Bab II Studi Literatur
BAB II STUDI LITERATUR 2.1 Permintaan Angkutan (Demand) Dalam penetapan dimensi alat angkut sangat dipengaruhi oleh besarnya demand. Pada demand yang kecil lebih optimal menggunakan angkutan dengan kapasitas yang kecil dan untuk demand yang besar digunakan kapasitas angkutan yang besar. Dengan semakin besarnya alat angkut yang digunakan perlu dilakukan penyesuaian prasarananya. Dalam perencanaan demand angkutan umum meliputi beberapa fase berikut : a. Penetapan
Jaringan Trayek, dengan kriteria-kriteria pertimbangan
bangkitan dan tarikan pada daerah asal – tujuan, jenis pelayanan, hierarki kelas jalan yang sama dan/atau lebih tinggi sesuai ketentuan kelas jalan yang berlaku, tipe terminal yang sesuai dengan jenis pelayanannya dan simpul transportasi lainnya, seperti bandara, pelabuhan dan stasiun kereta api, serta pertimbangan tingkat pelayanan (level of service) yang berupa perbandingan antara kapasitas jalan dan volume lalu lintas. Kriteria penetapan jaringan trayek : 1.
Titik asal dan tujuan yang merupakan titik terjauh.
2.
Berawal dan berakhir pada tipe terminal yang sesuai dengan jenis pelayanannya.
3.
Lintasan yang dilalui bersifat tetap dan sesuai kelas jalan.
Pertimbangan perhitungan bangkitan dan tarikan perjalanan pada daerah asal – tujuan dilakukan dengan tahapan-tahapan :
II-1
Bab II Studi Literatur
1.
Adaya penelitian asal dan tujuan perjalanan orang menurut zona jenis pelayanan angkutan.
2.
Penentuan variabel yang berpengaruh terhadap bangkitan dan tarikan perjalanan.
3.
Perhitungan bangkitan dan tarikan perjalanan untuk kondisi sekarang dan tahun rencana (forecasting).
4.
Penentuan model distribusi perjalanan.
5.
Perhitungan distribusi perjalanan untuk kondisi eksisting dan tahun rencana (forecasting).
6.
Perhitungan model pembebanan perjalanan (trip assignment).
7.
Pembebanan perjalanan kondisi eksisting dan tahun rencana.
8.
Konversi jumlah perjalanan orang menjadi jumlah kendaraan, dengan pertimbangan : jumlah frekuensi, faktor muat 70 % dan kapasitas kendaraan supply.
b. Perhitungan kebutuhan kendaraan, dengan melihat faktor-faktor berikut ini: 1.
Jumlah perjalanan pergi-pulang per hari rata-rata dan tertinggi.
2.
Jumlah rata-rata seat kendaraan.
3.
Realisasi load factor (faktor muat).
4.
Load factor 70%
5.
Tersedianya fasilitas terminal yang sesuai.
6.
Tingkat pelayanan (level of service) jalan.
Loading
Factor
(LF)
adalah
besaran
yang
menyatakan
tingkat
kepenuhsesakan (kejenuhan jumlah penumpang) di dalam angkutan umum II-2
Bab II Studi Literatur
pada zona tertentu. Load factor untuk setiap zona didapatkan dari perbandingan penumpang yang ada dengan kapasitas angkutan tersebut. Secara matematis load factor dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Selain loading factor juga dikenal istilah lain yaitu Potetial Loading Profile. Potential loading profile ini merupakan demand actual jumlah penumpang. Potential loading profile suatu titik dapat dihitung dengan persamaan berikut:
2.2 Biaya Operasional Kendaraan (BOK) 2.2.1 Definisi Biaya a. Fixed Cost dan Variabel Cost Fixed cost (biaya tetap) adalah biaya yang nilainya tidak tergantung dari pengoperasian kendaraan (time dependent), misalnya biaya kepemilikan kendaraan. Fixed cost sering juga disebut sebagai standing cost. Fixed cost hanya dapat dihindari dengan penjualan kendaraan tersebut. Sedangkan Variabel cost (biaya variabel) adalah biaya yang nilainya akan berubah-ubah
sesuai
dengan
pengoperasiaan
kendaraan
(distance
dependent), misalnya biaya pemakaian bahan bakar, pemakaian ban dan penggantian suku cadang. Variabel cost sering juga disebut running cost. Variabel cost hanya dapat dihindari jika kendaraan tidak digunakan.
II-3
Bab II Studi Literatur
b. Direct Cost dan Indirect Cost Direct cost (biaya langsung) adalah biaya yang nilainya berkaitan langsung dengan kegiatan-kegiatan operasi kendaraan tersebut, misalnya penggunaan bahan bakar, perawatan kendaraan dan upah pengemudi. Sedangkan Indirect cost (biaya tidak langsung) adalah biaya yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan pengoperasian kendaraan, misalnya biaya pemeliharaan gedung, retribusi, biaya administrasi dan gaji pegawai administrasi (selain pengemudi dan kondektur). 2.2.2 Komponen Biaya Komponen Biaya Operasi Kendaraan (BOK) dapat dikategorikan: a.
Biaya Tetap (Fixed Cost) A. Gaji Pengemudi dan Kondektur Dalam memperkirakan biaya pengemudi dan kondektur ini tidak ada kesulitan khusus, karena sudah ada aturan yang jelas dalam menentukan berapa besarnya gaji yang diterima oleh pengemudi dan kondetur. Selain gaji dasar, untuk pengemudi dan kondektur juga menerima tunjangan lainnya diantaranya uang dinas jalan dan tunjangan sosial lainnya (jasa produksi, pengobatan, pakaian dinas dan Asuransi). B. Biaya Administrasi Biaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan pengoperasiaan
kendaraan
dan
kelanjutan
usaha.
Biaya
administrasi ini diantaranya biaya STNK, KIR, retribusi terminal dan biaya untuk pegawai selain pengemudi dan kondektur. II-4
Bab II Studi Literatur
C. Biaya Asuransi Biaya ini dikeluarkan untuk menjamin jika terjadi force major atau hal-hal yang terjadi diluar perkiraan, misalnya kecelakaan. Sehingga diharapkan bisa menjamin keterlangsungan usaha ini. Biaya ini diwajibkan dimasukkan sebagai salah satu variabel dalam memperkirakan Biaya Operasi Kendaraan (BOK). D. Biaya Overhead Definisi biaya overhead adalah biaya-biaya lainnya yang penting dari operasi kendaraan yang tidak dapat secara langsung dimasukkan dalam komponen-komponen biaya diatas, seperti gaji direksi, biaya telepon, biaya listrik, biaya pemeliharaan gedung, dan lain-lainnya. E. Bunga Modal Biaya ini diperhitungkan jika kepemilikan kendaraan didapat dari system pinjaman dari pihak ketiga. Besarnya nilai untuk bunga modal didasarkan pada laju inflasi. b. Biaya Variabel (Variable Cost) Biaya variabel terdiri dari komponen-komponen biaya antara lain: A. Biaya Penggunaan Bahan Bakar (BBM) Penggunaan bahan bakar (BBM) umumnya digunakan dalam KM/liter. Peningkatan dalam KM/liter menyatakan penggunaan bahan bakar yang lebih sedikit dan penurunan dalam biaya. Faktor-faktor yang mepengaruhi pemakaian bahan bakar antara lain: Kondisi kendaraan II-5
Bab II Studi Literatur
Umur kendaraan Jenis kendaraan / ukuran kendaraan Kondisi jalan Kecepatan kendaraan Load Factor (LF) Teknik mengemudi Iklim dan ketinggian lokasi B. Biaya Pemakaian Minyak Pelumas (Oli) Pemakaian minyak pelumas dilakukan pada saat servis besar dan servis kecil. Servis ini biasanya dilakukan berdasarkan jarak tempuh kendaraan. Untuk servis besar dilakukan jika kendaraan sudah menempuh jarak tertentu yang didalamnya secara rutin terdapat servis kecil seperti penambahan minyak pelumas setiap hari. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian minyak pelumas diantaranya: Kondisi mesin dan kendaraan Umur kendaraan Karakteristik jalan dan lalu lintas C. Biaya Pemakaian Ban Penggantian ban atau umur ban biasanya didasarkan pada jarak atau kilometer tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian ban diantaranya: Teknik mengemudi
II-6
Bab II Studi Literatur
Kualitas ban Iklim Load factor (LF) Kecepatan kendaraan Kondisi kendaraan Karakteristik jalan dan lalu lintas D. Biaya Pemeliharaan Kendaraan Yang termasuk kedalam biaya ini adalah pembelian suku cadang, perbaikan dan upah service. Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pemeliharaan kendaraan diantaranya: Umur dan kondisi kendaraan Load factor (LF) Kecepatan kendaraan Karakteristik jalan dan lalu lintas E. Depresiasi Depresiasi atau nilai penyusutan kendaraan akibat permakaian, biasanya akan meningkat seiring dengan jarak tempuh dan umur kendaraan. Depresiasi diadakan dengan tujuan untuk mengembalikan modal yang diinvestasikan dalam suatu bentuk dana cadangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi depresiasi adalah: Kondisi dan umur kendaraan Load factor (LF)
II-7
Bab II Studi Literatur
Karakteristik jalan dan lalu lintas Biaya ini dapat diperhitungkan dengan beberapa cara diantaranya : 1. Metode Garis Lurus (Straight Line Method) Metode ini menganggap bahwa harga dari suatu fasilitas berkurang sebanding dengan umur layannya. Besarnya penyusutan ini dibebankan sama besarnya pada setiap satuan waktu. Rumus yang digunakan adalah:
dimana: d = depresiasi tahunan P = harga pembelian kendaraan S = nilai sisa (residual value) n = umur layan kendaraan 2. Metode Sinking Fund Pada metode ini, depresiasi antara tahun pertama dan tahun berikutnya
diperhitungkan berbeda. Tahun berikutnya akan
diperhitungkan
lebih
kecil
dari
tahun
sebelumnya,
disini
diperhitungkan faktor suku bunga karena diasumsikan dana tersebut dimasukan kedalam deposito. Nilai depresiasi ini per tahun ditetapkan sedemikian rupa, sehingga pada akhir umur layannya dapat terkumpul dana sebesar harga perolehan dari fasilitas yang dipakai. Rumus yang digunakan adalah:
II-8
Bab II Studi Literatur
dimana: d = depresiasi tahunan (rupiah/tahun) P = harga kendaraan pada tahun pembuatan (rupiah) S = nilai sisa (residual value) pada akhir umur layan n = umur layan kendaraan i = tingkat suku bunga tahunan 2.3 Tarif Menurut Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam mengindikasikan penetapan tarif angkutan umum harus melibatkan tiga pihak, yaitu: 1. Pengelola jasa angkutan kota sebagai pihak yang mengharapkan tarif dapat seimbang dengan jasa pelayanan yang diberikan. 2. Pengguna jasa angkutan kota sebagai pihak yang mengeluarkan biaya setiap kali menggunakan angkutan kota, dengan harapan memperoleh layanan yang baik dan nyaman. 3. Pemerintah sebagai pihak yang menentukan tarif resmi dan sebagai regulator yang menyeimbangkan kepentingan masyarakat pengguna dengan pengelola, tanpa mengesampingkan pendapatan asli daerah dari sektor transportasi. 2.3.1 Tarif Jasa angkutan Tarif angkutan adalah suatu daftar yang memuat harga-harga untuk para pemakai jasa angkutan yang disusun secara teratur. Pembebanan dalam
II-9
Bab II Studi Literatur
harga dihitung menurut kemampuan transportasi. Adapun jenis tarif yang berlaku dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Tarif menurut trayek Tarif ini berdasarkan atas pemanfaatan operasional dari moda transport yang dioperasikan dengan memperhitungkan jarak yang dijalani oleh moda transport tersebut (km). 2. Tarif lokal Tarif ini berlaku dalam satu daerah tertentu. 3. Tarif differensial Tarif angkutan dimana terdapat perbedaan tinggi tarif menurut jarak, berat muatan, kecepatan atau sifat khusus dari muatan yang diangkut. 4. Tarif peti kemas (container) Jenis tarif ini diberlakukan untuk membawa kotak atau boks diatas truk berdasarkan ukuran boks atau kotak yang diangkut (20 feet atau 40 feet) dari asal pengiriman ke tempat tujuan barang. Atau biasa disebut dengan container on flat car (COFC). 2.3.2 Sistem Penetapan Tarif Jasa Transportasi Sistem penetapan tarif jasa angkutan kota dapat dilakukan dengan menggunakan tiga cara, yaitu: 1. Sistem penetapan tarif berdasarkan produksi jasa angkutan kota. Sistem penetapan ini berdasarkan biaya produksi jasa angkutan kota ditambah dengan keuntungan yang layak bagi keberlanjutan dan pengembangan pengelola jasa angkutan kota. Tarif yang ditetapkan berdasarkan sistem ini dinyatakan sebagai tarif minimum, dimana II-10
Bab II Studi Literatur
pengelola jasa angkutan kota tidak akan menawarkan lagi tarif jasa pelayanannya lebih rendah dari tarif tersebut. Sistem ini digunakan setelah menghitung biaya operasi kendaraan (biaya langsung dan biaya tidak langsung) yang di dalamnya juga sudah termasuk keuntungan dan overhead. 2. Sistem penetapan tarif berdasarkan nilai jasa angkutan kota. Sistem penetapan ini berdasarkan nilai yang dapat diberikan jasa pelayanan angkutan kota, dengan fokus pada mutu pelayanan dan kepuasan
penumpang
misalnya
kenyamanan,
ketertiban
dan
sebagainya. Biasanya tarif yang ditetapkan berdasarkan nilai jasa angkutan kota dinyatakan sebagai tarif maksimum. 3. Sistem penetapan tarif berdasarkan bentuk layanan apa yang dapat diberikan jasa angkutan kota. Tarif yang ditetapkan berdasarkan hal tersebut berada diantara tarif maksimum dan tarif minimum. Dengan menitik beratkan pada usaha untuk menutup seluruh variabel biaya yang timbul akibat pelayanan jasa angkutan tersebut. 2.3.3 Sistem Pentarifan Angkutan Kota Ada beberapa bentuk tarif yang biasa digunakan dalam angkutan di daerah perkotaan,yaitu: 1. Tarif sama rata/seragam (Flat Fare) Tarif sama rata ini dikenakan sama rata terhadap penumpang dalam trayek yang bersangkutan tanpa memperhatikan jarak tempuh, tarif jenis ini cocok untuk trayek di daerah perkotaan karena memungkinkan II-11
Bab II Studi Literatur
transaksi yang cepat dan mudah dalam pengumpulan ongkos di dalam kendaraan. Tetapi sistem ini mempunyai kelemahan bila diterapkan untuk trayek yang panjang. Kelemahan lain dari sistem ini adalah ada kecenderungan panjang perjalanan rata-rata menjadi lebih panjang. 2. Tarif berdasarkan jarak Tarif ini disebut juga tarif pos, ditentukan berdasarkan jarak tempuh, yaitu tarif diperoleh dari hasil perkalian panjang perjalanan dikalikan dengan harga satuan per kilometer. 3. Tarif berdasarkan zona Sistem tarif ini adalah penyederhanaan dari tarif bertahap dimana daerah pelayanan pengangkutan dibagi ke dalam zona-zona. Pusat kota biasanya sebagai zona terdalam. Kerugian berdasarkan zona ini adalah penumpang yang hanya melakukan perjalanan pendek di dalam dua zona yang berdekatan membayar ongkos untuk dua zona, begitu juga sebaliknya ongkos akan menjadi murah bila perjalanan panjang tetapi dilakukan dalam satu zona saja. 4. Tarif Waktu Pada sistem ini yang menjadi penetapan tarif adalah waktu, misalnya waktu 30 menit, 1 jam, 1 jam 30 menit dan seterusnya. Dengan pentarifan yang demikian walaupun seseorang pindah moda selama dalam waktu tertera dalam tiket, yang bersangkutan tidak perlu membayar lagi.
II-12
Bab II Studi Literatur
2.3.4 Penetapan Tarif Berdasarkan ATP dan WTP Pada prinsipnya penetapan tarif dapat ditinjau dari beberapa pihak yang berkepentingan dalam sistem angkutan kota, yaitu : 1. Pengguna jasa angkutan kota (user). 2. Pengelola jasa angkutan kota. 3. Pemerintah selaku regulator. Bila yang ditinjau adalah kepentingan pengguna jasa angkutan kota, maka parameter yang dianalisis adalah ATP dan WTP, dimana pengguna dijadikan subjek yang menentukan nilai tarif yang diperlakukan. Kajian dan analisis parameter ATP dan WTP: 1.
Ability To Pay (ATP) Menurut Uli (1999:12) Ability To Pay adalah kemampuan seseorang untuk membayar jasa pelayanan yang diterimanya berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal. Pendekatan yang digunakan dalam menganalisis ATP didasarkan pada alokasi biaya untuk transportasi dan panjang perjalanan rata-rata harian serta pendapatan yang diterimanya. Dimana besar ATP adalah rasio alokasi biaya transportasi dengan panjang perjalanan rata-rata harian. Dengan kata lain ATP adalah kemampuan masyarakat untuk membayar biaya perjalanan yang dilakukannya. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menganalisis ATP, yaitu: 1. Penghasilan keluarga per bulan. 2. Kebutuhan transportasi. 3. Total biaya transportasi per bulan. II-13
Bab II Studi Literatur
4. Panjang perjalanan rata-rata harian. 5. Total pengeluaran per bulan. 6. Jenis kegiatan. 7. Jumlah anggota keluarga. 8. Persentasi biaya transportasi terhadap penghasilan per bulan. 2.
Willingness To Pay (WTP) Menurut Tamin (1999:120) Willingness To Pay adalah kesediaan pengguna jasa angkutan kota untuk mengeluarkan biaya sebagai imbalan atas jasa yang diperoleh. Pendekatan yang digunakan dalam WTP didasarkan persepsi pengguna jasa angkutan kota terhadap jasa pelayanan angkutan kota tersebut. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menganalisis WTP, yaitu: 1. Produksi jasa angkutan yang disediakan oleh pengelola jasa angkutan kota. 2. Kualitas dan kuantitas pelayanan yang diberikan oleh pengelola jasa angkutan kota 3. Utilitas pengguna jasa angkutan kota terhadap angkutan kota tersebut.
Penghasilan pengguna jasa angkutan kota. Dalam pelaksanaan untuk menentukan tarif sering terjadi benturan antara ATP dan WTP, kondisi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a. ATP lebih besar dari WTP Kondisi ini menunjukkan bahwa kemampuan membayar lebih besar dari pada keinginan membayar jasa tersebut. Ini terjadi bila pengguna II-14
Bab II Studi Literatur
mempunyai penghasilan yang lebih relatif tinggi tetapi utilitas terhadap jasa tersebut relatif rendah, pengguna pada kondisi ini disebut choice riders. b. ATP lebih kecil dari WTP Kondisi ini merupakan kebalikan dari kondisi di atas, dimana keinginan pengguna untuk membayar lebih besar dari pada kemampuan membayarnya. Hal ini memungkinkan bagi pengguna yang mempunyai penghasilan relatif rendah tetapi utilitas terhadap jasa tersebut cenderung lebih dipengaruhi oleh utilitas, pada kondisi ini pengguna disebut captive riders. c. ATP sama dengan WTP Kondisi ini menunjukkan bahwa antara kemampuan dan keinginan membayar jasa yang dikonsumsi pengguna tersebut sama, pada kondisi ini terjadi keseimbangan utilitas pengguna dengan biaya yang dikeluarkan jasa tersebut. 2.4 Gambaran Wilayah Studi 2.4.1 Angkutan Umum di Jakarta Pada saat ini Public transportation atau angkutan umum yang dipergunakan oleh pengguna angkutan yang ada di wilayah Jakarta dapat dikelompokkan menjadi: 1. Angkutan Kota, yaitu angkutan dengan kendaraan bernotor umum yang melayani trayek dalam kota, yang terdiri dari: A. Bus Kota a.
Bus Besar
II-15
Bab II Studi Literatur
BUMN Swasta b.
Bus Sedang BUMN Koperasi
c.
Bus Kecil Koperasi Perorangan
B. Taksi Koperasi Swasta (Perseroan Terbatas) 2. Angkutan Perkotaan, yaitu angkutan dengan kendaraan bermotor umum yang pelayanannya melampaui batas kota yang bersifat bolak-balik. 3. Angkutan Antar Kota, yaitu angkutan dengan kendaraan bermotor umum yang melayani trayek antar kota dalam satu propinsi atau antar propinsi. 4. Angkutan Pariwisata, yaitu angkutan dengan
kendaraan bermotor umum
yang dipergunakan khusus mengangkut wisatawan ke dan dari suatu daerah tujuan wisata atau obyek wisata. 5. Angkutan Sewaan (Carter), yaitu angkutan dengan
kendaraan bermotor
umum yang dipergunakan oleh masyarakat dengan cara sewa dengan suatu perjanjian. 6. Angkutan Barang, yaitu angkutan dengan kendaraan bermotor umum yang melayani kegiatan pengangkutan barang.
II-16
Bab II Studi Literatur
2.4.2 Bus Kota a.
Bus Besar Yang dimaksud bus besar (bus standar) adalah bus yang dilengkapi dengan 35 – 50 tempat duduk, tidak termasuk tempat duduk pengemudinya, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan barang. Perusahaan bus besar di wilayah Bandara Soekarno-Hatta saat ini masih dimonopoli oleh Perum DAMRI (Djawatan Angkoetan Motor Republik Indonesia).
b. Bus Sedang Bus sedang (mikro bus) adalah bus yang dilengkapi dengan 24 tempat duduk, tidak termasuk tempat duduk pengemudinya. c. Bus Kecil Bus kecil (mikrolet dan sejenisnya) adalah mobil kendaraan bermotor dengan dilengkapi tempat duduk dengan kapasitas 9 sampai 20 tempat duduk , tidak termasuk tempat duduk pengemudinya. Untuk jenis angkutan ini sebagian besar dikelola oleh perorangan dan Koperasi. 2.5 Kendaraan Rencana adalah suatu kendaraan bermotor
yang terpilih
dimensi
unsur teknis
kendaraannya, dimensi dan karakteristik operasi kendaraan tersebut digunakan untuk mendisain reka bentuk geometri jalan agar memenuhi pergerakan kendaraan rencana. Kendaraan rencana menjadi kesatuan antara dimensi dan jari-jari putar minimum, merupakan dimensi kendaraan yang mewakili dari kelompok jenis kendaraan (penumpang, bis, truk, dan trailer besar). Setiap kelompok jenis kendaraan mempunyai karakteristik bentuk, ukuran, dan kemampuan sendiri-sendiri dalam mempergunakan jalan seperti; II-17
Bab II Studi Literatur
• Karakteristik statis, meliputi dimensi, berat, dan kemampuan manuver kendaraan. • Karakteristik kinematis, meliputi kemampuan kendaraan untuk melakukan percepatan dan perlambatan. • Karakteristik dinamis, meliputi kemampuan kendaraan selama bergerak, diantaranya tahanan terhadap udara, tahanan dalam menghadapi tanjakan, tenaga, dan pengereman. Dalam perencanaan teknis geometri jalan, setiap kelompok jenis kendaraan diwakili oleh satu ukuran yang standar, dan disebut dengan ”kendaraan rencana”. Ukuran kendaraan rencana untuk masing-masing kelompoknya, ada dua pendekatan yang pertama dengan mengambil dimensi terbesar yang mewakili kelompoknya (AASTHO 2001), yang kedua melalui pendekatan statistik dalam distribusi frekwensi kumulatif dalam persen melalui besaran nilai yang harus diperhatikan (AASHO 1965). Kendaraan rencana sebagai parameter perancangan teknis jalan, akan mengikat semua rancangan unsur geometri jalan yang dihasilkan. Rancangan unsur geometri jalan yang dihasilkan tentunya harus sudah bisa mengakomodasikan semua kebutuhan kelompok jenis kendaraan yang akan terjadi di jalan bersangkutan, artinya setiap unsur geometri jalan bisa memenuhi pergerakan
kendaraan
sesuai
kecepatan
rencananya,
bisa
memberikan
keselamatan, kelancaran, dan kenyamanan. Yang perlu diperhatikan dalam menetapkan kendaraan rencana adalah besaran unsur teknis kendaraan seperti; • Radius putar, • Pola pelebaran lintasan dalam perpindahan lajur, • Jarak pengereman, II-18
Bab II Studi Literatur
• Tinggi mata pengemudi, • Kemampuan melakukan percepatan dan perlambatan, • Kapabilitas dalam mempertahankan kecepatan, • Panjang, lebar, dan tinggi kendaraan, • Jarak antara sumbu roda, • Tonjolan depan dan belakang, • Karakteristik suspensi, Dimensi kendaraan rencana, Ditjen Bina Marga 2004, dalam buku pedoman tata cara perencanaan geometri jalan dan AASHTO 2001, menetapkan elemen teknis kendaraan rencana untuk setiap kelompok kendaraan yang harus diketahui besarannya. Unsur teknis kendaraan rencana berkaitan langsung dengan unsur geometri jalan seperti diantaranya; • Lebar kendaraan, mempengaruhi lebar lajur. • Jari-jari putar (turning radius) minimum, mempengaruhi pelebaran lajur di tikungan dan pola / bidang lintasan kendaraan (turning path) di tikungan/persimpangan. • Jari-jari putar, mempengaruhi lebar median pada saat kendaraan melakukan putaran balik arah (U-turn). Pergerakan kendaraan di tikungan saat melakukan putaran banyak yang harus diperhatikan, dimana lintasan roda bagian sisi luar kendaraan akan mengikuti lintasan berbentuk busur lingkaran pada suatu kecepatan relatif rendah. Akan terjadi pelebar lintasan karena, adanya perbedaan lintasan antara roda depan dan roda belakang, roda belakang akan terseret kebagian dalam. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kendaraan rencana diantaranya yaitu II-19
Bab II Studi Literatur
• Kendaraan rencana dipilih dari kendaraan yang mempunyai nilai ekonomis terhadap hasil rancangan unsur geometri, maka jenis kendaraan terbanyak yang akan memakai jalan tersebut. • Kendaraan rencana dipilih ditentukan pula oleh fungsi jalan bersangkutan seperti untuk jalan berfungsi, arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan. • Besaran radius putar kendaraan dan pola sweptpath width banyak dipengaruhi kecepatan kendaraan yang bisa dikembangkan pengemudi. Dilihat dari spesifikasi diatas, maka Bus DAMRI termasuk kategori bus besar yang memerlukan ukuran-ukuran geometri jalan yang besar. 2.6 DAMRI Bandara Soekarno-Hatta DAMRI Bandara Soekarno-Hatta adalah sebuah sarana transportasi umum (bus) yang dipergunakan orang/penumpang yang akan menuju ke arah Bandar Udara Soekarno-Hatta ataupun sebaliknya yang dikelola oleh Perum DAMRI. Orang yang akan menuju ke bandara atau sebaliknya akan dikenakan tarif satu kali perjalanan. Transportasi Bus DAMRI ini terdiri dari beberapa trayek sebagai berikut : Tabel 2.1 Rute Trayek DAMRI Bandara Soekarno-Hatta RUTE
KETERANGAN
TRAYEK DARI JAKARTA UTARA
TANJUNG PRIOK BANDARA
GAMBIR BANDARA
Terminal Tanjung Priok - Bandara Soekarno Hatta
DARI JAKARTA PUSAT Belakang Stasiun Gambir - Medan Merdeka Timur - Medan Merdeka Utara - Majapahit - Suryo Pranoto - Balikpapan - Kyai Caringin - Tomang Raya -
WAKTU (mulai pk. 05.00 pagi, setiap 1 jam sekali). Jarak tempuh sekitar 2 jam
TARIF
Rp. 20.000,-
WAKTU
TARIF
Jarak tempuh sekitar 2 jam
Rp. 20.000,-
II-20
Bab II Studi Literatur
Perempatan Tomang - Tol Dalam Kota Tol Bandara - Bandara Soekarno Hatta
SERANG BANDARA
BLOK M BANDARA
PASAR MINGGU – BANDARA
LEBAK BULUS – BANDARA
BOGOR - BANDARA
DARI ARAH BARAT Terminal Serang - Bandara Soekarno Hatta DARI JAKARTA SELATAN, BOGOR Blok M (dekat SMA 6) Sisingamangaraja - Jl. Sudirman Semanggi - Jl. Gatot Subroto - Tol Dalam Kota - Tol Bandara - Bandara Soekarno-Hatta (arah sebaliknya keluar tol di Tomang, RS. Harapan Kita) Terminal Pasar Minggu - Pancoran - Jl. Gatot Subroto - Tol Dalam Kota - Tol Bandara - Bandara Soekarno-Hatta
Terminal Lebak Bulus - Bandara Soekarno-Hatta
Bogor - Bandara Soekarno-Hatta
Jarak tempuh sekitar 2,5 jam
Rp. 23.000,-
Jarak tempuh sekitar 2 jam
Rp. 20.000,-
(setiap 1 jam sekali). Jarak tempuh sekitar 2 jam
Rp. 20.000,-
(mulai pk. 05.00 pagi, setiap 1 jam sekali). Jarak tempuh sekitar 2 jam Jarak tempuh sekitar 2,5 jam
Rp. 20.000,-
Rp. 25.000,-
DARI JAKARTA TIMUR, BEKASI, CIKARANG RAWAMANGUN – BANDARA
Terminal Rawa Mangun - Bandara Soekarno-Hatta
Jarak tempuh sekitar 1,5 jam
Rp. 20.000,-
KP.RAMBUTANBANDARA
Terminal Kampung Rambutan - Bandara Soekarno-Hatta
Jarak tempuh sekitar 2 jam
Rp. 20.000,-
BEKASI – BANDARA
Parkiran Giant Bekasi Barat - Bandara Soekarno-Hatta
Jarak tempuh sekitar 2,5 jam
Rp. 23.000,-
CIKARANG BARU BANDARA
Cikarang Baru - Bandara Soekarno-Hatta
Jarak tempuh sekitar 2,5 jam
Rp. 25.000,-
Sumber : http://www.transportasiumum.com/content/trayek-damri-bandara-soekarno-hatta
II-21