43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan membahas mengenai analisis data dari hasil pengolahan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian. Hasil analisis data yang diperoleh merupakan gambaran keseluruhan hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan. Data yang diperoleh dari penelitian ini terdapat dua jenis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif merupakan data yang diperoleh dari hasil tes kemampuan berpikir kritis yang berupa pretes dan postes. Sedangkan data kualitatif diperoleh dari instrumen non tes yaitu berupa angket siswa, dan lembar observasi. Pengolahan data dilakukan menggunakan software SPSS Statistic 16.0 For Windows dan Microsoft Office Excel 2007. A. Hasil Penelitian 1.
Analisis Data Hasil Pretes Analisis data pretes dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal berpikir
kritis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol serta keseragaman antara kedua kelas tersebut, maka data hasil tes awal diuji untuk melihat perbedaan dua ratarata. Sebelum pengujian perbedaan dua rata-rata dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas varians data yang diperoleh. Berdasarkan data yang diperoleh, di bawah ini disajikan analisis deskriptif data hasil pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol sebagai berikut:
44
Tabel 4.1 Statistika Deskriptif Skor Pretes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kelas
N
Minimum
Maximum Mean
Std. Deviation
Variance
Pretes Eksperimen
35
2
68 18.20
17.361
301.400
Pretes Kontrol
35
2
31 13.51
5.664
32.081
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa rata-rata pretes kelas eksperimen adalah 18.20 dengan standar deviasi 17,361 dan variansi 301.400 serta nilai maksimumnya adalah 68 dan nilai minimumnya adalah 2, sedangkan kelas kontrol rata-ratanya adalah 13,51 standar deviasi 5.664 dan variansi 32.081 serta nilai maksimumnya adalah 31 dan nilai minimumnya adalah 2. Data tersebut memperlihatkan bahwa rata-rata skor pretes yang diperoleh siswa kelas eksperimen berbeda dengan siswa kelas kontrol, dimana rata-rata skor pretes siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan awal antara data kelas eksperimen dengan kelas kontrol kedua kelas tersebut sebelum diberi perlakuan terdapat perbedaan. Adapun diagram skor pretes kelas eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada diagram 4.1 berikut ini:
45
GRAFIK PRETES EKSPERIMEN DAN KONTROL Nilai Pretes
80 60 40 20 0
Eksperimen Kontrol 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 Subjek
Gambar 4.1 Diagram Hasil Pretes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Dengan deskripsi data tersebut, dapat dilihat bahwa ternyata ada perbedaan rata-rata kelas kel eksperimen dan kelas kontrol. Untuk megetahui data skor pretes kelas eksperimen dan skor pretes kelas kontrol k ol dapat dilihat pada Lampiran D.1. Untuk melihat apakah perbedaan tersebut cukup berarti atau tidak maka digunakan uji statistika sebagai berikut: a) Uji Normalitas Data Pretes Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan menguji normalitas data pretes kedua kelas, untuk mengetahui apakah kedua kelas tersebut berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas data pretes, digunakan uji statistik Shapiro-Wilk.. Perumusan hipotesis hipotesis pengujian normalitas data pretes sebagai berikut: H0
: Skor pretes sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
H1
: Skor pretes sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.
46
Dengan menggunakan taraf signifikansi (α) sebesar 0,05 kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: 1. Jika nilai signifikansi lebih besar atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima. 2. Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka H0 ditolak. Adapun hasil dari analisis uji normalitas skor pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan uji Shapiro-Wilk disajikan dalam Tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Data Pretes Shapiro-Wilk Statistic
df
Sig.
pretes_eksperimen
.844
35
.000
pretes_kontrol
.938
35
.048
Dari Tabel 4.2 terlihat bahwa (Sig.) uji Shapiro-Wilk untuk kelas
eksperimen adalah 0,000 dan kelas kontrol adalah 0,48. Nilai signifikansi kelas eksperimen kurang dari 0,05 maka H0 ditolak, artinya data pretes kelas eksperimen tidak berdistribusi normal. Sedangkan nilai signifikansi kelas kontrol lebih dari 0,05 maka H0 diterima, artinya data pretes kelas kontrol berdistribusi normal. Karena ada salah satu kelas yang tidak berdistribusi normal, maka tidak dilakukan uji homogenitas varians. Sehingga pengujian yang dilakukan selanjutnya adalah uji kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan uji nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney.
47
b) Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Pretes Uji kesamaan dua rata-rata dalam penelitian ini menggunakan uji MannWhitney. Hipotesis dalam pengujian kesamaan dua rata-rata dirumuskan sebagai berikut: H0 :
Tidak terdapat perbedaan rata-rata skor pretes yang signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
H1 :
Terdapat perbedaan rata-rata skor pretes yang signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Pasangan hipotesis tersebut jika dirumuskan ke dalam bentuk hipotesis
statistik adalah sebagai berikut: H0: µe = µk H1: µe ≠ µk Keterangan: µe = rata-rata nilai pretes kelas eksperimen. µk = rata-rata nilai pretes kelas kontrol. Dengan menggunakan taraf signifikansi (α) adalah 0,05 maka kriteria pengujiannya sebagai berikut: 1.
Jika nilai signifikansi lebih besar atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.
2.
Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka H0 ditolak. Hasil analisis uji Mann-Whitney skor pretes disajikan dalam Tabel 4.3
berikut ini.
48
Tabel 4.3 Hasil Uji Mann-Whitney Data Pretes Nilai Pretes Mann-Whitney U Wilcoxon W
603.500 1233.500
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
-0.106 .916
Pada Tabel 4.3 diperoleh bahwa nilai Sig. Mann-Whitney adalah 0,458, yang lebih dari 0,05 maka berdasarkan kriteria pengujian di atas H0 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata skor pretes antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dengan kata lain, kemampuan awal berpikir kritis siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol adalah sama. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran D.2.
2.
Analisis Data Hasil Postes Postes dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kemampuan
akhir siswa setelah diberi perlakuan. Berdasarkan analisis data pretes diperoleh kesimpulan tidak terdapat perbedaan rata-rata kemampuan awal berpikir kritis yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, atau dengan kata lain kemampuan awal berpikir kritis kedua kelas tersebut adalah sama. Oleh karena itu, untuk membandingkan kemampuan berpikir kritis antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol setelah pembelajaran dapat dilihat dari hasil postes kedua kelas tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh, maka nilai rata-rata dan varians untuk masing-masing kelas adalah sebagai berikut:
49
Tabel 4.4 Statistika Deskriptif Skor Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Variance
postes_eksperimen
35
30
91
55.57
16.006
256.193
postes_kontrol
35
22
79
47.37
12.108
146.593
Dari Tabel abel 4.4 dapat dilihat bahwa rata-rata rata skor postess kelas eksperimen adalah 55.57dengan dengan skor maksimum 91 9 dan skor minimumnya 30. Sedangkan rata-rata skor postes ostes kelas kontrol adalah 47.37 dengan skor maksimum 90 dan skor minimum 22.. Data tersebut memperlihatkan bahwa rata-rata rata rata skor postes kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda serta standar deviasi kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol,, dengan kata lain data pada kelas eksperimen lebih menyebar dibandingkan dengan data pada kelas kontrol. Adapun diagram skor pretes kelas eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada diagram 4.2 4. berikut ini:
Grafik Postes Eksperimen dan Kontrol Nilai Postes
100 80 60 40
Eksperimen
20
Kontrol
0 1
4
7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 Subjek
Gambar 4.2 Diagram Hasil Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
50
Melalui deskripsi data tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan pada kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk mengetahui data selengkapnya mengenai skor postes kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Lampiran D.1. Untuk menguji hal tersebut, uji statistika sebagai berikut: a) Uji Normalitas Data Postes Sama halnya dengan uji normalitas data pretes, langkah pertama yang dilakukan adalah menguji normalitas data postes kedua kelas untuk mengetahui apakah kedua kelas tersebut berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas data postes, digunakan uji statistik Shapiro-Wilk. Perumusan hipotesis pengujian normalitas data postes sebagai berikut: H0
: Data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
H1
: Data sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. Dengan menggunakan taraf signifikansi (α) sebesar 0,05 kriteria
pengujiannya adalah sebagai berikut: 1. Jika nilai signifikansi lebih besar atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima. 2. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka H0 ditolak. Adapun hasil dari analisis uji normalitas skor postes kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan uji Shapiro-Wilk disajikan dalam Tabel 4.5 berikut ini.
51
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Data Postes Shapiro-Wilk Statistic
df
Sig.
Postes _Eksperimen
.092
35
.446
Postes _Kontrol
.066
35
.895
Dari Tabel 4.5 terlihat bahwa (Sig.) uji Shapiro-Wilk untuk kelas
eksperimen adalah 0,446 dan kelas kontrol adalah 0,895. Nilai signifikansi kelas eksperimen dan kontrol lebih dari 0,05 . Berdasarkan kriteria pengujian H0 diterima untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka postes kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal . Karena data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka selanjutnya dilakukan uji homogenitas varians dengan menggunakan uji Lavene’s Test. b) Uji Homogenitas Varians Data Postes Perumusan hipotesis pengujian homogenitas varians data postes sebagai berikut: H0
: Kedua kelas memiliki varians populasi yang homogen.
H1
: Kedua kelas memiliki varians populasi yang tidak homogen. Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% maka kriteria pengujiannya
adalah terima H0 jika nilkai Sig. ≥ α = 0,05, dan tolak H0 untuk yang lainnya.
52
Untuk menguji homogenitas varians data postes, digunakan uji statistik Lavene’s Test. Tabel 4.6 Daftar Uji Homogenitas Varians Data Postes Levene's Test for Equality of Variances
F Nilai_postes Equal variances assumed
Sig. 2.737
.103
Equal variances not assumed
Berdasarkan hasil pengujian statistik diperoleh signifikansi uji Lavene’s Test
adalah 0,0515. Berdasarkan kriteria pengujian H0 diterima. Dari hasil
pengujian Lavene’s Test dapat disimpulkan bahwa data postes kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians populasi yang homogen. Karena sampel memiliki varians populasi yang homogen, maka pengujian yang dilakukan selanjutnya adalah uji perbedaan dua rata-rata dengan menggunakan uji t. c)
Uji Perbedaan Dua Rata-rata Postes Karena data hasil postes kedua kelompok berdistribusi normal dan varians
yang homogen, maka pengujian perbedaan dua rata-rata menggunakan uji-t (Independent Samples T-Test). Perumusan hipotesis untuk uji perbedaan dua ratarata skor postes ini adalah sebagai berikut: H0 : Kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh model pembelajaran Reciprocal Teaching tidak lebih baik daripada siswa yang menggunakan model konvensional.
53
H1 : Kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh model pembelajaran Reciprocal Teaching lebih baik daripada siswa yang menggunakan model konvensional. Kriteria pengambilan keputusan untuk pengujiannya adalah sebagai berikut: a)
Jika
ଵ ଶ
nilai Sig. (2-tailed ) lebih besar atau sama dengan 0,05 maka H0
diterima. ଵ
b) Jika nilai Sig. (2-tailed ) lebih kecil dari 0,05 maka H0 ditolak. ଶ Berikut ini hasil analisis uji perbedaan dua rata-rata antara kedua kelompok dengan menggunakan Independent Test T-Test adalah sebagai berikut: Tabel 4.7 Daftar Uji Perbedaan Dua Rata-rata Postes t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
t postes
Equal variances assumed
Df
2.417 63.312
Sig. (2-
Mean
Std. Error
tailed)
Difference
Difference
.019
8.200
3.92
Lower 1.422
Upper 14.978
Berdasarkan pengujian statistik dengan menggunakan uji-t diperoleh nilai Sig.(2-tailed) dari tabel 4.5 terlihat bahwa nilai signifikansinya adalah Setengah ଵ
dari nilai signifikansi yaitu ଶ (0,019) = 0,0095 kurang dari 0,05 maka berdasarkan kriteria pengujian H0 ditolak yang berakibat H1 diterima. Hal ini berarti bahwa kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh model
pembelajaran
54
Reciprocal Teaching lebih baik daripada siswa yang menggunakan model konvensional. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran D.3.
3.
Analisis Data Gain Kelas Eksperimen Kemampuanberpikir kritis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol
setelah pembelajaran sudah diketahui pada analisis postes dengan kesimpulan bahwa kemampuan pemahaman konsep kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol. Oleh sebab itu, analisis gain dilakukan untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan pemahaman konsep pada kelas eksperimen setelah mengikuti pembelajaran melalui pendekatan Reciprocal Teaching. Sebelum dianalisis, data gain diubah ke dalam bentuk indeks gain berdasarkan rumus yang telah diketahui. Tabel 4.9 menyajikan analisis statistik deskriptif data indeks gain kelas eksperimen. Tabel 4.8 Statistik Deskriptif Data Indeks Gain Kelas
N
Rata-rata
Kriteria
Eksperimen
35
0,47
sedang
Dari statistik deskriptif tersebut, dapat dilihat bahwa rata-rata indeks gain kelas eksperimen adalah 0,47, maka didapatkan persentase rata-rata indeks gain terhadap nilai indeks gain maksimum ideal yaitu sebesar 47,10%. Berdasarkan kategori gain yang tercantum pada Bab III, rata-rata indeks gain tersebut termasuk dalam kategori sedang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan
55
kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan pendekatan Reciprocal Teaching
yaitu 0,47. Sedangkan besar presentase pendekatan Reciprocal
Teaching terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa adalah 47,10%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran D.4. 4.
Hasil Analisis Angket Skala Sikap Angket skala sikap digunakan untuk mengetahui sejauh mana respons
siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan Reciprocal Teaching. Angket ini diberikan kepada 35 orang siswa dari kelas eksperimen diakhir pembelajaran.
Data
yang terkumpul dari 35 siswa kemudian
dikelompokkan berdasarkan urutan pernyataan dan dihitung frekuensi masingmasing alternatif jawaban. Setiap butir pernyataan dihitung total skornya lalu dipersentasekan sehingga dapat menginterpretasikan pernyataan setiap butir soal. Angket ini terdiri dari beberapa indikator yaitu respons siswa terhadap pembelajaran matematika secara umum, respons siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Reciprocal Teaching dan respons siswa terhadap berpikir kritis. Dengan demikian, akan dilihat respons siswa terhadap masing-masing indikator tersebut. Untuk memudahkan pembahasan, analisis angket skala sikap ini dibagi ke dalam tiga bagian yaitu sebagai berikut: a.
Sikap Siswa Terhadap Matematika Sikap siswa terhadap matematika dan pembelajarannya yang dianalisis
adalah menunjukkan minat siswa terhadap matematika. Pertanyaan yang menunjukkan minat siswa terhadap matematika adalah nomor 1 sebagai pernyataan positif. Sedangkan untuk pernyataan nomor 10 sebagai pernyataan
56
negatif. Secara lengkap, frekuensi, persentase, dan skor penyebaran hasil sikap siswa terhadap matematika dan pembelajarannya disajikan dalam tabel 4.7. Tabel 4.9 Sikap Siswa Terhadap Matematika Frekuensi dan Persentase
Nomor Aspek
Indikator
dan
SS
S
TS
STS
Sifat
%
%
%
%
5
23
4
14,28
65,71
11,43
8,57
5
10
16
4
14,28
28,57
45,71
11,43
Sikap siswa
Menunjukkan
terhadap
minat/motivasi
1
matematika
siswa terhadap
Positif
3
matematika Menunjukkan minat
siswa
terhadap
10 Negatif
matematika
Tabel 4.8 memperlihatkan bahwa pada pernyataan nomor 1 menunjukkan bahwa hampir seluruhnya (79,99%) mempunyai minat positif terhadap matematika, sedangkan hanya sebagian kecil (20%) siswa tidak menyukai matematika. Selanjutnya pada pernyataan nomor 10 menunjukkan bahwa matematika bukan mata pelajaran yang menakutkan ini terlihat sebagian besar siswa (57,14%) menolak pernyataan itu, dan setengahnya (42,85%) menyatakan bahwa matematika adalah mata pelajaran yang menakutkan. Dengan melihat persentase pada tabel 4.8 untuk pernyataan nomor 1 dan nomor 10 maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa menyukai pelajaran matematika dan hampir seluruh siswa pada kelas eksperimen menunjukkan sikap yang positif terhadap matematika.
57
b. Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Reciprocal Teaching Untuk mengetahui sikap siswa terhadap pendekatan Reciprocal Teaching diajukan dua kelompok pernyataan. Kelompok pernyataan pertama, untuk menunjukkan minat terhadap pendekatan Reciprocal Teaching terdiri dari empat pernyataan positif yaitu pernyataan nomor 2, 3, 5, dan 6, dan ditambah dengan empat pernyataan negatif yaitu pernyataan nomor 11,12, 14 dan 15. Kelompok kedua yaitu menunjukkan manfaat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Reciprocal Teaching yang terdiri dari satu pernyataan positif yaitu pernyataan nomor 4 dan satu pernyataan negatif yaitu nomor 13. Secara lengkap, frekuensi dan persentase sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Reciprocal Teaching disajikan pada tabel 4.9 berikut ini. Tabel 4.10 Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Reciprocal Teaching
Aspek
Indikator
Sikap siswa
Menunjukkan
terhadap
Minat/motiva
pembelajaran
-si
matematika
terhadap
dengan
pembelajaran
pendekatan
dengan
siswa
Nomor dan Sifat
Frekuensi dan Persentase SS
S
TS
STS
%
%
%
%
4
22
9
0
11,43
62,86
25,71
0,00
3
30
2
0
2 Positif
3 Positif
58
reciprocal
mengguna-
teaching
kan pendekatan reciprocal teaching
8,57
85,71
5,71
0.00
1
21
10
3
2,86
60
28,57
8,57
3
25
7
0
8,57
71,43
20
0,00
6
11
17
1
17,14
31,42
48,57
2,86
2
9
22
2
5,71
25,71
62,86
5,71
2
12
21
0
5,71
34,28
60
0,00
7
10
16
2
20
28,57
45,71
5,71
5 Positif
6 Positif
11 Negatif
12 Negatif
14 Negatif
15 Negatif
Dari Tabel 4.9 di atas, untuk pernyataan positif dapat dilihat pertanyaan nomor 2 bahwa sebagian besar siswa (74,29%) berpendapat bahwa saat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Reciprocal Teaching siswa berani
59
bertanya, dan sebagian kecil (25,71%) siswa yang tidak setuju. Untuk pernyataan nomor 3 hampir seluruhnya (94,28%) siswa senang dan tertarik dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan pembelajaran Reciprocal Teaching, hanya sebagian kecil (5,71%) siswa saja yang beranggapan negatif. Dan untuk pernyataan nomor 5 sebagian besar (62,86%) siswa menyukai bahwa LKS membantu siswa memahami konsep matematika, sedangkan hampir setengahnya (37,14%) tidak setuju bahwa LKS membantu siswa memahami konsep matematika. Sedangkan untuk pernyataan nomor 6 hampir seluruhnya (80,00%) menyatakan senang saat diminta guru mempresenrasikan hasil diskusi mereka dan (20,00%) menyatakan tidak setuju. Selanjutnya pernyataan negatif,
untuk
pernyataan nomor 11 ssebagian besar (51,43%) siswa menyatakan tidak setuju menghadapi kesulitan dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan Reciprocal Teaching. Untuk pernyataan nomor 12 sebagian besar (62,09%) siswa merasa nyaman belajar berkelompok. Dan untuk pernyataan nomor 14 sebagian besar (60,00%) siswa menolak bahwa meraka takut mengemukakan pendapat. Seterusnya untuk perntayaan no 15 sebagian besar (51,42%) siswa menolak bahwa mereka tidak senang pembelajaran dengan menggunkan pendekatan Reciprocal Teaching.
60
Selanjutnya,
Tabel
4.10
memperlihatkan
menunjukkan
manfaat
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Reciprocal Teaching. Tabel 4.11 Sikap Siswa Terhadap Manfaat Pembelajaran Reciprocal Teaching
Aspek
Indikator
Sikap siswa
Menunjukkan
terhadap
manfaat
pembelajaran
pembelajaran
matematika
dengan
dengan
mengguna-
menggunakan
kan
pendekatan
pendekatan
pembelajaran
Reciprocal
Reciprocal
Teaching
Nomor dan Sifat
Frekuensi dan Persentase SS
S
TS
STS
%
%
%
%
2
22
8
3
5,71
62,86
22,86
8,57
0
9
22
4
25,71
62,86
11,42
4 Positif
13 Negatif
Teaching
0,00
Dari tabel 4.10 untuk nomor 3 sebagian besar (68,57%) siswa setuju bahwa mereka senang terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Reciprocal Teaching sehingga belajar lebih efktif, dan hanya sebagian kecil (31,43%) siswa tidak setuju.
Sedangkan untuk pernyataan nomor 13
merupakan pernyataan negatif. Dari pernyataan tersebut menunjukkan bahwa sebagian kecil (25,71%) siswa saja yang tidak suka belajar matematika menggunakan LKS, sebagian besar (74,28%) siswa menyatakan suka belajar matematika menggunakan LKS.
61
c.
Sikap Siswa terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Untuk mengetahui minat siswa terhadap peningkatan kemampuan
penalaran adaptif maka disusun 6 buah pernyataan. Pernyataan yang positif yaitu pernyataan nomor 7, nomor 8 dan nomor 9, sedangkan pernyataan yang negatif yaitu pernyataan nomor 16, nomor 17 dan nomor 18. Secara lengkap, frekuensi dan persentase sikap siswa terhadap pendekatan reciprocal teaching untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis disajikan pada Tabel 4.11 berikut ini. Tabel 4.12 Sikap Siswa Terhadap Pendekatan Reciprocal Teaching Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Aspek
Sikap siswa
Indikator
Nomor
SS
S
TS
STS
%
%
%
%
5
19
10
1
Positif
14,28
54,28
28,57
18
4
11
16
4
11,42
31,42
45,71
11,42
4
22
8
1
11,43
62,86
22,86
2,85
17
4
11
17
3
Negatif
11,42
31,42
48,57
8,57
9
1
24
9
1
Positif
2,85
68,57
25,71
2,85
dan Sifat
Menunjukkan
terhadap
sikap setuju
pendekatan
terhadap
Reciprocal
pembelajaran
Teaching
dengan
untuk
menggunakan
meningkat-
pendekatan
kan
reciprocal
kemampuan
teaching untuk
berpikir kritis
meningkatkan kemampuan berpikir kritis
Frekuensi dan Persentase
7
Negatif
8 Positif
2,85
62
16
1
11
21
2
Negatif
2,85
31,42
60
5,71
Dari Tabel 4.11 dapat terlihat untuk nomor 7 sebagian besar (68,56%) siswa setuju bahwa soal-soal yang diberikan dalam pembelajaran ini membuat saya tertantang untuk mengerjakannya, mereka dituntut untuk lebih aktif dalam berpikir. Kemudian dari pernyataan nomor 18 sebagian besar (57,13%) siswa tidak setuju bahwa Soal-soal yang diberikan membuat mereka pusing. Untuk pernyataan nomor 8 hampir seluruh (74,29%) siswa setuju bahwa
dengan
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Reciprocal Teaching, mereka mulai mengerti bagaimana mengerjakan soal-soal yang memerlukan penjelasan lebih. Dan untuk pernyataan nomor 17 lebih dari setengah jumlah siswa (57,14%) tidak setuju bahwa dengan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Reciprocal Teaching membuat kemampuan matematika saya tidak berkembang dan saya kesulitan menyelesaikan soal-soal yang lebih memerlukan penjelasan. Selanjutnya untuk pernyataan nomor 9 sebagian besar (71,42%) siswa sangat senang mengerjakan soal-soal yang diberikan , sedangkan untuk pernyataan nomor 16 sebagian besar (65,71%) siswa tidak setuju bahwa mereka sangat malas mengerjakan soal-soal yang ada pada LKS. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D.5.
63
5.
Analisis Data Lembar Observasi Data hasil observasi merupakan data yang diperoleh dari observasi atau
pengamatan. Observasi dilakukan untuk mengetahui proses belajar mengajar pendekatan Reciprocal Teaching, terutama untuk memonitor langkah-langkah pendekatan Reciprocal Teaching yang dilakukan, mengetahui aktifitas guru dan siswa dalam pembelajaran melalui pendekatan Reciprocal Teaching dan mengetahui interaksi yang terjadi baik antar siswa maupun aktifitas guru dengan siswa. Pengisian format lembar observasi dilakukan oleh observer dalam hal ini rekan mahasiswa yang dilakukan di kelas eksperimen. Observasi ini hanya dilakukan pada kelompok eksperimen sebanyak tiga kali pertemuan, hasil observasi dapat dilihat pada lampiran D.6. Berdasarkan pengamatan terhadap hasil observasi pada lampiran, secara umum pelaksanaan pendekatan pembelajaran Reciprocal Teaching berjalan dengan baik. Berikut ini diuraikan hasil observasi pelaksanaan pendekatan pembelajaran Reciprocal Teaching.
Gambar 4.3 Aktivitas Siswa saat Mengerjakan LKS
64
Gambar 4.3 Aktivitas Guru Saat Membimbing Siswa dalam Mengerjakan LKS
Gambar 4.3 Aktivitas Siswa saat Mempresentasikan Hasil Diskusi Kelompoknya Masing-masing
B. Pembahasan 1.
Berpikir Kritis Pada bagian ini akan diuraikan beberapa pembahasan mengenai hasil yang
diperoleh selama penelitian. Hasil penelitian ini yang akan dibahas berkaitan dengan
penerapan
pendekatan
pembelajaran
reciprocal
teaching
dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SMA. Kegiatan pembelajaran
65
dilakukan sebanyak 5 kali pertemuan dengan model pembelajaran (perlakuan) yang berbeda yaitu kelas eksperimen menggunakan pendekatan pembelajaran reciprocal teaching dan pada kelas kontrol menggunakan model pembelajaran biasa (secara konvensional). Pembelajaran dilakukan sebanyak 3 kali dan 2 kali pertemuan lagi untuk pretes dan postes. Sebelum pembelajaran berlangsung, siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi pretes dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal berpikir kritis siswa pada kedua kelas tersebut. Hasil dari pengolahan data pretes diperoleh data pretes kelas eksperimen tidak berdistribusi normal dan nilai data pretes kelas kontrol berdistribusi normal. Karena ada salah satu kelas yang tidak berdistribusi normal maka populasi berdistribusi tidak normal, sehingga pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistik non-parametrik. Uji statistik yang digunakan adalah uji Mann Whitney dimana taraf signifikansi 5% maka diperoleh bahwa nilai signifikansi untuk nilai pretes yaitu 0,458. Nilai tersebut lebih besar dari 0,05 dan berdasarkan kriteria pengambilan keputusan maka H0 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol tidak ada perbedaan yang signifikan, berarti kemampuan berpikir kritis siswa pada kedua kelas sebelum diberi perlakuan relatif sama. Setelah diketahui bahwa kedua kelas memiliki kemampuan awal yang sama, maka untuk memperlihatkan pembelajaran mana yang paling berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dapat dilihat dari hasil pengolahan data postes. Dari analisis hasil postes diketahui bahwa kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Karena data postes berasal dari
66
populasi yang berdistribusi normal, maka selanjutnya dilakukan uji homogenitas varians dengan menggunakan uji Lavene’s Test.
Hasil dari pengolahan data
postes diperoleh bahwa kedua kelas memiliki varians populasi yang homogen, sehingga pengujian hipotesis dilakukan dengan uji perbedaan dua rata-rata yaitu uji t dengan menggunakan Independent Test T-Test dimana taraf signifikansi 5%. Berdasarkan pengujian statistik dengan menggunakan uji-t diperoleh bahwa nilai signifikansi untuk nilai postes yaitu 0,0095. Nilai tersebut lebih kecil dari 0,05 dan berdasarkan kriteria pengambilan keputusan maka H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pendekatan pembelajaran Reciprocal Teaching lebih baik daripada siswa yang menggunakan model konvensional. Dengan demikian, dari hasil uji statistik terhadap data postes dapat diambil kesimpulan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen dengan menggunakan pendekatan Reciprocal Teaching lebih baik daripada pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional. Selanjutnya untuk mengetahui kaulitas peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen, maka dilakukan analisis terhadap skor indeks gain tes berpikir kritis dari kelas eksperimen. Hasil analisis menyatakan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis di kelas eksperimen termasuk kriteria sedang. Hasil perhitungan skor rata-rata indeks gain sebesar 0,47 dengan besar presentase 47,10%. Dengan kata lain,
pendekatan Reciprocal Teaching
berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan Berpikir kritis siswa sebesar 47,10%.
67
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan pendekatan pembelajaran Reciprocal Teaching lebih baik daripada kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 2.
Sikap Siswa Terhadap Model Pembelajaran Reciprocal Teaching dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dari hasil angket, secara umum siswa kelas eksperimen yang menjadi
subjek dalam penelitian ini mempunyai sikap positif terhadap matematika dan pembelajarannya. Hal ini dapat dilihat dari minat siswa terhadap matematika dan pembelajarannya dan siswa menganggap bahwa matematika bukan merupakan pelajaran yang menakutkan. Demikian halnya dengan sikap siswa yang positif terhadap pendekatan pembelajaran Reciprocal Teaching. Hal ini dikarenakan sebagian besar (94,28%) siswa berpendapat bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan Reciprocal Teaching yang telah mereka ikuti menarik dan menyenangkan. Mereka senang apabila dalam belajar mereka harus berdiskusi dan berkelompok untuk menyelesaikan permasalahan sehingga mereka bisa mengonstruksi sendiri konsep matematika yang akan dipelajari daripada hanya menerima dan menunggu konsep matematika yang diberikan guru. Sehingga, secara umum minat siswa terhadap
pembelajaran
dengan
menggunakan
pendekatan
pembelajaran
Reciprocal Teaching adalah positif. Berkenaan dengan aktivitas siswa selama pembelajaran mendapatkan respon positif. Sebagian besar siswa merasa tidak takut mengemukakan pendapat
68
selama pembelajaran berlangsung, dan sebagian besar (62,86%) siswa menyenangi penggunaan LKS untuk membantu mereka dalam memahami materi pelajaran. Pada saat pembelajaran berlangsung, siswa merasa senang mengerjakan LKS . Siswa selalu berusaha menjawab permasalahan matematika yang, mereka tertantang mengerjakan soal- soal yang diberikan oleh guru, siswa menjadi lebih aktif dan mereka merasa bebas untuk bertanya dan berpendapat pada saat proses pembelajaran berlangsung. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran Reciprocal Teaching juga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini terlihat
dari
hampir
seluruhnya
siswa
berpendapat
bahwa
pendekatan
pembelajaran Reciprocal Teaching ini membuat mereka lebih aktif dalam berpikir, meningkatkan kemampuan mereka dan mereka mengerti bagaimana mengerjakan soal-soal yang memerlukan penjelasan lebih yang diberikan saat pembelajaran. Sehingga secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan pembelajaran Reciprocal Teaching mendapat respon yang positif dari siswa. 3.
Deskriptif Pelaksanaan Pendekatan Pembelajaran Reciprocal Teaching Berdasarkan data yang diperoleh dari observer, pelaksanaan pembelajaran
matematika dengan menggunakan pendekatan pembelajaran Reciprocal Teaching berjalan lancar. Walaupun banyak kendala yang dihadapi oleh peneliti baik dalam penyusunan bahan ajar maupun dalam mengelola kondisi kelas pada saat pembelajaran berlangsung. Langkah-langkah dalam pendekatan pembelajaran Reciprocal Teaching dapat dilaksanakan disetiap pertemuannya.