MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE ROLE PLAYING PADA MATA PELAJARAN KEWIRAUSAHAAN DIKELAS X PEMASARAN SMK NEGERI I LIMBOTO
Candra Hulopi 911 409 022 SI Pendidikan Ekonomi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK Candra Hulopi, NIM 911 409 022. “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Role Playing Pada Mata Pelajaran Kewirausahaan Dikelas X Pemasaran SMK Negeri I Limboto. Skripsi. Dibawah Bimbingan Ibu Hj. Salma Bowtha, M.Pd Dan Bapak Roy Hasiru, S.Pd, M.Pd. Program Studi Pendidikan Ekonomi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo. 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe role playing pada mata pelajaran kewirausahaan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Indikator penelitian ini dimana bila siswa memperoleh nilai atau hasil belajar mengalami ketuntasan yaitu 75 akan meningkat dari 40% menjadi 85%. Hasil belajar yang belum sesuai target yang diharapkan antara lain disebabkan oleh beberapa aspek kegiatan guru yang belum terlaksana secara optimal pada siklus I. setelah dilakukan perbaikan dan penyempurnaan aspekaspek kegiatan belajar mengajar, pada siklus II terjadi peningkatan hasil belajar siswa berdasarkan pada hasil pengamatan pelaksanaan siklus II yang menunjukkan bahwa dari 24 siswa dikelas X PM SMK Negeri I Limboto tahun 2012/2013 yang dikenai tindakkan memperoleh nilai 75 keatas terdapat 21 orang siswa (87.5%) dengan rata-rata 76.5%. Berdasarkan data analisis nilai yang diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe role playing pada mata pelajaran kewirausahaan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kata Kunci: Hasil Belajar Siswa, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Role Playing
PENDAHULUAN Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memerlukan usaha dan dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan Indonesia menaruh harapan besar terhadap pendidik dalam perkembangan masa depan bangsa ini, karena dari sanalah tunas muda harapan bangsa sebagai generasi penerus dibentuk. Menurut Syaefudin dan Syamsuddin (2007:6) pendidikan merupakan upaya yang dapat mempercepat pengembangan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan kepadanya, karena hanya manusia yang dapat dididik dan mendidik. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, emosional, moral, serta keimanan dan ketakwaan manusia. Guru sebagai tenaga pendidik hendaknya mempunyai tujuan utama dalam kegiatan pembelajaran disekolah yaitu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, menarik minat dan antusias siswa serta dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan semangat. Sebab, dengan suasana yang menyenangkan akan berdampak positif dalam pencapaian hasil belajar yang optimal. Oleh karena itu, dalam proses belajar mengajar di kelas guru hendaknya lebih kreatif dalam memilih model-model pembelajaran yang sesuai dengan materi serta kondisi lingkungan dimana guru itu mengajar. Salah satu model pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa adalah model pembelajaran role playing (bermain peran). Martinis yamin (2009:75-76) metode bermain peran (role playing) adalah metode yang melibatkan interaksi antara 2 siswa atau lebih tentang suatu topik atau situasi. Siswa melakukan peran masing-masing sesuai dengan tokoh yang dilakoni, mereka berinteraksi sesama mereka melakukan peran terbuka. Role playing adalah model pembelajaran dengan mengutamakan interaksi. Selain itu, metode Role Playing
adalah suatu
cara
penguasaan
bahan-bahan pelajaran
melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.
Model role playing juga memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas peran dalam suatu dramatisasi. Hal ini, diperlukan siswa ketika kembali dalam masyarakat, keluarga, lingkungan, dan organisasi sehingga dapat berkolaborasi dalam bekerja sama dalam kehidupan sosial. Adapun dalam melaksanakan model role playing yaitu bisa dilakukan oleh individu dan individu serta kelompok sesuai peran yang telah ditentukan. Dalam hal ini, guru membagi siswa dalam beberapa kelompok sesuai dengan skenario yang telah dibuatkan oleh guru. Lalu kelompok akan memerankan materinya di depan kelas atau penyesuaian tempat berdasarkan skenario yang telah diberikan oleh guru. Setelah siswa memerankan didepan kelas, kelompok lain memberikan saran, tanggapan, dan sanggahan terhadap peran yang mereka amati. Melalui model role playing, banyak hal positif yang bisa diperoleh. Salah satunya dapat meningkatkan siswa dalam hal berbicara, selain itu siswa juga berperan aktif dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran yang terjadi selama ini, pembelajaran masih bertumpuh pada guru. Hal ini dapat dilihat pada mata pelajaran kewirausahaan di sekolah kejuruan dimana proses pembelajarannya masih banyak didominasi oleh ceramah guru dalam hal teori sedangkan dalam praktek masih terdapat unsur ide dari guru. Guru memberikan materi dengan cara ceramah, hanya akan menyebabkan siswa mendengarkan ceramah guru saja. Sehingga dalam proses pembelajaran, tidak terlihat suatu keaktifan, kreativitas dan inovasi yang berasal dari siswa. Guru juga kurang memberikan warming up kepada siswa pada saat awal menerima pelajaran. Sehingga Siswa kurang memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang ada, akibatnya hasil belajar siswa pun menurun. Kenyataan demikian juga terjadi pada SMK Negeri 1 Limboto. Berdasarkan pengamatan peneliti, guru kurang memberikan warming up kepada siswa pada saat memulai proses pembelajaran dan salah satu metode pembelajaran yang sering digunakan oleh guru dikelas diantaranya adalah metode ceramah. Pembelajaran ini masih berlangsung satu arah karena kegiatan masih berpusat pada guru. Guru menjelaskan materi pelajaran sedangkan siswa mendengar dan mencatat. Hal ini menyebabkan siswa yang belum jelas tidak bisa terdeteksi oleh
guru. Ketika diberi kesempatan untuk bertanya, hanya satu atau dua orang siswa yang bertanya. Selain itu, siswa kurang terlatih dalam mengembangkan ide-idenya dalam memecahkan masalah. Hal ini terlihat pada mata pelajaran kewirausahaan dimana guru mata pelajaran hanya menggunakan metode ceramah yang pada akhirnya siswa hanya diam tanpa diketahui kemampuan hasil belajarnya terutama untuk kelas X yang merupakan siswa baru disekolah. Berdasarkan hasil pengamatan penelitian, siswa SMK Negeri 1 Limboto kelas X Jurusan Pemasaran berjumlah 24 siswa. Dimana siswa kelas X pemasaran hasil belajar belum sesuai yang diharapkan. Hasil belajar siswa kelas X Pemasaran paling rendah dibandingkan dengan kelas ataupun jurusan lainnya. Dari data hasil observasi awal menunjukkan bahwa yang mendapat nilai ketuntasan belajar 37,5% sedangkan 62,5% nilainya dibawah standar ketuntasan. Hal ini diakibatkan karena siswa kurang menyukai mata pelajaran kewirausahaan dan metode atau model yang diterapkan oleh guru. Sehingga perlu adanya metode atau model yang harus diterapkan oleh guru yang disesuaikan dengan tempat dan keadaan untuk membangkitkan semangat dan kegemaran siswa terhadap mata pelajaran kewirausahaan sehingga tercapai hasil belajar yang memuaskan bagi guru dan siswa. Mata pelajaran kewirausahaan, tidak perna lepas dari 3 aspek, yaitu aspek kognitif, psikomotorik dan efektif. Namun, aspek yang paling menonjol yaitu aspek kognitif berbeda tipis dengan aspek psikomotorik karena mata pelajaran kewirausahaan berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, dan kemampuan mengevaluasi sampai pemecahan masalah. Sedangkan praktek biasanya dilakukan pada saat akhir semester yang merupakan aspek psikomotorik. Dari kedua aspek tersebut, yakni aspek kognitif dan aspek psikomotorik didalamnya terkandung aspek efektif yaitu yang mencakup watak perilaku seperti sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral. Sehingga dengan aspek efektif maka terbentuklah suatu kepribadian peserta didik karena tiap kompetensi dasar yang ada pada mata pelajaran kewirausahaan menuntut untuk mengubah perilaku dan sikap seseorang dalam berwirausaha.
Adapun uraian kompetensi dasar dari mata pelajaran kewirausahaan yaitu mengidentifikasikan sikap dan perilaku wirausaha, menerapkan sikap dan perilaku kerja prestatif (sikap selalu ingin maju), merumuskan solusi masalah, mengembangkan semangat wirausaha, membangun komitmen bagi dirinya dan orang lain dan mengambil resiko usaha. Berdasarkan uraian kompetensi dasar tersebut, maka peneliti menggunakan model pembelajaran role playing. Hal ini dikarenakan setiap kompetensi dasar pada mata pelajaran kewirausahaan, yaitu membahas tentang kehidupan wirausaha dalam membangun dan mengembangkan usahanya untuk mencapai kesuksesan yang terlihat atau ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga diperlukan metode pembelajaran role playing agar siswa dapat mengetahui sendiri bagaimana kondisi seorang wirausaha dalam membangun suatu usaha dengan cara mengadegankan karakter dari seorang wirausaha tersebut. Hal ini, diperlukan siswa ketika kembali dalam masyarakat, keluarga, lingkungan, dan organisasi sehingga dapat berkolaborasi dalam bekerja sama dalam kehidupan sosial. Karena pada suatu saat siswa akan mengalami situasi dalam kehidupan nyata khususnya menjadi seorang wirausaha. Berdasarkan paparan tersebut diatas maka peneliti ingin mencoba melakukan penelitian dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Role Playing Pada Mata Pelajaran Kewirausahaan Kelas X Pemasaran SMK Negeri 1 Limboto. Adapun tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengetahui dan meningkatkan hasil belajar siswa SMK Negeri 1 Limboto khususnya kelas X Pemasaran melalui pembelajaran Kewirausahaan dengan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Role Playing. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung antara lain bagi sekolah, kepala sekolah, guru dan siswa yang diharapkan dapat memberikan masukan atau informasi untuk proses belajar, untuk meningkatkan hasil belajar dan meningkatkan mutu pendidikan dikelas. Adapun untuk calon peneliti, diharapkan untuk dijadikan sebagai sumber dan referensi dalam pengembangan penelitian tindakan kelas. Selain itu bagi peneliti, dapat dijadikan sebagai sarana belajar untuk mengintegrasikan pengetahuan dan
ketrampilan dengan terjun langsung sehingga dapat melihat, merasakan dan menghayati apakah praktik-praktik pembelajaran yang dilakukan selama ini sudah efektif dan efisien.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di kelas X Jurusan Pemasaran SMK Negeri 1 Limboto yang beralamatkan di JL. Abdurahman Moito, Kabupaten Gorontalo. peneliti mengambil lokasi atau tempat ini karena berhubungan dengan kegiatan PPL 2 dan dilanjutkan untuk mengajar sementara dengan dibantu oleh guru kewirausahaan. Sehingga memudahkan dalam mencari data, peluang waktu yang luas dan subyek penelitian yang sangat sesuai dengan profesi peneliti. Adapun penelitian ini dilaksanakan pada semester genap yaitu pada tahun ajaran 2012/2013. Penelitian ini dimulai dari minggu kedua bulan februari hingga sampai akhir bulan mei. Sehingga waktu pelaksanaan kegiatan penelitian ini, sekitar 3 bulan 3 minggu. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X Jurusan Pemasaran yang berjumlah 24 siswa, terdiri dari 19 siswa laki-laki dan 5 siswa perempuan. Sebagian besar dikelas ini, dipenuhi oleh siswa laki-laki. Sehingga berpengaruh pada penurunan aktivitas belajar siswa dalam pencapaian hasil belajar. Karena itu, peneliti ingin mensosialisasikan metode pembelajaran role playing agar siswa antusias dalam mengikuti pembelajaran dan dapat mencapai hasil belajar yang diinginkan. Hasil belajar siswa pada kelas X Jurusan Pemasaran paling rendah dibandingkan dengan kelas lainnya. Sehubungan dengan pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK) ini, maka dapat dikemukakan variabel dalam penelitian (1) Variabel Input merupakan suatu proses atau komponen yang harus disiapkan sebelum pembelajaran berlangsung. Seperti guru, bahan pelajaran, sumber belajar, prosedur evaluasi dan lingkungan belajar. (2) Variabel proses adalah merupakan proses selama pembelajaran berlangsung dapat dilihat dari aktivitas guru dan siswa selama proses melaksakan proses pembelajaran sebagai terapan dari strategi pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe role playing. Hal ini
bertujuan untuk melihat kekurangan yang terjadi dalam proses pembelajaran baik yang dilakukan oleh guru maupun siswa. (3) Variabel Output yaitu keingintahuan siswa dalam materi yang diajarkan oleh guru, kemampuan siswa mengaplisasikan materi yang diberikan, keaktifan siswa dalam proses belajar, motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran, hasil belajar yang diperoleh siswa, tindakan perbaikan terhadap hasil yang dicapai, dan pengalaman siswa dalam memecahkan masalah. Prosedur penelitian yaitu sebelum ketahap yang utama, langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu : menemukan masalah, melakukan identifikasi masalah, menetukan batasan masalah, merumuskan gagasan-gagasan pemecahan masalah dengan merumuskan hipotesis-hipotesis tindakan sebagai pemecahan dan menentukan pilihan hipotesis tindakan pemecahan masalah. Adapun prosedur yang dilakukan oleh peneliti sebagai berikut : (1) Perencanaan Tindakan yaitu meminta izin dan persetujuan dari pihak sekolah dalam hal ini kepala sekolah dan guru mata pelajaran, mengadakan observasi dan wawancara dengan pihak yang terkait pada pelaksanaan tindakan, membuat rencana pelaksanaan pembelajaran berdasarkan silabus, membuat bahan skenario yang akan diberikan kepada siswa, mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan di kelas, mempersiapkan instrumen untuk merekam dan menganalisis data mengenai proses dan hasil tindakan. (2) Pelaksanaan tindakan yaitu melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat.
Dalam
pelaksanaan
penelitian guru
menjadi
fasilitator
selama
pembelajaran, siswa dibimbing untuk belajar kewirausahaan dengan pola model pembelajaran role playing. Tindakan yang akan dilakukan adalah, guru menyampaikan kompetensi yang akan dicapai serta menjelaskan secara singkat tentang
model
pembelajaran
yang
akan
dilakukan,
guru
berupaya
memperkenalkan siswa pada permasalahan yang di sadari sebagai suatu hal yang bagi semua orang perlu mempelajari dan menguasainya (Pemanasan), memilih siswa (Partisipan) sesuai karakter atau menentukan siapa yang akan memainkan karakter tersebut, guru bersama siswa mendiskusikan dimana dan bagaimana peran itu dimainkan, pemainkan peran, dimana tiap kelompok siswa mengadegankan skenario sesuai perannya masing-masing di depan kelas, guru mengamati adegan perannya masing-masing siswa, evaluasi, emainkan peran
ulang, diskusi dan evaluasi kedua, guru mengajak siswa untuk berbagi pengalaman tentang tema permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan, guru memberikan lembar kerja siswa (LKS). (3) pengamatan dan evaluasi, pada tahap ini yang harus dilakukan adalah mengamati perilaku siswa/ i dalam mengikuti pembelajaran, memantau kegiatan kelompok siswa dalam memerankan skenario yang telah diberikan pada masing-masing kelompok dan mengamati pemahaman masing-masing siswa terhadap penguasaan materi pembelajaran yang telah diperankan dalam kelompok. (3) analisis dan refleksi, pada tahap ini yang harus dilakukan adalah mencatat hasil observasi, mengevaluasi hasil observasi, menganalisa hasil pembelajaran, mencatat kelemahan-kelemahan untuk dijadikan bahan memperbaiki siklus berikutnya Teknik pengumpulan data yaitu observasi adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera. Dalam penelitian ini menggunakan observasi sistematis, yaitu observasi yang dilakukan dengan menggunakan pedoman sebagai instrument pengamatan, metode wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara, dan test dilaksanakan setiap akhir siklus, hal ini dimaksudkan untuk mengukur hasil yang diperoleh siswa setelah pemberian tindakan. Analisis data adalah untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar dianalisis menggunakan kriteria yaitu jika kurang dari 74 memiliki kriteria rendah/tidak tuntas, nilai 75 sampai dengan 79 kriteria tuntas, 80 sampai dengan 89 kriteria tinggi/tuntas memuaskan, dan 90 sampai dengan 100 kriteria tinggi sekali/tuntas sangat memuaskan. Perolehan setiap siswa melalui tes hasil belajar siswa secara tertulis diolah dengan rumus : Prosentase rata − rata kelas = Daya Serap Klasikal =
Skor Capaian Siswa Jumah Seluruh Siswa
Skor Capaian Seluruh Siswa X 100% Jumlah Skor Tetap
Prosentase Min 7,5 ≥ =
Jml Siswa Yang Memperoleh Nilai ≥ 75 X 100% Jumlah Siswa Keseluruhan
Penelitian ini akan dinyatakan berhasil jika terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran kewirausahaan, dimana bila siswa memperoleh nilai atau hasil belajar mengalami ketuntasan yaitu 75 dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe role playing akan meningkat dari 40 % menjadi 85 %.
HASIL PENELITIAN Penelitian ini berlangsung 2 siklus, pengambilan data untuk siklus I dilakukan bersama-sama oleh peneliti dan guru pengamat. Kegiatan guru dan kegiatan siswa selama proses pembelajaran berlangsung, dipantau melalui lembar observasi kegiatan guru dan lembar kegiatan siswa. Hasil Pengamatan Kegiatan Guru Siklus I dilakukan oleh guru mitra yang bertindak sebagai pengamat dalam penelitian ini. Lembar pengamatan kegiatan guru terdiri dari 16 aspek pembelajaran yang telah direncanakan dan setiap aspeknya diamati oleh guru pengamat. Dari hasil pengamatan guru diatas, yang memperoleh kriteria sangat baik (SB) terdapat 4 aspek yaitu menyampaikan kompetensi yang akan dicapai, penggunaan model pembelajaran, memicu dan memelihara keterlibatan siswa dalam belajar, dan mengakhiri pelajaran dengan baik. Berikutnya kriteria baik (B) terdapat 8 aspek yaitu menyiapkan alat pembelajaran
dan
media
pembelajaran
,
melakukan
kegiatan
apersepsi/pemanasan, penguasaan materi pembelajaran, mengaitkan materi dengan pengetahuan lain yang relevan, mengaitkan materi dengan realistis kehidupan, kesesuaian alokasi waktu, melakukan penilaian atau evaluasi, melakukan tindak lanjut dengan memberi arahan dan tugas. Selanjutnya, kriteria cukup (C) terdapat 4 aspek yaitu memeriksa kesiapan siswa, penguasaan kelas, merespon positif partisifasi siswa, dan membantu siswa dalam membentuk sikap cermat dan kritis. Hasil Pengamatan Kegiatan Siswa Siklus I dilakukan oleh peneliti. Adapun lembar pengamatan kegiatan siswa terdiri dari 10 aspek pembelajaran yang telah direncanakan dan setiap aspeknya diamati oleh peneliti. Berdasarkan pengamatan peneliti, dapat diketahui bahwa hasil pengamatan kegiatan siswa tidak ada yang memperoleh kriteria sangat baik (SB). Selanjutnya, kriteria baik
(B) terdapat 4 aspek yaitu kemampuan penyesuaian diri dalam kelompok, kemampuan membina kerja sama dengan teman dan kelompok, kemampuan memainkan peran yang diberikan oleh guru, dan kemampuan mengajukan atau menjawab pertanyaan. Berikutnya kriteria cukup (C) terdapat 5 aspek yaitu kemampuan
merespon
guru
pada
saat
awal
pelajaran,
kemampuan
memahami/menuntaskan permasalahan yang diberikan oleh guru, bertanggung jawab atas tugas yang diberikan oleh guru, kemampuan menghargai kelompok lain dalam memainkan peran, dan kemampuan memberi dan menerima pendapat dan menarik kesimpulan. Berikutnya kriteria kurang (K) terdapat 1 aspek yaitu kemampuan memberikan kontribusi bagi kelompok. Hasil Belajar Siswa Siklus I, untuk melihat keberhasilan tindakan yang dilaksanakan dalam hal ini pemahaman siswa terhadap materi yang dibebankan, maka diadakan evaluasi/penilaian. Test yang diberikan 5 butir soal essay, masingmasing butir soal diberi skor yang bervariasi dengan jumlah skor maksimal 100. Hasil pencapaian belajar siswa dapat diperoleh dengan menggunakan tes tertulis seperti terlihat pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang terlampir pada siklus I. Dalam siklus I, hasil belajar yang dicapai oleh siswa belum mencapai ketuntasan belajar, dimana dari 24 orang siswa ada 16 orang siswa atau 66,67% yang hanya mendapatkan nilai 75 keatas dan 8 orang siswa atau 33,33% yang mendapatkan nilai 75 kebawah dengan rata-rata kelas 74,5 dan daya serap siswa 74,5%. Memperhatikan hasil tes belajar siswa pada siklus I, maka dapat disimpulkan hasil belajar siswa belum mencapai target seperti pada indikator yang diharapkan yaitu secara klasikal siswa dikatakan tuntas belajar apabila 85 % dari jumlah siswa yang telah memperoleh nilai 75 keatas. Refleksi pada pelaksanaan siklus I ini dilakukan melalui diskusi dengan guru mitra yang bertindak selaku pengamat proses pembelajaran. Refleksi ini dimaksud untuk mengetahui apakah tindakan yang dilaksanakan telah sesuai dengan yang telah direncanakan serta mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Dari refleksi yang dilakukan melalui diskusi ini disimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan belum terlaksana sebagaimana yang diharapkan. hal ini didasarkan pada hasil belajar siswa yang memperoleh nilai 75 keatas baru 74,5%,
sehingga belum mencapai indikator kinerja. Begitu juga sebagian aspek-aspek pengamatan belum semaksimal mungkin sehingga perlu adanya penyempurnaan terhadap aspek-aspek tersebut. Sehingga disimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan pada siklus I belum mencapai target yang diharapkan dan masih memerlukan siklus berikutnya. Pelaksanaan
pembelajaran
siklus
II
merupakan
perbaikan
serta
penyempurnaan tindakan yang terlaksana pada siklus I. mengacu pada hasil refleksi pembelajaran siklus I, maka pada pembelajaran siklus II guru membuat penyempurnaan aspek-aspek yang belum terlaksanakan dengan baik pada siklus I. Pada siklus II, aspek-aspek yang diamati oleh guru pengamat tidak berubah hanya saja guru membuat penyempurnan terhadap aspek-aspek yang belum terksanakan dengan baik pada siklus I. Dari hasil pengamatan guru diatas, yang memperoleh kriteria sangat baik (SB) terdapat 6 aspek yaitu menyiapkan alat pembelajaran dengan media pembelajaran, menyampaikan kompetensi yang akan dicapai, penguasaan materi pembelajaran, penggunaan model pembelajaran, memicu dan memelihara keterlibatan siswa dalam belajar, dan mengakhiri pelajaran dengan baik. Berikutnya kriteria baik (B) terdapat 9 aspek yaitu memeriksa kesiapan siswa, melakukan kegiatan apersepsi atau pemanasan, penguasaan kelas, mengaitkan materi dengan pengetahuan lain yang relevan, mengaitkan materi dengan realistis kehidupan, merespon positif partisifasi siswa, kesesuaian alokasi waktu, melakukan penilaian/evaluasi, dan melakukan tindak lanjut dengan memberi arahan dan tugas. Selanjutnya, kriteria cukup (C) terdapat 1 aspek yaitu membantu siswa dalam sikap cermat dan kritis. Pengamatan Kegiatan Siswa Siklus II, seperti halnya dengan pengamatan kegiatan guru, pengamatan kegiatan siswa juga tidak ada perubahan baik penambahan aspek maupun pengurangan aspek. Tetapi, hanya saja melakukan penyempurnaan terhadap aspek-aspek yang belum sesuai dinginkan. Berdasarkan pengamatan peneliti, dapat diketahui bahwa hasil pengamatan kegiatan siswa yang memperoleh kriteria sangat baik (SB) ada 5 aspek yaitu kemampuan merespon guru pada saat awal pelajaran, kemampuan penyesuaian diri dalam kelompok, kemampuan membina kerjasama dengan teman dan kelompok, kemampuan memberikan kontribusi bagi kelompok, dan kemampuan
memainkan peran yang diberikan oleh guru kepada tiap kelompok. Selanjutnya, kriteria baik (B) terdapat 4 aspek yaitu kemampuan memahami/menuntaskan permasalahan yang diberikan oleh guru, bertanggung jawab atas tugas yang diberikan oleh guru, kemampuan mengajukan atau menjawab pertanyaan, dan kemampuan memberikan dan menerima pendapat dan menarik kesimpulan. Berikutnya kriteria cukup (C) terdapat 1 aspek yaitu kemampuan menghargai kelompok lain dalam memainkan peran Hasil Belajar Siswa Siklus II, dilaksanakan dalam hal ini pemahaman siswa terhadap materi yang dibebankan, maka diadakan evaluasi/penilaian. Test yang diberikan berbeda 5 butir soal essay yang soalnya berbeda dari siklus I, masing-masing butir soal diberi skor yang bervariasi dengan jumlah skor maksimal 100. Hasil pencapaian belajar siswa dapat diperoleh dengan menggunakan tes tertulis seperti tercantum pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang terlampir pada siklus I. Dalam siklus II, hasil belajar yang dicapai oleh siswa sudah mencapai ketuntasan belajar, dimana dari 24 orang siswa ada 21 orang siswa atau 87,5% yang mendapatkan nilai 75 keatas dan 3 orang siswa atau 12,5% yang mendapatkan nilai 75 kebawah dengan rata-rata kelas 76,5 dan daya serap siswa 76,5%. Memperhatikan hasil tes belajar siswa pada siklus II, maka dapat disimpulkan hasil belajar siswa sudah mencapai target seperti pada indikator yang diharapkan yaitu secara klasikal siswa dikatakan tuntas belajar apabila 85 % dari jumlah siswa yang telah memperoleh nilai 75 keatas. Selanjutnya refleksi, Refleksi pada pelaksanaan siklus II ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tindakan yang dilaksanakan telah sesuai dengan yang telah direncanakan serta mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan terhadap tindakan pada siklus II langkah
yang
dilakukan
oleh
guru
pengamat
dan
peneliti
adalah
mengorganisasikan siswa dalam kelompok tersebut diminta berperan sebagai tutor sebaya dalam kelompoknya. Selain itu guru melakukan hal-hal yang dapat memotivasi dalam hal belajar dan aktif dalam pembelajaran.
PEMBAHASAN Telah diketahui dari latar belakang yang telah ditampilkan sebelumnya, bahwa kelas X Pemasaran Negeri 1 Limboto hasil belajarnya paling rendah dibandingkan dengan kelas atau jurusan lainnya pada berbagai mata pelajaran yang salah satunya mata pelajaran kewirausahaan. Berdasarkan permasalahan dari latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan kegiatan tindakan melalui siklus I untuk mengatasi rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran kewirausahaan dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Role Playing. Setelah diadakan tindakan pada siklus I, hasil penelitian tindakan kelas ini diperoleh data pengamatan proses belajar mengajar menunjukkan dari 16 aspek pengamatan kegiatan guru, terdapat 4 aspek (25%) mencapai kategori sangat baik, 8 aspek (50%) mencapai kategori baik, 4 aspek (25%) mencapai kategori cukup dan tidak terdapat aspek yang pada kategori kurang. Sedangkan 10 aspek pengamatan kegiatan siswa, tidak ada aspek yang mencapai kategori sangat baik, adapun 4 aspek (40%) mencapai kategori baik, dan 5 aspek (50%) mencapai kategori cukup, dan 1 aspek (10%) mendapatkan kategori kurang. Ini berarti pada siklus I masih ada beberapa aspek baik kegiatan guru maupun kegiatan siswa yang masih harus perlu disempurnakan. Selain pengamatan terhadap aspek-aspek, dilakukan juga tindakan analisis hasil evaluasi yaitu data hasil belajar siswa siklus I. untuk mengukur kemampuan siswa, diberikan 5 soal berbentuk essay dimana tiap soal memiliki skor yang bervariasi dengan skor maksimum 100. Setelah diadakan evaluasi, menunjukkan bahwa hasil belajar yang dicapai siswa belum mencapai ketuntasan belajar, dimana dari 24 orang siswa ada 16 orang siswa atau 66,67% yang mendapat nilai 75 keatas dan 8 orang siswa atau 33,33% yang mendapat nilai 75 kebawah dengan rata-rata kelas mendapat nilai 74,5 dan daya serap 74,5%. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan belum terlaksana sebagaimana yang diharapkan atau belum mencapai kriteria ketuntasan. Hal ini didasarkan pada hasil belajar siswa yang memperoleh nilai 75 keatas hanya 66,67% dan belum mencapai indikator kinerja yakni jumlah siswa yang mendapatkan 75 keatas sebanyak 85%, sehingga perlu dilanjutkan pada siklus selanjutnya.
Setelah diadakan siklus I dan belum mencapai indikator kinerja, maka dilakukan siklus II. Setelah siklus II dilaksanakan, diperoleh data pengamatan proses belajar mengajar siklus II menunjukkan bahwa dari 16 aspek kegiatan guru terdapat 6 aspek (37,5%) mencapai kriteria sangat baik, 9 aspek (56,25%) mencapai kriteria baik, 1 aspek (6,25%) mencapai kriteria cukup dan tidak ada aspek yang mendapatkan kriteria kurang. Berikutnya untuk aspek pengamatan kegiatan siswa menunjukkan dari 10 aspek, terdapat 5 aspek (50%) mencapai kriteria sangat baik, 4 aspek (40%) mencapai kriteria baik, 1 aspek (10%) mendapat kriteria cukup dan untuk aspek yang mendapat kriteria kurang tidak ada. Ini berarti siklus II sudah ada perbaikan yang dilaksanakan. Data hasil belajar siswa pada siklus II menunjukkan bahwa hasil belajar siswa sudah mencapai ketuntasan belajar atau terjadi peningkatan, dimana dari 24 orang siswa ada 21 orang siswa atau 87,5% yang mendapatkan nilai 75 keatas dan sisanya yaitu 3 orang siswa atau 12,5% yang mendapat nilai 75 kebawah dengan rata-rata kelas mendapat nilai 76,5 dengan daya serap siswa 76,5%. Dengan demikian, analisis tes pada siklus I dan II menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa dikelas X Pemasaran SMK Negeri 1 Limboto pada pelajaran kewirausahaan khususnya materi membuat keputusan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Role Playing. Peningkatan ini nampak terutama dari perolehan siswa, dimana pada siklus I jumlah siswa yang tuntas 16 orang siswa atau 66,67% menjadi 21 orang siswa atau 87,5% pada siklus II.
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diangkat kesimpulan sebagai berikut : 1. Model pembelajaran Kooperatif tipe Role Playing dapat digunakan sebagai salah satu cara dalam mata pelajaran Kewirausahaan karena bisa meningkatkan hasil belajar siswa kelas X Pemasaran SMK Negeri 1 Limboto. 2. Capaian belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I dimana siswa yang mendapat atau mencapai nilai 75 keatas yaitu 16 orang siswa atau 66,67% dengan daya serap 74,5% yang kemudian meningkat pada siklus II, dimana
siswa yang mendapat atau mencapai nilai 75 keatas yaitu 21 orang siswa atau 87,5% dengan daya serap 76,5%. 3. Hipotesis penelitian yang menyatakan “Jika menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Role Playing pada mata pelajaran kewirausahaan, maka hasil belajar siswa pada kelas X Pemasaran SMK Negeri 1 Limboto akan meningkat.” Dapat di terima.
SARAN Berdasarkan kesimpulan diatas, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut : 1. Model pembelajaran Kooperatif tipe Role Playing hendaknya dapat dijadikan sebagai salah satu metode pembelajaran dalam mata pelajaran Kewirausahaan. Karena secara riil melalui penelitian ini mampu meningkatkan hasil belajar siswa. 2. Perlu adanya bimbingan secara rutin kepada guru untuk menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Role Playing sehingga setiap guru memiliki kemampuan yang baik dalam menerapkan model pembelajaran ini. 3. Perlu dukungan fasilitas pembelajaran ekonomi yang representatif guna mendukung implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Role Playing dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA Suharsimi Arikunto. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. PT. Bumi Aksara, Jakata Suherman, Eman. 2008. Desain Pembelajaran Kewirausahaan. Bandung : Alfabeta Syaepudin, Syamsuddin. 2007. Perencanaan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Uno, Hamzah B. 2009. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang Kreatif Dan Inovatif. Jakarta : PT. Bumi Askara Yamin Martines. 2009. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta : Gedung Persada Press.