BAB II LANDASAN TEORI
II.1
Pengendalian Internal
II.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Internal dan Ruang Lingkup Sistem pengendalian internal meliputi struktur organisasi, metode, dan ukuranukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Definisi sistem pengendalian internal tersebut menekankan tujuan yang hendak dicapai, dan bukan pada unsur-unsur yang membentuk sistem tersebut. Dengan demikian, pengertian pengendalian internal tersebut di atas berlaku baik dalam perusahaan yang mengolah informasinya secara manual, dengan mesin pembukuan, maupun dengan komputer. Laporan COSO (Committee of Sponsoring Organizations) mendefinisikan pengendalian internal sebagai suatu proses yang dilaksanakan oleh dewan direksi, manajemen, dan personel lainnya dalam suatu entitas, yang dirancang untuk menyediakan keyakinan yang memadai berkenaan dengan pencapaian tujuan dalam kategori sebagai berikut: 1. Keandalan pelaporan keuangan 2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku 3. Efektivitas dan efisiensi operasi
7
Laporan COSO juga menekankan bahwa konsep fundamental dinyatakan dalam definisi berikut: 1. Pengendalian internal merupakan suatu proses. Ini berarti alat untuk mencapai suatu akhir, bukan akhir itu sendiri. Pengendalian internal terdiri dari serangkaian tindakan yang meresap dan terintegrasi dengan, tidak ditambahkan ke dalam, infrastruktur suatu entitas. 2. Pengendalian internal dilaksanakan oleh orang. Pengendalian internal bukan hanya suatu manual kebijakan dan formulir-formulir, tetapi orang pada berbagai tingkatan organisasi, termasuk dewan direksi, manajemen, dan personel lainnya. 3. Pengendalian internal dapat diharapkan untuk menyediakan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan yang mutlak, kepada manajemen dan dewan direksi suatu entitas karena keterbatasan yang melekat dalam semua sistem pengendalian internal dan perlunya untuk mempertimbangkan biaya dan manfaat relatif dari pengadaan pengendalian. 4. Pengendalian internal diarahkan pada pencapaian tujuan dalam kategori yang saling tumpang tindih dari pelaporan keuangan, kepatuhan, dan operasi.
II.1.2 Tujuan Pengendalian Internal Berdasarkan dari definisi pengendalian internal yang dikemukakan oleh laporan COSO di atas, disebutkan bahwa tujuan pengendalian internal adalah untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga kategori berikut ini:
8
1. Keandalan pelaporan keuangan Pengendalian yang dimaksudkan untuk menyediakan keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan yang disusun oleh manajemen untuk pemakai eksternal telah disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. 2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku Pengendalian yang dimaksudkan untuk memberikan jaminan bahwa prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan dalam pencapaian tujuan diikuti oleh seluruh karyawan perusahaan. 3. Efektivitas dan efisiensi operasi Pengendalian yang dimaksudkan untuk mendorong sumber daya secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan perusahaan. Hal ini berkaitan dengan pengalokasian sumber - sumber milik perusahaan, sehingga dapat dicegah kegiatan yang tidak perlu dan pemborosan dari semua aspek organisasi.
Namun adapula tujuan pengendalian internal berdasarkan Mulyadi (2001, p.163) yang mengatakan bahwa “Tujuan pengendalian internal adalah (1) menjaga kekayaan organisasi, (2) mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, (3) mendorong efisiensi, (4) mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Menurut tujuannya tersebut, sistem pengendalian internal tersebut dapat dibagi menjadi dua macam: pengendalian intern akuntansi dan pengendalian intern administratif. Pengendalian intern akuntansi meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Pengendalian intern akuntansi yang baik akan menjamin keamanan kekayaan para investor dan kreditur yang ditanamkan dalam perusahaan dan akan menghasilkan 9
laporan keuangan yang dapat dipercaya. Pengendalian intern administratif meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk mendorong efisiensi dan dipatuhinya kebijakan manajemen.”
II.1.3 Unsur Sistem Pengendalian Internal Unsur
pokok sistem pengendalian internal menurut Mulyadi (2001, p.164)
adalah: 1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas. Struktur organisasi merupakan rerangka pembagian tanggung jawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pokok perusahaan. Dalam perusahaan manufaktur misalnya, kegiatan pokoknya adalah memproduksi dan menjual produk. Untuk melaksanakan kegiatan pokok tersebut dibentuk departemen produksi, departemen pemasaran, dan departemen keuangan dan umum. Departemen-departemen ini kemudian dibagi lebih lanjut menjadi unit organisasi yang lebih kecil untuk melaksanakan kegiatan perusahaan. Pembagian tanggung jawab fungsional dalam organisasi ini didasarkan pada prinsipprinsip berikut ini : a. Harus dipisahkan fungsi-fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi akuntansi. Fungsi operasi adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk melaksanakan suatu kegiatan misalnya pembelian. Setiap kegiatan dalam perusahaan memerlukan otorisasi dari manajer fungsi yang memiliki wewenang untuk melakukan kegiatan tersebut. Fungsi penyimpanan adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk menyimpan aktiva perusahaan. Fungsi akuntansi adalah fungsi yang memiliki wewenang untuk mencatat peristiwa keuangan perusahaan. 10
b. Suatu fungsi tidak boleh diberi tanggung jawab penuh untuk melaksanakan semua tahap suatu transaksi. Jika misalnya fungsi penyimpanan disatukan dengan fungsi akuntansi, perangkapan fungsi ini akan membuka kemungkinan terjadinya pencatatan transaksi yang sebenarnya tidak terjadi, sehingga data akuntansi yang dihasilkan tidak dapat dipercaya kebenarannya, dan sebagai akibatnya, kekayaan organisasi tidak terjamin keamanannya. 2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, hutang, pendapatan dan biaya. Dalam organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Oleh karena itu, dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi. Formulir merupakan media yang digunakan untuk merekam penggunaan wewenang untuk memberikan otorisasi terlaksananya transaksi dalam organisasi. Oleh karena itu, penggunaan formulir harus diawasi sedemikian rupa guna mengawasi pelaksanaan otorisasi. Di lain pihak, formulir merupakan dokumen yang dipakai sebagai dasar untuk pencatatan transaksi dalam catatan akuntansi. Prosedur pencatatan yang baik akan menjamin data yang direkam dalam formulir dicatat dalam catatan akuntansi dengan tngkat ketelitian dan keandalan yang tinggi. Dengan demikian sistem otorisasi akan menjamin dihasilkannya dokumen pembukuan yang dapat dipercaya bagi proses akuntansi. Selanjutnya, prosedur pencatatan yang baik akan menghasilkan informasi yang teliti dan dapat dipercaya mengenai kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya suatu organisasi. 11
3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi. Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan berjalan dengan baik jika tidak diciptakan cara-cara untuk menjamin praktik yang sehat dalam pelaksanaannya. Adapun cara-cara yang umumnya ditempuh oleh perusahaan dalam menciptakan praktik yang sehat adalah : a. Penggunaan formulir bernomor urut tercetak yang pemakaiannya harus dipertanggungjawabkan oleh yang berwenang. b. Pemeriksaan
mendadak
(surprised
audit)
yang
dilaksanakan
tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak yang akan diperiksa, dengan jadwal yang tidak teratur. c. Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir oleh satu orang atau satu unit organisasi, tanpa ada campur tangan dari orang atau unit organisasi lain. d. Perputaran jabatan (job rotation) yang diadakan secara rutin akan dapat menjaga independensi pejabat dalam melaksanakan tugasnya, sehingga persekongkolan di antara mereka dapat dihindari. e. Keharusan pengambilan cuti bagi karyawan yang berhak. Selama cuti, jabatan karyawan yang bersangkutan digantikan untuk sementara oleh pejabat lain, sehingga seandainya terjadi kecurangan dalam departemen yang bersangkutan, diharapkan dapat diungkap oleh pejabat yang menggantikan untuk sementara tersebut. f. Secara periodik diadakan pencocokan fisik kekayaan dengan pencatatannya. Sebagai contoh, secara periodik diadakan penghitungan kas, penghitungan fisik 12
persediaan, dan penghitungan aktiva tetap. Hasil penghitungan ini digunakan untuk mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi yang dicatat dalam jurnal kas, buku pembantu persediaan, dan buku pembantu aktiva tetap. 4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya. Bagaimana pun baiknya struktur organisasi, sistem otorisasi dan prosedur pencatatan, serat berbagai cara yang diciptakan untuk mendorong praktik yang sehat, semuanya sangat tergantung kepada manusia yang melaksanakannya. Di antara empat unsur pokok pengendalian internal tersebut, unsur mutu karyawan merupakan unsur sistem pengendalian internal yang paling penting. Jika perusahaan memiliki karyawan yang kompeten dan jujur, unsur pengendalian yang lain dapat dikurangi sampai batas yang minimum, dan perusahaan tetap mampu menghasilkan pertanggungjawaban keuangan yang dapat diandalkan. Karyawan yang jujur dan ahli dalam bidang yang menjadi tanggung jawabnya akan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan efektif dan efisien, meskipun hanya sedikit unsur sistem pengendalian internal yang mendukungnya. Di lain pihak, meskipun tiga unsur sistem pengendalian yang lain cukup kuat, namun jika dilaksanakan oleh karyawan yang tidak kompeten dan tidak jujur, tetap saja tujuan pengendalian internal yang telah diuraikan di atas tidak akan tercapai dengan baik.
II.1.4 Peran dan Tanggung Jawab Menurut Boynton, Johnson, dan Kell (2002), laporan COSO menyimpulkan bahwa setiap orang dalam suatu organisasi memiliki tanggung jawab terhadap pengendalian internal organisasi, dan sebenarnya merupakan suatu bagian dari pengendalian internal organisasi. Selain itu, beberapa pihak eksternal, seperti auditor 13
independen dan pembuat aturan, dapat mengkontribusikan informasi yang berguna kepada organisasi dalam mengefektifkan pengendalian, tetapi mereka tidak bertanggung jawab atas efektivitas pengendalian internal. Beberapa pihak yang bertanggung jawab dan peran mereka adalah sebagai berikut: a. Manajemen Merupakan tanggung jawab manajemen untuk menciptakan pengendalian intern yang efektif. Lingkungan pengendalian yang efektif dapat mengurangi kemungkinan kekeliruan atau kecurangan dalam suatu entitas. Manajemen senior yang membawahi unit-unit organisasi harus bertanggung jawab untuk mengendalikan aktivitas dari unit mereka. Para pejabat teknologi informasi dan akuntansi serta keuangan memainkan suatu peran sentral dalam merancang, mengimplementasikan, dan memonitor sistem pelaporan keuangan entitas, mengembangkan anggaran dan rencana keseluruhan entitas, menelusuri dan menganalisis kinerja, serta mencegah dan mendeteksi pelaporan keuangan yang curang, semua yang merupakan bagian dari pengendalian internal. b. Dewan direksi dan komite audit Anggota dewan, sebagai bagian dari pengaturan umum dan tanggung jawab terhadap kekeliruan, harus menentukan bahwa manajemen telah memenuhi tanggung jawabnya untuk menciptakan dan memelihara pengendalian intern. Komite audit harus waspada dalam mengidentifikasi keberadaan penolakan manajemen atas pengendalian atau pelaporan keuangan yang curang, dan segera mengambil tindakan yang diperlukan untuk membatasi tindakan yang tidak sesuai oleh manajemen.
14
c. Auditor internal Auditor internal harus memeriksa dan mengevaluasi kecukupan pengendalian intern suatu entitas secara periodik dan membuat rekomendasi untuk perbaikan, tetapi mereka tidak memiliki tanggung jawab utama untuk menciptakan dan memelihara pengendalian internal. Dimanapun bagian internal auditor ini akan ditempatkan, yang penting bahwa internal auditor harus benar-benar bebas dari fungsi bagianbagian lain yang diaudit. The Institute of Internal Auditor dalam Statement of Responsibility of internal auditor yang dikeluarkan tahun 1957 menyatakan “Internal auditing adalah suatu kegiatan penilaian yang independen dalam organisasi untuk menilai operasi sebagai jasanya
diberikan
kepada
manajemen.
Jadi
internal
auditing
merupakan
pengendalian manajerial yang melaksanakan fungsinya, mengatur dan mengevaluasi keefektifan pengendalian lain.” d. Personel entitas lainnya Peran dan tanggung jawab dari semua personel lain yang menyediakan informasi kepada, atau menggunakan informasi yang disediakan oleh, sistem yang mencakup pengendalian intern, harus memahami bahwa mereka telah memiliki tanggung jawab untuk mengkomunikasikan masalah apapun yang tidak sesuai dengan pengendalian atau tindakan melawan hukum yang mereka temui kepada tingkat yang lebih tinggi dalam organisasi. e. Auditor independen Sebagai hasil dari prosedur audit laporan keuangan, seorang auditor eksternal mungkin akan menemukan kekurangan dalam pengendalian internal yang akan dikomunikasikan kepada manajemen, komite audit, atau dewan direksi, bersamaan 15
dengan rekomendasi perbaikan. Hal ini diterapkan terutama pada pengendalian pelaporan keuangan, dan pada pengendalian ketaatan serta operasi dalam cakupan yang lebih sempit. Akan tetapi, karena studi auditor mengenai sistem pengendalian internal klien dalam audit laporan keuangan dilaksanakan terutama agar auditor dapat secara tepat merencanakan suatu audit, baik akan menyatakan suatu pendapat atas
efektivitas
pengendalian
intern,
maupun
dapat
digunakan
untuk
mengidentifikasi semua, atau bahkan kelemahan yang paling signifikan dalam pengendalian intern. Hal ini terutama terjadi dalam audit dimana auditor mengadopsi suatu pendekatan substantif utama sebagai strategi audit pendahuluan. f. Pihak eksternal lainnya Pembuat aturan menetapkan persyaratan minimum untuk pengadaan pengendalian internal oleh entitas-entitas tertentu. Contohnya, Federal Deposit Insurance Corporation Improvement Act tahun 1991, yang mensyaratkan bank-bank tertentu melaporkan efektivitas pengendalian intern mereka mengenai pelaporan keuangan dan laporan tersebut disertai dengan laporan atestasi akuntan independen atas asersi manajemen mengenai efektivitas.
II.1.5 Komponen Pengendalian Internal COSO mengidentifikasikan lima komponen pengendalian internal yang saling berhubungan. Setiap komponen mencakup sejumlah kebijakan dan prosedur pengendalian yang diperlukan untuk mencapai tujuan entitas dalam masing-masing tiga kategori dari tujuan yang sebelumnya diidentifikasikan – pelaporan keuangan, kepatuhan, dan operasi.
16
Adapun lima komponen pengendalian intern adalah sebagai berikut: 1. Lingkungan Pengendalian / Control Environment Lingkungan pengendalian menetapkan suasana dari suatu organisasi yang mempengaruhi kesadaran akan pengendalian dari orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan pondasi dari semua komponen pengendalian intern lainnya yang menyediakan disiplin dan struktur. Sejumlah faktor membentuk lingkungan pengendalian dalam suatu entitas yang di antaranya adalah: A. Integritas dan nilai etika Dalam rangka menekankan pentingnya integritas dan nilai etika di antara semua personel dalam organisasi, CEO dan anggota manajemen puncak lainnya harus: a) Menetapkan suasana melalui contoh mendemonstrasikan integritas dan mempraktikkan standar yang tinggi dari perilaku etis. b) Mengkomunikasikan kepada semua karyawan, baik secara verbal maupun melalui pernyataan kebijakan tertulis dan kode etik perilaku, bahwa hal yang sama diharapkan dari mereka, bahwa setiap karyawan memiliki tanggung jawab untuk melaporkan pelanggaran yang ia ketahui atau yang mungkin akan terjadi kepada tingkat yang lebih tinggi dalam organisasi, dan bahwa pelanggaran akan dikenai denda. c) Memberikan bimbingan moral kepada karyawan yang memiliki latar belakang moral kurang baik yang telah mengakibatkan mereka tidak mempedulikan mana yang baik dan mana yang buruk. d) Mengurangi
atau
menghilangkan
insentif dan godaan yang dapat
mengarahkan individu untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, melawan 17
hukum, atau tidak etis. Contoh insentif untuk perilaku negatif termasuk memberikan penekanan yang berlebihan kepada hasil jangka pendek atau berusaha untuk memenuhi target kinerja yang tidak realistis, dan bonus serta rencana pembagian laba dengan syarat bahwa hilangnya pengendalian yang diperlukan akan mendorong pelaporan keuangan yang curang. Contoh dari godaan termasuk hilangnya faktor penting lain dalam lingkungan pengendalian seperti dewan direksi yang tidak efektif atau kurangnya kejelasan dalam memberikan wewenang dan tanggung jawab. B. Komitmen terhadap kompetensi Untuk mencapai tujuan entitas, personel pada setiap tingkatan dalam organisasi harus memiliki pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif. Komitmen terhadap kompetensi mencakup pertimbangan manajemen mengenai pengetahuan dan keahlian yang diperlukan, dan bauran dari intelegensi, pelatihan, dan pengalaman yang diperlukan untuk mengembangkan kompetensi tersebut. Sebagai contoh, memenuhi tujuan pelaporan keuangan dalam perusahaan yang dimiliki masyarakat secara umum memerlukan tingkat kompetensi yang lebih tinggi pada bagian CFO dan personel akuntansi daripada pada perusahaan kecil yang dimiliki sendiri. Juga penting bagi manajer senior untuk memperhatikan kompetensi dan pelatihan individu yang mengembangkan atau bekerja dengan teknologi informasi. C. Dewan direksi dan komite audit Komposisi dari dewan direksi dan komite audit dan cara mereka melaksanakan tanggung jawab atas kekuasaan dan kekeliruan memiliki dampak yang besar terhadap lingkungan pengendalian. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas 18
dari dewan direksi dan komite audit termasuk independensi mereka dari manajemen, yang berhubungan dengan proporsi direksi dari luar perusahaan, pengalaman dan status dari anggota, sifat dan luasnya keterlibatan mereka dalam aktivitas manajemen serta pengamatan mereka terhadap aktivitas manajemen ; kesesuaian tindak tanduk mereka ; tingkat dimana mereka memberikan dan mencari pertanyaan yang sulit dengan manajemen ; serta sifat dan luasnya interaksi mereka dengan auditor internal dan auditor eksternal. Komite audit yang hanya terdiri dari direksi dari luar perusahaan dapat berkontribusi secara signifikan terhadap pemenuhan tujuan pelaporan keuangan suatu entitas dengan melaksanakan pemeriksaan terhadap kekeliruan pelaporan keuangan dan dengan meningkatkan independensi auditor eksternal. D. Filosofi dan gaya operasi manajemen Banyak karakteristik yang dapat membentuk bagian dari filosofi dan gaya operasi manajemen dan memiliki dampak terhadap lingkungan pengendalian. Sebagai contoh, jika manajemen bertindak agresif dalam membuat pertimbangan mengenai estimasi akuntansi (misalnya ketentuan untuk piutang tak tertagih, persediaan yang usang, atau beban penyusutan) dengan suatu cara yang meminimalkan beban, laba mungkin akan mengandung salah saji yang material. E. Struktur organisasi Struktur organisasi berkontribusi terhadap kemampuan suatu entitas untuk memenuhi tujuan dengan menyediakan kerangka kerja menyeluruh atas perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pemantauan aktivitas suatu entitas.
19
F. Penetapan wewenang dan tanggung jawab Penetapan wewenang dan tanggung jawab merupakan perpanjangan dari pengembangan suatu struktur organisasi. Wewenang dan tanggung jawab mencakup penjelasan-penjelasan mengenai bagaimana dan kepada siapa wewenang dan tanggung jawab untuk semua aktivitas entitas dibebankan, dan harus memungkinkan setiap individu untuk mengetahui (1) bagaimana tindakannya saling berhubungan dengan individu lainnya dalam memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan entitas, dan (2) setiap individu akan bertanggung jawab atas hal apa saja. Faktor ini juga mencakup kebijakan berkenaan dengan praktik bisnis yang sesuai, pengetahuan dan pengalaman personel kunci, dan sumber daya yang tersedia untuk melaksanakan tugas. G. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia Kebijakan dan prosedur sumber daya manusia yang diterapkan akan menjamin bahwa personel entitas memiliki tingkat integritas, nilai etika, dan kompetensi yang diharapkan. Praktik tersebut mencakup kebijakan perekrutan dan proses penyeleksian yang dikembangkan dengan baik ; orientasi personel baru terhadap budaya dan gaya operasi entitas, kebijakan pelatihan yang mengkomunikasikan peran prospektif dan tanggung jawab ; tindakan pendisiplinan untuk pelanggaran terhadap
perilaku
yang
diharapkan
;
pengevaluasian,
konseling,
dan
mempromosikan orang berdasarkan penilaian kinerja periodik ; serta program kompensasi yang memotivasi dan memberikan penghargaan atas kinerja yang tinggi sambil menghindari disinsentif terhadap perilaku etis.
20
2. Penilaian Risiko / Risk Assessment Penilaian risiko untuk tujuan pelaporan keuangan adalah identifikasi, analisis, dan pengelolaan risiko suatu entitas yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan yang disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penilaian risiko oleh manajemen harus meliputi pertimbangan mengenai risiko yang dihubungkan dengan teknologi informasi. Selain itu juga harus mencakup pertimbangan khusus atas risiko yang dapat muncul dari perubahan kondisi seperti: A. Perubahan dalam lingkungan operasi B. Personel baru C. Sistem informasi yang baru atau dimodifikasi D. Pertumbuhan yang cepat E. Teknologi baru F. Lini, produk, atau aktivitas baru G. Restrukturisasi perusahaan H. Operasi di luar negeri I. Pernyataan akuntansi
3. Informasi dan Komunikasi / Information and Communication Sistem informasi dan komunikasi yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan, yang memasukkan sistem akuntansi, terdiri dari metode-metode dan catatan-catatan yang
diciptakan
untuk
mengidentifikasi,
mengumpulkan,
menganalisis,
mengklasifikasi, mencatat, dan melaporkan transaksi-transaksi entitas (dan juga
21
kejadian-kejadian serta kondisi-kondisi) dan untuk memelihara akuntabilitas dari aktiva-aktiva dan kewajiban-kewajiban yang berhubungan. Pengertian informasi menurut Bodnar dan Hoopwood (2000, p1), mengatakan bahwa informasi adalah data yang berguna yang dapat diolah sehingga dapat dijadikan dasar untuk mengambil keputusan yang tepat. Sedangkan menurut McLeod (2004, p12), mengatakan bahwa informasi adalah data yang telah diproses, atau data yang memiliki arti. Jadi dapat disimpulkan bahwa informasi adalah hasil kumpulan data yang telah diproses ke dalam bentuk yang mempunyai arti dan berguna bagi penerima seperti membantu membuat keputusan yang tepat. Komunikasi melibatkan penyediaan suatu pemahaman yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab individu berkenaan dengan pengendalian intern atas pelaporan keuangan. Komunikasi termasuk memastikan bahwa personel yang terlibat dalam sistem pelaporan keuangan memahami bagaimana aktivitas mereka berhubungan dengan pekerjaan orang lain baik di dalam maupun di luar organisasi. Hal ini termasuk peran sistem dalam pelaporan pengecualian untuk tindak lanjut dan juga melaporkan pengecualian yang tidak biasa untuk tingkat yang lebih tinggi dalam entitas.
4. Aktivitas Pengendalian / Control Activities Aktivitas pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa perintah manajemen telah dilaksanakan. Aktivitas pengendalian membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan berkenaan dengan risiko telah diambil untuk pencapaian tujuan entitas. Aktivitas pengendalian memiliki
22
berbagai tujuan dan diaplikasikan pada berbagai tingkatan organisasional dan fungsional. Aktivitas pengendalian yang relevan dengan audit laporan keuangan dapat dikategorikan dalam berbagai cara. Salah satu caranya adalah sebagai berikut: A. Pemisahan tugas B. Pengendalian pemrosesan informasi : pengendalian umum dan aplikasi C. Pengendalian fisik D. Review kinerja
5. Pemantauan / Monitoring Pemantauan adalah suatu proses yang menilai kualitas kinerja pengendalian intern pada suatu waktu. Pemantauan melibatkan penilaian rancangan dan pengoperasian pengendalian dengan dasar waktu dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan. Pemantauan dapat dilaksanakan melalui aktivitas yang berkelanjutan. Sebagai contoh, masalah dengan pengendalian intern dapat menarik perhatian manajemen melalui keluhan yang diterima dari pelanggan mengenai kekeliruan tagihan atau dari pemasok mengenai masalah pembayaran, atau dari manajer-manajer yang waspada, yang menerima laporan dengan informasi yang berbeda secara signifikan dengan pengetahuan pertama mereka mengenai operasi. Hal ini juga menandakan suatu lingkungan pengendalian yang penuh kesadaran.
23
II.1.6 Keterbatasan Pengendalian Internal Menurut Boynton, Johnson, dan Kell (2002), mengidentifikasi keterbatasan yang melekat yang menjelaskan mengapa pengendalian internal yang dirancang hanya dapat menyediakan keyakinan yang memadai berkenaan dengan pencapaian tujuan pengendalian suatu entitas. 1. Kesalahan dalam pertimbangan Kadang-kadang, manajemen dan personel lainnya dapat melakukan pertimbangan yang buruk dalam membuat keputusan bisnis atau dalam melaksanakan tugas rutin karena informasi yang tidak mencukupi, keterbatasan waktu, atau prosedur lainnya. 2. Kemacetan Kemacetan dalam melaksanakan pengendalian dapat terjadi ketika personel salah memahami instruksi atau membuat kekeliruan akibat kecerobohan, kebingungan, atau kelelahan. Perubahan sementara atau permanen dalam personel atau dalam sistem juga dapat berkontribusi pada terjadinya kemacetan. 3. Kolusi Individu yang bertindak bersama, seperti karyawan yang melaksanakan suatu pengendalian penting bertindak bersama dengan karyawan lain, konsumen atau pemasok, dapat melakukan sekaligus menutupi kecurangan sehingga tidak dapat dideteksi oleh pengendalian intern. 4. Penolakan manajemen Manajemen dapat mengesampingkan kebijakan atau prosedur tertulis untuk tujuan tidak sah seperti keuntungan pribadi atau presentasi mengenai kondisi keuangan suatu entitas yang dinaikkan. Praktik penolakan termasuk membuat penyajian yang
24
salah dengan sengaja kepada auditor dan lainnya seperti menerbitkan dokumen palsu untuk mendukung pencatatan transaksi penjualan fiktif. 5. Biaya versus manfaat Biaya pengendalian intern suatu entitas seharusnya tidak melebihi manfaat yang diharapkan untuk diperoleh. Karena pengukuran yang tepat baik dari biaya dan manfaat biasanya tidak memungkinkan, manajemen harus membuat baik estimasi kuantitatif maupun kualitatif dalam mengevaluasi hubungan antara biaya dan manfaat.
II.2
Penjualan Kredit
II.2.1 Sistem Penjualan Kredit Sistem penjualan kredit merupakan bagian dari siklus pendapatan yang terdiri dari berbagai prosedur yaitu: prosedur penerimaan pesanan pelanggan, pengiriman barang, pencatatan piutang, penagihan kepada pelanggan, dan penerimaan pelunasan piutang. Menurut Mulyadi (2001), “Penjualan kredit dilaksanakan oleh perusahaan dengan cara mengirimkan barang sesuai denga order yang diterima dari pembeli dan untuk jangka waktu tertentu perusahaan mempunyai tagihan kepada pembeli tersebut. Untuk menghindari tidak tertagihnya piutang, setiap penjualan kredit yang pertama kepada seorang pembeli selalu didahului dengan analisis terhadap dapat atau tidaknya pembeli tersebut diberi kredit.
25
II.2.2 Fungsi yang Terkait Pelaksanaan prosedur penjualan kredit yang baik dapat dilakukan dengan cara memisahkan fungsi dan tanggung jawab yang terkait dalam penjualan kredit. Tujuan pokok dari pemisahan fungsi dan dan tanggung jawab tersebut adalah untuk mencegah serta dapat dilakukan deteksi atas kesalahan dan ketidakberesan dalam pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada masing-masing bagian. Menurut Mulyadi (2001), “Fungsi yang terkait dalam sistem penjualan kredit adalah: 1. Fungsi Penjualan Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk menerima surat order dari pembeli, mengedit order dari pelanggan untuk menambahkan informasi yang belum ada pada surat order tersebut, meminta otorisasi kredit, menentukan tanggal pengiriman dan dari gudang mana barang akan dikirim, dan mengisi surat order pengiriman. Fungsi ini juga bertanggung jawab untuk membuat ‘back order’ pada saat diketahui tidak tersedianya persediaan untuk memenuhi order dari pelanggan. 2. Fungsi Kredit Fungsi ini berada di bawah fungsi keuangan yang dalam transaksi penjualan kredit, bertanggung jawab untuk meneliti status kredit pelanggan dan memberikan otorisasi pembelian kredit kepada pelanggan. 3. Fungsi Gudang Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk menyimpan barang dan menyiapkan barang yang dipesan oleh pelanggan, serta menyerahkan barang ke fungsi pengiriman. 26
4. Fungsi Pengiriman Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk menyerahkan barang atas dasar surat order pengiriman yang diterimanya dari fungsi penjualan. 5. Fungsi Penagihan Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk membuat dan mengirimkan faktur penjualan kepada pelanggan, serta menyediakan copy faktur bagi kepentingan pencatatan transaksi penjualan oleh fungsi akuntansi. 6. Fungsi Akuntansi Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk mencatat piutang yang timbul dari transaksi penjualan kredit dan membuat serta mengirimkan pernyataan piutang kepada para debitur, serta membuat laporan penjualan. Di samping itu, fungsi ini juga bertanggung jawab untuk mencatat harga pokok persediaan yang dijual ke dalam kartu persediaan.” (p.213)
II.2.3 Dokumen yang Digunakan Setiap transaksi yang terjadi dalam perusahaan hanya dapat terjadi atas dasar otorisasi dari yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Formulir merupakan salah satu media yang digunakan untuk merekam penggunaan wewenang terlaksananya transaksi di dalam perusahaan. Menurut Mulyadi (2001), “Formulir merupakan dokumen yang dipakai sebagai dasar untuk pencatatan transaksi ke dalam pencatatan akuntansi.
27
Dokumen-dokumen yang digunakan dalam sistem penjualan kredit adalah: 1. Surat order pengiriman dan tembusannya Surat order pengiriman merupakan dokumen pokok untuk memproses penjualan kredit kepada pelanggan. 2. Faktur dan tembusannya Faktur penjualan merupakan dokumen yang dipakai sebagai dasar untuk mencatat timbulnya piutang. 3. Rekapitulasi harga pokok penjualan Rekapitulasi harga pokok penjualan merupakan dokumen pendukung yang digunakan untuk menghitung total harga pokok produk yang dijual selama periode akuntansi tertentu. 4. Bukti memorial Bukti memorial merupakan dokumen sumber untuk dasar pencatatan ke dalam jurnal umum.” (p.214) Untuk lebih jelasnya mengenai sistem penjualan kredit, dapat dilihat di flowchart yang ada pada halaman lampiran L1.1 – L1.4.
II.2.4 Sistem Pengendalian Internal Penjualan Kredit Menurut Mulyadi (2001), “Untuk merancang unsur-unsur pengendalian internal yang diterapkan dalam sistem penjualan kredit, terdiri dari: 1. Organisasi a. Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kredit. b. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penjualan dan fungsi kredit. c. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi kas. 28
d. Transaksi penjualan kredit harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi kredit, fungsi pengiriman, fungsi penagihan, dan fungsi akuntansi. Tidak ada transaksi penjualan kredit yang dilaksanakan secara lengkap hanya oleh satu fungsi tersebut. 2. Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan a. Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan menggunakan formulir surat order pengiriman. b. Persetujuan pemberian kredit diberikan oleh fungsi kredit dengan membubuhkan tanda tangan pada credit copy (yang merupakan tembusan surat order pengiriman). c. Pengiriman barang kepada pelanggan diotorisasi oleh fungsi pengiriman dengan cara menandatangani dan membubuhkan cap “sudah dikirim” pada copy surat order pengiriman. d. Penetapan harga jual, syarat penjualan, syarat pengangkutan barang, dan potongan penjualan berada di tangan Direktur Pemasaran dengan penerbitan surat keputusan mengenai hal tersebut. e. Terjadinya piutang diotorisasi oleh fungsi penagihan dengan membubuhkan tanda tangan pada faktur penjualan. f. Pencatatan ke dalam kartu piutang dan ke dalam jurnal penjualan, jurnal penerimaan kas, dan jurnal umum diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan cara memberikan tanda tangan pada dokumen sumber (faktur penjualan, bukti kas masuk, dan memo kredit). g. Pencatatan terjadinya piutang didasarkan pada faktur penjualan yang didukung dengan surat order pengiriman dan surat muat. 29
3. Praktik yang sehat a. Surat
order
pengiriman
bernomor
urut
tercetak
dan
pemakaiannya
dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan. b. Faktur
penjualan
bernomor
urut
tercetak
dan
pemakaiannya
dipertanggungjawabkan oleh fungsi penagihan. c. Secara periodik fungsi akuntansi mengirim pernyataan piutang kepada setiap debitur untuk menguji ketelitian catatan piutang yang diselenggarakan oleh fungsi tersebut. d. Secara periodik diadakan rekonsiliasi kartu piutang dengan rekening kontrol piutang dalam buku besar.
II.2.5 Pengertian Piutang Usaha Dalam buku karangan Niswonger, Warren, dan Fees yang diterjemahkan oleh Sirait M. dan Gunawan H. (1999) mendefinisikan,”Piutang meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap perorangan, organisasi, atau debitur lainnya.”(p.352). Bila suatu barang atau pun jasa dijual secara kredit, biasanya sebagian dari klaim terhadap pelanggan tersebut tidak tertagih. Beban operasi yang timbul karena tidak tertagihnya piutang, disebut beban atau pun kerugian dari piutang tak tertagih (uncollectible account), piutang ragu-ragu (doubtful account), atau piutang macet (bad debt). Terdapat dua metode mengenai piutang yang diperkirakan tidak tertagih yaitu : 1. Metode penyisihan (allowanced method) Metode penyisihan ini disebut juga metode cadangan, yaitu dibuat suatu taksiran atas tidak tertagihnya piutang yang dihitung atas dasar penerimaan dari daftar umur
30
piutang dan juga dengan memperhatikan pengalaman perusahaan pada periode sebelumnya. 2. Metode panghapusan langsung (direct write-off method) Dalam metode ini tidak ada taksiran atas piutang tidak tertagihnya sampai dengan piutang tersebut benar-benar tidak tertagih. Menurut Mulyadi (2001), “Prosedur pencatatan piutang bertujuan untuk mencatat mutasi piutang perusahaan kepada setiap debitur. Mutasi piutang adalah disebabkan oleh transaksi penjualan kredit, penerimaan kas dari debitur, retur penjualan dan penghapusan piutang.”(p.257) Sedangkan menurut Bodnar dan Hopwood (2004) piutang dagang adalah uang yang terhutang oleh pelanggan atas barang atau jasa yang telah dijual atau diberikan kepadanya. Piutang dagang menunjukkan kredit pelanggan dan informasi mengenai pembayaran yang telah dilakukannya, yang bermanfaat bagi administrasi kebijakan kredit perusahaan secara keseluruhan.(p.272) Dari semua definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa piutang usaha adalah suatu penerimaan kas yang diperoleh dari suatu transaksi penjualan barang dagang secara kredit dimana pembayarannya dapat dicicil hingga batas waktu yang telah ditentukan.
II.2.6 Pengertian Efektivitas dan Efisiensi Efektivitas dapat digambarkan sebagai suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan atau kegagalan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
31
Menurut Syahril (2004), “Efektivitas adalah tingkat dimana kinerja yang sesungguhnya (actual) sebanding dengan kinerja yang ditargetkan.”(p.320). Dari definisi yang telah diuraikan, dapat diketahui bahwa secara garis besar efektivitas adalah kemampuan perusahaan dalam usahanya untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh perusahaan. Sedangkan menurut Danfar (2009), “Efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya sumber / biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan.”
II.3
Hasil Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian tentang pengendalian internal telah banyak dilakukan
sebelumnya tetapi dalam ruang lingkup dan permasalahan yang berbeda-beda. Pengendalian internal merupakan poin penting dalam suatu perusahaan, oleh sebab itu penulis ingin membahas tentang pengendalian internal atas penjualan kredit. Penulis juga ingin membahas penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Stephanie Pramitha pada PT Jasatama Polimedia atas penjualan kredit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pengendalian internal pada PT Jasatama sudah memadai, dan memberikan usulan perbaikan terhadap masalahmasalah yang ada di dalam perusahaan. Penelitian kualitatif ini memiliki dimensi waktu dari periode Januari 2007 – Desember 2008 dengan menggunakan satu sampel yaitu pada service point wilayah Tangerang PT Jasatama Polamedia. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu data primer berupa wawancara dan observasi, dan data sekunder yang dikumpulkan
32
melalui studi literatur dengan menelaah berbagai literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa: 1. PT Jasatama secara umum telah melaksanakan pengendalian internal pada prosedur penjualan kredit yang cukup memadai. hal itu terlihat dari hasil evaluasi berdasarkan komponen pengendalian internal yang telah dilakukan oleh Saudari Pramitha. 2. PT Jasatama kurang baik dan kurang ketat dalam proses seleksi penerimaan karyawan, khususnya pada bagian administrasi, sehingga mengakibatkan perusahaan mendapatkan karyawan yang kurang berkualitas dan kurang kompeten. Dan Saudari Pramitha menyarankan untuk memberikan tes tertulis yang dapat menilai kemampuan calon karyawan dalam bidangnya masing-masing, yang setelah itu diikuti dengan tes wawancara. 3. PT Jasatama tidak membuat kebijakan terhadap piutang tak tertagih sehingga piutang perusahaan yang disajikan di dalam neraca menjadi overstated karena belum tentu piutang tersebut dapat terealisasi sepenuhnya. Dan Saudari Pramitha menyarankan agar perusahaan mempertimbangkan untuk membuat kebijakan terhadap piutang tak tertagih untuk menghindari terjadinya overstated dalam jumlah piutang yang disajikan di dalam neraca. 4. Sering terdapat piutang pelanggan yang fisik kwitansinya tidak ada / hilang yang disertai dengan penyalahgunaan setoran dari pelunasan piutang pelanggan tersebut. Dan Saudari Pramitha menyarankan sebaiknya perusahaan membuat kwitansi tagihan rangkap tiga, dan kwitansi tersebut jangan diberikan kepada penagih, tetapi dipegang atau disimpan oleh Customer Service yang bertanggungjawab atas setoran pelanggan dari penagih. Kwitansi yang ketiga tersebut diperlukan untuk melakukan 33
pencocokkan jumlah uang setoran yang diberikan oleh penagih dengan jumlah setoran yang tertera di dalam kwitansi tagihan pelanggan tersebut.
PT Jasatama ini bergerak di bidang jasa yang melakukan distribusi Harian Kompas ke setiap Service Point yang telah ditetapkan. Sedangkan perusahaan yang penulis teliti ini bergerak di bidang IT dengan menjual produk dan memberikan jasa berupa pemasangan atau instalasi dan proses maintenance. Penelitian sebelumnya ini kurang detail dalam mengevaluasi pengendalian internal berdasarkan COSO. Sedangkan penulis telah melakukan evaluasi yang detail atas setiap poin dan prosedur berdasarkan COSO secara komprehensif.
34