perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Seiring berjalannya waktu, kesenian modern lebih menarik daya pikat masyarakat. Hal tersebut lambat laun menggeser
kesenian tradisional. Sebagian
masyarakat beranggapan bahwa kesenian tradisional itu tidak terlalu penting untuk digali pengetahuannya. Kekhawatiran tersebut adalah mengenai kemungkinan memudarnya jenis-jenis kesenian tersebut, yang mungkin akan berakhir pada kepunahan, sebagai adanya berbagai perubahan dalam masyarakat. Salah satu yang menjadi daya tarik dalam setiap seni pertunjukkan adalah kostum yang dikenakan oleh perannya. Kostum juga berperan penting dalam pertunjukkan. Kostum ini yang nantinya membentuk karakter dan identitas diri. Kostum yang dikenakan penarinnya pun memiliki nilai estetis yang menarik untuk dikaji. Jika dilihat dari unsur estetisnya, kostum penari Jathilan di Sleman memiliki unsur-unsur dasar dari estetika A.A.M Djelantik yang mencakup wujud, bobot dan penampilannya. Secara visual wujud yang ditangkap dari kostum penari Jathilan memeiliki bentuk struktur dari busana adat Jawa. Bentuk-bentuk tersebut terdiri dari udheng, sabuk, p k, timang, kalung susun, gelang, celana panji, jarik, sampur, dan baju rompi. Pada udheng dibuat udheng dengan bentuk kain diikat langsung di kepala hingga masih tampak rambut penari ada bagian ubun-ubun. Dibelakang udheng terdapat modholan dan hiasan kupu pada sisi kanan kiri modholan tersebut. sabuk, commit to user 86
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
p k, dan timang dipakai pada kostum penari Jathilan. Sabuk dan p k pada kostum penari Jathilan di Sleman memiliki variasi warna. Masing-masing sabuk dan p k pada kostum penari Jathilan di Sleman memiliki pengertian sendiri ada setiap warnanya. Kalung susun sebagai akasesoris pada kostum penari Jathilan di Sleman berbentuk tanggalan tiga buah diikat menjadi satu arti, sering disebut sebagai tri tunggal. Aksesoris gelang ada kostum penari Jathilan dipakai pada tiga tempat yaitu bahu, pergelangan tangan dan kaki. Pada kalung dan gelang terdapat stilasi ornamen flora dan fauna. Stilasi ini memiliki arti dalam pengukirannya. Sampur atau selendang digunakan sebagai sarana pendukung dari gerakan tari. Sampur pada kostum penari Jathilan di Sleman ini hanya dua warna, yaitu warna kuning dan merah. Jenis warna dalam kostum penari Jathilan memiliki karakter warna yang bervariasi. Secara keseluruhan warna-warna pada kostum penari Jathilan di Sleman menerapkan prinsip-prinsip desain yang mencakup keutuhan, penonjolan, unity serta keseimbangan. Struktur pada kostum penari Jathilan menyangkut keseluruhan kostum penari Jathilan dan meliputi peranan masing-masing bagaian. Susunan warna pada kostum penari Jathilan menimbulkan efek dan kesan postur badan, kenampakan wajah pada pemakainya. Secara bobot, kostum penari Jathilan di Sleman merupakan wujud dari pemeranan watak tokoh. Kostum penari Jathilan di lingkungan Kabupaten Sleman dapat dilihat bahwa kostum tersebut memiliki visual yang dapat terlihat dengan mata memiliki bentuk keprajuritan. Hal tersebut, bobotnya terlihat dari bagian-bagian kostum dan properti seperti kuda kepang, yang digunakan dan commit to user
mengandung
perpustakaan.uns.ac.id
informasi
tentang
digilib.uns.ac.id
latar
belakang
tokoh
yang
diperankan
dalam
setiap
pertunjukkannya. Inspirasi kostum penari Jathilan berangkat dari cerita rakyat Prabu Kelana
Sewandana
dari
Kerajaan
Bantaraangin.
Kostum
penari
Jathilan
menggambarkan prajurit-prajurit Prabu Kelana Sewandana yang mengiringi perjalanannya ingin melamar putri Kediri bernama Dyah Ayu Sanggalangit (Dewi Sekartaji). Dalam mengiringi perjalanan Prabu Kelana Sewandana para parjurit menggunakan kuda sebagai alat transportasinya. Sosok kuda tersebut diwakili oleh jaranan ( bl k) yang terbuat dari anyaman bambu dengan hiasan tertentu. Istilah ini lebih dikenal dengan kuda kepang. Pedang yang digunakan juga terbuat dari bambu yang dibentuk menyerupai pedang sungguhan. Udheng dalam kostum penari Jathilan di Sleman dibuat dengan bentuk pada bagian ubun-ubun terbuka. Menurut Slamet, hal ini merupakan simbol dari perwujudan karakter prajurit yang memiliki jiwa kasatriya. Dalam udheng terdapat hiasan pita yang mengelilingi udheng. Hal ini tidak banyak memiliki arti ataupun simbol di dalamnya. Bentuk sabuk, p k dan timang pada kostum penari Jathilan di Sleman tidak banyak memiliki arti. Warna pada sabuk dan p k masing-masing kostum penari Jathilan justru banyak mengandung makna di dalamnya. Pada aksesoris kalung dan gelang dalam kostum penari Jathilan di Sleman juga memiliki simbolis dari segi ornamen dan susunannya. Makna tri tunggal yang dimaksud adalah ada kemauan, ada wujud, dan ada hidup Makna keseluruhan dan setiap wujud kostum penari Jathilan di Sleman banyak memiliki makna dan simbol. Begitu pula warna-warna yang digunakan dalam kostum penari Jathilan di Sleman. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kostum penari di Sleman sendiri memiliki banyak warna dalam penampilan. Warnawarna yang terdapat dalam kostum penari Jathilan di Sleman mendukung karakter dalam tokoh yang diperankan yaitu keprajuritan. Warna kuning keemasan pada kostum Jathilan di Sleman merupakan warna yang dipakai para kasatriya istana seperti prajurit. Kuning emas pada kostum penari Jathilan di Sleman ini melambangkan keagungan, kejayaan, kemegahan dan timbul kekuatan. Hal tersebut mendukung karakter yang muncul pada tokoh keprajuritan. Penampilan berdasarkan pengaruh gerak tari Jathilan terhadap kostum yang dikenakan penari Jathilan di Sleman. Gerak tari Jathilan di Sleman dapat digali dari gerak tari yang sudah ada, disesuaikan dengan gerakan dan iringannya. Properti yang digunakan oleh penari Jathilan adalah bl k atau jaranan yang dikenakan penari sebagai alat bantu waktu menari. Bentuk iringan tari Jathilan di Sleman hanya menggunakan iringan gendhing obyog dengan iringan pembuka gendhing panaragan, namun seiring perkembangan saat ini tari Jathilan menggunakan tiga macam gendhing, yaitu gendhing sampak dan gendhing obyog dengan iringan pembuka gendhing panaragan. Selain itu, terdapat unsure tambahan dalan iringan tari Jathilan di Sleman. Terdapat kolaborasi modern dan lagu yang dinyanyikan pada pertunjukkan Jathilan di Sleman seperti, drum, gitar, dan lagu-lagu modern. Pada gerakan tertentu, kostum penari Jathilan di Sleman harus melepas beberapa aksesoris yang dikenakan. Seperti pada menjelang pegangan tangan satu dan erek. Beberapa aksesoris yang dipakai penari Jathilan di Sleman harus dilepas seperti keris, kalung susun, gelang pada bagian tangan, p k dan timang, dan pita yang terdapat di iket commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kepala. Hal ini dilakukan agar aksesoris yang digunakan tidak hilang dan rusak serta melukai si penari karena aksesoris terbuat dari bahan lempengan kuningan dan tembaga karena setelah iniakan memasuki adegan peperangan dan klimaks yaitu kesurupan. Keris yang terdapat pada kostum penari Jathilan di Sleman juga dilepas agar tidak terjadi jikalau ada hal-hal yang membahayakan seperti tertusuk. Secara tidak disadari saat adegan perperangan tentunya penari akan melakukan gerakangerakan meloncat dan berkelahi. Gerakan seperti inilah yang menkhawatirkan keselematan penari akan benda-benda tajam yang menempel pada kostum penari di Sleman. Efek terhadap penampilan pada kostum pun menjadi berubah total. Dari yang awalnya kostum dirancang dan ditata sedemikian rupa menjadi suatu pakaian yang berantakan dan acak-acakan. Fungsi kostum pun sudah bukan menjadi fungsi kostum yang sewajarnya. Kostum yang layaknya sebagai pembentukan karakter tokoh sudah tidak tampak pada segmen ini. Keutuhan, keserasian, dan keseimbangan sudah tidak terjaga. Hal ini tentunya merubah nilai-nilai estetis hilang dalam hal berkostum. Penonton yang berbeda-beda sesuai dengan rutinitasnya, tentu memiliki sudut pandang yang berbeda-beda kostum yang dikenakan para penari Jathilan di Sleman. Hal tersebut dikarenakan perbedaan ketertarikan dan pengetahuan. Pihakpihak yang mendukung tentu antusias dalam penataan kostum tersebut. Sedangkan dari pihak-pihak yang tidak mendukung dan kurang antusias beranggapan sesuatu yang tidak penting dan sering dianggap negatif. Yang terpenting bagi mereka adalah penampilan pertunjukkan yang diperankan penari entah dari persepsi darimana saja. commit to user
mampu memuaskan penonton
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Saran Pelestarian terhadap kesenian tradisional Jathilan memang perlu diperhatikan agar kekhawatiran akan kepunahan kesenian tersebut tidak menjadi kenyataan. Pemerintah juga harus lebih memperhatikan dan mendukung kesenian rakyat Jathilan, walaupun sederhana tapi bisa memberikan sejarah dan warisan pada anak dan cucu masa depan bangsa. Makna kostum penari Jathilan di Sleman terus digali dan bisa disosialisasikan kepada masyarakat, karena masyarakat belum banyak mengetahui makna betapa pentingnya kostum dalam pertunjukan Jathilan. Kelompok-kelompok kesenian Jathilan di Sleman diharapkan dapat lebih mengentalkan citra diri yang positif sebagai penggagas dan pemeliharaan kesenian Jathilan di Sleman. Para penari yang terlibat dalam kelompok pertunjukkan kesenian Jathilan di Sleman harus merasa bangga saat mengenakan kostum karena dapat ikut melestarikan budaya bangsa baik dari segi tampilan kostum batik maupun informasi yang terkandung didalam kostum tersebut. Sebagian dari masyarakat (penonton) terkadang belum memikirkan jangka panjang dari manfaat kostum yang dikenakan. Jika dalam pemikiran mereka bisa lebih memandang positif posisi penari tersebut, kesenian ini bisa bertahan lebih lama lagi. Kesenian tradisional Jathilan ini tidak akan mengalami keresahan akan terjadinya kepunahan yang dihasilkan dari respon negatif para penontonnya. Jika direspon dengan pemikiran yang baik dan mantap maka hasilnya pun akan berdampak positif bagi ke depannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Suatu saat jika masyarakat mengetahui bahwa fungsi kostum Jathilan bukan semata-semata sebagai busana saja dan bukan semata-semata sebagai citra yang buruk bagi penarinya, akhirnya rasa peduli akan kesenian Jathilan pun membuat mereka antusias mendukung kesenian tersebut. Rasa cinta kepada warisan budaya nenek moyang akan melekat pada jiwa masyarakat Sleman, sehingga apapun anggapan masyarakat yang beranggapan negatif,
disaat hal itu bisa membawa
perubahan menuju arah yang lebih baik bagi kesenian rakyat Jathilan di Sleman, hal itu akan selalu mendapat dukungan dari semua lapisan masyarakat Sleman, Yogyakarta. Alangkah baik jika kedepannya nanti pemerintah maupun pejabat tinggi Kabupaten Sleman memberi apresiasi yang lebih terhadap warisan budaya Indonesia yang berupa kesenian rakyat Jathilan. Hal tersebut dapat memberi pengaruh positif bagi masyarakat agar tercipta budaya Indonesia yang cinta terhadap tanah air dimulai dari menyukai budaya bangsa sendiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Adyasmara. 1983. Tata Rupa Pentas. Surakarta: STSI Agil. 2009. Kuda Kepang. <siagil.blogspot.com>. (diakses tanggal 30 April 2013 pukul 19.00 WIB) Caturwati, Endang dan Sarjono, Agus R. 1997. Tata Rias dan Busana Tari Sunda. Bandung: STSI Press Danandjaja, James. 1986. Folklor Indonesia. Jakarta: Graviti Press Djazuli, M. 1994. Telaah Teoritis Seni Tari. Semarang: IKIP Semarang Djelantik, A.A.M. 2004. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukkan Indonesia Fanthony, Ade Firman. 2012. Jathilan adalah Kesenian Terjelek Sedunia!.
. (diakses tanggal 20 April 2013, pukul 08.45) Havilland, William A. 1985. Antropologi Jilid 2 (edisi terjemahan oleh R. D. Soekadijo). Jakarta: Erlangga Herusatoto, Budiono. 2000. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Hanindita Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta. Balai Pustaka Maruti, Mayangkara. 2010. Istilah-Istilah Dalam Seni Tari dan Perhiasannya. . (diakses tanggal 4 Mei 2013 pukul 08.00 WIB) Nita, Cicilia Ika Rahayu. 2005. “Bentuk dan Fungsi Pertunjukkan Jathilan dalam Upacara Ritual Kirab Pusaka pada Masyarakat Kampung Tidar Warung Kelurahan Tidar Magelang” .Tesis. Pendidikan Seni Universitas Semarang. Nugrahaningsih, RHD. 2007. “Transformasi Kesenian Tradisional Jathilan pada Masyarakat Deli” . Tesis. Universitas Medan Pratiwi, Danis Novita. 2007. “Makna Simbolik Bentuk Penyajian Tari Jathilan dalam Kesenian Reog”. Jurnal Penelitian. Ponorogo Purwawijaya. 1979. Babad Ponorogo. Ponorogo: Penerbit Nirbita commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sanyoto, Sajidman Ebdy. 2005. Dasar – Dasar Tata Rupa dan Desain (Nirmana). Yogyakarta: Arti Bumi Intaran Soedarsono. 1976. Mengenal Tari-tarian Rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Soekarno. 1985. Pertunjukkan Rakyat Kuda Lumping di Jawa Tengah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Suharyoso. 2000. “Teater Tradisional di Sleman, Yogyakarta: Jenis dan Persebarannya”. Ketika Orang Jawa Nyeni (Heddy Shri Ahimsa Putra (ed.)). 2000. Yogyakarta: Galang Press Sumandiyo, Hadi. 2007. Kajian Tari Teks Dan Konteks. Pustaka Book Publisher: Yogyakarta Supriyono, 2011. Pengetahuan Komposisi Tari. Bayumedia Publishing: Malang. Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press Wirastodipura. 2003. Busana Adat Jawi. Solo: Banyu Offset Yosodipura, Marmien Sardjono. 1996. Rias Pengantin Gaya Yogyakarta. Kanisius: Yogyakarta.
commit to user