BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori 1. Hakikat Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) a. Pengertian Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Pembelajaran
Contextual
Teaching
and
Learning
(CTL)
adalah
pembelajaran dimana guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Depdiknas, 2003:1). Elaine B Johnson (2009 : 34), mengemukakan “pembelajaran dan pengajaran kontekstual sebagai sebuah sistem mengajar didasarkan pada pikiran bahwa makna muncul dari hubungan antara isi dan konteksnya”. Konteks memberikan makna pada isi. Semakin banyak keterkaitan yang ditemukan siswa dalam satu konteks yang luas, semakin bermaknalah isinya bagi mereka. Menurut Nurhadi (dalam Sugiyanto, 2009 : 14) menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri. Kokom Komalasari dalam The Effect of Contextual Learning in Civic Education on Students Civic Competence menyatakan: Contextual Teaching and Learning approach should be developed as one of the alternative. This approach is effective because it assumes that learning process wold be actualty occurring if the students could find meaninfful correlation between abstract thingking and practical application in the real word context (Kokom Komalasari. 2009).
7
8
Kutipan jurnal tersebut mengandung arti bahwa model CTL harus dikembangkan sebagai salah satu alternatif pemecahan dalam pembelajaran. Pendekatan ini efektif karena menganggap bahwa proses pembelajaran akan benar-benar terjadi jika siswa dapat menemukan korelasi atau hubungan bermakna antara berfikir abstrak dan aplikasi praktis pada konteks dunia nyata. Jadi dalam proses pembelajaran, siswa harus dibimbing untuk mengaplikasikan pengetahuan awalnya secara nyata agar pengetahuan tersebut nantinya dapat bermanfaat dalam kehidupan siswa. Kokom Komalasari juga menyatakan pendapat tentang pengertian CTL dalam bukunya. Pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya (Kokom Komalasari, 2011 : 7). Rosalin (2008 : 72) juga menjelaskan bahwa model pembelajaran kontekstual merupakan model pembelajaran yang mengarah pada pengembangan kecakapan hidup, dimana dalam hal ini pembelajaran dikaitkan dengan konteks kehidupan peserta didik agar mereka belajar menerapkan isi pelajran dalam pemecahan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran CTL adalah model pembelajaran yang menekankan keterlibatan peserta didik secara penuh untuk menghubungkan materi dengan situasi kehidupan nyata peserta didik sehingga peserta didik mampu menangkap makna dalam materi akademis yang diterima. b. Prinsip Pembelajaran Kontekstual Para pendidik yang menyetujui pandangan ilmu pengetahuan bahwa alam semesta itu hidup, dan bahwa alam semesta ditopang oleh tiga prinsip saling bergantungan, diferensiasi, dan organisasi diri, harus menerapkan pandangan dan cara berfikir baru mengenai pembelajaran dan pengajaran. Menurut Jhonson (dalam Nurhadi dkk, 2004 : 15) tiga pilar dalam system pembelajaran kontekstual, yaitu:
9
1. Pembelajaran kontekstual mencerminkan prinsip saling ketergantungan. 2. Pembelajaran kontekstual mencerminkan prinsip deferensiasi. Deferensisi menjadi nyata ketika pebelajaran kontekstual menantang para peserta didik untuk saling menghormati keunikan masing-masing, untuk menghormati perbedaan-perbedaan, untuk menjadi kreatif, untuk bekerjasama, untuk menghasilka gagasan dan untuk menyadari bahwa keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan. 3. Pembelajaran kontekstual mencerminkan prinsip pengorganisasian diri. Pengorganisasian diri terlihat ketika para peserta didik mencari dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda, mendapat manfaat dari umpan balik yang diberikan oleh penillaian autentik, mengulas usaha-usaha mereka dalam tuntutan tujuan yang jelas dan standar yang tinggi, dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada peserta didik yang membuat hati mereka bernyanyi. c. Komponen Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran Kontekstual menurut Nanang Hanifah, M. M.Pd (2010 : 73) melibatkan tujuh komponen utama yang harus dilakukan secara sungguhsungguh, yaitu: 1. Kontruktivisme Adanya proses membangun dan menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif berdasarkan pengalaman. Pengetahuan memang berasal dari luar tetapi dikonstruksi dalam diri seseorang. Pembelajaran kontekstual pada dasarnya mendorong agar peserta didik bisa mengkontruksi pengetahuannya melalui pengamatan dan pengalaman nyata yang dibangun oleh individu si pembelajar. 2. Menemukan (Inquiry) Proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Secara umum proses Inquiry dapat dilakukan melalui beberapa langkah yaitu: a). Merumuskan masalah; b). Mengajukan hipotesa; c). Mengumpulkan data; d). Menguji hipotesis; e). Membuat kesimpulan.
10
Penerapan asas inkuiri pada Pembelajaran Kontekstual dimulai dengan adanya masalah yang jelas yang ingin dipecahkan, dengan cara mendorong peserta didik untuk menemukan masalah sampai merumuskan kesimpulan. Asas menemukan dan berfikir sistematis menumbuhkan sikap ilmiah, rasional, sebagai dasar pembentukan kreativitas. 3. Bertanya (Questioning) Merupakan bagian inti belajar dalam menemukan pengetahuan. Dengan adanya keingintahuanlah pengetahuan selalu dapat berkembang. Dalam pembelajaran model pembelajaran kontekstual guru tidak menyampaikan informasi begitu saja tetapi memancing peserta didik bertanya agar peserta didik dapat menemukan jawabannya sendiri. Dengan demikian pengembagan keterampilan guru dalam bertanya sangat diperlukan. Hal ini penting karena pertanyaan guru menjadikan pembelajaran menjadi leih produktif yaitu berguna untuk: (a) menggali informasi tentang kemampuan
peserta
didik
dalam
penguasaan
pembelajaran;
(b)
membangkitkan motivasi peserta didik untuk belajar ; (c) merangsang rasa ingin tahu peserta didik terhadap sesuatu. 4. Masyarakat Belajar (Learning Community) Didasrkan pada pendapat Vy Gotsky dalam Sugiyanto bahwa pengetahuan dan pengalaman dibentuk oleh komunikasi dengan orang lain. Permasalahan tidak mungkin dipecahkan sendiri, tetapi membutuhkan bantuan orang lain, teman, antar kelompok, bukan hanya dari guru. Dengan demikian asas masyarakat belajar dapat diterapkan melalui belajar kelompok dan sumbersumber lain dari luar yang dianggap tahu tentang sesuatu yang menjadi fokus pembelajaran. 5. Pemodelan (Modelling) Adalah proses pembelajaran dengan memperagakan suatu contoh yang dapat ditiru oleh siswa 6. Refleksi (Reflection) Merupakan proses pengendapan pengalaman yang telah di pelajari dengan cara mengurutkan dan mengevaluasi kembali kejadian atau peristiwa
11
pembelajaran yang telah dilaluinya untuk mendapatkan pemahaman yang baik yang bernilai positif maupun negatif. Melalui refleksi peserta didik akan dapat memperbaharui pengetahuan yang telah di bentuknya. 7. Penilaian nyata (Authentic Assesment) Merupakan proses yang dilakukan oleh guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan oleh peserta didik. Penilaian diperlukan untuk mengetahui apakah pengalaman belajar mempunyai pengaruh positif terhadap perkembangan peserta didik baik intelektual, mental maupun psikomotorik. Pembelajaran kontekstual lebih mengedepankan pada proses belajar daripada hasil belajar. Oleh kerena itu penilaian ini dilakukan terus menerus selama kegiatan pembelajaran selama kegiatan pembelaran berlangsung dan dilakukan secara terintegrasi (Sanjaya dalam Sugiyanto, 2009 : 3). Komponen tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran Kontekstual selalu terkait dengan kegiatan yang melibatkan peserta didik secara aktif untuk menemukan jawaban dari apa yang dipelajari melalui dunia nyata peserta didik dan membangunnya menjadi ilmu yang baru bagi peserta didik. d. Ciri Pembelajaran Kontekstual Menurut Siswono (dalam Aisyah, 2007 : 6.11-1.12) dalam pembelajaran kontekstual terdapat beberapa ciri, yaitu: 1) Pembelajaran aktif: peserta didik diaktifkan untuk mengkontruksi pengetahuan dan memecahkan masalah. 2) Multi konteks: pembelajaran dalam konteks yang ganda akan memberikan peserta didik pengalaman yang dapat digunakan untuk mempelajari dan mengidentifikasi ataupun memecahkan masalah dalam konteks yang baru (terjadi transfer). 3) Kerjasama dan diskursus: peserta didik belajar dari orang lain melalui kerjasama, diskurus reflection).
(penjelasan-penjelasan) kerja tim dan mandiri (self
12
4) Berhubungan dengan dunia nyata: pembelajaran yang menghubungkan dengan isu-isu kehidupan nyata melalui kegiatan pengalaman diluar kelas dan simulasi. 5) Pengetahuan prasyarat:
pengetahuan awal
peserta didik dan situasi
pengetahuan yang didapat mereka akan berarti bernilai dan nampak sebagai dasar dalam pembelajaran. 6) Pemecahan
masalah:
berfikir tingkat
tinggi
yang diperlukan
dalam
memecahkan masalah nyata harus ditekankan pada kebermaknaan memorasi dan pengulangan pengulangan. 7) Mengarahkan
sendiri
(self-direction):
peserta
didik
ditantang
dan
dimungkinkan untu membuat pilihan-pilihan, mengembangkan alternatifalternatif, dan diarahkan sendiri. Dengan demikian mereka bertanggung jawab sendiri dalam belajarnya. Dalam pembelajaran kontekstual terdapat empat elemen kunci, diantaranya yaitu: 1) Belajar Bermakna Pengetahuan, relevansi pribadi, dan penilaian seseorang peserta didik yang melekat pada isi yang dipelajari. Tanpa menekankan pada penemuan makna bagi peserta didik, banyak peserta didik yang akan menjahui belajar karen mereka melihat bahwa itu tidak sesuai dengan kehidupannya. 2) Aplikasi Pengetahuan Penerapan pengetahuan merupakan strategi yang sangat umum digunakan dalam Pembelajaran Kontekstual dalam rangka bentuk membantu proses peserta didik menemukan makna dalam belajarnya. Peserta didik jarang sekali yang tertarik pada pembelajaran yang abstraki dan tidak berhubungan. 3) Berpikir Tingkat Tinggi Berfikir tingkat tinggi akan membantu mengembangkan pikiran dan keterampilan peserta didik serta memberikan pemahaman yang mendalam tentang apa yang dipelajarinnya. 4) Kurikulum yang Berkaitan dengan Standar Kurikulum yang didasarkan pada standar-standar akan memberikan landasan kuat terhadap materi-materi yang dipelajari dalam kelas-kelas khusus
13
dan pada bagian tingkat pendidikan. Selain itu juga, akan memberikan kerangka kerja yang lebih mantap dan jelas dalam mengajarkan materi lintas kelas, bila dibandingkan dengan pendapat pribadi atau pengalamanpengalaman guru saja. e. Langkah-Langkah Pembelajaran Kontekstual Secara sederhana langkah penerapan pembelajaran Kontekstual dalam kelas secara garis besar adalah: (a) Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara berkerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan
sendiri
pengetahuan
dan
keterampilan
barunya;
(b)
Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik; (c) mengembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya; (d) menciptakan masyarakat belajar; (e) menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran; (f) melakukan refleksi di akhir pertemuan; (g) melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
2. Kreativitas a. Pengertian Kreativitas Menurut kamus besar Webster dalam Anik Pamilu (2007:9) kreativitas adalah kemampuaan seseorang untuk mencipta yang ditandai dengan orisinilitas dalam berekspresi yang bersifat kreatif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:599) kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta, perihal berkreasi dan kearifan. Menurut James J. Gallagher dalam Yeni Rachmawati (2005:15) mengatakan bahwa “Creativity is a mentalprocess by wich an individual crates new ideas or products, or recombinis existing ideas and product, in fashion that is novel to him or her” (kreativitas merupakan suatu proses mental yang dilakukan individu berupa gagasan ataupun produk baru, atau mengkombinasikan antara keduanya yang pada akhirnya melekat pada dirinya). Menurut Supriadi dalam Yeni Rachmawati (2005:15) menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif beda
14
dengan apa yang telah ada. Kreativitas merupakan kemampuan berpikir tingkat
tinggi
yang
mengimplikasikan
terjadinya
eskalasi
dalam
kemampuan berpikir, ditandai oleh suksesi, diskontuinitas, diferensasi, dan intergrasi antara terhadap perkembangan. Kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan daya cipta (Kamus Besar Bahasa Indoesia, 1990:456), kreativitas juga dapat bermakna sebagai kreasi terbaru dan orisinil yang tercipta, sebab kreativitas suatu proses mental yang unik untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda dan orisinil. Kreativitas merupakan kegiatan otak yang terartur komperhensif, imajinatif menuju hasil yang orisinil. Menurut mengemukakan
Semiwan bahwa
dalam
kreativitas
Yeni
Rachmawati
merupakan
(2005:16)
kemampuan
untuk
memberikan gagasan baru dan menerapknannya dalam pemecahan masalah.
Menurut
Chaplin
dalam
Yeni
Rachmawati
(2005:16)
mengutarakan bahwa kreativitas adalah kemampuan menghasilkan bentuk baru dalam seni, atau dalam permesinan atau dalam pemecahan masalahmasalah dengan metode-metode baru. Sedangkan menurut Clarkl Monstakis dalam Munandar (1995:15) mengatakan bahwa kreativitas merupakan pengalaman dalam mengekspresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu antara hubungan diri sendiri, alam dan orang lain. Menurut Kuper dan Kuper dalam Sumsunuwiyati Mar’at (2006 : 175) kreativitas merupakan sebuah konsep yang majemuk dan multidimensi, sehingga sulit didefinisikan secara oprasional. Definisi sederhana yang sering digunakan secara luas tentang kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Wujudnya adalah dengan tindakan manusia. Melalui proses kratif yang belangsung dalam sekelompok orang atau dalam benak orang, produk-produk keratif tercipta. Produk itu sendiri sangat beragam, mulai dari penemuan mekanis, proses kimia baru, solusi baru atau pernyataan baru mengenai sesuatu masalah dalam matematika dan ilmu pengetahuan, komposisi musik yang segar, puisi cerita pendek
15
atau novel yang mengunggah yang belum pernah ditulis sebelumnya, lukisan dengan sudut pandang yang baru, sampai dengan terobosan dalam aturan hukum, agama, pandangan filsafat, atau pola prilaku baru. Kreativitas merupakan suatu bidang kajian yang kompleks yang menimbulkan berbagai perbedaan pandangan. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta; daya cipta. Sedangkan Guildford, 1950 dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001 http://id.wikipedia.org/wiki/Menggambar. menerangkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan atau kecakapan yang ada dalam diri seseorang, hal ini kaitannya dengan bakat. Huelbeck, 1945 dikutip Utami Munandar, 1999 menerangkan bahwa tindakan kreatif muncul dari diri keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya. Utami Munandar, 1977 dalam Reni Akbar-Hawardi dkk, 2001 menerangkan bahwa kreativitas adalah sebuah proses atau kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibelitas) dan orisinilitas dalam berfikir, seta kemampuan untuk mengolaborasi (mengolah, memperkaya, memperinci) suatu gagasan. Dari beberapa definisi di atas dapat kita taik kesimpulan bahwa kreativitas merupakan sebuah proses individu yang melahirkan sebuah gagasan, proses, metode maupun produk baru yang bersifat imajinatif, fleksibel, suksesi dan diskontuinitas yang berguna dalam berbagai bidang untuk memecahkan suatu masalah. Jadi kreativitas merupakan bagian dari usaha seseorang. Kretivitas akan menjadi seni ketika seseorang melakukan kegiatan. Jadi kreativitas tidak mampu mendefinisikan secara universal sedangkan kreativitas itu sendiri harusnya bersifat umum dan juga harus dilihat pada konteks yang bebas Utami Munandar membagi definisi kreativitas berdasarkan four P creativity, yaitu : a. Definisi Pribadi (Person) Definisi Pribadi adalah sebuah tindakan kreatif yang muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan
16
lingkungannya. Lebih dalam lagi definisi pribadi menurut Sternberg (1988) kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara inteligensi, gaya kognitif dan kepribadian/motivasi. Bersama-sama ketiga segi dari alam pikiran ini membantu memahami apa yang melatarbelakangi individu yang kreatif. b. Definisi Proses (Process) Definisi Proses menurut Wallas (1926) yang samapai sekarang masih banyak diterapkan dalam pengembangan kreativitas, meliputi tahap persiapan, inkubasi, imunisasi dan verifikasi. c. Definisi Produk (Product) Definisi Produk yang berfokus pada produk kreatif menekankan orisinilitas, seperti yang diungkapkan oleh Baron (1969) menyatakan bahwa kreativitas adalah kemmpuan untuk menghasilkan/ menciptakan seuatu yang baru. Begitu juga yang diungkapkan Haefele (1962) kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial. d. Definisi “Press” (Press) Definisi press atau dorongan dibagi menjadi dua yaitu dorongan internal (dari diri sendiri berupa keinginan dan hasrt untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif) maupun dorongan eksternal Dari beberapa pendapat para pakar di atas dapat disimpulkan bahwa: kreativitas adalah kemampuan atau kecakapan dalam diri seseorang
dan
orisinil
dalam
berfikir
serta
mengolaborasi
(mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan untuk menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru. b. Tes Berfikir Kreatif – Produksi Menggambar Tes kreatifitas yang termasuk baru ialah yang dikonstruksi oleh Jellen dan Urban (1985) dalam Utami Munandar (2004:66) yang disebut dengan Test for Creative Thinking – Drawing Production (TCT-DP). Test ini berbeda dari test Guildford dan Torrance, karena skornya tidak berdasarkan keangkaan secara statistis, tetapi berdasarkan apa yang
17
disebut image production. Responden diminta untuk menyelesaikan gambar yang tidak lengkap (rangsangan-rangsangan figural) dan penilaiannya
mencangkup
sembilan
dimensi,
yaitu,
melengkapi,
melanjutkan, unsur baru, hubungan yang dibuat dengan garis, hubungan yang berkaitan dengan tema, melintasi batas (dua kriteria), perspektif dan humor. TCT-DP disusun berdasarkan teori sifat berfikir kreatif dan prosedur penyekoran, berdasarkan teori ini tidak semata-mata berdasarkan hitungan statistis. Dalam instrumen yang dikembangkan oleh Jellen dan Urban tidaklah hanya mempertimbangkan aspek divergen atau lebih terbatas lagi aspek kuantitatif. Mereka mempertimbangkan juga aspekaspek kualitatif dari kreativitas, seperti konten, gestalt, komposisi dan elaborasi. Selain komponen kreativitas yang ditekankan dalam berbagai literatur, seperti (mental) risk taking unconventionality, affection, hummor. Intrumen tersebut dapat dipandang sebagai upaya untuk menerapkan pendekatan yang lebih holistik dan berorientasi gestalt pada diagnostik kreativitas. Mereka percaya bahwa proses kreatif dimulai dengan problem tertentu dan berakhir dengan produk kreatif sebagai solusi. Selain itu mereka juga percaya bahwa “gestalt-making”, composition, coherence organization (Lowenfeld 1960) juga memainkan peran penting, sehingga kemunculan top-acivment bukanlah satu-satu fokus. Pemilihan termilogi Jerman ‘schopfreinsch’ dilakukan dengan sengaja untuk memberi penekanan pada shaping, production, final gestalt sebagai produk akhir dari kreatif. Dengan demikian, definisi dan model komponensial yang telah diuraikan sebelumnya dipandang sebagai fondasi konseptual umum dari pengembangan intrumen TCT-DP. Instrumen ini mengandung enam fragmen figural. Subjek diminta untuk melengkapi gambar yang belum selesai dengan cara yang mereka inginkan. Semua cara di ijzinkan dan dibenerkan. Mereka bebas menggambar apapun dan dengan cara yang mereka inginkan. ‘Test for Creative Thinking – Drawing Production (TCT – DP)’ menekankan pada bentuk, produksi, dan gestalt sebagai produk akhir
18
kreativitas. Dalam desain dan kontruksi. ‘Test for Creative Thinking – Drawing Production (TCT – DP)’telah terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1) Tes dapat diaplikasikan pada individu dengan rentan usia yang luas 2) Tes dapat digunakan sebagai mengidentifikasikan
potensi
alat screening agar membantu kreativitas
yang
tinggi
sebaik
mengidentifikasi potensi kreatif yang rendah, neglected atau seseorang yang kurang berkembang baik. 3) Tes sederhana dan ekonomis dalam aplikasi, pelaksanaan, skoring dan interpretasi. Juga ekonomis dalam waktu dan material. 4) Tes memiliki culture-fair yang tinggi Berdasarkan kemampuan aplikasi yang luas bahkan pada anak yang usianya dini, serta mengoptimalkan culture-fairness, maka oprasionalisasi konsep diputtuskan dalam produksi gambar. Enam fragmen figural dalam alat tes dirancang dengan pemikiran bahwa fragmen figural tersebut adalah sebagai berikut: 1. Berbeda dalam desain 2. Geometrik dan non geometrik 3. Bulat dan lurus 4. Singular dan compositional 5. Putus dan besambung 6. Di dalam dan di luar frame 7. Ditempatkan tidak teratur dalam ruang yang disediakan dan 8. Tidak lengkap Penambahan elemen yang sangat penting adalah bingkai segi empat yang besar. Bersamaan dengan bingkai kecil yang terbuka diluar bingkai yang besar, batasan ini betujuan untuk menyediakan informasi dari kreatifitas ‘risk-taking’, yang dioperasionalkan menjadi ‘boundary breaking’ dalam cara dua kali lipat.
19
Konstruk dan kriteria evaluasi dari TCT-DP (Jellen and Urban 1986, Urban and Jellen 1985, 1986) : Continuations (Cn) :
Setiap penggunaan, penerusan atau perpanjangan dari enam figural yang diberikan
Completions (Cm):
Setiap
penambahan,
penyelesaian
figura fragmen New elemens (Ne):
Setiap figur, simbol atau elemen baru
Connections made with a line (Cl):
Setiap figur menghubungkan dengan garis
Connections
made
to
product
komposisi tema atau ‘gestalt’
thame(CTh): Boundary
breaking
a Setiap figur yang menjadi bagian dari
that
fragment Setiap penggunaan, sambungan dari ‘kotak kecil yang terbuka’ yang berada
dependent (Bfd):
di luar frame kotak Boundary
breaking
that
independent (Bfi):
fragment Setiap penggunaan, kotak kecil yang terbuka tanpa menghubungkan dengan frame kotak.
Perspective (Pe):
Setiap perpotongan dari dua dimensi
Humor and affectivity (Hu):
Setiap gambar yang mendatangkan respon humor, menunjukkan afeksi, emosi atau ekspresi power yang kuat.
Unconventionality A (Uca):
Setiap manipulasi terhadap material
Unconventionality B (Ucb):
Setiap suriealistic, gambar/elemen yang abstrak atu fiksi
Unconventionality C (Ucc):
Setiap penggunaan simbol atau tanda
Unconventionality D (Ucd):
Penggunaan
non-stereotypical,
figur
yang tidak lazim Speed (Sp):
A breakdown of point, yang melebihi batas
skor
yang
telah
ditentukan
menurut waktu dalam produksi gambar.
20
Kriteria di atas diaplikasikan secara evaluatif untuk memperoleh produksi gambar individu, yaitu total penjumlahan dan nilai perkiraan untuk kemampuan kreativitas individu. Setiap elemen diberi nilai maksimal 6, kecuali untuk Uca, Ucb, Ucc dan Ucd dimana total penjumlahan elemen tersebut haruslah berjumlah 6. Penilaian ini bukanlah keputusan mengenai kualitas teknis atau artistik. Hasilnya mencerminkan juga kesediaan untuk melakukan tugas yang fleksibel dan terbuka, setiap kreatif (yang lebih atau kurang), keterbukaan terhadap hal yang tak biasa, interpretasi original dan solution paths.
3. Hakikat Menggambar Ilustrasi a.
Pengertian Ilustrasi Pengertian dan definisi menggambar sangat beragam, namun kadang terjadi kesimpangsiuran antara seni lukis atau seni gambar. Lukisan dan gambar tidak dapat dibedakan dengan sekedar memilihkan material yang digunakan, tetapi lebih jauh dari itu yang lebih memerlukan pertimbangan tentang estetik, latar belakang pembuatan karya dan sebagainya. Menggambar identik dengan membuat karya dua dimensi dengan lebih banyak meniru objek yang sudah ada, sedangkan melukis lebih dari sekedar meniru juga tetapi juga menciptakan gambar pada karya seninya disertai dengan nilai artistik yang dimiliki oleh si pelukisnya. Mengenai pengertian menggambar R. Ade Kosasih (2011 : 9) dalam bukunya menyatakan bahwa: Menggambar
adalah
kegiatan
sederhana
karena
hanya
membutuhkan pensil dan kertas. Dengan menggambar kita akan terkejut bahwa apa yang ada dihadapan kita mengandung keindahan. Menggambar juga dapat dilakukan oleh semua orang karena setiap orang mempunyai kemampuan berfikir visual. Kegiatan menggambar tidak hanya untuk seorang seniman saja, tapi untuk siapa saja yang ingin melakukannya.
21
Keterampilan menggambar juga bermanfaat pada bidang lainnya, seperti kedokteran dan juga arsitektur. Dokter harus bisa menggambar bentuk tubuh manusia secara detail. Dalam hal inilah keperluan menggambar sangat diperlukan. Begitu juga dengan profesi arsitek. Menggambar dan melukis bagi anak-anak merupakan dua kegiatan yang sama pentingnya, yaitu utamanya untuk menyalurkan ekspresi. Pentingnya agak berbeda, jika menggambar diutamakan garisnya, melukis yang diutamakan adalah bidangnya. Dengan kegiatan ini anak diharapkan anak-anak bisa tersalurkan ekspresinya sehingga nantinya anak-anak menjadi merasa puas. Jika anak-anak puas berarti saluran ekspresinya tidak terhambat dan ini berarti pula telah membantu perkembangan dan pertumbuhan fisik dan mental anak secara normal. Drawing is a visual art that makes use of any number of drawing instruments to mark a two-dimensional medium. Common instruments include graphite pencils, pen and ink, liked brushes, wax color pencils, crayons, chrcoals, chalk, pastels, markes, stylus, or various mentals like silverpoint. An artist who practices or works in drawing may be referred to as a draughtsman or dragftsman. (www.wikipedia.com/drawing). Menggambar adalah seni visual yang menggunakan sejumlah instrumen menggambar untuk menandai media dua dimensi. Intrumen umum termasuk pensil graft, pena, dan tinta, kuas bertinta, pensil warna lilin, kayon, arang, kapur, pastel, spidol, stylus, atau berbagai logam seperti silverpoint. Seorang seniman yang praktik atau berkerja dalam menggambar dapat disebut sebagai juru atau juru. Kegiatan menggambar bisa difungsikan untuk tujuan praktis sehingga untuk tujuan ekspresi. Untuk anak SMP kegiatan menggambar lebih ditekankan pada tujuan ekspresi. Ditinjau dari segi media yang digunakan dalam kegiatn menggambar cukup banyak macamnya. Dari satu jenis media saja dapat dipergunakan untuk menciptakan pengalaman kegiatan yang bervariasi, dan bisa dijadikan sebagai kegiatan untuk tujuan eksplorasi dan eksperimentasi. Sedangkan ditinjau dari segi pusat minat
22
siswa kegiatan menggambar juga bisa dilakukan dengan berbagai macam tema. Tema kegiatan bisa menggambar bisa berkaitan dengan lingkungan rumah, lingkungan lain diluar rumah atau sekolah atau bisa tema dunia imajinasi atau dunia fantasi. Dalam kegiatan menggambar, baik melukis, menggambar ekspresi, menggambar dekorasi, maupun menggambar ilustrasi dituntut penguasaan keterampilan. Karena pada dasarnya menggambar adalah penyajian ilusi optik atau manipulasi ruang dalam bidang datar dua dimensi. Mewujudkan bentuk-bentuk benda alam atau buatan yang bermatra tiga dimanipulasi pada kertas gambar yang bermatra dua. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menggambar
adalah
kegiatan
yang
sederhana
karena
hanya
membutuhnkan pensil dan kertas serta aktifitas penumbuh kreativitas, juga dapat untuk mengungkapkan ide, perasaan, serta emosi yang merupakan bentuk visual duadimensi. Arti ilustrasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah gambar untuk memperjelas isi buku, karangan buku dan sebagainya. Sedangkan ilustrasi dalam kamus Inggris-Indonesia yaitu, illustrate yang artinya menghiasi, menjelaskan, memberi penjelasan. Kata lain illustration, yang artinya gambar, penjelasan, uraian (James Arifin, 2007). Sedangkan dari sumber Wikipedia Bahasa Indonesia menyatakan bahwa: “ilustrasi adalah hasil visualisasi dari satu tulisan dengan teknik drawing, lukisan, fotografi, atau teknik seni rupa lainnya yang lebih menekankan hubungan subjek dengan tulisan yang dimaksud daripada bentuk. Pengertian lain mengenai ilustrasi dengan sumber yang sama adalah menampilkan informasi denga keterampilan gambar tangan dan penuangan gaya imajinasi. Tujuan ilustrasi adalah untuk menerangkan atau menghiasi suatu cerita, tulisan, puisi atau informasi tertulis lainnya. Diharapkan dengan bantuan visual, tulisan tersebut lebih mudah untuk dicerna”. Pengertian dari gambar ilustrasi sendiri adalah gambar yang menceritakan suatu adegan atau pristiwa (Ari Subekti : 2010). Pendapat lain mengatakan, “menggambar ilustrasi adalah membuat gambar yang
23
digunakan untuk membantu memberi penjelasn suatu bacaan, berita, cerita, dan sebagainnya” (Kamaril, dkk : 4.39). Muharam E dan Warti Sudaryati (1992 : 107) dalam bukunya berpendapat bahwa: Menggambar ilustrasi adalah kegiatan menggambar yang memiliki fungsi tertentu. Gambar harus dapat menyampaikan pesan yang komunikatif. Artinya gambar yang dibuat harus dapat mudah untuk dipahami, bersifat ilustrasi, serta dapat menjelaskan dan dimengerti orang lain. Objek gambar berbagai macam gaya dan jenisnya pun berbagai raham. Ahli lain juga berpendapat bahwa dengan gambar ilustrasi, kita berusaha untuk merekam pengamatan kita agar orang lain dapat ikut melihat dan mempelajarinya. Ada banyak contoh gambar yang digunakan, baik dalam ilmu pengetahuan ataupun seni, unuk menggambarkan dan menjelaskan informasi visual mengenai dunia di sekeliling kita. Hal tersebut tidak hanya mencerminkan keterampilan tangan, tetapi juga keterampilan minat-minat tertentu, presepsi dan pemahaman akan orang yang membuat ilustrasi tersebut. Tidak seperti pada hasil pemotretan, ilustrasi yang dibuat dengan gambar dapat dibuat selektif hanya pada bagian yang dianggap penting saja (Ching, Fancis D. K, 2002). Meganck, Robert dalam jurnal internasional menyatakan pendapat tentang gambar ilustrasi: Illustration is simply drawing with a point – a point of view. We can doodle abstarct lines on paper and identify it as a drawing, but if those same lines are drawn as a map for the purpose of giving some directions, it is an illustration (Robert Meganck : 2008). Kutipan jurnal internasional tersebut mengandung arti bahwa ilusstrasi semata-mata melukis dengan satu titik atau sudut pandang. Kita dapat mencoret garis-garis abstrak di atas kertas dan mengidentifikasinya seperti sebuah gambar, tetapi jika garis-garis abstrak tersebut ditarik sebagai peta untuk tujuan memberi seseorang arah-arah, ia sebuah ilustrasi.
24
Menggambar ilustrasi dapat dilakukan dengan teknik kering atau teknik basah. Media menggambar ilustrasi dengan teknik kering yaitu pensil, arang, kapur, krayon, atau bahan lain yang tidak memerlukan air atau minyak sebagai pengecer. Media untuk teknik basah yaitu cat air, cat minyak, tinta atau media lain yang memerlukan air atau media lain yang memerlukan air atu minyak sebagai pengencer. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, menggambar ilustrasi adalah suatu kegiatan yang sederhana untuk menciptakan karya seni rupa dimensional, yang merupakan hasil dari visualisasi dari tulisan sebagai upaya penuangan daya imajinasi dengan menggunakan banyak pilihan teknik dan alat yang bertujuan untuk memperjelas tulisan, cerita atau informasi tertulis lainnya, dengan harapan agar mudah dicerna. Sedangkan yang dimaksud keterampilan menggambar ilustrasi adalah keahlian yang dimiliki seseorang dalam melakukan kegiatan sederhana untuk menciptakan karya seni rupa dua dimensional, yang merupakan hasil visualisasi dari tulisan sebagai upaya penuangan daya imajinasi dengan menggunakan banyak pilihan teknik dan alat yang bertujuan untuk memperjelas tulisan, cerita atau informasi tertulis lainnya dengan harapan agar mudah dicerna. a. Fungsi gambar ilustrasi Ada beberapa fungsi dari gambar ilustrasi, Ari Subekti berpendapat fungsi dari gambar ilustrasi yaitu sebagai berikut, “ 1) Memperjelas alur atau cerita 2) memperjelas isi pesan dalam promosi suatu barang 3) menarik perhatian 4) menambah nilai artistik atau keindahan 5) media pengungkapan perasaan penggambarnya (2010 : 13). Sedangkan fungsi gambar ilustrasi menurut Cut Kamaril, dkk (1999 : 4.40) adalah “ 1) memberi daya tarik pembaca, 2) memberi kejelasan suatu naskah cerita atau bacaan, 3) memberi hiasan ruang majalah, buku dan sebagainya, 4) adanya kelenturan coretan yang mempertajam kejelasan, 5) dapat mempegaruhi pembaca”.
25
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi gambar ilustrasi adalah untuk memperjelas suatu isi tulisan dengan menggunakan gambar yang dapat mempengaruhi perasaan pembaca yang melihat gambar tersebut. b. Jenis-jenis gambar ilustrasi Jenis-jenis gambar ilustrasi menurut Hanung Rosifah (2006 : 17) adalah sebagai berikut: 1) Gambar ilustrasi karya ilmiah Ilustrasi untuk karya ilmiah adalah ilustrasi yang berfungsi menjelaskan pada sutu teks/tulisan-tulisan, misalnya gambar-gambar pada buku ilmu pengetahuan tentang binatang, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain sebagainya. 2) Gambar ilustrasi karya sastra atau prosa Gambar ilustrasi ini sifatnya adalah menolong pemahaman dari maksud suatu inti uraian tentang karangan, atau bisa juga untuk menjelaskan dari suatu judul karangan. 3) Gambar ilustrasi cerita bergambar atau komik Gambar ilustrasi ini, karya gambar selalu diikuti atau disertai kata atau kalimat yang terletak pada suatu bingkai atau
biasanya
disebut dengan balon kata. Dengan demikian ilustrasi komik lebih banyak gambar dibanding dengan ilustrasi pada prosa, karena pada komik memuat gambar pada setiap dialog/ kejadian/ suasana. Sedangkan pada prosa biasanya hanya memuat beberapa gambar yang mewakili dari panjang teks yang terurai. 4) Gambar ilustrasi karikatur Gambar disini sifatnya lebih menjelaskan tentang ejekan, sindiran, atau kritikan. Pada gambar karikatur lebih ditekankan pada penonjolan karakter atau ciri khas dari pada objek. Dalam penggambarannya dapat bersifat lucu, humor, dan sebagainya dengan menonjolkan karakter objek secara berlebih-lebihan. 5) Gambar ilustrasi kartun
26
Ilustrasi pada karya kartun ini sifatnya lebih netral, tidak seperti karikatur. Sehingga tidak meonjolkan karakter atau ciri khas dari objek, namun lebih mengarah pada penjelasan tentang suatu pristiwa, kejadian, suasana. Ilustrasi kartun biasnya diwujudkan dalam bentuk gambar yang sifatnya lucu atau humor dengan penambahan-penambahan dari bentuk normal atau aslinya.
4. Gambar ilustrasi dalam pembelajaran seni rupa di SMP Pembelajaran kesenian dalam kurikulum 2013 dinamakan seni budaya meliputi mata pelajajaran seni rupa, seni tari, seni musik, dan teater. Pendidikan seni budaya diberikan di sekolah karena bermanfaat terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik, terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi atau berkreasi dan berpresiasi melalui pendekatan “belajar dengan seni”, “belajar melalui seni”, dan belajar tentang seni”. Peran ini tidak dimiliki oleh mata pelajaran lain. Belajar dengan seni merupakan pendekatan belajar menggunakan seni sebagai bagian dalam pendidikan. Belajar melalui seni diartikan sebagai pendekatan belajar menggunakan seni sebagai media atau alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Materi menggambar ilustrasi telah dijabarkan dalam satuan pelajaran (SP) yang memuat pokok bahasan, tujuan pembelajaran umum, tujuan pembelajaran dan lain sebagainya. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran menggambar ilustrsi ditunjang dengan adanya media, bahan (termasuk alat dan teknik) yang dipakai dalam karya seni (Susanto, 2002 : 72). Menggambar ilustrasi bertujuan agar siswa dapat membuat gambar ilustrasi berdasarkan ingatan dan khayalan atau pengalaman langsung.
5. Penilaian Autentik dalam Pembelajaran Seni Budaya Kurikulum 2013 Istilah penilaian autentik terdiri dari dua kata yaitu penilaian dan autentik. Trianto (2011 : 253) menjelaskan bahwa penilaian adalah suatu usaha untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan dan
27
menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh siswa. Sementara itu, Kokom Komalasari (2013 : 146) menyatakan bahwa penilaian merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar siswa. Pendapat tersebut senada dengan Imas Kurniasih dan Berlin Sami (2014 : 47) yang menyatakan bahwa penilaian merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar siswa. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat dinyatakan bahwa penilaian merupakan proses pengumpulan dan pengolahan berbagai data maupun informasi secara berkala, berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil perkembangan belajar siswa. Kunandar (2014 : 35) mengungkapkan bahwa penilaian autentik merupakan kegiatan menilai siswa yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai secara nyata, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian yang disesuikan dengan tuntutan kompetensi yang ada. Para pendapat ahli di atas diperkuat oleh Imas Kurniasih dan Berlin Sani (2014 : 48) yang menjelaskan bahwa penilaian autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komperhensif untuk memulai dari masukan (input), proses dan keluaran (output) pembelajaran meliputi ranah sikap, pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat dinyatakan bahwa penilaian autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara menyeluruh yaitu dalam ranah sikap, baik sikap spiritual maupun sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan untuk menilai mulai darai masukan (input), proses dan keluaran (output) pembelajaran. Definisi penilaian autentik tersebut digunakan oleh peneliti sebagai acuan dalam melakukan penelitian tentang pelaksanaan penilaian autentik dalam pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan. a. Ruang lingkup penilaian autentik Imas Kurniasih dan Berlin Sani (2014 : 51) menjelaskan bahwa penilaian autentik siswa mencakup kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang. Kunandar (2014 : 52) juga
28
menyatakan bahwa penilaian autentik siswa mencakup kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Pendapat para ahli tersebut diperkuat dengan adanya Salinan Lampiran Permendikbud Nomor 104 tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah bahwa ruang lingkup dan penilaian autentik mencakup kompetensi sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan dan keterampilan. Ruang lingkup penilan autentik dapat dirumuskan sebagai berikut: a) Sikap (Afektif) Berdasarkan olahan Krathwohl 1964 (dalam Salinan Lampiran Permendikbud Nomor 104 tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah) sasaran penilaian autentik oleh pendidik pada ranah sikap spiritual dan sikap sosial adalah sebagai berikut: 1) Menerima nilai, yaitu kesediaan menerima suatau nilai dan memberikan perhatian terhadap nilai tersebut. 2) Menanggapi nilai, yaitu kesediaan menjawab suatu nilai dan ada rasa puas dalam membicarakan nilai tersebut. 3) Menghargai nilai, yaitu menganggap nilai tersebut baik, menyukai nilai tersebut dan komitmen terhadap nilai tersebut. 4) Menghayati nilai, yaitu memasukan nilai tersebut sebagai bagian dari sistem nilai dirinya. 5) Mengamalkan nilai, yaitu mengembangkan nilai tersebut sebagai ciri dirinya dalam berfikir, berkata, berkomunikasi dan bertindak (karakter). Sementara itu, Deni Kurniawan (2014 : 12) juga memberikan penjelasan mengenai proses berfikir afektif, yaitu: 1) Penerimaan, yaitu kemampuan menjadi peka tentang sesuatu dan menerima sebagai apa adanya. 2) Partisipasi, yaitu kerelaan memperhatikan dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
29
3) Penilaian dan penentuan sikap, yaitu kemampuan memberikan nilai dan menentukan sikap. 4) Organisasi, yaitu kempuan membentuk sistem nilai sebagai pedoman hidup. 5) Pembentukan pola hidup, yaitu kemampuan menghayati nilai sehingga menjadi pegangan hidup. b) Pengetahuan (Kognitif) Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl (2010 : 44) menjelaskan bahwa ada enam katagori pada definisi proses kognitif atau sasaran penilaian pada ranah pengetahuan adalah sebagai berikut : 1) Mengingat, yaitu mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang. 2) Memahami, yaitu mengkontruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis dan digambar oleh guru. 3) Mengaplikasikan,
yaitu menerapkan atau menggunakan suatu
prosedur ke dalam keadaan tertentu. 4) Menganalisis, yaitu memecah-mecah materi jadi bagian-bagian penyusunan dan menentukan hubungan-hubungan antar bagian itu dan hubungan antara bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan. 5) Mengevaluasi, yaitu mengambil keputusan berdasarkan kriteria atau standar. 6) Mencipta, yaitu memadukan bagian-bagian untuk membentuk suatu yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinil. Sementara itu, Deni Kurniawan (2014 : 11) juga memberikan penjelasan mengenai proses berfikir kognitif, yaitu : 1) Pengetahuan, yaitu kemampuan mengetahui atau mengingat istilah, fakta, aturan, urutan, metode dan sebagainya.
30
2) Pemahaman, yaitu kemampuan untuk menterjemahkan, menafsirkan, memperkirakan, memahami isi pokok, mengartikan tabel dan sebagainya. 3) Penerapan, yaitu kemampuan memecahkan masalah, membuat bagan, menggunakan konsep, kaidah, prinsip, metode dan sebagainya. 4) Analisis, yaitu kemampuan memisahkan, membedakan, seperti merinci bagian-bagian, hubungan antara dan sebagainya. 5) Sintesis, yaitu kemampuan menyusun seperti kerangka, rencana, program kerja dan sebagainya. 6) Evaluasi, yaitu kemampuan menilai berdasarkan norma. 7) Kreativitas, yaitu kemampuan untuk mencipta/mengkreasi. c) Keterampilan (Psikomotorik) Berdasarkan olahan Dyers (dalam Salinan Lampiran Permendikbud Nomor 104 tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah), sasaran penilaian autentik oleh pendidik pada ranah keterampilan adalah sebagai berikut : 1) Mengamati,
yaitu
perhatian
pada
waktu
mengamati
suatu
objek/membaca tulisan/mendengar suatu penjelasan, catatan yang dibuat tentang apa yang diamati, kesabaran, waktu yang digunakan untuk mengamati. 2) Menanya, yaitu jenis kualitas dan jumlah pertanyaan yang diajukan siswa (pertanyaan faktual, konseptual, prosedural dan hipotetik). 3) Mengumpulkan informasi/mencoba, yaitu jumlah dan kualitas sumber yang
dikaji/digunakan,
kelengkapan
informasi,
validitas
informasiyang dikumpulkan dan instrumen/alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. 4) Menalar/mengasosiasi,
yaitu
mengembangkan
interpretasi,
argumentasi dan kesimpulan mengenai keterkaitan informasi dari dua fakta/konsep.
31
5) Mengkomunikasikan yaitu menyajikan hasil kajian (dari mengamati sampai menalar) dalam bentuk tulisan grafis, media elektronik, multimedia dll. Sementara itu, Deni Kurniawan (2014 : 13) memberikan penjelasan yang berbeda mengenai proses berfikir psikomotorik, yaitu : 1) Persiapan, yaitu kemampuan memilah-milih dan kepekaaan sesuatu. 2) Kesiapan, yaitu kemampuan bersiap diri secara fisik 3) Gerakan terbimbing, yaitu kemampuan meniru contoh. 4) Gerakan terbiasa, yaitu keterampilan yang berpeganag kepada pola. 5) Gerakan kompleks, yaitu gerakan luwes, lancar, gesit dan lincah. 6) Penyesuaian, yaitu kemampuan mengubah dan mengatur kembali. 7) Kreativitas, yaitu mencipta pola baru.
B. Penelitian yang Relevan Penelitian dilakukan oleh Basuki Rahmat, S. Pd. Yang berjudul Peningkatan Kreativitas Siswa Kelas VII-1 Pada Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan Melalui Model Pembelajaran Kontekstual di SMP Negri 4 Parepare. Hasil penelitian dipaparkan sebagai berikut: berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan sebanyak dua siklus, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kreativitas menggambar ilustrasi. Peningkatan kreativitas tersebut dapat diketahui data dan hasil gambar yang dikumpulkan selama penelitian. Dari hasil gambar siswa dapat dilihat kreativitas siswa dalam menggambar sudah meningkat, baik dalam segi kesesuaian gambar dengan tema yang ditentukan, pengembangan objek-objek yang digambar, pewarnaan, maupun kekuatan dalam menggambar, walaupun semuaya perlu peningkatan lagi. Hal tersebut berdampak pula pada hasil tes formatifnya. Dapat dilihat pada siklus I sudah mengalami kenaikan walaupun belum signifikan yaitu dari 60,3 dengan jumlah 5 siswa dari 17 siswa tuntas. Hasil menggamar pada siklus II juga mengalami kenaikan dari rata-rata nilai 63,63 menjadi
64, 78. Kreativitas
32
menggambar siswa pada siklus II bertambah dari 13 siswa menjadi 17 siswa yang tuntas. Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas yang berjudul “Peningkatan Kreativitas Menggambar Ilustrasi melalui Model Pembelajaran Kontekstual pada Siswa Kelas VII-1 SMP Negeri 4 Parepare” yang dilakukan sebanyak dua siklus dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam menggambar ilustrasi. Mengingat penerapan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kreativitas menggambar ilustrasi, maka diharapkan pembelajaran ini dapat diterapkan dalam pembelajaran menggambar di sekolahsekolah, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Penelitian di atas memiliki kesamaan pada variabel X, Perlakuannya yaitu penerapan pendekatan kontekstual dan pada variabel Y yaitu peningktan kreativitas menggambar ilustrasi. Rutinah dengan judul Peningkatan Kreativitas Menggambar Melalui Pembelajaran Contextual Teaching and Learning pada Siswa Kelas III SD N Jelok Purworejo Tahun Pelajaran 2009/2010. Hasil penelitian dipaparkan sebagai berikut: berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar dan kreativitas pada karya anak. Untuk tugas pada siklus I pertemuan pertama diperoleh rata-rata sebesar 65,90; pada siklus I untuk pertemuan ke dua meningkat menjadi 70,00. Selanjutnya untuk tugas pada siklus II, pertemuan pertama diperoleh rata-rata 70,90 dan pada pertemuan kedua meningkat menjadi 75,00. Dengan meningkatnya nilai tugas ini dapat dijadikan salah satu indikasi meningkatnya kreativitas siswa yang diikuti dengan meningkatnya hasil belajar siswa. Ririn Despriliani dengan judul Analisis Psikometri Instrumen Pengukuran Kreativitas Dengan Skala Pengukuran Kreativitas Utami Munandar. Hasil para peneliti pendahulu yang meneliti gambar-gambar anak-anak mereka pada umumnya memiliki hasil kesimpulan yang hasil sama. Pada tulisan ini merupakan hasil penelitian terhadap anak-anak usia sekolah menengah pertama di Kota Tanggerang tahun 2014, secara acak mengambil sample sebanyak 200 gambar dari 200 anak-anak. Gambar itu diteliti mulai dari proses, sikap anak dan hasil
33
gambar yang diperoleh. Gambar itu dianalisis berdasarkan goresan, bentuk objek, ukuran objek dan komposisinya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar tingkat kreatif siswa ditinjau dari beberapa aspek kreativitas. Hasil penelitian dipaparkan sebagai berikut: sampel yang diambil adalah 200 siswa SMP yang terbagi atas dua sekolah. Dengan teknik pengambilan sampel random. Pada perhitungan reliabitas sekolah swasta, aspek pengukuran menggunakan tabel modifikasi Brent G. Wilson maka dapat dinilai reliabilitas sebesar 920 dengan N=21. Sedangkan pada hasil uji beda sekolah swasta pada pengukuran nilai guru mendapat nilai. Sekolah negerii nilai reliabitas pada aspek pengukuran yang dilakukan guru sebesar 949 dengan N=21 maka aspek pengukuran ini dapat disimpulkan yaitu reliabel dengan nilai signifikan >0.05. pada siswa sekolah SMP swasta hasil reliabitas self report adalah dengan nilai alpha 896, SD=25.04, M=295.61, N=81, P=05. Sedangkan pada sekolah negeri nilai reliabitas skor item self report dengan nilai alpha 868, SD=16.79, N=81. Dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa butir-butir instrumen tersebut reliable. Dengan uji beda 429, df=3240. Fitri Aryani Abidin dkk, dengan judul Gambaran Kreativitas Siswa Sekolah Alam Bandung (SAB) pada Test For Creative Thinking Drawing Production (TCT-DP). Hasil penelitian dipaparkan sebagai berikut: Berdasarkan ‘kebebasan’ yang berlaku dapat memenuhi sasaran yang telah ditetapkan di Sekolah Alam Bandung, penelitian ini bermaksud memberikan gambaran tentang kreativitas siswa di sekolah tersebut pada Test For Creative Thinking Drawing Production (TCT-DP). Subjek penelitian ekploratif ini adalah 83 siswa-siswi Sekolah Alam Bandung (SAB) dari TK B sampai dengan Kelas 5 SD. Hasil penelitian menunjukkan adanya aspek kreativitas yang memiliki nilai tinggi (Continuation dan Completion), nilai terendah (Unconventional symbolic-abstactfictional, Unconventional non-stereotypical of given fragments/figures), nilai menengah (New Elemen). Di samping itu terdapat pula adanya kecenderungan penurunan nilai (Connections made with a line) dan peningkatan nilai (Continuation, Completion, Connection made that contribute to a thame, Perspective) seiring dengan peningkatan kelas, atau yang tidak memiliki pola jelas
34
(New Elemen), serta aspek yang memiliki nilai rendah (Boundary breaking that is fragment
independent,
Humour
and
affectivity,
dan
Unconventionality
manipulation), nilai menonjol di kelas 5 SD (Boundary breaking that is fragment dependent), dan yang tidak muncul sama sekali (Uncoventional symbol-figurecombination). Saran praktis ditunjukan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berfikir berbeda (Unconventional), untuk berani mengambil resiko, untuk meningkatkan libatan emosi dalam aktivitasnya, yang penting untuk berelasi dalam rangka berkerja sama dan memimpin orang lain. Penelitian di atas memiliki kesamaan pada variabel X, Perlakuannya yaitu penerapan pendekatan kontekstual dan pada variabel Y yaitu peningkatan kreativitas menggambar. C. Kerangka Berfikir Menggambar ilustrasi sebenarnya dapat dijadikan sebagai sarana menuangkan ide-ide bagi siswa. Dengan menggambar ilustrasi siswa dapat berkomunikasi dengan orang lain tentang apa yang terjadi pada dirnya, dan apa yang ingin disampaikan oleh siswa pada orang lain. Namun seringkali menggambar menjadi hal yang sangat sulit apabila siswa tidak mempunyai kreativitas tentang menggambar. Pada metode yang sudah berjalan yaitu metode konvensional guru cenderung untuk menjelaskan materi pembelajaran hanya diawal saja tanpa mengalami proses melihat, meraba dan mengalami sendiri hal yang ingin digambar sehingga murid tidak antusias dan kurang bisa untuk mengeksplorasi ide kreatif mereka sendiri. Oleh karena itu perlu dicari cara-cara yang
dapat
merangsang
siswa
untuk
menyukai
dan
akhirnya
dapat
mengembangkan kreativitas mereka dalam menggambar ilustrasi. Salah satu cara yang dapat mengembangkan kreativitas mereka dalam menggambar ilustrasi adalah dengan penerapan Model Pembelajaran CTL. Dalam Model Pembelajaran CTL proses pembelajaran diharapkan berlangsung alamiah, karena bentuk kegiatan siswa adalah melihat, meraba serta mengalami sendiri hal yang ingin digambar. Proses menggambar dengan menggunakan model nyata dalam Model Pembelajaran CTL diharpan dapat meningkatkan kreativitas siswa. Karena siswa dapat merasakan dan mensintetis ide-ide baru dari benda-benda
35
yang ada disekitarnya. mengamatai. Selain itu, dalam model pembelajaran CTL guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran, sehingga siswa secara aktif mengeksplorasi kemampuan dan kreativitasnya. Maka dari itu dengan diterapkannya model pembelajaran CTL
pada
materi menggambar ilutrasi di kelas VIII-2 SMP Negeri 19 Depok kreativitas siswa diharapkan dapat meningkat. Sehingga kerangka pikirannya sebagai berikut:
Gambar 2.1 Krangka Berfikir
Kondisi awal
Kegiatan pembelajaran masih menggunakan model Konvensional
Kreativitas menggambar ilustrasi rendah Siklus I
Tindakan
Pembelajaran dengan model Contextual
Teaching and Learning (CTL)
1. 2. 3. 4.
Siklus II 1. 2. 3. 4.
Kondisi akhir
Perencanaan Tindakan Observasi Refleksi
Perencanaan Tindakan Observasi Refleksi
Kreativitas menggambar ilustrasi siswa meningkat.
D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut : “Penerapan model pembeajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan kreativitas menggambar ilustrasi pada siswa kelas VIII-2 Semester Genap SMP Negeri 19 Depok Tahun Pelajaran 2015/2016.