BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Program Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Penulis menggunakan beberapa tinjauan pustaka terkait program keselamatan pasien di rumah sakit yang telah resmi diterbitkan oleh Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI dan Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Nasional. Penyelenggaraan program keselamatan pasien di rumah sakit sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/ MENKES/ PER/ VIII/ 2011, Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Buku panduan yang digunakan dalam praktek keselamatan pasien di rumah sakit saat ini telah terbit sejak tahun 2006 oleh KKP-RS Nasional dengan judul ”Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit”. Untuk pelaporan kejadian keselamatan pasien juga telah diterbitkan sejak tahun 2008 oleh KKP-RS Nasional dengan judul “Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien”. Adapun beberapa bagian yang perlu di jelaskan dalam bab ini adalah sebagai berikut: 2.1.1 Definisi keselamatan pasien di rumah sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Kementerian Kesehatan RI, 2009). Intervensi keselamatan pasien di rumah sakit adalah segala bentuk kegiatan yang dapat mengurangi kemungkinan kejadian yang tidak diharapkan yang dihasilkan akibat sistem pelayanan kesehatan rumah sakit, tidak hanya akibat tindakan dan prosedur aktif namun juga terkait pelayanan rumah sakit sederhana yang berhubungan dengan infeksi nosokomial (Ranji & Shojania, 2008).
Program keselamatan pasien (patient safety) adalah program yang bertujuan untuk lebih memperbaiki proses pelayanan, karena sebagian besar KTD dapat merupakan kesalahan dalam proses pelayanan yang sebetulnya dapat dicegah melalui rencana pelayanan yang komprehensif dengan melibatkan pasien berdasarkan hakhaknya (Departemen Kesehatan RI, 2006). Program keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit menerapkan asuhan pasien yang lebih aman, meliputi kegiatan pengkajian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko, implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko, pelaporan dan analisis kejadian, proses belajar dari kejadian, perencanaan tindak lanjut kejadian, serta strategi pencegahan terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Kementerian Kesehatan RI, 2011). 2.1.2 Standar keselamatan pasien di rumah sakit Standar keselamatan pasien uang diuraikan dalam bagian ini mengacu pada standar yang telah terbit sejak tahun 2006 oleh KKP-RS Nasional dengan judul ”Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit”. Standar tersebut terdiri dari tujuh standar, yaitu: 1. Hak pasien, 2. Mendidik pasien dan keluarga, 3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan, 4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien, 5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien, 6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien, dan 7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut:
2.1.2.1 Standar I. Hak pasien Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan. Kriteria dari standar I ini adalah: a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan. b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur, termasuk kemungkinan terjadinya KTD. 2.1.2.2 Standar II. Mendidik pasien dan keluarga Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriteria dari standar II ini adalah: Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat: a. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur. b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga. c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan. e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit. f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa. g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
2.1.2.3 Standar III. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan Rumah Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan. Kriteria dari standar III ini adalah sebagai berikut: a. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit. b. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar. c. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya. d. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif. 2.1.2.4 Standar IV. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien Rumah sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif kejadian tidak diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Kriteria dari standar IV ini adalah: a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-
faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”. b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan. c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua kejadian tidak diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi. d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin. 2.1.2.5 Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”. b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi Kejadian Tidak Diharapkan. c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien. d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien. e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
Kriteria dari standar V ini adalah sebagai berikut: a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien. b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis Kejadian yang memerlukan perhatian, mulai dari “Kejadian Nyaris Cedera” (Near Miss) sampai dengan “Kejadian Tidak Diharapkan’ (Adverse Event). c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien. d. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis. e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah (RCA) “Kejadian Nyaris Cedera” (Near Miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien mulai dilaksanakan. f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”. g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin. h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
i. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya. 2.1.2.6 Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas b. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien. Kriteria dari standar VI ini adalah sebagai berikut: a. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing. b. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden. c. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (team work) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien. 2.1.2.7 Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan pasien a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal. b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria dari standar VII ini adalah sebagai berikut: a. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien. b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada. 2.1.3 Langkah menuju keselamatan pasien di rumah sakit Mengacu kepada standar keselamatan pasien, maka rumah sakit harus merancang program keselamatan pasien dengan memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif setiap kejadian keselamatan pasien, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja staf. Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, ketentuan klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan ” Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit”. Berkaitan hal tersebut diatas maka perlu ada kejelasan perihal tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit sesuai dengan ”Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit” sebagai berikut: 2.1.3.1 Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien Langkah pertama ini dilakukan dengan menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil dalam segala aspek pelayanan rumah sakit. Langkah kongkrit penerapannya adalah sebagai berikut:
a. Bagi rumah sakit 1) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang mejabarkan apa yang harus dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-langkah pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan apa yang harus diberikan kepada staf, pasien dan keluarga 2) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan akuntabilitas individual bilamana ada insiden 3) Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit. 4) Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan pasien. b. Bagi unit/tim 1) Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara mengenai kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden 2) Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di rumah sakit anda untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat. 2.1.3.2 Pimpin dan dukung staf rumah sakit Langkah kedua ini dilakukan dengan membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien di rumah sakit. Langkah kongkrit penerapannya adalah sebagai berikut: a. Untuk rumah sakit 1) Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggung jawab atas Keselamatan Pasien 2) Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat diandalkan untuk menjadi ”penggerak” dalam gerakan Keselamatan Pasien
3) Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat Direksi/Pimpinan maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit 4) Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf rumah sakit anda dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya. b. Untuk unit/tim: 1) Nominasikan ”penggerak” dalam tim anda sendiri untuk memimpin Gerakan Keselamatan Pasien 2) Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi mereka dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien 3) Tumbuhkan sikap kesatria yang menghargai pelaporan insiden. 2.1.3.3 Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko Langkah ketiga ini dilakukan dengan mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan asesmen hal yang potensial bermasalah. Langkah penerapan adalah sebagai berikut: a. Untuk rumah sakit 1) Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis dan non klinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan keselamatan pasien dan staf. 2) Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko yang dapat dimonitor oleh Direksi/Pimpinan rumah sakit. 3) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan kepedulian terhadap pasien.
b. Untuk unit/tim 1) Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu-isu keselamatan pasien guna memberikan umpan balik kepada manajemen yang terkait. 2) Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko rumah sakit. 3) Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptabilitas setiap risiko, dan ambillah langkah-langkah yang tepat untuk memperkecil risiko tersebut 4) Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit. 2.1.3.4 Kembangkan sistem pelaporan Langkah keempat ini dilakukan dengan memastikan staf agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/ insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS). Langkah penerapannya adalah sebagai berikut: a. Untuk rumah sakit Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke luar, yang harus dilaporkan ke KPP-RS. b. Untuk unit/tim Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif melaporkan setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran yang penting. 2.1.3.5 Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien Langkah kelima ini dilakukan dengan mengembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien. Langkah penerapannya yaitu sebagai berikut:
a. Untuk rumah sakit 1) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas menjabarkan cara-cara komunikasi terbuka tentang insiden dengan para pasien dan keluarganya 2) Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan jelas bilamana terjadi insiden 3) Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka kepada pasien dan keluarganya. b. Untuk unit/tim 1) Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan keluarganya bila telah terjadi insiden 2) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar secara tepat 3) Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien dan keluarganya. 2.1.3.6 Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien Langkah keenam ini dilakukan dengan mendorong staf anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul. Langkah penerapannya yaitu sebagai berikut: a. Untuk rumah sakit 1) Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab 2) Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas kriteria pelaksanaan analisis akar masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis lain, yang harus mencakup semua insiden yang telah terjadi dan minimum satu kali per tahun untuk proses risiko tinggi.
b. Untuk unit/tim 1) Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden 2) Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa depan dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas. 2.1.3.7 Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien Langkah ketujuh ini dilakukan dengan menggunakan informasi yang ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan. Langkah penerapannya yaitu sebaga berikut: a. Untuk rumah sakit 1) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk menentukan solusi setempat Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (struktur dan proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien. 2) Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan. 3) Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKP-RS. 4) Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden yang dilaporkan. b. Untuk unit/tim 1) Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman. 2) Telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda dan pastikan pelaksanaannya. 3) Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan.
Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang komprehensif untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara menyeluruh harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam pelaksanaan, tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Pilih langkahlangkah yang paling strategis dan paling mudah dilaksanakan di rumah sakit. Bila langkah-langkah ini berhasil maka kembangkan langkah-langkah yang belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini telah dilaksanakan dengan baik rumah sakit dapat menambah penggunaan metoda-metoda lainnya.
2.2 Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien di Rumah Sakit 2.2.1 Pengertian Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien, analisis dan solusi untuk pembelajaran (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Adapun beberapa definisi terkait pelaporan insiden keselamatan pasien di rumah sakit adalah sebagai berikut (Departemen Kesehatan RI, 2008b): a. Keselamatan atau safety adalah bebas dari bahaya (hazard) atau risiko. b. Keselamatan pasien atau patient safety adalah pasien bebas dari harm/ cedera yang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan terjadi (penyakit, cedera fisik /sosial / psikologis, cacad, kematian dan lain-lain), terkait dengan pelayanan kesehatan. c. Cedera atau harm adalah dampak yang terjadi akibat gangguan struktur atau penurunan fungsi tubuh dapat berupa fisik, sosial dan psikologis. Cedera atau harm terdiri dari: penyakit, trauma, penderitaan, cacad, dan kematian. Adapun masing-masing penjelasannya adalah sebagai berikut:
1) Penyakit/ desease merupakan disfungsi fisik atau psikis. 2) Trauma/ injury merupakan kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh agen atau keadaan. 3) Penderitaan/ suffering merupakan pengalaman atau gejala yang tidak menyenangkan termasuk nyeri, malaise, mual, muntah, depresi, agitasi dan ketakutan. 4) Cacad/ disability merupakan segala bentuk kerusakan struktur atau fungsi tubuh, keterbatasan aktifitas dan atau restriksi dalam pergaulan sosial berhubungan dengan cedera yang terjadi sebelumnya atau saat ini. d. Bahaya atau hazard adalah suatu “keadaan, perubahan atau tindakan” yang dapat meningkatkan risiko kepada pasien. Keadaan yang dimaksud adalah setiap faktor yang berhubungan atau mempengaruhi suatu peristiwa keselamatan pasien/ patient safety event, agent atau personal. Agen adalah substandi, obyek atau sistem yang menyebabkan perubahan. e. Insiden keselamatan pasien/ patient safety incident merupakan kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang tidak seharusnya terjadi (dapat dicegah). Adapun beberapa jenis insiden adalah sebagai berikut: 1) Kejadian tidak diharapkan (KTD)/ adverse event yaitu insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis. 2) Kejadian nyaris cedera (KNC)/ near miss merupakan suatu insiden yang tidak menyebabkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dapat terjadi karena: a) "keberuntungan" (misalnya pasien yang menerima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat). b) "pencegahan" (misalnya secara tidak sengaja pasien akan diberikan suatu obat dengan dosis lethal, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan). c) "peringanan" (misalnya pasien secara tidak sengaja telah diberikan suatu obat dengan dosis lethal, segera diketahui secara dini lalu diberikan antidotumnya, sehingga tidak menimbulkan cidera yang berarti). 2.2.2 Jenis Pelaporan Berdasarkan Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (2008), dalam kegiatan pencatatan dan pelaporan rumah sakit wajib untuk melakukan pencatatan dan pelaporan insiden yang meliputi kejadian tidak diharapkan (KTD), kejadian nyaris cedera (KNC) dan kejadian sentinel. Pelaporan insiden dilakukan secara internal dan eksternal. Pelaporan internal dilakukan dengan mekanisme/ alur pelaporan keselamatan pasien rumah sakit di lingkungan internal rumah sakit. Pelaporan eksternal dilakukan dengan pelaporan dari rumah sakit ke KKP-RS nasional. Dalam lingkup rumah sakit, unit kerjakeselamatan pasien rumah sakit melakukan pencatatan kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan kegiatan kepada Direktur rumah sakit. 2.2.3 Metode pelaporan Banyak metode yang digunakan mengidentifikasi resiko, salah satu caranya adalah dengan mengembangkan sistem pelaporan dan sistem analisis insiden keselamatan pasien. Sehingga, dapat dipastikan bahwa sistem pelaporan akan
mengajak semua orang dalam organisasi untuk peduli akan bahaya/potensi bahaya yang dapat terjadi kepada pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk memonitor upaya pencegahan terjadinya error sehingga diharapkan dapat mendorong dilakukannya investigasi selanjutnya. Beberapa ketentuan terkait pelaporan insiden sesuai dengan Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (2008) akan di jabarkan sebagai berikut: a. Insiden sangat penting dilaporkan karena akan menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali. b. Memulai pelaporan insiden dilakukan dengan membuat suatu sistem pelaporan insiden di rumah sakit meliputi kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan dan prosedur pelaporan yang harus disosialisasikan pada seluruh karyawan. c. Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi ataupun yang nyaris terjadi. d. Pelapor adalah siapa saja atau semua staf rumah sakit yang pertama menemukan kejadian atau yang terlibat dalam kejadian. e. Karyawan diberikan pelatihan mengenai sistem pelaporan insiden mulai dari maksud, tujuan dan manfaat laporan, alur pelaporan, bagaimana cara mengisi formulir laporan insiden, kapan harus melaporkan, pengertian-pengertian yang digunakan dalam sistem pelaporan dan cara menganalisa laporan. 2.2.4 Alur pelaporan Berdasarkan buku Pedoman Penyelenggaraan Keselamatan Pasien di RSUP Sanglah Denpasar yang diterbitkan tahun 2011, adapun alur pelaporan secara Internal dan Eksternal adalah sebagai berikut (RSUP Sanglah Denpasar, 2011):
a. Pelaporan internal Adapun alur pelaporan secara internal yang dilaksanakan di RSUP Sanglah denpasar sejak tahun 2011 adalah sebagai berikut: 1) Apabila terjadi suatu insiden (KNC/ KTD) di rumah sakit, wajib segera ditindaklanjuti (dicegah/ ditangani) untuk mengurangi dampak/ akibat yang tidak diharapkan oleh pihak yang terkait. 2) Setelah ditindak Ianjuti, segera dibuat laporan insiden dengan mengisi formulir laporan insiden pada akhir jam kerja/ shift yang ditujukan kepada atasan langsung (paling lambat 2 x 24 jam). Pelaporan insiden tidak boleh ditunda terlalu lama. 3) Setelah selesai mengisi format laporan, segera serahkan kepada atasan langsung pelapor. Atasan langsung disepakati sesuai keputusan manajemen, yaitu: supervisor/ kepala unit/ kepala instalasi/ kepala bagian/ Kepala SMF/ ketua komite medis. 4) Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading resiko terhadap insiden yang dilaporkan. 5) Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa yang akan dilakukan sebagai berikut: a) Grade biru: Investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu maksimal 1 minggu. b) Grade hijau: Investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu maksimal 2 minggu. c) Grade kuning: Investigasi komprehensif/ analisis akar masalah /RCA oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari. d) Grade merah: Investigasi komprehensif/ analisis akar masalah / RCA oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari.
6) Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi dan laporan insiden dilaporkan ke Tim KP di RS. 7) Tim KP di RS akan menganalisa kembali hasil Investigasi dan Laporan insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan (RCA) dengan melakukan re-grading. 8) Untuk grade kuning/ merah, Tim KP di RS akan melakukan analisis akar masalah/ RCA. 9) Setelah melakukan RCA, Tim KP di RS akan membuat laporan dan rekomendasi untuk perbaikan serta “pembelajaran” berupa petunjuk ”safety alert” untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali. 10) Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Direksi. 11) Rekomendasi untuk “perbaikan dan pembelajaran” diberikan umpan balik kepada unit kerja terkait. 12) Unit Kerja membuat analisis dan trend kejadian di satuan kerjanya masing masing. 13) Monitoring dan evaluasi perbaikan oleh tim KP di RS. b. Pelaporan eksternal Adapun pelaporan eksternal yang dilaksanakan setelah proses pelaporan internal adalah sebagai berikut: 1) Laporan hasil investigasi sederhana/ analisis akar masalah/ RCA yang terjadi pada pasien dilaporkan oleh Tim KP di RS (Internal)/ Pimpinan RS ke KKP-RS nasional dengan mengisi formulir laporan insiden keselamatan pasien. 2) Laporan dikirim ke KKP-RS lewat POS atau KURIR ke alamat: Sekretariat KPPRS d/a Kantor Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) Jalan Boulevard Artha
Gading Blokn A-7A No 28, Kelapa Gading-Jakarta Utara 14240, Telp.(021) 45845303/304. 2.2.5 Grading risiko insiden keselamatan pasien Pada saat melaporkan sebuah kejadian keselamatan pasien diperlukan prosedur analisis grading risiko kejadian keselamatan pasien untuk menetukan tindak lanjut dari sebuah insiden yang telah terjadi terkait bentuk investigasi insiden (RSUP Sanglah Denpasar, 2011). Penilaian matriks risiko adalah suatu metode analisis kualitatif untuk menentukan derajat risiko suatu insiden berdasarkan dampak dan probabilitasnya. Penilaian dampak/ akibat (concequences) suatu insiden adalah seberapa berat akibat yang dialami pasien mulai dan tidak ada cedera sampai meninggal (tabel 2.1). Penilaian tingkat probabilitas/ frekuensi (likelihood) risiko adalah seberapa seringnya insiden tersebut terjadi (tabel 2.2).
Tabel 2.1 Penilaian Dampak/ Akibat (Concequences) Suatu Insiden Grade Deskripsi Keterangan Deskripsi 1
Insignificant Tidak ada cedera
2
Minor
a. Cedera ringan b. Dapat diatasi dengan pertolongan pertama
3
Moderate
a. Cedera sedang b. Berkurangnya fungsi motorik / sensorik / psikologis atau intelektual secara reversibel
dan tidak berhubungan
dengan penyakit yang mendasarinya c. Setiap kasus yang memperpanjang perawatan 4
Major
a. Cedera luas / berat b. Kehilangan fungsi utama permanent (motorik,
sensorik,
psikologis, intelektual) / irreversibel, tidak berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya 5
Cathastropic Kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit yang mendasarinya
Tabel 2.2 Penilaian Tingkat Probabilitas/ Frekuensi (Likelihood) Suatu Insiden Grade Frekuensi Kejadian Aktual 1
Sangat Jarang
Dapat terjadi dalam lebih dari 5 tahun
2
Jarang
Dapat terjadi dalam 2 – 5 tahun
3
Mungkin
Dapat terjadi tiap 1 – 2 tahun
4
Sering
Dapat terjadi beberapa kali dalam setahun
5
Sangat Sering
Terjadi dalam minggu / bulan
Setelah nilai dampak dan probabilitas diketahui, dimasukkan dalam tabel matriks grading risiko untuk menghitung skor risiko dan mencari warna bands risiko. Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat warna yaitu: Biru, Hijau, Kuning dan Merah. Warna Bands akan menentukan investigasi yang akan dilakukan. Bands warna biru dan hijau akan mengarahkan tindak lanjut insiden dengan investigasi sederhana. Bands kuning dan merah suatu insiden harus dilakukan investigasi komprehensif /RCA (tabel 2.3).
Tabel 2.3 Matrik Grading Risiko (Bands Risiko) Dampak/ Concequences Frekuensi/ Insignificant Minor Moderate Major Likelihood 1 2 3 4 Sangat Sering Moderate Moderate High Extreme 5 Sering Moderate Moderate High Extreme 4 Mungkin Low Moderate High Extreme 3 Jarang Low Low Moderate High 2 Sangat jarang Low Low Moderate High 1
Catastropic 5 Extreme Extreme Extreme Extreme Extreme
2.2.6 Formulir laporan kejadian keselamatan pasien Proses pelaporan insiden keselamatan pasien menggunakan formulir khusus yang telah diterbitkan oleh KKP-RS Nasional (Departemen Kesehatan RI, 2008b). Formulir Laporan Insiden terdiri dan dua macam: a. Formulir laporan insiden internal: adalah formulir laporan yang dilaporkan ke Tim KP di RS dalam waktu maksimal 2 x 24 jam/ akhir jam kerja/ shift. Laporan berisi: data pasien, rincian kejadian, tindakan yangakan dilakukan saat terjadi insiden, akibat insiden, Pelapor dan penilaian grading. b. Formulir laporan insiden eksternal: adalah formulir laporan yang dilaporkan ke KKP-RS Nasional setelah dilakukan analisis dan investigasi.
2.3 Penilaian Budaya Keselamatan Pasien 2.3.1 Pengertian Budaya keselamatan pasien adalah kepercayaan, sikap dan nilai sebuah organisasi kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan berdasarkan struktur, praktek, peraturan dan kontrol keselamatan pasien. Budaya ini mencakup tiga komponen yaitu budaya kerja, budaya pelaporan (insiden) dan budaya belajar (Croll, Coburn, & Pearson, 2012). Budaya keselamatan pasien terfokus pada nilai, kepercayaan, dan asumsi staf terhadap iklim organisasi (pelayanan kesehatan) dalam peningkatan program keselamatan pasien (The Health Foundation, 2013). Budaya keselamatan pasien adalah produk dari nilai, sikap, persepsi, kompetensi, dan pola perilaku dari individu dan kelompok dalam sebuah organisasi (pelayanan kesehatan) yang menentukan komitmen, gaya dan kemahiran dalam manajemen keselamatan pasien. Organisasi (pelayanan kesehatan) yang memiliki
budaya keselamatan pasien yang cenderung positif dapat dilihat dari komunikasi saling percaya (mutual trust) antar komponen, dengan persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan, dan dengan keyakinan akan besarnya manfaat tindakan pencegahan (Agency for Healthcare Research and Quality, 2004). 2.3.2 Elemen budaya keselamatan pasien Berbagai definisi terkait buadaya keselamatan pasien mencakup banyak elemen umum dalam pelayanan kesehatan. Elemen budaya keselamatan pasien mengacu pada peningkatan kepercayaan dan perilaku dari staf dalam mengidentifikasi dan belajar dari kesalahan (Jones, Skinner, Xu, & Sun, 2007). Menurut The Institute Of Medicine (IOM) dalam Jones, Skinner, Xu, & Sun (2007), budaya keselamatan pasien membutuhkan tiga elemen penting yaitu: a. Kepercayaan, walaupun proses pelayanan kesehatan memiliki risiko yang tinggi, namun dirancang kegiatan yang dapat mencegah kesalahan. b. Komitmen, dari organisasi untuk mengidentifikasi dan belajar dari kesalahan c. Lingkungan kerja, kedisiplinan manajer yang dirasakan saat staf diketahui meningkatkan risiko cedera pasien dan keluarga. Budaya keselamatan dapat dilihat dari kehandalan rumah sakit yang memiliki karakteristik kompleks, proses pelayanan yang sangat berisiko namun dapat menekan angka insiden kesalahan. Rumah sakit yang dapat menyandang gelar handal/ mahir hanya jika dapat “bekerja sama” dengan kesalahan, peka terhadap staf yang dapat mempengaruhi proses pelayanan, memberikan kesempatan kepada orang-orang yang benar-benartahu proses untuk mengambil keputusan dan anti budaya menyalahkan pada saat terjadi kesalahan pada proses yang kompleks.
2.3.3 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi budaya keselamatan pasien Menurut Geller dalam Chooper (2000), tentang Total Safety Culture, menyebutkan bahwa ada tiga kelompok faktor yang dapat mempengaruhi budaya keselamatan pasien, yaitu sebagai berikut (Chooper, 2000): a. Faktor personal yaitu cenderung dari orang/ manusia yang bekerja dalam suatu orgaisasi rumah sakit. Faktor personal ini terdiri dari: 1) Pengetahuan 2) Sikap 3) Motivasi 4) Kompetensi 5) Kepribadian b. Faktor perilaku organisasi yaitu kondisi lingkungan kerja yang diukur dari segi organisasi pelayanan kesehatan secara umum. Faktor perilaku organisasi yaitu: 1) Kepemimpinan 2) Kewaspadaan Situasi 3) Komunikasi 4) Kerja Tim 5) Stress 6) Kelelahan 7) Kepemimpinan Tim 8) Pengambilan Keputusan
c. Faktor lingkungan merupakan pendukung proses pelayanan dalam organisasi kesehatan, yang terdiri dari: 1) Perlengkapan 2) Peralatan 3) Mesin 4) Kebersihan 5) Teknik 6) Standar prosedur operasional 2.3.4 Instrumen survey budaya keselamatan pasien Salah satu survey budaya keselamatan yang dikembangkan oleh Agency for Health Care Research and Quality (AHRQ) adalah The Hospital Survey on Patient Safety dengan 12 elemen yang dikembangkan sejak tahun 2004 untuk mengukur budaya keselamatan pasien dari perspektif staf. Adapun beberapa penjelasan terkait instrumen survey budaya keselamatan pasien adalah sebagai berikut: a. Responden Responden yang dapat mengisi instrumen survey budaya keselamatan pasien adalah seluruh jenis staf yang berada di pelayanan rumah sakit. Survey ini sangat cocok dilaksanakan pada: 1) Staf rumah sakit yang secara langsung bersentuhan dengan pasien (staf klinik seperti dokter, perawat, fisiotherapist. Staf non klinik seperti billing ruangan dan lain-lain). 2) Staf rumah sakit yang kemungkinan tidak bersentuhan langsung dengan pasien, namun pelayanannya dapat mempengaruhi pasien (staf farmasi, analis laboratorium, dan lain-lain) 3) Pimpinan, manajer dan petugas administrasi rumah sakit.
b. Dimensi pertanyaan Survey budaya keselamatan pasien terdiri dari 12 dimensi pertanyaan yang dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yang dituangkan kedalam 9 bagian pada kuesioner yang telah dilaksanakn uji validitas dan reliabilitas. Adapun penjelasannya sebagai berikut: 1) Kelompok outcome (hasil) yang terdiri dari dua dimensi pertanyaan, yaitu sebagai berikut: a) Keseluruhan persepsi tentang keselamatan pasien, merupakan pendapat secara subjektif kondisi keseluruhan budaya keseamatan pasin yang dirasakan saat ini ditempat kerjanya. Pendapat ini dituangkan kedalam angka satu sampai dengan 5, semakin besar angka yang dipilih maka persepsi tentang keselamatan pasien dinyatakn lebih baik. b) Frekuensi pelaporan kejadian/ insiden, merupakan jumlah nominal pelaporan insiden yang pernah dilaporkan yang diketahui oleh staf, dituangkan dengan angka 0 sampai dengan tak terhingga, dengan skoring 0 untuk 0 insiden, 1 untuk 1 insiden, 2 untuk 2 insiden, 3 untuk 3 insiden, 4 untuk 4 insiden, dan 5 untuk 5 insiden atau lebih. Hal ini akan membuktikan kesadaran akan insiden dan pelaporannya dalam unit masing-masing. 2) Kelompok budaya keselamatan yang terdiri dari 10 dimensi pertanyaan, yaitu sebagai berikut: a) Teamwork dalam unit b) Ekspektasi dan aksi pimpinan dalam mempromosikan keselamatan pasien c) Proses belajar organisasi, perbaikan berkelnjutan d) Dukungan manajemen rumah sakit dalam keselamatan pasien e) Umpan balik dan komunikasi kejadian kesalahan
f) Keterbukaan komunikasi g) Teamwork antar unit dalam rumah sakit h) Staffing i) Handoffs (serah terima) dan transisi j) Respon tidak menyalahkan terhadap kejadian kesalahan Adapun item soal dalam setiap dimensi pertanyaan dari survey budaya keselamatan pasien tersebut dijelaskan pada lampiran 5 (Instrumen Penelitian).
2.4 Penelitian Terdahulu Adapun penelitian terdahulu yang pernah dilakukan, terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 2.4 Daftar Penelitian Terdahulu No 1
Penelitian Terdahulu Peneliti
Ariyani
Institusi
Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang
Tahun
2009
Judul
Analisis
Pengetahuan
Dan
Motivasi
Perawat
Yang
Mempengaruhi Sikap Mendukung Penerapan Program Patient Safety Di Instalasi Perawatan Intensif RSUD DR Moewardi Surakarta Tahun 2008 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengetahuan
penelitian
dan motivasi perawat yang mempengaruhi sikap mendukung penerapan program patient safety.
Metode dan
Penelitian ini merupakan penelitian observasional, dengan
hasil
pendekatan rancangan penelitian cross sectional. Populasi
penelitian
penelitian adalah seluruh perawat pelaksana di Instalasi Perawatan Intensif RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Analisis statistik yang digunakan analisis bivariat dengan uji chi square dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik metode enter.
Hasil analisis diskriptif, sikap mendukung tinggi (76,3%), pengetahuan perawat baik (76,3%), motivasi perawat baik (71,1%). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan motivasi terhadap sikap mendukung penerapan program patient safety (p<0,05). Hasil analisis multivariat menunjukkan adanya pengaruh bersama- sama antara pengetahuan (p = 0,006, Exp B = 2,322), motivasi ( p = 0,020, Exp B = 2,093) terhadap sikap mendukung penerapan program patient safety di Instalasi Perawatan Intensif RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Saran dalam penelitian ini adalah menekankan pentingnya komunikasi antar shift
tentang
kondisi
pasien,
lebih
menertibkan
pendokumentasian asuhan keperawatan untuk menjamin informasi yang akurat, menyadarkan pentingnya cuci tangan untuk mencegah infeksi nosokomial. Dan untuk meningkatkan motivasi perlu ada pembeda penghargaan dari manajemen kepada perawat yang menerapkan program patient safety misalnya: penerimaan jasa pelayanan, peluang promosi jabatan dan kesempatan belajar kejenjang yang lebih tinggi (Ariyani, 2009). 2
Peneliti
Sri Danaswari Ayudyawardani
Institusi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Tahun
2012
Judul
Pengembangan Model Budaya Keselamatan Pasien Yang Sesuai Di Rumah Sakit Ibu Anak Tumbuh Kembang Cimanggis Tahun 2012
Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengembangkan model
penelitian
budaya keselamatan pasien yang sesuai di RSIA Tumbuh Kembang
Metode dan
Penelitian ini adalah gabungan antara studi kualitatif dan
hasil
kuantitatif. Penelitian kualitatif dilakukan dengan wawancara
penelitian
mendalam untuk mengetahui asumsi, nilai, dan keyakinan
pegawai terhadap keselamatan pasien sebagai dasar pemetaan budaya keselamatan pasien pegawai, sementara kuantitatif dilakukan dengan kuesioner untuk mengetahui gambaran faktor individu dan faktor organisasi pegawai. Dari 118 responden yang diteliti didapatkan 55,9% responden memiliki pengetahuan dan sikap yang baik, 52,5% responden memiliki motivasi baik, 57,6% responden memiliki tingkat kompetensi yang baik, 61% responden memiliki kewaspadaan situasi yang baik, 73,7% responden mengalami tingkat stress kerja yang rendah, 50,5% reponden menyatakan tingkat kelelahan yang dialami juga cukup baik. Untuk faktor organisasi diperoleh informasi 53,4% responden menyatakan kepemimpinan baik, 51,7%. Responden memandang kerja tim baik, 53,4% responden menyatakan kepemimpinan tim baik, dan 55,1% responden menyatakan pengambilan keputusuan sudah dilakukan dengan baik. Gambaran faktor lingkungan diperoleh melalui observasi dengan checklist. Semua informasi yang diperoleh akan dipergunakan sebagai bahan pertimbangan pengembangan model budaya keselamatan pasien yanng baru. Hasil temuan faktor individu, faktor organisasi, dan faktor lingkungan cukup mendukung
peneliti
untuk
mengembangkan
budaya
keselamatan pasien yang dapat menunjang terciptanya standar keselamatan pasien yang optimal. Usulan pengembangan budaya tersebut kemudian dipresentasikandidalam diskusi kelompok terarah untuk mengetahui respon pegawai dan manejemen serta sasaran yang hendak ditekankan melalui budaya
yang
baru.
Disepakati
bahwa
Safety,
Good
Communication, Team Work, Home Sweet Hospital, dan Better Everyday menjadi elemen kunci budaya keselamatan pasien yang baru
yang sesuai
(Ayudyawardani, 2012).
di
RSIA Tumbuh
Kembang
3
Peneliti
Bea, Pasinringi, & Noor
Institusi
Bagian
Manajemen
Rumah
Sakit,
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat, UNHAS, Makassar Tahun
2013
Judul
Gambaran Budaya Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Tahun 2013
Tujuan
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan tujuan
penelitian
untuk mengetahui Gambaran Budaya Keselamatan Pasien di RS Unhas.
Metode dan
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner
hasil
budaya keselamatan pasien diadaptasi dari kuesioner Hospital
penelitian
Survey on Patient Safety Culture dipublikasikan oleh The Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ) tahun 2004. Responden penelitian yaitu seluruh petugas di bidang pelayanan medik dan keperawatan, serta seluruh petugas di bidang pelayanan penunjang dan sarana medik di RS Unhas. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu teknik cluste random sampling dengan populasi 302 responden yang dijadikan sampel 204 responden. Data penelitian dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif dengan bantuan program. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya keselamatan pasien RS Unhas tergolong kuat dengan persentasi 71,57% (146 responden). Instalasi yang memiliki budaya keselamatan pasien sangat kuat terdapat pada instalasi kemotherapy sebesar 100%, sedangkan instalasi yang memiliki budaya keselamatan pasien yang sedang terdapat pada inslatasi Ambulance dan Evakuator sebesar 90,9%. Adapun dilihat berdasarkan dimensi maka sebagian besar dimensi budaya keselamatan pasien di RS Unhas tergolong tinggi dengan dimensi tertinggi terdapat pada dimensi kerjasama dalam unit sebesar 95,10%, sedangkan dimensi respon persepsi tentang keselamatan pasien tergolong sedang dengan persentasi
berturut-turut 51,47%, 76,47%, dan 56,86% (Bea, Pasinringi, & Noor, 2013). 4
Peneliti
Beginta
Institusi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Tahun
2012
Judul
Pengaruh Budaya Keselamatan Pasien, Gaya Kepemimpinan, Tim Kerja, Terhadap Persepsi Pelaporan Kesalahan Pelayanan oleh Perawat Di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum daerah Kabupaten Bekasi Tahun 2011
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur persepsi perawat
penelitian
pelaksana dalam melaporkan kesalahan pelayanan serta mencari hubungannya dengan budaya keselamatan pasien, gaya kepemimpinan, dan kerja tim.
Metode dan
Penelitian dirancang dengan disain cross sectional dengan
hasil
menggunakan kuesioner sebagai alat ukur. Pengambilan data
penelitian
dilakukan pada bulan November 2011.Responden merupakan keseluruhan perawat pelaksana di unit rawat inap RSUD Kab. Bekasi dan didapatkan 77 kuesioner yang dapat dianalisa. Data yang diperoleh dianalisa secara univariat dan multivariat dengan menggunakan metode component based structural equation modeling dengan aplikasi komputer SmartPLS. Hasil penelitian menunjukkan budaya keselamatan pasien, gaya kepemimpinan, kerja tim dan persepsi pelaporan kesalahan pelayanan oleh perawat dalam penilaian sedang. Didapatkan pula adanya pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung budaya keselamatan pasien, gaya kepemimpinan, dan kerja tim terhadap persepsi pelaporan kesalahan pelayanan oleh perawat. Total pengaruh sebesar 89%. Persamaan linier yang didapat dari penelitian ini adalah persepsi pelaporan kesalahan = 0,12, budaya keselamatan pasien + 0,30, kepemimpinan transaksional –0,22, kepemimpinan transformasional + 0,37, kerja tim + 0,26. Dari penelitian ini dapat disimpulkan perlunya peningkatan
faktor-faktor yang terbukti memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan pelaporan dapat menjadi dasar usaha perbaikan. Terdapat pula faktor-faktor lain yang tidak masuk dalam model penelitian ini yang mempengaruhi perawat dalam melaporkan kesalahan pelayanan yang masih perlu digali agar pelaporan kesalahan pelayanan di masa depan dapat meningkat (Beginta, 2012). 5
Peneliti
Sigit Kusuma Jati
Institusi
Fakultas Ekonomi Universitas Jember
Tahun
2013
Judul
Pengaruh Peningkatan Mutu Layanan Dan Fasilitas Fisik Terhadap Budaya Dan Insiden Keselamatan Pasien Di RS Paru Jember
Tujuan
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
menganalisis
pengaruh
penelitian
peningkatan mutu layanan dan fasilitas fisik terhadap budaya dan insiden keselamatan pasien.
Metode dan
Hasil studi menunjukkan bahwa peningkatan mutu layanan
hasil
secara langsung berpengaruh signifikan terhadap insiden
penelitian
keselamatan pasien akan tetapi peningkatan fasilitas fisik tidak berpengaruh secara langsung terhadap insiden keselamatan pasien, sedangkan budaya keselamatan pasien secara langsung berpengaruh signifikan terhadap insiden keselamatan pasien. Peningkatan mutu layanan dan fasilitas fisik secara tidak langsung berpengaruh signifikan terhadap insiden keselamatan pasien melalui budaya keselamatan pasien. Temuan ini mengimplikasikan bahwa peningkatan mutu layanan dan fasilitas fisik dapat berdampak mencegah insiden keselamatan pasien melalui budaya keselamatan pasien di RS Paru Jember (Jati, 2013).
6
Peneliti
Yully Harta Mustikawati
Institusi
Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Tahun
2011
Judul
Analisis Determinan Kejadian Nyaris Cedera Dan Kejadian Tidak Diharapkan Di Unit Perawatan Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta
Tujuan
Penelitian retrospektif ini bertujuan untuk mengidentifikasi
penelitian
faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Nyaris Cedera (KNC) dan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di Unit Perawatan Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta.
Metode dan
Pengumpulan data menggunakan data sekunder dari 95
hasil
dokumen laporan kejadian. Instrumen yang digunakan adalah
penelitian
kertas kerja yang dirancang sendiri oleh peneliti. Hasil penelitian didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara training dan edukasi, kompetensi, status kawin, tingkat pendidikan, kompleksitas pengobatan pasien, alur pekerjaan, kahadiran
dan
ketidakhadiran
staf,
peralatan,
tingkat
ketergantungan pasien, lokasi pelayanan terhadap KNC dan KTD (P=0.13-1.00). Variabel yang berhubungan dengan KNC dan KTD adalah masa kerja (P=0.03), umur perawat (P=0.04) dan umur pasien (P=0.02). Rekomendasi untuk rumah sakit dalam penerimaan perawat baru perlu dipertimbangkan faktor umur dan pengalaman kerja perawat saat melamar, pembuatan kebijakan penerimaan pasien baru sesuai umur pasien dan penempatan pasien beresiko mengalami cedera, pendampingan (perseptorship program) yang optimal untuk perawat dengan masa kerja yang baru (perawat dengan level novice) (Mustikawati, 2011). 7
Peneliti
Dhinamita Nivalinda, M.C. Inge Hartini, Agus Santoso
Institusi
Departemen DKKD PSIK FK Universitas Diponegoro
Tahun
2013
Judul
Pengaruh Motivasi Perawat Dan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruang Terhadap Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Oleh Perawat Pelaksana Pada Rumah Sakit Pemerintah Di Semarang
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi
penelitian
perawat dan gaya kepemimpinan kepala ruang terhadap penerapan budaya keselamatan pasien oleh perawat pelaksana di RS Pemerintah di Semarang.
Metode dan
Jenis
penelitian
kuantitatif
non
eksperimental
dengan
hasil
pendekatan cross sectional pada 105 responden menggunakan
penelitian
kuesioner. Analisis data dengan Product moment, regresi sederhana, regresi linier berganda. Hasil penelitian adalah ada pengaruh motivasi perawat terhadap penerapan budaya keselamatan pasien sebesar 10,3%, ada pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruang terhadap penerapan budaya keselamatan pasien sebesar 36,8%. Ada pengaruh secara bersama-sama antara motivasi perawat dan gaya kepemimpinan kepala ruang terhadap penerapan budaya keselamatan pasien sebesar 39,2%. Terdapat pengaruh antara motivasi perawat dan gaya kepemimpinan kepala ruang terhadap penerapan budaya keselamatan pasien oleh perawat pelaksana di RS Pemerintah di Semarang (Nivalinda, Hartini, & Santoso, 2013).
8
Peneliti
Devi Nurmalia
Institusi
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Tahun
2012
Judul
Pengaruh
Program
Mentoring
Keperawatan
Terhadap
Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Di Ruang Rawat Inap RS Islam Sultan Agung Semarang Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh program
penelitian
mentoring terhadap penerapan budaya keselamatan pasien di ruang rawat inap RS Islam Sultan Agung Semarang.
Metode dan
Metode penelitian ini menggunakan quasi experiment design:
hasil
pretest-posttest with control group design, sampel yang
penelitian
digunakan 90 perawat (45 pada kelompok intervensi dan 45 pada kelompok kontrol). Data dianalisis dengan menggunakan chi-square dan McNemar. Hasil menunjukkan terdapat
pengaruh antara penerapan budaya kelompok kontrol dengan kelompok intervensi sesudah progam mentoring (p= 0.056,?2= 4.5 ?= 0.1) dan RR 2.5. Penelitian ini merekomendasikan perlunya
pengembangan
metode
pengarahan
untuk
meningkatkan budaya keselamatan pasien (Nurmalia, 2012). 9
Peneliti
Agustina Pujilestari, Alimin Maidin, Rini Anggraeni
Institusi
Bagian
Manajemen
Rumah
Sakit,
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat, UNHAS, Makassar Tahun
2013
Judul
Gambaran Budaya Keselamatan Pasien Oleh Perawat Dalam Melaksanakan Pelayanan Di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Tahun 2013
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran budaya
penelitian
keselamatan pasien oleh perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.
Metode dan
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif.
hasil
Teknik pengambilan sampel mengunakan
penelitian
stratified random sampling. Responden pada penelitian ini
proportionate
berjumlah 75 perawat. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat. Alat analisis data yang digunakan adalah program SPSS 16.0. Hasil penelitian ini menunjukkan dari 75 responden, 37 reponden (49,3%) memiliki budaya keselamatan pasien rendah dan 38 responden (50,7%) memiliki budaya keselamatan pasien tinggi. Responden dengan budaya keselamatan rendah diantaranya terdapat 23 perawat (62,2%) dengan pelaksanaan pelayanan yang kurang baik dan 14 perawat (37,8%) dengan pelaksanaan pelayanan yang baik. Sementara responden dengan budaya keselamatan pasien yang tinggi seluruhnya (100%) telah melaksanakan pelayanan dengan baik. Peneliti menyarankan agar pihak rumah sakit mempertimbangkan mengevaluasi aspek- aspek yang dinilai dalam budaya keselamatan pasien. Hal ini dengan dasar pemikiran bahwa semakin tinggi tingkat
budaya keselamatan pasien oleh perawat akan berpengaruh pada tingkat pelaksanaan pelayanan dan akhirnya akan berdampak pada menurunnya angka KTD di rumah sakit (Pujilestari, Maidin, & Anggraeni, 2013). 10
Peneliti
Emma Rachmawati
Institusi
Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka
Tahun
2011
Judul
Model Pengukuran Budaya Keselamatan Pasien Di RS Muhammadiyah-Aisyiyah Tahun 2011
Tujuan
Studi ini bertujuan untuk membuat model pengukuran Budaya
penelitian
Keselamatan Pasien di RS Muhammadiyah-Aisyiyah (RSMA) dengan nilai psikometrik yang baik.
Metode dan
Kuesioner Budaya Keselamatan Pasien didistribusikan ke
hasil
seluruh pegawai di 5 RS Muhammadiyah-Aisyiyah, kecuali
penelitian
Direksi RS, di beberapa provinsi di Pulau Jawa, yang dilakukan selama bulan Januari-Juni 2011. Tingkat respon mencapai 1198 (79.8%) dan kuesioner yang bersih (no-missing data) adalah 936 (62.40%). Disain studi ini adalah cross sectional. Analisis model pengukuran dengan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dan Structural Equation Model (SEM) 2nd level. Melalui CFA diperoleh 4 faktor yang saling berhubungan secara bermakna untuk model pengukuran iklim keselamatan pasien, yaitu Kepemimpinan Transformasional (di tingkat direksi RS dengan 4 indikator), Kesadaran Individual (di tingkat Individu dengan 5 indikator), Kerjasama Tim (di Tingkat Unit Kerja dengan 3 indikatora): serta Budaya Keselamatan Pasien (di Tingkat Organisasi/RS dengan indikator. Nilai validitas setiap indikator baik (pada α=0.05: t>1,96 dan SLF>0,70) dan reliabilitas yang juga baik (CR=0.90>0.70, dan VE>0.50), serta Goodness of Fit (GoF) yang baik: nilai RMSEA=0.047<0.08 (close fit). Dengan model
ini
dapat
ditunjukkan
variasi
Kondisi
Budaya
Keselamatan Pasien di kelima RSMA. Kepemimpinan Transformasional paling berpengaruh positif langsung terhadap budaya keselamatan pasien dibanding kerjasama tim dan kesadaran individual.Semua variabel berhubungan secara bermakna secara statistik. Instrumen pengukuran budaya keselamatan pasien di RSMA mempunyai karakteristik psikometrik
yang
baik
dan
dapat
mengukur
serta
membandingkan kondisi budaya keselamatan pasien RSMA. Model ini dapat mendeteksi awal perhatian di setiap tingkatan yang ada di RS terhadap keselamatan pasien sehingga dapat dikembangkan
menjadi
rencana
intervensi
yang
lebih
komprehensif untuk memperbaiki budaya keselamatan pasien (Rachmawati, 2011). 11
Peneliti
Dwi Setiowati
Institusi
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Tahun
2012
Judul
Hubungan Kepemimpinan Efektif Head Nurse Dengan Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Oleh Perawat Pelaksana Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
Tujuan
Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan kepemimpinan
penelitian
efektif Head Nurse dengan penerapan budaya keselamatan pasien.
Metode dan
Desain yang digunakan analisis korelasi secara cross sectional
hasil
pada 206 perawat pelaksana. Analisis data dengan Pearson,
penelitian
Spearman, t-independent, dan regresi linear. Hasil analisis menunjukkan hubungan lemah dan positif antara kepemimpinan efektif Head Nurse dengan penerapan budaya keselamatan pasien. Penelitian merekomendasikan peningkatan pengetahuan Head Nurse pada fungsi pengorganisasian dengan pembentukan struktur organisasi, uraian tugas, pelatihan budaya keselamatan pasien, pendidikan keperawatan berlanjut, diskusi keselamatan
pasien, atas sistem penghargaan atas penerapan budaya keselamatan pasien (Setiowati, 2010). 12
Peneliti
Solha Elrifda
Institusi
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Jambi
Tahun
2011
Judul
Budaya Patient Safety dan Karakteristik Kesalahan Pelayanan: Implikasi Kebijakan di Salah Satu Rumah Sakit di Kota Jambi
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui budaya patient safety
penelitian
dan karakteristik kesalahan pelayanan di salah satu rumah sakit di Kota Jambi.
Metode dan
Desain penelitian ialah cross sectional dan kualitatif. Populasi
hasil
dan sampel adalah petugas yang melayani pasien secara
penelitian
langsung di ruang rawat inap rumah sakit yang diteliti (dokter, perawat, dokter gigi, dan bidan) dengan jumlah sampel 191 orang. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara tidak langsung dengan menyebarkan angket yang diadopsi dari kuesioner yang telah distandardisasi oleh Agency for Healthcare Research and Quality dengan penambahan untuk pertanyaan tentang kesalahan pelayanan secara kualitatif. Analisis data dilakukan secara univariat dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan budaya patient safety secara umum direspons positif hanya 14,7% responden pada tingkat unit dan 26,2% pada tingkat rumah sakit. Variasi kesalahan pelayanan menyangkut disiplin, komunikasi, dan kesalahan teknis yang disebabkan oleh faktor manusia dan kegagalan sistem. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah budaya patient safety di salah satu rumah sakit di kota Jambi kurang baik dan ditemukan berbagai kesalahan pelayanan. Saran kepada pihak manajemen untuk menetapkan kebijakan pelaksanaan standar keselamatan pasien sesegera mungkin (Elrifda, 2011).