13
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam pada sektor pertanian terutama subsektor tanaman pangan. Penyelenggaraan budidaya tanaman pangan memiliki peranan penting bagi perekonomian rakyat. Untuk mengembangkan perekonomian kerakyatan diperlukan pengembangan komoditas basis yang memiliki nilai tambah bagi pendapatan petani mengingat tingginya tingkat persaingan komoditas basis. Komoditas basis adalah komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif secara berkelanjutan dengan komoditas lain disuatu wilayah. Identifikasi komoditas basis secara komparatif dapat diketahui dengan menggunakan perhitungan nilai LQ. Hasil analisis LQ menggambarkan kemampuan aktifitas komoditas suatu daerah untuk memenuhi kebutuhan daerahnya dan kebutuhan daerah lain. Identifikasi komoditas basis secara kompetitif menggunakan SSA untuk memahami pergeseran struktur aktifitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan daerah agregat yang lebih luas. Hasil analisis shift-share menjelaskan kinerja (performance) suatu aktifitas di suatu sub wilayah dan membandingkannya dengan kinerjanya di dalam wilayah total. Differential shift component dalam shift-share analysis menjelaskan bagaimana tingkat
persaingan
(competitiveness)
suatu
aktivitas
komoditas
tertentu
dibandingkan dengan pertumbuhan total komoditas dalam wilayah. Setelah melakukan identifikasi komoditas basis secara kompetitif dan komparatif dilakukan identifikasi sumberdaya lahan. Identifikasi sumberdaya lahan dapat dilakukan dengan mengevaluasi kesesuaian lahan yang ada. Hasilnya akan didapat lokasi-lokasi tertentu pada suatu wilayah yang mempunyai kesesuaian lahan yang tinggi untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian. Untuk mengetahui tingkat kesesuaian komoditas basis terhadap lahan dapat dilakukan dengan membandingkan karakteristik lahan terhadap kriteria tumbuh tanaman. Hal ini dapat dilakukan dengan menginterpretasikan peta-peta yang dapat mengambarkan kondisi biofisik lahan seperti peta satuan lahan, peta topografi, peta
curah hujan dan sebagainya dalam kaitannya dengan
14
kesesuaiannya untuk berbagai tanaman dan tindakan pengelolaan yang diperlukan. Bagan alur penelitian tertera pada Gambar 2. Luas Panen dan Produksi Komoditas Tanaman Pangan
Peta Satuan Lahan, Peta Administrasi, Peta Kawasan Pertanian
Analisis LQ & DS dalam SSA
Komoditas Basis Tanaman Pangan
Analisis Evaluasi Kesesuaian Lahan
Urutan Prioritas Arahan Pengembangan Komoditas Basis Tanaman Pangan
Peta Kesesuaian Lahan Komoditas Basis
Peta Arahan Pengembangan Komoditas Basis Tanaman Pangan
Gambar 2. Bagan alur penelitian 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Wilayah studi yang dikaji adalah Provinsi Lampung. Penelitian ini dilaksanaan di Studio Bagian Perencanaan Pengembangan Wilayah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Januari 2012 sampai dengan Juli 2012. 3.3 Jenis, Sumber Data dan Alat Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari BPS Provinsi Lampung berupa data luas panen dan produksi komoditas tanaman pangan tahun 2006-2010 Provinsi Lampung (BPS Provinsi Lampung, 2007, 2008, 2009, 2010, 2011). Data peta yang digunakan adalah Peta Adminstrasi Provinsi Lampung skala 1:250.000, Peta Rencana Pola Ruang Provinsi Lampung skala 1:250.000 tahun 2010 dari Bappeda Provinsi Lampung dan Peta Satuan Lahan Lembar Sumatera (1010, 1011, 1110, 1111, 1112) skala 1:250.000 tahun 1989 dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor. Alat
15
penelitian yang digunakan berupa perangkat lunak pengolahan data dan peta yaitu Microsoft Access, Microsoft Excel, Arcview 3.3, dan Corel Draw 14. 3.4 Metode Analisis Data Teknik analisis data untuk masing-masing tujuan penelitian tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis dan teknik analisis data berdasarkan tujuan penelitian No 1
Tujuan Mengetahui komoditas basis Tanaman Pangan
2
Mengevaluasi kesesuaian lahan komoditas basis tanaman pangan
3
Menganalisis keterkaitan antara keunggulan komparatif, kompetitif dan kesesuaian lahan di Provinsi Lampung Menyusun arahan pengembangan komoditas basis tanaman pangan
4
Jenis Data Luas Panen tanaman pangan 2006, 2007, 2008, 2009, dan 2010 Produksi tanaman pangan 2006 dan 2010 Peta Administrasi, Penggunaan Lahan RTRW, Satuan Lembar 1010, 1110, 1111, dan 1112 skala 1:250.000 (digital) Nilai LQ dan DS setiap tanaman pangan di kabupaten/kota serta kelas kesesuaian satuan lahan Nilai LQ dan DS setiap tanaman pangan di kabupaten/kota serta kelas kesesuaian satuan lahan
Teknik Analisis Data Location Quotient
Keluaran yang diharapkan LQ setiap tanaman pangan di kabupaten/kota
Differential Shift
DS setiap tanaman pangan di kabupaten/kota Peta kelas kesesuaian lahan untuk setiap tanaman pangan
Analisis kesesuaian lahan melalui sistem informasi geografis
Analisis Korelasi
Koefisien korelasi LQ, DS dan kesesuaian lahan
Penentuan prioritas arahan pengembangan komoditas basis tanaman pangan
Peta arahan pengembangan komoditas basis tanaman pangan
3.4.1 Location Quotient LQ digunakan untuk mengetahui keunggulan komparatif suatu komoditas. Hasil perhitungan menunjukkan indikator pemusatan aktivitas perekonomian. Persamaan dari LQ ini adalah (Blakely dan Leigh,2010): LQij=
Xij / Xi X.j / X.. di mana:
Xij : luas panen komoditas tertentu (i) di suatu kabupaten (j) Xi. : total luas panen (i) komoditas tertentu di provinsi
16
X.j : total luas panen seluruh komoditas di suatu kabupaten (j) X.. : total luas panen seluruh komoditas di provinsi Hasil analisis pembagian lokasi tersebut diinterpretasikan sebagai berikut : 1. Jika nilai LQij > 1, maka kondisi tersebut menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu komoditas di kabupaten ke-i secara relatif dibandingkan dengan tingkat provinsi atau dapat dikatakan terjadi pemusatan aktivitas komoditas tertentu di kabupaten ke-i. 2. Jika nilai LQij = 1, maka kabupaten ke-i tersebut mempunyai pangsa aktivitas komoditas yang setara dengan pangsa total/seluruh komoditas atau dengan kata lain konsentrasi komoditas di kabupaten ke-i sama dengan rata-rata total provinsi. 3. Jika nilai LQij < 1, maka kabupaten ke-i tersebut mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas yang secara umum ditemukan di seluruh wilayah (provinsi). 3.4.2
Komponen Differential Shift dalam Shift Share Analysis Komponen differential shift digunakan untuk mengetahui keunggulan
kompetitif
suatu
komoditas.
Hasil
perhitungan
menunjukkan
indikator
kemampuan persaingan. Persamaan adalah sebagai berikut (Blakely dan Leigh, 2010):
DSij=
Xij(t1) Xij(t0)
-
Xi(t1) Xi(t0)
di mana: Xij : produksi komoditas tertentu (i) di suatu kabupaten (j) Xi : total produksi komoditas (i) tertentu di provinsi t1
: titik tahun akhir (2010)
t0
: titik tahun awal (2006) Hasil analisis tersebut diinterpretasikan;
1. jika nilai DSij > 0, maka komoditas ke-j di kabupaten ke-i mempunyai tingkat pertumbuhan di atas tingkat pertumbuhan rata-rata komoditas ke-j di Provinsi Lampung. Hal itu juga menunjukkan bahwa komoditas tersebut mempunyai nilai competitivenes (persaingan) yang tinggi.
17
2. Jika nilai DSij < 0, maka hal tersebut menunjukkan bahwa komoditas yang dimaksud mempunyai tingkat persaingan yang rendah dibandingkan dengan komoditas yang lain. Komoditas di kabupaten ke-i yang mempunyai nilai negatif berarti bahwa komoditas tersebut tingkat pertumbuhannya di bawah komoditas yang pengembangan
sama
secara
komoditas
umum di
tersebut
di
provinsi. Oleh
kabupaten
ke-i
karenanya tidak
akan
menguntungkan karena tidak mampu bersaing dengan kabupaten lain dalam provinsi. 3.4.3 Analisis Kesesuaian Lahan Untuk melihat daya dukung lahan terhadap komoditas basis dalam wilayah dilakukan evaluasi kesesuaian lahan dengan menggunakan metode FAO (1976), yaitu dengan membandingkan persyaratan tumbuh tanaman yang merupakan komoditas unggulan dengan kualitas lahan. Data spasial yang digunakan dalam analisis ini adalah peta satuan lahan (land unit) skala 1:250.000. Kriteria karakteristik lahan yang dijadikan parameter dalam penelitian ini berdasarkan kriteria Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Pertanian (2012) yang mencakup kemiringan lereng, drainase, tekstur, kedalaman efektif, kapasitas tukar kation (KTK), pH, kejenuhan Al, kedalaman sulfidik, dan salinitas. Kriteria yang digunakan adalah modifikasi kriteria pada lampiran 1 sampai 8 dengan hanya menggunakan karakteristik seperti yang dikemukakan diatas. Data untuk melakukan penilaian kelas kesesuaian lahan per satuan lahan ini berdasarkan buku keterangan peta satuan lahan dan tanah lembar sumatera yang didapat dari hasil survei tanah Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat pada tahun 1989. Menurut Sitorus (2004) terdapat beberapa sistem klasifikasi kesesuaian lahan. Sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang dipakai di Indonesia adalah sistem yang dikembangkan oleh FAO (1976). Berdasarkan sistem klasifikasi ini, tingkat kesesuaian suatu lahan ditunjukan melalui kategori yang merupakan tingkatan yang bersifat menurun yaitu: 1.
Ordo: apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu. Ordo dibagi menjadi dua yaitu ordo S (sesuai) dan N (tidak sesuai);
2.
Kelas: tingkat kesesuaian dari masing-masing ordo. Ada tiga kelas dari ordo tanah yang sesuai yaitu S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai), dan S3 (sesuai
18
marjinal/ bersyarat). Untuk ordo yang tidak sesuai ada dua kelas yaitu N1 (tidak sesuai saat ini) dan N2 (tidak sesuai permanen). 3.
Sub-kelas: menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam kelas tersebut. Karakteristik lahan yang digunakan sesuai dengan tingkat pemetaannya.
Pada penelitian ini evaluasi lahan yang digunakan adalah evaluasi tingkat tinjau. Kesesuaian lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kesesuaian lahan aktual.
Kesesuaian
lahan
aktual
yaitu
kesesuaian
lahan
yang
belum
mempertimbangkan usaha perbaikan dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi faktor-faktor pembatas yang ada pada setiap satuan jenis lahan. Untuk menentukan kelas kesesuaian lahan aktual, mula-mula dilakukan penilaian terhadap masing-masing kualitas lahan berdasarkan karakteristik lahan terburuk, selanjutnya kelas kesesuaian lahan ditentukan berdasar atas kualitas lahan terendah. (Sitorus, 2004; Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007) 3.4.4. Analisis Korelasi Analisis korelasi adalah teknik statistika yang digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel. Persamaan koefisien korelasi (r) adalah (Walpole, 1993): r=
n(∑XY)-(∑X)(∑Y) √[n(∑X2)-(∑X)2][n(∑Y2)-(∑Y)2] Dimana:
n: jumlah responden X: variabel 1 Y: variabel 2 ∑: jumlah Hasil analisis korelasi tersebut diinterpretasikan sebagai berikut : 1. r=-1: memiliki hubungan langsung yang sempurna dengan nilai kedua variabel memiliki pola negatif yaitu saling berlawanan (meningkat dan menurun). 2. -1
19
3. r=-0,5: memiliki hubungan langsung yang sedang dengan nilai kedua variabel memiliki pola negatif yaitu saling berlawanan (meningkat dan menurun). 4. -0,5
r√n-2 √1-r2 Dimana:
r: koefisien korelasi n: jumlah responden .
Tabel t-student menggunakan signifikan (𝜶) =0,05 dengan dua arah.
Perbandingan nilai t-hitung dan tabel t-student diinterpretasikan sebagai berikut: 1. t-hitung > tabel t-student: kedua variabel memiliki korelasi yang signifikan 2. t-hitung < atau = tabel t-student: kedua variabel tidak memiliki korelasi yang signifikan 3.4.5 Penetapan Arahan Pengembangan Komoditas Basis Tanaman Pangan Kawasan pertanian Provinsi Lampung memiliki luas baku yang hampir setengah dari luas panen tanaman pangan. Untuk menentukan luas baku diasumsikan penanaman dilakukan sebanyak 2 kali setahun dikurang luas panen
20
yang gagal sehingga indeks pertanaman sebesar 150%. Arahan pengembangan komoditas basis tanaman pangan menggunakan sistem monokultur. Kawasan prioritas pengembangan untuk penggunaan lahan pertanian tanaman pangan berdasarkan hasil analisis LQ, DS dan kesesuaian lahan yang dilakukan dalam penelitian ini. Dengan demikian arahan pengembangan komoditas basis tanaman pangan dilakukan pada kota/ kabupaten basis komoditas tanaman pangan tersebut berdasarkan kelas kesesuaian lahan komoditas tanaman pangan dan di overlay kan dengan kawasan budidaya pertanian pada peta rencana pola ruang Provinsi Lampung. Penentuan arahan pengembangan komoditas basis tanaman pangan memiliki beberapa pertimbangan perencanaan yang digunakan yaitu: 1. Pengembangan komoditas basis hanya dilakukan pada kota/ kabupaten basis komoditas tanaman pangan tersebut. 2. Alokasi lahan untuk pengembangan komoditas basis berdasarkan urutan komoditas basis dan tingkat kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan . 3. Pengembangan komoditas basis dilakukan di kawasan budidaya pertanian pada peta rencana pola ruang. Prosedur pengalokasian arahan pengembangan komoditas basis yaitu komoditas yang memiliki nilai LQ>1 dan DF>0 di setiap kota/ kabupaten. Caranya membuat urutan prioritas pada komoditas basis tiap kota/ kabupaten dengan nilai LQ yang terbesar. Pemilihan lokasi dimulai dari kelas S1 (sangat sesuai), dilanjutkan pada lahan kelas S2 (cukup sesuai), dan kelas S3 (sesuai marjinal) berdasarkan urutan prioritas arahan pengembangan komoditas. Jika terdapat kota/kabupaten yang tidak memiliki komoditas basis tanaman pangan namun memiliki komoditas yang berprospek untuk dikembangkan yaitu komoditas dengan LQ>1 atau DF>0 maka daerah tersebut dapat dilakukan pengalokasian arahan pengembangan komoditas tanaman pangan. Proses penyusunan arahan tersebut dijelaskan pada Gambar 3.
21
Analisis LQ
Urutan dari LQ Terbesar
Analisis DS Evaluasi Kesesuaian Lahan
Komoditas Basis
Urutan Arahan Pengembangan Komoditas Basis
Peta Kawasan Budidaya
Peta Kelas Kesesuaian Komoditas Basis
S1. Pilih Komoditas (A,B,C) Ya Tidak
Komoditas A
S2. Pilih Komoditas (B,C) Ya Tidak
Komoditas B
S3. Pilih Komoditas (C) Ya Tidak
Komoditas C
N
Gambar 3. Bagan alur penyusunan arahan pengembangan komoditas basis tanaman pangan di Provinsi Lampung