BAB IV ANALISIS TERHADAP PENENTUAN AWAL BULAN QAMARIYAH MENURUT MUHAMMADIYAH
A. Analisis Metode Hisab Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Bulan Qamariyah Pemikiran hisab rukyah Muhammadiyah tertuang dalam keputusan Muktamar Tarjih di Pencongan Wiradesa Pekalongan 1972. dari keputusan tersebut dapat disimpulkan bahwa Muhammadiyah menggunakan metode hisab dengan kriteria wujudul hilal dalam penentuan awal bulan qamariyah. Wujudul hilal bisa terjadi apabila matahari terbenam lebih dahulu dari pada bulan sehingga posisi bulan positif di atas ufuk. Metode dalam ilmu hisab dapat dibedakan menjadi: 1. Hisab Urfi Hisab urfi adalah hisab awal bulan yang didasarkan pada data peredaran bulam dan bumi dalam mengelilingi matahari secara rata-rata. Hisab ini biasa dipakai untuk membuat kalender. Menurut ulama hisab urfi awal bulan tidak diperkenankan di jadikan dasar perhitungan waktu yang berhubungan dengan ibadah kecuali untuk menentukan masa haul zakat.1
1
Perhitungan waktu haul zakat diperkenankan dengan menggunakan hisab urfi, karena jumlah hari Dalam setahun baik menurut hisab urfi maupun hisab hakiki adalah sama yaitu 355 hari untuk tahun kabisat dan 354 hari untuk tahun Basitoh. Lihat dalam Shuhudy Isma’il.,Hisab Rukyah Awal Bulan Hijriyah Dan Cara Membuat Kalender 2000 Dan 2222 M, Ujung Pandang: Berkah,1994, hlm. 3.
49
50
Akan tetapi hisab urfi tetap dapat dipakai dalam rangka penentuan hipotesis pertama jatuhnya tanggal masehi untuk tanggal 29 bulan qamariyah yang dari tanggal itu akan dilakukan hisab hakiki bagi tanggal 1 bulan qamariyah berikutnya. 2. Hisab Hakiki Hisab hakiki adalah hisab awal bulan yang didasarkan pada peradaran bulan, bumi dan matahari yang sebenarnya.2 Dalam hisab ini umur bulan tidaklah konstan tetapi tergantung posisi hilal setiap bulanya. Dari istilah hisab hakiki ini, dikenal pula istilah-istilah seperti: a. Hisab Hakiki bi al-taqribi Hisab hakiki ini adalah hisab yang datangnya bersumber dari data yang telah disusun oleh Ulugh Beik al Samarqandy ( 1420 M ) pengamatanya berdasarkan teori geosentris. Dalam mencari ketinggian hilal menurut system ini dihitung dari pusat bumi, bukan dari permukaan bumi, serta berpedoman pada gerak rata-rata bulan yaitu setiap hari bulan bergerak 12 derajat, sehingga operasionalnya adalah dengan memperhatikan selisih waktu ijtima’ dengan waktu terbenam kemudian dibagi 2 sebagai konsekuensi adalah apabila ijtima’ terjadi sebelum ghurub praktis bulan sudah diatas ufuk. Hisab ini bisa memberikan informasi tentang azimuth bulan maupun matahari.3 Dengan kata lain hisab hakiki taqribi adalah sistem hisab yang berpedoman pada Sullam al Nayyirain,Iqad al Niyyam, Tadzkirah al Ibid Ahmad Izzudin, Analisis Krisis Tentang Hisab Awal Bulan Qamariyah Dalam Kitab Sullamun Nayyirain, Semarang: Skripsi sarjana, IAIN Walisongo, 1997,hlm. 40. 2 3
51
Ikhwan, Fath rauf al Mannan, al Qawaid al Falakiyah, al Syams wa al Qamar bi husban,Risalah al Falakiyah,Jadawil al falakiyah, Risalah Hisabiyah, Syams al Hilal.4 b. Hisab Hakiki bi al Tahkiki Hisab hakiki ini adalah hisab yang perhitungannya berdasarkan data astronomis yang di olah oleh Sperical Trigonometri
dengan
koreksi-koreksi gerak bulan maupun matahari yang sangat teliti.5 Yang termasuk dalam kategori hisab hakiki bi al Tahkiki antara lain adalah al Mathla’ al Said fi hisab al Kawakib al Rusd al Jadid, Manahij al Hamidiyah, al Khulasoh al Wafiyah, Hisab Hakiki, Badi’ah al Mitsal, Muntaha Nataij al Aqwal,Menara Kudus, Nurul Anwar, Ittifaq dzatil bain, Markaz al Falakiyah.6 c. Hisab Kontemporer yang termasuk dalam kategori hisab kontemporer antara lain New Comb, EW Brown, Jean Meuus, M Ilyas (Falak Syar’i), al Manak Nautika, Astronomical Almanak, Ephemeris Hisab Rukyah, Hisab BMG, Hisab Boscha ITB, Astro info, Moon C calculator (Moon C), MABIMS, Taqwim dan penyelarasan rukyah.7 Muhammadiyah sebagai penganut madzhab hisab dalam metoe hisab rukyahnya, dalam hal ini metode yang gunakan adalah metode yang yang paling mutakhir dengan data-data yang paling modern. Sriyatin Shadiq,Penentuan Awal Bulan Qamariyah, dalam materi Orientasi Tenaga Tekhnis Hisab Rukyat di wisma YPI Ciawi Bogor pada tanggal 24-28 juni 2003 hlm. 5. 5 Ahmad Izzuddin, Loc.Cit 6 Sriyatin Shadiq,Op. Cit, hlm. 6 7 Ibid hlm. 7. 4
52
Dalam lintasan sejarah, pedoman hisab yang digunakan oleh Muhammadiyah terus berkembang mulai dari hisab hakiki KH Wardan, sampai sekarang menggunakan pedoman hisab yang up to date seperti Almanak Nautika maupun Ephemeris Hisab Rukyah. Pedoman itu akan senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan data-data kontemporer. Jika nanti ditemukan pedoman yang lebih mutakhir dan lebih modern, tidak menutup
kemungkinan
perubahan
pedoman
yang
digunakan
oleh
Muhammadiyah8. Pedoman ini pula yang digunakan oleh Departemen Agama. Penggunaan ini dimanifestakan dengan Ephemeris hisab rukyat yang memuat data matahari dan bulan secara akurat karena tersaji perjam selama 24 jam setiap harinya. Penggunaan metode hisab ini didasarkan pada pemahaman bahwa rukyah adalah salah satu sarana. Sedangkan sasarannya adalah mengetahui berakhirnya bulan dan dimulainya bulan yang baru. Sarana akan selalu berubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi . kalau dahulu Nabi memerintahkan puasa melalui rukyatul hilal itu sematamata untuk memudahkan dan karena ilmu falak belum banyak berkembang di masyarakat. Sehingga muhammadiyah berpendapat sangat naïf jika saat ini
8
Wawancara dengan Oman Fathurrahman (ahli Hisab Muhammadiyah) pada tanggal 27 Februari 2006.
53
masih menggunakan metode rukyatul hilal di saat ilmu falak sudah banyak dan posisi hilal dapat diketahui secara akurat.9 Menurut metode ini, awal bulan qamariyah dimulai saat matahari terbenam setelah terjadi ijtima’ dan pada saat itu piringan bulan atas sudah di atas ufuk mar’i10 Meskipun sama-sama menggunakan metode hisab yang menggunakan data paling akurat, namun terdapat perbedaan kriteria antara Muhammadiyah dan pemerintah. Yaitu Muhammadiyah dengan kriteria wujudul hilal dan Pemerintah dengan kriteria Imkanurrukyah.11 wujudul hilal adalah konsep hisab yang menyelidiki keberadaan hilal. Dengan kata lain jika secara hisab hilal sudah ada maka menurut kriteria hisab wujudul hilal awal bulan qamariyah baru sudah bisa ditetapkan. Sedangkan dengan kriteria imkanurrukyah adalah kriteria hisab yang memungkinkan hilal bisa di lihat sehingga sekalipun menurut hisab hilal sudah ada tetapi tidak memungkinkan untuk di lihat, maka awal bulan baru belum bisa ditetapkan12. Dari perbedaan dalam kriteria tersebut, sering kali mengakibatkan perbedaan dalam penentuan jatuhnya awal bulan qamariyah antara pemerintah 9
Muhibbin Noor, Upaya Penyatuan Penetapan Awal Dan Akhir Ramadhan, dalam materi Lokakarya Imsakiyah Ramadhan yang diselenggarakan oleh Pusat Pengabdian Masyarakat IAIN Walisongo semarang pada tanggal 23 Nopember 1998, hlm. 5 10 Ufuk mar’I adalah bidang datar yang merupakan batas pandangan mata pengamat. Ufuk mar’I di sebut juga dengan kaki langit. 11 Kriteria Imkanurrukyah sebagaimana dikemukakan oleh delegasi Indonesia dalam siding komite penyatuan kalender hijriyah ke-8 yang berlangsung di Jeddah pada tanggal 7-9 Nopember 1998 adalah tinggi hilal tidak kurang dari 2 derajat dengan syarat tenggang antara ijtima’ dan terbenam matahari tidak kurang dari 8 jam. Sedangkan kriteria wujudul hilal hanya memperhatikan posisi hilal di atas ufuk. 12 Wawancara dengan Oman Fathurrahman (ahli hisab Muhammadiyah) pada tanggal 27 Februari 2006.
54
dan Muhammadiyah sekalipun posisi hilal sudah positif di atas ufuk. Hal ini seperti yang terjadi pada penentuan 1 Syawal 1418 H.13 Perhitungan/ Hisab awal Syawal 1418 H untuk markaz Semarang dengan data astronomis : Lintang Semarang (фx)
: -7º 0’ LS, Bujur
Semarang (λ x ) : 110º 24’ BT dan ketinggian tempat dari permukaan air laut Semarang : 10 m.dengan metode ephemeris hisab rukyah yang dikembangkan oleh departemen Agama adalah sebagai berikut: Langkah-langkah yang harus ditempuh : 1.Menghitung perkiraan Akhir Ramadhan 1418 H 29 Ramadhan 1418 H secara astronomis berarti 1417 th + 8 bl + 29 hari 1417/30 14
= 47 Daur + 7 Tahun + 8 bl + 29 hari
47 daur x 10631 15
= 499657 hari
7 th = (7x 354) + 3 16
=
2481 hari
8 bl = (30x4) + (29x4) 17
=
236 hari
29 h
=
29 hari
= 502403 hari 18 13
Menurut data hisab pada saat itu hilal sudah positif di atas ufuk sekalipun belum ada 1 derajat. Ketinggian hilal pada saat itu menurut perhitugan Ephemeris hisab rukyah di semarang adalah 0° 39 ‘ 19.33 “ sedangkan di sabang ketinggian hilal mencapai 1 ° 50 ‘ 30.81” Sehingga Muhammadiyah dengan kriteria wujudul hilal menetapkan 1 syawal 1418 jatuh pada hari kamis tanggal 29 Januari 1998.sedangkan pemerintah dengan imkanurrukyahya, dengan memperhatikan ketinggian hilal yang masih kurang dari 2 derajat menetapkan 1 syawal jatuh pada hari jum’at tanggal 30 januari 1998. 14 1 siklus dalam tahun hijriyah yakni 30 tahun dengan 19 tahun bashitoh dan 11 tahun kabisat. 15 Jumlah hari dalam 1 siklus tahun hijriyah ( 30 tahun ) yakni 354 x 19 di tambah 355 x 11. 16 Di tambah 3 hari karena dalam 7 th terdapat 3 tahun kabisat. Untuk mengetahui jumlah tahun kabisatnya, angka tahun di bagi 30 jika sisanya terdapat angka 2,5,7,10,13,15,18,21,24,26,dan 29. Umur bulan Dulhijjah untuk tahun kasibat 30 hari. 17 Jumlah hari dalam tahun hijriyah : Muharam 30 hari, Shafar 59 hari, Rabi’ul Awal 89 hari, Rabi’ul Akhir 118 hari, Jumadil Awal 148 hari, Jumadil Akhir 177 hari, Rajab 207 hari, Sya’ban 236 hari, Ramadan 266 hari, Syawal 295 hari, Dulqa’dah 325 hari dan Dulhijjah 354 / 355 hari. 18 Dari data 502403 hari, bisa digunakan untuk mencari hari dan pasaran dengan cara jika untuk mencari hari dengan dibagi 7 dengan sisa berapa ? dihitung dari hari Jum’at, sedangkan untuk pasaran dibagi 5 dengan sisa berapa ? dihitung dari pasaran legi. Contoh untuk 502403 dibagi 7, sisa 6 (6) berarti hari Rabo, sedangkan pasaran dibagi 5 sisa 3 berarti Pon, jadi untuk 29 Ramadhan 1418H jatuh pada hari Rabo Pon.
55
Tafawut (Angg M – H)
= 227016 hari 19
Anggaran baru Gregorius (10 +3 )
=
13 hari
= 729432 hari 20 729432/1461 21
= 499 + 393 hari
499 Siklus
= 499 x 4 = 1996
393 hari 22
= 1 th + 28 hari
sehingga menjadi 28 hari + 1th + 1997 tahun (yang sudah dilewati) maka menjadi 28 Januari 1998 hari Rabo Pon. 2. Mencari saat Ijtima’ akhir Ramadhan 1418 H a. FIB terkecil pada Tanggal 28 Januari 1998 adalah 0,00061 dalam tabel terjadi pada jam 6 GMT b. ELM ( Thul al-syamsi ) pada jam 6 GMT
= 308º 06’ 41”
c. ALB ( Thul al-qamar ) pada jam 1 GMT
= 308º 05’ 11”
d. Sabak Matahari perjam ELM 6 GMT
= 308º 06’ 41”
ELM 7 GMT
= 308º 09’ 14”
Sabak Matahari
=
0º 2’ 33”
e. Sabak Bulan perjam
f.
ALB 1 GMT
= 308º 05’ 11”
ALB 2 GMT
= 308º 41’ 14”
Sabak Bulan
=
0º 36’ 3”
Saat ijtima’ adalah jam FIB + (ELM – ALB) + 7 jam WIB (SB – SM) Perhitungannya Jam 6 + 0º 02’ 41.19” + 7 jam WIB
19 Ini jumlah hari dari penentuan 1 Muharram 1 H yakni 15 Juli 622 M ( 155 tahun kabisat, 466 tahun bashitah ( 226820 hari ) + 181 (bulan juli) + 15 hari. 20 Dari data ini juga biasa digunakan untuk mencari hari dan pasaran, dengan cara untuk hari dengan dibagi 7 sisa berapa ? dihitung dari hari Ahad, sedangkan untuk pasaran dibagi 5 sisa berapa ? dihitung dari pasaran pahing ( pahing – pon – wage – kliwon – legi ) 21 Jumlah hari dalam 1 siklus tahun Masehi ( 1 kabisat 366 hari dan 3 tahun bashitah 365 hari ). 22 Untuk jumlah hari Masehi Basitoh / Kabisat = januari (30), Februari (59/60), Maret (90/91), April (120/121), Mei (151/152), Juni( 181/182), Juli (212/213), Agustus (243/244), Sept (273/274), Okt (304/305), Nop (334/335), Des (365/366)
56
Jadi Ijtima’ terjadi pada jam 13 : 02 : 41.19 WIB 3.Menghitung posisi dan keadaan hilal akhir Ramadan 1418 H a. Ijtima’ akhir Ramadan 1418 H terjadi pada hari Rabo Pon tgl 28 Januari 1998 pada pukul 13 : 02 : 41.19 WIB b. Mencari sudut waktu Matahari ( to ) dan saat Matahari terbenam Data : Deklinasi Matahari ( δ m ) jam 11 GMT
= -18º 14’ 19”
Equation of Time (e)
= -0º 12’ 55”
Dip = 0º 1’,76 x √ 10
=
0º 5’ 33094”
Refraksi
=
0º 34’ 30”
Semi Diameter
= 0º 16’ 14.39”
c. Rumus tinggi Matahari h = 0 – s.d – Refr – Dip = 0 - 0º 16’ 14.39” - 0º 34’ 30” - 0º 5’ 33094” Jadi h. Matahari
= -0º 56’ 18.33”
d. Rumus sudut waktu Matahari terbenam Cos to = - Tan фx x Tan δm + Sin h : Cos фx : Cos δm
Jadi sudut waktu Matahari ( to ) = 93º 18’ 55.97” e. Mencari Saat Matahari Terbenam Rumus : to : 15 +12 – e + KWD ( Koreksi Waktu Daerah ) to : 15
= 6º 13’ 15.73”
Kulminasi
= 12
Equation of Time (e)
= -0º 12’ 55”
KWD (105º – 110º 24’): 15
= -0º 21’ 36”
Jadi Saat Matahari terbenam (ghurub) = 18 : 4 : 34.73 WIB = 11 : 4 : 34.73 GMT
57
f. Azimuth Matahari saat ghurub (Ao) Rumus : coTan Ao = - Sin фx : Tan to + Cos фx x Tan δm : Sin to Data
LT = -7º0’ LS to = 93º 18’ 55.97” do = -18º 14’ 19”
Jadi azimuth Matahari adalah - 71º 29” 43.84”
23
g. Menentukan Apparent Right Ascension Matahari (al-mathalai’ albaladiyah) Rumus menta’dil = A– ( A-B)x C : I A = data satar awal B = data satar tsani C = tambah waktu / data yang dicari I
= selisih dari satar awal dengan satar tsani
Data
ARo 11 GMT
= 310º 44’ 15”
ARo 12 GMT
= 310º 46’ 50”
310º 44’ 15” – (310º 44’ 15”- 310º 46’ 50x 0º 4’ 34.73” : 1 Jadi Apparent Right Ascension Matahari (al-mathalai’ al-baladiyah) 310º 44’ 26.8” h. Menentukan Apparent Right Ascension Bulan (al-mathalai’ albaladiyah) Rumus menta’dil = A– ( A-B) x C : I Data
ARc 11 GMT
= 312º 48’ 55”
ARc 12 GMT
= 313º 25’ 41”
312º 48’ 55”– (312º 48’ 55” - 313º 25’ 41) x 0º 4’ 34.73” : I Jadi Apparent Right Ascension Bulan (al-mathalai’ al-baladiyah) 312º 51’ 43.3” 23
Bila Azimuth Matahari atau bulan bernilai Minus maka di hitung dari titik Selatan ke titik Barat,dan apabila bernilai positif maka di hitung dari titik Utara ke titik Barat.
58
i. Menentukan Sudut waktu Bulan Rumus : tc = ARo – ARc + to 310º 44’ 26.8”- 312º 51’ 43.3” + 93º 18’ 55.97” Jadi Sudut waktu Bulan 91º 11’ 39.47” j. Menentukan Deklinasi Bulan ( δc) Rumus menta’dil A– ( A-B)x C : I Data
δ c 11 GMT
= -14º 57’ 09”
δ c 12 GMT
= -14º 50’ 05”
-14º 57’ 09”– ((-)14º 57’ 09”- (-)14º 50’ 05”) x 0º 4’ 34.73” : I Jadi Deklinasi Bulan -14º 56’ 36.64”
k. Menentukan Tinggi hilal hakiki (hc) Rumus : Sin hc = Sin фx x Sin δc + Cos фx x Cos δc x Cos tc фx
Data
= -7º 0’ LS
δc
= -14º 56’ 36.64”
tc
= 91º 11’ 39.47” Jadi Tinggi hilal hakiki 0º 39’ 19.33”
l. Menghitung Azimuth Bulan(Ac) Rumus : coTan Ac = - Sin фx : Tan tc +Cos фx x Tan δc : Sin tc Data ф x tc
= -7o 0’ LS = 91º 11’ 39.47”
δc = -14º 56’ 36.64” Jadi Azimuth Bulan = - 75º 1” 26.15” 24 24
Bila Azimuth Matahari atau bulan bernilai Minus maka di hitung dari titik Selatan ke titik Barat,dan apabila bernilai positif maka di hitung dari titik Utara ke titik Barat.
59
m. Menghitung Posisi Hilal Rumus
: Ao – Ac
= - 71º 29” 43.84”– (-)75º 1” 26.15” Hasilnya 3º 31’ 42.31” di sebelah Selatan Matahari terbenam.
Dari hasil hisab tersebut dapat disimpulkan: 1. Ijtima’ akhir Ramadan 1418 H terjadi pada Tanggal 28 Januari 1998 pada pukul 13 : 02 : 41.19 WIB. 2. Matahari terbenam (ghurub) pada pukul 18: 4 : 34.73 WIB. 3. Tinggi hilal hakiki
0º 39’ 19.33”. 25
4. Azimuth Bulan
- 71º 20” 22.09”
Azimuth Matahari
- 75º 1” 26.15”
5. Posisi hilal 3º 31’ 42.31” di Selatan Matahari terbenam (miring ke Selatan).
Dalam contoh lain, bisa saja hilal sudah wujud tetapi belum terjadi ijtima’. Hal ini terjadi pada penentuan Dzulhijjah 1423 H. Di Kalimantan bagian Selatan, Nusa Tenggara dan Papua bagian Selatan pada saat maghrib 1 Februari 2003. pada saat itu hilal sudah positif di atas ufuk tetapi belum terjadi ijtima’.26Dalam kasus yang lebih ekstrim terjadi pada penentuan sya’ban 1423 H. saat itu sebagian besar wilayah Indonesia hilal sudah wujud tetapi belum terjadi ijtima’
25
Dengan ketinggian yang masih kurang dari kriteria Imkanurrukyah yaitu 2 derajat, maka Pemerintah melalui Departemen Agama menetapkan bahwa tanggal 1 Syawal 1418 jatuh pada hari jum’at tanggal 30 Januari 1998 dengan menyempurnakan bilangan Ramadhan menjadi 30 hari. Sedangkan Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1418 H jatuh pada hari Kamis 29 januari 1998 karena hilal sudah wujud swkalipun belum ada 1 derajat. 26 Menurut data perhitungan pada tangal 1 Februari 2003 ketinggian hilal adalah 1°15’ sehingga Muhammadiyah menetapkan idul adha pada tanggal 11 Februari 2003. lihat dalam Azzam Noor, Masalah hilal syawal 1423H dalam WWW, Ferry’s Astronomi Pages.
60
Dalam kasus Dzuhijjah 1423 H mungkin masih bisa diatasi dengan kriteria mathla’ wilayatul hukmi27 tetapi dalam kasus Sya’ban 1423H dengan garis ijtima’ saat maghrib bergeser kearah barat keluar Indonesia, konsep wilayatul hukmi tidak dapat lagi mengatasi wujudul hilal sebelum ijtima’ Akan tetapi, karena kasus tersebut terjadi pada bulan Sya’ban bukan pada bulan-bulan seperti Ramadhan, Syawal ataupun Dzulhijjah, maka perbedaan itu tidak begitu menjadi wacana yang aktual. Pendekatan murni astronomis yang digunakan oleh Muhammadiyah bisa saja kurang tepat bila digunakan untuk pembenaran dalam penetapan awal bulan qamariyah yang harus mempertimbangkan syari’at. Bulan baru astronomi / ijtima’ tidak ada dasar hukumnya untuk di ambil sebagai batas awal bulan qamariyah. Sementara itu posisi bulan di atas ufuk dalam definisi yang sesungguhnya wujudul hilal tidak punya arti secara astronomis karena tidak mungkin teramati sehingga kriteria wujudul hilal hanya ada dalam teori apalagi kalau tidak mempertimbangkan ijtima’ qablal ghurub, hilal teoritik pun mungkin belum ada karena belum terjadi ijtima’ Sementara rukyatul hilal sangat dipengaruhi oleh transparansi angkasa di lokasi langit dengan horizon. Banyak awan tipis dan tebal di lokasi dengan 27
Konsep wilayatul hukmi adalah konsep keberlakuan hilal berdasarkan wilayah hukum yang berdasarkan pada konsep ulil amri sebagai pemersatu umat. Sehingga apabila pemerintah telah menetapkan dimulainya puasa atau hari raya karena laporan rukyah si satu tempat yang masih dalam daerah kekuasaannya , maka penetapan itu berlaku juga bagi daerah lain yang masih di daerah kekuasaannya. Keberlakuan ini sebagaimana hadits nabi ketika sahabat kuraib di utus oleh Um al Fadhl Bin Haris ke daerah Syams menemui Muawiyah dan di sana ia melihat hilal kemudian dia berpuasa sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Syams.yang mulai berpuasa pada hari jum’at. Kemudian ketika ia pulang ke Madinah, Abdullah bin Abbas baru mulai berpuasa pada hari Sabtu. Kemudian kuraib bertanya kepada Ibnu Abbas apakah rukyah yang dilakuan di syams belum cukup? Abdullah Ibn Abbas berkata belum.hlm. ini sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah. Lihat dalam Al hafidz Jalil abi Bakr ahmad bin husain bin ali al baihaqi, al Sunan al Kubro, Juz IV, Beirut: Darl Fikr, tt, hlm. 251.
61
ketinggian kurang dari 20 derajat.tipisnya sabit bulan yang akan di lihat sering menimbulkan pertentangan antar perukyat dan juga berpotensi menimbulkan kekeliruan. Potensi ini diakibatkan adanya alam yang tidak bisa di kontrol, juga karena adanya penggaenapan bulan Islam menjadi 30 hari. Oleh karena itu perhitungan posisi yang menggunakan kriteria visibilitas hilal yang pas akan mengurangi dan bahkan meniadakan kontroversi keputusan hisab dan rukyah dengan dasar ilmu pengetahuan sehingga pemerintah berusaha menjembataninya dengan pengunaan kriteria imkanurrukyah28. Mengenai kriteria imaknurrukyah yang dikembangkan oleh pemerintah ini, sebagaimana disepakati dalam persidangan hilal Negara-negara Islam sedunia di Istanbul Turki 1978 dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Tinggi hilal tidak kurang dari 5 derajat dari ufuk barat 2. jarak sudut hilal ke matahari tidak kurang 8 derajat 3. Umur hilal tidak kurang dari 8 jam setelah ijtima’ terjadi29. Namun demikian ketentuan ini sering mengalami penyesuaian berdasarkan faktor geografis dan kesulitan tekhnis lainnya. Seperti Negaranegara serumpun Indonesia, Malasyia, Brunai Darussalam, dan Singapura (MABIMS) 1990 bersepakat untuk menyatukan kriteria kebolehtampakan hilal denga ketentuan yang berdasarkan kriteria Turki dan penggabungan hisab rukyah. Yaitu sebagi berikut: 1. Tinggi hilal tidak kurang dari 2 derajat
28
Lihat dalam Moedji Raharto, Sistem Kalender Islam Dalam Perspektif Astronomi,Bandung: FMIPA ITB,tt, hlm. 5. 29 Wahyu Ima Sumantri, Manhaj Penyatuan Kalender Muslimin, dalam www. Imran kuzsa.com
62
2. Jarak sudut hilal ke matahari tidak kurang 3 derajat 3. Umur hilal tidak kurang dari 8 jam setelah ijtima’ terjadi30. Kriteria ini juga yang disepakati dalam sidang komite penyatuan kalender Hijriyah ke 8 yang diselenggarakan oleh Departemen Kehakiman Saudi Arabia 7-9 Nopember 1998 di Jeddah. Indonesia pada saat itu mendelegasikan Drs Taufiq SH dan Drs H Abdul rahim. Akan tetapi dalam prakteknya kriteria tersebut tidak dapat di sepakati sebagaimana Turki yang tetap menggunakan 8 derajat atau International Islamic Calendar Program (IICP) dengan kriteria 4 derajat. Sebenarnya terdapat korelasi antara ketentuan Turki dan yang disepakati oleh MABIMS yaitu apabila ketinggian hilal di Negara-negara ASEAN mencapai 2 derajat, maka ketinggian itu akan menjadi 5 derajat di Negara-negara sekitar laut tengah dan ketinggian itu akan semakin bertambah di Negara-negara sebelah Barat laut tengah.31 Kriteria imkanurrukyah sebenarnya adalah titik temu yang paling baik antara semua praktisi hisab rukyah di Indonesia. Kriteria ini di buat dari perpaduan data rukyat dan data hisab. Walaupun kriteria yang digunakan di Indonesia lebih rendah dari kriteria Internasional, sebagai langkah awal itu sudah cukup baik. kriteria itu harus terus di sempurnakan. Salah satunya dilakukan oleh LAPAN Bandung yang mengusulkan penyempurnaan khas kriteria imkanurrukyah Indonesia dengan menganalisis ulang data rukyatul hilal 1962-1997 yang didokumentasikan Departemen Agama RI, telah di buat Ibid. Lihat selengkapnya dalam laporan hasil siding komite penyatuan kalender hijriyah ke 8 di Jeddah, Saudi Arabia, 7-9 nopember 1998. 30 31
63
kriteria yang diperbaiki.antara lain, tinggi bulan minimum tidak seragam 2 derajat, tetapi tergantung pada beda azimutnya. Tinggi bulan minimum berdasarkan beda azimut sebagaimana yang diusulkan LAPAN adalah sebagai berikut: No
Beda Azimut
Tinggi minimum dalam derajat
1
0,0
8,3
2
0,5
7,4
3
1,0
6,6
4
1,5
5,8
5
2,0
5,2
6
2,5
4,6
7
3,0
4,0
8
3,5
3,6
9
4,0
3,2
10
4,5
2,9
11
5,0
2,6
12
5,5
2,4
13
6,0
2,3 32
Kriteria itu diharapkan bisa disepakati dan di manfaatkan oleh para praktisi hisab rukyah di Indonesia. Bila Muhammadiyah beralasan belum menerima kriteria MABIMS karena lemahnya dasar ilmiyah, kriteria yang diusulkan LAPAN telah di buat dengan analisis astronomi yang kuat berdasarkan data di Indonesia. Bila memang Muhammadiyah menjadikan alasan tersebut untuk tidak menerima kriteria MABIMS, sebenarnya bisa
32
Thomas Djamaludin, Pengertian dan Perbandingan Madzhab tentang Hisab Rukyah dan Mathla’: Kritik Terhadap Teori Wujudul Hilal dan Mathla’ Wilayatul Hukmi dalam Materi Munas Tarjih ke 26 PP Muhammadiyah yang diselenggarakan di Padang pada 1-5 Oktober 2003.
64
digunakan kriteria Internasional yang telah diakui kalangan astronom profesional. Kriteria imkanurrukyah bukanlah kriteria yang statis, tetapi masih mungkin terus disempurnakan dengan semakin banyaknya data pengamatan. Inilah titik temu antar komponen hisab rukyah. Kalangan Nahdlatul Ulama yang mengandalkan rukyah teruslah mengamat dengan seakurat mungkin. Pengamatannya di pandu dengan data hisab yang terpercaya. kesaksian hilal yang secara astronomis tidak mungkin, karena mata bisa saja keliru menganggap obyek bukan hilal sebagai hilal, harus berani di tolak. Data yang cermat
itu
akan
terus
digunakan
untuk
penyempurnaan
kriteria
imkanurrukyah. Kalangan Muhammadiyah yang biasa menghisab bolehlah teruslah menghisab asalkan memperhatikan kriteria imkanurrukyah. Karena tidak mungkin hisab dilakukan tanpa imkanurrukyah. Kunci dari hisab adalah pada penggunaan kriteria rukyah. Sebab para ahli hisab juga telah menjadikan waktu maghrib sebagai patokan waktu hisabnya. Maghrib adalah waktu saat pengamatan.bila ingin hisab murni semestinya Muhammadiyah tidak menggunakan acuan maghrib, tetapi murni berdasarkan ijtima’. Secara hisab murni astronomis, ijtima’ adalah tanda masuknya awal bulan baru. Jadi bila konsisten dengan hisab murni mungkin yang terjadi adalah ijtima’qabla al fajr untuk penentuan awal puasa dan mungkin harus menggunakan ijtima qabla al Syuruq untuk menentukan waktu shalat Ied karena shalat Ied waktunya setelah
65
matahari terbit. Tetapi dari segi Syari’ah penggunaan hisab murni seperti itu pasti dipermasalahkan,33 Pada bulan maret 1998 para ulama ahli hisab rukyah Indonesia dan para perwakilan masyarakat Islam mengadakan pertemuan yang membahas tentang kriteria imkanurrukyah Indonesia dan menghasilan keputusan sebagi berikut: 1. Penentuan awal bulan qamariyah didasarkan pada sistem hisab hakiki tahkiki dan atau rukyah. 2. Penentuan awal bulan qamariyah yang terkait dengan pelaksanaan ibadah mahdhah yaitu awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah ditetapkan dengan memperhitungkan hisab hakiki tahkiki dan rukyah. 3. Kesaksian rukyah hilal dapat diterima apabila ketingian hilal 2 derajat dan jarak ijtima’ ke ghurub matahari minimal 8 jam. 4. Kesaksian rukyah hilal dapat diterima apabila ketingian hilal kurang dar 2 derajat maka awal bulan didasarkan istikmal. 5. Apabila ketinggian hilal 2 derajat atau lebih awal bulan dapat ditetapkan. 6. Kriteria imkanurrukyah tersebut akan diadakan penelitian lebih lanjut. 7. Menghimbau kepada seluruh pimpinan organisasi kemasyarakatan Islam untuk menyosialisasikan keputusan ini. 8. Dalam pelaksanaan isbat, pemerintah mendegarkan pendapat-pendapat dari organisasi kemasyarakatan Islam dan para ahli34.
Ibid, hlm. 7. Hasil musyawarah ulama ahli hisab rukyah dan ormas islam tentang kriteria imkanurrukyah yang dilaksanakan pada tangal 24-26 maret 1998/25-27 Szulqo’dah 1418 H di hotel USSU Cisarua Bogor. 33 34
66
Sekalipun sudah ada kesepakatan tetang kriteria penentuan awal bulan tersebut, namun Muhammadiyah tetap saja menggunakan ketentuan hisab wujudul hilal dalam kebijakan hisab rukyahnya. Padahal dengan ketentuan tersebut akan muncul garis wujudul hilal yakni tempat-tempat yang mengalami terbenam matahari dan bulan secara bersamaan. Garis wujudul hilal akan memberi konsekuensi wilayah yang berada di sebelah barat garis wujudul hilal matahari terbenam lebih dulu dari pada bulan sehingga posisi hilal di atas ufuk dan dengan demikian sudah bia dikatakan masuk awal ulan baru. Sedangkan sebaliknya wilayah yang berada di sebelah timur garis wujudul hilal bulan terbenam lebih dulu dari pada matahari sehingga praktis posisi hilal di bawah ufuk dan dengan demikian awal bulan baru ditetapkan keesokan harinya. Sehingga sangat dimungkinkan apabila dalam satu Negara akan terdapat perbedaan dalam penentuan awal bulan baru yang hal itu tergantung dari posisi hilal apakah hilal positif di atas ufuk atau di bawa ufuk. Dari fenomena tersebut, terdapat inkonsistensi dalam kebijakan Muhammadiyah mengenai penetapan awal bulan qamariyah. Salah satu sisi Muhammadiyah
menggunakan
kriteria
hisab
wujudul
hilal
yamg
memugkinkan salah satu daerah dengan daerah yang lain di Indonesia akan mengalami perbedaan dalam masuknya awal bulan qamariyah baru yang sangat tergantung oleh posisi hilal terhadap ufuk. Sedangkan di sisi yang lain Muhammadiyah juga menggunakan ketentuan mathla’ wilayatul hukmi yang menggunakan satu ketentuan untuk satu Negara.
67
Muhammadiyah boleh saja melakukan rasionalisai untuk menguatkan pendapatnya. dengan mengatakan bahwa hilal adalah penampakan bulan terkecil yang menghadap bumi beberapa saat setelah Ijtima, inilah yang kemudian menjadi kriteria hisabnya bahwa awal bulan baru ditandai dengan Wujudul Hilal .yaitu apabila matahari terbenam lebih dahulu dari bulan. namun yang perlu di catat bahwa teori rasional ternyata telah gagal menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan manusia. Selama ini banyak suatu gagasan yang sudah menjadi pasti pada suatu zaman kemudian berubah pada waktu yang lain. Sebagaimana teori geosentris yang sudah diterima hampir selama secara umum sebelum Nicholas Capernicus (14731543) membongkar teori tersebut dengan teori Heliosentris. Kebenaran yang sesungguhnya harus mampu dibuktikan secara empiris. Kebenaran ini berpendapat bahwa pengetahuan manusia harus di peroleh melalui pengalaman/fakta. Di samping itu, kebenaran empirisme juga terdapat aspek keteraturan. Pengetahuan tentang alam didasarkan Pengetahuan tentang alam didasarkan pada persepsi mengenai tingkah laku yang teratur pada alam.35 Dalam Islam dikenal ada dua macam kebenaran, yaitu kebenaran ikhbary dan kebenaran nazary. Yang pertama adalah kebenaran wahyu yang datang langsung dari Allah swt. Karena itu bersifat suci dan bukan obyek kajian dalam pemikiran Islam. Yang kedua adalah kebenaran yang diperoleh secara ta'aquly. Namun tak dapat dipungkiri bahwa Islam tidak berada dalam Lihat dalam Stanley M Honer dan Thomas C Hunt Metode Dalam Mencari Pengetahuan: Rasionalisme, Empirisme Dan Metode Keilmuwan, dalam Ilmu dalam perspektif, cet IV, Jakarta: PT Gramedia, , 1983, hlm. 101-102. 35
68
ruang hampa. Nash-nash atau wahyu yang diintepretasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan pengarang, pembaca maupun audiensnya. Ada rentang waktu --dulu, kini, mendatang -- di hadapan ketiga pihak
di
atas.
Inilah yang
disebut dengan
lingkaran
hermeneutis
(hermeneutical circle); suatu perubahan terus menerus dalam melakukan interpretasi terhadap kitab suci (al-nushushu al-mutanahiyah) yang dipandu oleh perubahan-perubaan berkesinambungan dalam realitas masa kini, baik individu maupun masyarakat. Dalam kontek yang terus berubah ini, kebutuhan akan cara pembacaan baru atas teks-teks dan realitas itu menjadi tak terelakkan. Dengan memahami lingkaran hermeneutis semacam ini, muslim tidak perlu mengulang-ngulang tradisi lama yang memang sudah usang untuk kepentingan kekinian dan kedisinian, tapi juga bukan berarti menerima apa adanya modernitas. Kewajiban muslim adalah melalukan pembacaan atas teks-teks wahyu dan realitas itu secara produktif. Pembacaan tersebut juga berlaku pada hisab wujudul hilal penggunaan hisab ini juga harus mampu dibuktikan secara empirik. Dengan demikian perlu dilakukan kajian ulang terhadap kriteria yang digunakan Muhammadiyah dalam penentuan awal bulan qamariyah. Muhammadiyah perlu membuka diri terhadap solusi yang ditawarkan pemerintah yang berusaha menyatuan dua madzhab besar dalam wacana hisab rukyah Indonesia. Sehingga akan ditemukan formula yang tepat dengan didasarkan data-data kontemporer dan penelitian sehingga diharapkan menghasilkan kriteria yang tepat.
69
B. Analisis Dasar Hukum Muhammadiyah Dalam Penentuan Awal Bulan Qamariyah. Dasar hukum yang digunakan dalam oleh Muhammadiyah dalam wacana hisab rukyah antara lain: a. Surat al Baqarah ayat 189
ﺮ ِﺑﹶﺄ ﹾﻥ ﺲ ﺍﹾﻟِﺒ ﻴﻭﹶﻟ ﺞ ﺤ ﺍﹾﻟﺱ ﻭ ِ ﺎ ﻟِﻠﻨﺍﻗِﻴﺖﻣﻮ ﻲ ﻋ ِﻦ ﺍﻷ ِﻫﻠﱠ ِﺔ ﹸﻗ ﹾﻞ ِﻫ ﻚ ﻧﺴﹶﺄﻟﹸﻮ ﻳ ﻦ ﺕ ِﻣ ﻮﺒﻴﻮﹾﺍ ﺍﹾﻟﻭﹾﺃﺗ ﺗﻘﹶﻰﻣ ِﻦ ﺍ ﺮ ﻦ ﺍﹾﻟِﺒ ﻭﻟﹶـ ِﻜ ﺎﻮ ِﺭﻫﺕ ﻣِﻦ ﹸﻇﻬ ﻮﺒﻴﻮﹾﺍ ﺍﹾﻟ ﺗﺗ ﹾﺄ (189: ﻮ ﹶﻥ )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓﺗ ﹾﻔِﻠﺤ ﻢ ﻌﻠﱠﻜﹸ ﻪ ﹶﻟ ﺗﻘﹸﻮﹾﺍ ﺍﻟﹼﻠﺍﺎ ﻭﺍِﺑﻬﺑﻮﹶﺃ Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung” (Q.S al Baqarah 2 ayat 189)36 b. Surat al taubah ayat 36
ﻖ ﺧﹶﻠ ﻡ ﻮ ﻳ ﺏ ﺍﻟﹼﻠ ِﻪ ِ ﺎﺮﹰﺍ ﻓِﻲ ِﻛﺘﺷﻬ ﺮ ﺸ ﻋ ﺎﺪ ﺍﻟﹼﻠ ِﻪ ﺍﹾﺛﻨ ﻮ ِﺭ ﻋِﻨﺸﻬ ﺪ ﹶﺓ ﺍﻟ ِﺇﻥﱠ ِﻋ (36 :ﺽ )ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ ﺭ ﺍ َﻷﺍﺕ ﻭﺎﻭﺴﻤ ﺍﻟ Artinya: “Bahwasanya bilangan bulan itu di sisi Allah dua belas bulan di dalam kitab Allah dari hari ia menjadikan segala langit dan bumi” (Q.S al Taubah 36)
36
Depag RI, al Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: PT karya Toha Putra,tt, hlm. 153.
70
c. Surat al Baqarah ayat 185
ﻤﻪ ﻴﺼﺮ ﹶﻓ ﹾﻠ ﻬ ﺸ ﻢ ﺍﻟ ﺪ ﻣِﻨ ﹸﻜ ﺷ ِﻬ ﻦ ﹶﻓﻤﻤﻪ ﻴﺼﺮ ﹶﻓ ﹾﻠ ﻬ ﺸ ﻢ ﺍﻟ ﺪ ﻣِﻨ ﹸﻜ ﺷ ِﻬ ﻦﹶﻓﻤ (185:)ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ Artinya: “Barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”(Q.S al Baqarah 185)37
d. Hadits Nabi saw
ﻋﻦ ﺍﺑىﻬﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺻﻮﻣﻮﺍ ﻟﺮﺅﻳﺘﺔ ﻭﺍﻓﻄﺮﻭﺍ ﻟﺮﺅﻳﺘﺔ ﻓﺎﻥ ﻏﻢ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻓﺎﻛﻤﻠﻮﺍﺍﻟﻌﺪﺓ (ﺛﻼﺛﲔ )ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ 38
Artinya: :”Dari Abu Hurairah RA berkata Rasulullah SAW bersabda Berpuasalah kamu karena melihat hilal.dan berbukalah kamu karena melihat hilal.bila hilal tertutup debu atasmu maka sempurnakanlah bilangan sya’ban tiga puluh hari”(Muttafaq Alaih) e. Hadits Nabi saw
ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﳕﺎ ﺍﻟﺸﻬﺮ ﺗﺴﻊ ﻭﻋﺸﺮﻭﻥ ﻓﻼ ﺛﺼﻮﻣﻮﺍ ﺣﱵ ﺗﺮﻭﻩ ﻭﻻ (ﺗﻔﻄﺮﻭﺍ ﺣﱵ ﺗﺮﻭﻩ ﻓﺎﻥ ﻏﻢ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻓﺎﻗﺪﺭﻭﺍﻟﻪ )ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ 39
Artinya : “Dari Ibnu Umar ra. Berkata Rasulullah saw bersabda satu bulan hanya 29 hari, maka jangan kamu berpuasa sebelum melihat bulan, dan jangan berbuka sebelum melihatnya dan jika tertutup awal maka perkirakanlah. (HR. Muslim) 37
Ibid, hlm. 45. Ibid 39 Abu Husain Muslim bin al Hajjaj, Shohih Muslim, Jilid I,Beirut: Dar al Fikr, tt, hlm., 38
481.
71
Pemahaman terhadap beberapa teks dari dasar hukum tersebut menjadi pangkal perbedaan terhadap metode dan kriteria yang digunakan oleh Muhammadiyah dalam wacana hisab rukyah terutama menyangkut kebijakan penentuan awal bulan qamariyah Kata liru’yatihi menurut pemahaman Muhammadiyah diartikan dengan melihat dengan mata ilmu bukan dengan melihat dengan mata sebagaimana pemahaman yang berkembang di masyarakat selama ini. Kata ini berarti bahwa mengetahui bulan dan mengetahui disini dapat dilaksanakan dengan perhitungan astronomi. Kaitannya dengan fa man syahida minkum al syahra fa alyasumhu Muhammadiyah berpendapat bahwa syahr adalah bulan dalam hitungan tahun bukan bulan secara fisik. Jika yang di maksud adalah bulan secara fisik, maka redaksi yang digunakan bukanlah syahr melainkan hilal atau qamar.40 Begitu juga dengan pemahaman terhadap kata Faqduru_lahu yang artinya kadarkanlah, menurut pemahaman yang berkembang di kalangan Muhammadiyah pelaksanaannya dengan perhitungan hisab41. Padahal apabila metode yang digunakan hanya hisab saja, maka hasil perhitungan masih merupakan spekulatif hipotetik apalagi bila standar hilal imkanurrukyah sekurang-kurangnya adalah dua derajat. tetapi apabila
40
Wawancara dengan Oman Fathurrahman (ahli hisab PP Muhammadiyah) pada tanggal 27 Februari 2006. 41 Asmuni Abdurrahman, Manhaj Tarjih Muhammadiyah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2004 hlm. 128.
72
menggunakan
rukyah
sudah
pasti
menggunakan
hisab
berdasarkan
imkanurrukyah dan hasilnya memiliki akurasi yang lebih tinggi.42 Oleh karena itu, ada golongan yang berpendapat bahwa bulan Ramadhan dapat ditetapkan dengan rukyatul hilal atau menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi 30 hari43. Rukyatul hilal yang di maksud di sini menurut jumhur cukup dilakukan oleh satu orang yang adil44. Pendapat ini juga yang digunakan oleh al Tirmidzi. Sedangkan Malik berpendapat minimal harus ada dua orang yang adil45 Sementara al Jashos menambahkan bahwa ketika di langit terdapat halangan atau mendung, maka rukyah boleh dilakukan oleh satu orang saja.sedangkan apabila di langit tidak terdapat penghalang maka kesaksian terhadap rukyatul hilal tidak dapat diterima kecuali kesaksian itu datang dari orang banyak.46 Kata amr Shumu dan Afthiru pada hadits tersebut diikuti dengan indikasi liru’yatihi (karena melihat hilal) sehingga perintah puasa dan berbuka
42
Ahmad Rafiq, Fiqh Kontekstual;dari Normatif Ke Pemahaman Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,,2004, hlm. 226 43 Golongan ini tersimbolkan oleh Nahdlatul Ulama yang dalam wacana hisab rukyah di Indonesia lebih di kenal sebagai manifestasi Madzhab rukyah. 44 Kriteria adil sendiri menurut ulama terdapat beberapa pendapat. Al Hakim mengatakan bahwa yang di maksud dengan adil adalah orang yang beragama islam, tidak berbuat bid’ah dan tidak berbuat maksiat.al Syaukany dan al Ghazaly berpendapat bahwa yang di maksud adil adalah orang yang taqwa, menjaga muru’at, tidak berbyat dosa besar dan dosa kecil serta menjauhi hlm.hlm. yang dibolehkan yang dapat merusak muru’at. Sedangkan al Nawawy berpendapat bahwa adil adalah orang yang beragama islam, baligh, berakal, memelihara muru’at dan tidak berbuat fasik. Lihat selengkapnya dalam Syuhudi Isma’il,Kaedah Kesahihan Sanad Hadits: Telaah Kritis Dan Tinjauan Dengan Pendekatan Ilmu Sejarah,Jakarta:Bulan Bintang,1995, hlm. 130. 45 Ali al Shabuni,Rawa’iul Bayan, fi Tafsir Ayat al Ahkam, Beirut: Dar al Fikr, tt, hlm. 211 46 Abu Bakr ahmad bin Ali al rozy al Jashos,Ahkam al Qur’an,Beirut: Dar al Kitab al Ilmiyah, tt, hlm. 243.
73
menjadi wajib karena melihat hilal. Hal ini sesuai dengan kaidah ushul “al Ashl fi al Amr li al Wujub”47 Kata Ghammu berasal dari masdar Ghammun / al Ghammu dalam hal ini imam al Raghib menyatakan al Ghammu artinya menutupi sesuatu48. dengan demikian arti dari ghumma dalam bentuk madhy majhul adalah tertutup sesuatu. Sedangkan kata faqduru-lahu berasal dari kata qadara, yaqduru, qadran/qudrotan mempersiapkan,
yang
berarti
mampu,
mengangungkan,
mengukur,
membagi,
membandingkan,
menentukan
dan
mempersempit49. Sementara bila kata itu dirangkai dengan “lam” mempunyai arti melihatnya, menelitinya dan mengukurnya. Dengan demikian kata faqduru-lahu adalah meneliti dengan cermat, lalu ditetapkan ukurannya dengan cermat dalam hal ini berdasarkan petunjuk Rasulullah juga riwayatriwayat yang lain ketika hilal tidak terlihat pada malam ke tiga puluh maka hitungan bulan di bulatkan menjadi 30 hari sebagaimana yang disepakati oleh jumhur. Perbedaan pendapat tersebut mungkin adalah sebuah rahmah sebagaimana kata pepatah “Ikhtilaf Ummati rahmah”, namun jika perbedaan itu berpotensi menimbulkan perpecahan maka hendaknya perbedaan itu ditiadakan hal ini sesuai dengan kaedah ushul fiqh:
47
Abdul hamid Hakim, Mabadi’ al Awaliyah, Jakarta:Penerbit Sa’adiyah Putra,tt, hlm. 8 Imam al raghib,Mu’jam al Mufrodat li alfadz al Qur’an,Beirut:Darl al Fikrt.tt.hlm. 377 49 Ahmad Warson Munawir,kamus al Munawir,Surabaya:Pustaka Progesif,1997,hlm. 48
1095
74
ﺩﺭﺍﺀ ﺍﳌﻔﺎﺳﺪ ﻣﻘﺪﻡ ﻋﻠﻰ ﺟﻠﺐ ﺍﳌﺼﺎﱀ Artinya: “ Menolak kerusakan itu didahulukan dari pada menarik kebaikan” 50 Pemerintah melalui kebijakan imkanurrukyah diharapkan mampu memberikan solusi yang tepat dalam permasalahan hisab rukyah ini. Sebagaimana kaedah “Hukmu alhakim ilzamun wa yarfa’u alkhilaf”,maka kebijakan pemerintah diharapkan mampu menghilangkan perbedaan yang berpotensi perpecahan.
50
Abdul Hamid Hakim,Op. Cit, hlm. 35.