maka udara atau hawa itulah adanya pemadatan dan pengenceran udara. Karena udara menjadi encer atau cair, maka timbulah api. Demikian dari udara atau hawa terjadi anasir-anasir yang membentuk jagat raya dengan segala isinya. Demokritos (640-360) sebelum Masehi memandang bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya tak dapat dihitung dan amat halusnya. Atom-atom itulah yang menjadi asal kejadian peristiwa alam. Pada Demokritos inilah tampak pendapat materialisme klasik yang lebih tegas. C. Faham idealisme Lawan dari materialisme adalah idealisme atau spiritualisme.Menurut idealisme semuanya serba cinta, sedangkan menurut spiritualisme semuanya serba roh. Aliran ini menganggap bahwa hakikatnya kenyataan yang beraneka ragam ini semua berasal dari roh atau sukma atau yang sejenis dengan itu. Pokoknya sesuatu yang tidak berbentuk dan yang tidak menempati ruang. Menurut anggapan aliran ini materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan rohani. Alasan terpenting dari aliran atau paham ini adalah manusia menganggap roh atau sukma itu lebih berharga, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia. Roh itu dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya, sehingga materi hanyalah bendanya, bayangan atau penjelmaan saja. Aliran ini berusaha menerangkan hakikat yang menggerakan manusia itu selama hidupnya dan bagaimana gerakan itu sendiri sesudah mati. Bagi penganut paham ini, yang mereka sebut materi itu adalah suatu kumpulan berbagai tenaga yang menempati ruang dan tenaga itu adalah jenis rohani. Sepanjang sejarah pemikiran filsafat, idealisme memiliki beerapa macam. Masingmasing idealisme tersebut memiliki arti tersendiri bagi pendukungnya. Dalam hal ini ada 4 idealisme, yaitu idealisme subyektif, idealisme obyektif, idelisme rasionalistik dan idealismetis. Epistemologi keilmuan 1. Pengertian epistemologi Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengendalaian-pengendalian, dan dasar-dasarnya serta pengertian mengenai pengetahuan yang dimiliki mula-mula manusia percaya bahwa dengan kekuatan pengenalanya ia dapat mencapai realitas sebagaimana adanya. Mereka mengandaiakan begitu saja bahwa pengetahuan mengenai kodrat itu mungkin, meskipun beberapa di antara mereka menyebutkan bahwa pengetahuan mengenai
5
struktur kenyataan dapat lebih dimunculkan dari sumber-sumber tertentu ketimbang sumber-sumber lainya. Istilah “epistemologi” dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah “ theory of knowladge”. Epistemologi berasal dari kata “ episteme” dan”logos”. Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti teori. Lebih rinci lagi epistemologi diartikan sebagai salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode, dan validitas pengetahuan. Selain itu terdapat berbagai istilah yang maksudnya sama dengan epistemologi yakni: gnosiologi, logika material, dan juga criteriologi. Yang dari ketiganya dalam bahasa Indonesia pada umumnya disebut filsafat pengetahuan. Dalam rumusan J.A.N.Mulder disebutkan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang watak, batasbatas, dan berlakunya ilmu pengetahuan. Pada dasarnya prinsip dari epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentant terjadinya pengetahuan, sumber penggetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat metode, dan keahlian pengetahuan. Oleh karena itu sistematika penulisan epistemologiadalah terjadinya pengetahuan, teori kebenaran, metode-metoda ilmiah, dan aliran-aliran teori pengetahuan. 2. Terjadinnya pengetahuan Proses terjadinya pengetahuan menjadi masalah mendasar dalam epistemologi sebab hal ini akan mewarnai pemikiran kefilsafatannya. Pandangan sederhana dalam memikirkan proses terjadinya pengetahuan yaitu dalam sifatnya baik a priori maupun a porteriori pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman indra maupun pengalaman bathin. Sedangkan poteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman. Didalam mengetahui memerlukan alat diantaranya penngalaman indra (sense experiience) , nalar (reason), otoritas (autority), intuisi (intuition), wahyu (revelantion) dan keyakinan (faith). Sepanjang sejarah kefilsafatan alat-alat untuk mengetahui tersebut memiliki peranan masing-masing baik secara sandiri-sendiri maupun berpasangan satu sama lain tergantung pada filfus atau paham yang dianut. Menurut salah satu tokoh empirisme Thomas Hobbes yang hidup pada tahun 1588-1679 menyatakan bahwa pengalaman atau pengetahuan diperoleh karena pengalaman. Pengalaman adalah awal segala pengetahuan juga awal pengetahuan tentang asas yang diperoleh dan diteguhkan oleh pengalaman. Segala ilmu pengetahuan diturunkan dari pengalaman, hanya pengalamanlah yang memberi jaminan akan kepastian.selain itu pengalaman dapat pula diartikan sebagai keseluruhan atau totalitas segala pengamatan, yang disimpan di dalam ingatan dan digabungkan dengan suatu pengharapan akan masa depan, sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa yang lampau. Menurut Locke sasaran atau objek pengetahuan adalah gagasan atau idea-idea, yang timbulnya karena pengalaman lahiriyah dan pengalaman bathiniah. Menurut Fichte filsafat seebagai ajaran tentang ilmu pengetahuan dibedakan menjadi dua yaitu: ajaran tentang ilmu pengetahuan yang teoritis dan ilmu pengetahuan yang praktis. 3. Teori kebenaran Pada umumnya ada beberapa teori kebenaran yaitu: teori kebenaran saling berhubungan, teori kebenaran saling berkesucian, teori kebenaran inkerensi. Teori kebenaran saling berhubungan (cocherence theory of truth), yang mendapat bahwa suatu proposisi itu benar apabila hal tersebut mempunyai hubungan dengan ideide dari proposisi yang telah ada atau benar. Dengan kata lain yaitu apabila proposisi itu mempunyai hubungan dengan propisisi yang terdahulu yang benar. Pembuktian teori kebenaran koherrensi dapat melalui fakta sejarah dan logika. Pembuktian yang pertama apabila merupakan proposisi sejarah. Dan pembuktian yang kedua apabila merupakan 6
pernyataan-pernyataan yang bersifat logika. Sedagkan teori kebenaran yang saling berkesucian (correspondence theory of truth) memiliki pandaanagan bahwu suatu proposisi itu bernilai benar apabila proposisi itu saling berkesucian dengan kenyataan atau realitas. Kebenaran demikian dapat dibuktikan dengan secara langsung pada dunia kenyataan. Berbeda halnya denga teori kebenaran inherensi (inheerent theory of truth). Disamping itu teori ini disebut pula teori prakmatis yang memandang bahwa suatu proposisi memiliki nilai kebenaran apabila memiliki akibat atau konsekuensikonsekuensi yang bermanfaat, mksudnya ialah hal tersebut dapat dipergunakan. Mencari kebenaran telah lama diupayakan oleh para filfus. Menurut plato kebenaran yang pertama adalah yang diluar dunia ini.maksudnya ialah suatu kesempurnaan tidak dapat dicapai di dunia ini. Berbedadangan aurelius augustinus (354-430) yang menegaskan bahwa pemikiran dapat mencapai kebenaran dan kepastian. Sekalipun berpikir pada dirinya ada batasnya, namun dengan berpikir orang dapat mencapai kebenaran yang tiada batasnya, yang kekal abadi. Dengan berpikir orang dapat sampai kepada pertimbangan – pertimbangan yang bersifat abadi. Hasil pemikiran itu diungkapkan dalam pertimbangan-pertimbangan yang bersifat abadi, yang perlu mutlak dan tidak dapat diubah. Jika ada pertimbangan-pertimbangan yang bersifat abadi, yang tidak terbatas,tidak berubah,tentu yang ada kenyataan yang kekal abadi, yang perlu mutlak, yang tidak berubahyang mengatasi segala pikiran manusia. Kenyataan ini sudah selakyaknua bersifat rohani, bukan badani, serta menjadi sumber segala hidup dan pikiran. Selain itu pada abad ke-17 dari paham reasionalisme, yaitu Rene Desconrtes (1596-1650) menegaskan, yang harus dipandang sebagai yang benar adalah apa yang jelas dan terpilih-pilih. Apa yang jelas dan terpilih-pilih itu tidak mungkin didapatkan dari apa yang ada di luar kita. Salah satu contohnya adalah lilin (jawa: malam) dan sarang madu ( jawa:tala) yang apabila kita amati sebuah sarang madu ada beberapa pada indera kita : lidah kita dapat merasakan madunya dan dapat kita lihat rupa atau bentuknya dengan mata selain itu juga hidung kita dadpat mencium baunya, jari kita dapat merasakan keras dan dinginnya. . Tapi jika sarang madu itu kita letakkan di atas suatu wadah yang berada di atas api, sifat-sifatnya beubah, sekalipun lilinnya tetap ada. Sifat-sifat itu sekarang cair, lunak, sudah dilentur, dan lain dsebagainya. Jadi yang tampak, yang dapat kita amati bukanlah lilin itu sendiri. Adanya lilin kita ketahui dengan rasio atau akal kita. Maka benda yang disebut lilin itu pada dirinya tidak dapat diamati. Sebab benda itu dengan cara yang sama tercakup dalam segala penampakannya. Pengethuan kita tentang lilin tadi bukan karena wahyu,bukan karena pengamatan atau sentuhan atau khayalan, melainkan pemeriksaan rasio. Apa yang kita duga dan kita lihat dengan mata kita itu hanya dapat kita ketahi semata-mata dengan kuasa penilaian kita, yang terdapat di dalam rasio atau akal. Pengetahuan dengan indera itu adalah kabur. Di dalam hal ini kita sama dengan binatang. Oleh karena itu, kita harus meragukan apa yang kita amati dan kita ketahui sehari-hari. Semuanya itu harus dengan sadar kita pandang sebagai tidak pasti. Pada abad ke-20 seorang tokoh paham progmalisme yang bernama “ william James (1842-1910)” di dalam bukunya the meaning of trurh, atau “arti kebenaran” James a mengemukakan , bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri , lepas daripada akal yang mengenal.sebab pengalaman kita berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah. 4. masalah metode-metode Metode berasal dari bahasa yunani yaitu “metodos” yang terdiri dari unsur : “meta” berarti cara, perjalan sesudah; dan “hovos” berarti: cara, perjalanan, arah. Metode merupakan kajian, telaah, dan penyusunan secara sistematik dari beberspa proses dan 7
asas-asas logis dan percobaan yang sistematis yang menuntut suatu penelitian dan kajian ilmiah; atau sebagai penyusunan struktur ilmu-ilmu vak. Dalam filsafat sulit sekali membahas metode,walaupun begitu dapat disebutkan beberapa metode filsafat, yaitu : metode kritis, metode eksperimentil, metode skolatik, metode intuitif, metode geometris, metode kritis tramkudental, metode dialektis dan metode analitika bahasa. Metode-metode tersebt tetap mengikuti hakikat umum sebagaimana terdapat dalam metode-metode ilmiah umum. Metode ilmiah terbagi menjaadi dua yaitu: metodemetode ilmmiah umum dan metode-metode ilmiah khusus. A. Metode-metode ilmiah umum Sistematisasi metode-metode ilmiah kerap mengacaukan metode-metode umum yang berlaku bagi semua ilmu dan bagi segala pengetaahuan dan metode-metode yang hanya berlaku bagi ilmu khusus. Metode-metode umum kerap dikaitkan dengan ilmu pengetahuan tertentu saja. Misalnya: metode- metode dibatasi pada filsafat, metode sintesis dibatasi pada ilmu natural atau sosial, metode induktif dibatasi pada ilmu eksperimental, metode deduktif dibatasi pada ilmu pasti, metode introspeksi dibatasi pada ilmu psikologi. Tetapi sebenarnya dapat disebut sejumlah unsur-unsur dan metode-metode umum yang berlaku bagi jalan pengetahuan manusia pada umumnya, jadi berlaku pula bagi semua ilmu pengetahuan tanpa pengecualian.
B. Metode-metode ilmiah khusus Masing-masing ilmu pengetahuan mempunyai metode dan logika tersendiri. Sebaiknya metode demikian langsung disebut ; ilmu pasti, metode ilmu alam, metode sosiologi, metode filsafat, dan sebagainya. Dengan demikian mencegah banyak kesalah pahaman. Di dalam semua metode ilmiah khusus ini diterapkan semua unsur metode umum yang tersebut nomor 04.2. Namun sesuai dengan sifat tertentu (menurut objek formal), unsur-unsur itu semua bersama mendapat arti dansifat lain. Dan dalam rangka metode ilmiah khusus menjadi mungkin unsurunsur tertentu mendapat tekanan dan kedudukan yang berbeda. Misalnya induksi mempunyai arti dan fungsi dalam ilmu pasti, dan ilmu alam, ilmu mendidik, atau dalam filsafat. Bagitu juga halnya dengan analogi, contoh, dan sebagainya. Menurut Francis Bacon hingga kini penemuan-penemuan yang ada terjadi karena kebetual saja. Mulai sekarang penemuan-penemuan harus dilakukan karena tugas dan secara metodis. Agar supaya tugas itu dapat dilaksanakan, di perlukan: a. Bahwa alam diwawancarai. b. Bahwa orang bekerja menurut suatu metode yang benar, c. Bahwa orang bersikap pasif terhadap bahan-bahan yang disajikan alam, artinya: orang harus menghindarkan diri dari mengemukakan prasangka-prasangka terlebih dahulu 5. Pahaam-paham pengetahuan dan pengenalan Pada garis besarnya ada beberapa paham pengetahuan, antara lain: empirisme, idealisme, kritisisme, rasionalisme, dan realisme. Empirisme mengatakan bahwa pengetahuan manusia berasal dari pengalamannya dari dunia luar yang ditangkap panca indranya. Menurut idealisme pengetahuan itu adalah kejadian dalam jiwa manusia, sedangkan kenyataan yang diketahui manusia terletak diluar. Sedangkan kritisisme berpendapat bahwa pengetahuan itu berasal dari luar maupun dari jiwa manusia itu sendiri. Dalam rasionalisme sumber pengetahuan manusia itu ialahpemikiran, rasio dan jiwa manusia. Sedangkan menurut realisme ditegaskan bahwa pengetahuan 8
manusia merupakan gambar yang baik dan tepat daripada kebenaran, dan dalam pengetahua yang tergambar kebenaran sebagaimana sesungguh ada.
6. pandangan filfus tentang pengenalan “Pengenalan” telah menjadi masalah penting sepanjang sejarah pemikiran filsafat. Menurut Aristoteles ada dua macam pengenalan yaitu: pengenalan rasional dan pengenalan indrawi. Pengenalan rasional dapat mengenal hakikat sesuatu, sedangkan inderawi memberikan pengetahuan tentang bentuk benda. Sedangkan menurut plato ada dua jenis pengenalan. Di satu pihak ada pengenalan idea-idea. Itulah pengenalan dalam arti yang sebenarnya. Plato menamakannya dengan kata episteme ( pengetahuan, “knowladge”). Pengenalan ini mempunyai sifat-sifat yang sama seperti obyek-obyek yang menjadi arah pengenalan itu : teguh, jelas, dan tidak berubah. Rasio adalah alat untuk mencapai pengenalan. Menururt Epikuros (341-271) sebelum Masehi menegaskan bahwa pengenalan dapat diperoleh melalui pengantar. Sesuatu yang benar adalah sesuatu yang diamati oleh indera pada suatu saat. Pandangan Thomas Aquinas memiliki persepektif lain. Kemampuan memikir dan mengenal terdiri dari akal dan kehendak. Akal memiliki kemampuan yang lebih tinggi dan lebih mulia serta lebih penting dari kehendak sebab kebenaran lebih tinggi dari kebaikan. Menurutnya pengenalan berhubungan erat sekali dengan pandangannya tentang nisbah antara jiwa dan tubuh. Sedangkan dalam perkembangan berikutnya muncul intese baru yang diciptakan Yohanes Duan Scotusn(1266-1308). Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur empiris dan pemikiran Aristoteles. Dikatakan pemikiran atau sintese baru sebab ia berada diantara Thomas Aquenas di satu pihak dan Bonaventura di pihak lain. Menurut Duns Scotus pengalaman-pengalaman yang diperoleh melalui pengamatan dengan indera adalah penting. Ia memberi tekanan kepada empiri. Ia adalah tokoh empiris. Di dalam hal ini berada dengan tokoh-tokoh pengikut Aristoteles yang menekankan kepada akal dan oleh karenanya bersifat intelektualistis. Rene Descortes (1596-1650), sebagai tokoh rasionalisme telah mengutaikan tentang pengamatan dengan gamblang bahwa pengamatan inderawi tidak memberi nilai praktis. Barabg-barang di luar kita hanya memberikan idea yang samar-samar saja. Idea yang samar-samar itu hanya memberitahukan kepada kita hal perasaan subyaek yang mengamatinya. Hanya pemikiran yang jelas dan terpilah-pilah yang dapat mengajar kita secara sempurna tentang hakikat sesuatu dan sifat-sifatnya, yaitu: melalui pengertian-pengartian atau idea-idea yang secara langsung jelas. Yang diketahui pemikiran secara langsung tanpa perantara adalah dirinya semata-mata. Barang-barang diluarnya hanya dikenal secara tidak langsung, dengan perantaraan. Pengartianpengartian itu atau idea-idea itu semula dikenal dalam realitasnya sendiri. Pemikiran dalam dirinya sendiri idea-idea itu sebagai gagasan, yang menampakkan diri sebagai mencerminkan obyek-obyek atau saran-saran di luar kita. Oleh karenaitu idea-idea juga memililki alat untuk mengenal hal-hal yang di luar pikiran. Pengartian yang jelas dan terpilah-pilah tadi ternyata benar-benar sesuai dengan apa yang digambarkan
2.4 Aksiologi keilmuan Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum. Sebagai landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihanpilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik , prosedural yang merupakan 9
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral atau profesional? (Jujun S.Suriasumantri, 1985, hal.34-35. Pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemasalamatan manusia. Dalam hal ini, ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan kelestarian atau keseimbangan alam. Untuk kepentingan manusia tersebut pengetahuan ilmiah yang diperoleh dan disusun dipergunakan secara komunal dan universal. Komunal berarti ilmu merupakan pengetahuan yang menjadi milik bersama, setiap orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya. Universal berarti bahwa ilmu tidak mempunyai konotasi ras, ideologi, atau agama. Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transfortasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika keilmuan serta masalah bebas nilai. Pekembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan telah menciptakan berbagai bentuk kemudahan bagi manusia, bahwa ilmu pengetahuan dan tekniloginya merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia, terbebas dari tutuk yang membawa malapetaka dan kesengsaraan? Memang dengan jalan mempelajari teknologi seperti pembuatan bom atom, manusi bisa memanfaatkan wujudnya sebagai sumber energi Di bidang etika, tanggugung jawab seorang ilmuan, bukan bukan lagi memberi informasi namun harus memberi contoh. Dia harus bersifat objektif, terbuka, menerima, keritik menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggap benar dan kalau berani mengakuai kesalahan Berdasarkan sejarah teradisi islam ilmu tidaklah berkembang pada arah yang tak terkendali, tapai ia harus bergerak pada arah maknawi dan umat berkuasa untuk mengendalikannya. Ilmu pengetahuan harus mendapat tempat yang utuh, eksistensi ilmu pengetahuan bukan ” melulu” untuk mendesak kemanusiaan, tetapi kemanusiaanlah yang menggenggam ilmu pengetahuan untuk pepentingan dirinya dalam rangka penghambaan diri kepada sang Pencipta. Menurut mereka ilmu pengetahuan hanyalah sebagi objek kajian untuk mengembangkan ilmu pengetahaun sendiri. Tujuan ilmu pengetahuan merupakan upaya peneliti atau ilmuwan menjadiakan ilmu pengetahuan sebagi alat untuk menambahahkan kesenangan manusia dalam kehidupan yang sangat terbatas di muka bumi ini, pengetahuan itulah yang nantinya akan melahirkan teknologi. Teknologi jelas sangat dibutuhkan oleh manusia untuk mengatasi berbagi masalah, dan lain sebaginya.
Kesimpulan Ilmu adalah suatu pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerapkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) tersebut, seperti ilmu hukum, ilmu pendidikan, ilmu ekonomi dan sebagainya. “ ilmu pengetahuan, suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing mengenain suatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun sedemikian rupa menuru asasasas tertentu, hingga menjadi kesatuan; suatu sistem dari berbagai pengatahuan yang masingmasing didapatkan sebagai hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode-metode tertentu(induksi,deduksi).”
10
Di dalam buku-buku ilmu pengetahuan, objek dan sudut pandang itu telah memperoleh nama yang tetap. Jadi, objek dibedakan atas objek material dan objek formal. Objek material yaitu objek/ lapangan dilihat secara keseluruhan( manusia, hewan, alam, dan sebagainya).sedangkan, objek formal yaituobjek/lapangan jika dipandang dari suatu aspek tertentu saja.Menurut bahasa, ontologi ialah berasal dari bahasa Yunani Yaitu, On/ontos = ada, dan logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Menurut istilah, ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan Ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkrit maupun rohani/absterak. Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengendalaian-pengendalian, dan dasar-dasarnya serta pengertian mengenai pengetahuan yang dimiliki mula-mula manusia percaya bahwa dengan kekuatan p Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum. Sebagai landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik , prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral atau profesional? (Jujun S.Suriasumantri, 1985, hal.3435engenalanya ia dapat mencapai realitas sebagaimana adanya REFERENSI Drs.H.Salam,Burhanuddin.1993.Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi.Jakarta: PT Rineke Cipta Drs. Surajiyo.2010.Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia.Jakarta: Bumi Aksara DR.Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat I
____________
Oleh: Lina Wiyani (Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu dengan dosen Afid Burhanuddin, M.Pd.)
11