21
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1
Kerangka Teori Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji tentang film yang termasuk dalam
kajian objektif. Peneliti menggunakan defenisi Barelson (1952), analisis isi adalah suatu teknik penelitian yang dilakukan secara objektif, sistematis dan deskripsi kuantitatif dari isi komunikasi yang tampak (manifest) (Eriyanto,2011: 15). Salah satu ciri penting dari analisis isi adalah objektif. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari suatu isi secara apa adanya, tanpa adanya campur tangan dari peneliti. Peneliti menghilangkan bias, keberpihakan, atau kecenderungan tertentu dari peneliti. Ada dua aspek penting dari objektifitas, yakni validitas dan reliabilitas (Eriyanto, 2011: 16). Kriyantono (2007: 45) menyatakan bahwa fungsi teori dalam riset adalah membantu periset menerangkan fenomena sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat perhatiannya. Teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut. Adapun teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah:
2.1.1 Komunikasi Massa Komunikasi massa menurut pendapat Tan dan Wright merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu (Ardianto & Erdinaya, 2005: 3). Definisi lain komunikasi massa yang dikemukakan Michael W Gamble dan Teri Kwal Gamble (1986) yang akan semakin memperjelas apa itu komunikasi massa. Menurut mereka sesuatu bisa didefinisikan sebagai komunikasi massa jika mencakup:
Universitas Sumatera Utara
22
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepada khalayak yang luas dan tersebar. Pesan itu disebarkan melalui media modern pula antara lain surat kabar, majalah, televisi, film atau gabungan diantara media tersebut. Komunikator dalam komunikasi massa dalam menyebarkan pesan-pesannya bermaksud mencoba berbagai pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lain. Anonimitas audience dalam komunikasi massa inilah yang membedakan pula dengan jenis komunikasi yang lain. Bahkan pengirim dan penerima pesan tidak saling mengenal satu sama lain. Pesan adalah publik. Artinya bahwa pesan ini bisa didapatkan dan diterima oleh banyak orang. Karena itu, diartikan milik publik. Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti jaringan, ikatan atau perkumpulan. Dengan kata lain, komunikatornya tidak berasal dari seseorang, tetapi lembaga. Lembaga inipun biasanya berorientasi pada keuntungan bukan organisasi suka rela atau nirlaba. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper (pentapis informasi). Artinya, pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa. Ini berbeda dengan komunikasi antar pribadi, kelompok atau publik dimana yang mengontrol tidak oleh sejumlah individu. Beberapa individu dalam komunikasi massa ikut berperan dalam membatasi, memperluas pesan yang disiarkan. Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda. Kalau dalam jenis komunikasi lain, umpan balik bisa bersifat langsung (Nurudin, 2004: 7-8).
Dengan demikian komunikasi massa adalah alat dalam komunikasi yang dapat menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audiens yang luas dan heterogen. Kelebihan dari komunikasi massa adalah dapat mengatasi hambatan ruang dan waktu bahkan mampu menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas. Komunikasi massa juga berkaitan dengan media massa karena komunikasi massa merupakan komunikasi yang menggunakan media massa sebagai alat penyabarannya. Media massa yang digunakan dalam proses penyampaian pesan tersebut beragam, diantaranya media elektronik, media cetak, serta media film.
Universitas Sumatera Utara
23
Media elektronik diantaranya, radio siaran dan televisi. Media cetak diantaranya, surat kabar dan majalah. Media film adalah film sebagai media komunikasi massa dalam hal ini adalah film bioskop (Ardianto, 2007: 14). Selanjutnya Vivian (2008: 450) menyatakan bahwa komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai proses penggunaan sebuah medium massa untuk mengirim pesan kepada audiens yang luas untuk tujuan memberi informasi, menghibur atau membujuk. Karakteristik komunikasi massa adalah sebagai berikut: 1. Komunikator terlembagakan Ciri komunikasi massa yang pertama adalah komunikatornya. Komunikasi massa melibatkan lembaga, dan komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks. 2. Pesan bersifat umum Komunikasi massa itu bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk sekelompok orang tertentu. 3. Komunikannya anonim dan heterogen Komunikan pada komunikasi massa bersifat anonim dan heterogen. Komunikator tidak mengenal komunikan (anonim), karena komunikasinya menggunakan media dan tidak tatap muka. Disamping anonim, komunikan komunikasi massa adalah heterogen, karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda, yang dapat dikelompokkan berdasarkan faktor usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, latar belakang budaya, agama dan tingkat ekonomi. 4. Media massa menimbulkan keserempakan Kelebihan komunikasi massa dibandingkan dengan komunikasi lainnya, adalah jumlah sasaran khalayak adalah komunikan yang dicapainya relatif banyak dan tidak terbatas. Bahkan lebih dari itu, komunikan yang banyak tersebut secara serempak pada waktu yang bersamaan memperoleh pesan yang sama pula. 5. Komunikasi mengutamakan isi ketimbang hubungan Dalam komunikasi massa, pesan harus disusun sedemikian rupa berdasarkan sistem tertentu dan disesuaikan dengan karakteristik media massa yang akan digunakan.
Universitas Sumatera Utara
24
6. Komunikasi massa bersifat satu arah Komunikasi massa adalah komunikasi dengan menggunakan atau melalui media massa. Karena melalui media massa maka komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung. Komunikator aktif menyampaikan pesan, komunikan pun aktif menerima pesan, namun diantara keduanya tidak dapat melakukan dialog. Dengan demikian, komunikasi massa itu bersifat satu arah. 7. Stimulasi alat indra terbatas Dalam komunikasi massa, stimulasi alat indra bergantung pada jenis media massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada radio siaran dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar, sedangkan pada media televisi dan film, kita menggunakan indra penglihatan dan pendengaran. 8. Umpan balik tertunda (delayed) Komponen umpan balik atau yang lebih populer dengan sebutan feedback merupakan faktor penting dalam bentuk komunikasi apapun. Efektivitas komunikasi seringkali dapat dilihat dari feedback yang disampaikan oleh komunikan (Ardianto, 2005: 3). 2.1.2 Film Film merupakan media komunikasi yang muncul pada abad ke-20, film sendiri merupakan perkembangan dari fotografi yang ditemukan oleh Joseph Nicephore Niepce dari Perancis pada tahun 1826. Penyempurnaan dari fotografi yang berlanjut akhirnya mendorong rintisan penciptaan film itu sendiri. Namanama penting dalam sejarah penemuan film ialah Thomas Alva Edison dan Lumiere Bersaudara ( Sumarno, 1996 : 2 ). Dari awal pemunculan film sampai sekarang banyak bermunculan sineassineas yang makin terampil dalam membuat, meramu segala unsur untuk membentuk sebuah film. Dari berbagai pemikiran seorang pembuat film yang dituangkan dalam karyanya maka film dapat digolongkan menjadi film cerita dan non cerita. Film cerita sendiri memiliki berbagai genre atau jenis film dengan durasi waktu yang berbeda beda pula, ada yang berdurasi 10 menit hingga beberapa jam. Genre sendiri dapat diartikan sebagai jenis film yang ditandai oleh gaya, bentuk atau isi film itu sendiri. Ada yang menyebutkan film drama, film horor, film klasikal, film laga atau action, film fiksi ilmiah, dan lain-lain (www.filmsite.org).
Universitas Sumatera Utara
25
Film cerita agar tetap diminati penonton harus tanggap terhadap perkembangan zaman, artinya ceritanya harus lebih baik, penggarapannya yang profesional dengan teknik penyuntingan yang semakin canggih sehingga penonton tidak merasa dibohongi dengan trik-trik tertentu bahkan seolah-olah justru penonton yang menjadi aktor/aktris di film tersebut.. Dalam pembuatan film cerita diperlukan proses pemikiran dan proses teknis, yaitu berupa pencarian ide, gagasan atau cerita yang digarap, sedangkan proses teknis berupa keterampilan artistik untuk mewujudkan segala ide, gagasan atau cerita menjadi film yang siap ditonton. Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi dan film video laser setiap minggunya. Di Amerika Serikat dan Kanada lebih dari satu juta tiket film terjual setiap tahun (Ardianto & Erdinaya, 2005: 134). Film Amerika kebanyakan diproduksi di Hollywood. Film yang dibuat di sini selalu membanjiri pasar global dan memengaruhi sikap, perilaku dan harapan orang-orang di belahan dunia. Film lebih dahulu menjadi media hiburan dibanding radio siaran dan televisi. Menonton film ke bioskop ini menjadi aktivitas populer bagi orang Amerika pada tahun 1920-an sampai 1950-an. Dominick mengungkapkan bahwa industri film adalah industri bisnis. Predikat ini telah menggeser anggapan orang yang masih meyakini bahwa film adalah karya seni, yang diproduksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orangorang yang bertujuan memperoleh estetika (keindahan) yang sempurna. Meskipun pada kenyataannya adalah bentuk karya seni, industri film adalah bisnis yang memberikan keuntungan, kadang-kadang menjadi mesin uang yang seringkali, demi uang, keluar dari kaidah artistik film itu sendiri (Ardianto & Erdinaya, 2005: 134). Industri gambar gerak atau film, karena hubungannya yang unik dengan pasar massal budaya industri, sejak awal berkembang dengan berbagai karakteristik yang dimiliki industri penerbitan dan penyiaran. Teknik produksi dan produknya serba standar, kebijakannya berorientasi ke massa, dan semuanya serbabesar. Fasilitas produksi terpusat secara vertikal dan horizontal. Sumber Universitas Sumatera Utara
26
pendapatan utama adalah para penonton. Film pertama ditayangkan di Amerika Serikat pada tanggal 23 April 1896 di kota New York. Thomas Edison, setelah menyempurnakan teknik pertunjukkan gambar gerak atau kinetoscope¸ meninggalkan rencana awalnya mengeksploitasi peluang komersial film karena ia merasa penayangan film layar lebar kepada banyak penonton sekaligus akan segera menghabiskan pasar. Namun keberhasilan penayangan pertama itu mengubah film dari seni menjadi bisnis dan para pengusaha menggantikan posisi para penemu untuk mencari laba sebesarbesarnya. Praktik produksi, distribusi dan penayangan massal menjadi ciri industri film hingga setengah abad kemudian (Rivers, 2008: 197-198).
2.1.2.a Fungsi Film Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film terutama adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Hal ini pun sejalan dengan misi perfilman nasional sejak tahun 1970, bahwa selain sebagai media hiburan, film nasional dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building (Effendy, 1981: 212). Sesungguhnya, film dapat mewakili keempat unsur tersebut. Akan tetapi masyarakat Indonesia lebih banyak mengekspetasikan bahwa film sebagai alat hiburan, walaupun tidak semua film menampilkan unsur hiburan ketimbang tiga unsur lainnya. Film bukan semata-mata barang dagangan tetapi juga merupakan alat pendidikan yang mempunyai daya pengaruh sangat besar terhadap masyarakat (http://www.layarperak.com/print.php?newsid=1122991411, diakses tanggal 28 Februari 2013). Film sebagai fungsi hiburan melupakan sejenak penonton pada masalah kehidupan. Sementara film-film tertentu bisa mengundang hasrat penonton untuk melakukan seperti adegan dalam film. Salah satu media komunikasi yang dengan signifikasi menjadi konsumsi sehari-hari masyarakat adalah film. Film menjadi sarana menciptakan fantasi
Universitas Sumatera Utara
27
dalam pikiran yang seakan menjadi nyata dengan aktor-aktor yang ada didalamnya, lalu disajikan kepada masyarakat sebagai konsumsi untuk dinikmati. Film hadir tidak hanya untuk sekedar dinikmati namun juga dapat mempengaruhi cara pikir masyarakat. Dalam sejarah perkembangan film telah muncul tiga tema besar. Tema pertama ialah pemanfaatan film sebagai alat propaganda. Tema ini penting terutama dalam kaitannya dengan upaya pencapaian tujuan nasional dan masyarakat. Hal tersebut berkenaan dengan pandangan yang menilai bahwa film memiliki jangkauan, realisme, pengaruh emosional dan popularitas yang hebat. Salah satu film yang sukses menjadi alat propaganda berjudul G 30 S/PKI yang menceritakan tentang kudeta tahun 1965. Kedua tema yang lain dalam sejarah film ialah munculnya beberapa aliran seni film dan lahirnya film dokumentasi sosial. Kedua kecenderungan tersebut merupakan suatu penyimpangan dalam pengertian bahwa keduanya hanya menjangkau minoritas penduduk dan berorientasi ke realisme. Terlepas dari hal itu keduanya mempunyai kaitan dengan tema “film sebagai alat propaganda” (McQuail, 1994: 14).
2.1.2.b Struktur Film Ada beberapa unsur dalam suatu film yang membentuk suatu kesatuan sehingga menjadi satu film yang utuh, unsur-unsur tersebut adalah: 1.
2.
Shot Shot adalah proses potretnya sebuah subyek, saat tombol kamera dipijit dan dilepaskan, sebagaimana yang ditentukan dalam skenario dengan durasi bebas. Satu shot berakhir ketika tombol kamera dilepas. Scene Scene adalah kumpulan shot dalam suatu lokasi penting. Meskipun di dalam film tersebut ada shot di lebih dari satu lokasi tetap disebut satu scene, dengan catatan shot dan ceritanya masih berkesinambungan.
Universitas Sumatera Utara
28
3.
Sequence Sequence adalah kumpulan dari scene. Sequence bisa mengandung satu atau lebih scene. Dalam satu sequence bisa mengandung berbagai lokasi, asalkan scene tersebut masih berkesinambungan. Sequence berakhir ketika ada pergantian karakter atau cerita yang sudah tidak berkesinambungan (http://ceaefilm.blogspot.com/2012/10/ struktur-film.html)
Shot dalam adegan direkam dalam beberapa detik. Dalam sebuah shot biasanya terjadi dialog antar pemeran. Kumpulan beberapa shot menjadi sebuah scene. Scene menceritakan beberapa shot secara berkesinambungan sehingga menjadi sebuah cerita. Beberapa buah scene menghasilkan sequence. Dalam penelitian ini shot, scene dan sequence tidak tergantung pada lokasi melainkan kesinambungan dari cerita. 2.1.2c Karakteristik Film Faktor-faktor yang dapat menunjukkan karakteristik film adalah layar lebar, pengambilan gambar, konsentrasi penuh dan identifikasi psikologis yaitu: 1.
2.
Layar yang luas/ lebar Film dan televisi sama-sama menggunakan layar, namun kelebihan media film adalah layarnya yang berukuran luas. Apalagi dengan adanya kemajuan teknologi, layar film di bioskop-bioskop pada umumnya sudah tiga dimensi, sehingga penonton seolah-olah melihat kejadian nyata dan tidak berjarak. Pengambilan gambar Sebagai konsekuensi layar lebar, maka pengambilan gambar atau shot dalam film bioskop memungkinkan dari jarak jauh atau extream long shot, dan panoramic shot, yakni pengambilan pemandangan menyeluruh. Shot tersebut dipakai untuk memberi kesan artistik dan suasana yang sesungguhnya, sehingga film menjadi lebih menarik. Disamping itu, melalui panoramic shot, kita sebagai penonton dapat memperoleh sedikit gambaran, bahkan mungkin gambaran yang cukup tentang daerah tertentu yang dijadikan lokasi film sekalipun kita belum pernah berkunjung ke tempat tersebut.
Universitas Sumatera Utara
29
3. Konsentrasi penuh Dari pengalaman kita masing-masing, disaat kita menonton film di bioskop, bila tempat duduk sudah penuh atau waktu main sudah tiba, pintu-pintu ditutup, lampu dimatikan, nampak di depan kita layar luas dengan gambar-gambar cerita film tersebut. 4. Identifikasi psikologis Suasana di gedung bioskop telah membuat penghayatan kita semakin mendalam dan seringkali secara tidak sadar kita mengidentifikasikan pribadi kita dengan salah seorang pemeran dalam film itu, seolah-olah kitalah yang sedang berperan. Gejala ini menurut ilmu jiwa sosial disebut sebagai identifikasi psikologis (Ardianto & Erdinaya, 2005: 136). Menonton film di bioskop menghadirkan nuansa berbeda tentang sebuah film. Film bioskop tidak hanya ditayangkan pada layar yang lebih besar, namun bioskop juga menghadirkan pengalaman berbeda dalam film. Gedung bioskop memberi ruang sosial bagi penonton, penonton datang dan berinteraksi dengan banyak orang yang memiliki tujuan yang sama yakni menikmati film. Suasana gedung bioskop menghasilkan konsentrasi penuh terhadap film, suara dan layar ditampilkan dengan apik.
2.1.3 Kekerasan Menurut Wignyosoebroto (1997) kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah orang yang berposisi kuat atau yang tengah merasa kuat terhadap seseorang atau sejumlah orang yang berposisi lebih lemah atau yang tengah dipandang berada dalam keadaan lebih lemah, berdasarkan kekuatan fisiknya yang superior, dengan kesenjangan untuk dapat ditimbulkannya rasa derita di pihak yang tengah menjadi objek kekerasan itu. Namun, tak jarang pula tindak kekerasan ini terjadi sebagai bagian dari tindakan manusia untuk tak lain daripada melampiaskan rasa amarah yang sudah tak tertahan lagi olehnya. Menurut Santoso (2002: 24) kekerasan juga bisa diartikan dengan serangan memukul (assault and battery) merupakan kategori hukum yang mengacu pada tindakan ilegal yang melibatkan ancaman dan aplikasi aktual kekuatan fisik kepada orang lain. Serangan dengan memukul dan pembunuhan
Universitas Sumatera Utara
30
secara resmi dipandang sebagai tindakan individu meskipun tindakan tersebut dipengaruhi oleh tindakan kolektif. Jadi, tindakan individu-individu ini terjadi dalam konteks suatu kelompok, sebagaimana kekerasan kolektif. Kekerasan kolektif muncul dari situasi konkrit yang sebelumnya didahului oleh sharing gagasan, nilai, tujuan dan masalah bersama dalam periode waktu yang lebih lama. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kekerasan merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang merasa dirinya kuat kepada seseorang atau sekelompok orang yang dianggapnya lemah, dimana dapat dilakukan dengan cara memukul, membacok dan menyiksa (http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2196538-pengertiankekerasan). Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut World Health Organization (2000), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan. Dilihat dari bentuknya, ada dua jenis kekerasan yang sering terjadi yaitu: 1) kekerasan fisik dan 2) kekerasan psikologis. Dalam kekerasan fisik tubuh manusia disakiti secara jasmani berupa siksaan, penganiayaan, hingga pembunuhan. Sedang kekerasan secara psikologis mewujud dalam bentuk pengurangan kemampuan mental atau otak (rohani) karena perlakuan-perlakuan repsesif tertentu, misalnya ancaman, indoktrinasi dan sebagainya. Dililhat dari efeknya, kekerasan berpengaruh secara posistif atau negatif ini tampak dalam mekanisme reward-punishment. Dalam sistem imbalan dan hukuman ini terdapat pengendalian secara manipulative dari si pemberi imbalan terhadap kebebasan si penerima. Kekerasan (violence) berasal dari bahasa Latin, violentus yang berarti kekuasaan atau berkuasa. Violentus adalah dalam prinsip dasar dalam hukum publik dan privat Romawi yang merupakan sebuah ekspresi, baik yang dilakukan secara fisik ataupun secara verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang umumnya berkaitan Universitas Sumatera Utara
31
dengan kewenangannya, yakni bila diterjemahkan secara bebas dapat diartikan bahwa semua kewenangan tanpa mengindahkan keabsahan penggunaan atau tindakan kesewenang-wenangan (http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan) 2.1.4 Studi Tayangan Kekerasan Perkembangan aliran kritis dalam kajian ilmu komunikasi berpendapat bahwa media tidak lagi berpengaruh penuh terhadap penontonnya. Aliran kritis ini banyak mengkritik hukum positif dalam ilmu komunikasi, dimana media berpengaruh penuh terhadap khalayak. Bagi banyak pemikir yakin bahwa efek media massa tidak lagi sekuat di era 1930 an, ketika bullet theory diyakini sebagai kebenaran. Namun tidak bagi pemikir kultivasi, mereka beranggapan bahwa efek media tidak secara langsung mempengaruhi penontonnya. Efek media tanpa disadari masuk ke dalam pikiran dan menjadi kebiasaan bagi penontonnya. Fenomena ini yang menjadi perhatian serius pemikir dampak tayangan media, khususnya dampak kekerasan media massa. Merebaknya unsur kekerasan dalam dunia hiburan, khususnya dalam tontonan televisi menarik perhatian Steinfeld (1973) yang menyatakan bahwa sepanjang sejarah pertelevisian, keprihatinan utamanya adalah kemungkinan dampak tayangan kekerasan di televisi. Analisis isi menunjukkan bahwa televisi menghidangkan menu tayangan kekerasan yang banyak sekali. Serangkaian angka menunjukkan bahwa menjelang usia 12 tahun, rata-rata anak telah akan menyaksikan 101.000 episode kekerasan di televisi, termasuk 13.400 kematian. Sejumlah hipotesis lain telah diajukan sehubungan dengan kemungkinan dampak tayangan kekerasan di televisi pada perilaku manusia. Salah satu hipotesis itu adalah hipotesis katarsis (catharsis hypothesis), yang menyatakan bahwa menyaksikan tayangan kekerasan di televisi menyebabkan pengurangan dorongan agresif melalui ekspresi perilaku bermusuhan yang dialami orang lain. Sedangkan beberapa hipotesis rangsangan (stimulation hypothesis) memprediksikan bahwa menyaksikan tayangan kekerasan menyebabkan peningkatan dalam perilaku agresif yang sesungguhnya. Salah satu hipotesis ini adalah hipotesis menirukan atau mencontoh (imitation or modeling hypotesis), yang menyatakan bahwa orang mempelajari perilaku agresif dari televisi dan kemudian mereproduksi perilaku itu (Severin & James, 2005: 338).
Universitas Sumatera Utara
32
Stimulation hypothesis menunjukkan gejala yang lebih dominan dari catharsis hypothesis. Peliputan berita tentang bentrok unjuk rasa tidak menyurutkan orang untuk tidak bertindak replicabel dari apa yang dilihatnya. Hampir setiap hari media massa menampilkan bentrokan dalam aksi unjuk rasa. Kondisi ini menjadi ‘pembenaran’ terhadap aksi kekerasan dalam menyampaikan pendapat. Sebuah hipotesis yang sedikit berbeda adalah hipotesis kehilangan kendali diri (disinhibition hypothesis) yang menyatakan bahwa televisi menurunkan rasa segan orang untuk berperilaku agresif terhadap orang lain. Apabila hipotesis ini benar, maka tayangan kekerasan di televisi mungkin mengajarkan norma umum bahwa kekerasan adalah cara yang dapat diterima untuk berhubungan dengan orang lain. Dalam ratusan penelitian yang menyelidiki dampak tayangan kekerasan di televisi, hanya sedikit yang mendukung hipotesis katarsis. Lebih banyak lagi penelitian mendukung dua hipotesis rangsangan yaitu menirukan dan kehilangan kendali diri. Salah satu yang paling jelas dari penelitian-penelitian ini adalah eksperimen Llewellyn Thomas (1963). Penelitian ini menemukan bukti bahwa para subjek yang melihat segmen film keras (adegan perkelahian dengan senjata) mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk meningkatkan tingkat setrum listrik yang akan mereka berikan pada orang lain daripada subjek yang melihat segmen film yang tidak melibatkan kekerasan (remaja yang terlibat dengan keterampilan). Penemuan ini mendukung hipotesis kehilangan kendali diri, karena jenis perilaku bermusuhan yang dilibatkan tidak sama dengan yang digambarkan dalam film (Severin & James, 2005: 339).
2.1.5
Teori Pembelajaran Sosial Bandura menyebutkan bahwa sebuah teori dari bidang psikologi yang
berguna dalam mempelajari dampak media massa adalah teori pembelajaran sosial (social learning theory) (Severin & James, 2005: 330-331). Teori yang menyatakan bahwa terjadi banyak pembelajaran melalui pengamatan pada perilaku orang lain. Teori ini terutama berharga dalam menganalisis kemungkinan dampak kekerasan yang ditayangkan di televisi, tetapi teori ini juga merupakan Universitas Sumatera Utara
33
teori pembelajaran umum yang dapat diaplikasikan pada bidang-bidang dampak media massa yang lain. Teori penguatan, salah satu rumusan awal teori pembelajaran, menyatakan bahwa pembelajaran terjadi ketika sebuah perilaku dikuatkan dengan suatu penghargaan.
Seandainya
ini
merupakan
satu-satunya
cara
terjadinya
pembelajaran, orang akan mencoba sendiri segala jenis perilaku dan kemudian menjaga perilaku yang dihargai dan meninggalkan perilaku yang menyebabkan hukuman. Teori pembelajaran sosial mengakui bahwa orang mungkin menghindari pendekatan pembelajaran yang tidak efisien ini dan mungkin memperoleh suatu perilaku hanya dengan pengamatan dan menyimpan pengamatan itu sebagai petunjuk untuk perilaku kedepan. Teori pembelajaran sosial mengakui bahwa manusia mampu menyadari atau berpikir dan bahwa mereka dapat mengambil manfaat dari pengamatan dan pengalaman. Teori pembelajaran sosial mengakui bahwa banyak pembelajaran manusia terjadi dengan menyaksikan orang lain yang menampilkan perilaku yang beraneka ragam. Teori Bandura berdasarkan tiga asumsi, yaitu: 1. Bahwa individu melakukan pembelajaran dengan meniru apa yang ada di lingkungannya, terutama perilaku-perilaku orang lain. 2. Terdapat hubungan yang erat antara proses belajar dengan lingkungannya. Pembelajaran terjadi dalam keterkaitan antara tiga pihak yaitu lingkungan, perilaku dan faktor-faktor pribadi. 3. Bahwa hasil pembelajaran adalah berupa kode perilaku visual dan verbal yang diwujudkan dalam lingkungan sehari-hari (Syah, 2003: 216) Perilaku orang lain yang ditiru disebut sebagai perilaku model atau perilaku contoh. Apabila peniruan memperoleh penguatan, maka perilaku yang ditiru akan menjadi perilaku dirinya. Proses pembelajaran sosial menurut proses kognitif individu dan kecakapan dalam membuat keputusan sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan pada saat itu, perilaku yang menjadi nilai dalam diri dan faktor-faktor pengalaman lain yang saling berkaitan. Teori ini juga meyakini bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang secara kebetulan; lingkungan itu sering kali dipilih dan diubah orang tersebut melalui perilakunya. Universitas Sumatera Utara
34
Bandura (1994) menyatakan bahwa banyak dari dampak media massa mungkin terjadi melalui proses pembelajaran sosial. Pembelajaran sosial terutama efektif dengan media massa seperti televisi, dimana mendapatkan kekuatan yang berlipat ganda dari model tunggal yang mengirimkan cara-cara berpikir dan berperilaku baru bagi banyak orang di lokasi yang berlainan (Severin & James, 2005: 330-331). Menurut Bandura, sebagaimana dikutip oleh (Kard,1997: 14) ada dua jenis pembelajaran
melalui
pengamatan
(observational
learning).
Pertama,
pembelajaran sosial melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami oleh orang lain atau vicarious conditioning. Contohnya, seorang pelajar melihat temannya dipuji atau ditegur oleh gurunya karena perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami orang lain atau (vicarious reinforcement). Kedua, pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku suatu model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan atau pelemahan pada saat pengamat itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan secara langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model.
2.2
Kerangka Konsep Dalam penelitian, seorang peneliti menggunakan istilah yang khusus untuk
menggambarkan secara tepat fenomena yang ditelitinya. Inilah yang disebut konsep, yakni istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep, peneliti diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu dengan yang lainnya (Singarimbun,2011: 32). Merujuk pada Budd, Thorp dan Donohew (1971), desain proses penelitian analisis isi dapat dilihat dari bagan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
35
SOURCE
MESSAGE
CHANNEL
RECEIVER
Kekerasan Fisik CONTENT ANALYSIS
Kekerasan Psikologis
Gambar 2.1 Model Teoritis (Birowo, 2004: 129 dan dimodifikasi oleh penulis) 2.2.1
Defenisi Konseptual Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Peneliti meneliti tampilan
kekerasan dalam Film The Raid: Redemption. Tampilan kekerasan tersebut akan dibentuk dalam potongan gambar yang akan dikaji menjadi objek penelitian. Definisi konseptual merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak dari kejadian-kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu (Effendi, 1989: 33). Definisi konseptual dalam penelitian ini adalah: a.
b.
c.
d.
Adegan adalah penghadiran tokoh pada suatu pertunjukan yang disertai dengan penggunaan karakter sifat dan sikap (Kamus Umum Bahasa Indonesia: 16). Kekerasan adalah perilaku tidak layak yang menyebabkan kerugian atau bahaya secara fisik, psikologis atau finansial baik yang dialami individu maupun kelompok (Huraerah, 2007: 47). Kekerasan fisik adalah perilaku kekerasan yang menimbulkan rasa sakit dan ditujukan pada organ fisik yang dilakukan secara kolektif atau individu baik yang dilakukan dengan menggunakan alat maupun bagian anggota tubuh. Kekerasan psikologis adalah kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap mental korban dengan cara berteriak-teriak, menyumpah, mengancam, merendahkan, mengatur, melecehkan, menguntut dan memata-mata dan tindakan-tindakan lain yang menumbulkan rasa takut (termasuk yang diarahkan kepada orang-orang dekat korban, misalnya keluarga, anak, suami, teman dekat, dan lain sebagainya). Universitas Sumatera Utara
36
Kekerasan dalam adegan film The Raid: Redemption adalah fokus utama dalam penelitian ini. Kekerasan merupakan tindakan merugikan orang lain, menyakiti baik secara fisik maupun psikologis. Kekerasan fisik menimbulkan rasa sakit inderawi ditujukan menyakiti anggota tubuh. Sementara kekerasan psikologis menimbulkan rasa sakit di dalam jiwa orang lain. Individu yang menjadi korban kekerasan psikologis tidak merasakan sakit pada organ tubuh melainkan pada jiwanya.
2.3
Defenisi Operasional Merupakan unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya
untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 2011: 46). Definisi operasional merupakan cara penulisan taktis agar konsep bisa berhubungan dengan praktek, kenyataan dan fakta. Definisi operasional dalam penelitian ini mencakup bentuk dari perilakuperilaku kekerasan fisik dan psikologis. a. Kekerasan fisik adalah kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban dengan berbagai cara, antara lain : -
Memukul adalah tindakan menyakiti tubuh dengan menggunakan kepalan tangan atau menggunakan benda-benda kasar/berat/tumpul seperti kayu, tongkat, besi dan benda-benda sejenisnya.
-
Menampar adalah tindakan menyakiti tubuh yang secara langsung dilakukan dengan menggunakan telapak tangan kepada wajah seseorang.
-
Mencekik adalah tindak kekerasan yang dilakukan dengan cara meremas
leher
seseorang
atau
makhluk
hidup
dengan
menggunakan tangan. -
Menendang adalah tindakan yang dilakukan seseorang melalui ayunan kaki yang di ayunkan dengan keras kearah tubuh makhluk hidup.
Universitas Sumatera Utara
37
-
Melempar barang ke tubuh adalah tindakan melempari bendabenda kasar/tajam contohnya kayu, batu, pisau, kaleng dan sejenisnya kearah organ tubuh dimana terdapat jarak antara objek satu dengan objek yang lain dalam tindakannya.
-
Melukai dengan tangan kosong atau dengan alat/senjata adalah tindakan yang dilakukan dengan cara menancapkan benda runcing atau benda tajam ke dalam tubuh makhluk hidup.
-
Menganiaya adalah bentuk kekerasan yang dilakukan kepada makhluk hidup ketika mereka berada dalam posisi lemah namun tetap dilakukan suatu tindak kekerasan dengan tujuan untuk kepuasan individu atau kelompok.
-
Dan membunuh adalah tindakan yang dilakukan seseorang yang mengakibatkan hilangnya nyawa mahkluk hidup (Wijaya, 2011: 28-30).
b. Kekerasan psikologis adalah kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap mental korban dengan cara berteriak-teriak, menyumpah, mengancam, merendahkan, mengatur, melecehkan, menguntit dan memata-mata dan tindakan-tindakan lain yang menimbulkan rasa takut (termasuk yang diarahkan kepada orang-orang dekat korban, misalnya keluarga, anak, suami, teman dekat, dan lain sebagainya) -
Berteriak-teriak adalah berseru dengan suara keras berkali-kali.
-
Menyumpah adalah mengeluarkan kata-kata kotor (kutuk dan sebagainya).
-
Mengancam adalah menyatakan maksud (niat, rencana) untuk melakukan sesuatu yang merugikan, menyulitkan, menyusahkan atau mencelakakan pihak lain.
-
Merendahkan adalah memandang rendah (hina) orang lain; menghinakan.
-
Mengatur adalah membuat (menyusun) sesuatu menjadi teratur (rapi); menata menjadi sesuai yang kita inginkan.
-
Melecehkan
adalah
tindak
perkataan
berupa
meremehkan
kemampuan orang lain yang dilakukan secara tidak langsung yaitu Universitas Sumatera Utara
38
tidak dilakukan di depan orang yang bersangkutan bentuknya dapat berupa penertawaan dan senyuman sinis (lebih pada meragukan kemampuan atau kekuatan seseorang. -
Menguntit adalah mengikuti terus-menerus.
-
Dan tindakan memata-matai yang menimbulkan rasa takut adalah tindak perkataan yang menakut-nakuti dan menekan seseorang yang menimbulkan rasa khawatir dan rasa takut atas keselamatan diri sendiri maupun orang lain (kerabat) (Wijaya, 2011: 28-30).
Universitas Sumatera Utara