QIRÂ`AH SYÂŻŻAH DAN IMPLIKASINYA DALAM PENAFSIRAN AL-QUR`AN Oleh: Faiz Husaini Mahasiswa Pascasarjana Universitas al-Azhar Kairo, Fakultas Uṣuluddin, Konsentrasi Tafsir & Ulum al-Qur`an Email:
[email protected] Abstrak Qirâ`ah syâżżah merupakan qira`at di luar qira`at tujuh (qirâ`ât al-sab'ah). Sejak kemunculnya secara substansi sudah sejak zaman para sahabat, namun baru muncul secara istilah khusus –yang merupakan bagian dari macam-macam qirâ`at– adalah pada sekitar abad ke empat Hijriah. Karena dianggap tidak masuk dalam qira`at tujuh tersebut, ia menuai banyak komentar dan tanggapan dari para sarjana Islam. Akan tetapi pada prinsipnya Qirâ`ah Syâżżah dapat menjadi penguat atas suatu interpretasi yang dihasilkan dari qira`ah mutawatir. Kata kunci: Qirâ`ah syâżżah, penafsiran Al-Qur`an. kajian dalam penulisan ini mencakup
A. Pendahuluan Pembahasan tentang pelbagai aspek
beberapa hal sebagai berikut: Pertama,
dalam disiplin ilmu qira`at tidak akan
tinjauan
normatif
pernah habis ditelan waktu, justru akan
Qirâ`ah
syâżżah.
terus bertambah sampai masa yang akan
penilaian ahli bahasa arab (an-nuḣḣâh),
datang. Hal ini disebabkan karena ilmu
uṣûliyyûn & fuqahâ’, dan orientalis
qira`at memiliki banyak korelasi dengan
terhadap Qirâ`ah syâżżah; Ketiga, Apa
berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu,
implikasi Qirâ`ah syâżżah dalam tafsir Al-
untuk memperkaya khazanah keilmuan
Qur`an. Signifikansi dari judul dan segala
dalam disiplin ilmu qira`at, maka perlu
pembahasannya pada penulisan ini adalah
menkajinya dengan berbagai pendekatan.
untuk mencari beberapa kesimpulan yang
Seperti, mengkajinya dari aspek historis,
terkait dengan pengaruh Qirâ`ah syâżżah
pengaruhnya dalam linguistik, teologi,
dalam tafsir.
sematik-fonetik, tafsir, dan bahasa Arab
B. Hasil Temuan dan Pembahasan
(sintaksis-morfologi). Adalah
sebuah
kebahagiaan
dan
keindahan yang tak terukur, tatkala
1. Berkenalan Syâżżah Secara
tentang Kedua,
rumusan Bagaimana
dengan
etimologi
Ibn
Qirâ`ah Manzhûr
seseorang masih selalu menyibukkan
(2003, V: 59.) dalam bukunya Lisân al-
dirinya dengan terus belajar (mengkaji)
‘Arab mengatakan:
Al-Qur`an dari segala aspek dan gemar
وذا أي ا د
mengajarkannya kepada orang lain. Fokus
و "ر و ر
ّ " ا
Vol. I No. 02, November 2015
Dalam pendapat lain disebutkan bahwa
makna
bahwa qira`ah
al-
syâżżah adalah sebuah qira`at yang
al-nudrah
sanadnya tidak ṣahih. Sedangkan Az-
(‘Abdullâh ibn Ḣammâd al-Qurasyi,
Zarqâni (2001, I: 357) dalam Manâḣil
1430
secara
al-'Irfân juga sependapat dengan Ibn
Ibn al-Jazari (2000: 7)
'Aqîlah, ia menambahkan contoh qira`ah
mufâraqah, H:
adalah
Qur`ân menjelaskan
syâżż
al-tanaḣḣi, 21).
terminologi,
Sedangkan
mendefinisikan Qirâ`ah syâżżah adalah
syâżżah
qira`ah
Samayqa' dalam kalimat ( ّ ) dibaca
yang
persyaratan
tidak
secara
memiliki lengkap
tiga
(sesuai
dengan bahasa Arab, sesuai dengan salah
seperti
qira`ahnya
Ibn
al-
( ّ ). Ulama bahasa ('ulamâ`u al-lughah)
satu Musḣaf Uṡmani, dan sanadnya
sering menggunakan istilah
ṣahih) seperti yang dimiliki oleh “qira`at
dengan
mutawatir”. Sebagaimana telah beliau
bertentangan
sebutkan dalam karya monumentalnya
dalam suatu permasalahan –bahasa–,
Thayyibatu al-Nasyr fî al-Qirâ`ât al-
adapun ulama qira`at ('ulamâ`u al-
'asyr:
qirâ`ât) menggunakan istilah syażżah
ـــ "! وا و#$ ي%&! '( *) ا+ !ن-و ــــ آن/ ــ ا0 إ* !دا2ّ 3و !ن-ٔر%& ا4567ـــ8ــ ـــــــــ ه ا ـ :;5ٔ ا- ر#ّ '< ! 8=(و 4ـــ وذه ــ أ @ ا ?ـ;>ـ
maksud
dengan
sesuatu
yang
kaidah
umum
dengan
maksud
syâżżah
menjelaskan
suatu
qira`at yang berada di luar qira`at sepuluh (mâ warâ`a qirâ`ât al-'asyr), meskipun
qira`at
ini
sanadnya
bersambung sampai kepada sahabat ataupun lainnya. Para ulama qira`at dan fikih
sepakat
mendifinisikan
secara
Akan tetapi, Ibn al-Jazari (tth: 79)
praktis tentang makna Qirâ`ah Syâżżah,
dalam karya lainnya, yaitu Munjidu al-
yaitu semua qira`at selain qira`at al-
Muqri`în wa Mursyidu al-Thâlibîn lebih
‘asyr,
memperketat
terhadap
berpendapat lebih ketat, selain qira`ah
suatu qira`at yang bisa dikategorikan
sab’ah adalah syażah (Aḣmad al-Bîlî,
sebagai “bagian” dari Al-Qur`an. Syarat
188: 110). Namun, pendapat yang lebih
utamanya adalah sanad qira`at tersebut
kuat atau yang lebih banyak disetujui
harus mutawatir. Sementara itu, Ibn
mayoritas
‘Aqîlah (2011: 136) dalam kitabnya
pertama, yaitu semua qira`ah di luar
az-Ziyâdah wa al-Iḣsân fî 'Ulûm al-
qirâ`ât al-'asyrah.
174
persayaratan
meskipun
ulama
ada
juga
adalah
yang
pendapat
Qirâ`ah Syażżah
Vol. I No. 01, Mei 2015
Sejarah Qirâ`ah Syâżżah berawal
wahyu yang sudah tertulis dalam muṣaf.
pada masa pra-rasm. Jumlahnya tak
Pada tahapan ke tiga, wahyu tersebut
terhingga,
banyak
menjelma menjadi muṣaf dan itulah yang
variannya, maka standar qira`ah yang
disebut teks. Pada tahap ini, wahyu Al-
diterima pada masa itu adalah dengan
Qur`an menjadi korpus resmi tertutup
dua syarat, yaitu: (1) Qira`at yang sesuai
(corpus
dengan salah satu dialek bahasa arab, (2)
Arkoun, 1996: 77).
karena
begitu
official
close)
(Mohammed
Sumber qira`at tersebut adalah talaqqi
Kembali ke pembahasan awal tadi,
secara langsung dengan Rasulullah Saw.
yaitu tentang sejarah qira`ah syażah.
atau dengan para sahabat. Faktanya
Sebagaimana
bahwa
juga
munculnya
yang
substansi sudah ada sejak zaman para
dilakukan oleh Uṡman ra., maka ulama
sahabat, tetapi baru muncul secara istilah
menambahkan satu syarat lagi, yaitu
khusus –yang
sesuai dengan salah satu rasm uṡmani
macam-macam qira`at– adalah pada
(muṣḣaf
hanya
sekitar abad ke empat Hijriah. Salah satu
kemungkinan (iḣtimâli) (Aḣmad al-Bîlî,
indikasi historisnya adalah pada masa itu
1988: 39).
Ibn Mujahid, Ibn Khalawayh, dan Ibn
otentitisitas
ditentukan
Al-Qur`an
oleh
kodifikasi
meskipun
al-imâm),
Dengan
ungkapan
Qirâ`ah
Syâżżah
bahwa secara
merupakan bagian dari
bahwa
Jinni menulis tentang qira`ah syażah
persyaratan tambahan untuk qira`ah
dalam buku atau pembahasan tersendiri.
mutawatir harus sesuai dengan rasm
Adapun pada periode sebelum ini istilah
adalah salah satu batasan suatu qira`at
syaż terkadang disebut dengan istilah-
bisa disebut wahyu. Dalam hal ini
istilah seperti ba'ḍuhum (
Mohammed Arkoun berpendapat bahwa
berarti bacaan minoritas (syâż), ba'ḍu al-
wahyu
'arab (ب
dibagi
ke
tahapan/tingkatan, merupakan
lain
diketahui
dalam
transenden
dan
tak
diistilahkan
dengan
), qaum () م, disifati
ا
wahyu
dengan kata ( ّ ), dinisbahan kepada
Allah
yang
individu qâri', dan terkadang dengan
terbatas
yang
menyebut kata (( )ا رةMaḣmud Aḣmad
pertama
firman
tiga
) yang
ummu
al-kitâb.
Tingkatan ke dua, wahyu tak terbatas
al-ṣaghîr, 1999: 80-89). Tercatat
dalam
sejarah
bahwa
zaman
dahulu
tersebut ''menjelma'' dalam sejarah yang
peranan
diwahyukan kepada Nabi Muhammad
sangatlah
saw. dengan memakai bahasa arab.
''mengabadikan'' qira`ah syażżah sebagai
Tingkatan ketiga menunjukkan pada
bagian dari khazanah turâṡ Islam dan
Qirâ`ah Syażżah
ulama besar
di di
dalam
usaha
175
Vol. I No. 02, November 2015
keindahan bahasa arab, khususnya dalam
menurut Muḣammad Mas'ûd 'Ali Ḣasan
disiplin ilmu qira`at. Hal ini terbukti
'Îsâ (2009: 41) adalah sebagai berikut: (1)
dengan adanya beberapa buku turâṡ
Qira`ah syażżah yang sesuai dengan
yang banyak membahas tentang qira`ah
bahasa arab dan sanadnya juga ṣahih,
syażżah, seperti al-Muḣtasab karya Ibn
tetapi tidak sesuai dengan rasm uṡmâni,
Jinni, Syawwâż al-Qirâ`ât karya Abû al-
karena
Ḣasan ibn Stanbûż, al-Syawwâż fî al-
pengurangan, dan menganganti suatu
Qirâ`ât karya Aḣmad ibn al-Faḍl ibn
kalimat. Jenis qira`at ini seperti yang
Muḣammad al-Aṣbahâni, Mukhtaṣar fî
bersumber dari Ibn Mas’ûd, Abû Dardâ’,
Syawâżi al-Qur`ân min Kitâb al-badî'
dll. Contoh, dalam firman Allah (Q.S. al-
karya Ibn Khâlawaih.
Layl [92]: 3) %& ' ا *) وا+ ,-. وdibaca
Pada
perkembangannya
menurut
(%& 'وا
ada
unsur
penambahan,
)* )وا, yaitu dengan membuang
Rasyâd Muḣammad Sâlim (1995: 144-
kalimat (+ ,-.)و. (2) Qira`at yang dinukil
145) Qira`ah syażah dibagi menjadi tiga
oleh seseorang yang tidak ṡiqqah, seperti
kelompok, yaitu: (1) Qira`ah syażżah al-
Abû as-Sammâl. (3) Qira`at selain qira`at
masyhûrah, yaitu qira`ah yang sesuai
sepuluh (4) Qira`at yang sesuai dengan
dengan
rasm
bahasa arab dan rasm 'uṡmâni, tetapi tidak
uṡmâni, dan sanadnya ṣahih, hanya saja
ada satupun yang meriwayatkannya. Jenis
derajat qira`at ini tidak sampai pada
qira`at ini tidak boleh dijadikan ḣujjah
mutawatir. Contoh ( !"# )أ. (2) Qira`ah
dalam bahasa Arab.
kaidah
arab,
dibagi
Abdu al-'Âli al-Mas'ûl, (2008: 124-
menjadi dua, yaitu qira`ah yang sesuai
127) dan 'Abdu al-Fattâh al-Qâḍi, (1981:
dengan kaedah bahasa arab dan rasm
22) memberikan contoh qira`ah syażżah
uṡmani, tetapi sandnya tidak ṣahih dan
(1)
aḣâd,
kelompok
bahasa
aḣâd
juga
ّ /- .0 1ھ-.
qira`ah yang sesuai dengan bahasa arab,
(Q.S. al-Mujâdilah [58] : 2)
tetapi tidak sesuai dengan rasm, baik
Dalam
yang sanadnya sahih ataupun ḍaif. (3)
penambahan
Qira`ah al-mudarrajah, yaitu qira`at
dalam qira`ah mutawatir tanpa ada
yang dijadikan sebagai varian tafsir pada
tambahan huruh jâr ()ب.
sebagian ayat dalam Al-Qur`an (Aḣmad al-Bîlî, 1988: 110-111). Selain klasifikasi di atas ada juga
kalimat
itu
huruf;
terdapat sedangkan
(2) د-4 " ة ا5-6 (Q.S. Yasin [36]: 30) Pada
kalimat
tersebut
ada
pembagian qira`ah syażah dengan versi
pengurangan huruf; adapun dalam
lain, adapun pembagiannya dengan versi
qira`ah mutawatir ada huruf (% 7).
176
Qirâ`ah Syażżah
Vol. I No. 01, Mei 2015
(3) 7-8 ا9:!6 أن
shalat, karena qira`at
ini bukanlah
(Q.S. al-Baqarah [2] : 233)
termasuk
Di dalam kalimat ada perubahan
mutawatir), sedangkan qira`at syażżah
kalimat dan pada qira`ah mutawatir
tidaklah
dengan kalimat ( ّ <6 )أن.
mutawatir. Aḣmad ibn Muḣammad al-
Menurut Abû al-Ḣasan as-Sakhâwi
Bannâ (w. 1117 H) dalam Ittiḣâf
(w. 643 H) di dalam kitabnya Jamâl al-
Fuḍalâ'i al-Basyar bî al-Qirâ`âti al-
Qurrâ` wa Kamâlu al-Iqrâ`, hukum
Arba'ati 'Asyar menegaskan bahwa para
membaca qira`ah syażżah tidak boleh,
fuqahâ', uṣûliyyûn dan yang lainnya
karena status qira`at ini berada di luar
al-Qur'an sampai
(yang pada
harus tingkatan
sepakat bahwa qira`ah syażah adalah dari–al-Qur`an.
Oleh
itu,
mayoritas
ulama
dinukil oleh seorang yang ṡiqqah, tetapi
mengharamkan
membaca
qira`ah
sanadnya tetap saja ahâd. Meskipun tidak
tersebut, akan tetapi memperbolehkan
boleh membacanya, tetapi diperbolehkan
mendiskusikannya dan menulis atau
mempelajari
mengajarkannya,
mencetaknya dalam buku (Aḣmad ibn
mencetaknya ke dalam bentuk buku,
Muḣammad al-Bannâ, 1987: 71). Syeikh
menjelaskan isinya, dan menjadikannya
'Abdu al-Fattâh al-Qâḍi (w. 1403 H)
sebagai ḣujjah dalam masalah bahasa. Ibn
juga berpendapat bahwa al-Qur'an harus
al-ḣâjib (w. 646 H) juga setuju dengan
memiliki
pendapat di atas, hanya saja beliau
kemutawatiran al-Qur'an terdapat dalam
ijma’ dan bukan mutawatir, meskipun qira`at ini sesuai dengan bahasa arab dan
dan
menambahkan bahwa larangan itu berlaku untuk orang pandai berbahas arab dan juga orang yang tidak bisa bahasa arab, apabila
bukan–bagian karena
status
mutawatir
dan
qira'ât al-'asyr. Oleh karena itu, selain qira'ât al-'asyr tidak termasuk al-Qur'an, sehingga ia termasuk kategori qira`ah
yang melakukannya orang yang bodoh,
syażżah yang tidak boleh dibaca ketika
maka harus diberi pengertian dan jika
ṣalat.
yang melakukannya adalah orang pandai, maka ia perlu diberi peringatan sampai ia sadar (Muḣammad 'Abdu al-'Âzhîm al-
syażżah 1. Muḣammad ibn 'Abdi ar-Raḣmân ibn Muhaiṣin as-Sahmi al-Makki (w. 123 H)
Zarqâni, 338). Imam al-Nawawi (w. 676 H) juga berpendapat
Imam dan periwayat qira`ah
tidak
boleh
membaca
qira`ah syażżah ketika shalat dan di luar
Râwi : a. Aḣmad
ibn
Muḣammad
ibn
'Abdullâh ibn al-Qâsim ibn Nâfi' ibn Abî Bazzah (w. 170 H)
Qirâ`ah Syażżah
177
Vol. I No. 02, November 2015
b. Muḣammad ibn Aḣmad ibn Ayyûb ibn Syanbûż al-'Irâqi (w. 328 H) 2. Yaḣyâ
ibn
al-Mubârak
ahli fikih (fuqahâ), dan orientalis.
ibn
Mughîrah al-'Adawi al-Baṣri
mereka, yaitu ahli bahasa (an-nuḣât),
al(w.
2.1. Sikap ahli bahasa Arab (anNuḣât).
202 H)
Tatkala berbicara tentang qira`at
Râwi :
dari sisi taujihnya, maka sudah tentu
a. Sulaimân ibn Ayyûb ibn al-Ḣakam
tidak
al-Khayyâṭ al-Baghdâdi (w. 235 H) b. Aḣmad ibn Faraḣ ibn Jibrîl al-ḍarîr
bisa
perbincangan
terpisahkan seputar
dari
gramatikal
bahasa arab dan juga dialek yang ada di dalamnya. Sebenarnya para ahli nahwu
al-Baghdâdi (w. 303 H) 3. Al-Ḣasan ibn Yasâr al-Baṣri (Abû
sudah lebih awal mengetahui qira`ah
Sa'îd) (w. 110 H)
syażah sebelum muncul istilah syâżż
Rawi :
dalam disiplin ilmu qira`at, tentunya
a. Syujâ' ibn Abî Naṣr al-Balkhi al-
dalam perspektif ilmu bahasa Arab. Dalam konteks ini mereka juga
Baghdâdi (w. 190 H) b. Hafṣ ibn 'Umar ibn 'Abdu al-'Azîz
sangat berperan aktif dalam upaya
ibn ṣabhân al-Dûri al-Azdi al-
mengkaji secara detail tentang Qirâ`ah
Baghdâdi (w. 246 H)
Syâżżah dari perspektif bahasa Arab,
4. Sulaimân ibn Mahrân al-A’masyi al-
hal ini terbukti dengan banyaknya
Asadi al-Kâhili (w. 148 H)
manuskrip ataupun buku-buku yang
Rawi :
sudah dicetak yang membahas pelbagai
a. Al-Hasan ibn Sa'îd ibn Ja'far Al-
masalah yang terkait dengan qira`ah
Muthawwi’î al-Baṣri (w. 371 H)
syażżah. Oleh karena itu, mereka bisa
b. Muḣammad
ibn
Aḣmad
ibn
dalam
dua
golongan, yaitu: pertama, Golongan
(w. 388 H)
yang menerima qira`ah syażżah, yang diwakili oleh para pakar bahasa dari dalam
Para ulama dan pakar dari berbagai disiplin ilmu sangat beragam dalam menyikapi Qirâ`ah Syâżżah. Dalam hal penulis
akan
memaparkan
tiga
golongan untuk mewakili pandangan
178
ke
Ibrâhîm al-Syanbûżi al-Baghdâdi
2. Qirâ`ah Syâżżah Berbagai Perspektif
ini
diklasifikasikan
Kufah.
Kedua,
Kelompok
yang
menolaknya, dalam hal ini terwakili oleh para ahli nahwu dari Baṣrah. Keseriusan mereka terlihat sangat jelas
dari
upayanya
dalam
mengkodifikasi permasalahan qira`ah syażżah
yang
kemudian
mereka
Qirâ`ah Syażżah
Vol. I No. 01, Mei 2015
analogikan dengan kaidah bahasa arab
ungkapan lain, sikap beliau termasuk
yang mu’tabar dan langkah ini terus
''mengisyaratkan'' perlu dan bolehnya
berlanjut sampai pada abad ke empat
mengkaji serta mengambil ḣujjah dari
Hijriyyah. Usaha mereka tidak hanya
qira`ah syażżah sebagai sebuah solusi
berhenti pada itu saja, karena mereka
untuk
melanjutkannya sampai pada proses
bahasa.
memecahkan
problematika
mengurutkan Qirâ`ah Syâżżah sesuai
Dari pemaparan di atas, maka
dengan urutan ayat dan surah pada
sudah sangat jelas bahwa korelasi
muṣaf.
antara Qirâ`ah Syâżżah dan bahasa
Adapun dalam hal mengkaji
Qirâ`ah Syâżżah mereka menggunakan
arab
salah satu metode,
kehadiran
yaitu metode
sangatlah
erat.
Qirâ`ah
Sehingga Syâżżah
perbandingan antara qira`ah syażżah
memperkaya khazanah keilmuwan
dengan gaya bahasa arab yang sangat
dalam bahasa Arab. Hal ini terbukti
variatif, syair, dan juga perkataan orang
dari posisinya yang sering dijadikan
arab. Usaha mereka sampai pada
sebagai ḣujjah dalam sebagian kaidah
kesimpulan bahwa pengaruh Qirâ`ah
bahasa Arab.
Syâżżah tidak jauh beda dengan qira`ah
2.2. Sikap ahli fikih dan uṣûliyyîn
lain
dalam
pengaruhnya
terhadap
Apakah Qirâ`ah Syâżżah adalah
bahasa Arab (Maḣmud Aḣmad al-
bagian dari Al-Qur`an? Para ulama
ṣaghîr, 113-115).
berbeda pendapat dalam masalah ini,
Salah satu bukti kegigihan ulama klasik
dalam
membahas
pendapat pertama beranggapan bahwa
qira`ah
qira`ah syażżah adalah Al-Qur`an yang
syażżah adalah dengan mengakajinya
sudah dinasakh dan pendapat kedua
dari aspek linguistik atau yang kita
mengatakan bahwa qira`ah syażżah
kenal dengan istilah tajîh Qirâ`ah
adalah
Syâżżah adalah karya mereka dalam hal
persyaratan mutlak Al-Qur`an adalah
ini. Ibn Jinni (w. 392 H) merupakan
mutawatir, sedangkan derajat qira`ah
salah satu dari mereka yang telah
syażżah tidaklah mutawatir.
mengupas
Al-Qur`an,
karena
panjang-lebar
Para ulama fikih dan uṣûliyyîn
dengan
berbeda pendapat dalam masalah boleh
sebagaimana
atau tidaknya mengambil ḣujjah (dalil)
yang tertuang dalam karya beliau al-
dari qira`ah syażżah. Setidaknya bisa
Muḣtasab fî Tabyîni Wujûh Syawâż al-
diklasifikasikan menjadi dua golongan,
Qirâ`ât wa al-Îḍâh 'anhâ. Dengan
yaitu mażhab yang menggunakannya
tentang
dengan
bukan
qira`ah
pendekatan
Qirâ`ah Syażżah
syażżah
linguistik,
179
Vol. I No. 02, November 2015
sebagai ḣujjah dan mażhab yang tidak
ketika
mengangap qira`ah syażżah sebagai
Rasulullah saw., maka hal itu adalah
menentukan
dinisbatkan
kepada
suatu
sebuah kesalahan, karena kewajiban
hukum. Adapun yang menyetujui untuk
beliau adalah hanya menyampaikan
menjadikannya sebagai ḣujjah –wajib
wahyu;
beramal dengannya– adalah golongan
b. Adapun
ḣujjah
dalam
itu
pemindahan
Qirâ`ah
Hanafiyyah dan Hanabilah. Imam al-
Syâżżah adalah bisa jadi sebuah
Ghazali (w. 505 H) dalam al-Mustaṣfâ
khabar atau mażhab khusus. Untuk
menyebutkan
menengahi
alasan
golongan
perbedaan
di
atas
Hanafiyah dalam beriḣtijâj (mengambil
mungkin bisa mengambil poros
dalil) dari Qirâ`ah Syâżżah, mereka
tengah, yaitu ketika isi dari qira`ah
menganggap wajib mengamalkannya,
syażżah tidak kontradiksi dengan
karena
hadiṡ
walaupun
qira`ah
syażżah
yang
bersumber
adalah bukan bagian dari Al-Qur`an,
Rasulullah
tetapi minimal itu adalah sebuah
dijadikan ḣujjah dalam pengambilan
khabar
dan
hukum
khabar
adalah
mengamalkan
wajib.
Golongan
saw.,
dari
maka
bisa
hukum, tetapi jika kondisinya justru bertolak belakang, maka dalam
Hanabilah yang diwakili oleh al-Thûfi
konteks
al-Hanbali
menjelaskan tidak boleh berḣujjah
(w.
716
H)
juga
menambahkan alasan, sesungguhnya sesuatu yang dipindah dari Al-Qur`an,
ini
perkataan
yang
dengan qira`ah syażżah lebih tepat. 2.3. Sikap Orientalis
walaupun itu khabar ahâd adalah
Sebagaimana kita ketahui bersama
sebuah ḣujjah, karena posisinya berada
bahwa para orientalis tak pernah
di antara Al-Qur`an dan khabar, dan
lengah dalam memberikan kritikan
mengamalkan keduanya adalah suatu
dan
kewajiban (‘Izzat Syaḣât Karrâr, 2006:
mutawatir. Jadi, dengan analogi yang
71-72).
sangat
hujatan
terhadap
sederhana
qira`ah
kita
akan
Adapun golongan Malikiyah dan
menemukan sebuah kesimpulan, yaitu
sebagian Syafi’iyah berpendapat tidak
bahwa qira`ah mutawatir saja tidak
boleh mengambil ḣujjah (dalil) dari
bisa
Qirâ`ah
Syâżżah.
Pendapat
ini
terlepas
dari
hujatan
para
orientalis, apalagi Qirâ`ah Syâżżah
dikuatkan dengan dua alasan, yaitu:
yang notabenenya adalah dibawah
a. Sesungguhnya
mutawatir
qira`ah
syażżah
bukanlah bagian dari Al-Qur`an dan 180
dalam
tingkatannya.
Krikitkan mereka terhadap qira`at– Qirâ`ah Syażżah
Vol. I No. 01, Mei 2015
mutawatir ataupun syażżah–banyak
dengan
terwakili oleh Ignáz Golżiher (w.
(anfasikum), qira`at ini bersumber
1921 M), Theodor Nödleke (w. 1930
dari
M), dan Arthur Jeffery (w. 1959 M).
diriwayatkan oleh Fâṭimah, 'Aisyah,
Sebagian
memiliki
dan juga Ibn 'Abbas, aḍ-Ḍaḣḣak, dll.
perhatian khusus terhadap kajian
Para ulama sudah banyak yang
qira`at,
menjawab
orientalis baik
terhadap
qira`at
fatḣah-nya Rasulullah
huruf saw.
tentang
fâ' yang
gugatan
ini,
mutawatir ataupun syażżah. Mereka
diantara jawabannya adalah bahwa
mencoba
qira`at ini adalah Qirâ`ah Syâżżah,
melakukan
manuver
terhadap perbedaan yang ada di
tetapi
dalam
qira`at,
menggiring
ada
pertentangan
dengan
tujuan
maknanya
(saling
melengkapi)
opini
untuk
dengan
qira`ah
mutawatir
sebuah
meragukan
tidak
kebenaran Al-Qur`an
(anfusikum) dengan ḍammah-nya
yang merupakan pedoman utama
huruf fa'. Perbedaan makna antara
agama Islam. Selain itu langkah
kedua qira`at adalah ketika fâ-nya
mereka
dalam kalimat (anfusikum) dibaca
juga
bertujuan
merobohkan pondasi kokoh
secara
untuk
yang sudah
keseluruhan
dan
maka
ḍammah Rasulullah
artinya
saw.
bahwa
berasal
dari
berusaha memadamkan cahaya Allah
golongan manusia (bukan jin atau
SWT (Aḣmad al-Bîlî: 1988: 91).
malaikat), pemaknaan ini terjadi jika
Ignáz Golżiher salah satu orientalis
khithâb
dalam
()
ء-@)
untuk
yang memberikan beberapa gugatan
manusia secara umum, tetapi jika
terhadap
dan
khithâb yang dimaksud dalam ayat
syażżah, diantara gugatannya adalah
ini adalah untuk bangsa Arab, maka
sebagai berikut:
artinya
a. Menurut pendapatnya, bahwa dalam
berasal dari sebaik-baik kabilah
mengganti naṣṣ al-Qur'an terdapat
bangsa Arab. Adapun ketika fâ'-nya
ruang kebebasan bagi siapapun yang
dalam kalimat (anfasikum) dengan
ingin
berharakat fatḣah, maka artinya
qira`at
mutawatir
melakukannya.
menguatkan
pendapat
Untuk ini
ia
adalah
yang
dalam firman Allah SWT. (Q.S. al-
derajatnya.
128).
paling
mulia
nasab
dan
Menurutnya
b. Sesungguhnya rujukan perbedaan
dalam ayat ini terdapat qira`at
qira`at dalam beberapa tempat
Qirâ`ah Syażżah
[9]:
saw.
Rasulullah saw. adalah manusia
mengupas qira`at yang terdapat Taubah
Rasulullah
181
Vol. I No. 02, November 2015
(ayat dan surat) dikembalikan pada
Golżiher menyebutkan satu contoh
bentuk tulisan arab (al-khath al-
dalam
'arabi) dan dalam hal ini dia tidak
penafsiran Qatâdah (w. 117 H)
membedakan
qira`at
terhadap firman Allah SWT. (Q.S.
Pada
al-Baqarah [2]: 54). Pada ayat
mutawatir konteks
antara
dan ini
persyaratan
syażah. ia
menafikan
penting
dalam
tersebut
ini,
kalimat
tepatnya
( !"# < اأ-A)
ditafsirkan menjadi (ا
0A) yang
periwayatan qira`at yang bersandar
berarti perintah membunuh diri
pada talaqqi dan musyâfahah. Ia
mereka sendiri atau membunuh
mencontohkan,
kalimat
orang yang telah berbuat dosa di
(ّ< ا4&
antara mereka.
dalam
( ّ ا4
Menurut dia perbedaan qira`at
Dalam konteks ini penulis juga
pada kalimat ini murni disebabkan
tidak
karena–kemiripan–tulisan arab.
Golżiher, karena memang banyak
Adapun bantahan atas tuduhan
bukti tentang adanya penafsiran
yang tidak mendasar ini adalah
sebagian dari sahabat Nabi saw.
bahwa kedua qira`at itu adalah
terhadap
mutawatir, ḣamzah (w. 156 H), al-
kemudian
Kisâi (w. 189 H), dan Khalaf (w.
pengikutnya–sebagai bagian dari
229 H) membaca (ّ< ا4&
qira`at al-Qur'an. Namun, tidak
sisanya (para imam dan perawi
semua yang disampaikan para
lainnya) membaca ( ّ ا4
sahabat juga bisa disebut qira`at
keduanya memiliki derajat yang
tafsîriyyah. Untuk membedakan
sama dan tidak ada yang lebih
antara
tinggi ataupun rendah sanadnya.
qira`at al-Qur'an perlu ada kajian
Dari sisi maknanya juga memiliki
atau penelitian secara khusus.
kesamaan,
SWT.
Begitu juga dengan Arthur Jeffrey
menyuruh orang-orang beriman
yang pendapatnya tidak jauh beda
untuk berdiri di atas kebenaran
dengan Golżiher dalam masalah
sebelum melakukan segala amal
ini, hanya saja Jeffrey lebih fokus
perbuatan.
dalam mengkritisi musḣaf 'Uṡman
yaitu
Allah
c. Salah satu yang menyebabkan
182
masalah
keberatan
ayat
atas
kritikan
tertentu
yang
dianggap–oleh
para
qira`at
tafsîriyyah
dan
atau lebih tepatnya mentaḣqîq
adanya perbedaan qira`at adalah
Kitâb
adanya penafsiran ulama klasik.
Sajastâni. Menurutnya penulisan
al-Maṣâḣif
karya
al-
Qirâ`ah Syażżah
Vol. I No. 01, Mei 2015
muṣaf 'Uṡman yang dikirim ke
Qirâ`ah Syâżżah bisa membantu dalam
berbagai tempat tidak dilengkapi
memberikan pemahaman atau menafsiri
dengan
yang
sebagian dari ayat-ayat Al-Qur`an. Oleh
berharakat dan lengkap dengan
karena itu, sebagian ulama berpendapat
titik-tiknya,
sehingga
bahwa Qirâ`ah Syâżżah
pembaca
satu
huruf-huruf
mengakibatkan
para
bentuk
adalah salah
penafsiran
(qira`ah
''bebas'' memberi harakat dan titik
tafsîriyyah) sebagian sahabat dan tabi’in,
pada huruf dalam muṣaf tersebut
seperti qira`ah Ibn Mas’ud, Hasan al-
yang disesuaikan dengan makna
Basri, dll. Abû 'Ubaid (w. 224 H) dalam
yang
Faḍâil al-Qur`ân sebagaimana dinukil
pembaca
kehendaki.
Misalnya, kalimat (B: 6) pembaca
oleh
akan sangat mungkin membacanya
menguatkan
dengan (B: 6), atau (B: ), atau
menurutnya
(B: /), atau (B: ). Kritikan Athur
adalah tafsir dari suatu qira`at dan
sangatlah tidak mendasar, karena
berfungsi menjelaskan makna-maknya,
dengan
telah
seperti qira`ah 'Âisyah dan Hafṣah dalam
menafikan metode talaqqi sebagai
(Q.S. al-Baqarah [2]: 238) ( C ة اDE)
salah satu rujukan utama dalam
sebagai tambahan dari kata
kebenaran suatu qira`at, muṣaf
qira`at
hanya sebagai alat bantu untuk
kalimat-kalimat tersebut dan sejenisnya
lebih
dalam
sudah menjadi bagian dari tafsir terhadap
menghafalnya
Al-Qur`an, yang terkadang diriwayatkan
sangat
jelas
ia
memudahkan
membaca
dan
(Aḣmad al-Bîlî, 1988: 102).
al-Suyûthi
Ibn
(w.
911
pendapat bahwa
Mas'ûd
H) di
atas,
qira`ah
(
juga syażah
(%FG )وا,
-: -:6 اأF -A),
dari sebagian sahabat dan tabi'in (Jalâl
3. Implikasi Qirâ`ah Syâżżah dalam Penafsiran Al-Qur`an
al-Dîn 'Abdu al-Raḣmân al-Suyhûthi, 2010: 240).
Qirâ`ah syâżżah memiliki pengaruh
Namun, pendapat ini hanya berlaku
sangat besar dalam penafsiran Al-
bagi golongan yang menganggap bahwa
Qur`an, bahkan ia menjadi salah satu
Qirâ`ah Syâżżah tidak termasuk Al-
rujukan penting dalam disiplin ilmu
Qur`an. Karena bagi golongan lain justru
tafsir dan sekaligus menjadi ḣujjah bagi
membedakan antara Qirâ`ah Syâżżah
ahli
dan
bahasa.
Sehingga
tidak
qira`ah
tafsîriyyah.
Adapun
mengherankan jika banyak sekali kita
perbedaan di antara keduanya–menurut
jumpai Qirâ`ah Syâżżah pada kitab-kitab
mereka—adalah sebagai berikut :
tafsir klasik. Kenapa demikian? karena Qirâ`ah Syażżah
183
Vol. I No. 02, November 2015
a. Asal-usul
yang
Oleh karena itu, jika keberadaan Qirâ`ah
dinuqil dan sampai pada kita adalah
Syâżżah memang tidak bisa terpisahkan
bagian dari Al-Qur`an, tetapi karena
dengan tafsir, maka masuk kategori
kemutawatirannya
manakah
Qirâ`ah
Syâżżah
hilang,
maka
Qirâ`ah
Syâżżah
dalam
tafsir?.
Sebagian
ulama
derajatnya tidak sampai pada qira`ah
metodologi
mutawatir.
qira`ah
berpendapat bahwa penafsiran Al-Qur`an
tafsîriyyah dinukil dalam posisinya
dengan Qirâ`ah Syâżżah tidak termasuk
hanya sebagai bagian atau ringkasan
model penafsiran al-Qur`ân bî al-Qur`ân,
dari penjelasan atas Al-Qur`an dan
karena ke-Al-Qur`an-an Qirâ`ah Syâżżah
telah terjadi kerancauan para perawinya
masih
yang mengakibatkan qira`ah tafsîriyyah
sehingga ia masuk pada kategori tafsit bil
dikategorikan
ma’ṡûr, karena para mufassir dan fuqaha
Sedangkan
sebagai
bagian
dari
qira`ah syażah.
diperdebatkan
(diragukan),
menempatkan Qirâ`ah Syâżżah sederajat
b. Qirâ`ah Syâżżah baru terdeteksi tidak
dengan khabar ahâd.
memiliki ‘derajat mutawatir’ ketika
Penulis akan mencoba menyebutkan
kodifikasi Al-Qur`an di masa 'Uṡman
contoh penafsiran salah satu ayat dengan
ra., tetapi keṣahihan sanadnya terus
Qirâ`ah Syâżżah, misalanya dalam (Q.S.
berlangsung sampai sesudahnya, hanya
al-Ghasyiyah [88]: 17)
saja memang tidak memiliki derajat
:َ ْ /+ِ Eُ F َ =ْ -َ #ِ ِG%ِٕ &ْ ُ و َن إِ َ@ اHُ ْ َ 6َ7َ Iا
mutawatir. Adapun qira`ah tafsîriyyah
Kata 9 H اdengan berharakat kasrah
memang sama sekali bukan termasuk
pada huruf bâ’ dan tanpa tasydîd pada
bacaan Al-Qur`an.
huruf lâm adalah qira`ah mutawatir dan
c. Qirâ`ah Syâżżah adalah bagian dari ahruf
qira`ah
berharakat kasrah pada huruf bâ’ dan
tafsîriyyah tidaklah termasuk bagian
syiddah pada huruf lâm adalah qira`ah
dari aḣruf sab’ah.
syażżah. Ini adalah qira`at ‘Ali dan Ibn
d. Qirâ`ah
sab’ah.
Adapun
artinya adalah unta. Adapun dengan
dijadikan
‘Abbas, bahkan diriwayatkan juga oleh
pijakan dalam hukum dan qira`ah
Abu ja’far dan Abu ‘Amr, sehingga
tafsiriyyah tidak bisa.
artinyapun
Syâżżah
bisa
berbeda,
yaitu
awan
Sampai saat ini penulis masih setuju
(ب- " )ا.Abdullâh ibn ḣammâd al-Qurasyi,
dengan pendapat yang mengatakan bahwa
(1430 H: 32-33) menengahi perbedaan
qira`ah tafsîriyyah adalah salah satu
pendapat para mufassir, maka bisa diambil
bentuk dari Qirâ`ah Syâżżah, artinya tidak
jalan tengah, yaitu bahwa penafsiran pada
membedakan keduanya secara mutlak.
kata al-ibil dengan dua cara. Pertama,
184
Qirâ`ah Syażżah
Vol. I No. 01, Mei 2015
dengan menggunakan qira`ah mutawatir
dengan nama Allah atas kebenaran
dan artinya adalah unta. Kedua, dengan
yang ada di dalam hatinya dalam
menggunakan qira`ah syażżah dan artinya
menyintai agama Islam. Kata syahâdah
adalah awan. Kedua penafsiran tersebut
dalam
tidak saling kontradiksi, karena pada
sebagaimana yang dimaksud dalam
dasarnya tujuan dua interpretasi itu adalah
(Q.S al-Nur [24] : 6).
agar para pembaca ayat tersebut bisa
Namun, menurut Qirâ`ah Syâżżah yang
menghayati keajaiban makhluk-makhluk
diriwayatkan oleh Imam ḣasan dan Ibn
Allah yang kemudian bisa menambah
Muḣaiṣin kalimat yusyhidu dibaca
iman mereka.
yasyhadu, yaitu dengan binâ` ma’lûm
Setidaknya Syâżżah
dalam
ayat
ini
berarti
sumpah
pengaruh
Qirâ`ah
(kata kerja aktif). Lafżu al-jalâlah
penafsiran
al-Qur'an
dalam ayat ini dibaca râfa’, karena
meliputi tiga aspek:
menjadi
a. Munculnya makna baru dalam qiraah
berubah menjadi Allah mengetahui apa
mutawatir yang disebabkan dengan
yang ada di dalam hati dia, yaitu
adanya Qirâ`ah Syâżżah. Contoh dari
kemunafikan.
poin pertama, misalnya dalam (Q.S. al-
tersembunyi di dalam hati dan kadang-
Baqarah [2]: 204)
kadang bisa tertupi oleh ucapan lisan.
ا ْ َ َ=! ِةLِ ُ ُ ْ Mَ َN;ُ ِ َ 0ُ ;ِ ِ َو+ْ Mَ Lِ !"َ @+َ َ Menurut
>ْ ُ ْ "َ س ِ !P َو ِ" َ ا َ P+ ْ َ=! َو ُ ْ ِ ُ اQ ا !مِ Sَ <ِ ْ اQ َ Iا
qira`at
sepuluh
yang
mutawatir semua sepakat membaca yusyhidullâha, yaitu dengan huruf ya’ ḍammah dan ha’ kasrah, dan dengan rafa’-nya huruf dâl, fi’il ini diambil dari kata asyhada dan fa’ilnya adalah ḍamîr mustatir. Adapun subyek dari kata
kerja
tersebut
adalah
orang
munafik dan lafżu al-jalâlah menjadi obyek (maf’ûl bih). Makna yang terkandung dalam ayat ini adalah bahwa
orang
Qirâ`ah Syażżah
munafik
bersumpah
fa’il, sehingga maknanya
Meskipun
itu
b. Perlunya mentarjih salah satu makna – dari beberapa makna yang ada— yang memiliki ‘kesamaan’ atau mendekati makna yang terkandung dalam qira`at mutawatir. Contoh pada poin ke dua, misalnya dalam (Q.S. al-Fajr [89] : 8)
ِد 6َ7;ِ ْ اLِ ! َ ُ+8ْ "ِ ْ +َ ْ<ُ )ْ َ L'ِ P ا Para mufassir berbeda pendapat tentang kembalinya ḍamîr ha’ pada ayat tersebut.
Imam
Fakhru
al-Dîn
Muḣammad ibn 'Umar al-Râzi (tth, XVI: 166-167) menyebutkan ada tiga pendapat
dalam
masalah
tempat
kembalinya ḍamîr (kata ganti), yaitu: pertama, Seperti kaum ‘Âd dalam
185
Vol. I No. 02, November 2015
perihal
keperkasaan
fisik
ketangguhannnya. Dikembalikan
kepada
kota
-sebagian-
dan
golongan
lain
sebagai
kedua,
Qirâ`ah Syâżżah. Contoh pada poin ke-
yang
3, yaitu terdapat dalam (Q.S al-An'am
mereka tempati. ketiga, Kinâyah yang
[6]: 73)
... ِرSQ اLِ Tَُ ْ ُ ُ َ ْ َمN+ْ ُ ْ َو َ ُ ا
dikembalikam kepada kata ‘imâd. Pada ayat ini terdapat qira`at syażżah yang
Kata al-ṣûr dibaca dengan tiga macam
diriwayatkan oleh Ibn Mas’ûd, yaitu
bacaan,
dengan mengganti ḍamîr hâ’ dengan
mutawatir
dengan
ḍammahnya huruf ṣâd dan sukûnnya
ḍamîr hum. Adapun qira`at syażah
huruf waw, qira`ah syażżah yang
lebih merajihkan kembalinya ḍamîr
diriwayatkan
kepada qabîlah (‘Ad).
oleh
Hasan
al-Basri
dengan ḍammahnya huruf ṣâd dan waw
Terkait Qirâ`ah Syâżżah ini banyak
yang difatḣah, dan juga ada qira`ah
juga dari kalangan mufassir yang
yang membacanya dengan kasrahnya
merajihkan makna yang terkandung di
huruf ṣâd dan fathahnya huruf waw.
dalamnya untuk disesuakan dengan makna yang terdapat dalam qira`at
qira`at
C. Simpulan
mutawatir. Diantara mereka adalah: (a)
Setelah mengkaji Qirâ`ah Syâżżah
Imam al-Qurthûbi (w. 671 H) di dalam
dari berbagai aspek, maka ada beberapa
tafsirnya menjelaskan bahwa ḍamîr
hal
pada ayat tersebut kembali kepada
diantaranya adalah:
qabilah, memang ada pendapat lain
1. Menurut pendapat Ibn al-Jazari dan
yang mengatakan bahwa ḍamir-nya
mayoritas pakar ilmu qira`at, Qirâ`ah
dikembalikan kepada madînah, tetapi
Syâżżah adalah qira`ah yang tidak
yang lebih rajih adalah pendapat
termasuk bagian dari qira`ah sepuluh
pertama (Abû 'Abdullâh Muḣammad
(qirâ`ât al-'asyr). Jadi, selain qira`at
ibn Aḣmad al-Anṣâri al-Qurthûbi,
sepuluh (mâ warâ'a qirâ`ât al-'asyr)
2002, X: 297). (b) Syeikh Ibn ‘Âdil
adalah Qirâ`ah Syâżżah.
(1998, XX: 319) dalam tafsirnya al-
yang
bisa
2. Munculnya
penulis
istilah
simpulkan,
syażżah
secara
Lubâb dan Imam al-Syawkâni (w. 1255
istilah khusus baru terjadi pada abad ke
H) dalam tafsirnya Fathu al-Qadîr
empat
juga merajihkan seperti yang Imam al-
substansi sudah ada sejak abad pertama
Qurthubi sampaikan di atas.
Hijriah, tentunya dengan redaksi yang
c. Memperjelas status tafsir dari sebagian ulama 186
salaf
yang
dianggap
Hijriyah,
meskipun
secara
variatif.
oleh Qirâ`ah Syażżah
Vol. I No. 01, Mei 2015
3. Status Qirâ`ah Syâżżah –menurut yang
mereka memang tidak bisa dinafikan.
penulis fahami sampai saat ini– adalah
Namun, sebagai komunitas intelektual
berada dalam tiga kemungkinan, yaitu
diharapkan justru bisa lebih termotivasi
bahwa ia adalah –bagian dari– al-
dari apa yang sudah mereka lakukan
Qur'an yang sudah dinasakh, atau ia
dalam mengkaji ilmu qira`at secara
hanya menjadi bagian dari khabar (al-
ilmiah.
hadiṡ), atau ia hanya menjadi bagian
notabenenya
dari
(qira`ah
menghasilkan sebuah karya dalam ilmu
tafsîriyyah). Akan tetapi sebagian besar
qira`at, maka sudah semestinya orang
ulama berpendapat bahwa qira`ah
Islam juga lebih bersemangat dan
syażżah bukanlah al-Qur'an. Terlepas
mampu
dari pro dan kontra dalam menyikapi
yang lebih banyak dan bermanfaat
pendapat yang menyatakan bahwa
dalam disiplin ilmu qira`at.
sebuah
penafsiran
Jika
orang-orang
yang
non-Muslim
bisa
menghasilkan
karya-karya
qira`ah syażżah adalah bagian dari al-
5. Pengaruhnya dalam ilmu tafsir adalah
Qur'an, ia tetap memiliki peran penting
menjadi pelengkap atas berbagai ilmu
dan pengaruh besar bagi khazanah
yang harus dikuasai oleh seorang
Islam dalam berbagai aspek.
mufassir untuk bisa menafsiri al-
4. Perhatian orientalis tak pernah surut
Qur'an. Sehingga terkadang Qirâ`ah
dalam kajian ilmu-ilmu al-Qur'an,
Syâżżah menjadi penguat atas suatu
khusunya dalam ilmu qira`at. Sikap
interpretasi yang dihasilkan dari qira`ah
positif dan negatif yang ada pada
mutawatir. [ ]
DAFTAR PUSTAKA Abdul Ghafur, Waryono. 2002, alQur`ân dan Tafsirnya dalam Perspektif Arkoun, Jurnal Studi alQur'an Kontemporer: Wacana Baru Berbagai Metodologi Tafsir, Yogya: PT. Tiara Wacana. al-Bîlî, Aḣmad. 1988, al-Ikhtilâf bayna al-Qirâ`ât, Beirut: Dâr al-Jîl. ad-Dimasyqi, Syihâb ad-Dîn Abî Bakr Aḣmad ibn Muḣammad ibn Muḣammad ibn al-Jazari. 2000, Thayyibatu al-Nasyr fî Qirâ`ât al'Asyr, ta'lîq : Anas Mahrah, Beirut: Dâr al-Kutub al-'Ilmiyyah.
Qirâ`ah Syażżah
'Ali Ḣasan 'Îsâ, Muḣammad Mas'ûd. 2009, Aṡaru al-Qirâ`ât alQur`âniyyah fî Fahmi al-Lughawi (Dirâsah al-Tathbîqiyyah fî Sûrati alBaqarah), Kairo : Dâr al-Salâm. Ibn 'Âli, Abû Hafs 'Umar. 1998, alLubâb fî 'Ulûmi al-Kitâb, Beirut: Dâr al-Kutub al-'Ilmiyyah, (ed.) 'Âdil Aḣmad 'Abdu al-Mawjûd & 'Ali Muḣammad Mu'awwaḍ. Ibn al-Jazarî, Muḣammad ibn Muḣammad. tth. Munjidu al-Muqri'în wa Mursyidu al-Thâlibin, (Kairo: Maktabah Awlâd al-Syeikh.
187
Vol. I No. 02, November 2015
Ibn Kaṡîr tth. al-Bâ’iṡ al-Ḣaṡîṡ Syarḣ Ikhtiṣâr ‘Ulûm al-Ḣadîṡ. Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah. ed. Aḣmad Muḣammad Syâkir. Ibn Manzhûr, 2003, Lisân al-'Arab, Kairo: Dâr al-ḣadîṡ, vol. 5. Jum’ah, Ali, 2006, al-Naskhu ‘inda alUṣûliyyîn, Kairo: Nahḍah Misr lî alThibâ’ah wa al-Nasyr wa al-Tauzî’. al-Jâbiri, Muḣammad 'Âbid. 2006, Madkhal ilâ al-Qur`ân al-Karîm fî atTa'rîf bî al-Qur`ân, Beirut: Markaz Dirâsât al-Waḣdah al-'Arabiyyah. Karrâr, Izzat Syaḣât. 2006, Aṡar alQirâ`ât al-Qur`âniyyah fî Istinbâth al-Aḣkâm al-Fiqhiyyah, Kairo: Muassasah al-Mukhtâr lî al-Nasyr wa al-Tauzî'. Murâd, Yaḣyâ. 2003, Mu'jam Asmâ' alMustasyriqîn, Beirut : Dâr al-Kutub al-'Ilmiyyah.Arkoun, Mohammed. 1996, al-Fikr al-Islâmi: Qirâ`ah 'Ilmiyyah, (Beirut: Markaz al-Anmâ' al-Qaumi. al-Makki, Muḣammad ibn Aḣmad ibn 'Aqîlah. 2011, az-Ziyâdah wa alIḣsân fî 'Ulûm al-Qur`ân, cet. II Riyaḍ: Markaz Tafsîr lî ad-Dirâsât alQur`âniyyah, (ed.) Muḣammad Ṣafâ' Haqqi, Fahd 'Ali al-'Andas, Ibrâhîm Muḣammad al-maḣmûd, Muṣliḣ 'Abdu al-Karîm al-Sâmidi, dan Khâlid 'Abdul al-Lâḣimi. al-Mas'ûl, Abdu al-'Âli, 2008, al-Qirâ`ât al-Syâżżah Ḍawâbituhâ wa al`Iḣtijâju bihâ fî al-Fiqhi wa al'Arabiyyati, Kairo: Dâr Ibn 'Affân lî al-Nasyr wa al-Tauzî’. al-Qâḍi, Abdu al-Fattâh. 1981, alQirâ`âh al-Syâżżah wa Taujîhuhâ min Lughati al-'Arab, Beirut: Dâr al-Kitâb al-'Arabi.
188
Al-Qurasyi, Abdullâh ibn Ḣammâd, 1430 H, al-Qirâ`ât al-Syâżżah wa Aṡaruhâ fî at-Tafsîr, Arab Saudi: Majallah Ma'had al-Imâm asy-Syâṭibi lî ad-Dirâsât al-Qur`âniyyah. al-Qurthûbi, Abû 'Abdullâh Muḣammad ibn Aḣmad al-Anṣâri. 2002, al-Jâmi' lî Aḣkâm al-Qur`ân, Kairo: Dâr alḣadîṡ, ed. Muḣammad Ibrâhîm. al-Râzi, Fakhru al-Dîn Muḣammad ibn 'Umar ibn al-Ḣusain ibn al-Ḣusain ibn 'Âli al-Tamîmi al-Bakri. tth, al-Tafsîr al-Kabîr. Kairo: al-Maktabah alTaufîqiyyah, (ed.) 'Imâd Zaki alBârudi. Sâlim, Rasyâd Muḣammad. 1995, alQirâ`ât al-Qur`âniyyah wa Ṣilatuhâ bî al-Lahjâti al-'Arabiyyah, Kairo: Dâr al-Manâr lî al-Nasyr wa alTauzî'. Samîr, Aḣmad Muḣammad. Manhaj ibn Jinni fî Kitâbihî (al-Muḣtasab). aṣ-Ṣaghîr, Maḣmud Aḣmad. 1999, alQirâ`âtu al-Syażżah wa Taujîhuhâ alNaḣwi, Suriah: Dâr al-Fikr. as-Suyûthi, Jalâl al-Dîn. 2002, Tadrîb ar-Râwi fî Syarḣi Taqrîb an-Nawâwi, (ed.) Kairo: Dâr al-Hadîṡ, Muḣammad Aiman ibn ‘Abdillâh alSyabrâwi. az-Zahrâni, Ibrâhîm 'Abdullâh Âli Khaḍrân. 1427 H, Taujîh al-Qirâ`ât 'inda al-Farrâ' min Khilâli Kitâbihî Ma'âni al-Qur`ân, Makkah: fak. Dakwah wa Uṣûluddîn, jur. al-Kitâb wa al-Sunnah, Univ. Umm al-Qurâ`. az-Zarqâni, Muḣammad 'Abdu al'Azhîm. 2001, Manâḣil al-'Irfân fî 'Ulûm al-Qur`ân, Kairo: Dâr al-ḣadîṡ, ed. Aḣmad ibn 'Âli.
Qirâ`ah Syażżah