BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Umum
Sebelum melakukan perencanaan, terlebih dahulu diketahui secara garis besar tentang perkerasan kaku, prosedur perencanaan kaku didasarkan atas perencanaan yang dikembangkan oleh metode Bina Marga yang mengadop dari NAASRA 1987 (National Association of Australian State Road Authorities) yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia oleh Bina Marga dalam SKBI : 2.3.28.1988 dan “Pavement Design” (A Guide to the Structural Design of Road Pavements). Pedoman ini dimaksudkan untuk merencanakan perkerasan beton semen untuk jalan yang melayani lalu-lintas rencana lebih dari satu juta sumbu kendaraan niaga. Metode perencanaan didasarkan pada : - Perkiraan Ialu-lintas dan komposisinya selama umur rencana. - Kekuatan tanah dasar yang dinyatakan dengan dasar CBR (%) - Kekuatan beton maupun mutu beton yang digunakan - Jenis bahu jalan - Jenis perkerasan - Jenis penyaluran beban
2.2 Struktur Dan Jenis Perkerasan Beton Semen
Perkerasan beton semen dibedakan kedalam 4 jenis : II - 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
- Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan - Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan - Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan - Perkerasan beton semen pra-tegang Perkerasan beton semen adalah struktur yang terdiri atas plat beton semen yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus dengan tulangan, terletak diatas lapis pondasi bawah atau tanah dasar, tanpa atau dengan lapis permukaan beraspal. Struktur perkerasan beton semen secara tipikal sebagaimana terlihat pada gambar.
Gambar - 2.1: Tipikal Struktur Perkerasan Beton Semen
Pada perkerasan beton semen, daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat beton. Sifat daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi keawetan dan kekuatan perkerasan beton semen. Faktorfaktor yang perlu diperhatikan adalah kadar air pemadatan, kepadatan dan perubahan kadar air selama masa pelayanan.
II - 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Lapis pondasi bawah pada perkerasan beton semen adalah bukan merupakan bagian utama yang memikul beban, tetapi merupakan bagian yang berfungsi sebagai berikut : - Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar. - Mencegah instrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepitepi pelat. - Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat. - Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan. Pelat beton mempunyai sifat yang cukup kaku serta dapat menyebarkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan-lapisan dibawahnya. Bila diperlukan ungkat kenyamanan yang tinggi, permukaan perkerasan beton semen dapat dilapisi dengan lapis campuran beraspal setebal kurang lebih 5 cm.
2.3 Persyaratan Teknis 2.3.1 Tanah Dasar
Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR sesuai dengan SNI 03-1731-1989 atau CBR laboratorium sesuai dengan SNI 03-1744-1989, masing-masing untuk perencanaan tebal perkerasan lama dan perkerasan jalan baru. Apabila tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil dari 2%, maka harus dipasang pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus (Lean-Mix Concrete) II - 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
setebal 15 cm yang dianggap mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif 5%.
2.3.2 Pondasi Bawah Bahan pondasi bawah dapat berupa : -
Bahan berbutir.
-
Stabilisasi atau dengan beton kurus giling padat (Lean Rolled Concrete.
-
Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete).
Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi perkerasan beton semen. Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus perihal jenis dan penentuan lebar lapisan pondasi dengan memperhitungkan tegangan pengembangan yang mungkin timbul. Pemasangan lapis pondasi dengan lebar sampai ke tepi luar lebar jalan merupakan salah satu cara untuk mereduksi prilaku tanah ekspansif. Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit mempunyai mutu sesuai dengan SNI No. 03-6388-2000 dan AASHTO M-155 serta SNI 03-1743-1989. Bila direncanakan perkerasan beton semen bersambung tanpa ruji, pondasi bawah harus menggunakan campuran beton kurus (CBK). Tebal lapis pondasi bawah minimum yang disarankan dapat dilihat pada Gambar 2.2 dan CBR tanah dasar efektif didapat dari Gambar 2.3. II - 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar -2.2 :Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan beton
Gambar -2.3: CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah
2.3.3 Pondasi Bawah Material Berbutir.
II - 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Material berbutir tanpa pengikat harus memenuhi persyaratan sesuai dengan SNI-03-6388-2000. Persyaratan dan gradasi pondasi bawah harus sesuai dengan kelas B. sebelum pekerjaan dimulai, bahan pondasi bawah harus diuji gradasinya dan harus memenuhi spesifikasi bahan untuk pondasi bawah, dengan penyimpangan ijin 3% -5%. Ketebalan minimum lapis pondasi bawah untuk tanah dasar dengan CBR minimum 5% adalah 15 cm. Derajat kepadatan lapis pondasi bawah minimum 100 %, sesuai dengan SNI03-1743-1989.
2.3.4 Pondasi Bawah dengan Bahan Pengikat (Bound Sub-Base)
Pondasi bawah dengan bahan pengikat (BP) dapat digunakan salah satu dari : (i)
Stabilisasi material berbutir dengan kadar bahan pengikat yang sesuai dengan hasil perencanaan, untuk menjamin kekuatan campuran dan ketahanan terhadap erosi. Jenis bahan pengikat dapat meliputi semen, kapur, serta abu terbang dan/atau slag yang dihaluskan.
(ii) Campuran beraspal bergradasi rapat (dense-graded asphalj). (iii) Campuran beton kurus giling padat yang hams mempunyai kuat tekan karakteristik pada umur 28 hari minimum 5,5 MPa (55 kg/cm2).
II - 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.3.5 Pondasi Bawah Dengan Campuran Beton Kurus (Lean-Mix Concrete)
Campuran Beton Kurus (CBK) harus mempunyai kuat tekan beton karakteristik pada umur 28 hari minimum 5 MPa (50 kg/cm2) tanpa menggunakan abu terbang, atau 7 MPa (70 kg/cm2) bila menggunakan abu terbang, dengan tebal minimum 10 cm.
2.3.6 Lapis Pemecah Ikatan Pondasi Bawah Dan Pelat
Perencanaan ini didasarkan bahwa antara pelat dengan pondasi bawah tidak ada ikatan. Jenis pemecah ikatan dan koefisien geseknya dapat dilihat pada Tabel. Tabel 2.1 Nilai koefisien gesekan (u) No. Lapis pemecah ikatan
Koefisien
1.
Lapis resap ikat aspal di atas permukaan pondasi bawah 1,0
2.
Laburan parafin tipis pemecah ikat
1.5
3.
Karet komoon (A chhrinated rubbercurine compound)
2.0
2.4 Beton Semen Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur (flexural strength) umur 28 hari, yang didapat dan hasil pengujian balok dengan pembebanan tiga titik (ASTM C-78) yang besarnya secara tipikal sekitar 3-5 MPa (30-50 kg/cm2). Kuat tarik lentur beton yang diperkuat dengan bahan serat penguat seperti serat baja, aramit atau serat karbon, harus mencapai kuat tarik lentur 5-5,5 MPa (50-55 kg/cm2). Kekuatan rencana II - 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
harus dinyatakan dengan kuat tarik lentur karakteristik yang dibulatkan hingga 0,25 MPa (2,5 kg/cm2) terdekat. Hubungan antara kuat tekan karakteristik dengan kuat tarik-lentur beton dapat didekati dengan rumus berikut : fcf = Ktfcs. dalam MPa atau ……………………….. (2.1) fcf = 3,13K (fc)0,50 dalam kg/cm2…………………... (2.2) Dengan pengertian : fc'
:
kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2)
fcf
:
kuat tank lentur beton 28 hari (kg/cm2)
K
:
konstanta, 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 untuk agregat pecan. Kuat tarik lentur dapat juga ditentukan dari hasil uji kuat tarik
belah beton yang dilakukan menurut SNI03-2491-1991 sebagai berikut : fcf = 1,37.fcf
dalam MPa atau .............................. (2.3)
fcf = 13,44 fcf dalam kg/cm2 .................................. (2.4) Dengan pengertian : Fa
:
kuat tarik belah beton 28 hari
Beton dapat diperkuat dengan serat baja (steel-fibre) untuk meningkatkan kuat tarik lenturnya dan mengendalikan retak pada pelat khususnya untuk bentuk tidak lazim. Serat baja dapat digunakan pada campuran beton, untuk jalan plaza tol, putaran dan perhentian bus. Panjang serat baja antara 15 mm dan 50 mm yang bagian ujungnya melebar sebagai angker dan/atau
II - 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
sekrup penguat untuk meningkatkan ikatan. Secara tipikal serat dengan panjang antara 15 dan 50 nun dapat ditambahkan ke dalam adukan beton, masing-masing sebanyak 75 dan 45 kg/m3. Semen yang akan digunakan untuk pekerjaan beton hams dipilih dan sesuai dengan lingkungan dimana perkerasan akan dilaksanakan.
2.5 Lalu-Iintas
Penentuan beban lalu-lintas rencana untuk perkerasan beton semen, dinyatakan dalam jumlah sumbu kendaraan niaga (commercial vehide), sesuai dengan konfigurasi sumbu pada lajur rencana selama umur rencana. Lalu-lintas harus dianalisis berdasarkan hasil perhitungan volume lalulintas dan konfigurasi sumbu, menggunakan data terakhir atau data 2 tahun terakhir. Kendaraan yang ditinjau untuk perencanaan perkerasan beton semen adalah yang mempunyai berat total minimum 5 ton. Konfigurasi sumbu untuk perencanaan terdiri atas 4 jenis kelompok sumbu sebagai berikut : -
Sumbu tungga! roda tunggal (STRT).
-
Sumbu tunggal rodaganda (STRG).
-
Sumbu tandem roda ganda (STdRG).
-
Sumbu tridem roda ganda (STrRG).
2.5.1 Lalu Lintas Rencana
II - 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Lalu-lintas rencana adalah
jumlah kumulatif sumbu kendaraan
niaga pada lajur rencana selama umur rencana, meliputi proporsi sumbu serta distribusi beban pada setiap jenis sumbu kendaraan. Beban pada suatu jenis sumbu secara tipikal dikelompokkan dalam interval 10 kN (1 ton) bila diambil dan survai beban. Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana dihitung dengan rumus berikut : JSKN = JSKNHx365xRxC ..........................................(2.5) Dengan pengertian : JSKN
: Jumlah total
sumbu
kendaraan
niaga selama umur
rencana . JSKNH : Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan dibuka R
: Faktor pertumbuhan kumulatif dari Rumus (2.5) atau Tabel 2.3 atau Rumus (2.6), yang besarnya tergantung dari pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur rencana.
C
: Koefisien distribusi kendaraan
2.5.2 Faktor Keamanan Beban Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan faktor keamanan beban (FKB). Faktor keamanan beban ini digunakan
II - 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
berkaitan adanya berbagai tingkat realibilitas perencanaan seperti terlihat pada Tabel. Tabel - 2.2 :Faktor keamanan beban (FKB) No.
Penggunaan
Nilai
1.
Jalan bebas hambatan utama (major freeway) dan
1,2
jalan berlajur banyak, yang aliran lalu lintasnya tidak terhambat serta volume kendaraan niaga yang tinggi. Bila menggunakan data lalu-lintas dan hasil survai beban (weight-in-motion) dan adanya kemungkinan route altematif, maka nilai faktor keamanan beban dapat dikurangi 2.
Jalan bebas hambatan (freeway) dan jatan arteri
1,1
dengan volume kendaraan niaga menengah 3.
Jalan dengan volume kendaraan niaga rendah.
1,0
2.6 Bahu
Bahu dapat terbuat dari bahan lapisan pondasi bawah dengan atau tanpa lapisan penutup beraspal atau lapisan beton semen. Perbedaan kekuatan antara bahu dengan jalur lalu-lintas akan memberikan pengaruh pada kinerja perkerasan. Hal tersebut dapat diatasi dengan bahu beton semen, sehingga akan meningkatkan kinerja perkerasan dan mengurangi tebal padapelat yang dirancang. Yang dimaksud dengan bahu beton semen dalam pedoman ini adalah bahu yang dikunci dan diikatkan dengan lajur lalu-lintas dengan lebar minimum
II - 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1,50 m, atau bahu yang menyatu dengan lajur lalu-lintas selebar 0,60 m, yang juga dapat mencakup saluran dan kereb.
2.7 Sambungan Perencanaan “Sambungan” pada perkerasan kaku, merupakan bagian yang harus dilakukan pada perencanaan, baik jenis perkerasan beton bersambung tanpa atau dengan tulangan, maupun pada jenis perekerasan beton menerus dengan tulangan. 2.7.1 Jenis Sambungan Sambungan pada perkerasan beton, umumnya terdiri dari 3 jenis, yang fungsinya sebagai berikut :
Sambungan susut, atau sambungan pada bidang yang diperlemah,
(dummy) dibuat untuk mengalihkan tegangan
tarik akibat : suhu, kelembapan, gesekan sehingga akan mencegah retak. Jika sambungan susut tidak dipasang, maka akan terjadi retak.
Sambungan Muai, fungsi utamanya untuk menyiapkan ruang muai pada perkerasan, sehingga mencegah terjadinya tegangan tekan yang akan menyebabkan perkerasan tertekuk.
Sambungan
konstruksi
(pelaksanaan),
diperlukan
untuk
kebutuhan konstruksi (berhenti dan mulai pengecoran). Jarak antara sambungan memanjang disesuaikan dengan lebar alat
II - 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
atau mesin penghampar (paving machine) dan oleh tebal perkerasan. 2.7.2 Geometrik Sambungan a.
Jarak sambungan Sebagai petunjuk kasar, jarak sambungan untuk beton biasa < 2 h (dua kali tebal pelat beton dalam satuan berbeda, misalkan tebal pelat h = 8 inci maka jarak sambungan = 16 kaki, jadi kalau dengan SI unit jarak sambungan = 24 – 25 kali tebal pelat, misalkan tebal pelat 200 mm, maka jarak sambungan = 4800 mm) dan secara umum perbandingan antara lebar pelat dibagi panjang pelat < 1,25.
b.
Tata Letak Sambungan Sambungan menyerang atau acak (random) akan meminimalkan dampak kekasaran sambungan, sehingga dapat memperbaiki mutu pengendalian, meningatkan penampilan dan menambah usia perkerasan kaku, yaitu biasa atau bertulang dengan atau tanpa ruji. Keuntungan dari sambungan serong sebagai berikut :
Mengurangi lendutan dan tegangan pada sumbunya sehingga menambah daya dukung beban pelat dan memperpanjang usia pelat.
Mengurangi dampak reaksi kendaraan pada saat melintasi sambungan dan memberikan kenyamanan yang lebih. II - 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar – 2.4 : Tata Letak Sambungan pada Perkerasan Kaku
2.7.3 Dimensi Sambungan dan Bahan Penutup Sambungan Petunjuka dimensi penutup alur sambungan dibahas untuk setiap jenis sebagai berikut : a.
Sambungan Susut PErgerkan sambungan dan kemampuan bahan penutup alur harus dioptimalkan.
Pada umumnya mutu dan
bahan
penutup
sambungan harus ditingkatkan jika pergerakan sambungan diperkirakan akan bertambah. Pada umumnya dalam berbanding lebar berkisar 1 – 11/2, dengan kedalaman minimum 9,5 mm
II - 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA (⅜ inci) untuk sambungan memanjang dan 12,5 mm (1/2 inci ) untuk sambungan melintang.
Gambar - 2.5 : Sambungan Susut Melintang dengan Dowel
b.
Sambungan Muai Pergerakan pada sambungan muai didasarkan pada pengalaman agen pembuat. Dimensi alur takikan akan optimal didasarkan pada pergerakan dan kemampuan bahan pengisi. Pada umumnya, dimensi akan lebih besar daripada untuk sambungan susut.
Gambar – 2.6 : Sambungan Muai dengan Dowel
II - 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA c.
Sambungan Pelaksanaan Menurut AASHTO’86, tipikal sambungan susut melintang, juga dapat digunakan untuk sambungan pelaksanaan dan sambungan memanjang lainnya.
Gambar - 2.7: Sambungan Susut Melintang tanpa dowel 2.8 Dowel (Ruji) Dowel berupa batang baja tulangan polos maupun profil, yang digunakan sebagai sarana penyambung / pengikat yang digunakan sebagai sarana penyambung / pengikat pada beberapa jenis sambungan pelat beton perkerasan jalan. Tabel - 2.3 : Ukuran dan Jarak batang dowel (ruji) yang disarankan. Dowel
Tebal Pelat Perkerasan Inci
mm
Diameter Inci
mm
Panjang inci
mm
Jarak inci
mm
6 150 ¾ 19 18 450 12 300 7 175 1 25 18 450 12 300 8 200 1 25 18 450 12 300 9 225 1¼ 32 18 450 12 300 10 250 1¼ 32 18 450 12 300 11 275 1¼ 32 18 450 12 300 12 300 1½ 38 18 450 12 300 13 325 1½ 38 18 450 12 300 14 350 1½ 38 18 450 12 300 Dari : Principles of Pavement Design by Yoder & Witczak, 1975
II - 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dowel fungsinya sebagai penyalur beban pada sambungan yang diapasang dengan separuh panjang terikat dan separuh panjang dilunasi atau dicat untuk memberikan kebebasan bergeser. Berdasarkan perhitungan diatas maka untuk sumbunya susut melintang diperlukan dowel berdasarkan Tabel – 2.9 sebagai berikut. Dengan tebal pelat 200 mm diperlukan dowel Ø 1 inci atau 25 mm, dengan panjang 450 mm. dan jarak antara dowel 300 mm.
2.9 Batang Pengikat (Tie Bar) Adalah potongan baja yang diprofilkan yang dipasang pada sambungan lidah – alur, dengan maksud untuk mengikat pelat agar tidak bergerak horizontal, batang pengikat dipasang pada sambungan memanjang. Untuk menentukan dimensi batang pengikat, menurut AASHTO GUIDE FOR DESIGN OF PAVEMENT STRUCTURES 1986 dapat digunakan grafik pada gambar 4.6
II - 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar – 2.8 : Jarak Tie Bar maksimum menurut AASHTO (1986) untuk Tulangan baja grade 40 dan F = 1,5
II - 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dimensi Batang Pengikat Jarak Sambungan Dari Tepi Terdekat
Gambar – 2.9, sebagai berikut : Tebal pelat (h) = 200 mm Jarak sambungan dari tepi terdekat, lihat sketsa disebelah dan tabel perhitungan di bawah
Sketsa sambungan pelaksanaan memanjang seperti pada Dimensi Pengikat Jarak Sambungan Dari Tepi Terdekat gambar –Batang 4.8 dibawah
Gambar – 2.10 : Sambungan Pelaksanaan Memanjang dengan Lidah Alur dan Tie bar (Batang Pengikat) Gb – 4.6, 4.7, 4.8 dan 4.9) dari : Fig.3.9 Principles of Pavement Design by Yoder & Witczak, 1975
II - 19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.9.1
Pola Sambungan Pola sambungan pada perkerasan beton semen harus mengikuti batasan-batasan sebagai berikut : -
Hindari bentuk panel yang tidak teratur. Usahakan bentuk panel sepersegi mungkin. Perbandingan maksimum panjang panel terhadap lebar adalah 1,25.
-
Jarak maksimum sambungan memanjang 3-4 meter.
-
Jarak maksimum sambungan meiintang 25 kali tebal pelat, maksimum 5,0 meter.
-
Semua sambungan susut harus menerus sampai kerb dan mempunyai kedalaman seperempat dan sepertiga dari tebal perkerasan masing-masing untuk lapis pondasi berbutir dan lapis stabilisasi semen.
-
Antar sambungan hams bertemu pada satu titik untuk menghindari
terjadinya
retak
refleksi
pada
lajur
yang
bersebelahan. -
Sudut antar sambungan yang Iebih kecil dari 60 derajat harus dihindari dengan mengatur 0,5 m panjang terakhir dibuat tegak turus terhadap tepi perkerasan.
-
Apabila sambungan berada dalam area 1,5 meter dengan manhole atau bangunan yang lain, jarak sambungan harus diatur, sedemikian rupa sehingga antara sambungan dengan manhole atau bangunan yang lain tersebut membentuk sudut II - 20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
tegak lurus. Hal tersebut berlaku untuk bangunan yang berbentuk bundar. Untuk bangunan berbentuk segi empat, sambungan harus berada pada sudutnya atau di antara dua sudut. -
Semua bangunan lain seperti manhole harus dipisahkan dari perkerasan dengan sambungan muai selebar 12 mm yang meliputi keseluruhan tebal pelat.
-
Perkerasan yang berdekatan dengan bangunan lain atau manhole harus ditebalkan 20% dari ketebalan normal dan berangsurangsur berkurang sampai ketebalan normal sepanjang 1,5 meter seperti diperlihatkan pada Gambar.
-
Panel yang tidak persegi empat dan yang mengelilingi manhole harus diberi tulangan berbentuk anyaman sebesar 0,15% terhadap penampang beton semen dan dipasang 5 cm di bawah permukaan atas. Tulangan harus dihentikan 7,5 cm dari sambungan. Tipikal pola sambungan dipertihatkan Gambar.
Gambar- 2.11 :Potongan melintang perkerasan dan lokasi sambungan II - 21
pada
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.9.2 Penutup Sambungan Penutup sambungan dimaksudkan untuk mencegah masuknya air dan benda lain ke dalam sambungan perkerasan. Benda-benda lain yang masuk ke dalam sambungan dapat menyebabkan kerusakan berupa gompal dan atau pelat beton yang saling menekan ke atas (blow up).
Gambar 2.12 : Detail Potongan melintang sambungan perkerasan
Keterangan gambar diatas : A =
Sambungan isolasi
B
=
Sambungan pelaksanaan memanjang
C
=
Sambungan susut memanjang
D =
Sambungan susut melintang
E
Sambungan susut melintang yang direncanakan
=
II - 22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.10
Perkerasan Beton Semen Untuk Kelandaian Yang Curam Untuk jalan dengan kemiringan memanjang yang lebih besar dari 3%, perencanaan serta prosedur mengacu pada Butir 6 dan harus ditambah dengan angker panel (panel anchored) dan angker blok (anchor block). Jalan dengan kodisi ini harus dilengkapi dengan angker yang melintang untuk keseluruhan lebar pelat sebagaimana diuraiakan pada tabel dan diperlihatkan pada gambar.
Gambar 2.14 Angker Blok
Gambar - 2.13 : Angker Panel
Tabel – 2.4: Penggunaan angker panel dan angker blok pada jalan dengan kemiringan memanjang yang curam. Kemiringan
Angker Panel
Angker Blok
3–6
Setiap panel ketiga
Pada bagian awal kemiringan
6 – 10
Setiap panel ke dua
Pada bagian awal kemiringan
> 10 Setiap panel pada bagian awal kemiringan Catatan : Panjang panel adalah jarak antara sambungan melintang.
II - 23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.10.1
Sistem Perencanaan Jalan Tahapan atau sistem perencanaan tebal perkerasan jalan secara ideal untuk pemilihan tebal perkerasan dilakukan secara ekonomis akan tetapi harus dapat mengantisipasi perkembangan lalu-lintas dan dampak lingkungan disamping prediksi mengenai komposisi penampilanya.
2.10.2
Pertimbangan Perencanaan Berbagai pertimbangan perencanaan tebal perkerasan antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut.
2.10.3
Pertimbangan Konstruksi dan Permeliharaan Konstruksi dan pemeliharaanya kelak setelah digunakan, harus dijadikan pertimbangan dalam merencanakan tebal perkerasan. Faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu : -
Perluasan dan jenis drainase
-
Penggunaan konstruksi berkotak-kotak
-
Ketersediaan peraiatan khususnya perlatan pencampur material, penghamparan dan pemadatan.
-
Penggunaan konstruksi bertahap
-
Penggunaan stabilisasi
-
Kebutuhan dari segi lingkungan dan keamanan pemakai
-
Pertimbangan Sosial dan strategi pemeliharaan
-
Resiko-resiko yang mungkin terjadi
II - 24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.10.4
Faktor-faktor
yang
Dominan
Berpengaruh
Pada
Perkerasan : 1.
Kelembaman
Kelembaman
secara
umum
berpengaruh
terhadp
penampilan ( perkerasan, sedangkan kekakuan/kekuatan material yang lepas dan tanah dasar, tergantung dari kadar air materialnya. Faktor-faktor yang diperlukan pada tahap perencanaan : -
Pola hujan dan penguapan
-
Premeabilitas lapisan aus
-
Kedalaman MAT(muka air tanah)
-
Permeabilitas relatif dari lapisan perkerasan
-
Apakah bahu jalan tertutup atau tidak
-
Jenis perkerasan
Perubahan kadar air pada perkerasan kadangkala terjadi karena salah satu atau beberapa faktor : -
Rembesan air dari daerah yang lebih tinggi ke bahu jaian dan badan jalan.
-
Fluktuasi MAT
-
Resapan air yang menembus permukaan perkerasan atau bahu jalan.
II - 25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
-
Pelepasan
kelembaban
pada
konstruksi
dari
keseimbangan kadar air. -
Permebilitas relatif lapisan perkerasandan tanah dasar.
Jika terjadi
pengurangan
permeabilitas
sehubungan
dengan kedalaman maka kejenuhan bahan disekitarnya akan bertambah.
Pergerakan Air pada konstruksi pada perkerasan jalan
Gambar-2.14 :Pergerakan air pada konstruksi perkerasan jalan
II - 26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.
Suhu Lingkungan
Pada perkerasan dengan beton /perkerasan kaku temperature yang tinggi juga akan berpengaruh yang besar, terutama pada saat pelaksanaan konstruksi. 2.10.5
Evaluasi Lapisan Tanah Dasar (subgrade) Daya dukung lapisan tanah dasar adalah hal yang sangat penting dalam merencanakan tebal lapisan perkerasan, jadi tujuan evaluasi lapisan tanah dasar ini untuk mengestimasi nilai daya dukung subgrade yang akan digunakan dalam perencanaan. 1. Faktor Pertimbangan untuk daya dukung Faktor-faktor
yang
perlu
dipertimbangkan
dalam
mengestimasi nilai kekuatan dan kekakuan lapisan tanah dasar. - Urutan pekerjaan tanah - Penggunaan kadar air (w) pada saat pemadatan (kompaksi) dan kepadatan lapangan (yd) yang dicapai - Perubahan kadar air selama usia pelayanan - Variabilitas Tanah Dasar - Ketebalan lapisan perkerasan total yang dapat diterima lapisan lunak yang ada dibawah lapisan tanah dasar.
II - 27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. Pengukuran daya dukung subgrade Pengukuran daya dukung subgrade (lapisan tanah dasar) yang digunakan, dilakukan dengan : - California Bearing Ratio (CBR) - Parameter ELASTIS - Modulus Reaksi Tanah Dasar (k) Tabel – 2.5 : Pengukuran Daya Dukong vang digunakan Jenis Pekerjaan
Pengukuran Daya Dukung Tanah Dasar CBR
Para Meter Elastis
K
Flexsible (lentur)
*
*
-
Rigid (kaku)
* -
*
-
2.11
Prosedur Perencanaan Prosedur perencanaan perkerasan beton semen didasarkan atas dua model kerusakan yaitu: 1) Retak fatik (lelah) tank lentur pada pelat. 2) Erosi pada pondasi bawah atau tanah dasar yang diakibatkan oleh lendutan berulang pada sambungan dan tempat retak yang direncanakan. Prosedur ini mempertimbangkan ada tidaknya ruji pada sambungan atau bahu beton. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan dianggap sebagai perkerasan bersambung yang dipasang ruji.
II - 28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Data lalu-lintas yang diperlukan adalah jenis sumbu dan distribusi beban serta jumlah repetisi masing-masing jenis sumbu /kombinasi beban yang diperkirakan selama umur rencana. 2.11.1 Perencanaan Tebal Pelat Tebal pelat taksiran dipilih dan total fatik serta dihitung
kerusakan erosi
berdasarkan komposisi lalu-lintas selama umur rencana. Jika
kerusakan fatik atau erosi lebih dari 100%, tebal taksiran dinaikan dan proses perencanaan diulangi. Tebal rencana adalah tebal taksiran yang paling kecil yang mempunyai total fatik dan atau total kerusakan erosi lebih kecil atau sama dengan 100%. Langkah-langkah perencanaan tebal pelat diperlihatkan pada Gambar dibawah ini.
II - 29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar - 2.15: Sistem perencanaan perkerasan beton semen
II - 30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.11.2 : Langkah-Langkah Perencanaan Tebal Perkerasan Beton Semen. Langkah
Uraian
1
Pilih jenis perkerasan beton semen, bersambung tanpa ruji, bersambung dengan ruji, atau menerus dengan tulangan.
2
Tentukan apakah menggunakan bahu beton atau bukan.
3
Tentukan jenis dan pondasi bawah berdasarkan niiai CBR rencana perkiraan jumiah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana.
4
Tentukan CBR efektif berdasarkan niiai CBR rencana dan pondasi bawah yang dipilih.
5
Pilih kuat tank lentur atau kuat tekan beton pada umur 28 hari (fcf).
6
Pilih factor keamanan beban lalu lintas (FKB).
7
Taksir tebal pelat beton (taksiran awal dengan tebal tertentu berdasarkan pengalaman.
8
Tentukan tegangan ekivalen (TE) dan factor erosi (FE) untuk STRT, STRG, SGRG.
9
Tentukan factor rasio tegangan (FRT) dengan membagi tegangan ekivakn (TE) oleh kuat tarik-tentur (fcf)
10
Untuk setiap rentang beban kelompok sumbu tersebut, tentukan beban per roda dan kalikan dengan faktor
II - 31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
keamanan beban untuk menentukan beban rencana per roda. Jika beban rencana per roda > 65 kN (63 ton), anggap dan gunakan nilai tersebut sebagai batas tertinggi. 11
Dengan faktor rasio tegangan (FRT) dan beban rencana, tentukan jumlah repetisi ijin untuk fatik, yang dimulai dari beban roda tertinggi dan jenis sumbu STRT, STRG, SGRG tersebut.
12
Hitung
persentase
dari
repetisi
fatik
yang
direncanakan terhadap jumlah repetisi ijin. 13
Dengan
menggunakan
faktor erosi
(FE), tentukan
jumlah repetisi ijin untuk erosi. 14
Hitung persentase dari repetisi erosi yang direncanakan terhadap jumlah repetisi ijin.
15
Ulangi langkah 11 sampai dengan 14 untuk setiap beban per roda pada sumbu tersebut sampai jumlah repetisi beban ijin.
16
Hitung jumlah total fatik dan menjumlahkan persentase fatik dari setiap beban roda pada STRT tersebut. Dengan cara yang sama hitung jumlah total erosi dari setiap beban roda pada STRT tersebut.
17
Ulangi langkah 8 sampai dengan langkah 16 untuk setiap jenis kelompok sumbu lainnya.
II - 32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
18
Hitung jutnlah total keseluruhan akibat fatik dan jumlah total keseiuruhan akibat erosi untuk seluruh jenis kelompok sumbu.
19
Ulangi langkah 7 sampai dengan langkah 18 hingga diperoleh ketebalan tertipis yang menghastlkan total kerusakan akibat fatik dan atau erosi < 100%. Tebal tersbeut sebagai tebal perkerasan beton semen yang direncanakan
II - 33