34
BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN Marginalisasi perempuan dalam dunia kerja merupakan hal yang sangat sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, adanya industrialisasi pedesaan telah membawa sejumlah perubahan bagi kaum perempuan untuk dapat keluar dari pembedaan-pembedaan yang ada dalam masyarakat. Untuk melihat adanya perubahan yang dialami kaum perempuan tersebut, dilakukan penelitian pada dua desa dengan corak yang berbeda. Desa pertama adalah Desa Cikarawang yang masih bercorak pertanian, dengan 41.6 persen penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian, dan desa kedua adalah Desa Tarikolot yang berada di lingkungan industri, dimana 96.2 persen penduduknya bermata pencaharian sebagai buruh atau karyawan. Menurut Scott (1986) dalam Grijns dkk (1992), marginalisasi terdiri dari empat tipe: 1) Penyingkiran dari pekerjaan produktif yang berarti hilangnya kesempatan untuk memberikan kontribusi ekonomi dalam pendapatan keluarga, 2) Pemusatan pada pinggiran pasar tenaga kerja, dimana seseorang yang dapat memasuki sektor produktif dan memperoleh imbalan dari pekerjaannya mengalami marginalisasi dalam hal status pekerjaan sebagai buruh ataupun pekerja keluarga yang tidak dibayar, curahan waktu yang tinggi (lebih dari 35-40 jam/minggu) dengan imbalan yang rendah, serta adanya pembedaan dalam mendapatkan tunjangan, 3) Feminisasi sektor produktif dan segregasi berdasarkan jenis kelamin. Marginalisasi tipe 3 ini dapat dilihat dari jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang. Misalnya, untuk sektor pertanian, laki-laki memiliki akses yang lebih tinggi daripada perempuan karena sektor pertanian dipandang merupakan pekerjaan yang berat dan kotor sehinga cocok untuk laki-laki. Demikian juga dengan sektor indutri yang menuntut pendidikan yang tinggi, yang biasanya tidak dimliki perempuan. Dengan demikian, pada akirnya perempuan terkonsentrasi pada sektor perdagangan dan jasa yang tidak menuntut pendidikan tinggi, dan 4) Pelebaran ketimpangan ekonomi yang dialami seseorang sebagai dampak dari adanya marginalisasi tipe 1, 2, dan 3.
35
5.1
Penyingkiran dari Pekerjaan Produktif (Marginalisasi Tipe 1) Penyingkiran dari pekerjaan produktif berarti hilangnya kesempatan untuk dapat
turut serta memberikan kontribusi ekonomi dalam pendapatan keluarga. Dalam penelitian ini, penyingkiran dari pekerjaan produktif dilihat dari status bekerja responden. Status bekerja dibedakan menjadi bekerja produktif dan tidak bekerja produktif. Tidak bekerja produktif berarti penyingkiran dari pekerjaan produktif karena memasuki sektor reproduktif yang dianggap sebagai pekerjaan perempuan. Dengan adanya industrialisasi pedesaan, diduga perempuan tidak mengalami marginalisasi tipe 1 yang berupa penyingkiran dari pekerjaan produktif. Hal ini dikarenakan banyaknya peluang kerja dan peluang usaha yang muncul seiring dengan munculnya industrialisasi pedesaan. Pada desa pertanian (Cikarawang), terdapat 20 persen responden perempuan yang mengalami penyingkiran dari pekerjaan produktif atau dengan kata lain tidak memiliki kontribusi ekonomi secara langsung dalam pendapatan keluarganya. Sementara itu, pada desa industri (Tarikolot) terdapat 13.3 persen responden perempuan yang mengalami penyingkiran dari pekerjaan produktif (Tabel 8).
Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden Perempuan menurut Status Bekerja dan Tipe Desa, 2011 Desa Desa Industrialisasi Pertanian Industri Pedesaan Bekerja Produktif Jumlah 12 13 (+) 1 80.0 86.7 6.7 Persentase Tidak Bekerja Jumlah 3 2 (-) 1 Produktif 20.0 13.3 6.7 Persentase Total Jumlah 15 15 30 100.0 100.0 100.0 Persentase Keterangan : (+) menunjukkan adanya peningkatan jumlah dan persentase Status Bekerja
(-) menunjukkan adanya penurunan jumlah dan persentase
Persentase dari responden perempuan yang mengalami marginalisasi tipe 1 untuk desa pertanian dan desa industri berturut-turut adalah 20 persen dan 13.3 persen, sementara responden dikatakan mengalami marginalisasi tipe 1 apabila persentasenya lebih dari 50 persen. Adanya industrialisasi pedesaan membawa perubahan bagi kondisi perempuan ke arah yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan persentase responden yang tidak bekerja produktif sebesar 6.7 persen.
36
Adanya perbedaan persentase responden laki-laki dan perempuan yang mengalami marginalisasi tipe 1 menjelaskan bahwa walaupun di kedua desa penelitian tidak terjadi marginalisasi perempuan tipe 1 dalam industrialisasi pedesaan, penyingkiran dari pekerjaan produktif masih dirasakan oleh sebagian kecil responden perempuan. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam industrialisasi pedesaan, laki-laki memiliki kesempatan yang sedikit lebih besar untuk memasuki sektor produktif daripada perempuan. Tidak terjadinya marginalisasi tipe 1 dibuktikan oleh banyaknya peluang kerja yang terdapat di kedua desa. Masyarakat desa pertanian memiliki kesempatan kerja yang besar karena letaknya yang berdekatan dengan Institut Pertanian Bogor (IPB), sehingga mereka dapat memasuki sektor produktif untuk memenuhi kebutuhan para mahasiswa, dosen, maupun staff dari perguruan tinggi tersebut, misalnya sebagai pedagang makanan, penjual pulsa, bibi cuci, jasa fotocopy, pemilik kamar kost, tukang ojek, dan lain sebagainya. Adapun pada desa industri, dapat diketahui bahwa tidak terjadinya marginalisasi tipe 1 disebabkan oleh banyaknya industri yang terdapat di desa ini, baik industri besar maupun industri kecil. Keberadaan industri-industri tersebut, selain memberikan kontribusi ekonomi secara langsung bagi masyarakat yang bekerja sebagai pegawai di industri tersebut, juga memberikan kontribusi ekonomi secara tidak langsung bagi masyarakat yang bekerja sebagai pemilik warung makan, penjual pulsa, pemilik kontrakan, tukang ojek, sopir angkot, dan lain sebagainya. Dengan demikian, dugaan terjadinya penyingkiran perempuan dari pekerjaan produktif dalam industrialisasi pedesaan tidak didukung fakta empiris yang menunjukkan banyaknya peluang usaha dan peluang kerja pada kedua desa penelitian.
5.2
Pemusatan pada Pinggiran Pasar Tenaga Kerja Pemusatan pada pinggiran pasar tenaga kerja atau marginalisasi tipe 2
merupakan penempatan pada pekerjaan-pekerjaan berstatus rendah dengan curahan waktu kerja yang tinggi dan tunjangan yang rendah, serta berupah rendah. Status pekerjaan dikatakan rendah jika seseorang bekerja sebagai buruh atau pekerja keluarga yang tidak dibayar (dalam penelitian di kedua desa tidak ditemukan responden yang bekerja sebagai pekerja keluarga yang tidak dibayar). Dalam penelitian ini, perempuan dikatakan mengalami marginalisasi tipe 2 jika persentase responden perempuan yang mengalami marginalisasi lebih dari 50 persen dari keseluruhan jumlah responden
37
perempuan. Dengan banyaknya angkatan kerja perempuan yang dapat dibayar murah karena pendidikan yang rendah, diduga terjadi pemusatan perempuan pada pinggiran pasar tenaga kerja dalam industrialisasi pedesaan. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa pada desa pertanian, persentase perempuan yang mengalami marginalisasi tipe 2 lebih besar dari persentase laki-laki yang mengalami marginalisasi tipe 2, yaitu sebesar 86.7 persen perempuan dan 46.7 persen laki-laki, sehingga dapat dikatakan bahwa marginalisasi tipe 2 dialami oleh perempuan dan tidak dialami oleh laki-laki di desa pertanian. Hal ini tidak berbeda pada desa industri, dimana persentase perempuan yang mengalami marginalisasi tipe 2 lebih besar daripada laki-laki, yaitu 53.3 persen perempuan dan 40 persen laki-laki. Dari angka tersebut dapat terlihat bahwa industrialisasi pedesaan telah membawa perbaikan bagi kondisi perempuan. Hal ini dibuktikan dengan fakta empiris bahwa telah terjadi penurunan persentase perempuan yang mengalami marginalisasi tipe 2. Hal ini dapat dilihat dalam Tabel 9 di bawah ini.
Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden yang Mengalami Marginalisasi Tipe 2 menurut Jenis Kelamin dan Tipe Desa, 2011 Industrialisasi Jenis Kelamin Desa Pertanian Desa Industri Pedesaan Jumlah 7 6 (-) 1 Laki-laki 46.7 40.0 6.7 Persentase 13 8 (-) 6 Perempuan Jumlah 86.7 53.3 33.4 Persentase Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa industrialisasi pedesaan membawa perbaikan bagi kondisi perempuan. Akan tetapi, meskipun terjadi perbaikan kondisi perempuan, perempuan dalam industrialisasi pedesaan masih mengalami marginalisasi tipe 2 berupa pemusatan pada pinggiran pasar tenaga kerja. Hal ini ditunjukkan dengan persentase perempuan yang mengalami marginalisasi tipe 2 pada kedua desa penelitian adalah lebih dari 50 persen. Marginalisasi tipe 2 ini diukur dari gabungan empat dimensi, yaitu status pekerjaan, curahan waktu, tunjangan yang diperoleh dari tempat kerja, serta imbalan yang diperoleh selama satu bulan.
38
5.2.1
Status Pekerjaan Status pekerjaan responden pada desa pertanian secara umum tergolong rendah,
karena baik laki-laki maupun perempuan pada desa pertanian bekerja sebagai buruh atau karyawan. Data hasil penelitian menunjukkan terdapat 60 persen laki-laki dan 80 persen perempuan yang bekerja sebagai buruh atau karyawan, sementara responden yang bekerja sebagai pengusaha atau pemilik usaha hanya sebesar 40 persen laki-laki dan 20 persen perempuan. Di samping itu, responden pada desa industri secara umum memiliki status pekerjaan yang lebih baik dari desa pertanian. Data hasil penelitian menunjukkan 60 persen responden laki-laki memiliki status pekerjaan sebagai pengusaha atau pemilik usaha, sementara responden perempuan masih memiliki status pekerjaan yang rendah sebagai buruh atau karyawan, yaitu sebesar 66.7 persen (Tabel 10).
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden menurut Status Pekerjaan, Jenis Kelamin dan Tipe Desa, 2011 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Desa Pertanian Tinggi Rendah Total 6 9 15 40.0 60.0 100 3 12 15 20.0 80.0 100
Desa Industri Tinggi Rendah Total 9 6 15 60.0 40.0 100 5 10 15 33.3 66.7 100
Secara umum, penelitian menunjukkan status pekerjaan responden dalam industialisasi pedesaan telah meningkat. Pada desa pertanian, seluruh responden baik laki-laki maupun perempuan memiliki status pekerjaan yang rendah. Hal ini tidak terjadi pada desa industri, dimana status pekerjaan responden laki-laki lebih tinggi, yaitu sebagai pengusaha. Akan tetapi, peningkatan status pekerjaan ini tidak dirasakan oleh responden perempuan yang sebagian besar tetap memiliki status sebagai buruh atau karyawan. Oleh karena itu, dapat dikatakan telah terjadi penurunan jumlah dan persentase responden yang memiliki status pekerjaan yang rendah, akan tetapi penurunan jumlah dan persentase responden perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan, dimana responden perempuan mengalami penurunan jumlah dan persentase yang lebih kecil dari responden laki-laki.
39
5.2.2 Tunjangan Responden pada desa pertanian tidak memperoleh tunjangan karena tidak terdapat responden yang bekerja sebagai buruh atau karyawan di perusahaan yang memberikan tunjangan kepada pegawainya. Sebagian besar responden bekerja sebagai buruh lepas yang berhubungan dengan pertanian, misalnya buruh tani atau buruh pengupas ubi. Adapun responden pada desa industri sebagian besar bekerja sebagai buruh atau karyawan pabrik (karyawan kontrak) dengan tunjangan yang diberikan oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Akan tetapi, walaupun memperoleh tunjangan, tunjangan tersebut masih tergolong rendah karena perusahaan memberikan tunjangan yang berbeda antara karyawan kontrak dan karyawan tetap, dimana karyawan kontrak memperoleh tunjangan yang lebih terbatas daripada karyawan tetap. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa 100 persen responden perempuan dan laki-laki pada desa pertanian memperoleh tunjangan yang rendah karena tidak mendapat tunjangan dari tempat kerjanya. Sementara pada desa industri, responden juga memperoleh tunjangan yang rendah dengan persentase 60 persen laki-laki dan 66.7 persen perempuan, sementara responden yang memperoleh tunjangan yang tinggi hanya sebesar 40 persen laki-laki dan 33.3 persen perempuan. Jumlah dan persentase responden dengan tunjangan yang diperoleh dapat dilihat dalam Tabel 11 di bawah ini. Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden menurut Jenis Kelamin, Tunjangan, dan Tipe Desa, 2011 Desa Pertanian Desa Industri Jenis Kelamin Rendah Tinggi Total Rendah Tinggi Total Laki-laki Jumlah 15 0 15 9 6 15 100.0 0.0 100 60.0 40.0 100 Persentase Perempuan Jumlah 15 0 15 10 5 15 100.0 0.0 100 66.7 33.3 100 Persentase Rendahnya tunjangan yang diperoleh responden dalam industrialisasi pedesaan ini disebabkan oleh adanya pembedaan pemberian tunjangan yang dilakukan oleh perusahaan kepada pegawainya. Namun, pembedaan dilakukan tidak berdasarkan jenis kelamin, melainkan berdasarkan status karyawan tetap atau karyawan kontrak. 5.2.3 Curahan Waktu Kerja Curahan waktu kerja responden perempuan pada desa pertanian tergolong kategori rendah (kurang dari 35 jam per minggu) karena jenis pekerjaan sebagian besar
40
responden adalah buruh lepas dalam bidang pertanian, dimana jenis pekerjaan ini memiliki jam kerja yang singkat, biasanya hanya 5-6 jam per hari dengan hari kerja yang tidak ditentukan. Sementara laki-laki pada desa pertanian memiliki curahan waktu kerja yang tinggi (lebih dari atau sama dengan 35 jam per minggu) karena secara umum mereka bekerja sebagai buruh di bengkel dengan waktu kerja yang ditentukan oleh pemilik usaha bengkel tersebut, yaitu sepuluh jam per hari dengan enam hari kerja. Di samping itu, responden pada desa industri menunjukkan sebaliknya, sebagian besar responden, baik laki-laki maupun perempuan memiliki curahan waktu yang tinggi, yaitu lebih dari 35 jam per minggu. Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan curahan waktu kerjanya dapat dilihat dalam Tabel 12 di bawah ini. Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden menurut Jenis Kelamin, Curahan Waktu Kerja dan Tipe Desa, 2011 Desa Pertanian
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Rendah 6 40.0 12 80.0
Tinggi 9 60.0 3 20.0
Desa Industri Total 15 100.0 15 100.0
Rendah 3 20.0 6 40.0
Tinggi 12 80.0 11 73.3
Total 15 100.0 15 100.0
Data di atas menunjukkan peningkatan curahan waktu kerja dalam industrialisasi yang dialami oleh responden laki-laki dan perempuan. Hal ini disebabkan oleh jenis pekerjaan responden desa industri adalah buruh atau karyawan pabrik yang memiliki jam kerja yang telah ditetapkan perusahaan. Responden yang bekerja sebagai karyawan pabrik ini memiliki jam kerja delapan jam per hari, dan bekerja dari hari senin hingga sabtu. Dengan demikian, curahan waktu kerja seseorang tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, melainkan oleh status dan jenis pekerjaannya. 5.2.4 Pendapatan Total Individu dalam Sebulan Pendapatan
total
individu
pada
desa
pertanian
menunjukkan
adanya
ketimpangan antara pendapatan perempuan dan laki-laki, dimana pendapatan laki-laki lebih besar dari pendapatan perempuan. Hal ini terlihat dari persentase laki-laki yang memiliki pendapatan total yang tinggi sebesar 60 persen, sementara persentase perempuan yang memiliki pendapatan total yang tinggi hanya 13.3 persen. Akan tetapi, ketimpangan pendapatan ini tidak terjadi pada desa industri, dimana laki-laki dan
41
perempuan masuk ke dalam kategori pendapatan yang rendah, yaitu 60 persen laki-laki dan 80 persen perempuan. Data lebih lengkap dapat dilihat dalam Tabel 13 di bawah ini.
Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden menurut Jenis Kelamin, Pendapatan Individu, dan Tipe Desa, 2011 Desa Pertanian
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Desa Industri
Rendah 6 40.0
Tinggi 9 60.0
Total 15 100.0
Rendah 9 60.0
Tinggi 6 40.0
Total 15 100.0
13 86.7
2 13.3
15 100.0
12 80.0
3 20.0
15 100.0
Dari tabel di atas dapat dilihat terjadinya peningkatan jumlah dan atau persentase responden laki-laki yang memiliki kategori pendapatan rendah. Akan tetapi, responden perempuan mengalami penurunan jumlah dan persentase pada kategori pendapatan rendah, sedangkan responden laki-laki yang memperoleh pendapatan tinggi di desa pertanian, masuk ke dalam kategori pendapatan rendah di desa industri. Maka dapat dikatakan bahwa meskipun tetap terjadi ketimpangan pendapatan antara laki-laki dan perempuan, namun responden perempuan memiliki pendapatan individu yang lebih baik dalam industrialisasi pedesaan. Rendahnya
pendapatan
total
individu
dalam
industrialisasi
pedesaan
ditunjukkan oleh lapisan sosial responden yang sebagian besar responden berasal dari lapisan bawah, yaitu 11 orang pada desa pertanian dan 23 orang pada desa industri (Tabel 14).
42
Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden menurut Lapisan Sosial, Jenis Kelamin, dan Tipe Desa, 2011 Lapisan Sosial
Desa Pertanian
L Jumlah 6 54.5 Persentase Menengah Jumlah 4 36.4 Persentase Atas Jumlah 5 62.5 Perentase Keterangan : L : laki-laki Bawah
5.3
P 5 45.5 7 63.6 3 37.5
Desa Industri
Total L 11 11 100.0 47.8 11 2 100.0 50.0 8 2 100.0 66.7 P : Perempuan
P 12 52.2 2 50.0 1 33.3
Total 23 100.0 4 100.0 3 100.0
Feminisasi Sektor Produktif dan Segregasi Berdasarkan Jenis Kelamin Perempuan dalam sektor produktif seringkali mengalami pembedaan dalam
pembagian kerja. Perempuan dan laki-laki dibedakan dalam hal jenis pekerjaan. Perempuan dianggap sebagai makhluk yang lebih lemah dari laki-laki dan cocok pada jenis pekerjaan tertentu yang tidak menuntut tenaga dan pendidikan serta pengetahuan yang tinggi. Pada kedua desa penelitian ditemukan empat jenis pekerjaan yang dimiliki responden, yaitu pertanian, industri, perdagangan, dan jasa. Perempuan dikatakan mengalami feminisasi sektor produktif dan segregasi berdasarkan jenis kelamin, jika perempuan terpusat pada suatu jenis pekerjaan tertentu dan laki-laki terpusat pada jenis pekerjaan yang lain. Segregasi pekerjaan berdasarkan jenis kelamin dialami oleh responden, jika perbedaan persentase responden laki-laki dengan perempuan yang memasuki jenis pekerjaan tertentu memiliki selisih lebih dari 20 persen. Hasil penelitian pada desa pertanian menunjukkan terjadi feminisasi sektor produktif yang dialami oleh responden perempuan ke dalam jenis pekerjaan bidang pertanian (40 persen). Sedangkan, responden laki-laki yang memiliki jenis pekerjaan yang sama hanya sebesar 26.7 persen. Dengan demikian, segregasi berdasarkan jenis kelamin tidak terjadi karena dominan responden laki-laki terpusat pada jenis pekerjaan bidang jasa. Penelitian pada desa industri juga menunjukkan adanya feminisasi sektor produktif. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya persentase responden perempuan pada jenis pekerjaan bidang industri (53.4 persen), sementara laki-laki yang memiliki jenis pekerjaan bidang industri hanya sebesar 33.3 persen. Dengan demikian, segregasi
43
terjadi berdasarkan jenis kelamin karena ada pemusatan tenaga kerja responden laki-laki dan perempuan pada jenis pekerjaan yang berbeda (Tabel 15). Tabel 15. Persentase Responden menurut Jenis Kelamin, Jenis Pekerjaan, dan Tipe Desa, 2011 Desa Pertanian Desa Industri Jenis Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Pekerjaan (%) (%) (%) (%) Pertanian 26.7 40.0 0.0 0.0 Industri
13.3
0.0
33.3
53.4
Perdagangan
20.0
20.0
40.0
20.0
Jasa
40.0
20.0
26.7
13.3
0.0
20.0
0.0
13.3
100.0
100.0
100.0
100.0
Tidak Bekerja Total
Hasil penelitian pada kedua desa penelitian menunjukkan bahwa dalam industrialisasi pedesaan, perempuan mengalami marginalisasi tipe 3 yang berupa feminisasi sektor produktif dan segregasi berdasarkan jenis kelamin. Industrialisasi pedesaan menyebabkan perempuan yang semula terpusat pada jenis pekerjaan di sektor pertanian, berubah menjadi terpusat ke sektor industri. Sementara itu, industrialisasi pedesaan membawa perubahan bagi laki-laki yang semula terpusat pada sektor jasa menjadi terpusat pada sektor perdagangan.
5.4
Pelebaran Ketimpangan Ekonomi antara Rumahtangga Laki-laki dan Rumahtangga Perempuan Marginalisasi tipe 4 berupa pelebaran ketimpangan ekonomi antara laki-laki dan
perempuan terjadi karena adanya perbedaan pendapatan yang diperoleh rumahtangga laki-laki dan rumahtangga perempuan dalam sebulan. Rumahtangga dengan jumlah anggota yang bekerja dominan laki-laki disebut sebagai rumahtangga laki-laki dan rumahtangga
yang anggotanya dominan perempuan
yang bekerja dikatakan
rumahtangga perempuan. Perbedaan pendapatan yang dialami oleh kedua jenis rumahtangga ini disebabkan oleh adanya pembedaan-pembedaan yang dialami oleh perempuan dan laki-laki yang diwujudkan dalam marginalisasi tipe 1, 2, dan 3. Dengan adanya ketiga tipe marginalisasi tersebut, maka diduga bahwa terjadi pelebaran
44
ketimpangan ekonomi antara rumahtangga laki-laki dan rumahtangga perempuan dalam industrialisasi pedesaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, responden pada desa pertanian memiliki pendapatan total rumahtangga yang rendah, baik rumahtangga lakilaki, maupun rumahtangga perempuan. Demikian pula halnya dengan responden pada desa industri, dimana kedua jenis rumahtangga dengan pendapatan total rumahtangga yang rendah memiliki persentase yang tinggi. Akan tetapi, persentase rumahtangga lakilaki dan perempuan yang memiliki pendapatan yang rendah mengalami perbedaan. Hal ini dapat dilihat dari persentase rumahtangga perempuan dengan pendapatan rendah lebih besar dari persentase rumahtangga laki-laki dengan pendapatan rendah. Untuk melihat data selengkapnya disajikan Tabel 16 di bawah ini.
Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden menurut Jenis Rumahtangga, Pendapatan Rumahtangga dalam Sebulan, dan Tipe Desa, 2011 Jenis Rumah Tangga Laki-laki Perempuan
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Desa Pertanian
Desa Industri
Rendah 16 69.6
Tinggi 7 30.4
Total 23 100.0
Rendah 17 68.0
Tinggi 8 32.0
Total 25 100.0
5 71.4
2 28.6
7 100.0
4 80.0
1 20.0
5 100.0
Marginalisasi tipe 4 yang berupa pelebaran ketipangan ekonomi antara rumahtangga laki-laki dan rumahtangga perempuan dapat dilihat dari ratio rumahtangga laki-laki yang memiliki pendapatan tinggi dan rumahtangga perempuan yang memiliki pendapatan tinggi.
Tabel 17. Ratio Responden yang Memiliki Pendapatan Tinggi menurut Jenis Rumahtangga dan Tipe Desa, 2011 Tipe Desa Ratio Desa Pertanian 1.06 Desa Industri 1.6 Industrialisasi Pedesaan (+) 5.4 Keterangan : (+) menunjukkan adanya peningkatan ratio
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa dalam industrialisasi pedesaan telah terjadi peningkatan ratio rumahtangga laki-laki yang memiliki pendapatan tinggi dan
45
rumahtangga perempuan yang memiliki pendapatan tinggi. Ratio tersebut menunjukkan bahwa rumahtangga laki-laki dengan pendapatan tinggi lebih banyak dari rumahtangga perempuan dengan pendapatan tinggi. Dengan demikian, industrialisasi pedesaan telah menyebabkan pelebaran ketimpangan ekonomi antara rumahtangga laki-laki dan rumahtangga perempuan. 5.5
Ikhtisar Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dugaan tidak terjadinya penyingkiran
perempuan dari pekerjaan produktif dalam industrialisasi pedesaan didukung fakta empiris dengan banyaknya peluang usaha dan peluang kerja pada kedua desa penelitian. Adanya industrialisasi pedesaan membawa perubahan bagi kondisi perempuan ke arah yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan persentase responden yang tidak bekerja produktif. Industrialisasi pedesaan membawa perbaikan bagi kondisi perempuan dalam sektor produktif. Akan tetapi, meskipun terjadi perbaikan kondisi perempuan, perempuan dalam industrialisasi pedesaan masih mengalami marginalisasi tipe 2 berupa pemusatan pada pinggiran pasar tenaga kerja. Hal ini ditunjukkan dengan persentase perempuan yang mengalami marginalisasi tipe 2 pada kedua desa penelitian adalah lebih dari 50 persen. Pemusatan pada pinggiran pasar tenaga kerja atau marginalisasi tipe 2 ini memiliki empat dimensi marginalisasi, yaitu status pekerjaan, curahan waktu, tunjangan yang diperoleh dari tempat kerja, serta imbalan yang diperoleh selama satu bulan. Hasil penelitian pada kedua desa penelitian menunjukkan bahwa dalam industrialisasi pedesaan, perempuan mengalami marginalisasi tipe 3 yang berupa feminisasi sektor produktif dan segregasi berdasarkan jenis kelamin. Industrialisasi pedesaan menyebabkan perempuan yang terpusat pada jenis pekerjaan di sektor pertanian pada masa pertanian, mengalami perubahan ke sektor industri. Pemusatan pada sektor industri tersebut tidak dialami oleh laki-laki, karena laki-laki terpusat pada jenis pekerjaan di sektor perdagangan. Adanya selisih laki-laki dan perempuan yang bekerja di sektor industri sebesar 20.1 persen menunjukkan terjadinya segregasi berdasarkan jenis kelamin. Industrialisasi pedesaan tidak membawa perbaikan kondisi bagi rumahtangga laki-laki dan perempuan. Hal tersebut ditunjukkan dengan peningkatan ratio rumahtangga laki-laki yang memiliki pendapatan tinggi dan rumahtangga perempuan
46
yang memiliki pendapatan tinggi. Ratio tersebut menunjukkan bahwa rumahtangga lakilaki dengan pendapatan tinggi lebih banyak dari rumahtangga perempuan dengan pendapatan tinggi. Dengan demikian, industrialisasi pedesaan telah menyebabkan pelebaran ketimpangan ekonomi antara rumahtangga laki-laki dan rumahtangga perempuan.