INDRASARI ET AL.: KUALITAS BERAS GILING DAN NILAI DUGA DERAJAT SOSOH GABAH
Kualitas Beras Giling dan Nilai Duga Derajat Sosoh Gabah Beberapa Varietas Padi Siti Dewi Indrasari, Jumali, dan Aan A. Daradjat Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Jl. Raya 9 Sukamandi, Subang, Jawa Barat
ABSTRACT. The Milled Rice Quality and Milling Degree Value of Some Rice Varieties. In general the polishing method of brown rice consists of two types, i.e. friction method and abrasive method. The objectives of this research were 1) to study the effects of two milling methods on the physical quality of brown rice of several lowland rice varieties, and 2) to estimate milling degree percentage based on bran lossess and milling degree value of Satake Milling Meter on each varieties. Fourteen lowland rice varieties were harvested from Sukamandi Experimental Station, then they were dried up to 14% moisture content. Dried paddy were dehulled to become brown rice. Then the brown rice as milled up to 90% and 100% milling degree. The milled equipment used were Satake Rice Machine (abrasive) and Grainman Milling (friction). The milling and physical quality of milled rice were analysed by Satake Milling Meter. The physical quality of the milled rice was compared to Bulog standar and Indonesian National Standard. The result of milling degree was analysed by linear regression. The results indicated that abrasive type (Satake) was better than friction type (Grainman) in term of physical quality characteristic of milled rice. The fourteen samples of a new improved rice varieties have fulfilled the III quality requirement compare to the Indonesian National Standard of milled rice and Bulog quality standard. The results of linear regression indicated that the corelation between aleuron layer losses and milling degree was y = 89,9+2,27x (r2=0,947) by Satake. Those equation could be used to predict the milling degree percentage of varieties or lines. Keywords: Rice, milling method, milling degree, rice quality ABSTRAK. Penyosohan beras pecah kulit menjadi beras giling umumnya terdiri dari dua metode yaitu metode friksi dan metode abrasive. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh metode penyosohan terhadap kualitas fisik beras dari varietas padi sawah dan mencari nilai duga derajat sosoh berdasarkan kehilangan bobot bekatul dan nilai derajat giling pada Satake Milling Meter. Empat belas varietas padi sawah dipanen dari Kebun Percobaan Sukamandi, kemudian dijemur hingga kadar air 14%. Gabah kering giling dikupas kulitnya hingga diperoleh beras pecah kulit (BPK). Selanjutnya BPK disosoh sampai mencapai derajat giling 90% dan 100%. Alat penyosoh yang digunakan adalah Satake Rice Machine (abrasive) dan Grainman Milling (friksi). Beras giling yang dihasilkan selanjutnya dianalisis mutu fisiknya, sedangkan kualitas gilingnya diukur dengan menggunakan Satake Milling Meter. Mutu fisik beras giling yang dihasilkan dibandingkan dengan standar Bulog dan Standar Nasional Indonesia. Data nilai derajat sosoh yang dihasilkan dianalisis menggunakan persamaan regresi linear. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan alat sosoh tipe abrasive (Satake) menghasilkan mutu fisik beras yang lebih baik dibanding alat sosoh tipe friksi (Grainman). Ke-14 varietas unggul padi yang diteliti telah memenuhi persyaratan mutu III SNI beras giling dan standar mutu Bulog. Hubungan antara tingkat kehilangan lapisan aleuron (x) dengan derajat giling (y) adalah y = 89,9+2,27x (r2=0,947%) pada alat penyosoh Satake. Persamaan tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan derajat sosoh varietas padi. Kata kunci: Beras, metode penyosohan, derajat sosoh, mutu beras
194
D
alam rangka pengamanan pengadaan beras dalam negeri, Bulog telah menetapkan standar kualitas beras dan metode analisisnya. Salah satu kriteria yang digunakan dalam menilai kualitas beras adalah derajat sosoh. Besar kecilnya derajat sosoh berpengaruh langsung terhadap kualitas beras selama penyimpanan. Dalam proses penyosohan beras pecah kulit menjadi beras giling, derajat giling atau tingkat pengupasan lapisan luar butiran beras mempunyai peranan yang sangat penting. Untuk konsumen, proses pengupasan lapisan luar butiran beras tidak perlu berlebihan, mengingat kandungan gizi pada bagian ini relatif tinggi. Namun untuk penyimpanan dalam jangka panjang, adanya lapisan aleuron yang tebal pada biji beras akan sangat merugikan, karena lapisan tersebut akan memacu kerusakan butiran beras, baik karena proses enzimatis (rancidity) maupun karena serangga/hama gudang (Damardjati 1991). Penetapan derajat sosoh dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya menetapkan bobot dedak dan bekatul yang terpisahkan. Semakin tinggi tingkat penyosohan beras semakin tinggi bobot bekatul, yang berarti lapisan aleuron yang tertinggal pada beras semakin tipis. Berdasarkan tipe alat penyosoh, metode penyosohan beras pecah kulit menjadi beras giling dibedakan menjadi dua macam, yaitu metode friksi dan metode abrasive (Anonim 1989). Penyosohan beras pecah kulit yang menggunakan metode friksi menghasilkan beras giling yang bening (translucense). Hal ini terjadi karena proses penyosohan tidak mengikis endosperm butir beras, tetapi hanya berupa gesekan antarpartikel beras pecah kulit akibat perputaran besi baja. Pada penyosohan menggunakan metode abrasive, beras giling yang dihasilkan lebih putih, namun kurang bening. Hal ini terjadi karena penyosohan dengan cara ini mengikis lapisan aleuron karena alat yang digunakan memiliki gerinda dengan permukaan kasar (Anonim 1989). Pada skala laboratorium, penyosohan dengan metode friksi menggunakan Grainman Milling, sedangkan penyosohan dengan metode abrasive menggunakan Satake Grain Testing Mill. Kedua alat tersebut menghasilkan beras giling dengan karakteristik dan
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 3 2006
kualitas yang berbeda. Untuk mengetahui tingkat penyosohan beras giling digunakan Satake Milling Meter. Derajat giling (milling degree) merupakan skala nilai yang ditunjukkan oleh Satake Milling Meter. Nilai tersebut bersifat relatif terhadap warna putih dari kristal BaSO4 87% (nilai derajat giling (MD) = 199). Semakin tinggi tingkat penyosohan beras, semakin tinggi pula nilai derajat giling. Untuk perdagangan, terutama untuk mencegah masuknya beras impor bermutu rendah, Badan Agribisnis Departemen Pertanian telah mensyaratkan derajat sosoh beras giling minimal 90% (Anonim 1999). Penentuan derajat sosoh beras selama ini berdasarkan contoh warna beras yang dikeluarkan oleh Bulog. Namun hal ini relatif sulit diterapkan karena bersifat relatif. Untuk mengetahui derajat sosoh beras dapat digunakan Satake Milling Meter dengan derajat giling 0199. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mempelajari pengaruh perbedaan metode penyosohan terhadap kualitas fisik beras beberapa varietas padi sawah; 2) mempelajari derajat sosoh berdasarkan bobot bekatul dan derajat giling dari Satake Milling Meter .
BAHAN DAN METODE Analisis Mutu Fisik
Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) pada MH 2003/04. Empat belas varietas padi sawah dipanen dari Kebun Percobaan Sukamandi, kemudian dijemur hingga kadar air mencapai 14%. Gabah kering giling dikupas kulitnya dengan alat pemecah kulit gabah merk Yanmar hingga dihasilkan beras pecah kulit (BPK). Selanjutnya BPK disosoh sampai mencapai derajat sosoh 90% dan 100%. Derajat sosoh 90% adalah hasil proses penyosohan beras di mana sebagian besar lapisan bekatul telah terkikis dan lembaga telah terlepas, sedangkan sisa lapisan aleuron sebesar 10% belum terlepas. Beras pecah kulit yang digunakan untuk Satake Rice Machine adalah 200 g sedangkan untuk Grainman Milling 125 g. Derajat sosoh 100% adalah hasil proses penyosohan beras dimana seluruh lapisan aleuron, lembaga, dan sedikit endosperm telah terpisahkan dari butir beras (SKB Deptan dan Bulog 2003). Alat penyosoh yang digunakan yaitu Satake Rice Machine (metode penyosohan abrasive) dan Grainman Milling (metode penyosohan friksi). Beras giling yang dihasilkan selanjutnya dianalisis mutu fisik beras dan kualitas gilingnya dengan menggunakan Satake Milling Meter. Analisis mutu fisik beras meliputi
kadar air, beras kepala, beras patah, menir, butir kapur dan butir kuning/rusak, sedangkan kualitas giling dinyatakan dalam derajat giling (milling degree). Mutu fisik beras giling yang dihasilkan selanjutnya dibandingkan dengan mutu fisik beras standar Bulog untuk pengadaan pangan dalam negeri dan dibandingkan pula dengan beras giling Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Anonim 1999). Analisis Statistik
Pada percobaan ini dianalisis 14 varietas masing-masing diwakili oleh 2 kg BPK yang dibagi dalam 10 sampel, masing-masing 200 g. Sesuai dengan pola pengambilan sampel, percobaan ditata dalam rancangan acak lengkap dengan 14 perlakuan (varietas) diulang 10 kali. Analisis regresi linear dilakukan terhadap nilai masing-masing peubah dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel Versi 2000.
HASIL DAN PEMBAHASAN Mutu Beras Hasil Penyosohan dengan Grainman Milling dan Satake Rice Machine Kadar Air
Mutu beras dari ke-14 varietas padi yang disosoh dengan metode gesekan antarpartikel (friksi) dan metode pengikisan oleh batu gerinda (abrasive) ditunjukkan pada Tabel 1. Kadar air beras yang disosoh dengan Grainman Milling rata-rata 11,7%, dengan kisaran 10,9-12,7%. Kadar air beras yang disosoh dengan Satake Machine rata-rata 11,7% dengan kisaran 10,8-12,9%. Apabila dilihat dari kadar air, beras giling ke-14 varietas padi yang dianalisis telah memenuhi standar mutu Bulog untuk pengadaan pangan dalam negeri dan standar mutu SNI (kadar air maksimum 14%). Beras Kepala, Beras Patah, dan Menir
Karakteristik fisik beras lainnya yang berperan dalam menentukan mutu beras giling adalah kandungan beras kepala. Dalam perdagangan, kandungan beras kepala merupakan salah satu tolok ukur kualitas beras dan sangat menentukan tingkat penerimaan konsumen (Damardjati 1991). Kadar beras kepala dari ke-14 beras giling yang disosoh dengan Grainman Milling rata-rata 90,5% dengan kisaran 85,5% (Kalimas) sampai 92,0% (Ciherang), sedangkan yang disosoh dengan Satake Machine rata-rata 91,1% dengan kisaran 90,1% (IR64) sampai 91,9% (Batang Lembang). Hal ini diduga karena 195
INDRASARI ET AL.: KUALITAS BERAS GILING DAN NILAI DUGA DERAJAT SOSOH GABAH
Tabel 1. Mutu beras giling 14 varietas padi yang disosoh dengan alat penyosoh tipe Grainman dan Satake. No Varietas
Kadar air (%)
Beras kepala (%)
Beras patah (%)
Menir (%)
Kapur (%)
Kuning/rusak (%)
Ciherang Gilirang Kalimas Cimelati Bondoyudo Batang Piaman Batang Lembang IR64 Fatmawati Hipa3 Hipa4 Patenggang Cigeulis Luk Ulo
11,5 12,4 11,8 11,8 11,1 12,7 11,6 11,7 12,5 11,8 11,1 10,9 11,6 11,0
91,0 90,5 85,5 91,2 90,5 92,4 90,3 90,3 89,7 90,8 90,7 90,4 91,7 90,3
6,2 7,2 12,4 7,7 9,6 7,8 8,3 6,8 9,3 7,2 8,5 8,4 7,8 7,1
0,8 1,3 0,8 1,3 1,5 0,4 0,3 0,6 1,2 1,9 1,1 1,5 0,6 1,1
0,2 0,6 0,04 0,05 0,09 0,02 0,12 0,15 0,3 0,9 0,1 0,1 0,1 0,3
0,5 0,3 0,3 0,1 0,6 0,7 1,0 0,5 0,2 0,1 0,1 0,3 0,1 0,3
Rata-rata
11,7
90,4
8,2
1,0
0,2
0,4
Ciherang Gilirang Kalimas Cimelati Bondoyudo Batang Piaman Batang Lembang IR64 Fatmawati Hipa3 Hipa4 Patenggang Cigeulis Luk Ulo
11,3 12,5 11,8 11,9 10,9 12,9 11,8 11,8 12,3 11,7 10,9 10,8 11,7 11,0
91,7 90,8 90,9 91,9 90,8 91,7 91,9 90,1 90,7 90,8 91,7 90,8 90,5 90,7
5,5 4,4 6,1 7,2 7,2 6,6 6,6 6,2 8,2 9,9 7,9 8,6 8,3 9,9
0,4 0,6 0,8 0,8 0,2 0,4 0,5 0,6 0,8 0,6 0,6 0,6 0,7 0,7
0,3 0,5 0,3 0,6 0,4 0,1 0,1 0,4 0,5 1,3 1,1 0,3 0,3 1,3
0,4 0,2 0,3 0,2 0,5 0,9 0,7 0,3 0,3 0,1 0,2 0,3 0,2 0,4
Rata-rata
11,7
91,0
7,3
0,6
0,5
0,3
GRAINMAN
SATAKE
efektivitas penyosohan kedua tipe alat penyosoh sangat dipengaruhi oleh struktur tipologi aleuron dari masingmasing varietas. Standar mutu Bulog untuk pengadaan pangan dalam negeri mensyaratkan semua kelas mutu beras harus memiliki beras kepala 75%, sedangkan menurut SNI adalah 85% untuk beras giling kelas III (Anonim 1999). Apabila dibandingkan dengan standar mutu Bulog dan SNI, maka beras giling ke-14 varietas yang diteliti berkadar beras kepala lebih baik. Komponen lainnya dari beras giling adalah butir patah (broken rice). Data pada Tabel 1 menunjukkan kadar butir patah ke-14 varietas padi yang disosoh dengan Grainman Milling rata-rata 8,2% dengan kisaran 6,2% (Ciherang) hingga 12,4% (Kalimas), sedangkan yang disosoh dengan Satake Machine rata-rata 7,3% dengan kisaran antara 4,4% (Gilirang) hingga 9,9% (Hipa3 dan Luk Ulo). Menurut standar mutu Bulog, kadar beras patah maksimum 25% untuk semua kelas mutu. Menurut 196
standar mutu SNI, kadar butir patah beras giling maksimum 15% (mutu III). Apabila dibandingkan dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Bulog maupun SNI maka mutu beras ke-14 varietas padi yang dianalisis telah memenuhi persyaratan. Komponen mutu beras giling lainnya yang berperan terhadap tingkat penerimaan konsumen adalah kadar butir menir. Konsumen umumnya tidak menyukai beras giling dengan kadar butir menir yang tinggi. Menurut standar mutu Bulog, kadar butir menir yang diperbolehkan untuk beras pengadaan pangan dalam negeri maksimum 3%, sedangkan menurut standar mutu SNI maksimum 1% (mutu III). Kadar butir menir ke-14 varietas padi yang disosoh dengan Grainman Milling ratarata 1,0% dengan kisaran antara 0,3% (Batang Lembang) hingga 1,9% (Hipa3), sedangkan yang disosoh dengan Satake Machine rata-rata 0,6% dengan kisaran antara 0,2% (Bondoyudo) hingga 0,8% (Kalimas, Cimelati, dan
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 3 2006
Fatmawati). Dengan demikian, semua butir menir dari varietas yang dianalisis telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan Bulog maupun SNI. Tinggi rendahnya butir patah dan menir mungkin ada kaitannya dengan karakteristik bentuk gabah dan varietas. Di samping itu perlakuan pascapanen juga menentukan kadar butir menir beras giling, khususnya pengeringan/penjemuran gabah. Apabila kadar air gabah masih tinggi (>15%) setelah penjemuran, maka beras giling yang dihasilkan me-ngandung butir menir lebih banyak. Apabila kadar air gabah hasil penjemuran sangat rendah (<10%), maka butir pecah relatif tinggi (Damardjati 1991). Kadar air optimal gabah untuk penggilingan adalah 14-15%. Butir Kapur dan Butir Kuning+Rusak
Di samping butir patah dan menir, mutu beras giling juga dipengaruhi oleh butir kapur (Setyono et al. 1997). Butir hijau atau butir mengapur terutama berasal dari gabah yang masih hijau atau karena pertumbuhan yang kurang sempurna atau faktor genetik. Kadar butir kapur yang tinggi dalam beras giling menyebabkan tingkat penerimaan konsumen rendah. Tingginya kadar butir kapur dalam beras giling terjadi bila proses pemasakan gabah berlangsung pada suhu tinggi. Suhu optimum untuk pemasakan gabah adalah 29oC (siang) pada 15 hari setelah keluar bunga (heading), sedangkan 15 hari kemudian adalah 26oC (siang) dan 16oC (malam). Butir kapur dan butir hijau merupakan sifat varietas padi di samping pengaruh lingkungan dan pengolahan. Tanaman padi yang tumbuh dengan daun yang saling menutupi akan banyak membentuk butir hijau selama fase pemasakan (Damardjati 1981). Beras dengan kadar butir kapur lebih tinggi tidak dapat disimpan lama. Hal ini disebabkan karena butir kapur lebih disukai oleh hama gudang sehingga mengakibatkan butiran beras rusak (Damardjati 1981). Kadar butir kapur dari beras yang disosoh dengan Grainman Milling rata-rata 0,2% dengan kisaran antara 0,02% (Batang Piaman) hingga 0,9% (Hipa3), sedangkan yang disosoh dengan Satake Machine rata-rata 0,5% dengan kisaran 0,1% (Batang Piaman dan Batang Lembang) sampai 1,3% (Hipa3). Untuk pengadaan pangan dalam negeri, Bulog mensyaratkan kadar butir kapur dalam beras giling maksimum 2% untuk semua kelas mutu beras, sedangkan menurut SNI maksimum 1% (mutu III). Apabila dibandingkan dengan persyaratan Bulog dan SNI,maka beras giling dari semua varietas padi yang dianalisis memiliki kadar butir kapur lebih rendah atau telah memenuhi standar yang ditetapkan. Konsumen tidak menyukai beras dengan kadar butir kuning atau butir rusak yang tinggi. Butir kuning/ rusak terutama disebabkan oleh adanya fermentasi, pembusukan atau pertumbuhan jamur karena kurang
sempurnanya proses pengeringan gabah (Damardjati 1987). Penundaan perontokan gabah pada saat masih di lapangan menyebabkan tingginya kadar butir kuning/ rusak beras (Damardjati 1981). Kadar butir kuning/rusak beras dari ke-14 varietas padi yang disosoh dengan Grainman Milling rata-rata 0,4% dengan kisaran antara 0,1% (Cimelati, Hipa3, Hipa4, dan Cigeulis) sampai 1,0% (Batang Lembang), sedangkan yang disosoh dengan Satake Machine 0,3% dengan kisaran antara 0,1% (Hipa3) sampai 0,9% (Batang Piaman). Menurut standar mutu Bulog, kadar butir kuning/rusak maksimum untuk beras pengadaan pangan dalam negeri adalah 3%, sedangkan menurut SNI maksimum 1% (Mutu III). Dibandingkan dengan standar mutu Bulog dan SNI, maka mutu beras dari ke-14 varietas padi yang disosoh dengan Grainman Milling dan Satake Machine telah memenuhi standar yang ditetapkan. Berdasarkan karakteristik beras kepala, butir patah, menir, butir hijau/kapur, dan butir kuning diketahui penggunaan alat penyosoh tipe abrasive (Satake) lebih baik dibandingkan dengan alat penyosoh tipe friksi (Grainman). Penyosohan beras pecah kulit dengan Grainman Milling menghasilkan beras dengan penampakan yang kurang putih, sehingga mempengaruhi derajat giling. Nilai derajat giling beras yang disosoh dengan Grainman Milling pada tingkat penyosohan 90% dan 100% lebih rendah dibandingkan dengan yang disosoh dengan Satake Machine. Hal ini disebabkan karena Grainman Milling menghasilkan beras dengan warna lebih kusam, akibat perputaran silinder besi baja alat tersebut menghasilkan panas. Frekuensi penyosohan yang intensif akan meningkatkan suhu silinder baja. Suhu yang tinggi pada silinder baja menyebabkan warna beras berubah menjadi biru-kehitaman. Derajat giling beras yang berwarna agak kebiruan ini relatif lebih rendah. Hubungan Harga dengan Karakteristik Mutu Beras
Damardjati dan Oka (1989) melaporkan hasil penelitian tentang perilaku konsumen di Jakarta, Medan, dan Ujungpandang terhadap mutu beras yang dikaitkan dengan harga pembelian. Sifat fisik dan fisiko-kimia beras menjadi acuan bagi konsumen untuk memilih beras yang akan mereka beli. Komponen mutu fisik beras yang secara langsung ikut mempengaruhi harga antara lain adalah penampakan beras yang meliputi derajat sosoh dan derajat putih, persentase beras kepala, butir patah, butir kuning/rusak, dan butir hijau/kapur. Wardana et al. (2005) melaporkan bahwa komponen mutu fisik beras yang berpengaruh secara langsung terhadap harga jual beras (Rp/kg) di tingkat pedagang di Kediri, Lamongan, dan Bangkalan adalah 197
INDRASARI ET AL.: KUALITAS BERAS GILING DAN NILAI DUGA DERAJAT SOSOH GABAH
persentase beras kepala dan derajat sosoh. Persamaan regresi berganda yang menunjukkan hubungan pengaruh variabel bebas persentase beras kepala (x1) dan derajat sosoh (x2) terhadap variabel tak bebas harga jual beras (y) adalah: y = 1346,92+17,862(x1) +3,775(x2). Nilai koefisien determinasi R2 model tersebut adalah 0,620. Ini berarti 62,0% harga jual beras yang ditetapkan oleh pedagang dipengaruhi oleh persentase beras kepala dan penampakan beras yang ditentukan oleh derajat sosoh, sedangkan sisanya 38,0% dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. Dengan kata lain, faktor utama yang dipertimbangkan oleh konsumen dalam memilih beras giling adalah persentase beras kepala dan penampakan beras. Hubungan Tingkat Penyosohan Beras dengan Derajat Giling
Data pada Tabel 2 menunjukkan derajat giling beras ke14 varietas padi yang disosoh dengan menggunakan Satake Machine. Analisis regresi linear menunjukkan bahwa hubungan antara tingkat terpisahnya lapisan aleuron dengan derajat giling beras memenuhi persamaan y = 89,9 + 2,27x dengan alat penyosoh Satake, dimana y adalah derajat sosoh dan x adalah banyaknya bekatul terpisah. Persamaan regresi linear ini dapat digunakan untuk memprediksi persentase derajat sosoh suatu varietas pada tingkat penyosohan tertentu. Misalnya beras pecah kulit suatu varietas/galur yang disosoh menggunakan Satake Machine selama 4 menit menunjukkan angka 135 pada skala Satake Milling Meter. Dengan menggunakan persamaan regresi linear y = 89,9 + 2,27x maka kehilangan bekatul adalah 19,87 g (Tabel 3). Bobot bekatul yang tersosoh berdasarkan skala derajat giling pada Satake Milling Meter diperoleh fungsi hubungan linier y = 89,9 +2,27 x. Nilai koefisien determinasi R2 fungsi tersebut adalah 0,947. Berdasarkan fungsi linier diperoleh nilai duga bobot bekatul tersosoh pada setiap derajat giling (Tabel 3). Nilai kesetaraan dari nilai duga bobot bekatul yang tersosoh terhadap derajat sosoh dihitung berdasarkan interpolasi nilai duga bobot bekatul yang diperoleh dari bobot sampel (200 g beras pecah kulit) hingga diperoleh persentase derajat sosoh.
KESIMPULAN
1. Berdasarkan karakteristik mutu fisik beras berupa beras kepala, butir patah, menir, butir hijau/kapur, butir kuning diketahui bahwa penggunaan alat 198
Tabel 2. Nilai derajat giling 14 varietas padi pada tingkat penyosohan berbeda. Satake (3,5 menit) (DS=90%)
Satake (4,5 menit) (DS=100%)
Varietas padi Bekatul DG (Skala Bekatul DG (Skala terpisah Satake terapisah Satake (g) Milling Meter) (g) Milling Meter) IR64 Ciherang Cigeulis Fatmawati Situ Patenggang Bondoyudo Hipa3 Hipa4 Batang Piaman Batang Lembang Gilirang Cimelati Kalimas Lok Ulo
18,03 17,94 18,21 18,47 17,82 17,96 18,27 18,11 18,79 18,14 18,09 18,10 17,91 17,88
131,3 129,6 131,3 131,6 130,5 130,9 131,6 131,0 132,1 132,0 130,7 130,6 130,3 131,3
19,86 20,12 20,32 20,85 19,98 20,65 19,56 21,34 21,53 20,27 20,25 21,25 20,19 20,21
135,5 136,3 136,8 136,4 135,2 136,2 135,6 138,3 139,9 136,9 136,6 136,4 135,6 135,9
Rata-rata
18,12
131,1
20,45
136,54
Fungsi regresi linier
y = 89,9 + 2,27 x
Tabel 3. Nilai derajat giling, nilai duga bobot bekatul tersosoh, dan nilai duga derajat sosoh. Derajat giling (pada Satake Milling Meter)
Nilai duga bobot bekatul tersosoh (g)
Nilai duga derajat sosoh (%)
129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140
17,22 17,67 18,11 18,55 18,99 19,43 19,87 20,31 20,75 21,19 21,63 22,07
91,4 91,4 91,5 91,5 91,6 91,8 91,9 92,1 92,3 92,5 92,8 93,1
penyosoh tipe abrasive (Satake) lebih baik dibanding alat penyosoh tipe friksi (Grainman). 2. Dibandingkan dengan standar SNI dan Bulog maka mutu fisik beras ke-14 varietas yang diteliti telah memenuhi persyaratan mutu III. 3. Hubungan antara tingkat kehilangan lapisan aleuron dengan derajat giling dengan alat penyosoh Satake bersifat linier sangat nyata.
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 3 2006
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1989. Evaluasi dan pengembangan metode penetapan derajat sosoh beras giling. Laporan penelitian. Kerja sama Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi dan Badan Urusan Logistik. Sukamandi. 1989. Anonim. 1999. Standar mutu beras giling. Pusat Standardisasi dan Akreditasi. Departemen Pertanian, Jakarta. 5p.
Damardjati, D.S. 1981. Pengaruh tingkat kematangan gabah terhadap sifat dan mutu beras. Thesis Magister Sains. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 1981.
Damardjati, D.S. 1987. Prospek peningkatan mutu beras di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian VI:85-94. Damardjati, D.S. and I. Made Oka. 1989. Evaluation on consumer preferences for rice quality characteristics at urban area in
Indonesia. Paper presented at 12th Asean Seminar on Grain Post Harvest Technology. 29-31 August. Surabaya, Indonesia.
Damardjati, D.S. dan E.Y. Purwani. 1991. Mutu beras. Dalam Padi Buku 3. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 1991. Setyono, A., S.J. Munarso, Suismono, Jumali, dan Narta. 1997. Penyusunan format standar mutu gabah di tingkat pasar. Laporan hasil penelitian tahun 1997. Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. 1997.
SKB Deptan dan Bulog, 2003. Persyaratan kualitas gabah dan beras pengadaan dalam negeri tahun 2003. SKB Nomor 01/SKB/ BPPHP/TP803/2003-Kep.07/UP/01/2003 tanggal 16 Januari 2003. Wardana, I.P., P. Wibowo, S.H. Mulya, Jumali, dan Agus Setyono. 2005. Penelitian preferensi konsumen terhadap karakteristik mutu beras. Laporan akhir Tahun. Balai Penetian Tanaman Padi. Sukamandi (belum dipublikasi).
199