Karakteristik Kunjungan Penderita Sifilis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar Periode 2011 – 2013 G. Yoga Tohjiwa, IGK Darmada, Luh Made Mas Rusyati ABSTRAK
Latar belakang : infeksi Sifilis masih merupakan masalah kesehatan di dunia, walaupun kasus Sifilis sudah mulai menurun hampir 89,7% pada tahun 2000. Namun kasus Sifilis masih tetap terjadi dan banyak menimbulkan masalah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi kunjungan penderita Sifilis di poliklinik kulit dan kelamin RSUP Sanglah Denpasar periode 2011 – 2013. Manfaat penelitian ini adalah agar dapat memberi informasi mengenai prevalensi kunjungan penderita Sifilis di poliklinik kulit dan kelamin RSUP Sanglah Denpasar periode 2011 – 2013 sehingga diharapkan dapat dijadikan dasar untuk melakukan tindakan preventif agar penularan penyakit bisa ditekan. Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan study retrospektif yang bersifat deskriptif. Bahan penelitian retrospektif diambil dari data kasus Sifilis yang ada di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar tahun 2011 – 2013. Data yang dievaluasi berdasarkan jenis Sifilis, jenis kelamin, umur, dan merupakan kasus lama atau baru. Hasil data dan simpulan : Hasil penelitian retrospektif menunjukan kunjungan Sifilis periode 2011 – 2013 di RSUP Sanglah Denpasar, didapatkan bahwa jumlah penderita Sifilis secara keseluruhan adalah 98 orang. Prevalensi kunjungan penderita tahun 2012 paling tinggi sebanyak 43 kasus. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, kasus terjadi lebih banyak pada laki – laki dibandingkan dengan perempuan, perbandingan kasus Sifilis berdasarkan kelompok umur, kasus Sifilis terbanyak adalah kelompok umur 21 – 30 tahun, yaitu sebanyak 46 kasus (46,9%) yang tergolong usia dewasa muda. Kata Kunci
: Sifilis, RSUP Sanglah, Periode 2011 – 2013
Characteristic Syphilis Cases at Dermatology Policlinic RSUP Sanglah Denpasar Period 2011 – 2013 G. Yoga Tohjiwa, IGK Darmada, Luh Made Mas Rusyati ABSTRACT
Background : Syphilis infection is still the world's health problems, although cases of syphilis have started declining almost 89,7% in 2000. However, cases of syphilis is still going on and make a lot of problems research objectives is to find out the prevalence of syphilis case visit in skin and venereal clinic was Sanglah Denpasar period 2011 – 2013. The benefits of this research is to be able to give information regarding the prevalence of syphilis sufferers visit in skin and venereal clinic was Sanglah Denpasar period 2011 – 2013 so expect can be relied upon to conduct preventive action so that the transmission of the disease can be pressed. Method : the study design was retrospective descript study. The subject of this retrospective study has taken from case of syphilis in Policlinic Dermatology RSUP Sanglah Denpasar on periode 2011 – 2013. The evaluation is syphilis based on distibution of sex, age, and cases status (old/new)
Results and conclusion : in period 2011 – 2013 at Policlinic Dermatology RSUP Sanglah Denpasar is 98 cases syphilis. The cases in male is more than in female cases and based on range of age, patient who 21 – 30 years old is 46 cases (46,9%) it’s in young adults. Keywords
: Syphilis, RSUP Sanglah, Period 2011 – 2013
PENDAHULUAN Sifilis adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Treponema pallidum (ssp. Pallidum). Dalam perjalanannya penyakit ini dapat menyerang hampir seluruh alat tubuh, dan dapat menyerupai banyak penyakit. Secara umum Sifilis dibagi menjadi dua stadium stadium dini dan stadium lanjut. Yaitu masa inklubasi stadium dini kurang dari dua tahun dan stadium lanjut lebih dari dua tahun. Gejala klinis dari masing – masing stadium Sifilis berbeda – beda, yang paling umum terjadi adanya papul, pustul, ulkus pada alat kelamin, mulut, kulit, atau rektum. Kelainan lain yang dapat terjadi yaitu kelainan pada saraf, tulang, kelenjar getah bening, mukosa, dan rambut. Sifilis biasanya ditularkan melalui hubungan seksual dan dapat juga ditularkan dengan cara lain seperti, transfusi darah atau secara vertikal dari ibu kepada anak. Perbandingan jumlah kasus Sifilis laki – laki dengan perempuan antara 2:1 sampai 3:1 dan cenderung menyerang usia produktif antara 20 - 40 tahun. Pada tahun 2009, di Amerika Serikat dilaporkan terjadi kasus Sifilis sebanyak 44.828 kasus Sifilis stadium primer dan sekunder. Angka insiden tertinggi ditemukan pada kisaran umur 20 – 40 dimana pada perempuan umur 20 – 24 dan pada laki – kaki umur 35 – 39 tahun. sedangkan di Indonesia tidak didapat angka yang pasti namun diperkirakan angka prevalensinya pada tahun 2004 sebesar 0,0026%
Untuk di Bali sendiri, jumlah kasus Sifilis dari data yang didapat di poliklinik kulit dan kelamin RSUP Sanglah Denpasar, tercatat adanya total kasus yang dalam periode 3 tahun terakhir sebanyak 61 kasus. Sedangkan kasus yang terjadi di masyakat tidak diketahui dengan pasti, dan di perkirakan lebih banyak dari kasus yang tercatat di RSUP Sanglah. Gambaran Umum Sifilis Sifilis adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Treponema pallidum (ssp. Pallidum). Ditularkan melalui hubungan seksual dan juga dapat ditularkan secara vertikal dari ibu kepada janin. Dalam perjalanannya dapat menyerang hampir seluruh alat tubuh, dan dapat menyerupai banyak penyakit. Sifilis dibagi menjadi 2 stadium stadium dini dan stadium lanjut.1,2,3 Epidemiologi Asal penyakit ini tidak jelas. Pada abad ke – 15 terjadi wabah di eropa dan sesudah tahun 1860 morbiditas Sifilis di Eropa menurun drastis karena terjadinya perbaikan ekonomi masyarakat disana. Selama perang dunia kedua insidennya meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1946, setelah penemuan penisilin oleh Alexander Fleming dan mulai di resepkannya penisilin tahun 1930 penyakit Sifilis menurun drastis. 1,2,3
Pada tahun 2009, di Amerika Serikat dilaporkan terjadi kasus Sifilis sebanyak 44.828. Terdapat ada peningkatan kasus Sifilis stadium I dan
II/Sifilis primer dan sekunder sebanyak 3,7% dari tahun 2008 – 2009. Tahun 2008 terjadi 13.500 kasus dan pada kasus 2009 13.997. Angka insiden tertinggi ditemukan pada kisaran umur 20 – 40 dimana pada perempuan umur 20 – 24 dan pada laki – kaki umur 35 – 39 tahun. sedang kan angka insiden di Indonsia pada tahun 2004 diperkirakan 0,026%. 2,4,5 Etiologi Penyakit ini sudah ada sejak abad ke – 15 namun penyebabnya baru ditemukan kira – kira pada tahun 1905 oleh Schaudin dan Hoffman. Bakteri Treponema palladum ini termasuk dalam kingdom eubacteria, filum spirochaetes, kelas spirochaetaes, ordo spirochaetales, familia Treponemate, dan genus Treponema. 1,2 Sifilis disebabkan oleh Treponema pallidum (ssp. Pallidum), bakteri ini merupakan bakteri gram negatif dan prokariotik yang mempunyai flagel, berbentuk spiral seperti ulir skrup. Memiliki lebar kira – kira 0,10µm – 0,18µm dan panjang 6µm – 15µm. Spiralnya melingkar bertaruran dengan jarak kira – kira 1µm dengan yang lainnyadan terdiri 6 – 14 gulungan. 1 Bakteri treponema pallidum sangat sensitif terhadap perubahan suhu dan cahaya, bakteri ini umumnya dapat hidup di mukosa genitalia, mulut, dan rektum yang lembab. Karena hal itu lah penyakit ini sangat susah menular kecuali adanya kontak langsung dengan penderita Sifilis. Sifilis sangat mudah di tularkan melalui hubungan seksual yang tidak aman, transfusi darah, alat suntik dan penularan vertikal dari ibu kepada anak yang di kandung. 1,2,3 Patogenesis Setelah bakteri masuk kedalam tubuh melalui mikro lesi ataupun selaput
lendir. Setelah mengeksposure permukaan epitel, bakteri akan berpenetrasi dan menyerang lapisan sel endotel, yang merupakan tahap penting dalam virulensi treponema. Bakteri kemudian akan hidup dan berkembangbiak pada pembuluh – pembuluh darah kecil dan di kelenjar getah bening. Jaraingan yang terinfeksi bakteri akan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri dari sel T limfosit, sel makrofag dan sel plasma. Aktifitas dari makrofag akan merangsang pelepasan Interlleukin 2 (IL2) interferon gamma (IFNγ), interferon 10 (IL10), dan interferon 12(IL12).1 Enarteritis dari pembuluh – pembuluh darah darah kecil menyebabkan peruahan hipertrofik endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans). Karena hilangnya aliran darah ke jaringan akan menyebabkan terjadinya erosi (gambaran klinis Sifilis I/Sifilis primer). Sebelum erosi terlihat, bakteri Treponema pallidum telah mencapai kelenjar getah bening regional secara limfogen dan berkembangbiak. Pada saat itu terjadi pula hematogen dan menyebar ke semua jaringan tubuh.1.2 Erosi akan sembuh perlahan – lahan karena kuman di tempat tersebut jumblahnya berkurang, kemudian akan terbentuk fibroblas – fibroblas dan pada akhirnya akan sembuh menjadi sikartiks. Setelah masa penyembuhan erosi Sifilis masuk stadium laten yang tidak di sertai gejala, meskipun masih tetap terinfeksi. Pada saat inilah biasanya terjadi penularan karena pasien sudah merasa sembuh dan juga bisa terjadi penularan dari ibu kepada anak.1,2,3 Terkadang sistem imun gagal mengontrol infeksi sehingga bakteri Treponema pallidum membiak lagi pada tempat erosi yang sama dan menimbulkan lesi berulang atau dapat
menyebar melalui jaringan dan menyebabkan lesi rekuren (Sifilis II/Sifilis sekunder). Lesi yang berulang tersebut akan terus hilang timbul, tetapi umumnya tidak lebih dari dua tahun.1,2 Klasifikasi Dan Gambaran Klinis Klasifikasi Sifilis dibagi menjadi Sifilis kongenital dan Sifilis akuisita (didapat). Sifilis kongenital dibagi menjadi Sifilis dini (sebelum dua tahun), Sifilis lanjut (lebih dari dua tahun) dan stigmata. Sedangkan Sifilis akuisita dibagi menjadi dua, secara klinis dan epidemiologi. Secara klinis dibagi menjadi tiga Sifilis stadium I/Sifilis primer, Sifilis stadium II/Sifilis sekunder dan stadium III/Sifilis tersier. Secara epidemiologi menurut WHO Sifilis dibagi menjadi dua Sifilis stadium dini menular dan Sifilis stadium lanjut tidak menular.1,2 Jenis klasifikasi yang umum digunakan yaitu Sifilis stadium I/Sifilis primer, Sifilis stadium II/Sifilis sekunder, Sifilis lanjut/laten, dan Sifilis stadium III/Sifilis tersier. Sifilis Dini Sifilis Stadium I/Sifilis Primer Terjadi dua sampai empat minggu setelah infeksi bakteri Treponema pallidum. Kelainan kulit dimulai sebagai makula letikular, kecil indolen dan kemerahan yang akan segera menjadi erosi, kemudian akan menjadi ulkus. Ulkus ini biasanya bulat atau oval, soliter, dengan tepi teratur dan berbatas tegas, dasarnya bersih dengan jaringan granulasi berwarna merah. Dindingnya tidak bergaung, kulit disekitar ulkus tidak menunjukan tanda radang akut dan di sekitar ulkus akan teraba indurasi dan indolen karena itu ulkus ini disebut ulkus durum salah satu ciri khas dari penyakit Sifilis.2,3
Afek primer ini akan sembuh dengan sendirinya antara tida sampai sepuluh minggu. Kemudian seminggu setelah itu terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional di inguinalis medialis yang soliter, indolen, tidak lunak, besarnya biasanya letikuler, tidak supuratif dan tidak terdapat periadenitis. Secara keseluruhan hal itu di sebut kompleks primer.2 Sifilis Stadium II/Sifilis Sekunder Timbul setelah enam sampai delapan minggu setelah Sifilis I/Sifilis primer. Lama stadium II biasanya sampai sembilan bulan, gejalanya tidak berat hanya gejala – gejala prodomoal saja seperti anoreksia, berat badan menurun, malaise, sakit kepala, demam yang tidak tinggi, dan nyeri otot, sendi dan tulang. Kelainan kulit yang tibul dapat menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga disebut the great imitator. Selain terjadinya kelainan pada kulit stadium II/Sifilis sekunder dapat juga menyebabkan kelainan pada mukosa, rambut, kuku, kelenjar getah bening, mata, hepar, tulang dan saraf.2 Karena menyerupai berbagai penyakit kulit gejala kelainan kulit pada Sifilis stadium II ada beberapa yang berdakannya. Kelainan kulit pada Sifilis stadium II umumnya tidak gatal, sering disertai limfadenitis generalisata, dan pada Sifilis stadium II dini kelainan kulit kuga terjadi pada telapak tangan dan kaki.2 Kelainan mukosa pada Sifilis stadium II biasanya berupa plaque muqueuses, berupa papul eritematosa, letikuler, erosi yang irreguler, kebauan dengan batas kemerahan dan nyeri. Kelainan mukosa lainya biasanya terdapat pada mulut dapat mengenai lidah, bibir, tonsil, dan epiglotis. Pharyngitis juga dapat terjadi berupa kemerahan yang difus pada pharyng, palatum, dan tonsil. Terkadang juga
disertai edema dan erosi. Keluhan yang timbul biasany suara parau nyeri tenggoran terutama saat menelan.1,2
Sifilis Lanjut
Kelainan pada rambut yang terjadi pada Sifilis stadium II hanya satu yaitu alopesia. Pada Sifilis stadium II dini terjadi alopesia yang bersifat difus dan tidak khas yang disebut alopesia difusa, sedangkan pada Stadium II lanjut alopesia beripa kerontokan rambut berbentuk seperti bercak yang menyerupai gigitan ngengat yang disebut alopesia areolaris.1,2
Sama seperti Sifilis laten dini, Sifilis laten lanjut tanpa gejala. Hanya beberapa bekas gejala pada Sifilis stadium sebelumnya seperti bekas sikatriks pada stadium I, leukoderma pada leher bekas Sifilis stadium II dan terkadang terdapat pula banyak kulit hipotrofi letikuler bekas papul – papul pada Sifilis stadium II. Lama masa laten Sifilis laten lanjut ini bisa dari beberapa tahun hingga bertahun – tahun, bahkan bisa seumur hidup. 1,2
Kelainan dapat juga terjadi pada kuku yaitu kelainan paronikia, yaitu radang kronis yang menyebabkan kuku menjadi rusak dan terkadang lepas, serta onokia dimana terjadi perubahan warna kuku menjadi putih, kabur, dan bagian distal kuku menjadi hiperkeratolitik.2 Kelainan lainnya yang sering menyertai Sifilis stadium II adalah pembersaran kelenjar getah bening superfisisal. Pada mata juga dapat terjadi uveitis anterior lebih sering terjadi pada Sifilis stadium rekuren. Dapat terjadi hepatitis, hepar membesar dan menyebabkan ektirus ringan tetapi jarang. Sendi dan tulang jarang terinfeksi, tetapi kadang – kadang dapat terbentuk efusi. Kelainan berupa pembengkakan, tetapi tidak nyeri dan pergerakan tidak terganggu. Abnormalitas pada cairan intrakranial dapat menyebabkan gejala berupa sakit kepala, mual , muntah, odem papli dapat terjadi bila terdapat kelainan neurologis.2 Sifilis Laten Dini Fase laten merupakan fase tanpa gejala, baik gejala klinis dan kelainan di dalam tubuh, tetapi infeksi Sifilis masih tetap aktif.2
Sifilis Laten Lanjut
Sifilis Stadium III/Sifilis Tersier Gejala pada Sifilis stadium III biasanya muncul pada tida sampai sepuluh tahun setelah Sifilis stadium I. Kelainan yang khas pada Sifilis stadium III ini adanya guma. Guma yakni infiltrat sirkumrip kronis, lunak dan destruktif. Besarnya guma bervariasai dari letikuler sampai sebesar telur ayam, kulit diatasnya mula – mulat tidak menunjukan adanya tanda – tanda radang akut dan dapat di gerakan. 1,2 Setelah beberapa bulan guma ini akan mulai melunak dan baru mulai menunjukan tanda – tanda radang, kulit menjadi eritematosa kemudian akan terjadi perforasi dan keluarlah carian seropurulen, terkadang dapat juga sanguinolen disertai jaringan nekrotik kemudian menjadi ulkus. Tanpa pengobatan guma tersebut akan bertahan beberapa bulan hingga beberapa tahun, biasanya guma solitar, tetapi dapat juga mulipel, umumnya asimetris.2 Selain guma kelainan yang lain pada Sifilis stadium III adalah nodus, dalam perkembangannya nodus mirip seperti guma. Nodus mengalami nekrosis dan membentuk ulkus tetapi dapat pula tanpa nekrosis dan menjadi sklerotik. Perbedaan nodus dengan
guma, nodus lebih superficial, kecil, banyak, bergerombol, warnanya merah kecoklatan.2 Kelainan mukosa pada Sifilis Sifilis III biasanya berupa guma, yang biasanya pada mulut dan tenggorokan, bersifat destruktif bisa sudah menjadi ulkus. Pada lidah yang tersering ialah guma dengan fisure tidak teratur, leukoplakia dan nyeri.2
bergerombol, simetris pada telapak tangan dan kaki namun terkadang terdapat juga bula di tempat lain. Cairan yang terdapat dalam bula banyak sekali mengandung bakteri Treponema pallidum ini disebut pemfigus sifilitika,bayi yang terinfeksi akan tampak sakit secara umum dilihat pada saat lahir, seperti berat badan lahir rendah, adanya anemia, jaundice, repiratory distress, dan rinitis.1,2
Kelainan lainnya yang sering menyertai Sifilis stadium III adalah guma pada hepar, hepar lobatum, guma yang terdapat pada hepar bersifat multiple hingga hepar mengalami retraksi, membentuk lobus – lobus tidak teratur. Selain itu guma dapat menyerang esofagus, paru – paru, lambung, ginjal, ovarium dan testis namun kasusnya jarang. Pada sistem muskuloskeletal guma paling sering menyerang tibia, tengkorak, bahu, femur, dan humerus. Dimana terdapat dua bentuk guma yaitu periostiti gumatosa dan osteitis gumatosa.1,2
Gambaran klinis lainnya akan tampak setelah bayi berumur beberapa minggu antara minggu kedua dan ketiga, dimana mirip seperti erupsi pada Sifilis stadium II. Umumnya berbentuk papul yang simetris, anular, dan pada tempat yang lembab akan mengalami erosi. Kelainan lainya mirip seperti Sifilis stadium II dimana pada mukosa mulut terdapat plaques muqueuses, hepar dan lien membesar, nyeri tulang karena osteokondritis, kelainan pada saraf yakni neuroSifilis aktif dimana mengakibatkan perkembangan otak terhenti.2
Sifilis Kongenital
Sedangkan pada Sifilis kongenital stadium lanjut, gejala klinis yang ditemukan mirip seperti pada Sifilis stadium III dimana terjadinya guma. Guma dapat menyerang kulit, mukosa, tulang dan organ – organ tubuh lainnya. Namun yang khas pada Sifilis kongenital stadium lanjut guma tersebut terdapat pada hidung dan mulut, dapat menjadi kolaps dengan demormitas. Guma pada bagian lainnya juga sering terjadi seperti pada palatum mole dan durum sehingga menyebabkan terjadinya perforasi palatum.2
Sifilis kongenital adalah seifilis yang terjadi pada bayi, dimana ditularkan oleh ibu yang sedang terinfeksi Sifilis. Biasanya ibu yang mengandung terinfeksi Sifilis stadium dini karena pada saat tersebut bakteri Treponema pallidum banyak dalam darah. Bakteri tersebut menginfeksi janin yang di kandung melalui darah masuk melalui plasenta.1,2 Untuk gambaran klinisnya Sifilis kongenital dibagi menjadi Sifilis kongenital stadium dini (prekoks), Sifilis kongenital stadium lanjut, dan stigmata. Dimana batas antara fase Sifilis stadium dini yakni dua tahun pertama dan fase Sifilis kongenital stadium lanjut setelah dua tahun. Pada Sifilis kongenital dini kelainan kulit yang pertama kali terlihat adanya bula
Untuk gambaran klinis lainya, pada Sifilis kongenital stadium lanjut juga mirip seperti Sifilis stadium III dimana pada tulang dapat terjadi osteoperostitis pada tengkorak dan tibia, selain itu pada kedua sendi lutut dapat terjadi pembengkakan, nyeri disertai efusi, keratitis interstisial merupaka
gejala yang paling umum yang dapat menyebabkan kebutaan selain itu kelainan pada saraf pada Sifilis kongenital stadium lanjut berbentuk paralisis generalisata.2 DIAGNOSIS Diagnosis Sifilis sama seperti penyakit lain pada umumnya ditegakan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang sebagai pembantu diangnosis Sifilis yaitu 1. Pemeriksaan bakteri Treponema pallidum menggunakan mikroskop lapangan gelap 2. Pemeriksaan Serologis 3. Pemeriksaan Histopatologi Dan Pemeriksaan Imunologi 4. Pemeriksaan Rongent Pemeriksaan Menggunakan Mikroskop Lapangan Gelap Pemeriksaan ini mengambil sampel dari serum lesi kulit dan dilihat bentuk dan pergerakannya dengan mikroskop lapangan gelap. Bakteri Treponema pallidum terlihat sebagai organisme berwarna putih, berbentuk spiral seperti ulir skrup. Memiliki lebar kira – kira 0,10µm – 0,18µm dan panjang 6µm – 15µm. Spiralnya melingkar bertaruran dengan jarak kira – kira 1µm dengan yang lainnyadan terdiri 6 – 14 gulungan. Pergerakannya berputar dan secara perlahan – lahan melintasi lapang pandang.1,2,3 Pemeriksaan ini biasanya digunakan untuk mendiagnosis Sifilis stadium I dan II, dimana pemeriksaannya cukup mudah dan cukup valid untuk membukatikan adanya bakteri Treponema pallidum sebagai penyebab lesi. Pemeriksaan
dilakukan selama 3 hari berturut – turut, dengan mengambilan sampel serum pada lesi, awalnya lesi yang akan di ambil serumnya dibersihkan terlebih dahulu, kemudian lesi di tekan hingga cairan serum keluar dan di tampung pada gelas alas sebelum dibuat menjadi preparat. Apabila lesi pada kulit sudah kering dan mulai sembuh, toreh bekas lesi tersebut dengan pisau bedah. Hentikan pendarahan kemudian keringkan setelah kering baru dapat dilakukan pengambilan sampel. Hasil dari pemeriksaan negatif apa bila jumlah dari bakteri Treponema pallidum pada sampel kurang. Pemeriksaan menggunakan mikroskop lapangan gelap keakuratannya tergantung dari pengalaman petugas, jumlah bakteri Treponema pallidum dan non Treponema pallidum pada lesi yang dijadikan sampel. Pemeriksaan Serologis Pemeriksaan serologi untuk infeksi Sifilis (STS) dibagi menjadi dua yaitu: 1. Non Treponemal (reagin) 2. Treponemal Pemerikasaan ini sangat penting untuk membantu diagnosis bagi orang yang terinfeksi Sifilis. pemeriksaan ini melihat adanya antibodi terhadap bakteri treponema pallidum.2 Pemeriksaan serologis non treponemal adalah salah satu pemeriksaan yang banyak dipergunakan untuk skrining karena pemeriksaan ini relatif murah. Pada pemeriksaan ini antigen yang digunakan tidak spesifik, dimana antigen yang digunakan adalah lipid yang diekstrak dari jaringan mamalia yang normal. Sedangkan reaginnya
adalah campuran dari antibodi Imunoglobulin M (IgM) dan Imunoglobulin A (IgA) yang terdapat pada serum lesi yang dipakai menjadi sampel.1,2,3 Ada beberapa jenis pemeriksaan serologis non treponemal, namun yang paling sering digunakan yaitu pemeriksaan Veneral Disease Research Labolatory (VDRL) dan Rapid Plasma Reagin (RPR).2 Pemeriksaan serologis treponemal kebalikan dari pemeriksaan serologis non treponemal karena dalam pemeriksaan ini menggunakan antigen spesifik yaitu treponema atau ekstraknya dan dapat di golongkan menjadi empat kelompok, yaitu Treponemal Pallidum Imobilization (TPI), Reiter Protein Complement Fixation (RPCF), Fluorecen Treponemal Antibodi Absorbtion (FTA-Abs), dan ada beberapa pemeriksaan Hemogutisasi antara lain Treponemal Palidum Haemoglutinasi Assay (TPHA), Hemagglutination Treponemal Test for Syphilis (HATTS), Microhemagglutination Assay For Antibodies To Treponema Pallidum (MHA-TP).2,4 Pemeriksaan Rontgen Pemeriksaan rontgen dilakukan agara dapat melihat kelainan – kelainan yang terjadi pada tulang yang tedapat pada Sifilis. biasanya di lakukan pada Sifilis stadium II, stadium III dan Sifilis kongenital karena pada gejala klinis pada stadium Sifilis tersebut terdapat beberapa kelainan pada tulang.2,4
DIAGNOSIS BANDING Diangnosis Banding Stadium I/Sifilis Primer 1. Herpes Simplek 2. Skabies 3. Erosif Balanitis 4. Limfogranuloma Venereum (LGV) 5. Karsinoma 6. Penyakit Behcet 7. Ulkus Mole 8. Furunkel Diagnosis Banding Stadium II/Sifilis Sekunder 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Erupsi Obat Alergi Morbili Pitiriasis Rosea Psoriasis Dermatitis Seboroika Kondiloma Akuminatum Alopesia Areata
Diangnosis Banding Stadium III/Sifilis Tersier 1. 2. 3.
Tuberkulosis Frambusia Mikosis Profunda
PENATALAKSAAN Medikamentosa Pada umumnya penisilin merupakan obat pilihan utama dalam pengobatan Sifilis., namun dapat juga menggunakan antibiotik lain. Pengobatannya dibagi menjadi dua pada Sifilis dini dan pada Sifilis lanjut. Pada Sifilis pada Sifilis dini baik stadium I, stadium II, laten dini atau Sifilis laten yang kurang dari dua tahun dapat digunakan:8 1. 2.
Singel dose Penisilin G benzatin 2,4juta unit, I.M. Penisilin G prokain 600 – 900 mg, I.M sehari sekali selama 10 hari. Jenis penisilin G prokain ada dua penisilin G prokain dalam akua dan penisilin G
prokain dalam minyak dengan aluminium,. Apa bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan:8 1. Tetracyclin hidrochloride 500mg, oral 3kali sehari selama 15 hari 2. Doxycyciline 100mg, oral 2 kali sehari selama 15 hari. 3. Erythromycin 500mg, oral 2 kali sehari selama 15 hari. 4. Ceftriaxone 1g, intramuskular satu kali sehari selama 10 hari. Sedangkan untuk Sifilis lanjut atau Sifilis laten yang lebih dari dua tahun dapat diberikan: 1. Penisilin G benzathine 2,4juta unit, I.M sekali perminggu selama 3 minggu.8 2. Penisilin G prokain 600 – 900 mg, I.M satu kali sehari selama 15 hari. Jenis penisilin G prokain ada dua penisilin G prokain dalam akua dan penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium, dapat diberikan salah satunya.8 Apa bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan: 1. Tetracyclin hidrochloride 500mg, oral 3kali sehari selama 30 hari8 2. Doxycyciline 100mg, oral 2kali sehari selama 30 hari. 8 Untuk Sifilis kongenital obat yang didapat diberikan: 1. Penisilin sodium benzyl 100 – 1500 mg, I.M perhari, dimana dosis diberikan secara bertahap 50 mg 2 kali sehari selama 7 hari pertama kemudian 3 kali sehari setelahnya dimana obat ini di berikan selama 10 hari. 8 2. Penisilin prokain 50 mg, I.M perhari selama 10 hari8 Follow – up pasien Setelah terdiagnosis menderita Sifilis dan diobati, pasien perlu melakukan
evaluasi secara klinis dan juga secara serologis. Evaluasi serologis dapat dilakukan menggunakan pemeriksaan serologis non treponemal karena pemeriksaan ini relatif murah. Pemeriksaan ini dilakukan setelah 3 bulan dan dilakukan setiap bulan, setelah itu evaluasi dilakukan setelah 6 bulan setiap tiga bulan dan terakhir setelah 12 bulan setiap 6 bulan.1,2 Pengobatan dan penanganan ulang perlu di lakukan apa bila gejala Sifilis menetap atau terulang kembali dan apa bila terdapat peningkatan titer pada pemeriksaan serologi non troponema. Pada Sifilis stadium laten perlu terus dilakukan tidak lanjut secara terus – menerus dan selama bertahun – tahun.2 Pencegahan Pencegahan terhadap menularnya penyakit Sifilis dapat dilakukan dengan berbagai macam cara salah satunya dengan cara pemberian memberikan penyuluhan dan edukasi mengenai penyakit Sifilis pada seluruh lapisan masyarakat, agar informasi dapat diterima secara merata dan di ketahui oleh masyarakat dengan pendidikan kurang. Sehingga masyarakat dapat langsung datang ke puskesmas jika ada gejala penyakit ini untuk segera ditindak lanjuti. Sebenarnya cara yang paling efektif dalam mencegah Sifilis adalah dengan pemberian vaksin, namun hingga saat ini belum dapat dilakukan, karena belum di temukan vaksin yang dapat mencegah infeksi dari bakteri Treponema pallidum.2,3 Karena penyakit ini adalah salah satu penyakit menular seksual dan dapat di tularkan dari ibu kepada anaknya, maka melakukan pencegahan penularan penyakit ini dari orang yang beresiko tinggi terjangkit penyakit menular seksual harus ditingkatkan. Salah satu
caranya dengan penggunaan kondom saat berhubungan seksual, selain itu skrining pada ibu hamil juga perlu dilakukan agar tidak terjadi penularan vertikal dari ibu kepada anakanya.1,2,3 PROGNOSIS Dengan adanya penisilin dan berbagai macam antibiotik lainya prognosis Sifilis menjadi lebih baik. Sembuh dari penyakit Sifilis ini berarti sembuh klinis menyeluruh tanpa adanya pengulangan, tidak menular kepada orang lain, hasil pemeriksaan serologi pada darah dan likuor serebrospinalis selalu negatif. Hal ini di karenakan tidak bisanya membunuh semua bakteri Treponema pallidum di seluruh tubuh.2 Namun jika Sifilis ini tidak mendapat pengobatan dan terapi dengan baik dapat terjadi kekambuhan, dan dapat mengarah kepada stadium yang lebih lanjut sehingga menimbulkan banyak gejala klinis lainnya dan makin merusak jaringan tubuh. Kegagalan terapi dari penyakit ini jarang dan angka kesembuhan pada Sifilis stadium dini yang diobati sangat tinggi.2 METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penenilitian ini merupakan studi restrospektif yang bersifat deskriptif. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakuan di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah. Subjek Penelitian Sebagai subjek penelitian adalah pasien penderita Sifilis yang datang berobat ke
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah pada periode 2011 – 2013. Cara Pengumpulan Data Data diambil dari buku regristrasi pasien di poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah pada periode 2011 2013. Analisis Data Data dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel. Variabel Penelitian Variabel data penelitian meliputi kasus Sifilis, periode, jenis kelamin, kelompok usia, kunjungan pasien lama/baru. Definisi Oprasional Variabel Penelitian 1. Diagnosis Sifilis disini berdasarkan diagnosis yang sudah ditegakan dokter spesialis kulit dan kelamin pada poliklinik kulit dan kelamin RSUP Sanglah. 2. Periode data, periode dari tahun 2011 – 2013 yang tercatat pada buku registrasi pasien poliklinik kulit dan kelamin RSUP Sanglah. 3. Jenis Kelamin berdasarkan keterangan laki – laki/perempuan yang tercatat pada buku registrasi pasien poliklinik kulit dan kelamin RSUP Sanglah. 4. Kelompok Usia, Usia pasien yang tercatat dan dibagi rentang sepuluh tahun perkelompok usia. 5. Kunjungan Pasien lama/baru, berdasarkan catatan kunjungan pasien pada RSUP Sanglah
HASIL PENELITIAN Prevalensi Infeksi Menular Seksual Tabel 1. Kasus Infeksi Menular Seksual (IMS), yang terdapat ada 300 kasus Tahun
Kasus (orang)
Kasus (%)
2011
72
19
2012
152
40
2013
155
41
Total kasus
379
100
Tabel 2. Tiga Jenis Penyakit Infeksi Menular Seksual yang paling sering tercatat Tahun Jenis IMS
2011
Jumlah
2012
2013
kasus (orang)
Gonorrhe
24
86
68
178
Sifilis
30
43
53
126
Herpes Genitalis
18
23
34
75
Karakteristik Kunjungan Sifilis Tabel 3. Distribusi kasus Sifilis pertahun Tahun
Kasus (orang)
Kasus (%)
2011
30
23,8
2012
43
34,1
2013
53
42,1
Total kasus
126
100
Tabel 4. Prevalensi kasus Sifilis lama/baru pertahun Tahun Kasus
2011
2012
2013
Jumlah
Jumlah
kasus
(%)
(orang) Baru
10
6
15
31
24,6
Lama
20
37
41
95
75,4
Total kasus
30
43
56
126
100
Tabel 5. Prevalensi kasus Sifilis berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin
Kasus (orang)
Kasus (%)
Laki – laki
108
85,7
Perempuan
18
14,3
Total kasus
126
100
Tabel 6. Prevalensi kasus Sifilis berdasarkan rentang umur Rentang umur (tahun)
Kasus (orang)
Kasus (%)
≤10
2
1,5
11 – 20
11
8,7
21 – 30
58
46,1
31 – 40
48
38,2
>40
7
5,5
Total kasus
126
100
Jenis Siflis
Kasus (orang)
Kasus (%)
Stadium I/Sifilis Primer
56
44,5
Stadium II/Sifilis Sekunder
42
33,4
Laten
26
20,6
Tersier
Tidak ada kasus
0
Kongenital
2
1,5
Total kasus
126
100
Tabel 7. Prevalensi kasus berdasarkan jenis siflis
PEMBAHASAN Dari hasil penelitian retrospektif yang dilakukan pada kasus Sifilis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah pada periode tahun 2011 hingga akhir tahun 2013 terdapat 379 kasus IMS, tahun 2011 tercatat ada 72 kasus (19%), pada tahun 2012 tercatat ada 152 kasus (40%), dan pada tahun 2013 tercatat ada 155 kasus (41%). Dimana kasus IMS terbanyak terjadi pada tahun 2013 sebanyak 155 kasus dari total 379 kasus yang ada, sedangkan untuk penyakit Sifilis tercatat ada ada 126 kasus. Dimana pada tahun 2011 penderita Sifilis ada 30 kasus (23,8%), Tahun 2012 meningkat menjadi 43 kasus (34,1%) dan tahun 2013 tercatat 53 kasus dengan prevalensi (42,1%). Masih adanya peningkatan kasus setiap tahunnya maka diperlukan usaha dan kerjasama dari instansi – instansi kesehatan terkait dan juga masyarakat. Contohnya dengan memberikan penyuluhan dan edukasi mengenai penyakit Sifilis pada seluruh lapisan masyarakat, agar informasi dapat diterima secara merata dan di ketahui oleh masyarakat dengan pendidikan kurang. Sehingga masyarakat dapat langsung datang ke puskesmas jika ada gejala penyakit ini untuk segera ditindak lanjuti. Selain itu melakukan pencegahan penularan Sifilis dan kabuhnya penyakit ini, sehingga menurunnya jumlah kasus baru dan juga kasus lama. Jika ditinjau dari kasus Sifilis berdasarkan kunjungan penderita baru/lama, lebih banyak kasus lama yaitu 95 kasus (75,3%) sedangkan kasus baru tercatat 31 kasus (24,7%). Ini berarti banyak terulangnya kembali dari penyakit ini, dibandingkan dengan penularan penyakitnya. Diharapkan dalam penangan penyakit ini dapat ditangani dengan baik dan hingga tuntas
sehingga tidak banyak terulang kembali penyakit Sifilis ini. Penyuluhan dan edukasi mengenai penyakit Sifilis ini juga perlu dilakukan. Berdasarkan jenis kelamin, laki – laki yang menderita siflis berjumlah 108 kasus (85,7%) dan pada perempuan 18 kasus (14,3%) dari total 98 kasus Sifilis yang tercatat di RSUP Sanglah periode tahun 2011 – 2013. Jadi jumlah kasus laki-laki yang menderita Sifilis lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Ini mungkin dikarenakan laki -laki mobilitasnya lebih besar dibandingkan dengan perempuan sehingga kemungkinan untuk melakukan hal – hal yang bisa menyebabkan tertularnya penyakit Sifilis lebih sering, dan juga selain mobilitas gejala klinis penyakit Sifilis pada laki – laki lebih terlihat dan lebih mengganggu dibandingkan dengan gejala klinis pada perempuan sehingga lebih banyak laki – laki yang memeriksakan dirinya ke dokter. Sehingga data yang tercatat di poliklinik kulit dan kelamin RSUP Sanglah lebih banyak tercatat laki – laki dibandingkan perempuan. Jika dibandingkan dengan penelitian – penelitian lainnya dan dari buku referensi menunjukkan hasil yang sama, dengan perbandingan kasus laki – laki dan perempuan hampir 3:1 sampai 4:1. Perbandingan kasus Sifilis berdasarkan usia, rentang umur Sifilis terbanyak adalah penderita dengan kelompok usia 21 – 30 tahun, yakni sebanyak 58 kasus dengan prevalensi 46,1%. Pada anakanak dengan kelompok umur <10 tahun berjumlah 2 kasus (1,5%), pada remaja kelompok umur 10 – 20 tahun berjumlah 11 kasus (8,7%), pada kelompok umur 31 – 40 tahun ada 48 kasus (38,2%), sedangkan pada usia tua >40 tahun terjadi 7 kasus (5,5%). Berdasarkan data yang telah dianalisis menyatakan bahwa kasus Sifilis lebih banyak terjadi pada usia dewasa muda
dengan kelompok umur 21 – 30 tahun dibandingkan dengan kelompok umur anak-anak, remaja, dewasa dan kelompok umur tua. Pada umumnya kelompok umur dewasa muda atau kelompok umur antara 21 – 30 adalah masa dimana ego masih tinggi, mobilitas sosial juga tinggi, dan lebih banyak berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan luar. Sedangkan pada kelompok umur anak-anak biasanya ditularkan secara vertikal dari ibu yang terinfeksi penyakit ini, untuk kelompok umur >40 tahun atau lansia masih ada beberapa yang juga terinfeksi penyakit ini yang mungkin desebabkan oleh karena fase laten atau mungkin juga karena kurangnya kemampuan sosialekonomi sehingga tidak mengerti atau tidak bisa mengobati penyakit ini dan dibiarkan saja.
Penatalaksaan Sifilis pada umumnya, menggunakan penisilin dosis tinggi. Pencegahan terhadap menularnya penyakit Sifilis dapat kita lakukan dengan berbagai cara. Ini dilakukan agar tidak adanya lagi tercatat kasus baru dan agar kasus yang sama tidak terulang kembali serta dapat menurunkan jumlah kasus Sifilis di masyarakat.
PENUTUP
Natahusada, E.C, Djuanda, A. Sifilis, Ilmu Penyakit Kuit dan Kelamin, Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah S., edisi ke – 3, Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2013., halaman 391 – 411.
Kesimpulan Sifilis adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Treponema palladum (ssp. pallidum), jenis Microaerophilic Spirochete. Sifilis terdiri dari beberapa stadium yaitu Sifilis stadium I (Sifilis primer), Sifilis stadium II (Sifilis sekunder), Sifilis laten, dan Sifilis tersier/Sifilis lanjut dan penyakit ini dapat menyerang hampir seluruh bagian dan organ dalam tubuh pada fase lanjut. Sifilis dari tahun ketahun masih mengalami peningkatan jumlah kasus, dimana kasus lama banyak terulang kembali. Banyaknya kasus pada laki – laki yang menderita Sifilis dibandingkan dengan perempuan, dimana perbandingannya mencapai 3:1. Kasus Sifilis ini sendiri cenderung lebih banyak terjadi pada kelompok usia dewasa muda antara 20 - 40 tahun dan rata – rata pada usia 30 tahun.
DAFTAR PUSTAKA Miguel R. Sanchez, Section 32, Sexually Transmitted Diseases, Chapter 200, Sifilis, in Fitzpatrick’s, Dermatologi in General Medicine, Sexually Transmitted Diseases, Klaus Wolff, MD, FRCP., Lowell A. Goldsmith, MD., Stephen I. Katz, MD, PhD., Barbara A. Gilchrest, MD., David J. Leffell, MD.
George R. Kinghorn, Available: http://studfier.com/docs/books/Biology/ Microbio/Cohen%20IDs/Cohen%20IDs %20075.pdf (Accessed: 2013, February 2). Sri Julyani, Jurnal Kesehatan Masyarakat, ISSN.1979-2287, vol.02 No.03, tahun 2009., Aspek Imunologis Penyakit Sifilis., Bagian Patologi Klinik Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia. Available: http://journal.umi.ac.id/pdfs/Aspek_Imu nologis_Penyakit_Sifilis.pdf (Accessed: 2013, January 30). Departemen Kesehatan Dan Pelayanan Manusia, United States, Sexually Transmitted Disease Surveillance 2009, Available: http://www.cdc.gov/std/stats09/surv200
9-Complete.pdf january 30)
(accessed:
2013,
Marco De Santis., Carmen De Luca., Ilenia Mappa., Terryann Spagnuolo., Angelo Licameli., Gianluca Straface., and Giovanni Scambia., Syphilis Infection During Pregnancy: Fetal Risks and Clinical Management., Available: www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PM C3398589/pdf/IDOG2012-430585.pdf (Accessed: 2013, January 30). P C Schober., G Grabriel., P White., W F Felton., and R N Thin., in: “How Infectious is Syphilis?”., available: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articl
es/PMC1046186/pdf/brjvendis000100001.pdf (Accessed: 2013, January 30). Chairman., Keith Radcliffe., Imtyaz Ahmed-Jushuf., David Daniels., Mark Fitz Gerald., Neil Lazaro., Gill Mccarthy., Guy Rooney., Guideline Pada Management Sifilis 2008, United Kingdom., available: www.bashh.org/documents/1771 (Accessed: 2013, January 30). James B. Lucas and Eleanor V Price., co-operative evaluation of treatment for early syphilis., available: www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PM C1047895/pdf/brjvendis00102-0018.pdf (Accessed: 2013, January 30)