Bab II Teori Pendukung II.1
Jaringan Sensor Nirkabel
II.1.1 Definisi Jaringan sensor nirkabel (JSN) adalah suatu sistem terpadu yang terdiri dari sekelompok node / modul sensor yang terdistribusi dan terhubung secara nirkabel pada suatu topologi jaringan dan berfungsi untuk mengekstrak dan berbagi informasi untuk diolah sesuai bidang aplikasinya [3]. Sistem ini termasuk ke dalam Low-rate Wireless Personal Area Networks karena bitrate rendah dan tidak memerlukan jarak komunikasi yang jauh. Node sensor sebagai pembangun jaringan, terdiri dari 4 bagian utama, yaitu sensor untuk mendeteksi dan mengukur parameter-parameter aplikatif, prosesor pengolah data menjadi informasi, komunikasi / transceiver sebagai media pengiriman data, dan manajemen daya untuk menjamin keseluruhan sistem dapat berjalan dengan optimal. Sistem jaringan sensor nirkabel memiliki ciri-ciri sebagai berikut: •
Berdaya dan biaya rendah, dimensi kecil, dan node sensor yang banyak
•
Komunikasi rentang pendek, bersifat broadcast dan multi-hop routing
•
Pengaturan jaringan mandiri (Network Self-organization and maintenance) terhadap perubahan topologi jaringan
Meskipun termasuk ke dalam kelas jaringan ad-hoc, namun jaringan sensor nirkabel memiliki perbedaan yang tidak dimiliki oleh jaringan ad-hoc biasa [4], antara lain: •
Aktivitas sensing dengan jumlah node sensor yang banyak
•
Data-rate rendah
•
Duty-cyle rendah
Aplikasi jaringan sensor nirkabel sangat bervariasi, dari pengolahan aset pada industri, object tracking pada militer, pengamatan kesehatan, hingga sistem pertanian presisi. Contoh aplikasi jaringan sensor nirkabel pada pertanian presisi adalah penggunaan sensor curah hujan untuk mengatur irigasi pada lahan pertanian. Pada pertanian, mengetahui daerah dengan kadar air yang berbeda akan sangat penting dalam menentukan daerah irigasi. Dengan distribusi sensor curah 8
hujan secara merata pada areal pertanian, maka proses irigasi dapat dilakukan dengan efektif. Jumlah data yang dikirim oleh tiap sensor pun tidak besar dan memiliki message latency dalam orde menit. Sehingga konsumsi daya akan sangat rendah dan biaya operasional pun dapat ditekan [5]. Gambar II.1 di bawah ini adalah roadmap aplikasi teknologi jaringan sensor nirkabel berdasarkan permintaan konsumen.
Gambar II.1. Perkembangan pasar jaringan sensor nirkabel [3]. Terdapat 2 macam topologi jaringan sensor nirkabel, yaitu cluster-type dan flattype. Topologi Jaringan Cluster dapat dilihat pada Gambar II.2 di bawah ini. Pada topologi ini, node-node sensor diatur dalam susunan secara hierarki sehingga terdapat 3 macam node, yaitu child node, cluster head, dan parent node. Cluster head berfungsi sebagai pengatur beberapa child node dalam aplikasinya. Beberapa cluster head menjadi anggota dari sebuah parent node. Sedangkan untuk topologi jaringan flat, seperti dapat dilihat pada Gambar II.3 di bawah ini, hanya terdapat 2 macam node secara fungsional, yaitu sensor / source node dan sink node. Semua sensor node dalam sistem mengirim data ke satu tujuan akhir, yaitu sink node. Proses pertukaran data dilakukan secara nirkabel pada frekuensi 433 MHz. Frekuensi ini dipilih karena merupakan salah satu alokasi frekuensi bebas pada ISM Bands. Alokasi frekuensi ISM lain yang tersedia adalah 315, 868, 915, dan 2400 MHz.
9
Gambar II.2. Topologi jaringan cluster-type [3].
Gambar II.3. Topologi jaringan flat-type [3].
II.1.2 Protokol Komunikasi Jaringan sensor nirkabel memiliki protokol komunikasi yang meliputi segala aspek sistem dari level perangkat keras hingga perangkat lunak. Protokol ini dimaksudkan untuk menjamin sistem dapat bekerja dengan optimal. Protocol Stack ini terdiri dari 5 layer yaitu Physical, Data link, Network, Transport, dan Application. Berikut adalah penjelasan singkatnya. 1. Physical Layer Layer ini terkait dengan perangkat keras yang digunakan. Beberapa pengaturan yang dilakukan di layer ini adalah: •
Pemilihan frekuensi dan jenis modulasi
•
Optimasi teknik transmisi dan penerimaan data
10
•
Deteksi sinyal dan enkripsi data
•
Efisiensi daya pada desain perangkat keras
2. Data link Layer Layer ini terkait dengan MAC yang digunakan pada sistem. Tugas utama dari layer ini adalah untuk menjamin dilakukannya pertukaran data antar node sensor yang hemat daya, bebas derau, dan terhindar dari tabrakan data masuk – keluar antar node. Secara umum, layer inilah yang membentuk infrastruktur jaringan antar node sensor yang berkaitan. 3. Network Layer Layer ini bertanggung jawab pada routing data dari sensor ke sensor lainnya [3]. Fungsi self–organizing pada jaringan sensor nirkabel terletak pada algoritma penelusuran data dari asal node ke node tujuan. Algoritma ini juga yang akan menentukan ada tidaknya perubahan topologi jaringan. 4. Transport Layer Layer ini berfungsi untuk menjaga arus pertukaran data. Penelitian di layer ini belum terlalu banyak diminati. 5. Application Layer Pada layer ini, pengaturan lebih lanjut dilakukan terkait dengan proses aggregasi dan disseminasi data dalam jaringan sensor. Penelitian di layer ini juga belum terlalu banyak diminati.
II.1.3 Perkembangan Teknologi Proses penelitian dan pengembangan jaringan sensor sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 1955 pada Program Sound Surveillance System (SOSUS). Menyusul kemudian Program Distributed Sensor Network (DSN) pada tahun 1980. Namun sejak 1955 hingga 1999, proses pengembangan ini hanya dilakukan dan didominasi oleh pihak militer. Progam SOSUS misalnya, dilakukan dengan mendistribusikan sensor akustik di dasar lautan untuk mendeteksi pergerakan kapal selam milik Uni Soviet [3]. Sejarah perkembangan penelitian jaringan sensor nirkabel dapat dilihat pada Gambar II.4 di bawah ini.
11
Gambar II.4. Sejarah pengembangan jaringan sensor nirkabel [3]. Pengembangan oleh pihak komersial dan umum baru dilakukan pada tahun 1999 dengan dimulainya program Smart Dust oleh UC Berkeley [3]. Langkah ini kemudian diikuti oleh MIT dengan Program μAMPS di tahun yang sama dan oleh Intel dengan Program Mote di tahun 2000. Pada tahun 2002, Intel bekerja sama dengan UC Berkeley pada Program Habitat Monitoring – Great Duck Island sebagai lanjutan penelitian program sebelumnya yaitu Smart Dust dan Intel Mote. Penelitian jaringan sensor nirkabel yang berkembang dewasa ini menggunakan pendekatan layer protokol (protocol stack). Pada layer physical, bidang yang masih banyak diteliti adalah teknik untuk mendapatkan sistem dengan efisiensi energi yang tinggi, terutama pada desain sensing unit, pengolah data, dan transceiver [3]. Sedangkan pada layer data link, penelitian lebih banyak berkisar pada desain protokol MAC dengan efisiensi energi yang tinggi. Beberapa desain protokol MAC yang telah dikembangkan di seluruh dunia antara lain: •
Sensor-MAC (S-MAC) [6].
•
Energi-efficient MAC (E-MACs) [7].
•
Traffic-aware Energi Efficient MAC (TEEM) [8].
•
Timeout MAC (T-MAC) [9].
•
Berkeley MAC (B-MAC) [10].
•
Gateway MAC (G-MAC) [11].
12
Terdapat 2 macam desain protokol MAC, yaitu TDMA-based dan Contentionbased. Secara umum, tujuan protokol MAC adalah untuk menghasilkan efisiensi sistem yang tinggi. Teknik ini ditempuh dengan cara modifikasi sleep mode dari prosesor pengolah data dan pengaturan siklus kerja (duty cycle) dari waktu transmisi data oleh transceiver. Bidang lain yang juga diteliti pada layer data link ini adalah tentang error control coding schemes [3]. Perkembangan penelitian di layer network berkisar pada penelusuran algoritma routing data yang lebih kompleks dan efektif dalam menangani perubahan topologi jaringan yang cepat serta faktor skalabilitas. Seiring dengan perkembangan penelitian di bidang jaringan sensor nirkabel, maka beberapa hal akan menjadi tren pasar JSN di tahun-tahun mendatang, antara lain: -
Sensor-sensor dengan ukuran yang semakin kecil dan semakin variatif
-
Kemampuan pengolahan data yang semakin baik dalam sistem embedid
-
Lebar kanal komunikasi (bandwidth) yang semakin besar dan ukuran transceiver yang semakin kecil
-
Modul yang terintegrasi antara fungsi sensing, pengolahan data, dan komunikasi
-
Catu daya berbasis panel sel surya sebagai bentuk konservasi energi
-
Aplikasi JSN yang semakin bertambah seiring kebutuhan manusia akan informasi.
II.1.4 Layer Physical Pada level perangkat keras, tiap node sensor pada topologi di atas, memiliki konfigurasi umum seperti dapat dilihat pada Gambar II.5 di bawah ini, yaitu terdiri dari (1) sensing unit, (2) prosesor pengolah data, (3) transceiver untuk komunikasi, (4) bagian catu daya, dan (5) bagian-bagian tambahan seperti aktuator dan GPS. Node sensor ini melakukan beberapa fungsi umum [1] seperti: •
ekstraksi data fisik dari lingkungan
•
pengolahan data awal dan penyimpanan sementara
•
transmisi data secara nirkabel ke node lain
•
sebagai node relay dalam komunikasi multi-hop.
13
Gambar II.5. Blok diagram perangkat keras node sensor [3].
II.1.5 Layer Data Link Pada layer ini, terdapat protokol MAC yang bertugas untuk mengatur komunikasi data antara node asal dengan node tujuan. Parameter-parameter utama dalam protokol MAC adalah: -
Efisiensi energi.
-
Skalabilitas.
-
Collision avoidance
Secara umum, terdapat 2 macam protokol MAC, yaitu berbasis TDMA dan contention-based. Pada basis TDMA, pertukaran data antar node dalam jaringan diatur berdasarkan slot-slot waktu yang disepakati bersama. Sedangkan pada contention-based, node-node yang ingin bertukar data harus berebutan untuk mendapatkan medium. Basis TDMA memiliki keuntungan dalam collision avoidance, namun memiliki kekurangan dalam skalabilitas. Sedangkan pada contention-based, skalabilitas adalah keuntungan utamanya, namun protokol ini masih kurang baik dalam efisiensi energi dan collision avoidance. Pemilihan protokol MAC didasarkan pada aplikasi dan topologi jaringan. Protokol TDMA biasa digunakan pada topologi tipe klaster sedangkan protokol contentionbased pada topologi flat. Contoh protokol berbasis TDMA adalah E-MAC [7], dan contoh protokol contention-based adalah S-MAC [6]. Berikut penjelasan singkatnya. 14
Gambar II.6. Protokol E-MAC [7]. Protokol E-MAC terdiri dari frame, timeslot, dan section. Pada frame, terjadi pengaturan pertukaran data dan 1 frame terdiri dari beberapa timeslot.Pada timeslot terjadi pembagian tugas tiap node dan 1 slot terdiri dari beberapa section. Pada section adalah pengaturan proses komunikasi yang terdiri dari CR (request transmission), TC (traffic control), dan paket data. Protokol ini diilustrasikan pada Gambar II.6 di atas.
Gambar II.7. Protokol S-MAC [6]. Pada protokol Sensor-MAC (S-MAC), terdapat 3 bagian pengaturan, yaitu sinkronisasi waktu dengar/tidur antar node dengan paket SYNC, perebutan medium oleh node yang aktif melalui CS (Carrier Sense), dan proses komunikasi data dengan skema RTS/CTS/DATA/ACK. Protokol ini diilustrasikan pada Gambar II.7 di atas.
15
II.2
Teknik Modulasi Digital
Modulasi adalah proses pengubahan parameter gelombang pembawa oleh sumber informasi, dalam hal ini data digital. Modulasi didapat dengan mengatur karakteristik fisik dari sinyal pembawa, baik frekuensi, fasa, amplituda, maupun kombinasinya. Sedangkan demodulasi adalah pengambilan informasi pita dasar dari gelombang pembawa sehingga bisa diproses dan diinterpretasi oleh penerima yang sesuai [13]. Pada sistem riil, sistem komunikasi membutuhkan modulator pada ujung pemancar dan demodulator pada ujung penerima. Tujuan utama sistem komunikasi digital adalah untuk mengirim data digital antar dua atau lebih node [18]. Sistem komunikasi digital memiliki beberapa keuntungan daripada sistem analog, yaitu: -
Kapasitas dan kualitas informasi
-
Keamanan data
-
Kompatibilitas dengan perangkat digital lain
Terdapat 2 kategori skema modulasi digital. Kategori pertama adalah dengan menggunakan sinyal pembawa beramplituda konstan, dan informasi divariasikan pada frekuensi dan fasanya (FSK, PSK). Kategori kedua adalah dengan menggunakan informasi pada variasi amplituda sinyal pembawa (ASK) [18]. Dalam perancangan sistem komunikasi digital, ada 3 parameter yang dijadikan pertimbangan unjuk kerja [17], yaitu -
Efisiensi Lebar kanal (bandwidth) Dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengakomodasi data dengan kecepatan transfer dan performansi BER tertentu pada lebar kanal yang terbatas.
-
Efisiensi Daya Dapat diartikan sebagai kemampuan dari teknik modulasi untuk menjaga keutuhan data digital pada level daya tertentu, atau penambahan daya yang dibutuhkan untuk mencapai level BER tertentu.
16
-
Biaya Parameter biaya menjadi penting jika terkait dengan sistem komunikasi masal seperti sistem telepon selular.
Frequency Shift Keying (FSK) Dua level biner, logika 0 (low) and 1 (high), direpresentasikan dengan gelombang sinyal analog. Representasi masing-masing logika dilakukan dengan menggeser frekuensi berbeda pada deviasi tertentu berdasarkan data binernya, dan dengan amplituda sinyal yang tetap [18]. Ekspresi analitik umum dari FSK adalah:
S FSK (t ) = A cos(2π fb t ) fb ('1') → f c + Δf fb ('0 ') → f c − Δf
(II.1)
dengan ƒc adalah frekuensi tengah. Kelebihan dari FSK adalah kesederhanaan dalam modulasi dan demodulasi akibat amplituda sinyal yang konstan sehingga dapat menggunakan penguat daya nonlinier. Sedangkan kekurangannya adalah pada efisiensi lebar kanal dan performansi BER [18]. Skema modulasi ini diilustrasikan pada Gambar II.8 di bawah ini.
Gambar II.8. Skema modulasi FSK [18].
17
II.3
Sensor dan Pengondisi Sinyal
Sensor berfungsi untuk memperoleh data masukan sistem yang berasal dari fenomena-fenomena fisik alam seperti suhu, kelembaban, tekanan, dan lain-lain. Sensor kemudian mengubah besaran fisik tersebut menjadi besaran listrik. Besaran listrik ini terkadang dapat langsung diartikan sebagai informasi, namun terkadang memerlukan rangkaian pengondisi sinyal terlebih dahulu. Pada bagian ini, akan dijelaskan tentang sensor tekanan, sensor temperatur, sensor kelembaban, dan komponen pengondisi sinyal seperti penguat operasional dan pembangkit frekuensi.
II.3.1 Sensor Tekanan Sensor tekanan adalah devais yang berfungsi mengkonversi perubahan tekanan menjadi suatu besaran listrik. Prinsip kerja yang digunakan ada beberapa macam, diantaranya yaitu piezoelektrik, kapasitif, dan piezoresistif. Pada sensor piezoelektrik, konduktivitas bahan piezoelektrik berubah terhadap perubahan tegangan atau regangan yang dimanfaatkan untuk mengindera tekanan. Sensor kapasitif berupa suatu struktur kapasitor variabel dengan perubahan jarak antar pelat yang berubah sesuai perubahan tekanan. Pada sensor tipe piezoresistif, resistansi bahan berubah terhadap perubahan tegangan atau regangan yang dimanfaatkan untuk mengindera tekanan [14]. Berdasarkan referensinya, sensor tekanan dibedakan menjadi sensor tekanan diferensial dan absolut. Sensor tekanan diferensial mengukur beda tekanan antara dua ruangan. Sedangkan sensor tekanan absolut adalah sensor tekanan diferensial yang salah satu ruangan yang terukur dibuat tetap, yang disebut sebagai ruang referensi tekanan [14]. Pada bagian ini, akan dijelaskan sensor tekanan abosolut tipe piezoresistif. Struktur dan prinsip kerja sensor tekanan piezoresistif dapat dilihat pada Gambar II.9 di bawah ini. Terjadinya beda tekanan pada kedua sisi akan menyebabkan membran tertekan ke arah sisi dengan tekanan yang lebih rendah, bersamaan dengan terjadinya stress dan strain pada seluruh bagian membran. Strain ini akan diindera oleh resistor-
18
resistor
yang
bersifat
piezoresistif
dan
menyebabkan
perubahan
nilai
resistansinya. Dengan konfigurasi jembatan wheatstone, perubahan resistansi tersebut diubah menjadi keluaran tegangan [14].
Gambar II.9. Struktur sensor tekanan abosolut piezoresistif [14]. Salah satu contoh sensor tekanan abosolut tipe piezoresistif adalah sensor ASDX015A24R buatan Sensym. Bentuk fisik dan konfigurasi pin sensor ini dapat dilihat pada Gambar II.10 di bawah ini. Sensor ini merupakan integrasi sensor piezoresistif dan rangkaian elektronik digital berbasis mikrokontroler. Blok diagram sensor ini dapat dilihat pada Gambar II.11.
Gambar II.10. Sensor tekanan ASDX-015A24R. Beberapa spesifikasi teknis dari sensor ini adalah sebagai berikut •
Rentang pengukuran: 0 – 15 PSI (1034 mbar)
•
Tegangan keluaran: 0,5 – 4,5 V
•
Konsumsi arus: 6 mA
•
Waktu respon: 8 ms
•
Akurasi: 2%
•
Step kuantisasi: 3 mV
19
Gambar II.11. Blok diagram sensor tekanan ASDX-015A24R.
II.3.2 Sensor Temperatur Sensor temperatur berfungsi untuk memperoleh data perubahan suhu sekitar dan diubah dalam bentuk besaran listrik seperti resistansi, tegangan dan arus listrik. Klasifikasi sensor temperatur didasarkan atas rentang temperatur, sensitivitas, dan linieritasnya. Berdasarkan ketiga variabel tersebut, ada beberapa jenis sensor temperatur, diantaranya yang akan dibahas adalah Thermistor, RTD (Resistance Thermal Detector), dan Termokopel. Pada bagian ini, akan dijelaskan lebih rinci mengenai sensor temperatur jenis RTD dan contoh komponen riilnya. RTD (Resistance Thermal Detector) RTD (Resistance Thermal Detector) adalah resistor yang digunakan sebagai sensor temperatur yang terbuat dari logam. Logam yang sering digunakan sebagai RTD adalah platinum karena memiliki stabilitas dan resistansi terhadap bahan kimia yang tinggi. Beberapa logam lain juga digunakan untuk RTD, antara lain tembaga, tungsten dan nikel [15]. RTD memiliki koefisien temperatur positif sehingga kenaikan suhu disertai dengan kenaikan resistansi RTD. Kelebihan RTD adalah respon resistansi yang lebih linier daripada thermistor, namun rentang temperaturnya lebih kecil daripada thermistor. Hubungan antara resistansi dan temperatur pada RTD dituliskan dalam persamaan II.2 di bawah ini. RT = R0.(1+α.T)
(II.2)
dengan R0 adalah resistansi RTD saat 00C dan α adalah koefisien temperatur RTD [15]. Kurva karakteristik RTD dapat dilihat pada Gambar II.12 di bawah ini. 20
Gambar II.12. Kurva karakteristik RTD [15]. Sensor Temperatur LM35 Sensor temperatur LM35 buatan National Semiconductor adalah sensor temperature dengan tipe RTD. Sensor ini memiliki tegangan keluaran yang proposional linear terhadap suhu dalam Celcius. Sensor LM35 tidak memerlukan kalibrasi tambahan untuk menghasilkan akurasi data sebesar 0.5°C pada suhu ruangan. Hal-hal ini menyebabkan sensor ini tidak memerlukan rangkaian pengondisi yang rumit. Arus yang dikonsumsi dari catu hanya sebesar 60 μA sehingga sensor ini memiliki efek pemanasan diri (self-heating)yang kecil. Sensor LM35 memiliki faktor skala linear +10,0 mV/°C dan kemasan TO-92 seperti dapat dilihat pada Gambar II.13 di bawah ini.
(a) (b) Gambar II.13. Sensor temperatur LM35.
21
II.3.3 Sensor Kelembaban Kelembaban Relatif (relative humidity – RH) merupakan perbandingan antara tekanan uap air aktual pada suatu volume udara dan temperatur tertentu dan tekanan uap air jenuh pada kondisi yang sama. Parameter ini dapat dinyatakan dalam suatu persamaan II.3 sebagai berikut: tekanan uap air aktual RH (%) = -------------------------------- x 100% tekanan uap air jenuh
(II.3)
Alat ukur kelembaban sederhana yang masih digunakan adalah wet-dry bulb. Alat ini membandingkan antara titk embun dan temperatur aktual. Alat ini terdiri dari dua buah termometer yang masing-masing dibungkus kapas pada ujungnya, dengan salah satu termometer dibungkus dengan kapas basah (untuk memperoleh titk embun), sedangkan satunya lagi kering (untuk mengukur temperatur aktual). Perbedaan suhu kedua termometer ini dirujukkan pada tabel tertentu untuk diperoleh nilai kelembaban udara aktual [16]. Alat ukur kelembaban yang populer adalah sensor yang dibuat dengan memanfaatkan karakteristik elektrik bahan, seperti resistansi dan kapasitansi, yang diolah menjadi keluaran tegangan, pembangkitan frekuensi yang sebanding dengan perubahan kelembaban yang terukur [16]. Tipe sensor yang akan dibahas adalah tipe kapasitif. Rumus yang menggambarkan prinsip kerja sensor kelembaban tipe kapasitif adalah sebagai berikut.
C=
εr ⋅ε0 ⋅ A d
(II.4)
dengan keterangan sebagai berikut: εr = Konstanta dielektrik relatif bahan ε0 = Permitivitas ruang hampa (F/cm) A = Luas permukaan kapasitor (cm2) d = Jarak antar keping kapasitansi (cm) Keberadaan uap air dengan εr = 78,3 pada bahan dielektrik dengan εr sekitar 3-10, akan menimbulkan perubahan permitivitas bahan sehingga menyebabkan perubahan kapasitansi. Salah satu contoh sensor kelembaban tipe kapasitif adalah sensor HS1101 buatan Humirel seperti tampak pada Gambar II.14 di bawah ini. 22
h
l d
(a) (b) Gambar II.14. Sensor kelembaban tipe kapasitif [16]. Beberapa spesifikasi teknis dari sensor ini adalah sebagai berikut •
Rentang pengukuran: 1 – 99 %RH
•
Sensitivitas: 0,34 pF/%RH
•
Deviasi terhadap kurva normal: +/- 2 %RH
•
Waktu respon (33 ke76 %RH): 5 detik
•
Koefisien temperatur: 0,04pF/°C
•
Temperatur kerja: -40 – 100 °C
Sedangkan hubungan antara kelembaban relatif dan kapasitansi sensor dapat dilihat pada Gambar II.15 dan persamaan II.5 di bawah ini.
C ( pF ) = 180 × (1.25 ⋅10−7 RH 3 − 1.36 ⋅10−5 RH 2 + 2.19 ⋅10−3 RH + 9.0 ⋅10−1 ) (II.5)
Gambar II.15. Hubungan kapasitansi dan kelembaban relatif.
23
II.3.4 Penguat Operasional Penguatan sinyal adalah salah satu proses yang dilakukan pada rangkaian pengkondisi pada umumnya. Dalam aplikasi instrumentasi elektronika, penguat operasional (op-amp) banyak sekali digunakan dalam berbagai bentuk rangkaian. Macam-macam variasi rangkaian op-amp ini memberikan karakteristik dan kegunaan yang bermacam-macam pula. Contoh berbagai rangkaian op-amp adalah
inverting,
non-inverting,
integrator,
summing
amplifier,
hingga
comparator. Gambar II.16 di bawah adalah contoh rangkaian non-inverting.
Gambar II.16. Aplikasi penguat operasional konfigurasi non-inverting. Salah satu contoh IC op-amp yang tersedia di pasaran adalah LM358 buatan National Semiconductor. Op-amp ini adalah IC 8 pin yang terdiri dari 2 buah opamp di dalamnya (Dual Op-amp). Beberapa spesifikasi penting yang dimiliki oleh op-amp jenis ini antara lain: ¾ DC Gain: 100 dB ¾ CMRR: 85 dB ¾ PSRR: 100 dB ¾ Konsumsi arus suplai: 0,5 – 1,2 mA LM358 menggunakan 2 buah suplai tegangan, dengan beda suplai tegangan satu dan yang kedua berkisar antara 3V sampai 26V. Dengan penguatan sebesar 100 dB, disipasi daya chip ini cukup kecil yaitu sekitar 830 mW. Op-amp LM358 ini dapat bekerja dengan baik pada rentang suhu 0 – 700C dan disimpan pada suhu penyimpanan -65 – 1500C. Contoh karakteristik op-amp berupa konsumsi arus suplai dan penguatan dapat dilihat pada Gambar II.17 di bawah. Berdasarkan 24
grafik, dapat diketahui bahwa konsumsi arus suplai dipengaruhi oleh temperatur kerja, dan penguatan op-amp bergantung juga pada tegangan suplai.
(a) Konsumsi arus suplai (b) Penguatan tegangan Gambar II.17. Karakteristik LM358.
II.3.5 Pembangkit Frekuensi Rangkaian pengondisi berupa pembangkit frekuensi juga banyak digunakan. Prinsipnya adalah dengan membangkitkan pulsa dengan perioda yang dapat diatur. Salah satu contoh rangkaian pembangkit frekuensi adalah multivibrator astabil yang dapat dilihat pada Gambar II.18 di bawah ini.
Gambar II.18. Multivibrator astabil.
25
Terdapat 3 bagian utama dalam rangkaian di atas, yaitu R1, R2, dan R3 sebagai penghasil tegangan 2/3Vcc dan 1/3Vcc, komparator dan RS flip-flop sebagai pemicu saklar S1, dan RA, RB, dan C sebagai komponen kunci. Cara kerja rangkaian adalah sebagai berikut. 1. Ketika S1 terbuka, kapasitor C diisi Vcc melalui RA dan RB mulai dari VC < 1/3Vcc (Q = 0) hingga 1/3Vcc < VC < 2/3Vcc (Q = Q’). Waktu pengisian adalah 0,693·( RA + RB)·C. 2. Ketika VC > 2/3Vcc (Q = 1), S1 terpacu untuk tertutup dan terjadi pengosongan kapasitor C hingga VC < 1/3Vcc (Q = 0 kembali). Waktu pengosongan adalah 0,693· RB ·C. 3. Siklus berulang-ulang sehingga dihasilkan gelombang pulsa dengan:
Thigh = 0,693·( RA + RB)·C dan Tlow = 0,693· RB ·C
Frekuensi pulsa = 1 / (0,693·( RA +2 RB)·C)
(a) Skema internal (b) Aplikasi sensor Gambar II.19. IC TLC555. Salah satu IC yang dapat digunakan sebagai pembangkit frekuensi adalah TLC555. Skema internal IC ini, seperti tampak pada Gambar II.19 (a) di atas, merupakan rangkaian multivibrator. Aplikasi rangkaian pembangkit frekuensi adalah sebagai pengondisi sinyal untuk sensor kapasitif, seperti sensor kelembaban HS1101 pada Gambar II.19 (b) di atas. Sehingga berdasarkan rangkaian multivibrator astabil di atas, komponen penting pada rangkaian Gambar II.19 (b) adalah R2, R4, dan sensor HS1101 itu sendiri sebagai kapasitor.
26
II.4
Pengolah Data Berbasis Mikrokontroler
Mikrokontroler merupakan komponen utama dari sistem pengolahan data. Terdapat berbagai jenis mikrokontroler dengan karakteristik dan kegunaan yang berbeda-beda. Dalam desain sistem yang menggunakan mikrokontroler, pemilihan jenis mikrokontroler harus disesuaikan dengan spesifikasi dan kebutuhan sistem. Salah satu contoh mikrokontroler yang sering digunakan dan akan dibahas pada bagian ini adalah ATMega128. Mikrokontroler ATMega128 adalah sebuah mikrokontroler CMOS 8-bit berdaya rendah yang berdasarkan arsitektur AVR RISC dan memiliki kemampuan mengeksekusi instruksi-instruksi dalam satu siklus clock. Mikrokontroler ATMega128 merupakan mikrokontroler buatan Atmel Corporation yang memiliki 64 pin dengan catu daya tunggal 4,5 – 5,5 volt. Konfigurasi pin ATMega128 dapat dilihat pada Gambar II.20 di bawah ini.
Gambar II.20. Konfigurasi pin mikrokontroler ATMega128.
27
Mikrokontroler ATMega128 ini memiliki fitur-fitur sebagai berikut:
128 Kbyte In-System Programmable Flash
4 Kbyte EEPROM
4 Kbyte SRAM internal
Konverter A/D 10-bit 8 kanal
Pewaktu / pencacah 8-bit 2 kanal, 16-bit 2 kanal
Interupsi internal dan eksternal
Dual Programmable USART
Master/slave SPI serial interface
Arsitektur mikrokontroler AVR RISC ATMega128 ditunjukkan pada Gambar II.21 di bawah ini.
Gambar II.21. Arsitektur mikrokontroler ATMega128.
28
Bagian dan fitur ATMega128 yang dibahas pada tesis ini adalah ADC, Pewaktu / ICP, dan USART, karena terkait dengan tesis yang dilakukan.
Analog to Digital Converter Kelebihan ATMega128 dalam hal Konverter A/D adalah memiliki 8 kanal masukan ADC yang terhubung ke 10-bit successive-approximation ADC. Ciri-ciri utama dari Konverter A/D ATMega128 adalah: •
Non-linieritas integral sebesar 0,5 LSB
•
Akurasi absolut +/- 2 LSB
•
Waktu konversi 13 – 260 µs
•
ADC Conversion Complete Interrupt
•
Free running or single conversion mode
•
Sleep mode noise canceller
Pewaktu dan ICP Kelebihan ATMega128 adalah memiliki 2 kanal pewaktu 8-bit (Timer-0 dan Timer-2) dan 2 kanal pewaktu 16-bit (Timer-1 dan Timer-3). Ciri-ciri utama dari pewaktu ATMega128 adalah: •
Pin input capture (ICP) dengan noise canceller
•
Pulse Width Modulation dan Output Compare Match
•
10-bit clock prescaler
USART Kelebihan ATMega128 adalah memiliki 2 kanal USART full duplex dengan register pengirim dan penerima yang terpisah. Ciri-ciri utama dari USART ATMega128 adalah: •
Operasi sinkron dan asinkron
•
Baud rate tinggi dengan frekuensi XTAL rendah
•
Menapis Noise (Noise Filtering)
•
3 macam interupsi terpisah
29
II.5
Regulator Tegangan
Untuk dapat menjalankan fungsinya, tiap peralatan elektronik memerlukan sumber tenaga yang stabil pada berbagai tarikan arus beban, untuk itulah diperlukan regulator tegangan. Bagian ini akan membahas prinsip kerja regulator tegangan baik yang linear maupun switching, dan hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan sistem catudaya. Pengaturan tegangan yang diharapkan adalah terjaganya level tegangan pada nilai konstan yang diinginkan terhadap perubahan yang terjadi pada sumber tegangan, beban, dan temperatur, serta memiliki efisiensi konversi mendekati 100%. Perubahan tegangan keluaran terhadap perubahan tegangan sumber disebut pengaturan sumber (line regulation). Rasio antara perubahan tegangan pada beban penuh dengan level tegangan yang diinginkan disebut dengan pengaturan beban (load regulation). Level keluaran seringkali juga tidak stabil, hal ini dinamakan riak tegangan (voltage ripple) [12]. Hal ini diilustrasikan pada Gambar II.22.
Gambar II.22. Ketidakidealan regulator tegangan [12]. Regulator linear berlaku sebagaimana resistor variabel di antara masukan dan keluaran, untuk menyediakan tegangan keluaran yang tepat. Tegangan keluaran dicuplik kemudian dibandingkan dengan tegangan referensi. Perbedaan yang muncul di antara kedua tegangan tersebut selanjutnya dikonversi secara proporsional menjadi arus yang akan mengendalikan resistansi transistor series pass. Hal ini diilustrasikan pada Gambar II.23. Dengan cara ini, tegangan keluaran dapat dijaga walaupun terjadi perubahan tegangan masukan atau arus beban [12]. 30
Kelemahan jenis regulator ini adalah kecilnya efisiensi konversi, karena adanya disipasi daya. Semakin besar tarikan arus beban, disipasi daya akan semakin besar, regulator semakin panas, dan efisiensi semakin buruk. Tetapi, regulator linear memiliki keunggulan antara lain sederhana, riak tegangannya kecil, pengaturan sumber dan bebannya sangat baik, dan responsnya terhadap perubahan tegangan sumber dan beban cukup cepat. Pemakaian yang banyak adalah pada beban yang ringan atau beda tegangan masukan-keluaran yang kecil (low drop out regulator).
Series Pass Q1
Io
Vo
R1 V ac
Cp Vdc R2
V ref C urrent Am plifier
Gambar II.23. Rangkaian regulator linear [12].
Gambar II.24. Teknik modulasi lebar pulsa [12]. Untuk mengatasi buruknya efesiensi pada regulator linear, diperkenalkan regulator switching. Prinsipnya adalah dengan menghidup-matikan saklar, sehingga tegangan rata-ratanya mencapai level yang diinginkan. Hal ini diilustrasikan pada Gambar II.24. Tegangan rata-rata yang dirasakan oleh resistor adalah
V o (avg ) =
t on × Vi T
(II.6)
31
Dengan mengatur durasi ton, perbandingan antara Vo dengan Vi bisa diatur. Teknik ini dikenal dengan modulasi lebar pulsa (PWM, pulse width modulation). Cara kerja regulator switching diilustrasikan pada Gambar II.25. Untuk menghasilkan tegangan keluaran yang lebih rendah daripada tegangan masukan digunakan buck atau step-down regulator. Ketika pengendali transistor mengukur bahwa level tegangan keluaran lebih rendah daripada ambang yang ditetapkan, transistor dinyalakan sehingga arus mengalir pada induktor L dan mengisi kapasitor C. Tegangan pada kapasitor terus meningkat sampai mencapai ambang tertentu dan kemudian transistor dimatikan. Karena arus pada induktor tidak bisa berubah secara tiba-tiba, maka rangkaian ini akan memaksa mengalirnya arus melewati diode D, induktor dan kapasitor, yang berarti mentransfer energi yang tersimpan pada induktor ke kapasitor. Beban RL dihubungkan ke kapasitor.
Gambar II.25. Rangkaian buck (step down)regulator [12]. Disipasi daya pada buck regulator cukup rendah. Saat transistor Q OFF, Q beroperasi pada tegangan maksimum Vi tetapi arus sama dengan nol sehingga tidak ada daya yang didisipasikan. Saat transistor ON, D beroperasi pada tegangan negatif dan mengalirkan arus yang sangat kecil, sehingga disipasi daya juga sangat kecil. Rendahnya disipasi daya inilah yang menyebabkan buck regulator memiliki efisiensi yang tinggi. Tegangan keluaran dari ruck regulator akan mempunyai ripple gigi gergaji jika tidak difilter. Tegangan ripple ini dapat bervariasi antara 0,5 % hingga 3 % dari tegangan keluaran. Tegangan ripple ini terutama disebabkan oleh arus ripple pada induktor dikalikan dengan Equivalent Series Resistance (ESR) dari kapasitor 32
keluaran dan juga kecepatan switching dari transistor. Untuk meminimalkan ripple tegangan keluaran ini, dapat dilakukan dengan cara memperbesar nilai induktansi dari induktor atau memperbesar nilai kapasitor pada tegangan keluaran. Efisiensi suatu regulator adalah perbandingan antara daya keluaran terhadap daya masukannya. Bila Vo adalah tegangan keluaran, Io adalah arus keluaran, Vi dan Ii masing-masing adalah tegangan dan arus masukan, efisiensi konversi dapat dinyatakan dengan
η=
Vo × I o Vi × I i
(II.7)
Dari rumus tersebut, arus masukan yang ditarik dapat ditentukan dengan Ii =
Vo × I o Vi × η
(II.8)
Pertimbangan pemakaian jenis regulator didasarkan kepada beberapa parameter. Nilai tipikal parameter-parameter tersebut diperlihatkan pada Tabel II.1. Tabel II.1. Perbandingan antara regulator linear dan switching [12]. Spesifikasi Regulator Linear Regulator Switching Pengaturan sumber 0,02%–0,05% 0,05%–0,1% Pengaturan beban 0,02%–0,1% 0,1%–1,0% Riak keluaran 0,02%–0,1% 10 mV–100 mVP-P Jangkauan tegangan masukan ±10% ±20% Efisiensi 40%–55% 60%–95% Kerapatan daya 0,5 W/cu. in. 2W–10W/cu. in. Pemulihan transien 50 μs 300 μs Waktu hold-up 2 ms 34 ms
33