BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Organizational Citizenship Behavior (OCB)
1. Definisi Organizational Citizenship Behavior Definisi OCB telah banyak diungkapkan oleh beberapa ahli, Menurut Organ (1988) OCB didefinisikan sebagai perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan yang diskresioner, tidak berkaitan dengan sistem hadiah organisasi formal dan secara keseluruhan mempromosikan fungsi efektif organisasi. Organ (1997) menjelaskan bahwa diskresioner didalam definisi OCB yang dimaksudkan
adalah
perilaku
yang
bukan
persyaratan
yang
harus
dilaksanakan dari deskripsi pekerjaan karena merupakan ketentuan kontrak kerja seseorang dengan organisasi, namun perilaku yang merupakan pilihan pribadi seseorang sehingga kelalaian yang umumnya tidak dipahami sebagai hukuman. Menurut Witt (1991) OCB pada dasarnya adalah suatu sikap yang mengacu pada tindakan yang dilakukan oleh karyawan yang melampaui ketentuan
minimum
peran
yang
diharapkan
oleh
organisasi
dan
mempromosikan kesejahteraan rekan kerja, kelompok kerja, atau organisasi. Menurut Organ (dalam Ristiana, 2013) Organizational Citizenship Behavior merupakan bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem reward formal organisasi tetapi secara agregat meningkatkan efektivitas organisasi. Ini berarti, perilaku
10
11
tersebut tidak termasuk ke dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja karyawan sehingga jika tidak ditampilkan tidak akan diberi hukuman. Organisasi pada umumnya percaya bahwa untuk mencapai keunggulan harus mengusahakan kinerja individual yang setinggi-tingginya, karena pada dasarnya kinerja individual mempengaruhi kinerja tim atau kelompok kerja dan pada akhirnya mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan. Bateman dan
Organ
(dalam Ristiana, 2013) juga mengungkapkan
Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah sikap membantu yang ditunjuk-kan oleh anggota organisasi, yang sifatnya konstruktif, dihargai oleh perusahaan tapi tidak secara langsung berhubungan dengan produktivitas individu. Organ (dalam Quzwini, 2013) juga mendefinisikan OCB sebagai perilaku dan sikap yang menguntungkan organisasi yang tidak bisa ditumbuhkan dengan basis kewajiban peran formal maupun dengan bentuk kontrak atau rekompensasi. Contohnya meliputi bantuan pada teman kerja untuk meringankan beban kerja mereka, tidak banyak beristirahat, melaksanakan tugas yang tidak diminta, dan membantu orang lain untuk menyelesaikan masalah. Robbins dan Judge (dalam Waspodo dkk, 2011) mendefinisikan OCB sebagai perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif. Pendapat lain mengenai pengertian OCB dikemukakan
12
oleh Garay (dalam Waspodo dkk., 2011) ia menjelaskan bahwa OCB merupakan perilaku sukarela dari seorang pekerja untuk mau melakukan tugas atau pekerjaan di luar tanggung jawab atau kewajibannya demi kemajuan atau keuntungan organisasinya. Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa OCB merupakan perilaku yang bersifat sukarela dan bukan merupakan tindakan yang terpaksa terhadap hal-hal yang mengedepankan kepentingan organisasi dan juga perilaku individu sebagai wujud kepuasan berdasarkan performance dan tidak diperintahkan secara formal yang tidak berkaitan secara langsung terang-terangan dengan sistem reward yang secara formal.
2. Aspek-aspek Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ (Ristiana, 2013) aspek-aspek Organizational Citizenship Behavior (OCB) terdiri dari lima dimensi yaitu: a) Altruism, yaitu perilaku membantu meringankan pekerjaan yang ditujukan kepada individu dalam suatu organisasi. Secara lebih rinci, komponen altruism memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1.
Membantu rekan kerja yang beban kerjanya berlebih.
2.
Menggantikan
peran
atau
pekerjaan
rekan
kerja
yang
berhalangan hadir. 3.
Rela membantu rekan kerja yang memiliki masalah dengan pekerjaan.
13
4.
Membantu rekan kerja yang lain agar lebih produktif.
5.
Membantu proses orientasi lingkungan kerja atau memberi arahan kepada pegawai yang baru meskipun tidak diminta.
b) Courtesy, yaitu membantu teman kerja mencegah timbulnya masalah sehubungan dengan pekerjannya dengan cara memberi konsultasi dan informasi serta menghargai kebutuhan mereka. Seseorang yang memiliki
dimensi
ini
adalah
orang
yang
menghargai
dan
memperhatikan orang lain. Secara lebih rinci, komponen courtesy memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Menghormati hak-hak dan privasi rekan kerja. 2. Mencoba untuk tidak membuat masalah dengan rekan kerja. 3.
Mencoba menghindari terjadinya perselisihan antar rekan kerja.
4. Mempertimbangkan dampak terhadap rekan kerja dari setiap tindakan yang dilakukan. 5. Berkonsultasi terlebih dahulu dengan rekan kerja yang mungkin akan terpengaruh dengan tindakan yang akan dilakukan. c) Sportsmanship, yaitu toleransi pada situasi yang kurang ideal di tempat kerja tanpa mengeluh. d) Civic virtue, yaitu terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi dan peduli pada kelangsungan hidup organisasi.
14
e) Conscientiousness, yaitu melakukan hal-hal yang menguntungkan organisasi seperti mematuhi peraturan-peraturan di organisasi. Secara lebih rinci conscientiousness memiliki ciri sebagai berikut: 1. Ketika tidak masuk kerja, melapor kepada atasan atau rekan kerja terlebih dahulu. Menyelesaikan tugas sebelum waktunya. 2. Selalu berusaha melakukan lebih dari apa yang seharusnya dilakukan.Secara sukarela melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi organisasi disamping tugas utama. 3. Tidak membuang-buang waktu kerja. 4.
Tidak mengambil waktu istirahat secara berlebihan.
5. Mematuhi peraturan dan ketentuan organisasi meskipun dalam kondisi tidak ada seorang pun yang mengawasi.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan aspek OCB yaitu perilaku membantu meringankan pekerjaan, mencegah timbulnya masalah sehubungan dengan pekerjannya, toleransi terhadap sesama karyawan, peduli akan organisasi dan melakukan hal-hal yang menguntungkan organisasi.
3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior Organ dan Sloat (dalam Zurasaka, 2008), mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi OCB sebagai berikut: a) Budaya organisasi.
15
b) Kepribadian dan suasana hati. c) Persepsi terhadap dukungan organisasional. d) Persepsi terhadap kualitas hubungan/interaksi atasan bawahan. e) Masa kerja. Berbeda dengan beberapa pendapat di atas, menurut Zurasaka (2008), OCB lebih dipengaruhi oleh kepribadian atau lebih tepatnya kecerdasan emosi dibandingkan faktor-faktor situasional dan kondisi kerja di atas, atau OCB merupakan mediator atau perantara dari faktor-faktor tersebut. Karena berdasarkan pengalaman kerja selama ini, dapat dilihat bahwa banyak karyawan yang puas dengan kondisi dan situasi kerja mereka namun tetap tidak memiliki perilaku ekstra seperti ini. Dapat disimpulkan faktor-faktor OCB yaitu budaya organisasi, kepribadian dan suasana hati karyawan, persepsi terhadap dukungan organisasi, kualitas hubungan antara atasan dan bawahan dan juga masa kerja karyawan tergantung dari waktu lama iya bekerja di organisasi.
B. Iklim Organisasi 1. Definisi Iklim Organisasi Owens
(dalam
Kusmaningtiyas,
2013)
mendefinisikan
iklim
organisasi sebagai studi persepsi individu mengenai berbagai aspek lingkungan organisasinya. Iklim organisasi berhubungan erat dengan persepsi individu terhadap lingkungan sosial organisasi yang memengaruhi
16
organisasi dan perilaku anggota organisasi. Falahy (dalam Lyana, 2012) mengungkapkan Iklim organisasi merupakan acuan bagi karyawan untuk melakukan pendekatan dengan lingkungan kerjanya dengan pandangan yang positif. Iklim adalah sebuah kiasan yang menggambarkan apa yang dirasakan nyata dalam diri dari orang-orang yang berhubungan dengan organisasi sehingga memungkinkan orang bereaksi dengan bermacam-macam cara terhadap organisasi (Rofiatun, 2011). Gibson, dkk (dalam Rofiatun, 2011) mengemukakan bahwa iklim organisasi adalah sifat lingkungan kerja atau lingkungan psikologis dalam organisasi yang dirasakan oleh para pekerja atau anggota organisasi dan dianggap dapat mempengaruhi sikap dan perilaku pekerja terhadap pekerjaanya. Kemudian menurut Tagiuri dan Litwin (Wirawan, 2007), iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal organisasi yang secara reflektif terus berlangsung, dialami oleh anggota oragnisasi yang mempengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian sekumpulan karakteristik atau sifat organisasi. Menurut (Wirawan, 2007) iklim organisasi adalah persepsi anggota organisasi (secara individual dan kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan organisasi (misalnya, pemasok, konsumen, konsultan, dan kontraktor) mengenai apa yang ada atau terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin, yang mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi
17
dan kinerja anggota oraganisasi yang kemudian menentukan kinerja organisasi. 2. Aspek-aspek Iklim Organisasi Menurut Wirawan (2007) terdapat 7 aspek-aspek iklim organisasi, yaitu : a) Keadaan lingkungan fisik Lingkungan fisik adalah lingkungan yang berhubungan dengan tempat, peralatan, dan proses kerja. Persepsi karyawan mengenai tempat kerjanya menciptakan persepsi karyawan mengenai iklim organisasi. Contohnya adalah para guru yang mengajar dan para murid yang belajar di sejumlah sekolah yang tidak layak bangunan sekolahnya reyot dan bocor, mebel yang rusak, halaman yang kotor, dan sikap guru terhadap pekerjaannya. Persepsi para guru dan murid tersebut mengenai lingkungan kerjanya menciptakan iklim kerja yang negatif. Sebaliknya di sekolah unggulan degan gedung dan fasilitas pendidikan yang baik, gurunya mendapat kompensasi yang emmuaskan, menciptakan iklim organisasi yang positif. b) Keadaan lingkungan sosial Lingkungan sosial adalah interaksi antara anggota organisasi yang dapat bersifat hubungan formal, informal, kekeluargaan, atau profesional. Semua bentuk hubungan tersebut menentukan iklim organisasi.
18
c) Pelaksanaan sistem manajemen Sistem manajemen adalah pola proses pelaksanaan manajemen organisasi. Indikator faktor manajemen yang mempengaruhi iklim kerja jumlahnya sangat banyak, misalnya, karakteristik organisasi (lembaga pendidikan, rumah sakit, militer, dan sebagainya) yang berbeda menimbulkan iklim organisasi yang berbeda. d) Produk Produk adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Produk suatu organisasi sangat menentukan iklim organisasi. Misalnya, iklim organisasi dinas kebersihan yang produknya berupa layanan pembersihan sampah, berbeda dengan iklim organisasi perusahaan perbankan yang produknya adalah layanan keuangan. e) Konsumen yang dilayani. Konsumen yang dilayani dan untuk siapa produk ditujukan, mempengaruhi iklim organisasi. Misalnya, iklim organisasi klinik bagian anak-anak di suatu rumah sakit berbeda dengan klinik bagian rematik yang umumnya melayani orang dewasa di rumah sakit yang sama. f) Kondisi fisik dan kejiwaan anggota organisasi. Persepsi mengenai kondisi fisik dan kejiwaan anggota organisasi sangat mempengaruhi iklim organisasi. Termasuk dalam kondisi fisik adalah kesehatan, kebugaran, keenergikan, dan ketangkasan. Kondisi fisik sangat mempengaruhi iklim organisasi lembaga militer dan kepolisian.
19
Kondisi kejiwaan merupakan faktor yang menentukan terjadinya iklim organisasi.
Kondisi
kejiwaan misalnya
adalah komitmen, moral
kebersamaan, dan keseriusan anggota organisasi. g) Budaya organisasi. Budaya organisasi sangat mempengaruhi iklim organisasi. Baik budaya organisasi maupun iklim organisasi mempengaruhi perilaku organisasi anggota organisasi yang kemudian mempengaruhi kinerja mereka. Misalnya jika kode etik dilaksanakan dengan sistematis, maka akan mempengaruhi persepsi karyawan mengenai lingkungan sosialnya, lalu terjadilah iklim etis dalam lingkungan organisasi. Demikian juga dalam budaya organisasi terdapat norma tertulis, tetapi banyak dilanggar oleh anggota organisasi dan tanpa sanksi, sehingga menimbulkan iklim organisasi negatif. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan aspek-aspek iklim organisasi yaitu keadaan lingkungan fisik, keadaan lingkungan sosial, pelaksanaan sistem manajemen , produk, konsumen yang dilayani, kondisi fisik dan kejiwaan anggota organisasi, dan budaya organisasi.
C. Hubungan Iklim Organisasi dan Organizational Citizenship Behavior Iklim organisasi akan berdampak positif jika iklim organisasi memenuhi perasaan dan kebutuhan pegawai. Hasil penelitian Wahyuli (dalam Prihatsanti & Dewi, 2010) menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara iklim
20
organisasi dengan OCB pada karyawan. Hal ini berarti semakin kondusif iklim organisasi dalam suatu perusahaan akan diikuti dengan tingginya OCB karyawan. Wirawan (2007) mengemukakan aspek-aspek iklim organisasi, yaitu keadaan lingkungan fisik, keadaan lingkungan sosial, pelaksanaan sistem manajemen, produk, konsumen yang dilayani, kondisi fisik dan kejiwaan anggota organisasi, dan budaya organisasi. Keadaan lingkungan fisik adalah lingkungan yang berhubungan dengan tempat, peralatan dan proses kerja. Persepsi karyawan mengenai tempat pekerjaanya akan menciptakan persepsi karyawan mengenai iklim organisasi. Seperti contoh gedung dan fasilitas pekerjaan baik, kompensasi yang memuaskan akan menciptakan iklim organisasi yang positif. Jika persepsi karyawan positif akan keadaan lingkungan fisik di tempat karyawan bekerja akan membentuk pola positif antara lain OCB. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Bolino dan Turnley (dalam Prihatsanti & Dewi, 2010) mengatakan bahwa ada hubungan signifikan antara OCB dengan individu yang merasa bahwa organisasi menghargai kontribusi dan memperhatikan kesejahteraan mereka. Keadaan lingkungan sosial, yaitu interaksi antara anggota organisasi. Hubungan tersebut dapat bersifat hubungan formal, informal, kekeluargaan atau profesional. Iklim organisasi yang keadaan lingkungan sosialnya baik, hubungan formal, informal, dan bersifat kekeluargaan di terapkan dengan
21
hangat di dalam organisasi akan menciptakan kenyamanan karyawan dalam melakukan pekerjaan dan menciptakan OCB pada karyawan. Seperti contoh saling membantu karena bersifat profesional dan kekeluargaan sesama karyawan, baik antara atasan dan bawahan maupun antara sesama karyawan. Hal ini di dukung
(Prihatsanti & Dewi, 2010) yang menyatakan iklim
ditentukan oleh seberapa baik anggota diarahkan, dibangun dan dihargai oleh organisasi sehingga membentuk OCB pada karyawan. Produk juga menjadi aspek dari iklim organisasi. Produk adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Produk organisasi sangat menentukan iklim organisasi, seperti contoh lembaga pendidikan yang produknya berupa layanan jasa. Ketika organisasi menerapkan layanan jasa yang mempunyai sistematika yang baik, disiplin dan selalu melayani secara tidak langsung akan membuat karyawan mentaati peraturan organisasi dan mempunyai inisiatif untuk melakukan pekerjaannya dan membentuk perilaku positif untuk organisasi. Kondisi fisik dan kejiwaan karyawan juga bagian dari iklim organisasi, dengan persepsi mengenai kondisi fisik dan kejiwaan anggota organisasi sangatlah mempengaruhi iklim organisasi. Jika kondisi fisik karyawan sedang dalam performa yang sehat bugar baik jasmani dan rohani, lalu ditambah dengan kondisi kejiwaan karyawan seperti komitmen dalam berorganisasi, moral kebersamaan antar sesama karyawan dalam keadaan yang baik, maka
22
akan menciptakan sesuatu yang positif untuk organisasi, dan dapat menimbulkan OCB pada karyawan. Budaya organisasi juga sangat mempengaruhi iklim organisasi. Baik budaya organisasi maupun iklim organisasi akan mempengaruhi perilaku karyawan yang akan mempengaruhi kinerja karyawan. jika aturan dan kode etik dilaksanakan dengan sistematis, maka akan mempengaruhi iklim karyawan, dan akan menimbulkan iklim yang positif di dalam organisasi, dan dapat menciptakan OCB pada karyawan. Owens (dalam Kusmaningtiyas, 2013) mendefinisikan iklim organisasi sebagai studi persepsi individu mengenai berbagai aspek lingkungan organisasinya. Iklim organisasi berhubungan erat dengan persepsi individu terhadap lingkungan sosial organisasi yang mempengaruhi organisasi dan perilaku anggota organisasi. Hubungan antara OCB dengan individu yang merasa bahwa organisasi menghargai kontribusi dan memperhatikan sesejahteraan mereka. Karyawan merasakan bahwa organisasi memperhatikan dan peduli menyebabkan mereka memberikan balasan kepada organisasi dengan melakukan perilaku-perilaku konstruktif di luar persyaratan kerja organisasi. Demikian pula jika organisasi mampu memberikan iklim organisasi yang dipersepsikan secara positif oleh pegawai maka akan memunculkan perilaku OCB, Jika pegawai memiliki OCB maka pegawai mampu mengendalikan perilakunya sendiri atau memilih perilaku yang sesuai untuk kepentingan
23
organisasi. Perilaku ini akan muncul karena memiliki perasaan sebagai anggota organisasi dan merasa puas bila melakukan sesuatu yang lebih bagi organisasi. Kondisi ini terjadi jika pegawai memiliki persepsi positif pada organisasinya, termasuk pada iklim organisasi tersebut. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa salah satu faktor penting yang membentuk OCB adalah iklim organisasi. Iklim organisasi akan menentukan apakah seseorang dapat melaksanakan tugas dan bertanggung jawab sesuai prosedur atau tidak. Perlu diketahui bahwa setiap organisasi akan memiliki iklim yang berbeda. Iklim organisasi yang terbuka, bagaimanapun juga hanya tercipta jika semua anggota memiliki persepsi positif pada organisasinya. Iklim organisasi juga mempunyai kaitan dengan prestasi, motivasi, kepuasan dan kinerja karyawan. Jika iklim organisasi kondusif, suasana lingkungan manusia yang familiar maka akan membuat karyawan menjadi termotivasi karena puasnya karyawan terhadap organisasi. Dan sebaliknya jika iklim tidak kondusif maka mengakibatkan karyawan kurang bergairah dalam bekerja. Iklim organisasi akan berdampak positif jika iklim organisasi memenuhi perasaan dan kebutuhan pegawai. Semakin kondusif iklim organisasi dalam suatu perusahaan akan diikuti dengan tingginya OCB karyawan.
24
D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat diajukan hipotesis bahwa ada hubungan positif antara iklim organisasi dengan OCB pada karyawan perguruan tinggi. Semakin baik iklim organisasi maka semakin tinggi perilaku OCB yang ditampilkan, sebaliknya semakin buruk iklim organisasi maka semakin rendah perilaku OCB yang dimunculkan.