Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2016 I.
EVALUASI KONDISI CUACA BULAN APRIL 2016
A. Monitoring Dinamika Atmosfer April 2016 Kondisi cuaca di Indonesia termasuk Banyuwangi dikendalikan/ dipengaruhi oleh fenomena-fenomena dinamika atmosfer berskala global, regional hingga lokal yang saling berinteraksi dan membentuk pola serta variabilitas cuaca iklim di Banyuwangi. Berikut adalah monitoring kondisi fenomena-fenomena tersebut selama bulan April 2016 : El Nino Southern Oscillation (ENSO) Selama April 2016, anomali suhu muka laut wilayah Samudera Pasifik Ekuatorial bagian tengah (Nino 3.4) sudah mulai berangsur-angsur mendingin. Kondisi penurunan anomali tersebut dimulai sejak akhir November 2015 lalu. Anomali suhu muka laut terakhir tercatat +0.81°C mengindikasikan El Nino intensitas lemah masih berlangsung namun cenderung menurun menuju normal. Hal ini juga terlihat dari nilai SOI (Southern Oscillation Index) yang bernilai negatif -20.7 dan anomali angin pasat serta temperatur subsurface/ bawah laut Pasifik, dimana semuanya menunjukkan El Nino lemah pada awal Mei 2016, namun dengan kecenderungan terus melemah dan diprediksi kondisi kembali normal (periode El Nino selesai) pada Mei hingga September 2016.
Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin pasat di sekitar Pasifik Ekuatorial sampai tanggal 24 April 2016 (Sumber : BoM)
1
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2016 Dipole Mode Dipole Mode Indeks (DMI) di Samudera Hindia menunjukkan kecenderungan menuju positif setelah sebelumnya berada pada kisaran negatif pada April 2016, namun masih pada kisaran normal. Indeks minggu terakhir April 2016 tercatat bernilai +0.11, hal ini menunjukkan tidak ada kontribusi terhadap penambahan atau pengurangan curah hujan di sebagian wilayah Indonesia bagian barat pada periode menjelang akhir April 2016 / awal Mei 2016.
Gambar 2. Indeks Dipole Mode hingga awal Mei 2016 (Sumber : BoM)
Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Outgoing Longwave Radiation (OLR) Posisi aktifitas MJO yang lemah terjadi selama bulan April 2016 sehingga tidak berdampak pada wilayah Benua Maritim Indonesia. Dari anomali OLR terlihat wilayah Jawa bervariasi warna putih-ungu namun wilayah Jawa Timur dominan putih (kondisi normal), sehingga tidak terjadi anomali pada jumlah tutupan awan (sama dengan kondisi normalnya). Pemusatan daerah pembentukan awan terjadi di Jawa bagian Tengah dan Jawa bagian Barat.
Gambar 3. Siklus posisi MJO dan anomali OLR selama April 2016, Warna ungu adalah OLR negatif, warna orange-coklat adalah OLR positif (Sumber : BoM & NOAA)
2
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2016 Sirkulasi Monsun Asia – Australia Pada awal hingga akhir April 2016, monsun Timuran cukup stabil. Gangguan tropis yang terlihat dari pola tekanan udara di Samudera Hindia selama April 2016 menyebabkan monsun Timujran juga mengalami fluktuasi. Memasuki akhir April 2016 monsun Timuran melemah namun indeks AUSMI masih bernilai negatif yang artinya terjadi fluktuasi / variasi angin namuan masih pada wilayah Timuran. Monsun timuran diprediksi terus aktif memasuki Mei 2016 dan akan stabil seiring mulainya musim kemarau di Indonesia. Kondisi tersebut juga berperan terhadap variasi curah hujan selama April 2016.
Gambar 4. Grafik indeks Monsun Australia harian yang dihitung dari data angin zonal arah barat-timur (komponen U) pada lapisan 850 mb (sumber: IPRC), dan normal streamline angin gradien April (sumber: misae4u)
Gambar 5. Anomali angin zonal dan meridional April 2016 lapisan 850 mb (sumber: ESRL NOAA)
Pola aliran massa udara komponen zonal (timur – barat) di wilayah Jawa Timur selama April 2016 (rata-rata bulanan) terjadi anomali negatif yang berarti didominasi angin dari Timuran bahkan seluruh Jawa hingga NTT, sedangkan komponen meridional (Utara – Selatan) di Jawa Timur umumnya masih netral (tidak ada anomali) artinya sama dengan kondisi rata-ratanya.
3
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2016 Suhu muka laut perairan Indonesia Kondisi anomali suhu muka laut di perairan Indonesia pada April 2016 berkisar antara +0.5 hingga +2.0ºC, sehingga potensi penguapan cukup tinggi khususnya wilayah selatan Jawa. Perairan Selatan Jawa Timur cukup hangat dengan anomali +0.5 hingga +1.5 °C menunjukkan suplai uap air dan potensi penguapan yang mendukung pembentukan awan selama April 2016. Hangatnya suhu perairan ini menjadi faktor signifikan dalam membentuk hujan selama April 2016 karena faktor lainnya tidak mendukung.
Gambar 6. Suhu Muka Laut Perairan Indonesia dan Anomalinya bulan April 2016 (sumber: NOAA)
Gangguan Tropis Selama April 2016 terdapat 1 aktifitas gangguan tropis yaitu Siklon Tropis FANTALA pada 11-24 April 2016 di wilayah Samudera Hindia Baratdaya Indonesia yang tidak mempengaruhi kondisi cuaca dan tinggi gelombang laut di wilayah perairan Indonesia. Data dan jejak aktifitas gangguan tropis tersebut disajikan pada gambar di bawah. Dengan menggunakan data BMKG tahun 1964 hingga 2005 untuk kejadian siklon tropis di wilayah Samudra Hindia dekat Indonesia, kejadian siklon tropis April mencapai 11% tertinggi kelima setelah Desember, namun selama April 2016 tidak terjadi siklon tropis dekat Indonesia.
Gambar 7. Lintasan Siklon Tropis FANTALA pada 11-24 April 2016, (Sumber: UNISYS)
4
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2016 Kelembaban udara Kelembaban udara relatif selama April 2016 di Jawa Timur umumnya lebih rendah disbanding bulan sebelumnya dengan rata-rata kisaran 63 – 78%. Jawa Timur bagian timur (tapal kuda) umumnya lebih rendah dibanding bagian Barat. Dari peta anomali terlihat di Jawa Timur bagian Timur kondisi normal hingga anomali positif 3 % dari rata-ratanya. Kondisi yang berbeda terjadi untuk wilayah Jawa Timur sebelah Barat, kondisi kelembaban udara relatif lebih tinggi dibandingkan dengan normal bulan April, hal ini berkorelasi positif dengan kejadian hujan dan sebaran pertumbuhan awan selama April 2016 dimana dominan terjadi di wilayah Barat.
Gambar 8. Kelembaban Udara Relatif April 2016 dan Anomalinya pada level 850mb (Sumber:ESRL NOAA)
Aktivitas Cuaca Pada awal hingga pertengahan bulan April 2016, secara umum kondisi cuaca di wilayah Banyuwangi umumnya terjadi hujan dengan intensitas bervariasi ringan hingga sedang dengan pola angin dominan Timurlaut – Tenggara. Menjelang akhir April 2016 hujan berkurang. Secara spasial daerah dataran tinggi di bagian Barat hingga Baratdaya lebih tinggi intensitas hujannya dibanding wilayah dataran rendah lainnya. Berdasarkan pantauan citra radar dan data hujan Banyuwangi juga terlihat bahwa pola hujan terjadi pada siang/ sore hari. Kondisi ini jika dibandingkan dengan kondisi normal/rata-rata bulan April tentunya mayoritas berada pada kondisi bawah normal mengingat mayoritas wilayah Banyuwangi secara normal masih mengalami musim hujan dan masa peralihan musim pada bulan April. Namun April 2016 hanya Pesanggaran dan Tegaldlimo yang hujannya Atas Normal. Hal ini adalah dampak interaksi faktor-faktor atmosfer skala global, regional hingga lokal.
5
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2016 B. Pantauan kondisi cuaca bulan April 2016 di Kota Banyuwangi Dari rentetan peta synoptik selama bulan April 2016, wilayah kota Banyuwangi, angin pada umumnya bertiup dari arah Timurlaut – Timur dengan kecepatan 2 – 15 knots, kondisi cuaca berawan hingga hujan ringan hingga lebat yang tidak merata. Hujan lebat terjadi di kecamatan Pesanggaran (14 April 2016)D:\songgon dan Songgon (18 April 2016). Kecepatan angin maksimum terjadi pada tanggal 17 April 2016 dari Timur dengan kecepatan 15 knots, suhu tertinggi terjadi pada tanggal 2 dan 5 April 2016 sebesar 34.0 ºC dan suhu terendah terjadi pada 24 dan 28 April 2016 sebesar 24.4 ºC. Curah hujan sebesar 48.7 mm dengan 6 hari hujan. Berikut adalah rekap data meteorologi yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Banyuwangi pada bulan April 2016, di mana pada tabel ini ditampilkan parameter hasil observasi yang merupakan hasil pengamatan di lapangan dan data normal / rata- rata yang merupakan keadaan normal pada bulan yang bersangkutan. Tabel 1. Rekap Data Meteorologi Stasiun Meteorologi Banyuwangi April 2016 NO
PARAMETER
HASIL OBSERVASI APRIL 2016
NORMAL APRIL [1981-2010]
1
Temperatur rata-rata
29.0 ºC
27.4 ºC
2
Temperatur maksimum
32.9 ºC
33.1 ºC
3
Temperatur minimum
25.6 ºC
22.6 ºC
4
Temp. maks. absolut
34.0 ºC
34.0 ºC
5
Temp. min. absolut
24.4 ºC
21.0 ºC
6
Tekanan rata-rata *
1010.8 mb
1009.1 mb
7
Kec. angin rata-rata *
2.9 kt
2.5 kt
8
Arah Angin terbanyak
50°
180°
9
Kelembaban rata-rata
76 %
78 %
10
Curah hujan
48.7 mm
108 mm
11
Jumlah hari hujan
6 hari
13 hari
6
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2016
7
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Mei 2016
Gambar 9. Grafik parameter cuaca dan mawar angin di kota Banyuwangi hasil observasi April 2016 (Sumber: BMKG)
Penguapan selama April 2016 mencapai 153.1 mm dengan rata-rata harian 5.1 mm, penguapan tertinggi 8.3 mm terjadi pada 5 April 2016. Penyinaran matahari rata-rata April 2016 mencapai 84 %, minimal 6 % terjadi pada 13 April 2016 sedangkan maksimal 100% terjadi selama Dasarian I, II, III April 2016. Tekanan udara (QFF) tertinggi 1012.8 mb pada 22 April 2016 dan terendah 1012.6 mb pada 3 April 2016. Rata-rata kelembaban udara relatif (RH) April 2016 adalah 76 % dengan RH tertinggi 87 % pada 9 April 2016 dan RH terendah 67 % pada 2 April 2016. Dari gambar mawar angin (windrose) terlihat arah angin di dominasi dari Timurlaut – Timur dengan kecepatan angin dominan 2 - 5 knots. C. Evaluasi Kondisi Cuaca Bandara Blimbingsari Bandar Udara Blimbingsari (IATA: BWX, ICAO: WADY) terletak di Desa Blimbingsari, Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur pada koordinat 8°18′38.16″ LS 114°20′24.64″ BT dengan elevasi 25.66 meter (84.19 feet). Bandara dengan landas pacu saat ini 2.250 meter tersebut dibuka pada 29 Januari 2010. Hingga April 2016 terdapat dua maskapai penerbangan komersial yaitu Garuda Indonesia dan Wings Air. Selain itu juga terdapat 3 sekolah penerbangan yaitu Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan Banyuwangi (BP3B), Bali International Flight Academy (BIFA), dan Mandiri Utama Flight Academy (MUFA). Kondisi parameter cuaca selama April 2016 di Bandara Blimbingsari dari data hasil pengamatan BMKG pos meteorologi penerbangan bandara Blimbingsari dengan durasi pengamatan 12 jam (00.00 – 11.00 UTC) adalah sebagai berikut : Wilayah bandara Blimbingsari pada bulan April 2016 berada pada masa musim kemarau, sehingga kondisi cuaca dominan cerah – berawan. Kejadian hujan hanya terjadi pada tanggal 9 dan 27 April 2016 dengan intensitas ringan.
8
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi Mei 2016________
Curah hujan selama April 2016 mencapai 26.5 mm, dengan kelembaban udara relatif rata-rata 58 %. RH tertinggi 94 % tanggal 9 April dan terendah 52 % tanggal 28 April 2016. Tekanan udara (QNH) rata-rata 1011.7 mb, tertinggi 1013.6 mb pada 3 April dan terendah 1010.3 mb pada 8 April 2016. Suhu rata–rata 30.5 °C dengan suhu maksimum absolut 34.8 °C pada 05 April dan suhu minimum absolut 23.0 °C pada 9 April 2016. Arah angin bervariasi yaitu dari Timurlaut – Timur, angin dominan dari Timur dengan kecepatan 3 – 14 knots. Mayoritas kecepatan angin mencapai 43.7 % berkisar antara 6 - 9 knot. Kecepatan maksimum mencapai 14 knot, tejadi pada tanggal 1 , 2 , d a n 1 1 April 2016.
Gambar 10. Grafik parameter cuaca hasil observasi April 2016 di Blimbingsari Airport (Sumber: BMKG)
9
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi Mei 2016________ D. Evaluasi Kondisi Cuaca Penyebrangan Ketapang-Gilimanuk Berdasarkan pantauan data AWS maritim di pelabuhan penyeberangan Ketapang Banyuwangi, menunjukkan selama bulan April 2016 angin bervariasi dari arah Timurlaut - Tenggara dengan kecepatan angin bervariasi 5 – 22 knots ( 9 – 38 Km/Jam). Suhu berkisar antara 24 – 33 °C dan Kelembaban Udara Relatif 60 – 92 %. Kondisi cuaca bervariasi dari Berawan hingga Hujan intensitas ringan – sedang. Ketika ada awan Cumulonimbus pada perairan, tentunya kecepatan angin dan ketinggian gelombang selat Bali berpotensi akan meningkat.
E. Analisis Hujan April 2016 Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan data curah hujan bulan April 2016 dari stasiun BMKG dan pos-pos hujan kerjasama di Banyuwangi dapat disajikan evaluasinya sebagai berikut
. Curah hujan tertinggi 180 mm terjadi di Pesanggaran dengan 5 hari hujan. Sementara curah hujan terendah 11 mm terjadi di Cluring dengan 4 hari hujan saja.
Gambar 11. Peta Distribusi Curah Hujan April 2016 dan Sifat Hujan April 2016 di Banyuwangi (Sumber:BMKG)
10
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi Mei 2016________ Dari peta terlihat bahwa secara spasial mayoritas wilayah Banyuwangi pada April 2016 mengalami curah hujan bervariasi 11 - 180 mm sebagai dampak interaksi faktor-faktor skala global, regional dan lokal. Dari peta sifat hujan terlihat dominan Bawah Normal, hanya sebagian Kecamatan Pesanggaran, Siliragung dan Tegaldlimo yang Atas Normal. Hal ini berkorelasi dengan pantauan sebaran awan hujan yang memang didominasi terjadi di wilayah Banyuwangi bagian Selatan dan wilayah Dataran tinggi sebelah Barat selama April 2016. Kurangnya curah hujan pada moyoritas wilayah Banyuwangi tersebut tidak lepas dari pengaruh interaksi fenomena-fenomena interaksi laut-atmosfer yang mempengaruhi curah hujan Banyuwangi selama April 2016.
F. Monitoring Hari tanpa Hujan Berturut-turut
Gambar 12. Peta Monitoring Hari Tanpa Hujan berturut-turut April 2016 di Banyuwangi (Sumber: BMKG Banyuwangi)
Dari peta terlihat bahwa secara spasial hampir mayoritas wilayah Banyuwangi pada April 2016 sudah mulai mengalami penurunan hujan karena April secara normal merupakan musim kemarau di sebagian wilayah dan masa peralihan musim di wilayah lainnya. Sementara itu di Kalipuro sudah 31 - 60 hari tidak terjadi hujan berturut-turut hingga akhir April 2016. Kondisi ini tentunya mengindikasikan bahwa secara normal musim kemarau akan diawali dari pesisir Timur Laut Banyuwangi.
11
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi Mei 2016________ II. PROSPEK CUACA BULAN MEI 2016 A. Prediksi Dinamika Atmosfer Mei 2016 Prediksi perkembangan ENSO dari BMKG menunjukkan bahwa El Nino akan punah mulai Mei hingga September 2016, artinya periode El Nino telah selesai dan kondisi kembali normal sehingga tidak ada pengurangan curah hujan Indonesia akibat fenomena di Samudera Pasifik. Dipole Mode Indeks (DMI) diprediksi netral / normal hingga September 2016, kondisi ini juga mengindikasikan bahwa tidak ada suplai uap air dari Samudera Hindia menuju wilayah Indonesia maupun sebaliknya. Suhu muka laut perairan Indonesia diprediksi dari Mei hingga Juni 2016 kondisinya cenderung bervariasi yaitu di bagian Barat hangat, di bagian tengah dan timur normal, dan di Papua dingin. Hal ini menunjukkan kurang tersedianya suplai uap air untuk terbentuknya awan khususnya wilayah Jawa Timur. Memasuki Juli hingga Oktober 2016 umumnya perairan Indonesia cenderung menghangat lagi dan bagian Barat relative normal seiring pergerakan semu matahari yang mulai bulan Juli akan bergerak ke Selatan menuju ekuator lagi. Madden Julian Oscillation pada awal hingga pertengahan bulan Mei 2016 diprediksi berada pada fase 2 hingga 3 namun cenderung lemah sehingga tidak signifikan dalam menambah awan-awan hujan di Benua Maritim Indonesia, hal itu juga didukung oleh prediksi anomali OLR (Outgoing Longwave Radiation) hingga pertengahan Mei 2016 bernilai netral di sebagian besar wilayah Indonesia termasuk Jawa Timur yang berarti tidak ada anomali sehingga sama dengan kondisi normal / rataratanya. Pada skala regional secara normal pola tekanan udara rendah bulan Mei mulai didominasi terjadi di Belahan Bumi Utara seiring pergerakan semu matahari menuju Utara, sehingga memicu angin monsun timuran yang mulai stabil dan akan berdampak berkurangnya hujan di wilayah hujan berpola hujan monsun. Hujan lokal tidak merata masih terjadi secara tidak merata pada malam hari akibat factor yang sifatnya lokal. Sebagian kecil wilayah yang masih berada pada masa peralihan musim pada Mei 2016 juga tetap mewaspadai potensi cuaca ekstrim seperti hujan lebat tiba-tiba yang sering disertai petir dan angin kencang sesaat, mengingat kondisi atmosfer yang labil selama masa peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau. Melihat perkembangan dinamika atmosfer dan dampaknya terhadap kondisi cuaca iklim Jawa Timur dan Banyuwangi khususnya, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar wilayah Banyuwangi pada bulan Mei akan mulai memasuki masa musim kemarau, sedangkan sebagian kecil wilayah lainnya berada pada masa peralihan musim, dengan akumulasi curah hujan bulanan mayoritas sama dengan kondisi rata-rata / normalnya hanya sebagian kecil wilayah hujannya dibawah kondisi normalnya.
12
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi Mei 2016________
Gambar 13. Prediksi El Nino, anomali SPL, MJO dan anomali OLR (Sumber:BMKG, NCEP - NOAA)
13
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi Mei 2016________
B. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Banyuwangi bulan Mei – Juli 2016 Berdasarkan hasil perhitungan statistik dan pantauan kondisi fisis dan dinamis atmosfer di wilayah Jawa Timur dan sekitarnya serta kondisi lokal masing-masing Zona Musim (ZOM) terutama topografi daerah Jawa Timur, maka curah hujan daerah Banyuwangi untuk bulan Mei 2016 hingga Juli 2016 diprakirakan sebagai berikut: Mei 2016
Curah Hujan berkisar 0 – 300 mm
Sifat Hujan : Bawah Normal - Atas Normal
Juni 2016
Curah Hujan berkisar 0 – 200 mm
Sifat Hujan : Bawah Normal – Normal
14
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi Mei 2016________ Juli 2016
Curah Hujan berkisar 0 – 200 mm
Sifat Hujan : Normal – Atas Normal
Gambar 14. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Mei, Juni dan Juli 2016 Banyuwangi (Sumber:BMKG)
C. Prakiraan Tingkat Kerawanan Banjir Mei 2016 Berikut adalah peta prakiraan potensi Banjir bulan Mei 2016, dari peta terlihat untuk beberapa wilayah di Banyuwangi diprediksi mempunyai potensi rawan banjir menengah karena memasuki bulan Mei 2016 sebagian besar wilayah telah memasuki musim kemarau.
Gambar 15. Prakiraan Daerah Potensi Banjir Mei 2016 (Sumber:BMKG)
15
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi Mei 2016________ III. INFORMASI TERBIT-TERBENAM MATAHARI MEI 2016 Berikut adalah data terbit terbenamnya matahari, selama bulan Mei 2016 di wilayah Kota Banyuwangi :
IV. KEJADIAN GEMPABUMI SIGNIFIKAN DI WILAYAH BANYUWANGI
Gambar 16. Kejadian Gempabumi yang signifikan di Banyuwangi April 2016 (Sumber:BMKG)
Kejadiaan Gempa Bumi yang Signifikan/ Dirasakan khusus di Wilayah Kabupaten Banyuwangi selama bulan April 2016 adalah Nihil (tidak ada kejadian gempa yang dirasakan sampai di Wilayah Kabupaten Banyuwangi). 16
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi Mei 2016________ V. KEJADIAN CUACA EKSTRIM APRIL 2016 Cuaca / Iklim Ekstrim adalah suatu kondisi meteorologi yang menyimpang dari nilai rata-ratanya atau menyimpang terhadap nilai batas ambang meteorologi di wilayah tersebut. Dampak pemanasan global yang berlanjut pada perubahan iklim diyakini sebagai salah satu pemicu munculnya cuaca/iklim ekstrim baik dari tingkat keseringan, cakupan luas wilayah maupun nilainya, dimana cuaca/iklim ekstrim tersebut berpotensi menimbulkan bencana dan kerugian bahkan korban jiwa. Tabel 2. Cuaca/iklim Ekstrim Bulan April 2016 Banyuwangi KRITERIA Arah dengan kecepatan > 45 Km/jam
KETERANGAN Tidak Ada
Suhu udara > 35˚ C
Tidak Ada
Suhu udara < 15˚ C
Tidak Ada
Kelembaban udara < 30 %
Tidak Ada
Curah Hujan > 100 mm / hari
Tidak Ada
Tanah Longsor
Tidak Ada
Banjir
Tidak Ada
Puting beliung / Waterspout
Tidak Ada
DAFTAR ISTILAH INFORMASI CUACA, IKLIM DAN GEMPABUMI ENSO adalah singkatan dari El-Nino Southern Oscillation. Secara umum para ahli membagi ENSO menjadi ENSO hangat (El-Nino) dan ENSO dingin (La-Nina). Kondisi tanpa kejadian ENSO biasanya disebut sebagai kondisi normal. Referensi penggunaan kata hangat dan dingin adalah berdasarkan pada nilai anomali suhu permukaan laut (SPL) di daerah NINO di Samudera Pasifik dekat ekuator bagian tengah dan timur. Pada saat fenomena El Nino berlangsung, kondisi atmosfer di wilayah Indonesia cenderung kering, sehingga potensi kondisi curah hujannya berkurang atau lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata normalnya. Kondisi sebaliknya terjadi ketika fenomena La Nina berlangsung, dimana atmosfer wilayah Indonesia umumnya akan cenderung basah, sehingga bisa berpotensi menyebabkan intensitas curah hujan yang lebih banyak dibanding rata-rata normalnya. Dipole Mode merupakan fenomena interaksi laut dan atmosfer di Samudera Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut tersebut selanjutnya dikenal sebagai Dipole Mode Indeks (DMI), dimana DMI positif berdampak berkurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, DMI negatif berdampak meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat. Asian Cold Surge atau seruakan dingin Asia digunakan untuk menggambarkan penjalaran massa udara dari Asia akibat adanya tekanan tinggi di daerah tersebut dan menjalar ke arah selatan menuju ekuator dengan membawa massa udara dingin. Indeks yang digunakan untuk identifikasi aktivitas cold surge adalah dengan menghitung indeks monsun yaitu selisih nilai tekanan antara Titik 115° BT/ 30° LU (didekati dengan data dari stasiun Wuhan di daratan China) dengan tekanan di Hongkong (116° BT/ 22° LU). Threshold 17
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi Mei 2016________ value yang digunakan untuk indeks monsun dari gradient tekanan adalah ≥10 mb sebagai indikator adanya cold surge. MJO singkatan dari Madden Jullian Oscillation adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan fluktuasi antar musiman yang terjadi di sekitar wilayah tropis. Keberadaan MJO ditandai dengan adanya penjalaran pada arah timuran di wilayah tropis dimana terjadinya penambahan intensitas curah hujan pada daerah tersebut, terutama di atas Samudera Hindia dan Pasifik. Anomali curah hujan seringkali merupakan indikator pertama dalam mengindikasikan kejadian MJO, dimana pada mulanya intensitas curah hujan tinggi terjadi di Samudera Hindia dan kemudian menjalar ke arah timur melewati wilayah Indonesia menuju Samudera Pasifik barat dan tengah panjang siklus MJO diperkirakan sekitar 30-60 harian. Penemu dari fenomena MJO ini adalah Madden dan Jullian. OLR singkatan dari Outgoing Longwave Radiation adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas atau banyaknya radiasi gelombang panjang dari bumi ke atmosfer. Anomali OLR yang bernilai negatif menunjukkan jumlah radiasi yang terukur di atmosfer sangat sedikit karena terhalang oleh intensitas perawanan yang cukup tinggi di atmosfer. Sedangkan anomali OLR positif menunjukkan jumlah radiasi dari bumi yang cukup banyak karena tidak terhalang oleh kondisi perawanan di atmosfer. Satuan OLR adalah weber/m-2. Monsun adalah sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah secara periodik setiap setengah tahun sekali. Sirkulasi angin Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam setahun. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Asia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim kemarau di Indonesia. Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (ITCZ/InterTropicalConvergence Zone) merupakan daerah tekanan udara rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi selalu berubah mengikuti pergerakan posisi semu matahari ke arah utara dan selatan khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang dilewati ITCZ pada umumnya berpotensi terjadi pertumbuhan awan-awan hujan. Curah Hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar hujan pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak mengalir. Unsur hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air hujan setinggi satu milimeter atau tertampung air hujan sebanyak satu liter. Zona Musim (ZOM) adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim hujan. Wilayah ZOM tidak selalu sama dengan luas daerah administrasi pemerintahan. Dengan demikian satu kabupaten/ kota dapat saja terdiri dari beberapa ZOM dan sebaliknya satu ZOM dapat terdiri dari beberapa kabupaten. Dasarian adalah rentang waktu selama 10 (sepuluh) hari. Dalam satu bulan dibagi menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu : a. Dasarian I : tanggal 1 sampai dengan 10 b. Dasarian II : tanggal 11 sampai dengan 20 c. Dasarian III : tanggal 21 sampai dengan akhir bulan Sifat Hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim hujan atau satu periode musim kemarau) dengan 18
Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi Mei 2016________ jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971 - 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu : a. Atas Normal (AN), jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya b. Normal (N), jika nilai curah hujan antara 85% - 115% terhadap rata-ratanya c. Bawah Normal (BN), jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rataratanya Gempa adalah getaran bumi yang terjadi sebagai akibat penjalaran gelombang seimik/gempa yang terpancar dari sumbernya/sumber energi elastik Gempa Tektonik adalah gempabumi yang disebabkan oleh adanya pergeseran atau pergerakan lempeng bumi Magnitude adalah parameter gempa yang berhubungan dengan besarnya kekuatan gempa di sumbernya. Ada beberapa jenis magnitude, yaitu: magnitude lokal (M L), magnitude gelombang permukaan (Ms), magnitude gelombang badan (m b), magnitude momen (Mw), magnitude durasi (Md). Intensitas gempa adalah besaran yang dipakai untuk mengukur suatu gempa berdasarkan tingkat kerusakan dan reaksi manusia yang disebabkan oleh gempa tersebut. Skala Richter Suatu ukuran obyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan magnitudenya, dikemukan oleh Richter (1930). Skala MMI (Modified Mercally Intensity) adalah suatu ukuran subyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan intensitasnya Tabel Skala Intensitas Gempabumi dalam MMI (Modified Mercalli Intensity tahun 1931) SKALA I II III IV V VI VII
VIII
IX X XI XII
KUALITAS GETARAN GEMPA Getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan luar biasa oleh beberapa orang. Getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang digantung bergoyang. Getaran dirasakan nyata dalam rumah oleh banyak orang, terasa getaran seolah-olah ada truk lewat Pada siang hari dirasakan oleh banyak orang dalam rumah, di luar beberapa orang terbangun, gerabah pecah jendela pintu gemerincing, dinding berbunyi karena pecah-pecah. Getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak terbangun, gerabah pecah, jendela dsb pecah, barang-barang terpelanting, pohon-pohon, tiang-tiang, barang besar tampak bergoyang, bandul lonceng dapat berhenti. Getaran dirasakan oleh semua penduduk, kebanyakan terkejut dan lari keluar, plester dinding jatuh dan cerobong asap dari pabrik rusak, kerusakan ringan. Tiap-tiap orang keluar rumah, kerusakan ringan pada rumah-rumah dan bangunan dengan konstruksi yang baik dan tidak baik, cerobong asap pecah/retak-retak, terasa oleh orangorang yang naik kendaraan. Kerusakan ringan pada bangunan dengan konstruksi yang kuat, retak-retak pada bangunan yang kuat, dinding dapat lepas dari rangka rumah, cerobong asap dari pabrik-pabrik dan monumen roboh, air menjadi keruh. Kerusakan pada bangunan yang kuat, kerangka rumah menjadi tidak lurus, banyak retak-retak pada bangunan yang kuat, rumah tampak agak berpindah dari pondamennya, pipa-pipa dalam tanah putus. Bangunan dari kayu yang kuat rusak, kerangka rumah lepas dari pondasinya, tanah terbelah, rel melengkung, tanah longsor di tiap-tiap sungai dan tanah-tanah yang curam, air bah. Bangunan hanya tinggal sedikit yang tetap berdiri, jembatan rusak, terjadi lembah, pipa dalam tanah tidak dapat dipakai sama sekali, tanah terbelah, rel kereta api melengkung sekali. Hancur sama sekali, gelombang tampak pada permukaan tanah, pemandangan menjadi gelap, benda-benda terlempar ke udara.
---ABCD : Act Beyond your Common Duties---
19