BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Peran Lembaga Keuangan Non Bank Peran penting dari Lembaga Keuangan Non Bank dalam sistem keuangan, 6) yaitu: 1.
Pengalihan aset (asset transmutation) Lembaga keuangan non bank akan memberikan pinjaman kepada pihak yang membutuhkan dana dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Sumber dana pinjaman tersebut diperoleh dari pemilik dana yaitu unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur sesuai dengan keinginan pemilik dana. Dalam hal ini lembaga keuangan non bank telah berperan sebagai pengalih aset yang likuid dari unit surplus (lenders) kepada unit defisit (borrowers). Dalam kasus yang lain, pengalihan aset dapat pula terjadi jika lembaga keuangan non bank menerbitkan sekuritas sekunder (giro, deposito berjangka, dana pensiun dan sebagainya) yang kemudian dibeli oleh unit surplus dan selanjutnya ditukarkan dengan sekuritas primer (saham, obligasi, promes, commercial paper dan sebagainya) yang diterbitkan oleh unit defisit.
2.
Transaksi (transaction) Lembaga keuangan non bank memberikan berbagai kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi barang dan jasa. Dalam ekonomi modern, transaksi barang dan jasa tidak pernah terlepas dari transaksi keuangan. Transaksi keuangan selalu diperlukan baik secara langsung dalam jual beli barang jadi, maupun dalam transaksi jual beli bahan mentah dan
6)
Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Edisi 2, Jakarta: Salemba Empat, 2006, hal.11
setengah jadi dalam proses produksi. Produk-produk yang dikeluarkan oleh lembaga keuangan non bank (giro, tabungan, deposito, saham dan sebagainya) merupakan pengganti uang dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran. 3.
Likuiditas (liquidity) Unit surplus dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam bentuk produk-produk berupa giro, tabungan, deposito dan sebagainya. Produkproduk tersebut masing-masing mempunyai tingkat likuiditas yang berbedabeda. Untuk kepentingan likuiditas para pemilik dana dapat menempatkan dananya sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. Dengan demikian, lembaga keuangan non bank memberikan fasilitas pengelolaan likuiditas kepada pihak yang mengalami surplus likuiditas. Di sisi lain, lembaga keuangan non bank juga akan dapat memberikan fasilitas tambahan likuiditas kepada pihak-pihak yang mengalami kekurangan likuiditas. Dengan kata lain, lembaga keuangan non bank secara bersamaan menyalurkan likuiditas kepada pihak yang memerlukan tambahan likuiditas dengan cara menyalurkan dana dari pihak yang mengalami kelebihan likuiditas.
4.
Efisiensi (efficiency) Lembaga keuangan non bank dapat menurunkan biaya transaksi dengan jangkauan pelayanan. Peranan lembaga keuangan non bank sebagai broker adalah menemukan peminjam dan pengguna modal tanpa mengubah produknya. Disini mereka hanya memperlancar dan mempertemukan pihakpihak yang saling membutuhkan. Adanya informasi yang tidak simetris antara peminjam dan investor menimbulkan masalah insentif. Peranan lembaga perantara keuangan menjadi penting untuk memecahkan masalah insentif ini.
2.2. Leasing (Sewa Guna Usaha) 2.2.1 Pengertian Leasing Menurut Keputusan bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Nomor: Kep.122/MK/TV/74, Nomor 32/M/SK/2174, Nomor 30/Kpb/I/74 tanggal 7 Januari 1974, pengertian leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang mobal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama.7) Pengertian
leasing
menurut
Keputusan
Menteri
Keuangan
Nomor
1169/KMK.01/1991 tanggal 21 November 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing), maka leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara leasing dengan hak opsi (finance lease) maupun leasing tanpa hak opsi atau sewa guna usaha biasa (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Yang dimksud dengan finance lease adalah kegiatan leasing dimana lessee pada akhir kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek leasing berdasarkan nilai sisa yang disepakati. Sedangkan yang dimaksud dengan operating lease adalah kegiatan leasing di mana lessee pada akhir kontrak tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek leasing.8)
7)
Keputusan bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Nomor: Kep.122/MK/TV/74, Nomor 32/M/SK/2174, Nomor 30/Kpb/I/74 tanggal 7 Januari 1974. 8) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tanggal 21 November 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing),
Pada prinsipnya, leasing mengandung pengertian yang sama, yaitu memiliki unsur-unsur: 1.
Pembiayaan perusahaan.
2.
Penyediaan barang-barang modal.
3.
Jangka waktu tertentu.
4.
Pembayaran berkala.
5.
Adanya hak pilih atau hak opsi.
6.
Adanya nilai sisa yang disepakati bersama.
2.2.2 Mekanisme dan Penggolongan Perusahaan Leasing Menurut Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso,9) mekanisme leasing sekurang-kurangnya melibatkan 4 (empat) pihak yang berkepentingan, antara lain: 1.
Lessor Yaitu perusahaan leasing atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada pihak lessee dalam bentuk barang modal. Dalam finance lease, lessor bertujuan untuk mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai penyediaan barang modal dengan mendapatkan keuntungan. Sedangkan dalam operating lease, lessor bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari penyediaan barang dan pemberian jasa-jasa yang berkenaan dengan pemeliharaan dan pengoperasian barang modal tersebut.
2.
Lessee Yaitu perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor. Dalam finance lease, lessee bertujuan mendapatkan pembiayaan berupa barang atau peralatan dengan cara pembayaran angsuran atau secara berkala. Sedangkan dalam operating lease,
9)
Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Edisi 2, Jakarta: Salemba Empat, 2006, hal.191
lessee bertujuan dapat memenuhi kebutuhan peralatannya disamping tenaga operator dan perawatan alat tersebut tanpa risiko bagi lessee terhadap kerusakan. 3.
Pemasok Yaitu perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual kepada lessee dengan pembayaran secara tunai oleh lessor. Dalam finance lease, pemasok langsung menyerahkan barang kepada lessee tanpa melalui pihak lessor sebagai pihak yang memberikan pembiayaan. Sedangkan dalam operating lease, pemasok menjual barangnya langsung kepada lessor dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak baik secara tunai maupun secara berkala.
4.
Bank atau kreditor Dalam suatu perjanjian atau kontrak leasing, pihak bank atau kreditor tidak terlibat secara langsung dalam kontrak tersebut tetapi bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor.
Dalam
menjalankan
kegiatan
usahanya,
perusahaan
leasing
dapat
digolongkan kedalam 3 (tiga) kelompok, 10) antara lain: 1.
Independent leasing company Perusahaan leasing jenis ini mewakili sebagian besar dari industri leasing di mana perusahaan ini berdiri sendiri atau independen dari pemasok yang mungkin dapat memenuhi kebutuhan barang modal nasabahnya (lessee). Selain itu, perusahaan dapat membelinya dari berbagai pemasok atau produsen yang kemudian disewa kepada pemakai. Lembaga keuangan yang terlibat dalam kegiatan usaha leasing, adalah bank, perusahaan asuransi dan
10)
Ibid., hal.193
lembaga keuangan lainnya yang disebut sebagai lessor independen. 2.
Captive lessor Sering juga disebut two party lessor yang melibatkan dua pihak, yaitu: a.
Pihak pertama terdiri atas perusahaan induk dan anak perusahaan leasing (subsidiary).
b.
Pihak kedua adalah lessee atau pemakai barang. Captive lessor ini akan tercipta apabila pemasok atau produsen mendirikan perusahaan leasing sendiri untuk membiayai produkproduknya. Hal ini dapat terjadi apabila pihak pemasok menyediakan pembiayaan leasing sendiri, maka akan dapat meningkatkan kemampuan penjualan melebihi tingkat penjualan dengan menggunakan pembiayaan tradisional.
3.
Lease broker atau packager berfungsi mempertemukan calon lessee dengan pihak lessor yang membutuhkan suatu barang modal dengan cara leasing tetapi lease broker ini tidak memiliki barang atau peralatan untuk menangani transaksi leasing untuk atas namanya. Namun, perusahaan ini memberikan satu atau lebih jasa-jasa dalam usaha leasing yang tergantung pada apa yang dibutuhkan dalam suatu transaksi leasing.
2.2.3 Manfaat Leasing Pembiayaan melalui leasing memberikan beberapa keuntungan antara lain: 1.
Menghemat modal Penggunaan sistem leasing memungkinkan lessee menghemat modal kerja. Untuk memulai usaha, lessee tidak perlu menyediakan dana dalam jumlah besar untuk menyiapkan barang-barang modal. Dana yang tersedia dapat dialokasikan untuk kebutuhan lain yang lebih urgent.
2.
Diversifikasi sumber-sumber pembiayaan Adanya sumber pembiayaan selain dari bank akan memberikan keleluasaan dan alternatif untuk membiayai usahanya tanpa khawatir adanya kebijaksanaan
pengetatan
ekspansi
kredit
perbankan
yang
akan
membahayakan kelanjutan usahanya. 3.
Persyaratan yang kurang ketat dan lebih fleksibel Perjanjian leasing tidak sekaku dan seketat dalam bank, meskipun lessor tetap mempertimbangkan risiko yang biasanya dilakukan melalui pricing dari suatu kontrak leasing dengan penyesuaian atas keuntungan-keuntungan yang diinginkan. Dipandang dari sisi perjanjiannya, leasing lebih luwes karena dapat dengan lebih mudah menyesuaikan dengan keadaan keuangan lessee. Besarnya pembayaran periodik dan masa waktu pembayaran dapat dirundingkan sesuai dengan kondisi yang dihadapi oleh lessee secara nyata. Besarnya angsuran tidak harus sama besar setiap kali pembayaran. Besarnya angsuran dapat disesuaikan dengan tingkat output pada periode tertentu. Masa pembayaran dapat diatur sehingga pada waktu-waktu tertentu dapat ditentukan lebih besar atau lebih kecil.
4.
Biaya lebih murah Penggunaan suatu barang atau peralatan melalui metode leasing jauh lebih murah dibandingkan dengan kredit bank berdasarkan perhitungan nilai sekarang (present value).
5.
Proteksi inflasi Leasing dapat memberikan perlindungan terhadap inflasi dimana dalam tahun-tahun berikutnya setelah kontrak leasing dilakukan khususnya apabila leasing berdasarkan tarif suku bunga tetap maka lessee membayar dengan
jumlah tetap atas sisa kewajibannya yang berasal dari pelunasan pembelian yang dilakukan di masa lalu. 6.
Perlindungan akibat kemajuan teknologi Dengan memanfaatkan leasing, lessee dapat terhindar dari kerugian akibat barang yang disewa tersebut mengalami ketinggalan model atau sistem yang disebabkan oleh pesatnya perkembangan teknologi. Dalam keadaan yang berubah cepat, operating lease yang berjangka waktu singkat dapat mengatasi kekhawatiran lessee terhadap risiko keuangan sehingga lessee tidak perlu mempertimbangkan risiko ini pada tahap awal.
7.
Sumber pelunasan kewajiban Pembatasan pembelanjaan dalam perjanjian kredit dapat diatasi melalui leasing karena pelunasan atau pembayaran sewa hampir selalu diperkirakan berasal dari modal kerja yang dihasilkan oleh adanya aktiva yang disewa sehingga kekhawatiran para kreditor terhadap gangguan penggunaan modal kerja yang akan mempengaruhi pelunasan kredit yang telah diberikan dapat diatasi.
8.
Kapitalisasi biaya Adanya biaya-biaya tambahan selain harga perolehan seperti biaya penyerahan, instalasi, pemeriksaan, konsultan, percobaan dan sebagainya, dapat dipertimbangkan sebagai biaya modal yang dapat dibiayai dalam leasing dan dapat disusutkan berdasarkan lamanya masa leasing.
9.
Risiko keusangan Dalam keadaan yang serba tidak menentu, operating lease yang berjangka waktu relatif singkat dapat mengatasi kekhawatiran lessee terhadap
risiko
keuangan
(obsolescence)
sehingga
lessee
tidak
perlu
mempertimbangkan risiko pada tahap dini yang mungkin terjadi. 10. Kemudahan penyusunan anggaran Adanya pembayaran sewa secara berkala yang jumlahnya relatif tetap akan merupakan kemudahan dalam penyusunan anggaran tahunan lessee. Selain itu, lessee dapat memilih cara pembayaran sewa secara bulanan, kwartalan, atau kesepakatan lainnya di samping adanya kebebasan dalam penentuan dasar suku bunga tetap atau mengambang. 11. Pembiayaan proyek skala besar Adanya keengganan untuk memikul risiko investasi dalam pembiayaan proyek yang seringkali menjadi masalah di antara pemberi dana biasanya dapat diatasi melalui perusahaan leasing sepanjang tersedianya suatu jaminan penuh yang dapat diterima dan kemudahan untuk menguasai aktiva yang dibiayai apabila terjadi suatu kelalaian.
2.3
Laporan Keuangan
2.3.1 Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan tidak terlepas dari akuntansi, oleh sebab itu terlebih dahulu dikemukakan tentang pengertian akuntansi. Laporan keuangan menurut Darsono,11) ialah laporan perusahaan yang disajikan dalam bentuk neraca (balance sheet), perhitungan laba rugi (income statement), dan arus kas (cashflows). Laporan laba-rugi ialah perhitungan hasil kegiatan operasi organisasi bisnis yang terdiri dari pendapatan (revenues) dan beban-beban (expenses). Laporan ini menggambarkan kemampuan manajemen dalam memperoleh laba. Laporan laba rugi terdiri dari 2 jenis yaitu (1) laporan laba rugi untuk kepentingan pihak luar 11)
Darsono, Pendekatan Praktis: Kajian Pengambilan Keputusan Bisnis Berbasis Analisis Keuangan, Jakarta: Nusantara Consulting, 2009, hal.27
perusahaan yaitu untuk pemegang saham, lembaga kredit, direktorat pajak, serikat buruh, dan sebagainya; (2) laporan laba rugi untuk pihak dalam perusahaan yaitu untuk (a) pengambilan keputusan manajemen jangka pendek, dan (b) laporan laba rugi untuk keputusan manajemen jangka panjang khususnya untuk investasi jangka panjang. Laporan sumber dan penggunaan dana dapat disajikan dalam bentuk laporan posisi keuangan (balance sheet) dan laporan perhitungan laba rugi (income statement). Laporan posisi keuangan suatu perusahaan terdiri dari harta (assets), kewajiban (liabilities), dan modal, atau neraca merupakan persamaan dari:
Harta = Utang + Modal Harta terdiri dari (1) harta lancar (current assets), (2) harta keuangan (financial assets), (3) harta tetap (fixed assets), (4) harta tidak berwujud (intangible assets). Kewajiban terdiri dari (1) utang lancar (current liabilities), (2) utang jangka panjang (long term debt). Sedangkan modal terdiri dari (1) modal saham istimewa atau preferred stock, (2) modal saham biasa (common stock), dan (3) laba ditahan (retained earning). Perhitungan laba rugi terdiri dari: (1) pendapatan, yaitu hasil penjualan, umumnya adalah penjualan bersih dan pendapatan lain-lain (other income), (2) beban (expenses) yang terdiri dari (a) beban (harga) pokok penjualan (cost of goods sold), (b) beban usaha (commercial expenses) yang terdiri dari beban pemasaran (marketing expenses) dan beban administrasi (administrative expenses), (c) beban bunga (interest expenses), (d) beban pajak (corporate tax expenses), atau pajak atas laba. Myer dalam bukunya Financial Statement Analysis mengemukakan pengertian laporan keuangan adalah sebagai berikut: “Yang dimaksud dengan
laporan keuangan adalah dua daftar yang disusun oleh seorang akuntan pada akhir suatu episode untuk suatu perusahaan. Kedua daftar ini ialah daftar neraca atau daftar laba rugi. Pada daftar-daftar keuangan dari perseroan-perseroan terbatas ditambah daftar ketiga, ialah daftar pendapatan (saldo laba) yang ditahan, atau daftar surplus yang mencocokkan saldo dalam perkiraan ini pada akhir periode dan awal periode”.12) Sedangkan Ikatan Akuntansi Indonesia dalam buku Standart Akuntansi Keuangan,13) menyebutkan pengertian laporan keuangan sebagai berikut: “Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan rugi laba, laporan perubahan posisi keuangan, catatan dan laporan lain serta metode penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga transaksi skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misal, informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga”. 1.
Neraca Neraca melaporkan sumber-sumber kekayaan dari suatu usaha (aktiva), kewajiban-kewajiban (hutang-hutang) dan tuntutan hak pemilikan atas sisa sumber-sumber kekayaan atau dengan istilah lain hak-hak kekayaaan (modal pemilik/owner’s equipty) pada suatu saat tertentu. Dengan demikian neraca memberikan gambaran posisi keuangan perusahaan pada tanggal tertentu. Biasanya ditutup yakni, akhir bulan, akhir triwulan, atau akhir tahun.
12)
Myer, John N, Analisa Neraca dan Rugi Laba, terjemahan R. Sasmita Adikoesoema, Edisi ketiga, Jakarta: Aksara Baru, 1991, hal.11 13) Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta: Salemba Empat, 1994, hal.2
Penggolongan komponen-komponen neraca sebagai berikut: AKTIVA Aktiva lancar Investasi (penyertaan) Aktiva tetap Aktiva yang tidak berwujud Aktiva lain-lain KEWAJIBAN Kewajiban lancar (jangka pendek) Kewajiban jangka panjang Kewajiban lain-lain MODAL Modal saham Agio saham Laba yang ditahan 2.
Daftar Perhitungan Rugi Laba Istilah lain dari rugi laba adalah statement of profit and loss, earning statement, atau statatement operation. Laporan rugi laba adalah suatu daftar ikhtisar hasil dan biaya suatu perusahaan
selama
satu
periode
tertentu.
Dengan
membandingkan
penghasilan selama jangka waktu tertentu dengan biaya selama jangka waktu itu maka kita akan mengetahui besarnya laba atau rugi yang disebut sebagai hasil usaha.
Tujuan penyusutan daftar adalah untuk mengukur kemampuan atau perkembangan perusahaan dalam menjalankan fungsinya sehubungan dengan sifat kegiatan perusahaan. Pertambahan aktiva sebagai akibat operasi perusahaan disebut hasil. Sedangkan pengurangan aktiva sehubungan dengan operasi perusahaan dalam pembentukan hasil disebut dengan biaya. Bentuk laporan rugi laba ada dua macam yaitu: a.
Bentuk single step yakni menggabungkan semua penghasilan menjadi satu kelompok dan semua biaya dalam satu kelompok, sehingga untuk menghitung laba rugi bersih hanya memerlukan satu langkah yaitu mengurangkan total biaya terhadap total penghasilan.
b.
Bentuk multiple step atau cara bertahap, cara ini biasanya digunakan untuk perusahaan dagang dan perusahaan industri.
Komponen-komponen laba rugi adalah sebagai berikut: a.
Hasil-hasil penjualan Penghasilan utama di suatu perusahaan adalah hasil penjualan barang atau jasa kepada pembeli, penyewa atau pemakai jasa lainnya. Apabila telah terjadi transaksi penjualan maka transaksi ini dicatat sebagai hasil atau penjualan tanpa membedakan penjualan tunai atau kredit.
b.
Harga pokok penjualan Harga pokok penjualan adalah harga pokok dari barang dagangan yang telah dijual selama periode yang bersangkutan.
c.
Biaya usaha Biaya yang timbul sehubungan dengan penjualan atau pemesanan barang atau jasa dan penyelenggaraan fungsi administrasi dan umum perusahaan yang bersangkutan. Biaya ini terdiri atas biaya penjualan atau biaya pemasaran(selling expenses) dan biaya umum dan administrasi (general and administration expenses).
d.
Pendapatan dan biaya lain-lain Pendapatan dari sumber lain diluar kegiatan utama perusahaan digolongkan sebagai pendapatan lain-lain atau pendapatan diluar operasi (other income or non-operating income). Pendapatan ini meliputi penghasilan sewa, bunga, deviden, komisi dan lain-lain.
e.
Pos-pos luar biasa Pos-pos luar biasa meliputi laba atau rugi akibat transaksi-transaksi yang dilakukan yang bersifat insidentil misalnya kerugian akibat kecelakaan, laba atau rugi penjualan aktiva selain dari barang dagangan dan lain-lain.
2.3.2 Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan Laporan keuangan pada dasarnya merupakan hasil proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perussahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar, pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Selain tujuan yang diuraikan tersebut, laporan keuangan juga mempunyai manfaat. Laporan keuangan yang disusun oleh suatu perusahaan sangat bermanfaat dalam pembuatan keputusan oleh pengambil keputusan yang berbeda. Dengan demikian informasi keuangan yang diperlukan pun akan berbeda pula sehingga untuk memenuhi kebutuhan untuk pengambilan keputusan tersebut diperlukan type akuntansi yang berbeda.
2.3.3 Analisa Perbandingan Laporan Keuangan Menurut Darsono dalam bukunya ”Pendekatan Praktis: Kajian Pengambilan Keputusan Bisnis Berbasis Analisis Keuangan”, 14) analisis laporan keuangan ialah kegiatan membandingkan kinerja perusahaan dalam bentuk angka-angka keuangan dengan perusahaan sejenis atau dengan angka-angka keuangan periode sebelumnya. Hasilnya bisa baik, wajar atau buruk. Kinerja keuangan ialah hasil kegiatan operasi perusahaan yang disajikan dalam bentuk angka-angka keuangan. Hasil kegiatan perusahaan periode sekarang harus dibandingkan dengan (1) kinerja keuangan periode masa lalu, (2) anggaran neraca dan laba rugi, dan (3) rata-rata kinerja keuangan perusahaan sejenis. Hasil perbandingan itu menunjukkan penyimapngan yang menguntungkan atau merugikan, kemudian penyimpangan itu dicari penyebabnya.
Setelah
ditemukan
penyebab
penyimpangan,
manajemen
mengadakan perbaikan dalam perencanaan dan perbaikan dalam pelaksanaan. Kegiatan perusahaan dapat disajikan dalam laporan keuangan yang terdiri dari: 1. Laporan Posisi Keuangan (Balance Sheet) 2. Laporan Laba Rugi (Income Statement) 3. Laporan Laba Ditahan (Retained Earning Statement) 4. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana (Source and Application of Funds atau lazim disebut Cash Flow Statement). 14)
Darsono, Op.cit., hal.47
Perusahaan yang memiliki kinerja baik adalah perusahaan yang hasil kerjanya di atas perusahaan pesaingnya, atau di atas rata-rata perusahaan sejenis. Analisis kinerja keuangan dapat disajikan dengan perhitungan sebagai berikut: 1. Analisis Arus Kas (cash flow analysis). 2. Analisis Likuiditas (liquidity analysis or working capital analysis). 3. Analisis Leverage (leverage analysis or debt management analysis). 4. Analisis Profitabilitas (profitability analysis). 5. Analisis Aktivitas (activity analysis). 6. Analisis Penilaian (valuation analysis). 7. Analisis Pertumbuhan (growth analysis). 8. Analisis Kebangkrutan (bankruptcy analysis). 9. Analisis Sistem Du Pont. Hasil analisis merupakan informasi bagi manajemen untuk membuat berbagai keputusan bidang pembiayaan, investasi, dan operasi. Setiap manajer membutuhkan informasi keuangan untuk membuat program kerja, anggaran, dan pengendalian. Oleh sebab itu informasi keuangan harus disajikan tepat waktu dan akurat. Analisa perbandingan laporan keuangan dapat digolongkan atas dua bagian yaitu: 1. Perbandingan yang didapat dari data keuangan yang berasal dari dua periode atau lebih. Didalamnya disiapkan perbandingan analisis naik turun serta trend terhadap perubahan yang terjadi pada perkiraan yang tercantum didalamnya. 2. Perbandingan yang didasarkan atas data keuangan yang berasal dari
satu
periode akuntansi. Dalam analisis ini tercakup antara lain perbandingan dan analisis antara suatu item tertentu dengan item lain dalam laporan keuangan. Perbandingan merupakan langkah-langkah yang amat penting dalam proses analisis
terutama
analisis
terhadap
laporan keuangan.
Dengan analisis
perbandingan ini akan dibahas dalam dua unsur yaitu neraca dan perhitungan laba
rugi. Analisa perbandingan dari laporan keuangan akan memberi suatu gambaran tentang posisi keuangan dari suatu perusahaan. 2.4. Pengertian dan Macam-macam Kredit 2.4.1 Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa latin, yaitu ”credere” yang berarti kepercayaan. Kepercayaan yang dimaksud adalah kepercayaan dalam penundaan pembayaran, baik penundaan utang piutang maupun penundaan jual beli. Debitur tidak wajib membayar utangnya secara langsung atau tunai, melainkan ia diberikan kepercayaan oleh undang-undang dalam perjanjian kredit untuk membayar belakangan secara bertahap atau mencicil. 15) Karena utang tersebut dibayar dengan cara dicicil, maka resiko selama utang tersebut belum dilunasi harus ditanggung oleh sipemberi kredit. Resiko tersebut antara lain : a. Resiko kredit yaitu resiko yang timbul sebagai akibat kegagalan para pihak memenuhi kewajibannya. b. Resiko pasar yaitu resiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh bank yang dapat merugikan bank. Varabel pasar antara lain suku bunga dan nilai tukar. c. Resiko likuiditas yaitu resiko yang antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo. d. Resiko operasional yaitu resiko yang antara lain disebabkan adanya ketidak cukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang memengaruhi operasional bank. 15)
hal.2
Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010,
e. Resiko hukum yaitu resiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung, atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhi syarat sahnya kontrak. f. Resiko reputasi yaitu resiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank. g. Risiko strategik yaitu risiko yang antara lain disebabkan penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat, atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal. h. Risiko kepatuhan yaitu risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Selanjutnya menurut Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso,16) pemberian kredit dalam pengertian sebagai cash loan, merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilakukan oleh sebuah bank. Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,17) yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Menurut Undang-undang tersebut, penyediaan dana untuk nasabahnya tidak hanya bisa dalam bentuk kredit. Penyediaan dana tersebut dapat juga berupa penyediaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan
16)
Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Edisi 2, Jakarta: Salemba Empat, 2006, hal.114 17) Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, seperti tercantum dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998. Penyaluran dana dalam bentuk kredit ini biasanya mendominasi sebagian besar pengalokasian dana bank. Artinya bahwa kredit dilandasi oleh kepercayaan yang pada hakekatnya bersifat timbal balik. Tidak hanya pemberi kredit yang menaruh kepercayaan pada pihak yang menerima kredit, tetapi pihak penerima kredit ini juga menaruh kepercayaan terhadap pemberinya. Seseorang dapat dikatakan mempunyai kemampuan kredit apabila orang tersebut mempunyai cukup materi, memiliki moral yang tinggi dan memiliki nama baik dalam masyarakat. Kredit dapat pula diartikan sebagai suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada puhak lain dan prestasi itu dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang disertai dengan suatu contra berupa bunga. Kredit di definisikan oleh Bank Indonesia adalah penyediaan uang tagihan-tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan perjanjian pinjam meminjam antara bank dan pihak lain, dimana peminjam berkewajiban membayar hutangnya ditambah dengan bunga yang disepakati pada jangka waktu yang sudah ditentukan. Dari pengertian di atas dapatlah dijelaskan bahwa kredit dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang. Kemudian adanya kesepakatan antara bank sebagai kreditur dan nasabah penerima kredit sebagai debitur, dengan perjanjian yang telah dibuat. Dalam perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk jangka waktu serta bunga yang ditetapkan bersama. Demikian pula dengan masalah sangsi apabila debitur ingkar janji terhadap perjanjian yang telah dibuat. Tujuan penyaluran kredit, antara lain adalah untuk memperoleh pendapatan bank dari bunga kredit, memanfaatkan dan memproduktifkan dana-dana yang ada,
melaksanakan kegiatan operasional bank, memenuhi permintaan kredit dari masyarakat, memperlancar lalu lintas pembayaran, menambah modal kerja perusahaan, serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
2.4.2 Macam-macam Kredit Menurut Badriyah Harun,18) macam-macam kredit perbankan adalah sebagai berikut: 1.
Berdasarkan Penggunaannya a.
Kredit Modal Kerja Yaitu kredit jangka pendek yang diberikan untuk membiayai kebutuhan modal kerja dari suatu perusahaan. Umumnya disediakan dalam bentuk rekening Koran. Agunannya lebih ditekankan pada barang yang lebih mudah dicairkan dalam waktu singkat, persyaratan kredit memperhatikan perkembangan usaha agar jangan sampai penarikan total kredit mematikan usaha yang bersangkutan.
b.
Kredit Investasi Yaitu kredit jangka menengah dan jangka panjang dalam rangka membiayai pengadaan aktiva tetap suatu perusahaan. Umumnya berjangka menengah atau panjang. Kebutuhan kredit dihitung dari barang modal yang diperlukan, rehabilitasi, dan juga modernisasi barang. Penetapan jangka waktu disesuaikan dengan jadwal ketika investasi tersebut telah menghasilkan. Plafon yang disediakan untuk usaha berskala kecil sampai dengan Rp.500 juta sedangkan usaha berskala menengah di atas Rp.500 juta sampai Rp. 5 milyar.
18)
Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010, hal.5
c.
Kredit Konsumsi Yaitu kredit yang pengembaliannya tidak berdasarkan pada barang yang dibeli, melainkan pada penghasilan nasabah debiturnya.
2.
Berdasarkan Jangka Waktunya a.
Jangka Pendek Yaitu kredit yang jangka waktunya paling lama 1 tahun. Bentuknya dapat berupa kredit rekening koran, kredit penjualan, kredit pembeli dan kredit wesel, juga dapat berupa kredit modal kerja.
b.
Jangka Menengah Yaitu kredit yang jangka waktunya antara 1 sampai 3 tahun. Bentuknya dapat berupa kredit investasi jangka menengah.
c.
Jangka Panjang Yaitu kredit yang jangka waktunya lebih dari 3 tahun. Biasanya berupa kredit investasi yang bertujuan untuk menambah modal perusahaan dalam rangka melakukan rehabilitasi, ekspansi, dan pendirian proyek baru.
3.
Berdasarkan Golongan Ekonomi a.
Kredit Golongan Ekonomi Lemah Yaitu kredit yang disalurkan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, seperti KUT, KUK, dan sebagainya.
b.
Kredit Golongan Ekonomi Menengah dan Konglomerat Yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha besar dan menengah.
4.
Berdasarkan Penarikan dan Pelunasan a.
Rekening Koran
Yaitu kredit yang dapat ditarik dan dilunasi setiap saat, besarnya sesuai dengan kebutuhan. Penarikan dapat dilakukan dengan cek, bilyet giro, atau pembukuan, sedangkan pelunasannya dapat dilakukan dengan setoran-setoran. Bunga dihitung dari besaran kredit. Rekening koran dapat ditarik setelah besaran kredit disetujui. b.
Kredit Berjangka Yaitu kredit yang sekaligus sebesar plafonnya. Pelunasannya dilakukan setelah jangka waktunya habis. Pelunasannya dapat dilakukan secara cicilan atau sekaligus, tergantung pada perjanjian yang dibuat para pihak.
2.5. Prosedur Permohonan Kredit Permohonan kredit merupakan peristiwa awal suatu transaksi pemberian kredit secara yuridis. Permohonan yang dimaksud adalah permohonan yang dibuat dan ditandatangani oleh calon nasabah debitur dengan tujuan untuk mengadakan perjanjian kredit.19) Para prinsipnya, dalam permohonan kredit yang paling utama adalah kepercayaan dan kemampuan membayar kredit tepat pada waktunya. Untuk meneguhkan kepercayaan terhadap kemampuan membayar tersebut diperlukan prosedur pemberian kredit. Setiap bank memiliki prosedur pemberian kredit yang biasanya berbeda-beda. Perbedaan tersebut terjadi karena berbagai pertimbangan masing-masing bank yang dituangkan dalam kebijakan pemberian kredit kepada nasabah. Pemberian kredit hanya dibedakan kepada siapa yang akan diberikan dan untuk apa penggunaan kredit. Pihak yang diberikan kredit dapat berupa 19)
Ibid., hal. 9
perseorangan atau badan hukum, sementara penggunaan kredit dapat berbentuk usaha konsumtif atau produktif. Karena penggunaan dan pertanggungjawaban kredit antara kredit perseorangan dan kredit badan hukum adalah berbeda, maka prosedur permohonan kredit pun dibedakan antara keduanya. Secara garis besar, prosedur permohonan kredit baik kredit perseorangan maupun kredit badan hukum antara lain, 20) sebagai berikut: 1.
Kredit Perseorangan Yang harus diajukan dalam permohonan kredit perseorangan, adalah: a. Identitas berdasarkan KTP, SIM, Paspor, atau Identitas lainnya. b. Pemohon yang mengajukan kredit telah dewasa serta memiliki kecapakan di muka hukum. Maksudnya adalah cakap untuk berbuat di muka hukum yakni tidak di bawah pengampunan, tidak boros, tidak hilang ingatan, ataupun pemabuk. c. Surat nikah, kepada calon nasabah debitur yang sudah menikah. d. Persetujuan perseorangan dan persetujuan suami/istri bila ada. e. Usia minimal 21 tahun dan pada saat pembiayaan lunas berusia maksimum 55 tahun. f. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). g. Keabsahan jaminan, serta hal-hal yang dianggap penting lainnya.
2.
Kredit Badan Hukum Pengajuan berkas-berkas badan hukum yang dituangkan dalam sebuah proposal yang berisi tentang: a. Latar belakang badan hukum, diantaranya riwayat hidup yang diuraikan secara singkat, jenis bidang usaha, identitas badan usaha, serta nama dan
20)
Ibid., hal.10
identitas para pengurus. b. Maksud dan tujuan permohonan kredit. c. Besarnya kredit dan jangka waktu. d. Cara pengembalian kredit. e. Jaminan kredit. f. Akta notaris untuk Perseroan Terbatas atau Yayasan. g. Tanda Daftar Perusahaan (TDP). h. Surat Izin Usaha Industri (SIUI). i.
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
j.
Keabsahan surat-surat yang dijaminkan.
k. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). l.
Neraca laporan laba rugi 3 tahun terakhir.
m. Bukti diri pimpinan perusahaan, dan n. Hal-hal yang dianggap penting lainnya.
Dalam kaitannya dengan fasilitas pemberian kredit, analisis terhadap fakta dan data yang menyertai debitur dalam mengajukan permohonannya merupakan bagian dari faktor-faktor yang mendukung analisis dan kesimpulan bahwa terdapat ”jaminan” suatu fasilitas kredit yang diberikan dapat kembali dengan menguntungkan.
Oleh karena
itu,
terdapat
pendapat
bahwa
”jaminan”
adalah ”keyakinan” kreditor bahwa kredit yang diberikan dapat kembali dengan tepat
waktu.
Dengan
kata
lain,
istilah
”jaminan”
yang
diistilahkan
dengan ”jaminan pemberian kredit” diartikan sebagai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.
Untuk memperoleh keyakinan dimaksud, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap hal-hal berikut ini:21) 1.
Watak (Caracter) Watak (caracter) adalah pribadi, kelakuan, sikap, tingkah laku, dan nilainilai dari debitur yang dapat dilihat dari track record, yaitu sejarah hidup dan curriculum vitae dari debitur. Data-data dan sumber ini dapat dilihat dari beberapa sumber dan informasi, antara lain informasi tersebut dapat diminta kepada Bank Indonesia.
2.
Kemampuan (Capacity) Kemampuan adalah kemampuan debitur untuk mengelola fasilitas kredit yang diberikan sehingga dapat memberikan nilai tambah, yang akhirnya dapat
mengembalikan
fasilitas
kredit
sesuai
dengan
waktu
yang
diperjanjikan. Oleh karena itu, dalam pemberian kredit harus dianalisis, antara lain mengenai kondisi keuangan yang bersangkutan, untuk menyakini tentang jumlah fasilitas yang dibutuhkan dan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Kemampuan juga menyangkut mengenai kecakapan. Oleh karena itu, kecakapan dan profesionalisme debitur/pengurus dan karyawan perlu mendapatkan perhatian. 3.
Modal (Capital) Modal adalah modal yang dimiliki oleh debitur, yaitu apa yang dijadikan modal debitur dalam melakukan usahanya. Pengertian modal adalah termasuk juga modal dasar, modal yang ditempatkan, dan modal yang disetor. Termasuk dalam cakupan modal adalah sharing pembiayaan, yaitu
21)
hal.5.
Tri Widiyono, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, Bogor: Ghalia Indonesia, 2002,
jumlah tertentu yang harus disediakan sendiri oleh debitur dalam suatu pembiayaan terhadap obyek kredit. 4.
Agunan (Collateral) Agunan adalah benda bergerak dan benda tidak bergerak yang diserahkan debitur kepada kreditur, untuk menjamin apabila fasilitas kredit tidak dibayar kembali sesuai waktu yang ditetapkan. Jika hal demikian terjadi, maka benda tersebut dapat dijual untuk pelunasan fasilitas kredit tersebut. Jaminan tersebut dapat berupa jaminan umum, di mana kreditur tidak mempunyai hak preferent dan jaminan khusus, di mana kreditur mempunyai hak preferent.
5.
Prospek Usaha (Condition of Economy) Prospek usaha adalah dukungan lingkungan, baik keadaan ekonomi maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku serta keadaan daerah setempat yang memungkinkan suatu usaha yang dibiayai dapat berjalan dengan baik dan menguntungkan.
Di samping prinsip 5 C tesebut ada tambahan C lainnya yang perlu dijadikan bahan penilaian kredit yaitu prinsip Constraint. Prinsip Constraint ini merupakan faktor hambatan dan keterbatasan yang dapat timbul dalam perkreditan, misalnya proyek yang dibiayai terletak disuatu lingkungan wilayah dimana masyarakat setempat menolak kehadiran proyek tersebut. Oleh karena itu dalam proses pemutusan kredit perlu dilakukan penelitian mengenai kemungkinan timbulnya hambatan tersebut yang pada gilirannya akan dapat mengganggu kelancaran pembayaran kredit. Apabila berdasarkan penilaian terhadap watak (character), kemampuan (capacity), modal (capital), dan prospek usaha (condition of economy) telah
diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur mengembalikan utangnya, maka agunan dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Jika mendasarkan pada ketentuan ini, maka dalam pemberian fasilitas kredit hanya dikenal project financing dan bukan corporate financing. Namun demikian, dalam praktik perbankan telah lazim dalam pemberian fasilitas kredit dengan pola project financing, walaupun masih dapat diperdebatkan. Selain diperlukan prinsip 5C (The Five C of Credit Analysis), maka diperlukan juga prinsip 7 P,22) sebagai berikut: 1. Party atau para pihak yang mengadakan perjanjian saling mengenal karakter satu dengan lainnya. Tidak hanya bank yang harus mengenal nasabah yang akan
mengajukan kredit,
tetapi calon nasabah debitur
juga
harus
memperhatikan kondisi kesehatan perbankan. Baik berdasarkan berita dari media, surat pembaca, ataupun sengaja mencari informasi tentang kondisi kesehatan bank yang dituju. 2. Purpose atau tujuan yang hendak dicapai dalam rangka peminjaman kredit. Tujuan ini menjadi pembeda yang tegas antara kredit dan utang. Sebab dalam kredit, bank memiliki kewajiban harus mengawasi nasabahnya dalam menggunakan kreditnya
agar
jangan sampai kredit
yang
diberikan
menimbulkan masalah di kemudian hari. 3. Payment atau pembayaran yang akan dikembalikan oleh nasabah. Bank harus melihat pendapatan nasabahnya, bagaimana nasabah tersebut dapat membayar kredit dengan lancar, tentu juga dipengaruhi oleh pendapatannya.
22)
hal.13
Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010,
4. Profitability atau perolehan laba yang akan diperoleh oleh bank. Kredit merupakan salah satu cara bank untuk memperoleh laba atau keuntungan yang diambil dari bunga maupun bagi hasil atau sejenisnya. Dengan demikian, bank harus mempertimbangkan perolehan laba yang hendak diperoleh. 5. Protection atau perlindungan berupa jaminan nasabah apabila terjadi sesuatu hal diluar yang telah direncanakan dan diperjanjikan oleh para pihak. 6. Personality atau kepribadian nasabah berdasarkan tingkah laku kepribadian nasabah pada kegiatan sehari-hari maupun masa lalunya. Termasuk juga emosi, sikap, dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah. 7. Prospect atau nilai usaha nasabah dimasa yang akan datang, menguntungkan atau tidak. Bila bank tidak mampu melihat prospek ini, di kemudian hari apabila tidak terdapat prospek pada usaha yang dibiayai dengan kredit, maka bukan hanya bank yang akan menghadapi risiko kesulitan mengadakan tagihan, tetapi juga nasabah yang menjalankan usahanya akan kesulitan dalam membayar tagihannya.
2.6. Tehnik Penilaian Permohonan Kredit Suatu fasilitas kredit wajib didukung adanya suatu dokumen permohonan kredit. Tahap awal dalam pemberian fasilitas kredit normal dimulai dengan adanya suatu permohonan dari calon debitur kepada bank yang bentuk dan dokumentasinya berbeda-beda antara jenis kredit yang satu dengan lainnya. Memperhatikan bahwa permohonan kredit mengandung suatu kewenangan bertindak dari subyek hukum pemohon maka hal ini tentunya juga mendapatkan perhatian tersendiri. Di samping itu, permohonan kredit adalah tindakan hukum sepihak, artinya perbuatan hukum tersebut masih bersifat offering, maka atas permohonan tersebut agar diperhatikan juga rincian apa yang dimohonkan tersebut.
Pada umumnya suatu fasilitas kredit dimintakan permohonannya oleh debitur terlebih dahulu sebelum analisis dilakukan oleh bank, tetapi dalam kasuskasus tertentu, analisis kredit dibuat mendahului adanya permohonan dari calon debitur.23) Hal demikian jika berdasarkan pengamatan dan penilaian bank, calon debitur tersebut mempunyai potensi yang baik untuk diberikan fasilitas kredit. Adapun data-data yang dijadikan dasar analisis pendahuluan ini biasanya diperoleh dari data-data nasabah yang terdapat pada public folder atau internet milik calon debitur. Namun untuk selanjutnya, jika offering letter dari bank dalam permohonan diterima oleh calon debitur, maka kepada yang bersangkutan tetap dimintakan untuk mengajukan permohonan fasilitas kredit. Suatu permohonan kredit ditolak apabila dalam penelitian pendahuluan dapat disimpulkan bahwa permohonan tersebut dalam larangan pemberian kredit oleh pemerintah dan atau menyimpang dari kebijaksanaan perkreditan. Penolakan tersebut segera dibritahukan kepada pemohon dengan tertulis terhadap pemohon kredit yang dapat di pertimbangkan, segera diproses/diadakan persiapan dengan cara melengkapi informasi yang diperlukan. Persiapan kredit adalah dengan cara mengumpulkan informasi/data selengkap-lengkapnya tentang sipemohon kredit. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa bank mempersiapkan pengumpulan data dengan mencari informsi mengenai pemohon kredit yang terdiri atas data non finansial dan data finansial serta jaminan yang akan diberikan dan lain sebagainya. Data non finansial meliputi hal-hal seperti nama dan alamat pemilik perusahaan, susunan pengurus, riwayat perusahaan, bidang usaha, hubungan
23)
hal.21.
Tri Widiyono, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, Bogor: Ghalia Indonesia, 2002,
dengan bank, kelancaran perusahaan dan sebagainya. Data finansial meliputi proyeksi keuangan yang menggambarkan rencana usaha yang akan dilakukan termasuk kas budget. Juga termasuk data historis atau realisasi keuangan yang dicapai pada periode yang lalu. Data historis mengenai keuangan tersebut terdiri atas analisa laporan keuangan serta analisa laporan sumber dan penggunaan dana. Data jaminan yang akan diserahkan terdiri atas suatu daftar harta/barang persediaan maupun data piutangnya. Dalam rangka pengumpulan informasi tersebut sering kali diadakan wawancara langsung antara pejabat bank dan pemohon. Maksud dan tujuan wawancara langsung adalah untuk mencari informasi tambahan termasuk masalah-masalah yang dihadapi pemohon. Disamping pengumpulan informasi tersebut diatas bank memerlukan pula data penunjang lainnya seperti ijin usaha dari instansi yang berwenang, rekomendasi dan atau referensi dari pihak ketiga, surat fiskal/tanda pembayaran pajak tahun terakhir dan lain sebagainya. Tujuan dari kredit/penilaian kredit adalah agar kredit yang diberikan mencapai sasaran kredit, yaitu : 1. Aman, artinya kredit tersebut harus diterima kembali pengembaliaanya secara tertib, teratur dan tepat waktu, sesuai perjanjian antara bank pemberi kredit dengan pemohon kredit. 2. Terarah, artinya kredit tersebut akan digunakan untuk tujuan-tujuan seperti yang dimaksud dalam permohonan kredit dan sesuai pula dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Menghasilkan, artinya bahwa kredit tersebut akan memberikan hasil bagi bank/ sekurang-kurangnya kredit tersebut akan diterima kembali seluruhnya dan tercegah terjadinya kerugian besar.
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, diperlukan persiapan analisa termasuk pengumpulan informasi dan data untuk bahan analisa. Kwalitas hasil analisa itu tergantung pada faktor tenaga pelaksana (analisis), faktor bahan/data yang diolah dan tehnik penganalisaan. Seorang analisis harus mempunyai keahlian/ketrampilan yang bersifat tehnis maupun pengetahuan teoritis, seorang analisis harus sudah terbiasa (familiar) dengan formulir-formulir analisa dan mengetahui praktek serta kebiasaan dalam perdagangan dan perusahaan, memiliki pengetahuan dalam bidang ekonomi, keuangan/permodalan, manajemen dan pembukuan serta memiliki pengertian yang tepat mengenai prinsip perkreditan. Bahan analisa harus lengkap dipenuhi dan dapat dipercaya. Untuk keperluan yang dimaksud, maka bahan untuk analisa dapat diperoleh dengan jalan melakukan penelitian secara fisik atau pemeriksaan setempat atau meminta bantuan akuntan publik untuk data keuangannya. Tehnik penganalisaan dilakukan secara teliti dengan mengikuti segala ketentuan yang digariskan, mencakup analisa kwantitatif dan kwalitatif. Adapun penilaian terhadap condition of economy dimaksudkan pula untuk mengetahui sejauhmana kondisi-kondisi yang mempengaruhi perekonomian suatu negara/suatu daerah akan memberikan dampak yang bersifat positif maupun negatifterhadap perusahaan yang memperoleh kredit tersebur. Untuk itu penilaian condition of economy tersebut perlu dipelajari masalah politik, budaya, kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah setempat, peraturan monoter, perpajakan, anggaran belanja dan pendapatan negara yang bersangkutan, keadaan konjungtor perekonomian dan lain-lain.
Kondisi ekonomi yang perlu disoroti dan harus selalu mendapat perhatian adalah mencakup hal-hal sebagai berikut : 1. Pemasaran, seperti perkiraan kebutuhan, luas pasar, daya beli masyarakat, bentuk persaingan, peranan barang subtitusi dan lain sebagainya. 2. Permodalan, seperti adanya pasar uang dan modal, kredit penjual, kredit pembeli, perubahan suku bunga dan lain sebagainya. 3. Peraturan dan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan usaha / perusahaan peminjam.
2.7. Kelayakan Usaha dan Faktor Penyebab Kredit Bermasalah 2.7.1 Kelayakan Usaha Uang dan modal ternyata bukanlah satu-satunya kunci sukses untuk melakukan aktivitas usaha. Kreativitas, kemampuan menangkap peluang usaha dan keuletan adalah kunci yang lebih utama. Karena kreativitas mampu melahirkan berbagai alternatif yang tidak terpikirkan oleh mereka yang tidak kreatif. Sedangkan kemampuan menangkap peluang usaha dapat menghasilkan uang dan tawaran modal dari pihak lain. Keduanya menjadi lengkap apabila disertai dengan keuletan, demikianlah bank tidak serta memberikan kredit kepada setiap pengusul. Bank akan mengadakan analisis yang menyangkut beberapa aspek untuk memastikan visibilitas usaha tersebut. Menurut bank, pengusaha yang ulet biasanya akan tampil sebagai pemenang. Seorang pengusaha yang ulet dan pantang mundur, walaupun hanya memiliki kecapakan dan dana yang relatif terbatas akan dapat mengalahkan orang lain yang memiliki dana dan kecakapan yang lebih baik, tetapi tidak ulet. Studi kelayakan usaha dari pihak kreditur memuat 4 (empat) aspek, yaitu aspek pemasaran, aspek teknis, aspek yuridis, dan aspek keuangan. Sementara
itu menurut Firman Sofyan, pimpinan cabang Bank Syariah Mandiri, aspekaspek kelayakan usaha meliputi aspek yuridis, aspek manajemen dan karakter, aspek pemasaran, aspek teknis dan produksi, aspek keuangan dan aspek jaminan.24) 2.7.2 Faktor Penyebab Kredit Bermasalah Ada beberapa faktor penyebab kredit bermasalah, 25) sebagai berikut: 1. Nasabah tidak membayar atau terlambat melakukan pembayaran jumlah pokok atau angsuran dan atau bunganya. 2. Nilai agunan atau kekuatan hukum agunan menjadi merosot, sehingga dapat merusak kekuatan bank terhadap pengikatan agunan, atau harganya menjadi jatuh. 3. Kemampuan usaha nasabah menurun karena alat produksinya mulai ketinggalan jaman dan mulai tidak disukai oleh masyarakat. 4. Kekayaan bersih nasabah semakin menurun karena nasabah mulai terlibat hutang-hutang dengan pihak lain. 5. Adanya beberapa persyaratan pinjam tidak dipenuhi oleh nasabah, baik karena tidak mampu maupun karena memang mempunyai itikad tidak baik.
Pembagian kredit menurut urutan masalah, adalah: 1. Kredit berindikasi, ialah kredit yang sudah menampakkan adanya gejala atau indikasi ke arah bermasalah, sebagai petunjuk adanya tanda bahaya. Kredit ini memerlukan perhatian khusus karena diperlukan tindakan khusus untuk mengatasinya.
24)
Suryaputra N. Awangga, Cara Efektif Menyusun dan Mengajukan Proposal Kredit, Yogyakarta: Zenith Publisher, 2009, hal.75 25) H.As. Mahmoeddin, Melacak Kredit Bermasalah, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2010, hal.xi.
2. Kredit bermasalah, ialah kredit yang sudah bermasalah, karena pembayaran bunga dan angsuran mulai tidak tepat waktu. 3. Kredit diragukan, ialah kredit sudah diragukan penyelesaiannya, karena pembayaran bunga dan angsurannya sudah mulai menunggak. 4. Kredit yang merugikan, ialah kredit yang sudah tidak dapat diharapkan lagi untuk menerima pembayarannya. Dan siap untuk dihapusbukukan. Gejala-gejala kredit bermasalah,26) ialah: 1. Perilaku rekening, yaitu dengan melihat perilaku rekening nasabah, diharapkan petugas kredit sudah bisa membaca situasi kredit nasabah. 2. Perilaku laporan keuangan, yaitu dengan melihat perilaku laporan keuangan nasabah, diharapkan petugas kredit diharapkan sudah bisa membaca situasi kredit nasabah. 3. Perilaku kegiatan bisnis, yaitu dengan melihat perilaku kegiatan bisnis nasabah, diharapkan petugas kredit sudah bisa membaca situasi kredit nasabah. 4. Perilaku nasabah, yaitu dengan melihat perilaku nasabah, diharapkan petugas kredit sudah bisa membaca situasi kredit nasabah. 5. Perilaku makro ekonomi, yaitu dengan melihat perilaku ekonomi, diharapkan petugas kredit sudah bisa membaca situasi kredit nasabah.
26)
Ibid., hal.xii.