BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekokardiografi M-Mode 2.1.1 Sejarah Ekokardiografi M-Mode Penggunaan ultrasound dalam penegakan diagnosa penyakit jantung telah ada sejak tujuh dekade terakhir, pertama kali diperkenalkan pada tahun 1954 ketika pertama kali perekaman dinding jantung dilakukan. Terminologi ekokardiografi diambil untuk menggambarkan manfaat ultrasound dalam kardiologi, menggunakan pantulan gema yang dipantulkan dari berbagai struktur jantung. Pada awalnya berkembang ultrasonografi A-mode (amplitude-based), diikuti dengan B-mode (brightness based) yang mengkonversi spike menjadi titik dan amplitudo menjadi kecerahan. Kemudian terjadi perkembangan M-Mode dan Dua Dimensi “real-time” sejalan dengan evolusi teknologi Doppler. Pada tahun tahun berikutnya, ekokardiografi M-Mode memegang peranan penting sebagai alat diagnostik dalam mengevaluasi pasien kelainan jantung (Anderson dkk, 2002; Feigenbaum dkk, 2010; Solomon dkk, 2007). Penggunaan
ekokardiografi
motion-mode
(M-mode)
pertama
kali
digunakan pada awal tahun 1960-an dalam pemeriksaan struktur jantung dan kelainan jantung. Bersamaan dengan berkembangnya real-time, pencitraan dua dimensi (2-D), dan Doppler yang berasal dari data hemodinamik, penggunaan MMode sebagai alat diagnostik utama pada pemeriksaan ekokardiografi telah berkurang jauh. Meskipun begitu, M-mode masih memegang peranan yang fundamental pada pemeriksaan ekokardiografi rutin (Anderson dkk, 2002; Solomon dkk, 2007).
2.1.2 Prinsip Dasar M-Mode Ekokardiografi M-mode menghasilkan informasi pada grafik time-motion dalam satu dimensi, dikatakan juga sebagai gambaran “ice-pick”. Pemeriksaan ini melengkapi ekokardiografi 2D dengan merekam gerakan detail struktur jantung.
Universitas Sumatera Utara
Informasi ini ditampilkan sepanjang sebuah garis yang menggambarkan arah gelombang ultrasound. Dengan arah garis tunggal ini yang melintang di tampilan, grafik dari pergerakan struktur intrakardiak yang dilewati oleh gelombang, searah dengan waktu, dapat terlihat. Oleh karena itu, M-mode dapat merekam posisi dan gerakan dari gema yg berasal dari tampilan struktur intrakardiak, relatif terhadap waktu (Anderson dkk, 2002; Solomon dkk, 2007; Oh dkk, 2006; Lang dkk, 2005). Ada tiga tipe informasi yang didapat dari pemeriksaan M-mode: (1) gerakan atau waktu yang ditampilkan oleh aksis horizontal, (2) jarak atau kedalaman yang ditampilkan pada aksis vertikal, dan (3) kekuatan eko yang ditampilkan sebagai kecerahan dari struktur yang muncul pada tampilan gambar. Kecerahan eko ini secara langsung proporsional dengan kekuatan pantulan gema sehingga darah yang mengisi ruang-ruang jantung tidak memproduksi eko sementara struktur yang padat seperti katup dan dinding jantung menghasilkan eko yang kuat. Prinsip aplikasi M-mode pada pemeriksaan ekokardiografi adalah penilaian dan pengukuran dimensi ruang jantung, pergerakan katup, dan fungsi jantung. Ekokardiografi M-Mode juga berguna untuk evaluasi spesifik dari waktu kejadian yang terjadi selama siklus jantung (Anderson dkk, 2002; Feigenbaum dkk, 2010).
Gambar 2.1. Potongan Kursor M-Mode (Weyman dkk, 1994) Keuntungan utama dari ekokardiografi M-mode jika dibandingkan modalitas ekokardiografi lainnya seperti gambaran 2-D dan Doppler, adalah resolusi temporal yang superior dan frekuensi sampling yang cepat. Angka repetisi M-mode sekitar 1000 – 2000 siklus per detik, dimana jauh lebih besar
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan frame rate eko 2-D yang berkisar antara 30-100 gambaran per detik. Oleh karena itu, M-mode dapat menyediakan informasi yang sangat berharga untuk struktur yang bergerak cepat seperti katup jantung, begitu juga dengan pergerakan dinding jantung. Contoh kelainan yang dapat dideteksi oleh M-mode secara tajam termasuk vibrasi frekuensi tinggi yg dihasilkan oleh vegetasi, penutupan sistolik awal katup aorta oleh karena obstruksi sub-aortik, dan flutter diastolik katup mitral dan atau septum interventrikel oleh karena regurgitasi aorta. M-mode juga dapat menilai dengan akurat ukuran ruang jantung dan pembuluh darah besar. Keakuratan ini dapat ditingkatkan dengan menggunakan panduan 2-D. Gambaran 2-D menampilkan informasi spasial, yang membantu meletakkan kursor yang tepat untuk mengidentifikasi struktur anatomi yang dipotong oleh kursor (Anderson dkk, 2002; Feigenbaum dkk, 2010). Beberapa faktor yang mempengaruhi keakuratan pengukuran M-Mode adalah: (1) resolusi teoretikal dari alat ultrasonik yang tergantung pada frekuensi transduser dan resolusi alat tampilan, (2) kualitas teknik secara keseluruhan dari gambaran M-mode seperti kejelasan garis garis dinding jantung, (3) pengukuran yang tidak konsisten oleh karena variabilitas antar operator pada pemilihan tampilan M-mode dan pengukuran berdasarkan waktu yang spesifik (Anderson dkk, 2002). Keterbatasan yang utama pada M-mode adalah kurangnya informasi spasial dan hanya satu dimensi yaitu hanya struktur yang dipotong oleh kursor Mmode yang ditampilkan. Pengukuran secara M-mode sangat dipengaruhi oleh lokasi adanya acoustic windows. Kurangnya spasial orientasi ini dapat diatasi dengan munculnya panduan kursor M-mode dari gambaran 2D. Perolehan data dari gambaran satu dimensi juga terbatas dalam memberikan informasi struktur tiga dimensi. Ketika bentuk ventrikel kiri jika dibandingkan antara long axis dan short axis mempunyai rasio 2:1, maka pengukuran fraksi ejeksi secara M-mode dapat dipercaya. Arah gelombang M-mode tidak berubah pada saat jantung bergerak, sehingga lokasi pengukuran pada saat diastol mungkin sedikit berbeda dengan lokasi pada saat sistol. Pengukuran langsung dengan 2D dapat mengatasi masalah ini. Bagaimanapun juga, pada penyakit seperti penyakit jantung koroner, rasio antara long axis dan short axis dapat berubah. Pada keadaan ini, fraksi ejeksi yang diukur secara M-mode dapat menyesatkan. Keakuratan pengukuran M-mode
Universitas Sumatera Utara
juga tergantung pada identifikasi batas-batas struktur jantung yang jelas, yang mana hal ini sering meragukan. Banyak pengukuran yang secara tidak langsung menilai fungsi ventrikel kiri secara M-mode dipengaruhi oleh berbagai variabel, sehingga tidak akurat. Dan beberapa “tanda-tanda” secara M-mode dari penyakit jantung seperti hipertensi pulmonal, vegetasi, penyakit aorta, tidak begitu spesifik atau sensitif. Namun tanda ini telah digantikan oleh teknik Doppler yang lebih dapat dipercaya dan akurat. Beberapa pengukuran satu dimensi secara M-mode sudah digantikan oleh 2D. Dan beberapa diagnosa secara M-mode sudah digantikan oleh teknik Doppler. Namun yang perlu diingat adalah beberapa struktur jantung bergerak sangat cepat terutama katup dan septum interventrikular, dimana M-mode dapat merekam dengan sampling rate 1000-2000 per detik jika dibandingkan 2D yang hanya 30-100 per detik. Bagaimanapun juga M-mode masih sangat penting dalam penilaian rutin ekokardiografi namun terbatas (Anderson dkk, 2002; Feigenbaum dkk, 2010; Weyman dkk, 1994).
2.1.3 Pemeriksaan M-Mode Aortic Root, Katup Aorta dan Atrium Kiri Aorta, katup aorta, dan atrium kiri dapat dinilai baik melalui tampilan parasternal long maupun short axis. Dari tampilan parasternal long ventrikel kiri, kursor diletakkan tegak lurus pada aksis panjang aorta melalui aortic root setentang daun katup aorta. Dari tampilan parasternal short axis setentang aorta dan atrium kiri, kursor diletakkan tegak lurus melalui aorta dan atrium kiri (Anderson dkk, 2007; Feigenbaum dkk, 2010; Pietro dkk, 1978). Dari anterior ke posterior, gelombang ultrasound melalui dinding dada anterior, dinding ventrikel kanan bagian anterior, ruang ventrikel kanan, dinding aorta bagian anterior, katup koroner kanan dan katup non-koroner, dinding aorta bagian posterior dan ruang atrium kiri. Terkadang, dapat terlihat aorta thoracalis descendens, yang terletak di posterior atrium kiri. Dan terkadang membingungkan apakah aorta descenden termasuk dalam bagian atrium kiri, namun dapat dihindari dengan memperhatikan kedua struktur ini pada tampilan 2-D (Anderson dkk, 2002; Feigenbaum dkk, 2010; Oh dkk, 2006). Dinding anterior dan posterior aortic root bergerak paralel selama siklus jantung. Selama sistol, aortic root bergerak ke anterior oleh karena volume
Universitas Sumatera Utara
ventrikel kiri yang meningkat oleh karena aliran balik dari pulmonal. Selama diastol, aortic root bergerak ke posterior oleh karena volume atrium kiri menurun oleh karena aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Oleh karena itu pergerakan aortic root selama siklus jantung dapat menggambarkan dimensi atrium kiri (Anderson dkk, 2002; Oh dkk, 2006).
Gambar 2.2. Gambaran M-Mode Katup Aorta (Solomon dkk, 2007) Sesuai dengan waktu ejeksi ventrikel, daun katup aorta terbuka. Katup koroner kanan bergerak ke anterior dan katup non-koroner bergerak ke posterior. Kedua katup dipisahkan selama periode ejeksi ventrikel kiri dan terletak paralel sepanjang dinding anterior dan posterior aorta. Getaran sistolik katup aorta dapat terlihat pada individu normal. Pada saat diastol, daun katup tertutup secara tibatiba dan menutup di tengah aortic root menghasilkan garis tunggal eko. Selama diastol katup menutup dan bergerak ke posterior. Pergerakan diastolik dan sistolik dari daun katup aorta membentuk karakteristik “box” didalam aortic root (Anderson dkk, 2002; Feigenbaum dkk, 2010; Oh dkk, 2006; Akgun dkk, 1977). Atrium kiri terletak di belakang aorta. Walaupun dinding atrium kiri bagian anterior dan dinding posterior aorta terpisah secara struktur, namun menghasilkan garis tunggal eko. Oleh karena itu dinding atrium kiri bagian anterior mempunyai gerakan yang sama dengan dinding aorta postetior selama siklus jantung. Dinding atrium kiri bagian posterior bergerak sangat minimal dan
Universitas Sumatera Utara
relatif tidak bergerak selama siklus jantung (Anderson dkk, 2002; Strunk dkk, 1976; Feigenbaum dkk, 2010; Oh dkk, 2006). Pengukuran aorta diukur dari bidang anterior-posterior pada akhir diastol (gelombang Q pada EKG) dari tepi dinding anterior aorta ke tepi dinding posterior aorta. Pengukuran atrium kiri diukur dari bidang anterior-posterior pada akhir sistol (akhir gelombang T pada EKG) dari tepi dinding posterior aorta ke tepi dinding posterior atrium kiri (Anderson dkk, 2002; Feigenbaum dkk, 2010; Pietro dkk, 1978).
Gambar 2.3. Gambaran Ekokardiografi M-Mode Potongan Setentang Atrium Kiri dan Aortic Root, Hubungannya dengan Siklus Jantung (Strunk dkk, 1976) 2.2 Fungsi diastolik ventrikel kiri 2.2.1 Fisiologi Diastol Diastol adalah bagian dari siklus jantung mulai dari masa relaksasi isovolumetrik ventrikel sampai pada selesainya aliran darah ke ventrikel kiri. Diastol dapat dibagi dalam empat fase, yaitu (Solomon dkk, 2007; Anderson dkk, 2002; Nagueh dkk, 2009):
Universitas Sumatera Utara
1.
Relaksasi isovolumetrik: fase antara akhir ejeksi sistolik (penutupan katup
aorta) hingga pembukaan katup mitral. Pada fase ini tekanan ventrikel kiri mengalami penurunan drastis namun volumenya tetap konstan. Pada faseini sel miokardium kembali pada panjang dan tekanan presistolik. Relaksasi miokardium merupakan proses yang kompleks, aktif dan energy-dependent. Proses ini memerlukan adenosine triphosphate (ATP). Durasi relaksasi atau waktu relaksasi isovolumik ditentukan oleh beberapa faktor seperti: penghentian pasangan eksitasi-kontraksi, kondisi pembebanan (loading condition) baik dari preload maupun tekanan, dan usia (relaksasi memanjang sesuai usia) 2.
Fase pengsian cepat dan awal: mengikuti setelah fase isovolumik relaksasi,
tekanan ventrikel kiri turun lebih rendah di bawah tekana atrium kiri yang menyebabkan pembukaan katup mitral dan mulainya pengisian awal dan cepat ventrikel kiri. Fase pengisian awal secara utama dtentukan oleh empat faktor yaitu laju relaksasi ventrikel kiri, elastic recoil ventrikel kiri (pengisapan), compliance ruang-ruang jantung, dan tekanan atrium kiri. Semua faktor ini secara bersamasama berkontribusi pada tekanan gradien antara atrium kiri dan ventrikel kiri yang mendorong darah menuju ventrikel kiri melalui katup mitral. Perbedaan gradien diastolik atrium kiri dan ventrikel kiri ini mencerminkan laju pengisian ventrikel kiri dan pengosongan atrium kiri. Sekitar 80% pengisian ventrikel kiri terjadi pada fase ini. 3.
Diastasis: adalah fase pada saat tekanan di atrium kiri dan ventrikel kiri
hampir sama. Meskipun tekanan yang seimbang ini terjadi, aliran darah yang menurun tetap mengalir melalui katup mitral. Durasi pada fase ini pada dasarnya ditentukan oleh frekuensi denyut jantung. Bradikardia menyebabkan periode diastasis yang memanjang sementara diastasis dapat hilang pada kondisi takikardia. 4.
Sistol atrium: merupakan fase dari kontraksi atrium kiri. Oleh karena
kontraksi ini terjadi sedikit peningkatan gradien tekanan atrium kiri dan ventrikel kiri yang menghasil darah yang terdorong ke ventrikel kiri. Fase diastol iniberkontribusi 15-20% dari total pengisian ventrikel kiri. Fase ini terutama dipengaruhi oleh compliance ventrikel kiri tetapi juga tergantung dari resistensi perikardial, kekuatan atrium, dan atrium ventricular synchronicity (secara elektrokardiogram dilihat pada PR interval).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Siklus Jantung dengan Hubungan Spectral Doppler (Ho, 2007)
Fungsi diastolik normal tergantung pada relaksasi ventrikel cepat dan compliance ruang-ruang jantung. Ventrikel normal relaks dengan cepat setelah penurunan tekanan cepat pada awal diastol. Proses ini merupakan energydependent, memerlukan hidrolisis ATP untuk melepaskan ikatan aktin dan miosin. Seperti fungsi diastolik merupakan kondisi yang rentan terhadap penyakit yang mempengaruhi produksi energi, seperti iskemi miokard. Studi eksperimental menunjukkan bahwa fungsi diastolik lebih sensitif akan kondisi iskemia daripada fungsi sistolik, dan abnormalitas diastolik lebih awal muncul daripada gangguan fungsi sistolik. Kekakuan ventrikel atau compliance merupakan penentu kritikal lain dalam fungsi diastolik. Ventrikel yang normal relatif lentur, sehingga perubahan kecl pada volume diikuti dengan perubahan kecil yang proporsional
Universitas Sumatera Utara
pada tekanan. Banyak faktor yang berkontribusi pada kekakuan ventrikel seperti distensibilitas dan elastisitas intrinsik, ketebalan dinding, dimensi ruang, dan regangan perikardial. Jika compliance menurun, maka akan terjadi peningkatan yang bermakna pada tekanan sebagai respon peningkatan volume. Atrium berfungsi sebagai reservoar, conduit, dan pompa dalam siklus jantung, oleh karena itu proses yang mengganggu fungsi atrium normal akan dapat berkontribusi pada disfungsi diastolik (Ho dkk, 2007).
2.2.2 Disfungsi diastolik Fungsi diastolik normal adalah kemampuan ventrikel kiri mengisi saat istirahat dan latihan tanpa disertai dengan peningkatan yang abnormal pada tekanan diastolik (Oh dkk, 2006). Sehingga disfungsi diastolik ventrikel kiri didefenisikan sebagai ketidakmampuan ventrikel kiri mengisi volume ke ventrikel kiri pada saat istirahat atau latihan, atau untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri atau peningkatan tekanan rata-rata atrium kiri (Anderson, 2002). Peningkatan tekanan pengisian merupakan konsekuensi fisiologis utama pada disfungsi diastolik. Tekanan pengisian dikatakan meningkat ketika rerata pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) >12mmHg atau ketika left ventricle end diastolic pressure (LVEDP) >16mmHg. Tekanan pengisian ini berubah secara minimal pada saat latihan pada subyek normal. Tekanan pengisian ditentukan oleh komponen pengisian dan pasif dinding ventrikel kiri dan selanjutnya dapat dimodulasi oleh relaksasi miokardum inkomplit dan variasi dalam pola diastolik miokardium. Pada jantung normal, dan pengisian yang normal, relaksasi miokardium hampir lengkap pada tekanan ventrikel kiri yang minimal. Relaksasi dikontrol oleh pengisian, inaktivasi, dan asinkroni. Peningkatan afterload atau pengisian akhir sistolik akan meningkatkan relaksasi miokardium terutama jika dikombinasikan dengan peningkatan preload, yang akan berkontribusi pada peningkatan tekanan pengisian. Inaktivasi miokardium berhubungan dengan proses pengeluaran kalsium dari sitosol, pelepasan ikatan silang, dan pengaruhnya terhadap jumlah protein yang meregulasi homeostasis kalsium, siklus ikatan silang dan energi. Disinkroni relaksasi menghasilkan gangguan interaksi antara reekstensu awal beberapa segmen dan pemendekan postsistolik segmen lain dan
Universitas Sumatera Utara
berkontribusi pada keterlambatan relaksasi global ventrikel kiri dan peningkatan tekanan pengisian (Nagueh dkk 2009; Galderisi dkk, 2005). Gagal jantung merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama. Pada kasus yang umum, gagal jantung merupakan kombinasi ketidaknormalan sistolik dan diastolik, tapi sekitar satu per tiga pasien, gejala gagal jantung secara utama disebabkan oleh disfungsi diastolik sedangkan fungsi sistolik relatif normal (Ho dkk, 2007). Pada tahun 1998, European Study Group on Diastoic Heart Failure mengeluarkan kriteria diagnostik gagal jantung diastolik. Riwayat perjalanan penyakit gagal jantung diastolik juga dinyatakan lebih ringan jika dibandingkan gagal jantung sistolik dalam hal angka kesakitan dan kematian. Dalam dua dekade terakhir ini, perspektif ini berubah sesuai dengan peningkatan prevalensi gagal jantung diastolik dari 38% menjadi 54% dari seluruh kasus gagal jantung. Dan prognosis pasien dengan gagal jantung diastolik juga tidak kalah buruk dengan pasien gagal jantung sistolik (Paulus dkk, 2007; Zile dkk, 2002).
2.2.3 Standar pengukuran fungsi diastolik 2.2.3.1 Penilaian Doppler di mitral inflow Penilaian aliran darah ke ventrikel kiri melalui katup mitral adalah penilaian awal untuk fungsi diastolik yang paling mudah dikerjakan. Cara pemeriksaan ini adalah dengan meletakkan sampel volume pada Doppler pulsewave (PW Doppler) tepat di ujung katup mitral saat diastolik. Penilaian fungsi diastolik dengan Doppler ekokardiografi merupakan produk relaksasi atrium, ventrikel, kontraksi dan compliance serta pengisian. Pada saat dimulainya fase diastol terjadi waktu relaksasi isovolumetrik (IVRT) pada saat katup aorta menutup dan katup mitral mulai terbuka. Saat mitral dan trikuspid terbuka terjadi aliran darah ke ventrikel yang akan meningkat kecepatannya mencapai puncak kecepatan pada fase pengisian awal (gelombang E). Kemudian terjadi perlambatan dengan laju yang dapat diukur secara Doppler dinamakan deceleration time (DT). Kontraksi atrium yang mengikutinya setelah fase pengisian lambat tampak sebagai gelombang A. Fungsi diastolik yang normal ditunjukkan dengan gambaran gelombang E (pengisian awal) yang lebih dominan daripada gelombang A. Pada gangguan fungsi diastolik awal (gangguan relaksasi) nampak gambaran gelombang E yang
Universitas Sumatera Utara
lebih kecil dari pada gelombang A. Gangguan relaksasi ini berakibat pada pemanjangan IVRT dan DT (Pirat dkk, 2007; Ommen dkk, 2001). Dengan progresifitas penyakit, compliance ventrikel kiri menurun dan tekanan pengisian menjadi meningkat. Hal ini merupakan kompensasi dari peningkatan tekanan atrium kiri dengan meningkatkan pengisian awal meskipun relaksasi
terganggu
sehingga
pola
pengisian
tampak
seperti
normal
(pseudonormal) dengan E/A > 1 . Walaupun demikian tetap menunjukkan abnormalitas relaksasi dan abnormalitas compliance dan dibedakan dengan pemendekan DT. Bentuk kurva kecepatan aliran mitral dipengaruhi oleh pengisian ventrikel kiri. Bentuk aliran yang berbeda dapat diamati dalam hitungan jam sampai hari pada orang yang sama, tergantung dari preload atau afterload ventrikel kiri. Peningkatan preload meningkatkan tekanan pada pembukaan katup mitral. Compliance efektif dari ventrikel kiri menurun dengan dua alasan. Pertama, kurva linier pada hubungan tekanan-volume diastol dan pergeseran pada kurva tekananvolume ke kanan disebabkan volume ventrikel yang membesar sehingga mengakibatkan peningkatan yang lebih tinggi dari tekanan per unit volume selama diastol. Kedua, bila volume ventrikel kiri meningkat, terjadi pembatasan oleh perikardial yang mengakibatkan pergeseran kurva volume-tekanan diastol ke atas dan ke kiri. Jadi peningkatan preload akan meningkatkan kecepatan E dan pemendekan waktu deselerasi. Sebaliknya penurunan preload menurunkan kecepatan E dan memanjangkan waktu deselerasi. Peninggian afterload akan memperpanjang waktu deselerasi (Mottram dkk, 2005). Keterbatasan teknik pemeriksaan ini adalah sulitnya membedakan gangguan diastolik pseudonormal dengan fungsi diastolik normal, sehingga diperlukan parameter lain untuk membedakannya. Kondisi takikardia, gangguan sistem konduksi atrial flutter, dapat menyebabkan perubahan pola aliran Doppler. Pada irama sinus takikardia dapat terlihat gambaran fusi kedua gelombang E dan A. Pada atrial flutter tidak terlihat gelombang E, rasio E/A dan DT (Ario, 2008).
2.2.3.2 Manuver valsava Manuver valsava dilakukan dengan melakukan ekspirasi yang kuat (sekitar 40 mmHg) dengan menutup mulut dan hidung. Manuver ini menghasilkan komplek empat fase hemodinamik (Oh dkk, 2006; Nagueh dkk, 2009). Preload
Universitas Sumatera Utara
ventrikel kiri menurun selama fase II dan perubahan mitral inflow diobservasi untuk membedakan kondisi normal maupun pseudonormal. Pada kondisi pseudonormal, dengan melakukan manuver ini akan tampak penurunan gelombang E dan pemanjangan DT sedangkan gelombang A tetap atau meningkat sehingga rasio E/A menurun. Pada kondisi normal maka penurunan preload akan menurunkan gelombang E dan A secara proporsional (Nagueh dkk, 2009).
2.2.3.3 Aliran vena pulmonalis Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan sampel volume tepat > 0,5 cm ke dalam muara vena pulmonal. Muara vena pulmonal dapat terlihat pada posisi apikal ventrikel kiri dengan menggunakan bantuan color flow imaging untuk mendeteksi aliran darah dari pulmonal (Ario, 2008).
2.2.3.4 Color M-mode flow propagation velocity Pencitraan gambaran M mode pada aliran mitral dapat dipergunakan untuk menilai fungsi diastolik. Metode ini dilakukan dengan meletakkan garis M mode tepat pada pertengahan mitral inflow yang didapatkan pada pandangan apikal. Bersamaan dengan menyalakan fungsi colour flow Doppler, dengan nilai Nyquist limit diturunkan sampai kecepatan tertinggi di sentral aliran tersebut berwarna biru. Nilai propagation velocity (Vp) diukur dari bidang pembukaan katup mitral sampai dengan 4 cm distal ke arah ventrikel kiri. Nilai Vp>50cm/s dikategorikan normal atau semakin lambat kecepatan slope aliran mitral apikal maka dapat dikatakan disfungsi diastolik. Propagation velocity dapat digunakan untuk memprediksi tekanan pengisian ventrikel kiri dan nilai E/Vp > 2,5 berkorelasi dengan PCWP > 15 mmHg (Ario, 2008; Motrram dkk, 2005; Nagueh dkk, 2009)
2.2.3.5 Tissue Doppler annular velocity Pulse wave TDI dilakukan pada posisi apikal untuk menganalisa kecepatan perubahan annulus mitral. Sampel volume diletakkan pada atau 1 cm dari insersi katup mitral di sisi lateral atau septal (Ario, 2008) Kecepatan (velocity) miokard tergambar dalam tiga profil gelombang yang berbeda, yaitu (Anderson, 2002) ;
Universitas Sumatera Utara
1. Kecepatan sistolik miokard (Sm) 2. Kecepatan awal diastolik miokard (Em) 3. Kecepatan akhir diastolik miokard (Am). Secara praktis, gambaran TDI annulus mitral pada orang normal adalah e’ > 8 cm/s atau >10 cm/s pada dewasa muda dengan rasio e’/a >1. Penilaian dengan metode ini tidak tergantung pada pengisian ventrikel. Penilaian hemodinamik kecepatan e’ meliputi relaksasi ventrikel kiri, preload, fungsi sistolik, dan ventrikel kiri. Tekanan pengisian (preload) ventrikel kiri mempunyai efek minimal terhadap e’, sehingga kecepatan e’ dapat digunakan untuk mengkoreksi kecepatan E (mitral inflow) dan rasio E/e’ dapat dipergunakan untuk penilaian tekanan pengisian ventrikel. Nilai E/e’ < 8 dikategorikan normal, E/e’ > 15 dikorelasikan dengan peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri. Sedangkan nilai 8-15 menunjukkan perlunya parameter lain untuk mendapatkan kesimpulan pasti (Ario, 2008; Oh dkk, 2011).
Gambar 2.5. Integrasi Pola Pencitraan Doppler Mitral Inflow dan TDI (Solomon dkk, 2007) 2.2.3.6 Klasifikasi disfungsi diastolik Disfungsi diastolik mempunyai derajat klasifikasi sebagai berikut (Anderson 2000; Oemar, 2005; Oh dkk, 2006) : 1.
Derajat 1
: gangguan relaksasi, dominan gelombang A mitral, dengan
peningkatan tekanan pengisian. 2.
Derajat 2
: pseudonormalisasi mitral, tekanan atrium kiri meningkat.
Universitas Sumatera Utara
3.
Derajat 3
: kurva restriktif (reversibel), gelombang E mitral dominan,
tekanan pengisian meningkat. 4.
Derajat 4
: gangguan compliance berat, kurva restriktif (ireversibel).
Gbr 2.6. Klasifikasi Disfungsi Diastolik (Nagueh dkk, 2009)
Tidak semua kondisi dapat diukur fungsi diastolik ventrikel kiri dengan parameter ekokardiografi yang ada dan sederhana. Beberapa kondisi seperti penyakit perikardium, stenosis mitral, regurgitasi mitral, fibrilasi atrium, kardiomiopati restriktif atau hipertrofi dan hipertensi pulmonal non kardiak merupakan kondisi yang memerlukan penilaian fungsi diastolik khusus. Contohnya pada regurgitasi mitral tingkat sedang sampai berat terdapat peningkatan gelombang E pada Doppler PW dan pada E/e’ interpretasinya berbeda tergantung ejection fraction (EF) (Nagueh dkk, 2009). Oleh karena itu kondisi-kondisi ini tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. 2.3 Fungsi Atrium Kiri Atrium kiri bukan hanya ruang transpor pasif yang sederhana. Atrium kiri bersifat sangat dinamis dan dapat meregang sebagai respon terhadap sekresi
Universitas Sumatera Utara
peptida natriuretik. Atrium kiri juga dapat memodulasi pengisian ventrikel kiri melalui tiga komponen yang merupakan fungsi atrium kiri yaitu: (1) sebagai reservoar atau penampungan selama periode sistol, atrium kiri menyimpan aliran balik vena pulmonal selama masa kontraksi ventrikel kiri dan relaksasi isovolumetrik, (2) sebagai penyalur (conduit)
pada masa diastol, atrium kiri
mengalirkan darah secara pasif ke ventrikel kiri, (3) sebagai komponen kontraktil aktif pada keadaan irama sinus selama masa diastol akhir yang berkontribusi pada 15 – 30% curah jantung ventrikel kiri. Sebagai rangkaian kesatuan ventrikel kiri, terutama pada masa diastol, fungsi dan ukuran atrium kiri sangat dipengaruhi oleh compliance ventrikel kiri (Stefanadis dkk, 2001; Blume dkk, 2011). Kondisi
afterload
atrium
kiri
sangat
ditentukan
oleh
sifat
keelastisitasannya, tekanan akhir yang dapat meningkat pada disfungsi diastolik ventrikel kiri dengan peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri. Studi pada hewan dan manusia telah menunjukkan ukuran atrium kiri meningkat dengan volume dan tekanan, yang berhubungan dengan pemendekan fase kontraktil awal. Bagaimanpun juga, dilatasi atrium kiri yang progresif yang mengarah pada ambang panjang serat otot jantung, kontraktilitas atrium kiri akan mulai menurun. Efek titik tumpu atau ambang ini sama seperti kurva Frank-Straling pada ventrikel kiri. Jika melebihi ambang batas tersebut, pembesaran ukuran atrium kiri lebih lanjut hanya akan menghasilkan perburukan fungsi atrium kiri. Beberapa faktor fisiologis lain yang mempengaruhi fungsi atrium kiri adalah usia, terjadinya peningkatan kontraksi aktif atrium kiri sebagai respon dari kekakuan ventrikel kiri oleh karena usia. Begitu juga pada atlit jika dibandingkan dengan non-atlit memiliki curah jantung ventrikel kiri yang meningkat, yang berhubungan dengan peningkatan volume aktif dan pasif pengosongan atrium kiri. Faktor neuroendokrin
juga
dapat
mempengaruhi
fungsi
atrium
kiri.
Regulasi
neurohormonal mempengaruhi pengaturan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, curah jantung, dan alirah darah regional. Aktivasi kronis pada sistem ini akan menyebabkan konsekuensi negatif kardiovaskular. Sebagai contoh, peningkatan atrial natriuretic peptide, brain natriuretic peptide, angiotensin II, aldosterone, dan faktor neurohormonal lain menghasilkan perubahan bentuk (remodelling) atrium kiri. Secara khusus, aktivasi berkelanjutan dari sistem angiotensin-aldosteron menghasilkan kondisi inflamasi, profibrotic dengan
Universitas Sumatera Utara
penurunan kontraktilitas atrium, proarrhythmic, dan prothrombotic (Blume dkk, 2011; Hoit dkk, 2005; Pritchett dkk, 2005). Peningkatan respon atrium pada tingkat awal gangguan pengisian ventrikel kiri terlihat pada peningkatan reservoar dan fungsi pompa, sesuai dengan hukum Starling, yang menjadi tidak efektif ketika batas atau ambang preload atrium kiri sudah tercapai. Pada fase ini, fungsi conduit atrium kiri bekerja pada awalnya. Ketika tekanan pengisian ventrikel kiri meningkat, terjadi peningkatan rasio E/A pada Doppler mitral inflow, menunjukkan pergeseran pengisian ke awal diastol. Pengisian ventrikel kiri yang tidak normal telah diobservasi pada pasienpasien dengan gagal jantung yang terlihat pada perubahan mitral inflow velocity. Peningkatan awal kontribusi atrium kiri terhadap pengisian ventrikel kiri merupakan respon kompensasi. Semakin memburuknya disfungsi diastolik ventrikel kiri, kontrbusi atrium kiri akan menurun secara bertahap. Penurunan ini dapat disebabkan peningkatan beban miokardium atrium kiri oleh karena peningkatan tekanan dinding diastolik ventrikel kiri, yang selanjutnya menyebabkan disfungsi atrium kiri secara intrinsik. Penelitian tentang distentibilitas atrium kiri telah menunjukkan peranan utamanya dalam fungsi atrium kiri (Stefanadis dkk, 2001; Kurt dkk, 2009; Appleton dkk, 2009). Kemajuan ekokardiografi semakin berkembang seiring perkembangan ilmu pengetahuan dalam fungsi dan peranan atrium kiri dalam penyakit kardiovaskular. Begitu juga teknik ekokardiografi untuk menentukan ukuran dan fungsi atrium kiri juga semakin berkembang. Studi populasi akhir-akhir ini menunjukkan nilai prognostik analisa atrium kiri untuk hasil jangka panjang. Kenyataannya, perubahan bentuk (remodelling) atrium kiri secara struktural dan fungsional telah dikemukakan sebagai barometer pokok diastolik dan prediktor hasil kardiovaskular umum seperti fibrilasi atrial, stroke, gagal jantung kongestif dan kematian kardiovaskular (Cameli dkk, 2012).
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kerangka Teori
Fungsi atrium kiri : - Reservoar - Conduit - Pompa
Rangkaian kesatuan ventrikel kiri
Perubahan bentuk atrium kiri selama siklus jantung
Diameter dan slope atrium kiri pada gambaran M-Mode ekokardiografi
Fungsi diastolik ventrikel kiri
Normal
Abnormal (Disfungsi diastolik)
Universitas Sumatera Utara
2.5 Kerangka Konsep
Gambaran ekokardiografi M mode Potongan aorta dan atrium kiri
LA filling slope
LA emptying slope
Metode ekokardiografi (Doppler dan TDI)
Septal & Lateral e’ Deceleration Time Rasio E/e’ Rasio E/A
Fungsi diastolik ventrikel kiri: Normal Abnormal
Universitas Sumatera Utara