BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Infeksi nosokomial atau hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat klien ketika klien tersebut masuk rumah sakit atau pernah dirawat di rumah sakit (Iskandar, 2001). Menurut Wahyono ( 2004) suatu infeksi dikatakan didapat di rumah sakit jika : a. Pada waktu pasien mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tandatanda klinis. b. Pada waktu pasien dirawat di rumah sakit tidak sedang dalam inkubasi dari infeksi tersebut. c. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya. d. Tanda-tanda klinis dari infeksi tersebut dapat timbul sekurangkurangnya 3 X 24 jam setelah perawatan. e. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi, dan terbukti infeksi tersebut didapat pasien ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial .
7
8
2. Sumber infeksi nosokomial Iskandar (2001) berpendapat bahwa sumber infeksi nosokomial pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu : a. Animate (yang bernyawa) Ditubuh manusia terdapat kuman yang hidup sebagai flora normal. Apabila terjadi perubahan keadaan, kuman biasanya menjadi patogen bagi individu sendiri maupun bagi orang lain. Selain manusia yang merupakan carrier sehat, terdapat mahkluk yang bernyawa lainnya yang dapat menjadi sumber infeksi nosokomial. b. Inanimate (benda tidak bernyawa) Selain benda bernyawa, benda mati yang kering (udara, debu) benda cair atau lembab (air cucian tangan, desinfektan, handuk) dan lingkungan bebas juga dapat menjadi
sumber infeksi nosokomial
(Depkes RI, 2001). 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi nosokomial Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi proses infeksi, yang saling berkaitan erat dan disebut mata rantai infeksi. Susan c, (2001) berpendapat bahwa mata rantai infeksi tersebut adalah a. Agent yaitu adanya mikroba yang infeksius. b. Reservoir (penampung) yaitu tempat bagi mikroba untuk berkembang biak.
9
c. Portal of exit (pintu keluar) misalnya saluran nafas, pencernaan, urogenital. d. Means of transmission (cara penularan) misalnya melalui udara, kontak vector atau alat. e. Portal of Entry (pintu masuk) misalnya kulit dinding mukosa, urogenital, dan saluran pencernaan. f. Host (penerima) misalnya pertahanan tubuh. 4. Cara penyebaran infeksi nosokomial Menurut Smeltzer (2001) ada beberapa cara penyebaran infeksi nosokomial yaitu: a. Self infection (auto infeksi) Yaitu penularan infeksi melalui pasien itu sendiri dengan kuman penyebabnya berasal dari pasien itu sendiri (endogenus floral) bisa melalui benda yang dipakai seperti pakaian, selimut, atau gesekan tangan sendiri atau orang lain. b. Cross infection (infeksi silang) Yaitu kejadian infeksi nosokomial yang disebabkan oleh kuman dari pasien sebagai sumber infeksi kepada pasien lain di rumah sakit, baik secara langsung maupun tidak langsung.
10
c. Environtment infection (infeksi lingkungan) Yaitu kejadian infeksi nosokomial yang kuman penyebabnya berasal dari benda atau bahan yang tidak bernyawa di lingkungan rumah sakit. 5. Diagnosa klinis infeksi nosokomial. Secara klinis diagnosis infeksi nosokomial bisa ditentukan dengan adanya gejala-gejala infeksi pada hari ke tiga masa perawatan pasien di rumah sakit (Wahyono, 2004). Gejala klinis tersebut meliputi : panas lebih dari 38 derajat Celcius, hipotermi kurang dari 36 derajat Celsius, diare, batuk, atau sesak nafas, sakit saat buang air kecil, infeksi kulit, infeksi luka operasi, phlebitis, mastitis dan gejala sepsis (Depkes RI, 2001).
B.
Infeksi Saluran Kemih Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan adanya mutasi mikroorganisme pada saluran kemih (Wahyono, 2004; Depkes RI, 2001). Wahyono (2004) berpendapat bahwa ISK dibedakan menjadi : 1. Infeksi saluran kemih simptomatik Infeksi saluran kemih simptomatik harus memenuhi kriteria-kriteria berikut ini (Depkes RI, 2001). Kriteria 1
: Apabila didapatkan paling sedikit satu dari tanda dan gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya, yang meliputi : Demam
11 lebih dari 380 Celcius, nikuria, polakisuria, disuria, nyeri supra pubik dan biakan urin porsi tengah (mid stream) >105 kuman per ml urin dengan jenis kuman tidak lebih dari 2 spesies Kriteria 2
: Apabila ditemukan paling sedikit dua dari tanda dan gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya, yang meliputi: demam lebih dari 380 Celcius, nikuria, polakisuria, disuria, nyeri supra pubik. Dan salah satu dari hal-hal berikut ini: Piuria (terdapat lebih dari10 leukosit per ml atau terdapat lebih dari 3 lekosit per Lapang Pandang Besar dari urin yang tidak dipusingkan, diagnosa ISK oleh dokter yang menangani dan telah mendapat pengobatan anti mikroba yang sesuai oleh dokter yang menangani.
2. ISK bakteria asimptomatik ISK bakteria asimptomatik harus memenuhi paling sedikit kriteria berikut ini (Wahyono, 2001; Depkes RI, 2001). a. Pasien pernah memakai kateter dalam waktu 7 hari sebelum biakan urin lebih dari 10 kuman per ml urin dengan jenis kuman maksimum 2 spesies tanpa ada gejala-gejala: demam, suhu lebih dari 380 Celcicus, polakisuri, nikuria, disuria, dan nyeri supra pubik. b. Pada pasien tanpa kateter kandung kemih menetap pada 7 hari sebelum biakan pertama dari biakan urin 2 kali berturut-turut ditemukan tidak
12
lebih dari 2 jenis kuman yang sama dengan jumlah lebih dari 10 per ml tanpa ada gejala atau keluhan, demam, polakisuria, nikuria, disuria, nyeri suprapubik. 3. Infeksi saluran kemih lain ISK lain harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini (Depkes RI, 2001). Kriteria 1
: Apabila ditemukan kuman yang tumbuh dari biakan cairan bukan
urin atau jaringan yang diambil dari lokasi yang
dicurigai terinfeksi. Kriteria 2
: Apabila adanya abses atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat
baik
secara
pemerikasaan
langsung,
selama
pembedahan atau melalui pemerikasaan histopatologis. Kriteria 3
: Apabila terdapat dua dari tanda-tanda berikut: demam (380C), nyeri suprapubik, nyeri tekan pada daerah yang dicurigai terinfeksi dan paling sedikit satu dari berikut ini:
a. Keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang dicurigai terinfeksi. b. Ditemukan kuman pada biakan darah yang sesuai dengan tempat yang dicurigai. c. Pemeriksaan radiology, maisalnya USG, CT Scan, MRI, untuk melihat tgambaran infeksi. d. Didiagnosa infeksi oleh dokter yang menangani.
13
e. Dokter yang menangani memberikan pengobatan anti mikroba yang sesuai. C.
Kateterisasi dan faktor faktor yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter menetap. Kateterisasi adalah suatu tindakan untuk memasukkan selang nelaton kateter ke dalam kandung kemih secara menetap dengan tehnik aseptik (Perry & Potter, 2001). Sedangkan indikasi pemasangan kateter menurut Wahyono (2004) antara lain 1) Menghilangkan distensi kandung kemih. 2) Penatalaksanaan kandung kemih inkompeten. 3) Mendapatkan spesimen urin steril. 4) Sebagai pengkajian jumlah residu urin, bila kandung kemih tidak mampu untuk dikosongkan secara tuntas. Menurut Tessy (2001) faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih pada pasien yang terpasang kateter meliputi : 1) Usia. ISK dapat mengenai semua umur baik pada bayi, anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua. Namun pada bayi dan orang tua merupakan pasien yang berisiko tinggi karena daya tahan tubuh sangat rentan terhadap infeksi (Iskandar, 2001).
14
2) Jenis kelamin Dari kedua jenis kelamin wanita dan pria, ternyata lebih banyak wanita daripada pria dengan populasi antara 5-15%. Hal ini dipengaruhi oleh faktor anatomi, karena uretra wanita lebih pendek, dan terletak lebih dekat dengan anus. Sedangkan uretra laki-laki bermuara pada saluran kelenjar prostat dan secret prostat dikenal sebagai anti bakteri yang kuat (Tessy,2001). 3) Lama pemasangan Lama pemasangan sangat berpengaruh terhadap timbulnya ISK, hal ini dikarenakan kateter dapat menimbulkan terjadinya iritasi mukosa uretra dan sebagai pintu masuk mikroorganisme sehingga makin lama kateter yang dipasang menetap makin tinggi resikonya terjadi ISK.
D.
KERANGKA TEORI Katerisasi
Faktor pasien - usia - jenis kelamin - diagnosa
Skema 1
Faktor perawat - prosedur pemasangan - prosedur perawatan - lamanya terpasang
ISK
Faktor kateter - ukuran
Faktor lingkungan - kebersihan
: Kerangka teori tentang kejadian ISK pada pemasangan kateter (Iskandar, 2001; Depkes RI, 2001).
15
E.
KERANGKA KONSEP Variabel Independen
- Lamanya terpasang kateter - Jenis kelamin - Usia
Variabel Dependen
ISK pada katerisasi
pasien
Variabel Confounding : - Diagnosa medis - Ukuran kateter - Kebersihan ruangan - Prosedur pemasangan kateter - Prosedur perawatan kateter
Skema 2 : Kerangka konsep. Keterangan : : Area penelitian F.
Variabel Penelitian 1. Variabel bebas (independen variabel) Variabel bebas adalah variabel yang menentukan atau mempengaruhi variabel terikat (Nursalam & Pariani, 2001). Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah : a. Jenis kelamin b. Lama pemasangan kateter c. Usia
16
2. Variabel Terikat (dependen variabel) Variabel terikat adalah variabel yang kondisinya atau nilainya ditentukan atau dipengaruhi oleh variabel bebas (Sugiyono, 2003). Pada penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah infeksi saluran kemih
G.
HIPOTESA 1. Ada hubungan antara usia dengan kejadian ISK pada pasien yang terpasang kateter menetap. 2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian ISK pada pasien yang terpasang kateter menetap. 3. Ada hubungan antara lama pemasangan kateter dengan kejadian ISK pada pasien yang terpasang kateter menetap. 4. Ada pengaruh antara usia, jenis kelamin dan lama pemasangan kateter dengan kejadian ISK pada pasien yang terpasang kateter menetap.