BAB II SINKRONISASI PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENGINTEGRASIAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP KE DALAM KURIKULUM DI PERGURUAN TINGGI
A. Inventarisasi Peraturan Perundang-undangan tentang Pendidikan dan Lingkungan Hidup
Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketaqwaan dan penuh tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah (2), ayat 11-12: “Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah membuat kerusakan di muka bumi.”
Mereka
mengadakan
menjawab:
“Sesungguhnya
kami
orang-orang
yang
perbaikan. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang
yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.”
Manusia dianugerahi
oleh pencipta-Nya hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungannya. Pendidikan lingkungan hidup merupakan hak asasi manusia, sebagai partisipasi setiap orang dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukun, pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan
Universitas Sumatera Utara
abadi. Oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Manusia tidak hanya memiliki hak asasi, tetapi manusia juga mempunyai kewajiban dasar antara manusia yang satu terhadap yang lain dan terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Undang-undang yang mengatur pendidikan lingkungan hidup saat ini adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140), mulai berlaku tanggal 03 Oktober 2009. Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan secara gramatikal dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 1 angka 2 yaitu Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Dalam melakukan inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pendidikan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan, penelitian ini berpedoman secara yuridis kepada jenis dan hirarki perundang-undangan Republik Indonesia yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 pada Pasal 7 ayat (1) terdiri dari: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
Universitas Sumatera Utara
d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Akan tetapi Pasal 8 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan bahwa: “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.”
Berdasarkan hasil inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, yang terkait dengan pengintegrasian pendidikan lingkungan hidup ke dalam kurikulum perguruan tinggi, diantaranya: 1. Undang-Undang Dasar 1945 a) Pembukaan alinea keempat, yaitu: “…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan
untuk
memajukan
kesejahteraan
umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, ….keadilan sosial…”.
Universitas Sumatera Utara
b) Pasal 28 H (Amandemen Tahun 2000) “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat”. c) Pasal 31 ayat (1), (3) dan ayat (5) UUD 1945 1. “Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan; 2. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlaq mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; 3. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”.
Berdasarkan teori Hans Kelsen maka kedudukan alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai grundnorm yang memuat norma dasar tugas Negara untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia dan seluruh wilayah kedaulatan Indonesia termasuk di dalamnya mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup Indonesia, juga Negara bertugas mencerdaskan kehidupan bangsa yaitu dengan melaksanakan pendidikan. Adapun pasal 28 H, pasal 33, dan pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 berdasarkan teori Hans Kelsen merupakan staatsgrundgesetzes. Artinya norma dasar dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan tugas Negara dalam perlindungan rakyat dan serta wilayah Indonesia serta pendidikan, dijabarkan dalam peraturan dasar dalam pasal 28H, dan pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945. Bahwa Negara bertugas melindungi rakyat dan wilayah Indonesia termasuk melindunginya dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
Universitas Sumatera Utara
hidup sehingga setiap penduduk Indonesia berhak
mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana ditegaskan dalam pasal 28H
Undang-Undang
Dasar
1945.
Dan
Negara
Indonesia
juga
mempergunakan bumi, air dan kekayaan alam di wilayah Indonesia untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Selain itu Negara juga bertugas mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan oleh alinea keempat
Pembukaan
Undang-Undang
Dasar
1945,
yaitu
dengan
melaksanakan suatu sistem pendidikan nasional seperti ditegaskan dalam pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945. Selanjutnya inventarisasi peraturan perundang-undangan yang hierarkinya di bawah Undang-Undang Dasar 1945, yang terkait dengan pengintegrasian pendidikan lingkungan hidup ke dalam kurikulum perguruan tinggi adalah sebagai berikut: 2. Undang-undang a. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140); b. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); c. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia; Pendidikan lingkungan hidup merupakan suatu upaya preventif untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, sehingga pengaturannya
Universitas Sumatera Utara
berpedoman pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di setiap perguruan tinggi merujuk pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selanjutnya
inventarisasi
peraturan
perundang-undangan
yang
hierarkinya di bawah Undang-undang, yang terkait dengan pengintegrasian pendidikan lingkungan hidup ke dalam kurikulum perguruan tinggi adalah sebagai berikut: 3. Peraturan Pemerintah a. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 Tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 115); b. Peraturan Pemerintah Nomor
56 Tahun 2003 Tentang Penetapan
Universitas Sumatera Utara menjadi Badan Hukum Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 125). 4. Keputusan Menteri a. Keputusan Bersama Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan
Nasional
01/II/SKB/2010
Nomor
04/MENLH/02/2010
Nomor
Tentang Kelompok Kerja Pendidikan Lingkungan
Hidup. b. Kesepakatan Bersama antara Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 03/MENLH/02/2010 Nomor 01/II/SKB/2010 Tentang Pendidikan Lingkungan Hidup.
Universitas Sumatera Utara
c. Keputusan Majelis Wali Amanat Universitas Sumatera Utara Nomor I/SK/MWA/I/2005
Tentang Anggaran Rumah Tangga Universitas
Sumatera Utara. Semua inventarisasi peraturan di atas yang hierarkinya di bawah Undangundang, merupakan pedoman bagi pelaksanaan pengintegrasian pendidikan lingkungan hidup ke dalam kurikulum (program strata-1) perguruan tinggi.
B. Sinkronisasi Peraturan Perundang-undangan Pendidikan Lingkungan Hidup
Dasar penelitian ini adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140) dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301). Pengaturan tentang pendidikan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan (education for sustainable development) selain diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-undang Nomor 20 Taun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, juga tersebar dalam sejumlah peraturan perundang-undangan dalam berbagai tingkatan.
Penggunaan istilah
pendidikan lingkungan hidup hanya dipakai oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Istilah pendidikan lingkungan hidup menurut Konvensi UNESCO di Tbilisi 1997 merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menciptakan suatu masyarakat
Universitas Sumatera Utara
dunia yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan masalah-masalah yang terkait di dalamnya serta memiliki pengetahuan, motivasi, komitmen, dan keterampilan untuk bekerja, baik secara perorangan maupun kolektif dalam mencari
alternatif atau memberi solusi terhadap permasalahan
lingkungan hidup yang ada sekarang dan untuk menghindari timbulnya masalah-masalah lingkungan hidup baru. Dalam mengungkapkan kenyataan tingkatan sinkronisasi pengaturan tentang pengintegrasian pendidikan lingkungan hidup ke dalam kurikulum perguruan tinggi, baik sinkronisasi secara horizontal maupun sinkronisasi secara vertikal, penelitian dilakukan hanya terfokus kepada peraturan perundang-undangan yang masih berlaku. Untuk memudahkan sinkronisasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengintegrasian pendidikan lingkungan hidup ke dalam kurikulum (program strata-1) perguruan tinggi maka terlebih dahulu ditetapkan kerangka acuan topik sinkronisasi secara horizontal dan vertikal. Kerangka acuan topik sinkronisasi berpedoman kepada ketentuan-ketentuan pokok yang termuat dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sebab Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 memuat asas dan prinsip pokok bagi pengelolaan lingkungan
hidup,
sehingga berfungsi sebagai payung (umbrella act) bagi
penyusunan peraturan perundang-undangan lainnya (termasuk pendidikan) yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan bagi penyesuaian peraturan perundang-undangan yang telah ada.
Universitas Sumatera Utara
1. Sinkronisasi secara Vertikal tentang Pendidikan Lingkungan Hidup
Sinkronisasi vertikal dilakukan dengan memakai konsep Stufenbau (lapisan-lapisan aturan menurut eselon), Hans Kelsen
mengkonstruksi
pemikiran tentang tertib yuridis. Dalam konstruksi ini, ditentukan jenjangjenjang perundang-undangan.
Seluruh sistem perundang-undangan
mempunyai suatu struktur piramidal (mulai dari yang abstrak yakni grundnorm) sampai yang konkret seperti pemerintah,
dan lain sebagainya.
undang-undang,
peraturan
Jadi menurut Hans Kelsen, cara
mengenal suatu aturan yang legal dan tidak legal adalah mengeceknya melalui logika stufenbau itu, dan grundnorm menjadi batu uji utama. Pasal 65 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah menegaskan hak setiap orang untuk mendapatkan pendidikan lingkungan hidup. Hal ini merupakan konsekuensi atas hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia sebagaimana ditegaskan dalam pasal 65 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sehingga pendidikan lingkungan hidup perlu diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan pasal 65 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009. Perlindungan hukum atas hak asasi setiap orang untuk mendapatkan pendidikan lingkungan hidup diakomodasi oleh ketentuan pasal 44 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 yang menegaskan setiap penyusunan peraturan perundang-undangan
pada
tingkat
nasional
dan
daerah
wajib
Universitas Sumatera Utara
memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup dan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini. Oleh sebab itu Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri Pendidikan Nasional pada tanggal 01 Pebruari
2010
menandatangani
03/MENLH/02/2010
Nomor
Kesepakatan
Bersama
Nomor
01/II/KB/2010 tentang Pendidikan
Lingkungan Hidup, berdasarkan pertimbangan bahwa pengetahuan, nilai, sikap, perilaku dan wawasan mengenai lingkungan hidup perlu diberikan sejak dini kepada seluruh lapisan masyarakat dan peserta didik pada semua satuan, jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Berdasarkan ketentuan pasal 65 ayat (2), pasal 65 ayat (1), dan pasal 44 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, serta Kesepakatan Bersama antara Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 03/MENLH/02/2010
Nomor
01/II/KB/2010 tentang
Pendidikan Lingkungan Hidup, maka pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup kepada seluruh lapisan masyarakat dan peserta didik pada semua satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, termasuk jenjang pendidikan tinggi pada tingkat program strata-1 universitas (yang menjadi fokus analisis hukum pada penulisan tesis ini), adalah wajib dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia sebagai pelaksana pembangunan berkelanjutan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada jenjang pendidikan tinggi merupakan partisipasi perguruan tinggi sesuai dengan ketentuan
Universitas Sumatera Utara
pasal 67
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
yaitu setiap orang
berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Pasal 1 angka (32) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 memberikan definisi setiap orang yaitu orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Perguruan tinggi merupakan subjek hukum berupa badan hukum, yang melaksanakan pendidikan formal pada jenjang pendidikan tinggi sebagaimana diatur dalam pasal 13 dan pasal 14 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada jenjang pendidikan tinggi adalah dalam rangka perguruan tinggi sebagai komponen masyarakat yang berkewajiban melestarikan lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam pasal 67 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009. Partisipasi perguruan tinggi dalam hal tersebut diantaranya melakukan tridharma perguruan tinggi yang meliputi pendidikan tinggi dan pengabdian kepada masyarakat, sebagaimana diatur dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 Tentang Pendidikan Tinggi, yaitu dengan mengintegrasikan pendidikan lingkungan hidup
ke
dalam
kurikulum
program
strata-1
perguruan
tinggi.
Pengintegrasian pendidikan lingkungan hidup ke dalam kurikulum program strata-1 perguruan tinggi masih berpedoman kepada pengaturan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Universitas Sumatera Utara
Nasional berikut semua peraturan pelaksanaan (organieke verordening) dari Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tersebut. Stufenbau theory
yang dinyatakan oleh Hans Kelsen dapat
digunakan sebagai teori analisis untuk mencari grundnorm atas kaidah hukum pasal 65 ayat (1) dan pasal 65 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, yaitu
Pasal 28 H (Amandemen Tahun 2000) Undang-
Undang Dasar 1945 yaitu setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Ketentuan pengintegrasian pendidikan lingkungan hidup ke dalam kurikulum pendidikan program strata-1 di universitas berlandaskan pada pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945. Oleh sebab itu pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup yang meliputi ketentuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional bermuara pada alinea IV Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 sebagai grundnorm yang menegaskan tujuan negara hukum Indonesia yang mencerdaskan kehidupan bangsa dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
2. Sinkronisasi secara Horizontal tentang Pendidikan Lingkungan Hidup Penelitian dilakukan dengan tetap berpedoman pada asas perundang-undangan yakni: 69 1. Undang-undang tidak berlaku surut. 2. Undang-undang yang dibuat penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi; 3. Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum, jika pembuatnya sama; 4. Undang-undang yang berlaku belakangan, membatalkan undangundang terdahulu; 5. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat; 6. Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil bagi masyarakat maupun individu melalui pembaharuan dan/atau pelestarian.
Pemahaman tentang asas “Undang-undang yang dibuat penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi”
(lex superior derogaat
legi inferiori) adalah apabila terjadi pertentangan antara peraturan perundangundangan yang secara hierarkis lebih tinggi,
peraturan
rendah
perundang-undangan
dengan
yang
lebih
yang hierarkinya lebih rendah
tersebut harus dikesampingkan. Hierarki peraturan perundang-undangan berpedoman pada Pasal 7 ayat (1) jo Pasal 8 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
69
Soerjono Soekanto, 1986, op.cit., UI Press, Jakarta, hlmn.256.
Selain asas lex superior derogaat legi inferiori, penelitian juga berpedoman pada asas lex specialis derogaat legi generali. Asas ini merujuk kepada dua peraturan perundang-undangan yang secara hierarki mempunyai kedudukan yang sama. Akan tetapi ruang lingkup materi muatan antara kedua peraturan perundang-undangan itu tidak sama, yaitu yang satu merupakan pengaturan secara khusus dari yang lain. Sedangkan asas lex posterior derogaat legi priori artinya peraturan perundang-undangan yang terkemudian menyisihkan peraturan perundangundangan yang terdahulu. Asas ini berkaitan dengan dua peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah yang sama.70 Sinkronisasi secara horizontal terhadap ketentuan yang mengatur tentang
hak setiap orang untuk mendapatkan pendidikan lingkungan hidup
berkaitan erat dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 67 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
mewajibkan
setiap
orang untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Hal ini dikarenakan setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan
70
Peter Mahmud Marzuki, 2007, Op.Cit., hlmn.99-101.
Universitas Sumatera Utara
sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia (Pasal 65 ayat (1) Undangundang Nomor 32 Tahun 2009). Sehingga Pasal 65 ayat (2) menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pasal 9 ayat (3) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Sesuai dengan pasal 65 ayat (2) jo pasal 4 jo pasal 3 Undangundang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup maka pengintegrasian pendidikan lingkungan hidup kedalam kurikulum program strata-1 perguruan tinggi dilakukan sebagai pelaksanaan tridharma perguruan tinggi yaitu memberikan pengajaran dan memotivasi masyarakat untuk memahami ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum, yang bertujuan untuk: a. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia; c. menjamin kelangsungan kehidupan mahluk hidup dan kelestarian ekosistem; d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup; e. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;
Universitas Sumatera Utara
f. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan; g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia; h. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; i. mewujudkan pembangunan berkelanjutan; j. mengantisipasi isu lingkungan global.
Pendidikan lingkungan hidup sebagai bagian dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas keterpaduan. Penjelasan Pasal 2 huruf (d) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dilakukan
dengan memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait. Ketentuan pasal 2 huruf (d) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 sinkron secara horizontal dengan ketentuan pasal 4 ayat (6) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 yaitu pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Oleh sebab itu pendidikan lingkungan hidup sebagai upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melibatkan semua komponen masyarakat. Dalam Pasal 1 angka 32 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa yang dimaksud dengan setiap orang adalah orang perseorangan atau
Universitas Sumatera Utara
badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Oleh sebab itu dalam pendidikan lingkungan hidup terlibat juga partisipasi pihak perguruan tinggi. Teori Roscoe Pound tentang law as a tool of social engineering dianggap relevan untuk sinkronisasi horizontal ini. Hukum sebagai sarana social engineering
bermakna penggunaan hukum secara sadar untuk
mencapai tertib atau keadaan masyarakat sebagaimana dicita-citakan, atau untuk melakukan perubahan yang diinginkan. 71 Mekanisme perubahan sosial melalui rekayasa hukum dimaksud
merupakan suatu proses yang terencana dengan tujuan menganjurkan, mengajak, menyuruh, atau bahkan memaksa anggota-anggota masyarakat agar mengikuti norma-norma hukum atau tata tertib hukum yang ditetapkan sebagai norma baru. Kehidupan sosial, menurut konsep social engineering dapat dengan mudah dipengaruhi oleh hukum sebagai sistem pengaturan terkendali. 72 Dapatlah disimpulkan bahwa permasalahan hukum sebagai alat perubahan sosial berkaitan dengan fungsi hukum dalam pembangunan,
71
Bernard L.Tanya, et.al., op.cit., hlmn.162. Periksa, Satjipto Rahardjo, 1983, Hukum dan Perubahan Sosial, Alumni, Bandung. 72 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dan bahkan merupakan hubungan antara perubahan hukum dan perubahan masyarakat. Pengintegrasian pendidikan lingkungan hidup ke dalam kurikulum program strata-1 perguruan tinggi sebagai upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tetap berpedoman pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan lingkungan hidup sebagai subsistem pendidikan nasional dilaksanakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan merupakan sikap responsif terhadap tuntutan perubahan zaman, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1 angka (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini sejalan dengan bagian Menimbang/considerans butir (c) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa sistem pendidikan nasional untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan
pendidikan
secara
terencana,
terarah,
dan
berkesinambungan. Perguruan tinggi dapat berbentuk universitas yang berkewajiban menyelenggarakan
pendidikan
dan
pengabdian
pada
masyarakat,
sebagaimana dinyatakan dalam pasal 19 dan pasal 20 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003. Pengintegrasian pendidikan lingkungan hidup ke dalam kurikulum program strata-1 di universitas adalah dalam rangka penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana ditegaskan dalam pasal 24 Undang-undang Nomor 20 Tahun
Universitas Sumatera Utara
2003, sehingga dapat dilaksanakan pengelolaan lingkungan hidup secara berkesinambungan agar pembangunan dapat berjalan secara berkelanjutan.
C. Pengintegrasian Pendidikan Lingkungan Hidup ke dalam Kurikulum Program Strata-1 Perguruan Tinggi sebagai Partisipasi Perguruan Tinggi dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup terdiri dari komponen-komponen yang saling membutuhkan dan terkait satu sama lain. Sebagai suatu ekosistem, lingkungan hidup yang terdiri dari berbagai subsistem yang mempunyai aspek sosial, budaya, ekonomi, dan geografi dengan corak ragam yang berbeda yang mengakibatkan daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup yang berlainan, memerlukan adanya pembinaan dan pengembangan lingkungan yang didasarkan pada daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Perlindungan
lingkungan
hidup
mempunyai
arti
penting
bagi
pembangunan jangka panjang dan kemakmuran rakyat, sehingga penyediaan, penggunaan dan peningkatan kemampuan lingkungan perlu mendapat perhatian pemerintah. Pemerintah dalam mewujudkan kemakmuran rakyat, berkewajiban melakukan upaya pencegahan maupun pembaharuan kemampuan lingkungan hidup, bekerjasama dengan Negara lain dalam perlindungan lingkungan hidup dunia, serta melindungi warisan generasi yang akan datang. Perlindungan lingkungan hidup merupakan bagian dari proses pembangunan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Artinya setiap orang memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan.
Universitas Sumatera Utara
Lingkungan hidup terdiri dari komponen-komponen yang saling membutuhkan dan terkait satu sama lain. Salah satu komponen lingkungan hidup adalah manusia. Hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup dimulai dari kapasitas manusia untuk mempertanggungjawabkan tingkah lakunya terhadap alam. Keberadaan alam dirangkul oleh keberadaan manusia. Orientasi ekonomi dan pembangunan sosial membawa kapasitas untuk memanfaatkan lingkungan hidup. Oleh sebab itu perlu dipertimbangkan upaya perlindungan lingkungan hidup dengan berpusat pada etika lingkungan. 73 Etika
lingkungan
titik
sentralnya
berpusat
pada
konsep
pertanggungjawaban (responsibility), penghormatan (reverence), persahabatan (partnership), dan solidaritas (solidarity). Pertanggungjawaban menghendaki perbuatan manusia sesuai dan serasi dengan kemampuan lingkungan dan ekosistemnya (pelestarian fungsi lingkungan). Hal ini senada dengan ketentuan Komisi Dunia untuk Lingkungan Hidup dan Pembangunan (World Commission on Environment and Development) yang melihat masalah lingkungan dan pembangunan dalam enam perspektif, yaitu: 74
73
Alvi Syahrin, 2003, op.cit., hlmn.83. Perhatikan Alexandre Kiss and Dinah Shelton, Manual of European Environmental Law, Grotius Publications, Cambridge University Press, hlmn.36. 74 Ibid., Perhatikan juga, Gatot P.Soemartomo, R.M., 1996, Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlmn.33-34.
Universitas Sumatera Utara
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Keterkaitan (interdep/endency); Berkelanjutan (sustainability); Pemerataan (equity); Sekuriti dan resiko lingkungan (security and environmental risk); Pendidikan dan komunikasi (education and communication); Kerjasama internasional (international cooperation). Partisipasi perguruan tinggi dalam perlindungan lingkungan hidup
diwujudkan dengan mengaitkan partisipasi tersebut dengan pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi. Pasal 1 angka (2) Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1999 Tentang Pendidikan Tinggi memberikan defenisi yuridis tentang perguruan tinggi yaitu Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 secara implisit menyebutkan tentang Tridharma perguruan tinggi yaitu Perguruan tinggi menyelenggarakan pendidikan tinggi dan penelitian serta pengabdian kepada masyarakat. Dalam menyelenggarakan pendidikan tinggi, pasal 3 ayat (2) jo pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 Tentang Pendidikan Tinggi menegaskan bahwa perguruan tinggi berfungsi menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, ilmu
mengembangkan
dan/atau
memperkaya
khasanah
pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian. Tujuan penyelenggaraan
pendidikan tinggi oleh perguruan tinggi relevan dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang diatur dalam pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun
2003
Tentang
Sistem
Pendidikan
Nasional
yaitu
untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta
Universitas Sumatera Utara
bertanggung jawab. Manusia merupakan
focus point partisipasi dalam
perlindungan lingkungan hidup karena perilaku manusia turut memberikan pengaruh bagi keseimbangan lingkungan, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Perguruan tinggi merupakan komponen masyarakat sesuai dengan Pasal 70 Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Kemudian dalam Pasal 67 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 dinyatakan bahwa setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Pengertian setiap orang dalam Pasal 1 angka (32) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 adalah Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Sehingga dengan demikian dalam pengertian setiap orang termasuk di dalamnya perguruan tinggi dan sivitas akademikanya, memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluasluasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu dengan berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Universitas Sumatera Utara
Pendidikan lingkungan hidup merupakan satu upaya praktis yang dapat dilakukan oleh perguruan tinggi dalam perlindungan lingkungan hidup. Pemahaman tentang berbagai aspek lingkungan hidup merupakan syarat mutlak yang perlu ada pada setiap lulusan perguruan tinggi sebagai cendekiawan yang senantiasa siap untuk menyelesaikan problem lingkungan hidup (problem solving oriented) secara interdisipliner dan multidisipliner serta lintas sektoral. Seorang cendekiawan harus mampu menginternalisasikan cara berpikir alternatif harus senantiasa siap mengajukan berbagai alternatif pemecahan masalah, karena sifat masalah yang selalu berubah sesuai waktu dan tempat. Dengan demikian, perguruan tinggi akan memberikan partisipasi yang bermakna dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi generasi masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi-generasi mendatang untuk mencukupi kebutuhannya sendiri. Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 menyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan tinggi dilaksanakan dalam programprogram studi atas dasar kurikulum yang disusun oleh masing-masing perguruan tinggi. Penyelenggaraan pendidikan lingkungan hidup oleh perguruan tinggi sebaiknya diintegrasikan ke dalam kurikulum perguruan tinggi. Yang dimaksud dengan kurikulum dijelaskan dalam Pasal 1 angka (19) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 yaitu kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum pendidikan tinggi
Universitas Sumatera Utara
dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi. 75 Penyusunan kurikulum perguruan tinggi sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: a. peningkatan akhlak mulia; b. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta adidik; c. keragaman potensi daerah dan lingkungan; d. tuntutan pembangunan daerah dan nasional; e. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; f. agama; g. dinamika perkembangan global.
75
Pasal 38 ayat (3) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Universitas Sumatera Utara