BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruang Lingkup Bank 2.1.1. Sejarah Bank Usaha perbankan baru dimulai dari zaman Babylonia kemudian dilanjutkan ke zaman Yunani Kuno dan Romawi. Orang-orang Babylonia padda zaman dahulu menyimpan uang mereka di kuil-kuil yang dijaga oleh para pendeta agar uang mereka tidak mengalami pencurian. Di Greek, masyarakat menyimpan uang mereka di gereja-gereja kebangsaan seperti gereja Delphi, Delos dan Ephesus (Mohammad Muslehuddin, 1998 pada Lubis, 2010 : 2). Dalam perkembangan selanjutnya, golongan Yahudi telah menentang disiplin gereja dalam hal pengendalian uang mereka. Firma Yahudi mulai memberi pinjaman uang dengan mengenakan bunga kepada pihak peminjam (Lubis, 2010 : 2). Perkembangan perbankan semakin pesat seiring dengan perkembangan perdagangan dunia. Hal ini dikarenakan perkembangan perbankan tidak terlepas dari perkembangan dunia perdagangan.
Perkembangan perdagangan semula
hanya di daratan Eropa akhirnya menyebar ke Asia Barat. Bank-bank yang sudah terkenal di Eropa saat itu adalah Bank Venesia tahun 1171, kemudian pada tahun 1320 disusul oleh Bank of Genoa dan Bank of Barcelona (Kasmir, 2008 : 30). Berdirinya institusi perbankan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari peran dan pengaruh dari pihak penjajah Belanda. Sebelum Perang Dunia II, di Indonesia telah terdapat beberapa institusi perbankan yang sebagiannya merupakan bank milik bangsa lain seperti The Charered Bank of India yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
merupakan bank milik Inggris, The Yokohama Species Bank dan The Mitsui Bank adalah bank milik Jepang, dan sebagainya (Lubis, 2010 : 3).
Perbankan di
Indonesia bertambah maju dan berkembang lagi pada zaman kemerdekaan. Pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi terhadap beberapa bank Belanda. Bank-bank yang ada di zaman awal kemerdekaan antara lain: a. Bank Negara Indonesia yang didirikan tanggal 5 Juli 1946 kemudian menjadi BNI 1946 b. Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini berasal dari De Algemene Volk Crediet Bank atau Syomin Ginko c. Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan. 2.1.2. Definisi Bank Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya menerima simpanan giro, tabungan, dan deposito.
Bank juga dikenal sebagai tempat
meminjam uang bagi masyarakat yang membutuhkan pinjaman. Di samping itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau menerima segala macam bentuk pembayaran dan setoran seperti pembayaran listrik, telepon, air, pajak, uang kuliah, dan pembayaran lainnya (Kasmir, 2008 : 25). Bank juga merupakan lembaga keuangan yang menawarkan jasa keuangan seperti kredit, tabungan, pembayaran jasa, dan melakukan fungsi-fungsi keuangan lainnya secara profesional. Eksistensi institusi perbankan di Indonesia diatur dengan undang-undang tersendiri yaitu undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Dengan adanya Undang-Undang tersebut, maka diharapkan perbankan memiliki
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dasar hukum yang pasti, sehingga perbankan dapat menjalankan semua aktivitasnya dengan baik.
Dengan demikian perbankan dapat memberikan
sumbangan kepada pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa “ bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Definisi ini menunjukkan bahwa objek aktivitas utama bank adalah masyarakat luas, hal ini dikarenakan dana yang terhimpun dari masyarakat akhirnya akan disalurkan kepada masyarakat lagi. Menghimpun dana dari masyarakat luas merupakan kegiatan utama perbankan yang kemudian dikenal dengan istilah kegiatan funding. Pengertian menghimpun dana maksudnya adalah mengumpulkan atau mencari dana dengan cara membeli dari masyarakat luas. Pembelian dana dari masyarakat dilakukan oleh bank dengan cara memasang berbagai strategi agar masyarakat mau menanamkan dananya dalam bentuk simpanan (Kasmir, 2008 : 26).
Jenis
simpanan tersebut dapat berupa giro, tabungan, sertifikat deposito, dan deposito berjangka. 2.1.3. Jenis-jenis Bank 1. Jenis Bank Menurut Kepemilikannya Kepemilikan bank dapat dilihat dari penguasaan saham dan juga akta pendirian bank tersebut. Dalam hal ini bank-bank yang ada dibedakan menjadi:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Bank Milik Pemerintah Bank Milik Pemerintah merupakan jenis bank yang akta pendirian dan modal bank tersebut dimiliki oleh pemerintah sehingga semua keuntungan yang diperoleh dari operasinya akan menjadi milik pemerintah, misalnya Bank Negara Indonesia 46 (BNI 46). b. Bank Milik Pemerintah Daerah Bank Milik Pemerintah daerah adalah jenis bank yang pemilik bank tersebut merupakan pemerintah daerah tertentu, misalnya BPD Sumatera Utara. c. Bank Milik Swasta Bank milik swasta seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional dan akta pendiriannya didirikan oleh pihak swasta, begitu pula pembagian keuntungannya untuk keuntungan swasta pula. Contoh bank milik swasta nasional adalah Bank Muamalat. d. Bank Milik Asing Bank milik asing merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing maupun milik pemerintah asing, kepemilikannya pun dimiliki oleh pihak luar negeri. Contoh bank asing adalah American Express Bank.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
e. Bank Milik Koperasi Bank Milik Koperasi adalah jenis bank yang saham-sahamnya dimiliki perusahaan yang berbadan hukum koperasi, misalnya Bank Umum Koperasi Indonesia. f. Bank Milik Campuran Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan saham Bank Milik Campuran secara mayoritas dipegang oleh warga negara indonesia. Contoh bank milik campuran adalah Sumitomo Niaga Bank. 2. Jenis Bank Menurut Status atau Kedudukan Menurut Kasmir (2008), jenis Bank menurut status atau kedudukannya dapat diklasifikasikan menjadi: a. Bank Devisa Bank devisa merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer ke luar negeri, inkaso ke luar negeri, travellers check, pembukaan dan pembayaran letter of credit, dan transaksi lainnya. Bank Indonesia menentukan persyaratan untuk menjadi Bank Devisa. b. Bank Non Devisa Bank Non Devisa merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa. Bank Non Devisa tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa. Transaksi yang dilakukan bank non devisa masih dalam batas-batas negara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Jenis Bank Menurut Target Pasar Salah satu pelayanan bank dapat ditinjau berdasarkan target pasar yang menjadi sasaran. Berdasarkan target pasar, bank-bank yang ada dibagi kepada: a. Retail Bank Retail Bank merupakan bank yang kegiatannya memberikan pelayanan dan transaksi kepada nasabah-nasabah yang berskala kecil. Retail Bank memberikan jasa pinjaman kredit tidak lebih dari Rp. 20 Milyar. b. Corporate Bank Corporate bank adalah bank yang memberikan pelayanan dan transaksi kepada nasabah yang berskala besar, biasanya berbentuk korporasi. Namun, dalam hal ini tidak berarti semua nasabah wajib berbentuk perusahaan. c. Retail Corporate Bank Retail Corporate Bank adalah bank yang memberikan pelayanan tidak hanya kepada kelompok retail tetapi juga perusahaan-perusahaan besar. Jenis bank ini memberikan pelayanan kepada semua jenis nasabah baik nasabah besar maupun nasabah kecil. 4. Jenis Bank Menurut Kegiatannya Jenis bank menurut kegiatannya dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: a. Bank Umum Bank umum merupakan bank yang kegiatan usahanya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran baik secara konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Bank Perkreditan Rakyat Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang kegiatan usahanya tidak memberikan jasa jasa dalam lalu lintas pembayaran baik secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. 5. Jenis Bank Menurut Prinsip Operasinya Jenis bank menurut prinsip operasinya dapat dibedakan menjadi: a. Bank Berdasarkan Prinsip Konvensional Bank berdasarkan prinsip konvensional merupakan bank-bank yang beroperasi dengan menggunakan sistem bunga dan fee based untuk mendapatkan keuntungan yang diharapkan. Sebagai harga terhadap produk atau jasa yang digunakan oleh nasabah, pihak bank akan membebankan sejumlah bunga atau fee kepada para nasabah. Demikian juga sebaliknya, untuk berbagai jenis simpanan yang dipercayakan pihak nasabah kepada bank, pihak perbankan akan memberikan sejumlah imbalan bunga kepada nasabah. b. Bank Berdasarkan Prinsip Syariah Bank berdasarkan prinsip syariah merupakan suatu lembaga intermediasi yang menyediakan jasa keuangan bagi masyarakat dimana seluruh aktivitasnya dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip Islam sehingga bebas dari unsur riba (bunga), bebas dari kegiatan spekulatif non produktif
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(maysir), bebas dari kegiatan yang meragukan (gharar), bebas dari perkara yang tidak sah (bathil), dan hanya membiayai usaha-usaha yang halal. Bagi
bank
yang
berdasarkan
prinsip
syariah,
penentuan
keuntungannya adalah sebagai berikut: a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah) b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah) c. Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah) d. Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah) e. Adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). Sedangkan penentuan biaya-biaya jasa bank lainnya bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah juga menentukan biaya sesuai dengan Syariah Islam (Kasmir, 2008 : 42). 2.2. Bank Syariah 2.2.1. Sejarah Perbankan Syariah Kegiatan bank syariah yang pertama sekali dilakukan di Pakistan dan Malaysia pada sekitar tahun 1940-an. Kemudian berdiri Islamic Rural Bank di desa It Gahmr Bank di Mesir pada tahun1963. Bank ini beroperasi di pedesaan dan masih berskala kecil. Di Uni Emirat Arab, berdiri Dubai Islamic Bank pada tahun 1975. Kemudian di Kuwait pada tahun 1977 berdiri Kuwait Finance House yang beroperasi tanpa bunga. Selanjutnya kembali di Mesir pada tahun 1978 berdiri Bank Syariah yang diberi nama Faisal Islamic Bank. Langkah ini
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kemudian diikuti oleh Islamic International Bank for Investment and Development Bank. Di Siprus berdiri Faisal Islamic Bank of Kibris pada tahun 1983. Kemudian di Malaysia, Bank Syariah lahir pada tahun 1983 dengan nama Bank Islam Malaysia Berhad dan pada tahun 1999 lahir pula Bank Bumi Putera Muamalah. Di Iran sistem perbankan syariah mulai berlaku secara nasional pada tahun 1983 sejak dikeluarkannya Undang-Undang Perbankan Islam. Kemudian di Turki pada tahun 1984 hadir bank syariah dengan nama Daar al-Maal al-Islami serta Faisal Finance Institution dan mulai beroperasi pada tahun 1985 (Kasmir, 2008 : 187-188). Pendirian bank syariah di Indonesia diawali dengan berdirinya tiga Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) di Bandung pada tahun 1991 dan PT BPRS Heraukat di Nangroe Aceh Darussalam. Pendirian bank syariah ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Lokakarya “ Bunga Bank dan Perbankan” di Cisarua, Bogor, 18-20 Agustus 1990.
Hal ini dibahas dalam
Munas IV MUI yang kemudian dibentuk tim kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia sehingga berdirilah PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991 dan beroperasi pada tahun 1992. BMI merupakan bank syariah yang pertama didirikan di Indonesia. Perkembangan BMI agak lambat bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Pada tahun 1992-1998 hanya ada satu unit bank syariah, pada tahun 2005, jumlah bank syariah di indonesia telah bertambah menjadi dua puluh unit, yaitu 3 bank umum syariah dan 17 unit syariah. Sementara itu, jumlah BPRS hingga akhir tahun 2004 bertambah menjadi 88 buah (Amir-Rukmana, 2010 : 20).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2.2. Definisi Bank Syariah Kata bank berasal dari kata banque dalam bahasa perancis, dan banco dalam bahasa italia, yang berarti peti/lemari atau bangku. Kata peti atau lemari menyiratkan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga seperti peti emas, peti berlian, peti uang dan sebagainya. Dalam Al-qur’an, istilah bank tidak disebutkan secara eksplisit.
Tetapi, jika yang dimaksud adalah sesuatu yang
memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen, fungsi, hak, dan kewajiban maka semua itu disebutkan dengan jelas, seperti zakat, sadaqah, ghanimah (harta rampasan perang), bai’ (jual-beli), dayn (utang dagang), maal (harta) dan sebagainya, yang memiliki fungsi yang dilaksanakan oleh peran tertentu dalam kegiatan ekonomi. Pada umumnya bank syariah merupakan lembaga keuangan yang kegiatan utamanya memberikan kredit dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi dengan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. 2.2.3. Produk-produk Bank Syariah Sama seperti bank konvensional, bank syariah juga menawarkan berbagai macam produk perbankan kepada para nasabahnya.
Produk-produk yang
ditawarkan perbankan syariah merupakan produk yang Islami, termasuk dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya. Produk-produk dan jasa-jasa yang ditawarkan oleh perbankan syariah kepada nasabahnya dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: produk penghimpunan dana, produk penyaluran dana, dan produk jasa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Produk Penghimpunan Dana Perbankan Syariah menghimpun dananya dalam bentuk tabungan, deposito, dan giro.
Penghimpunan dana pada bank syariah dilakukan
berdasarkan prinsip Wadiah dan Mudharabah. Pada produk rekening giro, prinsip yang diterapkan adalah prinsip
wadiah, sedangkan prinsip
Mudharabah diterapkan pada produk bank seperti tabungan dan deposito. Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak kepada pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki (Huda-Heykal, 2010 : 87). Secara Umum ada 2 macam wadiah yakni Wadiah Yad Al Amanah dan Wadiah Yad Adh Dhamanah. Pada Wadiah Yad Al Amanah, penerima titipan tidak boleh memanfaatkan harta ataupun barang yang dititipkan oleh si penitip, sedangkan pada Wadiah Yad Adh Dhamanah penerima titipan boleh memanfaatkan harta ataupun barang yang dititipkan oleh si penitip. Pada prinsip wadiah, keuntungan dan kerugian dari kegiatan penyaluran dana yang dilakukan oleh bank merupakan hak milik dan tanggung jawab pihak bank, sedangkan pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak ikut menanggung resiko yang terjadi. Pihak bak dapat memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik minat masyarakat dalam menyimpan dananya pada perbankan syariah tetapi hal tersebut tidak boleh diperjanjikan dari awal. Lain halnya dengan prinsip mudharabah. Dalam hal ini pemilik dana dianggap sebagai shabibul maal, sementara pihak perbankan sebagai pihak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang mengelola dana atau mudharib. Pada prinsip ini, pihak bank dapat menggunakan dana tersebut, misalnya untuk kegiatan jual beli dengan memberitahukan margin keuntungan tertentu (murabahah)
atau untuk
kegiatan sewa (ijarah) (Lubis, 2010 : 111). b. Produk Penyaluran Dana Produk penyaluran dana biasanya dikenal dengan nama produk pembiayaan, pada bank syariah. Adapun produk pembiayaaan tersebut dikategorikan dalam empat konsep pembiayaan, yaitu: Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil Untuk memperoleh keuntungan, perbankan syariah menerapkan sistem bagi hasil dalam melakukan kegiatannya. Prinsip bagi hasil yang diterapkan dalam pembiayaan dapat dilakukan dalam empat akad utama yaitu: 1. Mudharabah Mudharabah merupakan akad kerja sama antara dua pihak, dimana pihak yang pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal dan pihak lain (mudharib) menjadi pengelola modal. Keuntungan dari pembiayaan Mudharabah dibagi berdasarkan kesepakatan yang tertuang dalam kontrak perjanjian. Pemilik modal (shahibul maal) akan menanggung kerugian selama kerugian yang terjadi bukanlah berasal dari kelalaian pengelola modal (mudharib). Namun jika kerugian berasal dari kelalaian pengelola modal (shahibul maal) maka yang bertanggung jawab atas kerugian tersebut adalah pengelola modal (shahibul maal) itu sendiri. Dalam pembiayaan mudharabah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
modal usaha 100% dipenuhi oleh shahibul maal sedangkan mudharib menyumbangkan keahlian, tenaga, waktu dan sebagainya. Mudharabah biasanya diaplikasikan pada produk pembiayaan atau pendanaan seperti pembiayaan modal kerja. Berdasarkan
kewenangan
yang
diberikan
kepada
mudharib,
Mudharabah terbagi dalam dua jenis yaitu: mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah (Triandaru-Budisantoso, 2008 : 160).
Pada
Mudharabah mutlaqah, Shahibul maal memberikan kekuasaan penuh pada si mudharib untuk mengelola modal, Mudharib tidak dibatasi mengenai tempat, tujuan maupun jenis usahanya, sedangkan pada mudharabah muqayyadah, seorang Mudharib dibatasi mengenai tempat, tujuan maupun jenis usahanya, Mudharib harus mengikuti persyaratan yang telah ditentukan oleh Shahibul maal. 2. Musyarakah Musyarakah adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk melaksanakan suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberi kontribusi dana dengan keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati di awal perjanajian (Sudarsono, 2003: 67). Kontribusi dalam Musyarakah dapat berupa sumber daya yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Musyarakah biasanya diaplikasikan dalam pembiayaan berbagai macam proyek.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Al - Muzara’ah Al-Muzara’ah merupakan akad kerjasama pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kapada penggarap untuk ditanami dengan produk pertanian. Penggarap akan mendapatkan imbalan dari hasil panen tersebut. Dalam perbankan, almuzara’ah diaplikasikan dalam bidang platation atas dasar bagi hasil panen. Pemilik lahan menyediakan lahan, benih dan pupuk, sedangkan penggarap menyediakan keahlian, tenaga dan waktu. 4. Al-Musaqah Al-Musaqah merupakan bagian dari Muzara’ah. Perbedaannya yaitu penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri. Perolehan imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panen pertanian (Kasmir, 2008 : 196). Pembiayaan dengan Prinsip sewa (Ijarah) Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Dalam konteks perbankan syariah, ijarah adalah lease contract dimana suatu bank atau lembaga keuangan menyewakan
peralatan
(equipment)
kepada
salah
satu
nasabahnya
berdasarkan pembebanan biaya yang sudah ditentukan secara pasti sebelumnya (fixed charge) (Sudarsono, 2003 : 66). Pada pembiayaan dengan prinsip ijarah, jika objeknya adalah barang maka kegiatan itu disebut sewa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menyewa, dan jika objeknya adalah jasa tenaga kerja, maka disebut kegiatan itu dengan upah mengupah. Pembiayaan dengan Prinsip Jual Beli (bai’) Pembiayaan dengan prinsip jual beli (bai’) dapat dilakukan dengan berbagai bentuk seperti pembiayaan salam, pembiayaan murabahah atau pembiayaan istishna’. 1. Pembiayaan Salam Pembiayaan salam merupakan akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) antara pembeli (muslam) dengan penjual (muslamilaih). Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati diawal akad dan pembayaran dilakukan dimuka secara penuh (Triandaru-Budisantoso, 2008 : 161).
Pembiayaan
salam biasanya dilakukan untuk barang-barang hasil pertanian, dimana barang-barang tersebut akan diperoleh pembeli setelah barang tersebut dibayar terlebih dahulu.
Dalam pembiayaan salam yang menjadi pembeli adalah
pihak bank, sedangkan nasabah merupakan penjual barang. 2. Pembiayaan Murabahah Pembiayaan murabahah adalah akad jual beli antara bank dengan nasabahnya, pihak bank dalam hal ini melakukan pembelian barang dari pihak lain dan kemudian menjualnya kembali kepada nasabahnya. Pihak bank memberitahukan jumlah keuntungan yang diambilnya kepada nasabah. Bank memberikan barang kepada nasabah sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang diambil pihak bank melalui kesepakatan yang telah disepakati bersama. Selain itu, baik harga jual maupun jangka waktu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pembayaran harus dinyatakan dalam akad jual beli yang disepakati dan tidak boleh berubah selama tempo akad jual beli tersebut. 3. Pembiayaan Istishna’ Pembiayaan Istishna’ merupakan akad jual beli barang antara pemesan dengan penerima pesanan. Barang yang dibeli masih belum ada atau belum siap sehingga barang tersebut akan diserahkan pihak pembuat/penjual kepada pemesan kemudian. Pemesanan barang biasanya dilakukan untuk barang yang akan mengalami proses produksi. Pembayaran barang dalam pembiayaan Istishna’ mempunyai tenggang waktu, pembayaran dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesepakatan awal. Pembiayaan dengan Akad pelengkap Pembiayaan dengan akad pelengkap ini merupakan akad yang tergolong sebagai akad tabarru’, maksudnya adalah perjanjian ini dilakukan atas dasar tolong menolong, bukan untuk mencari keuntungan. Bentuk akad yang tergolong dalam akad tabarru’ ini adalah: 1. Qard (Pinjaman) Qard merupakan pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Dalam literatur fikih Salaf ash Shalih, qard dikategorikan dalam aqad tathawwul atau akad saling bantu membantu dan bukan transaksi komersial. Qard dapat juga dikatakan sebagai suatu akad pembiayaan kepada nasabah tertentu dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan yang diterimanya kepada Lembaga Keuangan Islam (LKI)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pada waktu yang telah disepakati oleh LKI dan nasabah (Huda - Heykal, 2010 : 58). 2. Wakalah (Perwakilan) Wakalah merupakan akad pemberian kuasa yang dilakukan oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa untuk melakukan suatu tugas tertentu atas nama pemberi kuasa. Pihak bank merupakan penerima kuasa sedangkan nasabah merupakan pemberi kuasa. Pihak-pihak yang terlibat dalam wakalah harus cakap hukum. Pihak bank harus bertanggung jawab atas kelalaian yang dapat berakibat pada kerugian. Pihak bank akan memperoleh komisi atau pengganti dari berbagai biaya yang dikeluarkan sesuai dengan kesepakatan dengan nasabah. 3. Rahn (Gadai) Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang ia terima. Barang yang digadaikan oleh nasabah harus milik nasabah itu sendiri dengan ukuran dan sifat yang jelas. Barang gadaian akan dikuasai oleh pihak bank tetapi pihak bank tidak dibenarkan mengambil manfaat dari barang gadaian tersebut. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan utang atau gadai. 4. Hawalah Hawalah merupakan pengalihan utang dari pihak yang berutang kepada pihak lain (pihak ketiga) yang kemudian berkewajiban melunasi utang tersebut kepada pihak pertama. Dalam dunia keuangan atau perbankan hawalah dikenal dengan kegiatan anjak piutang atau factoring.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Kafalah (Garansi) Kafalah dapat diartikan sebagai jaminan yang diberikan oleh pihak penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau pihak yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia perbankan dapat dilakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan seseorang. Kafalah dapat dibedakan dalam berbagai bentuk atau jenis. Misalnya Kafalah bin Nafs merupakan satu bentuk kafalah yang menjaminkan nama baik, kehormatan atau ketokohan seseorang sehingga nasabah dapat memperoleh sejumlah pinjaman dari bank. Bentuk lain dari kafalah ini adalah Kafalah bil Mal adalah jaminan atau garansi untuk membayar barang yang dibeli secara kredit atau pelunasan sejumlah utang tertentu. Selain itu ada juga kafalah bit-Taslim yaitu jaminan untuk mengembalikan sesuatu asset kepada pemiliknya jika tempo penyewaannya telah berakhir. Produk Jasa 1. Sharf (Jual Beli Valuta Asing) Produk jasa perbankan syariah lainnya adalah sharf yaitu kegiatan pertukaran mata uang suatu negara dengan negara lain. Mata uang yang diperjualbelikan merupakan mata uang yang berbeda dan harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Jasa ini hanya ada pada bank yang tergolong sebagai bank devisa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Ijarah (sewa) Salah satu bentuk produk jasa yang diberikan oleh perbankan syariah yang tergolong sebagai ijarah atau sewa adalah penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) yang dapat dimanfaatkan nasabah untuk menyimpan barang-barang berharga tertentu seperti perhiasan, ijazah, paspor dan dokumen penting lainnya. 2.2.4. Prinsip–Prinsip Operasional Perbankan Syariah Lembaga
keuangan
syariah
didirikan
dengan
tujuan
untuk
mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam, syariah dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan yang terkait. Prinsip syariah dalam hal ini maksudnya adalah hukum islam dalam kegiatan perbankan dan keuangan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah. Prinsip syariah yang dianut oleh lembaga keuangan syariah dilandasi oleh nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan dan keuniversalan (rahmatan lil ‘alamin). Prinsip utama yang dianut oleh lembaga keuangan syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya sering disebut dengan bebas ” Maghrib” yaitu : a. Maysir (spekulasi) secara bahasa maknanya judi, secara umum, mengundi nasib dan setiap kegiatan yang sifatnya untung-untungan (spekulasi). Maysir
merupakan transaksi
yang
bersifat
untung-untungan dan
digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti. b. Gharar secara bahasa berarti menipu, memperdaya, ketidakpastian. Gharar adalah sesuatu yang memperdayakan manusia di dalam bentuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
harta, kemegahan, jabatan, keinginan, dan lainnya. Gharar berarti menjalankan suatu usaha secara buta tanpa memilki pengetahuan yang cukup atau menjalankan suatu transaksi yang risikonya berlebihan tanpa mengetahui dengan pasti apa akibatnya atau memasuki kancah resiko tanpa memikirkan konsekuensinya jika dilaksanakan. c. Haram secara bahasa berarti larangan dan penegasan. Larangan bisa timbul karena beberapa kemungkinan, yaitu dilarang oleh tuhan dan bisa juga karena pertimbangan akal. Dalam aktivitas ekonomi setiap orang di harapkan untuk menghindari semua yang haram baik haram zatnya maupun haram selain zatnya. d. Riba secara bahasa berarti bertambah dan tumbuh. Riba merupakan penambahan pendapatan secara tidak sah (bathil) misalnya dalam hal pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas dan waktu penyerahan, atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mensyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu. e. Bathil secara bahasa artinya batal, tidak sah. Dalam aktivitas ekonomi tidak boleh dilakukan dengan jalan yang batil misalnya dengan, mencampurkan
barang
rusak
diantara
barang
yang
baik
untuk
mendapatkan keuntungan lebih besar, menimbun barang, menipu atau memaksa dan mengurangi timbangan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2.5. Keunggulan Bank Syariah Juli Irmayanto (2009) mengemukakan beberapa keunggulan bank syariah jika dibandingkan dengan bank konvensional.
Keunggulan-keunggulan bank
syariah tersebut antara lain: 1.
Ditanggung halal : bahagia dunia dan akhirat. Bank syariah dapat mengembalikan masyarakat sesuai fitrah alam dan
fitrah usaha. Sekeras apapun usaha yang dilakukan setiap orang kadang kala berhasil-terkadang gagal. Sedangkan sistem bunga, berpendapat bahwa segala usaha dianggap pasti berhasil. Kalau terjadi kegagalan, resiko ditanggung penuh oleh pengusaha (peminjam). Dengan sistem bagi hasil, fitrah bisnis yang rusak akan kembali lurus, akibat ungkapan “ cari uang yang haram susah apalagi yang halal “. Ini merupakan pola berpikir Yahudi yang berlandaskan ajaran Machiaveli yang menghalalkan segala cara tanpa aturan dan norma hukum (Irmayanto, 2009 : 136). 2.
Lebih tahan banting ketika terjadi gejolak moneter. Krisis moneter pada Juli 1997 telah menjadikan perekonomian Indonesia
nyaris hancur dan sebagian besar bank-bank konvensional hampir gulung tikar. Terjadinya lonjakan suku bunga dan apresiasi dollar terhadap rupiah, tidak hanya mencekik para peminjam bermata uang asing tetapi juga merepotkan perbankan. Usaha-usaha dalam berbagai sektor lumpuh karena fluktuasi harga dan daya beli merosot. Kredit macet semakin tinggi dan investasi menurun secara drastis. Akibatnya bank-bank konvensional mengalami negative spread. Namun pada bank Syariah, laba yang dibagikan kepada penyimpan sangat tergantung pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
keuntungan yang diperoleh pengusaha yang menggunakan dana dari bank sehinnga bank syariah tidak mengenal negative spread. Ketika pengusaha mengalami kegagalan, para penyimpan tidak menuntut pembagian keuntungan dari bank. Sampai kapanpun dan dalam kondisi apapun perbankan syariah tetap bertahan karena menggunakan sistem bagi hasil. 3.
Tidak elastis terhadap kebijakan moneter. Ketika dilakukan kebijakan uang ketat (tight money policy), misalnya suku
bunga SBI dinaikkan maka bank-bank yang berbasis bunga akan bingung, sedangkan bank syariah akan tetap tenang-tenang saja. Perubahan suku bunga SBI harus direspon dengan menaikkan suku bunga simpanan, lalu menaikkan suku bunga pinjaman. Perubahan suku bunga simpanan dan pinjaman tidak dapat dilakukan secara serentak, terdapat rentang waktu antara kenaikan suku bunga simpanan dengan bunga pinjaman. Akibatnya, masyarakat akan meningkatkan tabungannya, sehingga jumlah uang yang beredar akan menurun dan harga barang/jasa juga cenderung menurun. Pada saat suku bunga pinjaman dinaikkan, permintaan investasi turun dan akhirnya akan mengakibatkan kesempatan kerja berkurang dan hal ini akan berdampak pada peningkatan pengangguran. 4.
Kemampuan manajerial sebagai daya tarik Perilaku bunga bank cenderung fluktuatif, sedangkan perilaku manajemen
bank cenderung stabil karena memiliki “learning curve” yang efisien dalam jangka panjang. Tingginya suku bunga pada bank konvensional merupakan salah satu daya tarik bagi investor untuk menyimpan dananya pada bank konvensional.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada bank syariah, pemilik dana mau menitipkan dananya karena sangat percaya pada kemampuan manajerial bank. Pada bank syariah yang menjadi daya tarik bagi pengusaha adalah karena sistem bagi hasil untung-rugi. Segala resiko bisnis ditanggung bersama sesuai kesepakatan. Karena ikut menanggung resiko, manajemen bank selalu proaktif memantau dan melayani konsultasi dan manajemen pada pengusaha yang memanfaatkan dananya melalui bank syariah. 5.
Prinsip bagi hasil dan jual beli yang lebih menguntungkan Dalam prinsip bagi hasil, pembagian hasil yang diberikan disesuaikan
dengan kondisi usaha. Sehingga tidak membebani nasabah terutama ketika sedang terjadi penurunan usaha. Apabila kondisi usaha baik dan menguntungkan, maka nasabah yang menyimpan dananya akan mendapat bagi hasil yang proporsional dari keuntungan bisnis bank. Sehingga dimungkinkan investor akan memperoleh pembagian hasil yang nilai nominalnya jauh lebih besar dibandingkan dengan bunga bank. Dalam prinsip jual beli tidak ada floating rate, hal ini akan memberikan rasa aman kepada nasabah. Nilai kewajibannya sudah ditentukan dalam perjanjian harga jual-beli yang disepakati di awal perjanjian.
Nasabah dimungkinkan
mengajukan penawaran terhadap nisbah bagi hasil atau jual-beli yang ditawarkan bank. 2.3. Perbedaan antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah Perbankan syariah mempunyai beberapa perbedaan dengan perbankan konvensional. Dalam operasinya, perbankan syariah menerapkan sistem bagi hasil
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sedangkan perbankan konvensional menerapkan sistem bunga. Perbedaan utama kedua sistem ini dapat dilihat dalam Tabel 2.1.
No. 1.
5.
6.
7.
Tabel 2.1 Perbedaan Bagi Hasil dengan Sistem Bunga Bagi Hasil Sistem Bunga Penentuan besarnya nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada untungrugi. Besarnya bagi hasil adalah berdasarkan nisbah terhadap besarnya keuntungan yang diperoleh. Besarnya bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek/usaha yang dijalankan. Bila usaha merugi, maka kerugian akan ditanggung oleh pemilik dana, kecuali kerugian karena kelalaian, salah urus, atau pelanggaran oleh mudharib. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung. Besarnya bunga adalah suatu persentase tertentu terhadap besarnya uang yang dipinjamkan. Besarnya bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa mempertimbangkan apakah proyek /mudharib untung atau rugi.
Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk islam.
Sumber: Muhamad Syafii Antonio (2001), Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek (Gema insani Press bekerja sama dengan Yayasan Tazkia Cendikia)
Perbedaan antara perbankan konvensional dengan perbankan syariah tidak hanya terbatas pada unsur bunga saja. Jika dilihat atau dianalisis secara menyeluruh, terdapat banyak perbedaan utama antara kedua sistem perbankan tersebut yang merupakan gambaran tentang keutamaan dan kelemahan masingmasing sistem. Secara garis besar perbandingan bank syariah dengan bank konvensional dapat dilihat pada Tabel 2.2.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
No. 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7.
8.
9.
Tabel 2.2 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional Bank Syariah Bank Konvensional Berdasarkan prinsip investasi bagi Berdasarkan tujuan membungakan hasil. uang. Menggunakan prinsip jual beli. Menggunakan prinsip pinjam meminjam uang. Hubungan dengan nasabah dalam Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan. bentuk kreditor-debitor. Melakukan investasi-investasi Investasi yang halal maupun yang yang halal saja. haram Setiap produk dan jasa yang Tidak mengenal dewan sejenis itu. diberikan sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Dilarangnya gharar dan masyir Terkadang terlibat dalam speculatif forex dealing Menciptakan keserasian diantara Berkontribusi dalam terjadinya keduanya kesenjangan antara sektor riil dengan sektor moneter. Tidak memberikan dana secara Memberikan peluang yang sangat tunai tetapi memberikan barang besar untuk sight streaming yang dibutuhkan (finance the (penyalahgunaan dan pinjaman). goods and services). Bagi hasil menyeimbangkan Rentan terhadap negative spread. pasiva dan aktiva
Sumber : Muhamad Syafii Antonio (2001), Bank Syariah : Dari Teori ke Praktek (Gema Insani Press bekerja sama dengan Yayasan Tazkia Cendikia)
2.4. Penelitian Terdahulu Abdul
Halim
Abdul
Hamid,
dalam
papernya
yang
diterbitkan
International Journal Of Islamic Financial Services awal 2001 menyebutkan bahwa penyebab nasabah kurang paham terhadap produk bank syariah adalah tentang cara mengkomunikasikan produk bank yang relatif sulit dimengerti oleh sebagian nasabah. Salah satunya tentang pemakaian idiom-idiom bahasa Arab yang kurang populer di masyarakat. Di Malaysia, negeri yang mempunyai sejarah bank Islam lebih lama daripada Indonesia (sejak 1983), dari 967 responden kurang dari 15% yang mengerti dengan tepat arti produk-produk syariah. Lebih
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
heboh, ternyata kurang dari 6% yang mengetahui arti ba’i al-Salam, dan ba’i alMurabahain. Data lebih parah terjadi di Singapura, negeri yang sekitar 20% penduduknya beragama Islam. Hasilnya hanya 3% yang dengan tepat tahu arti Mudharabah, Musyarakah, dan ijarah. Yang mengejutkan, tak seorang pun dari responden yang mampu menyebutkan dengan tepat arti mudharabah. 2.5. Kerangka Konseptual Adapun kerangka pemikiran penulis yang menjadi pijakan dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Mudharabah Musyarakah Produk
Ijarah
Pemahaman Nasabah
Bank Muamamalat Indonesia
Murabahah
Wadiah
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Pemahaman Nasabah terhadap Produk-produk Bank Muamalat Indonesia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA