BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.160, 2012
PERATURAN BERSAMA. Sistem Pengelolaan. Benda Sitaan, Barang Rampasan Negara, Ketatalaksanaan.
PERATURAN BERSAMA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 NOMOR KEP/ 259 / A / JA /12 / 2011 NOMOR KEPB-01/01- 55/11/2011 NOMOR M.HH-10.HM.03.02 Tahun 2011 NOMOR 199/KMA/SKB/XII/2011 NOMOR 219 / PMK.04 / 2011 TENTANG SINKRONISASI KETATALAKSANAAN SISTEM PENGELOLAAN BENDA SITAAN NEGARA DAN BARANG RAMPASAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang
: a.
b.
bahwa sistem peradilan pidana merupakan sebuah sistem yang dibangun untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup yang selaras dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat; bahwa sesuai dengan tujuan pembentukan hukum, penegakan hukum harus dapat dilaksanakan dengan mengedepankan perlindungan hak asasi manusia dan memberikan rasa keadilan masyarakat dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum;
www.djpp.depkumham.go.id
2012, No.160
Mengingat
2
:
c.
bahwa peradilan harus dilakukan dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan, serta bebas, jujur,dan tidak memihak;
d.
bahwa pemisahan fungsi dalam sistem peradilan pidana, yaitu fungsi penyidikan, penuntutan, pemeriksaan, dan pelaksanaan upaya paksa dan pemidanaan, bertujuan agar terdapat fungsi kontrol di antara penegak hukum, sehingga hak-hak tersangka atau terdakwa atau terpidana dapat tetap terlindungi;
e.
bahwa pelaksanaan penegakan hukum masih mengalami kendala yang diakibatkan oleh pemahaman yang berbeda antar aparat penegak hukum terhadap peraturan perundang-undangan sehingga mengakibatkan tidak sinkronnya ketatalaksanaan;
f.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu menetapkan Peraturan Bersama Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Mahkamah Agung Republik Indonesia, dan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang Sinkronisasi Ketatalaksanaan Sistem Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara;
1.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4958); Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3614);
2.
3.
www.djpp.depkumham.go.id
3
2012, No.160
4.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 157 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076); 5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401); 7. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076); 8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661). 9. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250). 10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3250) dan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78);
www.djpp.depkumham.go.id
2012, No.160
4
MEMUTUSKAN: Menetapkan :
PERATURAN BERSAMA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA, MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG SINKRONISASI KETATALAKSANAAN SISTEM PENGELOLAAN BENDA SITAAN NEGARA DAN BARANG RAMPASAN NEGARA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan : (1)
Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara selanjutnya disebut RUPBASAN adalah tempat benda yang disita oleh negara untuk keperluan proses peradilan.
(2)
Benda Sitaan yang selanjutnya disebut Basan adalah benda yang disita oleh Negara untuk keperluan proses peradilan.
(3)
Barang Rampasan Negara untuk selanjutnya disebut Baran adalah barang bukti yang berdasarkan keputusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dinyatakan dirampas untuk negara. Pasal 2
(1)
Basan dan Baran disimpan pada : a. RUPBASAN atau b. tempat penyimpanan barang bukti yang berada diluar RUPBASAN.
(2)
Tempat penyimpanan barang bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berada di Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Bea Cukai dan KPK serta Instansi Pemerintah dan / atau Swasta yang ditunjuk; Pasal 3
Peraturan Bersama ini dimaksudkan sebagai pedoman untuk mewujudkan sinkronisasi dalam ketatalaksanaan sistem Pengelolaan Basan dan Baran dengan mengedepankan perlindungan hak asasi manusia dan pemenuhan rasa keadilan masyarakat serta terjaminnya kepastian hukum. Pasal 4 Tujuan Peraturan Bersama ini adalah untuk:
www.djpp.depkumham.go.id
5
a. b. c. d. e.
2012, No.160
mewujudkan persamaan persepsi antara aparat penegak hukum dalam ketatalaksanaan sistem Pengelolaan Basan dan Baran; mewujudkan harmonisasi dan sinkronisasi dalam upaya penegakan hukum dan hak asasi manusia; menjamin keamanan, keutuhan terhadap Basan dan Baran; memenuhi rasa keadilan masyarakat dalam penegakan hukum dan hak asasi manusia serta adanya kepastian hukum ; menghindari penyalahgunaan wewenang dalam proses penegakan hukum. Pasal 5
Lingkup pengaturan Peraturan Bersama ini : a. b. c. d.
penitipan Basan ; penyimpanan Basan dan/atau Baran; pengambilan /pengeluaran Basan dan/atau Baran; pemusnahan/pelelangan Basan dan/ atau Baran. BAB II PENATALAKSANAAN BASAN DAN BARAN Pasal 6
(1) Untuk pengamanan Basan, Penyidik dan/ atau Penuntut Umum menyimpan Basan di RUPBASAN. (2) Penyimpanan Basan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan Berita Acara. Pasal 7 (1) RUPBASAN secara berkala dapat meminta perkembangan penanganan perkara atas Basan dan/atau Baran kepada Instansi Penitip. (2) Instansi penitip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan perkembangan penanganan perkara terkait Basan dan/atau Baran kepada RUPBASAN. (3) Dalam hal perkara telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Jaksa wajib menyampaikan petikan putusan pengadilan kepada RUPBASAN. (4) Terhadap Basan yang disimpan di RUPBASAN yang dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap maka setelah menerima petikan Putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), RUPBASAN secara administratif mengubah status Basan yang disimpan menjadi Baran. (5) Basan selain yang dinyatakan dirampas untuk negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4), RUPBASAN secara administratif mengubah status Basan sebagaimana amar putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
www.djpp.depkumham.go.id
2012, No.160
6
Pasal 8 Penitipan Basan dan/ atau Baran di luar RUPBASAN dan Instansi Penitip. (1) Dalam hal sarana dan prasarana yang dimiliki RUPBASAN dan instansi penitip terbatas, maka RUPBASAN atau instansi penitip dapat menyimpan Basan ditempat lain di luar RUPBASAN atau instansi penitip yang ditunjuk. (2) Dalam hal RUPBASAN menyimpan Basan di tempat lain maka RUPBASAN wajib memberitahukan kepada instansi penitip. Pasal 9 Berdasarkan permintaan Instansi Penitip untuk keperluan proses penanganan perkara disetiap tingkat pemeriksaan, RUPBASAN wajib menyerahkan Basan yang disimpan. Pasal 10 Segala biaya yang timbul atas penyimpanan Basan sebagaimana dimaksud pada pasal 8 ayat (1) dibebankan kepada Instansi Penitip. Pasal 11 (1) Untuk kejelasan status Basan dan Baran yang dititipkan di RUPBASAN, instansi yang berwenang atas Basan dan Baran tersebut harus memberitahukan kepada RUPBASAN mengenai : a.
perkembangan proses penyidikan, dan penuntutan; dan
b.
salinan atau petikan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) RUPBASAN mencatat Basan dan Baran dalam buku register sesuai dengan tingkat pemeriksaan perkaranya. Pasal 12 Dalam hal Basan dan/ atau Baran dititipkan ditempat lain diluar RUPBASAN : a. pihak penitip harus menyampaikan kepada Kepala RUPBASAN :
b.
1.
tembusan surat perintah penitipan;
2.
berita acara penitipan; dan/ atau ;
3.
surat penyitaan.
Kepala RUPBASAN dapat menerbitkan surat pemberitahuan kepada instansi yang akan menitipkan Basan dan/ Baran serta merujuknya ke tempat penyimpanan lain yang memiliki sarana dan prasarana yang lebih memadai karena keterbatasan sarana dan prasarana di RUPBASAN.
www.djpp.depkumham.go.id
7
c.
2012, No.160
Kepala RUPBASAN membuat buku register khusus untuk Basan dan/ atau Baran yang dititipkan ditempat penyimpanan lain diluar RUPBASAN. Pasal 13
RUPBASAN memberikan surat pemberitahuan secara berkala mengenai tenggang waktu penitipan Basan dan/ atau Baran kepada pihak penitip didasarkan pada tahap penyidikan, penuntutan, pemeriksaan disidang pengadilan. Pasal 14 Dalam hal Basan dan/ atau Baran yang dititipkan oleh penyidik dan/ atau Penuntut Umum di RUPBASAN hilang sebagian atau seluruhnya, RUPBASAN wajib : a.
melaporkan pada Kepolisian Negara Republik Indonesia mengenai peristiwa yang terjadi; dan
b.
membuat berita acara dan memberitahukan kepada pihak penitip. Pasal 15
Dalam hal Basan dan / Baran yang dititipkan di RUPBASAN menyusut nilainya akibat bencana alam, kebakaran, atau peristiwa pidana maka kerugian akibat susutnya nilai Basan dan/ atau Baran ditanggung oleh negara. Pasal 16 Dalam hal Basan dan/ atau Baran selama proses penyidikan dan penuntutan, masih berada ditempat penyimpanan barang bukti di lingkungan penyidik atau penuntut umum maka instansi penyidik atau penuntut umum harus menginformasikan kuantitas dan kualitas Basan dan/ atau Baran kepada pihak RUPBASAN setempat untuk kepentingan pendataan. Pasal 17 Pengeluaran Basan dan/ atau Baran harus disertai surat-surat yang sah berupa Surat pengeluaran Basan dan Baran yang ditujukan kepada kepala RUPBASAN, dengan dilampiri : a.
foto copy Petikan putusan pengadilan yang dilegalisasi untuk perkara yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b.
berita acara pelaksanaan putusan pengadilan;
c.
foto copy berita acara penerimaan/ penitipan Basan dan/ atau Baran;
d.
surat perintah kepada yang mengambil Basan dan atau Baran; dan
e.
serta surat pengantar dari instansi penitip.
www.djpp.depkumham.go.id
2012, No.160
8
Pasal 18 (1) Pengambilan Basan untuk kepentingan proses peradilan disetiap tingkat pemeriksaan harus disertai dengan surat permintaan pengambilan Basan yang ditujukan kepada kepala RUPBASAN, dengan dilampiri : a.
foto copy berita acara dan /atau penyimpanan Basan;
b.
surat perintah pengambilan Basan.
(2) Penyidik atau Penuntut Umum wajib segera mengembalikan Basan yang dipinjam untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada RUPBASAN dengan membuat berita acara. Pasal 19 (1) Pengambilan Basan hanya dapat dilakukan dalam rangka pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang dilakukan oleh jaksa dengan menyerahkan surat permintaan pengambilan Baran yang ditujukan kepada Kepala RUPBASAN dengan dilampiri : a.
surat perintah pelaksanaan putusan pengadilan;
b.
foto copy petikan putusan pengadilan yang telah dilegalisasi untuk perkara yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c.
surat perintah pengambilan Baran.
(2) Setelah pelaksanaan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Jaksa atau pihak yang berwenang wajib menyerahkan salinan Berita Acara Pelaksanaan Eksekusi kepada RUPBASAN; Pasal 20 RUPBASAN wajib meneliti kelengkapan surat, berkoordinasi dan melakukan konfirmasi dengan instansi penitip sebelum Basan dan/atau Baran dikeluarkan. Pasal 21 Terhadap pihak yang secara melawan hukum menghilangkan, menggelapkan, merusak Basan dan/ atau baran baik sebagian atau seluruhnya diproses sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 22 (1) RUPBASAN mengusulkan pada instansi penitip untuk dilakukan pemusnahan atau pelelangan terhadap Basan dan/ atau Baran yang mudah rusak, busuk, atau berbahaya,
www.djpp.depkumham.go.id
9
2012, No.160
(2) Pemusnahan atau pelelangan Basan dan/ atau Baran oleh instansi penitip dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan dibuatkan Berita Acara pemusnahan atau pelelangan. (3) Berita acara pelaksanaan pemusnahan atau pelelangan Basan dan/ atau Baran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada kepala RUPBASAN dan Ketua Pengadilan Negeri atau Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. BAB III KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 23 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Bersama ini pihak RUPBASAN dan instansi penitip Basan dan Baran melakukan koordinasi. BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 24 Masing-masing instansi melakukan sosialisasi terhadap Peraturan Bersama ini paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diundangkan. Pasal 25 Pelaksanaan Peraturan Bersama ini dilakukan evaluasi dalam jangka waktu 2 (dua) tahun, dan apabila dalam pelaksanaannya diperlukan adanya perbaikan maka akan dilakukan penyesuaian lebih lanjut. Pasal 26 Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
www.djpp.depkumham.go.id
2012, No.160
10
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bersama ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Desember 2011 KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA,
TIMUR PRADOPO
BASRIEF ARIEF
PIMPINAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA,
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
M. BUSYRO MUQODDAS
AMIR SYAMSUDIN
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
HARIFIN A. TUMPA
AGUS D.W MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 Februari 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN
www.djpp.depkumham.go.id