BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
3.1.
Geomorfologi Proses geomorfik adalah seluruh perubahan fisika dan kimiawi yang
mempengaruhi suatu bentang alam dari permukaan bumi (Thornbury, 1989). Bentukan topografi dan morfologi dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat destruktif antara lain berupa erosi, pelapukan, dan sebagainya. Proses endogen adalah proses yang bersifat konstruktif antara lain berupa pengangkatan, perlipatan, patahan dan sebagainya. Dari analisa geomorfologi maka dapat diketahui bagaimana prosesproses geologi yang terjadi dan membentuk bentang alam sekarang. Bentuk bentang alam yang terlihat saat ini pada dasarnya merupakan refleksi dari proses-proses geologi yang membentuknya dalam suatu kurun waktu tertentu. Dalam perkembangan bentuk muka bumi dikontrol oleh beberapa faktor utama, antara lain; struktur, proses dan tahapan (Lobeck, 1939). Struktur berkaitan dengan posisi dan tata letak batuan di bumi. Proses terjadinya dipengaruhi oleh erosi, angin, aliran sungai, glasial, dan gelombang yang membentuk permukaan bumi. Tahapan merupakan derajat atau besaran erosi yang terjadi pada suatu kurun waktu di suatu daerah. Ketiga faktor tersebut akan membentuk suatu bentang alam tertentu yang dapat menjadi suatu satuan geomorfologi.
3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian merupakan daerah dengan ketinggian berkisar antara 175 – 600 m di atas permukaan laut (mdpl). Morfologi daerah penelitian secara umum memiliki ketinggian yang cukup kontras, dimana terdapat dataran rendah yang luas namun diikuti juga oleh morfologi tinggian yang terjal. Morfologi dataran rendah dan tinggian tersebut dipisahkan oleh sungai besar yaitu Sungai Ombilin. Dataran rendah terdapat pada bagian Barat Daya dan morfologi tinggian yang terjal terdapat pada bagian Utara – Timur Laut daerah penelitian, serta kedua morfologi yang kontras tersebut dipisahkan oleh Sungai Ombilin yang
16
membentang Tenggara – Barat Laut. Batuan di daerah penelitian sangat bervariasi, terdiri dari batuan sedimen yang lunak dan tidak resisten terhadap erosi dan pelarutan hingga batuan beku yang keras dan resisten. Berdasarkan faktor variasi batuan tersebut ekspresi morfologi daerah penelitian memiliki variasi morfologi dari dataran rendah hingga tinggian yang terjal. Pola aliran sungai yang berkembang di daerah penelitian didominasi oleh pola aliran rektangular dan radial.
3.1.2 Pola Aliran Sungai Pola aliran sungai yang berkembang di daerah penelitian secara garis besar dibagi menjadi 2 pola (Gambar 3.1), yaitu: 1. Pola Aliran Sungai Rektangular Pola ini merupakan pola yang berkembang pada sungai utama daerah penelitian yaitu Sungai Ombilin, biasanya dikontrol oleh rekahan atau struktur geologi yang ada di daerah tersebut, dalam hal ini dikontrol oleh sesar naik dan sesar mendatar yang terdapat di daerah penelitian. 2. Pola Aliran Sungai Radial Pola aliran ini sangat jarang berkembang di daerah penelitian, hanya ditemukan di daerah Kabun. Pola aliran ini dicirikan oleh pola aliran yang mengalir dari suatu tinggian, menyebar seperti jari-jari sepeda. Gambar 3.1 pada sebelah kiri menunjukkan peta pola aliran sungai pada daerah penelitian. Pada Gambar 3.1 sebelah kanan menunjukkan pola aliran radial secara regional daerah Sijunjung di timurlaut daerah penelitian.
Gambar 3. 1 Peta aliran sungai daerah penelitian
17
3.1.3
Satuan Geomorfologi Berdasarkan klasifikasi Bentuk Muka Bumi (BMB) Brahmantyo dan
Bandono (2006), daerah penelitian dapat dibagi menjadi lima satuan geomorfologi yaitu: satuan bukit intrusi Kabun, satuan perbukitan karst Batubardinding, satuan punggungan sayap lipatan Upui, satuan dataran sayap lipatan Kasang, dan satuan dataran rendah aluvial Ombilin.
3.1.3.1 Satuan Bukit Intrusi Kabun Satuan ini mencakup 3,13% dari luas daerah penelitian, memiliki kisaran ketinggian 400 – 600 m diatas permukaan laut. Pada peta geomorfologi satuan ini diberi warna merah. Satuan ini menempati bagian timurlaut dari daerah penelitian yang dicirikan oleh keberadaan bukit besar yang terisolir. Satuan ini memiliki relief sedang – kasar, memiliki batuan yang resisten terhadap pelapukan yaitu granit. Satuan Bukit Intrusi yang dapat dilihat pada Gambar 3.2 memiliki pola aliran radial, dimana sungai-sungai yang memiliki pola konsentris di hulu dan menyebar secara radier ke arah hilir. Gambar 3.2 di sebelah kiri menunjukkan peta DEM satuan bukit intrusi yang dibatasi pada garis kuning bagian dalam, kotak merah adalah daerah penelitian. Gambar 3.2 di sebelah kanan menunjukkan morfologi sayap dari satuan bukit intrusi. Gambar merupakan foto yang diambil menghadap ke arah timur-timurlaut, diambil dari wilayah Kabun. Lembah sungai pada satuan geomorfik ini memiliki lembah sungai berbentuk “V” yang menandakan erosi vertikal oleh sungai.
Gambar 3. 2 Satuan bukit intrusi
18
Sungai yang mengalir pada satuan ini umumnya memiliki pola aliran radial yang mengindikasikan morfologi intrusi korok. Sungai pada satuan bukit intrusi Kabun memiliki sungai dengan sifat erosi vertikal.
3.1.3.2 Satuan Perbukitan Karst Batubardinding Satuan geomorfologi ini mencakup 13,43% dari luas daerah penelitian, berada pada ketinggian sekitar 400 – 550 m diatas permukaan laut. Kemiringan lereng pada satuan ini berkisar antara. Pada peta geomorfologi, satuan ini diberi warna biru yang menempati wilayah utara peta. Satuan ini dicirikan oleh perbukitan terjal yang memiliki pola kontur rapat hingga sangat rapat dan berelief kasar. Pada Gambar 3.3 menunjukkan morfologi perbukitan karst pada satuan geomorfologi ini. Gambar 3.3 merupakan foto yang diambil dari daerah Kabun mengahadap ke arah barat.
Gambar 3. 3 Satuan perbukitan karst Batubardinding
Satuan geomorfologi ini disusun oleh batugamping kristalin dan klastik yang sangat kompak, memiliki resistensi tinggi terhadap proses erosi. Proses geomorfik yang berkembang pada satuan ini adalah pelarutan.
3.1.3.3 Satuan Punggungan Sayap Lipatan Upui Satuan Punggungan menempati 51,8% dari daerah penelitian. Berada pada bagian selatan daerah penelitian dengan ketinggian 200 – 548 m diatas permukaan
19
laut, memiliki kemiringan berkisar antara. Pada peta geomorfologi, satuan ini diberikan warna hijau. Satuan ini memiliki bentuk morfologi berupa punggungan yang berarah barat laut – tenggara, dengan ciri kontur rapat di sebelah utara dan kontur yang renggang di sebelah selatan. Satuan ini pun ditandai dengan kenampakan berupa kemiringan lereng yang relatif searah yaitu dip-slope ke arah selatan dan back-slope ke arah utara. Satuan ini memiliki kemiringan lereng sedang–terjal. Pada Gambar 3.4 dapat dilihat morfologi kemiringan lereng memiliki arah baratdaya dari satuan punggungan sayap lipatan Upui. Gambar ini merupakan foto yang diambil dari daerah Bukit Upui menghadap baratlaut. Satuan geomorfologi ini disusun oleh perselingan batupasir dan batulempung yang cukup resisten terhadap erosi. Proses yang berkembang pada satuan ini adalah erosi dan pelapukan.
Gambar 3. 4 Morfologi kemiringan lereng satuan punggungan sayap lipatan Upui.
3.1.3.4 Satuan Dataran Sayap Lipatan Kasang Satuan geomorfologi ini meliputi 28,8% dari kesuluruhan luas daerah penelitian, dan berada pada ketinggian 100 – 200 meter di atas permukaan laut. Pada peta geomorfologi, wilayah ini diberi warna kuning dan menempati bagian baratdaya peta dari wilayah Kasang hingga padanglawas. Satuan ini dicirikan dengan dataran rendah yang luas dengan kemiringan lereng 0% - 9%. Pada Gambar 3.4 menunjukkan morfologi dataran dari satuan dataran sayap lipatan Upui. Gambar ini merupakan foto yang diambil dari puncak punggungan sayap lipatan Upui menghadap ke baratdaya. Satuan ini terdiri batuan yang lunak dan intensif terhadap pelapukan, disusun oleh dominasi batulempung.
20
Satuan dataran sayap lipatan Upui Satuan
punggungan
lipatan Upui
Gambar 3. 5 Morfologi dataran dari satuan dataran sayap lipatan Kasang
3.1.3.5 Satuan Dataran Aluvial Ombilin Satuan geomorfologi ini meliputi 2,8 % dari keseluruhan luas daerah penelitian, dan berada pada ketinggian 132,5 – 157,5 meter diatas permukaan laut. Pada peta geomorfologi, wilayah ini diberi warna abu-abu dan menempati bagian tengah dari peta. Satuan ini secara umum dicirikan oleh dataran yang landai dengan kemiringan lereng berkisar antara 6% - 9%. Satuan geomorfologi ini disusun oleh aneka jenis batuan dengan ukuran lempung hingga bongkah. Satuan ini tersusun oleh material lepas – lepas pada badan Sungai Bt. Ombilin dan Sungai Bt. Sibolin yang dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Gambar 3. 6 Satuan Dataran Aluvial 3.2.
Stratigrafi Di daerah Upui dan sekitarnya, tersingkap batuan pra-tersier yang berperan
sebagai batuan dasar dan batuan sedimen tersier. Berdasarkan ciri-ciri litologi yang didapatkan di lapangan, maka daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi
21
sayap
delapan satuan batuan berdasarkan penamaan litostratigrafi tidak resmi yang dapat dilihat pada Gambar 3.7 yaitu, dari urutan tua ke muda satuan batugamping, satuan granit, satuan konglomerat yang menjemari dengan satuan serpih, satuan batupasir batubara, satuan batupasir, satuan batulempung, dan satuan endapan aluvial.
Gambar 3. 7 Kolom stratigrafi tidak resmi daerah penelitian (tanpa skala)
22
3.2.1 •
Satuan Batugamping Penyebaran dan Ketebalan Satuan batugamping menempati 9,9% dari luas keseluruhan daerah
penelitian, memanjang baratlaut-tenggara pada bagian timur laut dari peta dengan morfologi karst yang merupakan perbukitan yang memiliki kemiringan lereng yang terjal. Pada peta geologi (lampiran F) termasuk ke dalam kelompok batuan dasar, satuan batuan ini diberi warna biru. Satuan batuan ini tersingkap dengan baik di wilayah Kabun hingga Sibolin. Ketebalan dari satuan in berdasarkan pengukuran ketebalan menggunakan penampang geologi adalah lebih dari 800 m. •
Ciri Litologi Satuan batuan ini tersusun dari batugamping klastik dan batugamping
kristalin hingga marmer. Batugamping klastik memiliki tekstur klastik warna kelabu kecoklatan hingga cokelat, kompak dengan besar butir lempung. Pada batugamping klastik terlihat adanya tekstur pelarutan yang menurut Bourke dkk. (2007) merupakan tekstur rillenkaren, dapat dilihat pada foto singkapan lokasi 262 (Gambar 3.8). Pada satuan batugamping bagian timurlaut terdapat litologi batugamping kristalin dengan warna kelabu-putih, sangat kompak, dan terdiri dari kristal kalsit (Gambar 3.9). Umumnya singkapan batuan pada satuan batugamping ini kompak dan segar. Secara mikroskopis (lampiran C) batuan pada satuan batugamping ini memiliki komponen batugamping tekstur klastik mud supported yang menurut klasifikasi Dunham (1962) dalam Adams (1988) adalah wackestone (lampiran C-1) pada singkapan batugamping lokasi 262 pada daerah sekitar Bukitsulah Bukitkubur. Namun pada sayatan batugamping kristalin yang dianalisis dari conto batuan yang diambil dari daerah Kabun lokasi TF9 (lampiran C-2), memiliki komponen kristal kalsit yang interlocking dengan kristal kalsit lainnya maka diinterpretasikan batugamping telah terubah karena metamorfisme kontak menjadi marmer menurut Waters (2004). Besarnya presentasi kristal kalsit pada bagian timurlaut yang merupakan batuan metamorf marmer, diinterpretasikan sebagai akibat dari metamorfisme kontak oleh intrusi granit.
23
Gambar 3. 8 Kenampakan makroskopis dari batugamping wackestone satuan batugamping.
Gambar 3. 9 Kenampakan makroskopis batugamping kristalin satuan batugamping. •
Umur dan Lingkungan Pembentukan Penulis tidak melakukan penentuan umur pada satuan batugamping ini.
Berdasarkan stratigrafi regional Cekungan Ombilin oleh Koesoemadinata dan Matasak (1981) batugamping kristalin hingga marmer dapat disetarakan dengan Formasi Kuantan yang berumur Perem.
24
•
Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi Sesuai dengan ciri litologinya, satuan batugamping pada daerah penelitian
ini
dapat
disetarakan
dengan
Formasi
Kuantan
yang
berumur
Perem
(Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Satuan batuan ini memiliki kontak tektonik berupa sesar dengan satuan batuan yang berumur tersier, pada sisi baratdaya satuan ini serta kontak intrusi granit yang lebih muda pada timurlaut satuan batugamping.
3.2.2 •
Satuan granit Penyebaran dan Ketebalan Satuan granit tersingkap pada wilayah ujung timurlaut peta, menempati
sekitar 4,2% dari luas keseluruhan daerah penelitian. Satuan ini menempati morfologi satuan bukit intrusi yang sangat besar dengan pola aliran sungai radial penciri tipe genetis intrusi pada daerah Kabun. Namun pada daerah penelitian hanya mendapat bagian kecil dari sayap bukit intrusi itu sendiri. Satuan batuan ini pun tersingkap baik pada sungai-sungai kecil di dalamnya. Pada peta geologi (lampiran F) merupakan kelompok batuan dasar, satuan batuan ini diberi warna merah. Umumnya, kondisi singkapan segar pada lintasan sungai dan cukup lapuk pada potongan jalan (road-cut) (Gambar 3.10). •
Ciri Litologi Litologi penyusun satuan batuan ini adalah batuan beku granit, memiliki
warna terang, fanerik dengan ukuran kristal yang berukuran besar (0,4 – 3 cm), struktur masif, holokristalin, terdiri dari mineral kuarsa, k. feldspar, biotit, dan plagioklas yang terlihat jelas pada hand specimen dari lokasi TF7 (Gambar 3.11). Secara mikroskopis berdasarkan analisa petrografi (lampiran C - 3), satuan granit tersusun atas batuan beku asam Monzo Granite (IUGS, 1973). Sayatan granit lokasi TF7 ukuran kristal kasar holokristalin, hipidiomorfik granular, mineral terdiri dari kuarsa (45%), k. feldspar (55%), dan mineral sekunder berupa klorit (5%).
25
Gambar 3. 10 Singkapan satuan granit daerah Kabun
Gambar 3. 11 Contoh hand speciment granit
•
Umur Pada Satuan granit ini, menurut Kastowo dan Sillitonga (1975) merupakan
intrusi batuan beku pada kala Trias. Dicirikan dengan mineral – mineral felsik yang kasar (memiliki kristal-kristal yang besar-besar) dengan komposisi mineral yang menghasilkan nama batuan Monzonite quartz, Monzonite, dan Monzogranite (IUGS, 1973) merupakan intrusi batuan beku yang berumur Trias Kastowo dan Sillitonga (1975). Penentuan umur menggunakan metode Kalium-Argon yang dilakukan oleh Kastowo dan Silitonga (1975) diketahui bahwa granit berwarna putih kemerahan dengan tekstur kristal yang kasar berwarna putih kemerahan memiliki umur 206 ±3 juta tahun (Trias akhir).
26
3.2.3 Satuan Serpih •
Penyebaran dan Ketebalan Satuan serpih menempati 0,3% dari luas keseluruhan daerah penelitian.
Satuan batuan ini melingkupi wilayah baratlaut dari daerah penelitian). Pada peta geologi terlampir, satuan serpih diberi warna hijau muda (Lampiran F). Satuan serpih terdiri dari serpih sisipan batugamping klastik kalsilutit, tersingkap pada sungai Bt. Sibolin dan sungai kecil sebelah Timur Bt. Sibolin. Ketebalan satuan napal ini dengan pengukuran berdasarkan penampang geologi memiliki tebal ±383 m. •
Ciri Litologi Secara umum, satuan ini disusun oleh litologi serpih sisipan batugamping
klastik (Gambar 3.12) dan batupasir. Secara makroskopis, serpih memiliki tebal 10 – 40 cm, terdapat lapisan serpih karbonatan, berwarna cokelat gelap, memiliki sisipan batugamping kalsilutit
berwarna cokelat muda – kelabu tua, sangat
kompak. memiliki aroma minyak bumi yang sangat menyengat pada lokasi pengamatan TGG1. Satuan serpih ini memiliki lapisan batupasir (Gambar 3.13) pada bagian atas dari satuan ini dengan ciri-ciri berwarna kelabu terang, struktur perlapisan bersusun, terpilah baik, besar butir pasir halus, getas, lapuk terdapat sisipan karbon.
Gambar 3. 12 Singkapan serpih sisipan batugamping klastik (TGG1 dan TGG2)
27
Gambar 3. 13 Batupasir satuan napal singkapan TGG2
•
Umur dan Lingkungan Pengendapan Untuk penentuan umur dari satuan digunakan kesetaraan stratigrafi terhadap
stratigrafi resmi Cekungan Ombilin oleh Koesoemadinata dan Matasak (1981) dengan memperhatikan ciri-ciri litologi pada satuan ini satuan serpih dapat disetarakan dengan Formasi Sangkarewang yang berumur Eosen. Lingkungan pengendapan satuan serpih, berdasarkan ciri litologi berupa serpih dengan penampakan struktur papery yang merupakan penciri dari lingkungan pengendapan lakustrin (danau air tawar), beserta sisipan batugamping klastik dengan merupakan batuan karbonat air tawar yang pembentukannya disebabkan oleh akumulasi CaCO3 yang disebabkan tingginya senyawa karbonat pada pengendapan satuan ini pada lingkungan danau. Pada Gambar 3.14 memperlihatkan diagram pengendapan batugamping pada lingkungan danau menurut Nichols (2009). Berdasarkan data litologi batuan dasar yang terdiri dari batugamping dan marmer pada satuan batugamping, diinterpretasikan satuan batugamping ini berperan dalam akumulasi karbonat pada sistem pengendapan danau satuan serpih.
28
Berdasarkan Nichols (2009) mekanisme pengendapan lingkungan danau dikontrol oleh kedalaman serta luas danau, suplai sedimen yang mengisi danau, dan keseimbangan antara suplai air yang masuk ke danau terhadap hilangnya massa air di danau akibat evaporasi. Kedalaman berperan penting dalam sistem pengendapan satuan serpih, pengendapan batugamping kalsilutit mencirikan sistem pengendapan akibat akumulasi karbonat pada tepi danau yang memiliki kedalaman relatif dangkal, sedangkan pengendapan serpih karbonatan diendapkan pada lantai danau yang relatif lebih dalam. Perselingan napal dan serpih diakibatkan adanya perubahan muka air danau yang mempengaruhi kedalaman. Pengendapan batupasir mencirikan bertambahnya suplai sedimen, dan pendangkalan yang terjadi pada lingkungan danau.
Gambar 3. 14 Diagram pengendapan batugamping lingkungan danau (Nichols, 2009) Kondisi hidrologi danau yang tertutup memungkinkan tingginya salinitas danau (gambar sebelah kiri), dan diagram pengendapan batugamping pada danau (gambar sebelah kanan)
•
Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi Sesuai dengan ciri-ciri diatas, satuan serpih dapat disetarakan dengan
Formasi Sangkarewang yang berumur Eosen (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Satuan batuan ini secara stratigrafi memiliki hubungan tidak selaras terhadap satuan batugamping dan granit yang berumur lebih tua, memiliki hubungan menjari dengan satuan konglomerat, dan memiliki hubungan selaras terhadap satuan batupasir batubara yang memilik umur lebih muda. Bukti lapangan berupa hubungan menjari satuan serpih terhadap satuan konglomerat tidak teramati di lapangan, namun berdasarkan stratigrafi regional Cekungan Ombilin menurut
29
Koesoemadinata dan Matasak (1981) hubungan kedua satuan tersebut berhubungan menjemari. 3.2.4. Satuan konglomerat •
Penyebaran dan Ketebalan Satuan konglomerat merupakan satuan batuan yang menempati sekitar 8,5%
dari luas keseluruhan daerah penelitian, menempati bagian baratlaut dari wilayah tersebut. Pada peta geologi terlampir, satuan ini diberi warna jingga (lampiran F). Satuan batuan ini tersingkap baik di wilayah Padanglawas hingga Sungai Bt. Sibolin. Ketebalan satuan konglomerat ini dengan pengukuran berdasarkan penampang geologi memiliki tebal ±462 m. •
Ciri Litologi Satuan konglomerat tersusun konglomerat berwarna cokelat kemerahan
yang memiliki fragmen kuarsa, k. feldspar, dan litik, masif perlapisan batuan tidak berkembang dengan baik (Gambar 3.15), satuan konglomerat juga tersusun atas batupasir kasar-konglomeratan. Secara mikroskopis (Lampiran C-4) nama batuan untuk matriks konglomerat adalah lithic wacke (Pettijohn, 1978). Sedangkan untuk fragmen konglomerat yang diambil untuk analisa petrografi (lampiran C-5) didapatkan batuan beku granit dengan klasifikasi berdasarkan IUGS (1973) adalah Monzo granite.
Gambar 3. 15 Singkapan satuan konglomerat Singkapan konglomerat pada daerah Sibolin - Padanglawas
30
•
Umur dan Lingkungan Pengendapan Penulis tidak melakukan analisis umur pada satuan ini, sehingga penentuan
umur satuan ini menggunakan penyetaraan stratigrafi. Menurut Koesoemadinata dan Matasak (1981), satuan konglomerat dengan ciri konglomerat hingga batupasir kasar dengan perlapisan batuan yang tidak berkembang dengan baik merupakan bagian dari Formasi Brani yang berumur Eosen. Batuan ini terbentuk pada lingkungan kipas aluvial pada lingkungan danau. •
Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi Dari ciri-ciri diatas, Satuan Batuan ini dapat disetarakan
dengan Formasi
Brani yang berumur Eosen (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Satuan batuan ini, secara stratigrafi, memiliki hubungan yang tidak selaras dengan batugamping dan granit yang lebih tua, hubungan menjari dengan satuan serpih, dan hubungan yang selaras terhadap satuan batupasir batubara yang lebih muda.
3.2.5 Satuan batupasir batubara •
Penyebaran dan Ketebalan Satuan batupasir batubara melingkupi sekitar 14,1% dari luas keseluruhan
daerah penelitian. Satuan batuan ini menempati wilayah di bagian
tengah
peta,
yang memanjang berarah baratlaut - tenggara. Satuan ini diapit oleh satuan batugamping dan satuan batupasir. Pada peta, satuan batupasir batubara diberi warna kuning tua (Lampiran F). Tersingkap dengan baik pada jalan tambang dari Kabun hingga tambang rakyat Bukitsulah – Bukitkubur. Pada Gambar 3.16 memperlihatkan satuan batupasir batubara pada tambang rakyat Bukitsulah (gambar sebelah kiri) dan singkapan batupasir sisipan batulempung pada lokasi KBN5 (gambar sebelah kanan). Ketebalan satuan batupasir batubara ini dengan pengukuran berdasarkan penampang geologi memiliki tebal ±330 m. •
Ciri Litologi Satuan batupasir batubara ini tersusun atas batupasir warna cokelat-kelabu
dengan struktur lapisan silang siur, laminasi silang siur, dan laminasi sejajar,
31
kompak sampai getas, terdapat unit sisipan perselingan batupasir dan batubara dengan perkiraan tebal 10,8 meter. Secara mikroskopis batupasir pada satuan batupasir batubara. Berdasarkan analisa petrografi nama batuan arkosic arenite (Pettijohn, 1978).
Gambar 3. 16 Singkapan Satuan batupasir batubara Satuan batupasir batubara tersusun atas perselingan batupasir batulempung dan sisipan perselingan batupasir batubara.
•
Umur dan Lingkungan Pengendapan Berdasarkan ciri litologi batupasir dengan sisipan batubara memiliki
kesamaan terhadap Formasi Sawahlunto menurut Koesoemadinata dan Matasak (1981) yang berumur Eosen. Namun menurut hasil penelitian Tim Ombilin ITB (2011) berdasarkan analisis palinologi yang menghasilkan data umur dari satuan konglomerat dan serpih tidak lebih tua dari Eosen Akhir. Maka dari itu dilihat dari posisi stratigrafi satuan batupasir batubara yang berada di atas kedua satuan tersebut, penulis mendeterminasi umur satuan batupasir batubara adalah Oligosen. Satuan ini berasosiasi dengan endapan batupasir dengan struktur sedimen perlapisan silang siur sebagai indikasi endapan sungai, dan serpih karbonan dan batubara yang mengindikasikan lingkungan pengendapan rawa dataran banjir. Pada lokasi KBN4 (Gambar 3.17) dapat teramati batupasir dengan sisipan batulempung, dengan struktur sedimen laminasi silang siur pada batupasir. Pada profil singkapan lokasi KBN 12 (Gambar 3.18) dekat tambang batubara, diamati litologi batupasir dengan sisipan batubara di atasnya dengan kontak erosional. Batubara
32
mengindikasikan lingkungan rawa dataran banjir, dan batupasir mencirikan endapan sungai berkelok yang dapat dilihat pada skema pengendapan sungai berkelok menurut Nichols (2009) di Gambar 3.19.
Gambar 3. 17 Profil singkapan satuan batupasir batubara KBN4.
33
Gambar 3. 18 Profil singkapan satuan batupasir batubara KBN12.
Gambar 3. 19 Diagram pengendapan sungai berkelok (Nichols, 2009)
34
•
Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi Satuan batupasir batubara ini, sesuai dengan ciri-ciri diatas, dapat
disetarakan dengan Formasi Sawahlunto yang berumur Oligosen (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Namun berdasarkan analisis palinologi yang dilakukan Tim Peneliti Ombilin ITB (2011) umur satuan ini dideterminasikan adalah Oligoseb. Satuan batuan ini diendapkan pada lingkungan fluvial dengan rawa dataran banjir.
3.2.6 •
Satuan batupasir Penyebaran dan Ketebalan Satuan batupasir batupasir menempati sekitar 34,9% dari luas keseluruhan
daerah penelitian. Satuan batuan ini menempati wilayah di bagian
tengah
peta,
yang memanjang berarah baratlaut - tenggara. Satuan ini diapit oleh satuan batulempung dan satuan batupasir batubara. Pada peta, satuan batupasir diberi warna kuning (Lampiran F). Tersingkap dengan baik pada daerah Upui hingga Bukitsulah. Ketebalan satuan batupasir ini dengan pengukuran berdasarkan penampang geologi memiliki tebal ±1.000 m. •
Ciri Litologi Satuan batupasir ini tersusun atas batupasir warna cokelat-kelabu dengan
struktur lapisan silang siur, laminasi silang siur, dan laminasi sejajar, kompak sampai getas, terdapat sisipan tipis batulempung, batulempung sisipan karbon, dan batubara. Pada bagian bawah satuan batupasir didominasi oleh litologi batupasir dengan struktur sedimen perlapisan silang siur dengan sisipan tipis batulempung. Sisipan batulempung berwarna kelabu – putih, getas, butir lempung. Batupasir dengan struktur sedimen perlapisan silang siur dapat dilihat pada Gambar 3.20. Namun, pada bagian atas satuan dicirikan oleh perselingan batupasir-batulempung dengan tebal 1 unit lapisan berkisar 5 – 15 cm Gambar 3.21. Pada sayatan tipis yang dianalisa petrografi satuan batupasir bagian bawah menghasilkan nama batupasir quartz arenite (lampiran C-7), sedangkan satuan batupasir bagian atas satuan merupakan batupasir arkosic arenite terdapat semen glaukonit (lampiran C-8) sebagai indikasi lingkungan transisi laut.
35
TE6
TE10
Gambar 3. 20 Singkapan satuan batupasir. Satuan batupasir disusun oleh batupasir struktur sedimen perlapisan silang siur dengan kontak erosional pada bagian bawah lapisan (garis merah menjelaskan kontak erosional).
TE22
Gambar 3. 21 Singkapan satuan batupasir bagian atas, lokasi TE22.
•
Umur dan Lingkungan Pengendapan Satuan batupasir dominan dengan struktur sedimen perlapisan silang siur
indikasi lingkungan pengendapan sungai teranyam memiliki kesamaan pada Formasi Sawahtambang menurut Koesoemadinata dan Matasak (1981), satuan ini merupakan bagian dari endapan Tersier yang berumur Oligosen. Pada daerah penelitian satuan ini berada selaras di atas satuan batupasir batubara yang berumur Oligosen dan berada selaras di bawah satuan batulempung yang berumur Miosen Awal. Maka dari itu umur dari satuan batupasir adalah Oligosen. Analisis lingkungan pengendapan untuk satuan batupasir dilakukan dengan urutan data litologi beserta struktur sedimen berdasarkan profil – profil singkapan
36
yang diamati di lapangan. Pada bagian bawah satuan batupasir terdapat profil – profil singkapan yang memperlihatkan kontak erosional antara batupasir. Profil singkapan TC19 (Gambar 3.22) terdiri dari batupasir konglomeratan hingga batupasir halus, dengan struktur sedimen perlapisan bersusun, laminasi silang siur, laminasi sejajar, konvolut, sisipan karbon dan terdapat nodul besi oksida. Profil TD15 (Gambar 3.23) terdiri dari batupasir konglomeratan hingga batupasir halus, dengan struktur sedimen perlapisan bersusun, laminasi silang siur, laminasi sejajar, dan terdapat sisipan karbon. Pada singkapan TD15 terdapat juga batupasir konglomeratan yang mengerosi batupasir halus di bawahnya. Pada bagian tengah satuan ini berdasarkan data profil singkapan yang diamati di lapangan, memiliki batulempung yang lebih tebal dari satuan batupasir bagian bawah. Profil singkapan TA9 (Gambar 3.24) memperlihatkan batupasir sisipan batulempung dengan adanya kontak erosional batupasir terhadap batulempung di bawahnya, serta perlapisan silang siur batupasir dengan kontak erosional batupasir dengan batupasir di bawahnya. Struktur sedimen pada batupasir yang teramati adalah pada lokasi TA9 adalah perlapisan silang siur, laminasi silang siur, perlapisan bersusun, dan bioturbasi. Untuk bagian paling atas atas dari satuan batupasir terdiri dari perselingan batupasir – batulempung (Gambar 3.21) dengan tebal per-unit lapisan 5 – 15 cm, serta ditemukannya glaukonit pada conto sayatan TE22 (Lampiran C). Berdasarkan data profil singkapan yang diamati di lapangan, disertai adanya struktur sedimen yang ada juga urutan batuan yang dideskripsi di lapangan, menurut diagram pengendapan yang diciptakan oleh Nichols (2009) (Gambar 3.25) diinterpretasikan sebagai lingkungan pengendapan sungai teranyam – transisi darat ke laut.
37
Gambar 3. 22 Profil singkapan TC19.
Gambar 3. 23 Profil singkapan TD15.
38
Gambar 3. 24 Profil singkapan TA9.
Gambar 3. 25 Diagram pengendapan sungai teranyam (Nichols, 2009)
39
•
Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi Satuan batupasir ini, sesuai dengan ciri-ciri diatas, dapat disetarakan dengan
Formasi Sawahtambang yang berumur Oligosen (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Diendapkan selaras di atas satuan batupasir batubara yang lebih tua, dan memiliki hubungan selaras pada satuan batulempung yang lebih muda. Satuan batuan ini diendapkan pada lingkungan fluvial sungai teranyam dengan rawa dataran banjir yang dipengaruhi transisi darat - laut.
3.2.7 •
Satuan batulempung Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung melingkupi sekitar 25,9% dari luas daerah penelitian.
Satuan batuan ini meliputi bagian baratdaya peta, stuan ini berada pada baradaya satuan batupasir dipisahkan oleh Sungai Bt. Ombilin. Tersingkap dengan baik pada bagian barat sepanjang Sungai Bt. Ombilin, dan daerah Kasang sampai Sungaigemuruh. Pada daerah Kasang dan Sungaigemuruh singkapan satuan batulempung sangat lapuk. Namun pada jalan raya kupasan (road cut) dan semakin dekat ke Sungai Bt. Ombilin singkapan didapati lebih segar (Gambar 3.26). Pada peta, satuan batulempung diberi warna hijau tua. Ketebalan satuan batulempung ini dengan pengukuran berdasarkan penampang geologi memiliki tebal lebih dari 1.200m. •
Ciri Litologi Satuan batulempung ini tersusun oleh batulempung dan batulempung
karbonatan dengan sisipan batugamping klastik, batulempung dan batupasir. Batulempung karbonatan warna kelabu-kelabu gelap, butir lempung. Batugamping klastik, warna kelabu kecoklatan, terpilah baik, kemas tertutup, ukuran butir pasir. Satuan ini sangat jarang ditemukan dalam keadaan segar, seringkali ditemukan sangat lapuk. Analisis petrografi dilakukan pada sisipan batugamping klastik pada satuan batulempung ini (Lampiran C - 9) memiliki nama packstone menurut klasifikasi
40
Dunham (1962) dengan komponen butir terdiri dari fosil foraminifera, pecahan cangkang foraminifera, beserta kuarsa.
Gambar 3. 26 Singkapan satuan batulempung pada Bt. Ombilin. Satuan batulempung tersusun oleh batulempung dan batulempung karbonatan sisipan batugamping packstone.
•
Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur dari satuan batulempung dilakukan dengan analisis
foraminifera plankton, dan penentuan lingkungan pengendapan menggunakan analisis forminifera benton (Lampiran B). Pengambilan sampel dilakukan pada lokasi TB11, BTO1, dan 284. Berdasarkan analisis foraminifera plankton ditemukan fosil indeks Globigerinoides primordius yang memiliki umur N4-N5, Miosen Awal, menurut Bolli dkk. (1985). Untuk analisis lingkungan pengendapan didapatkan hasil litoral hingga neritik pinggir. •
Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi Satuan batulempung berdasarkan ciri litologi, kandungan fosil dan umur
dari satuan batulempung ini, maka dapat disetarakan dengan Formasi Ombilin menurut Koesoemadinata dan Matasak (1981). Satuan batulempung ini diendapkan di atas satuan batupasir yang disetarakan dengan Formasi Sawahtambang menurut Koesoemadinata dan Matasak (1981).
41
3.2.8 •
Satuan Endapan Aluvial Penyebaran Satuan endapan aluvial tersebar pada bagian tengah daerah penelitian, pada
peta geologi terlampir, satuan ini diberi warna abu-abu yang menempati wilayah sekitar 2,2% dari daerah penelitian. Satuan batuan ini menempati wilayah landai dan pada jalur-jalur sungai, terutama pada aliran Sungai Bt. Ombilin dan Sungai Bt. Sibolin yang merupakan aliran sungai utama. Satuan endapan aluvial ini ditandai dengan warna abu-abu pada peta geologi. •
Ciri Litologi Satuan Endapan Aluvial disusun oleh endapan sungai yang belum
terkonsolidasi. Endapan ini disusun oleh komponen polimik
yang
berukuran
lempung hingga bongkah (Gambar 3.27). Bongkah yang menyusun satuan batuan ini terdiri dari batuan beku granit; batuan sedimen seperti batugamping, batupasir, batulempung, konglomerat, dan batubara; serta kuarsa dan k. feldspar.
Gambar 3. 27 Bongkah Aluvial di Sungai Bt. Sibolin. •
Umur dan Lingkungan Pengendapan Satuan Endapan Aluvial ini berumur Resen yang diketahui dari proses
pengendapan yang masih berlangsung hingga saat ini. Satuan batuan ini diendapkan pada lingkungan darat melalui mekanisme
pengendapan sedimen sungai.
42
3.3 Pola Kelurusan Pola kelurusan daerah penelitian berdasarkan analisis peta DEM (Digital Elevation Model), seperti yang terlihat pada Gambar 3.28 memperlihatkan pola dominan baratlaut-tenggara yang merupakan pola kelurusan utama daerah penelitian. Pola kelurusan ini diwakilkan oleh jurus dan kemiringan lapisan batuan umum daerah penelitian serta sesar-sesar naik. Selain itu, terdapat pola kelurusan dominan yang memiliki arah utara timurlaut – selatan baratdaya yang merupakan pengaruh sesar mendatar menganan yang mewakili pola kelurusan ini, beserta diikuti kemiringan lapisan batuan yang dipengaruhi oleh sesar mendatar menganan. Terdapat kelurusan memiliki arah barat-timur hingga timurlaut selatan – baratdaya utara, yang diwakili oleh sesar mendatar mengiri.
Gambar 3. 28 Pola Kelurusan Daerah Penelitian. 3.4
Struktur Geologi Struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian diidentifikasi
berdasarkan pengamatan morfologi dan pengamatan langsung di lapangan. Pada peta topografi dan DEM (Digital Elevation Model) didapatkan pola – pola kelurusan yang dideterminasi lanjut di lapangan. Pada tahap pengamatan lapangan, di daerah penelitian ditemukan bukti-bukti berupa kekar gerus, gores-garis, dan breksiasi. Data-data struktur yang didapatkan di lapangan, kemudian diolah dengan menggunakan perangkat lunak OSX Stereonet. Analisa kinematika dilakukan untuk mengetahui pergerakan dari sesar yang kemudian penamaannya didasarkan pada klasifikasi ganda.
43
Struktur geologi yang terdapat di daerah penelitian berupa deformasi dengan bentuk kemiringan lapisan, dan adanya struktur sesar. Berdasarkan konsep horizontality Steno bahwa batuan sedimen diendapkan secara horisontal, kemiringan lapisan pada daerah penelitian menunjukkan adanya deformasi batuan. Struktur sesar diamati di lapangan dengan gejala-gejala seperti breksiasi, goresgaris, dan kekar gerus. Penamaan struktur sesar pada daerah penelitian ini diambil dari nama wilayah yang dilalui oleh sesar tersebut.
3.4.1 Gejala Struktur Kemiringan Lapisan Gejala struktur kemiringan lapisan di daerah penelitian yang teramati, melibatkan kelompok satuan batuan sedimen yang berumur tersier. Memiliki kemiringan umum dengan arah jurus baratlaut-tenggara serta arah kemiringan baratdaya. Memiliki nilai kemiringan yang terjal berdasarkan pengukuran lapangan, yang berkisar antara 500 – 800 pada daerah Sungai Bt. Ombilin ke arah timurlaut.
3.4.2
Gejala Struktur Sesar Pada daerah penelitian, terdapat 6 struktur sesar yang berkembang yaitu
Sesar Naik Takung, Sesar Naik Sungaigemiri, Sesar Mendatar Menganan Upui, Sesar Mendatar Menganan Koto VII, Sesar Mendatar Mengiri Bukitsulah, dan Sesar Naik Padanglawas. Lokasi dan kemenerusan sesar – sesar daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.29.
Gambar 3. 29 Peta pola struktur daerah penelitian.
44
3.4.2.1 Sesar Naik Takung Sesar ini memiliki arah baratlaut-tenggara membatasi kelompok batuan pratersier yang merupakan batuan dasar pada daerah penelitian dan kelompok batuan tersier. Kelompok batuan pra tersier terdiri batugamping yang memiliki umur karbon – perm, serta granit yang berumur Trias pada bagian timurlaut daerah penelitian. Pada baratdaya satuan batugamping terdapat kelompok batuan tersier yang di perbatasan antara kelompok batuan pra tersier dan tersier tersebut terdapat zona hancuran yang berupa gawir-gawir terjal sepanjang bidang Sesar Naik Takung yang memanjang baratlaut-tenggara. Terlihat pola kelurusan tersebut pada peta DEM yang dapat dilihat pada Gambar 3.30 sebelah kanan, serta foto lembah yang memisahkan batuan pra-tersier dengan batuan tersier pada Gambar 3.30 sebelah kiri.
Gambar 3. 30 Kelurusan peta DEM sesar naik Takung (kanan), dan foto kelurusan lembah pada lapangan (kiri). 3.4.2.2 Sesar Naik Sungaigemiri Sesar ini melewati kawasan Kasang, Sungaigemiri, hingga Padanglawas memanjang ke arah baratlaut daerah penelitian. Sesar naik ini memiliki arah yang relatif sejajar dengan Sungai Bt. Ombilin, yang diinterpretasikan pembentukan sungai tersebut dikontrol oleh Sesar Naik Sungaigemiri. Sesar naik ini ditafsirkan dari adanya morfologi yang kontras dari satuan batupasir yang lebih tua memiliki morfologi yang lebih tinggi dari satuan batulempung yang lebih muda. Indikasi sesar naik Sungaigemiri ini yang dapat
45
diamati di lapangan berupa kemiringan lapisan yang terjal (Gambar 3.31), beserta data berupa kekar gerus yang diambil di area sekitar sesar naik sungaigemiri (Gambar 3.32). Analisis sesar didapatkan dari data kekar gerus dan pola kelurusan yang terlihat pada peta DEM (Gambar 3.33). Berdasarkan analisis kinematika (Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N 320o E/ 47 NE dengan kedudukan net-slip yaitu 40o, N 9o E dan pitch sebesar 620. Berdasarkan Rickard (1971) dalam Anonim 1 (2006), diperoleh penamaan sesar yaitu sesar naik menganan Sungaigemiri.
Gambar 3. 31 Perlapisan terjal satuan batupasir lokasi TE22. TC9
Gambar 3. 32 Pengambilan data kekar gerus sesar naik Sungaigemiri.
46
Gambar 3. 33 Peta DEM kelurusan sesar naik sungaigemiri. 3.4.3.3 Sesar Mendatar Menganan Upui Sesar ini melewati kawasan Sungai Upui memiliki arah utara baratdayaselatan timurlaut, ditafsirkan dari adanya pergeseran menganan dari satuan batupasir serta terlihat adanya pergeseran menganan pada morfologi yang dapat dilihat pada peta DEM (Gambar 3.34). Pada Gambar 3.34 terlihat kelurusan sesar sesar mendatar menganan Upui (garis warna biru) memotong kelurusan sesar naik Sungaigemiri (garis warna merah) dengan arah menganan. Pengamatan sesar ini di lapangan dengan pengambilan data berupa kekar gerus, arah breksiasi, cermin sesar dan terdapatnya gawir – gawir terjal yang dialiri air terjun pada jalur yang dilewati sesar (Gambar 3.35). Cermin sesar yang diamati di lapangan pada lokasi TE8 memiliki kedudukan N24oE / 79oE, dengan pitch 34oS, serta striasi 33o, N197oE. Berdasarkan analisis kinematika (Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N15oE/ 61SE dengan kedudukan net-slip yaitu 7o, N19oE dan pitch sebesar 80. Berdasarkan Rickard (1971) dalam Anonim 1 (2006), diperoleh penamaan sesar yaitu sesar menganan naik Upui.
47
Gambar 3. 34 Kelurusan peta DEM sesar mendatar menganan Upui.
a
b
c
d
Gambar 3. 35 Indikasi sesar pada daerah Upui, a. Air terjun pada lokasi TE1 dengan arah N195oE, b. Struktur tangga pada cermin sesar minor lokasi TE8 menunjukan sesar menganan naik, c. dan d. Lokasi pengambilan data kekar gerus dan kekar tarik 3.4.3.4 Sesar Mendatar Menganan Koto VII Sesar ini melewati kawasan Koto VII Memiliki arah baratdaya-timurlaut, arah dari Sesar Mendatar Menganan Koto VII memiliki arah yang sejajar dengan
48
Sesar Mendatar Menganan Upui. Sesar ini ditafsirkan berdasarkan kelurusan morfologi dan sungai pada Sungai Ombilin yang memperlihatkan pergerakan menganan pada peta DEM (Gambar 3.36).
Gambar 3. 36 Kelurusan peta DEM sesar mendatar menganan Koto VII. 3.4.3.5 Sesar Mendatar Mengiri Bukitsulah Sesar ini melewati kawasan Bukitsulah-Bukitkubur hingga selatan Padanglawas. Sesar ini mengikuti kelurusan Sungai Bt. Sibolin, memiliki arah timur timurlaut-barat baratdaya. Sesar ini ditafsirkan berdasarkan kelurusan morfologi pada peta DEM yang memiliki arah berkisar antara N245oE (Gambar 3.37). Terdapat juga zona hancuran pada lokasi BTO 15, berupa kekar gerus dan cermin sesar (Gambar 3.38). Berdasarkan analisis kinematika (Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N245oE/ 68SE dengan kedudukan net-slip yaitu 25o, N255oE dan pitch sebesar 270. Berdasarkan Rickard (1971) dalam Anonim 1 (2006), diperoleh penamaan sesar yaitu sesar mengiri turun Bukitsulah.
49
Gambar 3. 37 Kelurusan peta DEM sesar mendatar mengiri Bukitsulah.
Gambar 3. 38 Indikasi sesar mendatar mengiri Bukitsulah. 3.4.3.6 Sesar Naik Padanglawas Sesar naik padanglawas dapat diamati dari kelurusan gawir (Gambar 3.39) pada satuan konglomerat. Berada pada daerah Padanglawas tepatnya dekat pinggir Sungai Bt. Ombilin sebelah timurlaut. Memiliki kemiringan lapisan yang cukup terjal pada area yang dilewati sesar naik ini. Terlihat kelurusan berarah tenggara – baratlaut pada peta DEM (Gambar 3.40), beserta didukung oleh kontrasnya morfologi dari satuan konglomerat yang memiliki umur lebih tua dibanding satuan batulempung, namun memiliki morfologi yang lebih tinggi dan terjal.
50
Gambar 3. 39 Kelurusan punggungan gawir sesar naik Padanglawas. Foto diambil dari punggungan Bukitsulah-Bukitkubur menghadap Utara.
Gambar 3. 40 Kelurusan peta DEM sesar naik Padanglawas.
51