BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Pelayanan Pelayanan
memiliki
beberapa
definisi
tetapi
beberapa
diantaranya
menjelaskan kesamaan mengenai hal yang tidak berwujud (intangible) dan konsumsi yang simultan. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: •
Pelayanan didefinisikan sebagai keinginan, proses, dan performa (Zeitham ldan Bitner, 1996)
•
Pelayanan adalah aktifitas atau serangkaian aktifitas yang kurang lebih tidak dapat diraba yang biasanya membutuhkan interaksi antara pelanggan dan pekerja pelayanan dan/atau sumber daya fisik atau barang dan/atau sistem dari penyedia jasa yang disediakan sebagai solusi untuk masalah yang dihadapi oleh pelanggan. (Gronroos, 1990)
•
Banyak pihak yang menganggap bahwa sektor pelayanan mencakup kepada seluruh aktifitas ekonomi yang outputnya tidak berupa produk fisik atau konstruksi, yang biasanya dikonsumsikan pada saat setelah diproduksikan dan juga memiliki nilai tambah dalam bentuk (misalnya kenyamanan, hiburan, ketepatan waktu, kenikmatan, atau kesehatan) yang pada dasarnya tidak berwujud. (Quinn, Baruch,and Paquette, 1987)
7
8
•
Definisi yang tepat tentang barang dan jasa seharusnya bisa membedakan mereka berdasarkan dengan atributnya. Barang adalah suatu wujud obyek atau produk yang bisa dibuat dan di transfer, memiliki eksistensi waktu yang bisa diciptakan dan digunakan dikemudian waktu. Jasa adalah sesuatu yang tidak berwujud dan bersifat fana yaitu sebuah kejadian atau proses yang dibuat dan digunakan secara simultan atau mendekati simultan. (Sasser, Olsenand Wyckoff,1978)
•
Jasa bersifat fana, pengalaman yang tidak berwujud dilakukan untuk pelanggan yang berperan sebagai co-produser. (Fitzsimmons,1993)
2.2 Klasifikasi Pelayanan Konsep dari manajemen jasa seharusnya bisa diaplikasikan keseluruh organisasi jasa. Seperti contohnya, administrasi rumah sakit bisa mempelajari sesuatu tentang ilmu bisnisnya dari restoran dan hotel. Jasa professional seperti konsultan, hukum dan jasa pengobatan memiliki masalah khusus dikarenakan professional tersebut dilatih untuk dapat menyajikan spesifik jasa yang klinikal (mengambil contoh jasa pengobatan) tetapi tidak termasuk dalam pengetahuan manajemen bisnis. Walaupun perusahaan jasa professional menawarkan kersempatan karir yang menarik bagi para lulusan perguruan tinggi.
9
Sumber: Roger W. Schmenner, Sloan Management Review, 1986 Gambar 2.1The Service Process Matrix
Untuk mendemonstrasikan bahwa masalah manajemen sama disekitar industri jasa, Schmenner menjabarkan The Service Process Matrix (Matriks Proses Jasa). Dalam matriks ini, jasa diklasifikasikan menjadi dua dimensi yang secara signifikan akan mempengaruhi karakter dari proses penyajian jasa. Dimensi vertikal menjelaskan tentang ukuran tingkat dari intensitas tenaga kerja yang didefinisikan sebagai rasio dari biaya tenaga kerja terhadap biaya modal. Dengan demikian, jasa dengan modal intenif seperti penerbangan dan rumah sakit ditemukan di baris atas dikarenakan oleh penanaman modal yang dilakukan pada peralatan dan lingkungan lebih relatif lebih besar dibandingkan dengan modal yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Begitu pula intensif tenaga kerja pada
10
sekolah dan asisten hukum ditemukan di baris bawah dikarenakan oleh modal untuk tenaga kerja lebih banyak dikeluarkan. Dimesi horisontal mengukur tingkat interaksi kepada pelanggan dan kostumisasi yaitu variable marketing yang menjelaskan bagaimana penyajian jasa dapat mempengaruhi personal dari pelanggan itu sendiri. Kecilnya interaksi yang dilakukan antara pelanggan dengan penyedia jasa jika jasa yang dilakukan telah distandarisasi. Seperti contohnya McDonald karena urutan penyediaan jasanya telah ditentukan dan jarang sekali diubah, jadi interaksi lebih yang dilakukan kepada pelanggan sedikit. Tidak seperti pada interaksi yang dilakukan antara dokter dengan pasiennya yang harus berinteraksi penuh dalam hal diagnosa dan pengobatan agar mencapai hasil yang diinginkan. Pasien juga berharap untuk diperlakukan secara personal dan berharap bisa mendapatkan perawatan medis yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Perlu diketahui bahwa interaksi yang membutuhkan banyak kostumisasi bisa menyebabkan potensi masalah untuk manajemen dari pelaksana penyaji jasa. Ke empat kuadran dari matriks proses jasa diberi nama yang menjelaskan tentang sifat dari jasa. Service factory menyediakan pelayanan yang standar (biasa) dengan modal investasi yang tinggi, seperti contohnya proses aliran dalam produksi pabrik. Service shops menyediakan banyak kostumisasi jasa tetapi mereka juga melakukan dengan modal yang cukup tinggi. Pelanggan dari mass service akan menerima jasa yang tidak berbeda dari lingkungan yang padat
11
karya tetapi pelanggan yang mencari professional service akan diberikan perhatian yang khusus dari spesialis yang telah terlatih. Manajer dari kategori-kategori jasa ini baik dari service factory, service shop, mass service maupun dari professional service akan menghadapi tantangan yang sama. Misalnya jasa dengan kebutuhan modal yang tinggi seperti penerbangan dan rumah sakit, membutuhkan pemantauan terhadap teknologi yang akan dipakai untuk memenangkan persaingan. Manajer dari jasa yang padat karya seperti pengobatan atau profesional hukum harus berkonsentrasi penuh pada kebutuhan personal pelanggannya. Tingkatan dari kostumisasi jasa bisa mempengaruhi kemampuan untuk mengendalikan kualitas dari servis yang diberikan kepada pelanggan dan juga persepsi dari jasa yang telah diberikan kepada pelanggannya.
2.3 Strategi Visi Pelayanan Tujuan dan penempatan dari pasar perusahaan jasa diawali dari ide wiraswatawan dan kebutuhan yang tidak dapat ditemukan gambar 2.2 mewakili kerangka dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang dipertanyakan dalam memformulasikan visi dari strategi pelayanan. Kategori-kategori dasar seperti sistem penyajian pelayanan, strategi beroperasi, konsep pelayanan, segmen target pasar. Dari kategori-kategori yang ada terdapat pertanyaan yang bertujuan untuk
12
mengevaluasi efektifitas dari kategori untuk mensupport kategori sebelumnya, bergerak dari kiri ke kanan.
Sumber: Heskett, Sasser, Schlesinger, The Service Profit Chain, 1997 Gambar 2.2. Elements of the Strategic Service Vision
13
2.3.1
Element dari Desain Pelayanan Seperi layaknya sebuah gedung yang berawal dari sebuah pelihatan arsitek dan di jabarkan kedalam kertas dalam bentuk gambaran teknik dari semua sistem yang ada dalam gedung seperti: pondasi, listrik, saluran air. Analogi dari desain proses adalah konsep jasa dengan elemen sistem. Elemen ini harus dikerjakan untuk membangun konsistensi pelayanan yang ditawarkan untuk mencapai visi dari strategi pelayanan. Elemen dari desain pelayanan menjadi denah yang mengkomunikasikan antara karyawan dengan pelanggan seperti pelayanan apa yang mereka harapkan. Elemen-elemen dari sistem adalah:
Struktural •
Sistem Pengantaran. Front dan back office, automasi, partisipasi pelanggan
•
Desain Fasilitas. Ukuran, astetik, rancangan
•
Lokasi. Demografis pelanggan, letak tunggal atau banyak, kompetisi, karakteristik tempat
•
Rencana Kapasitas. Mengatur antrian, jumlah server, mengakomodasikan permintaan rata-rata atau meningkat.
Manajerial •
Temuan Jasa. Kultur jasa, motivasi, seleksi dan pelatihan, pemberdayaan karyawan.
14
15
•
Kualitas. Pengukuran, monitor, metode, ekspektasi vs persepsi, jaminan pelayanan.
•
Mengatur kapasitas dan permintaan. Strategi untuk mengatur permintaan dan kontrol persediaan, manajemen antrian.
•
Informasi. Sumber yang kompetitif, koleksi data.
2.4 Memenangkan Pelanggan dalam Pasar Bergantung kepada kompetisi dan kebutuhan personal, pelanggan memilih provider jasa dengan daftar kriteria-kriteria. Menurut Karmarkar dan Pitbladdo dalam Service Markets and Competition, daftar-daftar ini tidak mewakili semua keinginan pelanggan karena penambahan-penambahan dimensi baru pada perusahaan merupakan usaha perusahaan dalam strategi diferensiasi.
Sebagai
contoh,
inisiasi
dari
program
frequent
fyer
“Aadvantage” oleh American Airlines merupakan upaya untuk menarik kesetiaan pelanggan dalam kompetisi penerbangan.
Availibility (Ketersediaan). Bagaimana jasa itu bisa digunakan?
Convenience (Kenyamanan). Lokasi dari jasa menandakan kenyamanan dari pelanggan yang harus melakukan perjalanan untuk merasakan jasa tersebut.
Dependability (Hal yang dapat diandalkan). Bagaimana sebuah jasa itu bisa diandalkan atau dibutuhkan?
16
Personalization (Personalisasi). Apakah anda di perlakukan secara individual?
Price (Harga). Persaingan dalam harga dalam jasa tidak se-efektif persaingan
dalam
produk
karena
kadang
susah
untuk
membandingkan harga pada jasa pelayanan secara objektif. Mungkin mudah untuk membandingkan harga pada pengantaran jasa seperti bahan bakar, dll. Tetapi pada jasa pelayanan yang profesional, harga mungkin dianggap kontra karena harga biasanya dipandang sebagai pengganti dari kualitas.
Quality (Kualitas). Kualitas dari jasa adalah relasi antara ekspektasi pelanggan terhadap jasa dan persepsi pelanggan terhadap apa yang dialami baik sebelum dan sesudah oleh pelanggan. Tidak seperti kualitas pada produk, kualitas pada pelayanan biasanya dinilai baik dari proses pelayan itu disajikan dan apa yang keluar dari pelayanan tersebut.
Reputation (Reputasi). Dalam memilih perusahaan pembuat pelayanan kadang dilakukan dengan cara berbicara dengan orang lain mengenai pengalaman yang mereka alami dalam pelayanan tersebut. Tidak seperti produk, pengalaman mengenai pelayanan yang buruk tidak bisa diganti atau dikembalikan dengan model yang berbeda. Berita yang baik dari mulut ke mulut adalah cara yang paling efektif dalam beriklan.
Safety (Keamanan). Keadaan yang baik dan aman adalah konsiderasi yang penting karena dalam pelayanan seperti rumah
17
sakit atau penerbangan, pelanggan menaruh nyawanya ke dalam tangan penyedia jasa tersebut.
Speed (Kecepatan). Berapa lama orang harus menunggu untuk sebuah pelayanan? Kadang waktu dan kecepatan juga menjadi unsur utama dalam pelayanan seperti misalnya pemadam kebakaran atau polisi dan lainnya. Kadang waktu menunggu juga menjadi suatu unsur dalam pelayanan untuk mencapai suatu yang maksimal.
Dalam penulisan strategi manufaktur, Terry Hill menggunakan kata orderwinning criteria (kriteria pemesanan yang juara) untuk membahas dimensi kompetitif dalam penjualan sebuah produk. Dia menyarankan bahwa kriteria tertentu bisa dibilang sebagai qualifiers (kualifikasi) karena dimensi ini menandakan bahwa produk itu layak untuk dipasarkan. Hill juga mengatakan bahwa beberapa kualifikasi juga bisa di sebut sebagai order-losing sensitive (pemesanan yang tidak baik). Dengan menggunakan logika yang sama pada kriteria pelayanan. Pelayanan sebaiknya di dibuat daftar terlebh dahulu untuk menjabarkan keputusan pemilihan jasa. Sikon pemilihan jasa dimulai dengan melihat potensi kualifikasi yang dimiliki oleh perusahaan pembuat jasa (misalnya jasa seorang dokter bisa dilihat dari sertifikasi atau institusi kedokteran – jika ada), diikuti dengan membuat seleksi akhir dari subset perusahaan jasa dengan memilih pelayanan yang terbaik (misalnya, adalakah dokter yang terbaik dari institusi tersebut?). Setelah pelayanan itu dirasakan, baru kita bisa
18
melihat apakah pelayanan yang dilakukan bisa dikatakan pelayanan yang buruk (service loser) (misalnya dokter itu tidak ramah dan tidak berperasaan).
Qualifiers (Kualifikasi) Sebelum sebuah perusahaan jasa bisa dianggap serius sebagai salah satu kompetitor dalam industrinya, perusahaan tersebut harus memenuhi beberapa kriteria dalam dimensi kompetitif pelayanan yang didefinisikan oleh beberapa pemain pasar. Misalnya sebuah hotel bisa dikatakan bintang 5 jika hotel itu sudah memenuhi kriteria tertentu yang dibuat oleh pemerintah atau asosiasi hotel bintang 5 di daerah tersebut.
Service Winners (Pelayanan yang Juara) Pelayanan yang juara mencakup kepada harga, kenyamanan, atau reputasi yang digunakan oleh pelanggan untuk membuat keputusan dalam memilih dibandingkan dengan perusahaan kompetisinya.
Service Loser (Pelayanan yang Buruk) Kegagalan dalam menyajikan atau melebihi level ekspektasi dari dimensi kompetitif dapat mengakibatkan ketidakpuasan pelanggan. Kemungkinan kegagalan yang terjadi bisa kepada tidak bisa diandalkannya pelayanan tersebut, personalisasi, dan kecepatan yang mungkin kurang.
19
2.5 Rantai Keuntungan Jasa
Sumber: Heskett, Jones, Loveman, Schlesinger, The Service Profit Chain, 1997 Gambar 2.3The Service Profit Chain
Rantai keuntungan jasa mengarah kepada hubungan antara keuntungan, loyalitas pelanggan, dan nilai jasa terhadap kepuasan karyawan, kapabilitas dan produksi. Pada gambar 2.3 menjelaskan bahwa keuntungan dan peningkatan keuntungan didapat dari pelanggan yang loyal. Pelanggan yang loyal merupakan hasil dari kepuasan yang didasari dari pelayanan yang diterima. Kepuasan, komitmen, kapabilitas dan produktifitas karyawan menciptakan pelayanan yang baik. Kepuasan dan kesetiaan karyawan dimulai dari seleksi dan pelatihan, tetapi investasi dalam teknologi informasi dan support dari divisi kerja lainnya juga yang membantu pengambilan keputusan dalam pelayanan pelanggan.
20
1. Kualitas internal mempengaruhi kepuasan pelanggan. Kualitas pelayanan internal menjelaskan lingkungan tempat karyawan bekerja dan termasuk penyeleksian karyawan dan pengembangannya, hadiah dan pengakuan, akses informasi untuk melayani kebutuhan pelanggan, teknologi dalam tempat kerja, dan desain pekerjaan. 2. Kepuasan pada karyawan mempengaruhi daya ingat mereka dan produktifitas. Hampir semua pekerjaan jasa, biaya riil pada pergantian karyawan adalah produktifitas yang berkurang dan menurunnya kepuasan pelanggan. 3. Daya ingat seorang karyawan dan produktifitasnya mempengaruhi nilai dari pelayanan. 4. Nilai dari pelayanan mempengaruhi kepuasan pelanggan. Nilai dari pelanggan diukur dari perbanding hasil yang diterima untuk biaya yang terjadi untuk mendapatkan layanan. 5. Kepuasan pelanggan mempengaruhi loyalitas pelanggan. 6. Loyalitas pelanggan mempengaruhi profit dan pertumbuhan. Karena 5 persen kenaikan dari loyalitas pelanggan akan membuat keuntungan yang meningkat berkisar 25 sampai 85 persen.
21
Sumber: Heskett, Sasser, Schlesinger, The Service Profit Chain, 1997 Gambar 2.4The Cycle of Capability
2.6 Servicescapes Servicescapes dari fasilitas pelayanan tambahan dapat mempengaruhi perilaku karyawan dan juga pelanggan. Seharusnya desain yang dilakukan juga sesuai dengn imej dan rasa yang selaras dengan konsep pelayanan. 2.6.1 Perilaku dari Servicescapes Pencampuran dimensi seperti kondisi ambiensnya, ruangan, tanda-tanda/simbol/artefak menjelaskan lingkungan itu sendiri, Yang sebagaimana ini dipandang sebagai lingkungan yang holistik bagi karyawan dan pelanggan. Lingkungan didisain sebagai interaksi sosial antara karyawan dan pelanggan. Lingkungan yang mendukung akan membuat respon positif bagi karyawan (Seperti komitmen dan hasrat untuk melakukan
22
pekerjaan) dan juga bagi pelanggan (eksplorasi, membuang duit (belanja), dan mau kembali lagi).
Sumber: Bitner, Journal of Marketing, 1992 Gambar 2.5Servicescape Framework
2.6.2 Dimensi Lingkungan dari Servicescapes Dimensi lingkungan sekitar termasuk kedalam faktor obyektif yang dapat dikendalikan oleh perusahaan untuk membangun perilaku dan persepsi karyawan dan konsumen terhadap pelayanan tersebut. Perlu disadari bahwa sangat penting respon orang terhadap lingkungan. Itulah efek dari total kombinasi dari keseluruhan pengertian yang didefinisikan dalam persepsi kita terhadap lingkungan fisik.
23
o Kondisi Ambien Latar belakang dari sebuah lingkungan seperti temperatur udara, pencahayaan, suara, musik dan wewangian akan mempengaruhi kelima panca indera kita. o Bentuk Ruangan dan Fungsionalnya Pengaturan furniture dan peralatan dan keselarasan diantaranya akan meciptakan visual dan fungsional dari lingkungan dalam menyajikan jasa. Bentuk landscape ini bisa membuat urutan dan efisiensi atau bahkan kekacauan dan ketidakpastian pelayanan. o Tanda, Simbol dan Artefak Banyaknya lingkungan yang menyajikan tanda yang eksplisit atau implisit untuk memberitahukan norma perilaku yang baik atau seharusnya. Contoh eksplisit tanda “no
smoking”
mengkomunikasikan
masalah
dalam
berperilaku sedangkan “recycle bins” adalah sebagai bentuk mengajak
orang
untuk
melakukan
sesuatu
yang
bertanggung jawab. Kualitas dari lantai, kesenian, dan furniture bisa menciptakan keseluruhan dari estetika dan kesan bagi pengunjung dan juga menciptakan lingkungan kerja yang baik bagi karyawan. Jasa yang profesional menggunakan dekorasi interiornya
untuk menjelaskan
24
kompetensi dan untuk mengatur imej profesionalisme mereka. Servicescapes menciptakan metafor visual terhadap apa yang ditawarkan dari sebuah organisasi. Lingkungan akan menciptakan paket, sama seperti paket pada produk, yang bertunjuan untuk memperlihatlan kegunaann dan kualitas pada pelayanan yang akan didapat. Lingkungan juga dapat memfasilitasi cara penyajian dari pelayanan tersebut apakah itu mendukung atau bahkan menghalangi pelanggan dan karyawan dalam melakukan aktifitas mereka. Lingkungan juga dapat menciptakan diferensiasi pasar dengan cara memberikan signal kepada segmen pasar yang dimaksudkan
dan
menciptakan
sesuatu
yang
berbeda
dibandingkan kompetitor lainnya.
2.7
Service Quality (Kualitas Jasa) Penilaian pada kualitas jasa dilakukan selama proses penyajian jasa. Setiap
kontak yang dilakukan ke pelanggan mengarah kepada kesempatan atau oportunitas apakah pelanggan itu puas atau tidak kepada pelayanan yang dihadirkan. Kepuasan pelanggan terhadap jasa dapat didefinisikan dengan cara membandingkan bagaimana persepsi terhadap jasa yang telah diterima dengan ekspektasi akan pelayanan yang diingikan. Ketika ekspektasi yang diharapkan
25
tercapai, maka pelayanan yang dilakukan akan dianggap menghasilkan kualitas yang luar biasa. Tetapi ketika ekspektasi yang diharapkan tidak tercapai, kualitas pelayanan yang dilakukan akan dianggap tidak layak untuk diterima oleh pelanggan. Ekspektasi ini juga bisa didasari dari beberapa sumber seperti informasi dari mulut ke mulut (word of mouth), kebutuhan secara personal dan juga pengalamannya terdahulu 2.7.1 Dimensi dari Kualitas Pelayanan Dimensi dari kualitas jasa yang di tunjukkan pada gambar 2.6 diidentifikasikan oleh pembelajaran riset marketing dari beberapa kategori jasa yang berbeda seperti jasa perbaikan alat, bank, jasa operator telepon jarak jauh, broker bursa efek, dan perusahaan kartu kredit. Mereka mengidentifikasikan dimensi dari lima prinsip yang digunakan pelanggan untuk menilai kualitas pelayanan yaitu reliabilitas (keandalan), ketanggapan, kepastian, empati, dan fasilitas fisik yang tercantum dalam urutan kepentingan relatif kepada pelanggan.
26
Sumber: Parasuraman, Zeithaml, Berry, Journal of Marketing, 1985 Gambar 2.6Percieved Service Quality
•
Reliability (keandalan) yaitu kemampuan untuk melakukan pelayanan yang telah dijanjikan baik secara akurat dan baik. Performa pelayanan yang dapat diandalkan artinya mencapai ekspektasi pelanggan, pelayanan yang dilakukan tepat waktu, dengan cara yang benar dan tidak mengalami kesalahan.
•
Responsiveness
(ketanggapan)
adalah
keinginan
untuk
menolong pelanggan dan menyediakan pelayanan yang cepat tanggap. Membuat pelanggan menunggu dengan alasan yang tidak jelas akan membuat persepsi yang negatif terhadap kualitas pelayanan. Jika pelayanan yang dilakukan gagal, kemampuan untuk memperbaiki pelayanan tersebut dengan cepat dan secara profesional akan menciptakan persepsi yang sangat positif terhadap pelayanan tersebut. •
Assurance (kepastian) merupakan kunci dari karyawan untuk menciptakan kepercayaan dan keyakinan. Dimensi dari assurance (kepastian) ini mencakup kepada: kompetensi dalam
27
melakukan pelayanan, kesopanan, hormat terhadap pelanggan, komunikasi yang efektif dengan pelanggan, dan sikap-sikap yang bisa mengambil hati pelanggan. •
Empathy (empati) adalah sikap peduli, pehatian khusus kepada pelanggan. Empati mencakup kepada: pendekatan, sensitifitas dan usaha yang dilakukan untuk mengerti apa yang diinginkan oleh pelanggan.
•
Tangibles (fasilitas berbentuk fisik) merupakan fasilitas yang bisa dilihat secara fisik seperti karyawan, peralatan, dan materi dalam berkomunikasi. Kondisi dari fasilitas yang berbentuk fisik atau dapat dilihat dengan kasat mata adalah bentuk kepedulian dan perhatian dari pembuat jasa.
Kelima dimensi ini dipakai oleh pelanggan sebagai wujud dari penilaian terhadap kualitas pelayanan yang didasari antara pelayanan yang diingikan dan diterima. 2.7.2 Gap dalam Kualitas Pelayanan Mengukur jarak (gap) antara pelayanan yang diinginkan dengan pelayanan yang diterima merupakan proses rutin dari tanggapan pelanggan
yang
dilakukan
oleh
perusahaan-perusahaan
jasa
terkemuka. Biasanya perusahaan-perusahaan besar melakukannya dengan menyebarkan kuesioner. Kuesioner ini dikiriman kepada pelanggan setelah mereka mengalami pelayanan yang telah diberikan oleh perusahaan tersebut.
28
Sumber: Bagchi, University of Texas Gambar 2.7Service Quality Gap Model
Dalam gambar 2.7 batasan antara ekspektasi pelanggan dengan persepsi didefinisikan dalam GAP 5. Kepuasan pelanggan tergantung dalam meminimalisir keempat batasan yang berhubungan dengan penyajian pada pelayanan. Batasan riset pasar (Gap Market Research) adalah perbedaan antara ekspektasi pelanggan dengan ekspektasi yang dari persepsi manajemen. GAP 1 timbul dari kesalahan atau kekurangan manajemen dalam memahami bagaimana pelanggan memformulakan ekspektasinya yang didasari oleh sumber-sumber seperti: advertising (iklan), pengalaman terakhir dengan perusahaan dan kompetitornya, kebutuhan pribadi, komunikasi dengan teman. Strategi yang dilakukan untuk mengurangi batasan yang ada adalah dengan melakukan peningkatan terhadap riset pasar, menjalin komunikasi yang baik antara manajemen dengan karyawan yang berhubungan langsung
29
dengan
pelanggan,
mendekatkan
pihak
manajement
dengan
pelanggan. Batasan desain (The design
gap) merupakan hasil dari
ketidakmampuan manajemen dalam memformulasikan level target dari kualitas pelayanan untuk memenuhi ekspektasi pelanggan dan menjabarkannya kedalam spesifikasi pekerjaan. GAP 2 bisa merupakan
kurangnya
komitmen
manajemen
dalam
kualitas
pelayanan atau persepsi yang dibangun oleh ekspektasi pelanggan. Bagaimanapun,
mengatur
gol
dan
menstandarisasi
pelayanan
merupakan hal yang bisa mengurangi batasan ini. Batasan kesesuaian (The conformance gap) ada karena praktek yang sebenarnya dari pelayanan tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibangun oleh manajemen. GAP 3 timbul dari beberapa alasan seperti kurangnya kerjasama, buruknya seleksi terhadap karyawan, pelatihan yang kurang, desain kerja yang kurang baik. Ekspektasi pelanggan dari pelayanan didapat dari iklan media dan komunikasi lain dari perusahaan. GAP 4 adalah perbedaan antara pelayanan yang disajikan dengan komunikasi dalam bentuk janji yang dilebih-lebihkan dan kurangnya informasi yang diberikan.