6
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Konsep Dasar Sistem Produksi Organisasi industri merupakan salah satu mata rantai dari sistem perekonomian, karena ia memproduksi dan mendistribusikan produk (barang dan jasa). Produksi merupakan fungsi pokok dalam setiap organisasi, yang mencakup aktivitas yang bertanggung jawab untuk menciptakan nilai tambah produk yang merupakan output dari setiap organisasi industri itu. Sistem produksi merupakan kumpulan dari sub system – sub system yang saling berinteraksi dengan tujuan mentrasformasi input produksi menjadi output produksi. Input produksi ini dapat berupa bahan baku, mesin, tenaga kerja, modal dan informasi, sedangkan output produksi merupakan produk yang dihasilkan brikut adalah hasil sampingannya seperti limbah, informasi, dan sebagainya. Produksi adalah bidang yang terus berkembang selaras dengan perkembangan teknologi, di mana produksi memiliki suatu jalinan hubungan timbal-balik (dua arah) yang sangat erat dengan teknologi. Produksi dan teknologi saling membutuhkan. Kebutuhan produksi untuk beroperasi dengan biaya yang lebih rendah, meningkatkan kualitas dan produktivitas, dan menciptakan produk baru telah menjadi kekuatan yang mendorong teknologi untuk melakukan
7
berbagai terobosan dan penemuan baru. Produksi dalam sebuah organisasi pabrik merupakan inti yang paling dalam, spesifik serta berbeda dengan bidang fungsional lain seperti keuangan, personalia, dan lain-lain. Sistem produksi merupakan sistem integral yang mempunyai komponen struktural dan fungsional. Sistem produksi memiliki komponen atau elemen structural dan fungsional yang berperan penting dalam menunjang kontinuitas operasional sistem produksi itu. Komponen atau elemen structural yang membentuk sistem produksi terdiri dari : bahan (material), mesin dan peralatan, tenaga kerja, modal, energi, informasi, tanah dan lain-lain. Sedangkan komponen atau elemen fungsional terdiri dari: supervise, perencanaan, pengendalian, koordinasi, dan kepemimpinan yang semuanya berkaitan dengan manajemen dan organisasi. Suatu sistem produksi selalu berada dalam lingkungan, sehingga aspek-aspek lingkungan seperti perkembangan teknologi, sosial dan ekonomi, serta kebijakan pemerintah akan sangat mempengaruhi keberadaan sistem produksi itu. Informasi
Informasi
INPUT
OUTPUT
Material Produk
Tenaga Kerja
Limbah
Dana
Proses Transformasi
Mesin Informasi
Informasi
Dana Masuk
Dana Keluar Proses Manajemen
Informasi
Informasi
Gambar 2.1 Alur Sistem Produksi Elemen-elemen utama dalam sistem produksi adalah : input, proses, dan output, serta adanya suatu mekanisme umpan balik untuk pengendalian sistem
8
produksi itu agar mampu meningkatkan perbaikan terus-menerus (continuous improvement). Dalam sistem produksi modern terjadi suatu proses transformasi nilai tambah yang mengubah input menjadi output yang dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar. Produksi dapat didefinisikan sebagai aktivitas yang dilakukan untuk mengolah atau membuat bahan mentah atau bahan setengah jadi menjadi barang jadi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.Produksi dapat juga diartikan sebagai tindakan intensional untuk menghasilkan sesuatu yang berguna. Proses Produksi.
2.1.1. Sistem Produksi Menurut Proses Menghasilkan Output Proses produksi merupakan cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu produk dengan mengoptimalkan sumberdaya produksi (tenaga kerja, mesin, bahan baku, dan dana) yang ada. Pada umumnya proses produksi dibagi menjadi dua yaitu:
2.1.1.1.
Proses Produksi Continuous
Proses produksi yang tidak pernah berganti macam barang yang dikerjakan. Sejak pabrik berdiri selalu mengerjakan barang yang sama sehingga prosesnya tidak pernah terputus dengan mengerjakan barang lain. Setup atau persiapan fasilitas produksi dilakukan sekali pada saat pabrik mulai bekerja. Sesudah itu, proses produksi berjalan secara lancar. Biasanya urutan proses produksinya selalu sama sehingga letak mesin – mesin serta fasilitas produksi
9
yang lain disesuaikan dengan urutan proses produksinya agar produksi berjalan lancar dan efisien.
2.1.1.2.
Proses Produksi Intermittent
Proses produksi yang digunakan untuk pabrik yang mengerjakan berbagai macam barang, dengan jumlah setiap macam hanya sedikit. Macam barang selalu berganti – ganti sehingga selalu dilakukan persiapan produksi dan penyetelan mesin kembali setiap macam barang yang dibuat berganti. Perubahan proses produksi setiap saat terputus apabila terjadi perubahan macam barang yang dikerjakan. Oleh karena itu, tidak mungkin mengurutkan letak mesin sesuai dengan urutan proses pembuatan barang. Perencanaan dan Pengendalian Produksi Kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi dapat dikelompokkan menjadi tiga antara lain meliputi: 1. Routing Routing merupakan kegiatan menentukan urut – urutan dalam mengerjakan suatu pekerjaan,sejak dimulai sampai dengan barang itu jadi. 2. Scheduling Scheduling
merupakan
pembuatan
jadwal
(shedule)
untuk
melaksanakan suatu pekerjaan. Jadwal kegiatan dibuat sejak mulainya pekerjaan sampai dengan selesai. Penyusunan schedule biasanya didasarkan pada per-mintaan konsumen, kemampuan sarana dan prasarana dan kendala – kendala yang lain. Biasanya untuk menjaga kelancaran proses produksi perlu dibuat Master Schedule. Master
10
Schedule adalah daftar barang setiap macam barang pada waktu – waktu
tertentu.
Untuk
memudahkan
pelaksanaannya
dan
membacanya, biasanya schedule dinyatakan dalam bentuk tabel atau kadang – kadang berbentuk Guant chart, yaitu bagan berupa balok untuk menunjukkan waktu kegiatan. 3.
Dispatching dan Follow up Dispatching merupakan pemberian wewenang untuk melaksanakan suatu kegiatan. Pelaksanaan dispatching dapat dilakukan dengan perintah lisan, perintah tertulis, atau dengan tanda yang berupa bunyi. Sedangkan Follow up merupakan suatu langkah perbaikan atas kesalahan yang telah dilakukan sebelumnya. Kesalahan terjadi karena rencana tidak sesuai dengan pelaksanaan.
2.1.2. Sistem Produksi Menurut Tujuan Operasinya Sistem produksi menurut tujuan operasinya mendefinisikan bagaimana suatu perusahaan industri manufaktur akan memberikan tanggapan terhadap permintaan konsumen dan dapat diklasifikasikan dalam lima kategori sebagai berikut: 2.1.2.1.
Design to order
Dalam strategi ini perusahaan tidak memiliki inventori dimana bila ada pesanan dari pelanggan, perusahaan baru akan mengembangkan desain untuk produk yang diminta. Selanjutnya bila pelanggan dan produsen telah mencapai kesepakatan mengenai desain produk barulah perusahaan akan memesan material yang dibutuhkan, melakukan proses produksi. Dalam strategi ini perusahaan tidak
11
memiliki resiko yang berkaitan dengan investasi inventori.Strategi tersebut sangat cocok untuk produk-produk yang baru atau unik secara total. 2.1.2.2.
Make to order
Perusahaan dengan strategi ini hanya mempunyai desain produk dan beberapa material standar dalam inventori, dari produk yang telah diproduksi sebelumnya. Perusahaan akan menyiapkanspesifikasi produk setelah menerima pesanan dari pelanggan. Perusahaan menawarkan harga dan waktu penyerahan kepada pelanggan, selanjutnya bila terjadi kesepakatan produksi akan dilakukan dengan menggunakan strategi ini, perusahaan mempunyai resiko yang sangat kecil berkaitan dengan investasi inventori fokus operasional dari strategi tersebut adalah pada pesanan spesifik dari pelanggan bukan dari parts. 2.1.2.3.
Assembly to order
Perusahaan dengan strategi ini akan memiliki inventori dalam bentuk subassembly atau modul. Pesanan dari pelanggan akan segera diproduksi dengan merakit modul-modul yang telah tersedia. Industri ini membutuhkan peramalan yang efektif dan penyimpanan modul dalam inventori dibandingkan peramalan untuk produk akhir. Strategi ini akan beresiko dengan investasi inventori. 2.1.2.4.
Make to stock
Perusahaan dengan strategi ini memiliki inventori yang besar pada produk akhir. Dalam strategi ini siklus waktu dimulai ketika produsen menspesifikasikan produknya, memperoleh bahan baku, dan memproduksi produk hingga akhir untuk disimpan sebagai stock. Pesanan pelanggan akan segera diambil dari stock yang ada dan dapat segera dikirimkan. Perusahaan dengan strategi ini memiliki resiko tinggi berkaitan dengan investasi inventori yang besar. Pesanan pelanggan
12
tidak dapat diramalkan dan diidentifikasikan secara akurat. Fokus operasional dari industri yang menggunakan strtegi ini terarah pada pengisian kembali inventori, dimana sistem produksi menetapkan tingkat inventori berdasarkan pada antisipasi pesanan yang akan datang dan bukan berdasarkan pesanan yang ada sekarang. 2.1.2.5.
Make to demand
Dalam strategi ini, penyerahan secara tepat berdasarkan pelanggan.strategi ini memiliki fleksibilitas yang tinggi terhadap keinginan pelanggan dan penyerahan produk yang secepat strategi make to stock. Strategi ini dapat diterapkan pada produk-produk industri yang telah berada pada tahap menurun (declining stage) dari siklus hidup, karena produk-produk itu membutuhkan features dal pilihan-pilihan (options) yang lebih banyak disertai dengan harga yang lebih rendah serta waktu penyerahan lebih cepat agar dapat bertahan di pasar yang sangat kompetitif.
2.1.3. Sistem Produksi Menurut Aliran Operasi dan Variasi Produk Krieria dalam mengklasifikasi proses produksi adalah jenis aliran operasi dari unit-unit produk yang melalui tahapan konversi. Ada tiga operasi, yaitu Flow Shop, Job Shop, dan Roating. Ketiga jenis dasar aliran operasi ini berkembang menjadi aliran modifikasi dari ketiganya, yaitu: Batch dan Continues. Adapun karakteristik dari masing-masing aliran operasi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Flow Shop, merupakan proses konversi dimana unit-unit output secara berturut-turut melalui urutan operasi yang sama pada mesinmesin khusus yang ditempatkan pada sepanjang lintasan produksi.
13
Proses jenis ini biasanya digunakan untuk produk yang mempunyai desain dasar yang tetap sepanjang waktu yang lama dan ditunjukan untuk pasar yang luas, sehingga diperlukan penyusunan bentuk proses produksi Flow Shop yang bersifat MTS (Make To Stock). Contoh sistem produksi Flow Shop adalah: pabrik rokok gudang garam, pabrik Semen padang, dan pabrik Aqua. 2. Job Shop, yaitu merupakan bentuk proses konversi dimana unitunit yang dikelompokkan berdasarkan fungsinya. Contoh sistem produksi Job Shop antara lain adalah: pabrik TOYOTA, pabrik Sepatu Nike, dan Pabrik motor Honda. 3. Roating, yaitu proses penciptaan satu jenis produk yang agak rumit dengan suatu pendifinisian urutan tugas-tugas yang teratur akan kebutuhan sumber daya dan dibatasi oleh waktu penyelesaian. Contoh sistem produksi Proyek anatara lain adalah : proyek penggalian PDAM dan proyek monorail PT Bukaka. 4. Batch, adalah bentuk maju dari Job Shop yang merupakan kombinasi dari Job Shop dan Flow Shop. Pada Batch, produk terstandarisasi, namun tidak terlalu standarisasi seperti produk yang dihasilkan pada aliran lintasan perakitan Flow Shop. Sistem Batch memproduksi banyaknya variasi produk dan volume, lama proses produksi untuk setiap produk agak pendek, dan suatu lintasan produksi dapat dipakai untuk beberapa tipe produk. Pada sitem ini, pembuatan produk pada tipe yang berbeda akan mengakibatkan pergantian peralatan produksi, sehingga sustem tersebut harus
14
“general purpose”, dan fleksibel untuk produk dengan volume rendah tetapi variasinya tinggi. 5. Continues, yaitu bentuk ekstrim dari Flow Shop dimana terjadi aliran material yang konstan. Contoh dari proses produksi Continuos adalah : industri penyulingan minyak, pemrosesan kimia, dan industri lainya yang tidak dapat mengidentifikasi unitunit output urutan prosesnya secara tepat.
2.2.
Pengertian Penjadwalan Penjadwalan (scheduling) merupakan
salah
satu
kegiatan
penting
dalam perusahaan. Penjadwalan adalah pengaturan waktu dari suatu kegiatan operasi,
yang
mencakup
kegiatan
mengalokasikan
fasilitas,peralatan
maupun tenaga kerja, dan menentukan urutan pelaksanaan bagi suatu kegiatan operasi. Dalam suatu perusahaan industri, penjadwalan diperlukan antara lain dalam mengalokasikan tenaga operator, mesin dan peralatan produksi, urutan proses, jenis produk persediaan, serta penggunaan yang efisien dan fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan. Terlepas dan jenis perusahaannya, setiap perusahaan perlu untuk melakukan penjadwalan sebaik mungkin agar dapat memperoleh utilitasi yang maksimum dan sumber daya produksi dan aset lain yang dimilikinya. Penjadwalan yang baik akan memberikan dampak positif yaitu rendahnya biaya operasi dan waktu pengiriman, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kepuasan pelanggan. Dalam hirarki pengambilan keputusan, penjadwalan merupakan langkah terakhir sebelum dimulainya operasi. Seperti telah dibahas pada awal
15
buku ini kegiatan operasi dimulai dan perencanaan jangka panjang yang meliputi perencanaan
fasilitas
dan
kebutuhan
peralatan.
Selanjutnya,
dilakukan
perencanaan jangka menengah dimana keputusan yang berkaitan dengan penggunaan fasilitas, tenaga kerja, dan subkontrak dibuat. Dan perencanaan jangka menengah disusun suatu jadwal induk yang memerinci rencana agregat dan mengembangkan suatu jadwal menyeluruh (overall schedule) untuk produk yang akan dibuat. Jadwal menyeluruh menjabarkan perencanaan kapasitas dan jadwal induk kedalam perencanaan jangka pendek yang meliputi penjadwalan untuk tenaga kerja, bahan, dan mesin.
2.3.
Masalah Penjadwalan Masalah penjadwalan muncul karena adanya keterbatasan waktu, tenaga
kerja, jumlah mesin, sifat dan syarat pekerjaan yang akan dilaksanakan. Secara umum ada dua permasalahan utama yang akan diselesaikan melalui penjadwalan, yaitu penentuan pengalokasian mesin yang akan digunakan untuk menyelesaikan suatu proses produksi dan pengurutan waktu pemakaian mesin tersebut. Masalah penjadwalan dapat ditinjau dari berbagai aspek diantaranya; a) Mesin (terbagi atas penjadwalan mesin tunggal, penjadwalan dua mesin, dan penjadwalan m mesin). b) Aliran proses (terbagi atas job shop dan flow shop). Aliran proses job shop memungkinkan pekerjaan melalui lintasan yang berbeda antar jenisnya. Sedangakan aliran flow shop sebaliknya. c) Pola kedatangan pekerjaan, secara statis maupun dinamis. Dimana jika semua pekerjaan datang secara bersamaan dan semua fasilitas tersedia pada saat kedatangan pekerjaan disebut pola kedatangan pekerjaan statis. Sedangkan
16
jika pekerjaan datang secara acak selama masa penjadwalan disebut pola kedatangan pekerjaan dinamis. d) Elemen penjadwalan,
mengenai
ketidakpastian
pada
pekerjaan dan
mesin.Terdiri dari elemen penjadwalan deterministik dan elemen penjadwalan stokastik. Jika elemen penjadwalannya deterministik, maka terdapat kapasitas tentang pekerjaan dan mesin, misalnya tentang waktu kedatangan, waktu set up dan waktu proses. Sebaliknya jika tidak terdapat kepastian mengenai pekerjaan dan mesin, maka disebut elemen penjadwalan stokastik.
2.4. Fungsi dan Tujuan Penjadwalan Keputusan mengenai penjadwalan merupakan kepentingan sekunder dalam keputusan manajemen secara umum. Secara umum keputusan dasar manajemen diidentifikasikan melalui beberapa pertanyaan berikut; 1. Produk atau jasa apakah yang ingin disajikan? 2. Pada skala berapakah produk atau jasa dimaksud disajikan? 3. Sumber daya apa yang digunakan untuk membuatnya? Ketiga pertanyaan di atas di tentukan jawabannya oleh fungsi planning dari manajemen. Kaitannya dengan penjadwalan bahwa penjadwalan akan menjadi relevan ketika ketersediaan sumber daya telah ditentukan. Jadi penjadwalan dan fungsi manejerial dalam hal ini planning tidak dapat dipisahkan. Ada interaksi dua arah antara fungsi planning dengan penjadwalan, dimana fungsi planning menentukan jumlah sumber daya yang harus digunakan untuk memproduksi barang/jasa dan penjadwalan akan mengevaluasi kebutuhan sumber daya yang yang digunakan untuk berproduksi. Sehingga fungsi planning dapat mengambil keputusan yang berhubungan dengan efisiensi dan efektifitas produksi.
17
Bedworth (1987) mengidentifikasi beberapa tujuan dan aktivitas penjadwalan adalah sebagai berikut:
Meningkatkan
penggunaan
sumberdaya
atau
mengurangi
waktu
tunggunya, sehingga total waktu proses dapat berkurang, dan produktivitas dapat meningkat.
Mengurangi persediaan barang setengah jadi atau mengurangi sejumlah pekerjaan yang rnenunggu dalam antrian ketika sumber daya yang ada masih mengerjakan tugas yang lain. Teori Baker mengatakan, jika aliran kerja suatu jadwal konstan, maka antrian yang mengurangi rata-rata waktu alir akan mengurangi rata-rata persediaan barang setengah jadi.
Mengurangi beberapa kelambatan pada pekerjaan yang mempunyai batas waktu penyelesaian sehingga akan meminimasi penalti cost (biaya kelambatan).
Membantu pengambilan keputusan mengenai perencanaan kapasitas pabrik dan jenis kapasitas yang dibutuhkan sehingga penambahan biaya yang mahal dapat dihindarkan. Pada
saat
merencanakan
suatu
jadwal
produksi,
yang
harus
dipertirnbangkan adalah ketersediaan sumber daya yang dimiliki, baik berupa tenaga kerja, peralatan. Prosesor atau pun bahan baku. Karena sumber daya yang dimiliki dapat berubah-ubah (terutarna operator dan bahan baku), maka penjadwalan dapat kita lihat merupakan proses yang dinamis. Dalam menunjang MPS, akan ada beberapa sub penjadwalan yang harus ditentukan kapan dapat dimulainya suatu pekerjaan dan kapan dapat diselesaikan.
18
2.5. Kriteria Keberhasilan Dalam Aktivitas Penjadwalan Ukuran keberhasilan dari suatu pelaksanaan aktivitas penjadwalan khususnya penjadwalan job shop adalah meminimasi kriteria-kriteria keberhasilan sebagai berikut: 1
Rata-rata waktu alir (mean flow time), akan mengurangi persediaan barang setengah jadi.
2
Rata-rata kelambatan (mean tardiness).
3
Jumlah persediaan.
4
Makespan, yaitu total waktu proses yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kumpulan job. Dimaksudkan untuk meraih utilisasi yang tinggi dari peralatan dan sumber daya dengan cara menyelesaikan seluruh job secepatnya.
5
Jumlah job yang terlambat, akan meminimasi nilai dari maksimum ukuran kelambatan.
6
Jumlah mesin yang menganggur. Kriteria di atas digunakan dalam industri untuk mengevaluasi kinerja scheduling. Pendekatan scheduling yang baik harus sederhana, jelas, mudah dipahami, mudah dilakukan, fleksibel, dan realistis. Dengan pertimbangan ini, tujuan scheduling adalah untuk mengoptimalkan penggunaan sumberdaya sedemikian rupa sehingga tujuan produksi dapat dicapai.
2.6.
Penjadwalan Berdasarkan Volume Produksi
2.6.1 Flow Shop Flow shop yaitu adalah proses penentuan urutan pekerjaan yang memiliki lintasan produk yang sama. Pada pola flow shop, operasi dari suatu job hanya
19
dapat bergerak satu arah, yaitu dari proses awal di mesin awal sampai proses akhir di mesin akhir dan jumlah tahapan proses umumnya sama dengan jumlah jenis mesin yang digunakan. Penjadwalan produksi merupakan aktivitas yang tak terpisahkan dengan aktivitas-aktivitas lain lantai produksi. Penjadwalan merupakan pengaturan jumlah dan tipe produksi yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu. Selain itu, penjadwalan juga berhubungan dengan waktu peggunaan fasilitas dan bahan material untuk pelaksanaan produksi. Penjadwalan produksi makin bertambah penting untuk pabrik yang menggunakan sistem make-to-order, yakni sistem produksi yang menggunakan acuan bahwa produk/barang baru dibuat jika ada order masuk. Sistem ini biasanya untuk produk/barang yang sangat unik (highly customized), yang jika perusahaan menyimpannya dalam inventory, tidak ada yg mau membelinya. Salah satu model yg dapat diterapkan dalam keadaan make-to-order ini adalah model penjadwalan flow-shop. Dalam penjadwalan flow-shop, ada sejumlah pekerjaan (job) yang tiap-tiap job memiliki urutan pekerjaan mesin yg sama. Terkadang, suatu penjadwalan bisa dimodelkan seabgai permasalahan penjadwalan flow shop apabila urutan pekerjaannya selaras. Urutan pekerjaan dikatakan selaras apabila urutan-urutan pekerjaan mesin tersebut dari satu job dengan job lainnya tidak ada yang memiliki urutan yang terbalik. Dalam problem ini, ada beberapa tujuan yang dapat dipertimbangkan, misalnya meminimumkan makespan (waktu terlama penyelesaian job-job tersebut), meminimumkan total waktu keterlambatan, dan lain sebagainya.
20
2.6.1.1. Tujuan Perencanaan Flow Shop 1
Mengkombinasikan beberapa aktifitas dengan persyaratan membutuhkan , keahlian, peralatan atau material sama.
2
Memenuhi persyaratan operasi, misalnya memisahkan aktifitas produksi yang berdebu denagn aktitas yang membutuhkan lingkungan bersih.
3
Membatasi pekerjaan yang dapat dilakukan di setiap stasiun kerja.
2.6.1.2. Proses Pada Flow Shop Karakteristik flow shop terlihat dari aliran yang satu arah. Proses pengerjaan pada mesin 2 didahului oleh pengerjaan proses sebelumnya yaitu pada mesin. Dalam hal ini, istilah ’mesin’ digunakan untuk menunjukkan tempat terjadinya pemrosesan job, misalnya mesin (mesin dalam arti yang sebenarnya), workstation, ataupun tempat proses job yang lain. 2.6.1.3. Tipe Dalam Flow Shop Flow Shop memiliki 3 tipe yaitu: 1
Small-Batch Line Flow, mempunyai semua karakter flow shop, tetapi tidak semua memproses produk yang sama secara terus menerus. Memproses beberapa produk dengan ukuran batch kecil, dengan kebutuhan setup per batch. Digunakan ketika biaya proses bisa dipertimbangkan, permintaan part rendah, dan non-diskrit. Contohnya adalah farmasi.
2
Large-Batch (Repetitive) Line Flow, memproduksi produk diskrit dalam volume besar tetapi tidak continues.
3
Continuous Line Flow merefer pada proses kontinu dari fluida, bedak, logam, dan lain-lain. Biasa digunakan pada industri gula, minyak, dan logam lainnya.
21
2.6.2. Job Shop Merupakan proses transformasi dimana produk dibuat atas dasar pesanan dalam jumlah tertentu. Setiap order dapat mempunyai urutan dari jumlah lot atau batch atau mesin yang berbeda. Dalam lantai produksi stasiun kerja dan departemen dikelompokkan berdasarkan fungsinya. Kerena setiap order dapat mempunyai urutan dari jumlah lot atau batch atau mesin yang berbeda, maka memungkinkan setiap stasiun kerja memproses beberapa item yang berbeda. Artinya bahwa pekerjaan diperbolehkan untuk diproses lebih dari satu kali pada mesin yang sama. Jika setiap mesin hanya dilalui satu kali, disebut aliran proses job shop murni dan sebaliknya disebut aliran proses job shop umum.
Penjadwalan pada proses produksi tipe job shop lebih sulit dibandingkan penjadwalan flow shop. Hal ini disebabkan oleh 3 alasan: 1. Job shop menangani variasi produk yang sangat banyak, dengan pola aliran yang berbeda-beda melalui pusat-pusat kerja. 2. Peralatan pada job shop digunakan secara bersama-sama oleh bermacammacam order dalam prosesnya, sedangkan peralatan pada flow shop digunakan khusus hanya untuk satu jenis produk. 3. Job-job yang berbeda mungkin ditentukan oleh prioritas yang berbeda pula. Hal ini mengakibatkan order tertentu yang dipilih harus diproses seketika pada saat order tersebut ditugaskan pada suatu pusat kerja. Sedangkan pada flow shop tidak terjadi permasalahan seperti diatas karena keseragaman output yang diproduksi untuk persediaan. Prioritas order pada flow shop dipengaruhi terutama pada pengirimannya dibandingkan tanggal pemrosesan.
22
2.6.3. Batch Shop Dalam kegiatan produksi, seringkali terdapat beberapa jenis produk dibuat dengan menggunakan fasilitas yang sama (umum). Misalnya, suatu perusahaan minuman memproduksi berbagai jenis minuman dengan menggunakan satu fasilitas yang sama secara bergantian, atau suatu pabrik sabun memproduksi berbagai jenis sabun pada unit produksi yang sama. Persoalan yang dihadapi ialah bagaimana melakukan penjadwalan produksi dan berbagai produk dengan menggunakan fasilitas yang dipakai secara bersama. Dalam situasi seperti ini, produk biasanya dibuat dalam suatu batch (tumpukan). Keputusan yang harus dilakukan adalah menentukan urutan pembuatan produk
dan
berapa
besar
kuantitas batch untuk
setiap
jenis
produk. Kuantitas batch -yang secara ekivalen dapat disamakan dengan panjang waktu untuk suatu production run- dan frekuensi produksi mempengaruhi tingkat persediaan dan biaya set-up. Biaya set-up terjadi setiap waktu dilakukan pergantian untuk pembuatan suatu produk baru. Semakin lama production run semakin banyak penyimpanan dan semakin sedikit biaya set-up. Sebaliknya, semakin pendek production run semakin sedikit biaya penyimpanan tetapi biaya set-up menjadi semakin besar. Kuantitas batch yang optimal dapat dihitung dengan menggunakan metode ukuran lot yang ekonomis (EOQ). Namun, apabila berbagai produk menggunakan fasilitas yang sama maka penggunaan EOQ dapat menjadi tidak optimal, ukuran lot perlu dimodifikasi karena urutan produk harus diperhitungkan.
23
2.7.
Hambatan-Hambatan Dalam Penjadwalan Untuk mencapai suatu kriteria penjadwalan tidaklah mudah. Hal ini
dikarenakan, pada pernjadwalan terdapat hambatan-hambatan penjadwalan yang menyebabkan suatu penjadwalan yang telah dilakukan dengan baik, namun tidak dapat diimplementasikan secara baik. Beberapa hambatan dalam penjadwalan diantaranya adalah: a. Keterlambatan kedatangan bahan baku. b. Kerusakan mesin atau peralatan. c. Produk yang dibuat merupakan produk pesanan, sehingga membutuhkan waktu penyesuaian untuk kegiatan produksi. d. Kecelakaan kerja. e. Hari libur menyebabkan kegiatan produksi tidak berjalan. f. Keterlambatan container untuk mengangkut produk yang telah jadi. g. Ketidak hadiran karyawan.
2.8.
Istilah-Istilah Pada Penjadwalan Berbagai istilah yang digunakan dalam penjadwalan adalah sebagai
berikut:
Waktu proses (processing time), i t Waktu proses merupakan estimasi lamanya waktu yang dibutuhkan mesin ke-k untuk menyelesaikan operasi ke-j dari pekerjaan (job) ke-i, yang terkadang didalamnya sudah tercakup waktu yang dibutuhkan untuk persiapan dan pengaturan mesin (waktu set up).
24
Waktu siap (ready time), R i Menunjukkan saat pekerjaan ke-i dapat dikerjakan (siap dijadwalkan)
Batas waktu penyelesaian (due date), d i Batas waktu yang diperbolehkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
Waktu menunggu (waiting time), W i Adalah waktu tunggu pekerjaan i dari saat pekerjaan siap dikerjakan sampai saat operasi pendahulu selesai.
Waktu penyelesaian (completion time), C i Adalah rentang waktu mulai dari awal (t=0) sampai pekerjaan i selesai dikerjakan.
Waktu tunggal (flow time), F i Adalah waktu antara saat dimana pekerjaan i telah siap untuk dikerjakan sampai pekerjaan selesai.
Makespan (Ms) Adalah jangka penyelesaian suatu penjadwalan (penjumlahan seluruh waktuproses). M s =C max
Keterlambatan (lateness), L i Adalah perbedaan antara completion time dengan due date, sehingga bisa (+)atau(-). Li = ci − di < 0 (negatif ): saat penyelesaian memenuhi batas Li = ci − di > 0 (positif ) : saat penyelesaian melampaui batas (tardyjob)
Kelambatan (tardiness), T i Adalah keterlambatan penyelesaian suatu pekerjaan dari saat due date.
25
T i = max {0, L i }: hanya melihat L yang > 0, dengan 1 ≤ i ≤ N
Slack Time (SL i ) Adalah waktu sisa yang tersedia bagi suatu pekerjaan (waktu proses–due date). Si = d i− ti
Delivery Date (di ) Adalah saat pengiriman job dari shop floor ke proses berikutnya atau ke konsumen.
Gantt Chart Merupakan peta visual yang menggambarkan loading (menggambarkan beban mesin) dan sequencing (menggambarkan urutan pemrosesan job dan menggambarkan saat mulai dan saat selesai suatu job).
2.9.
Metode-Metode Penjadwalan Metode penjadwalan Job shop secara garis besar dibedakan menjadi dua,
yaitu; metode penjadwalan dengan job shop loading dan job shop sequencing.
2.9.1. Job Shop Loading Job shop loading adalah bahwa kita harus memutuskan pada pusat-pusat kerja yang mana suatu job harus ditugaskan. Ketika order tiba pada suatu job shop, kegiatan pertama pada penjadwalan adalah menugaskan order tersebut pada bermacam-macam pusat kerja untuk diproses. Permasalahan loading menjadi lebih sederhana ketika suatu job tidak dapat dipisahkan. Meskpun hal ini sering terjadi, biasanya suatu industri sering dalam prakteknya melakukan pemisahan job dan menugaskan bagian-bagian terpisah dari job tersebut kepada pusat-pusat kerja
26
yang berbeda untuk meningkatkan utilitas sumber daya. Untuk permasalahan yang sederhana dimana kita mengasumsikan tidak ada pemisahan job , maka job shop loading dapat dibuat dengan mudah menggunakan Gantt Chart dan Assigment Methode. 2.9.1.1.
Pendekatan Gantt Chart
Gantt Chart merupakan alat peraga visual yang bermanfaat dalam loading dan scheduling. Nama ini didapatkan dari Hendry Gantt (akhir 1800-an). Gantt Chart menunjukan penggunaan sumberdaya , seperti work center dan tenaga kerja. Ketika digunakan dalam loading, Gantt chart menunjukan loading dan waktu luang pada beberapa department,mesin atau fasilitas. Gantt chart menunjukan beban kerja dalam sistem sedemikian rupa sehingga manajer mengetahui penesuaian apa yang sesuai. Sebagai contoh, ketika sebuah work center dibebani secara berlebihan, maka karyawan dari work center yang memiliki beban rendah dapat dipindahkan untuk sementara dapat meningkatkan jumlah tenaga kerja. Atau jika job yag sedang menunggu dapat diproses pada work center yang berbeda, maka beberapa job pada work center dengan beban tinggi dapat dipindahkan kepada work center yang memiliki beban rendah Contoh: Suatu perusahaan pembuat kipas angin menerima pesanan untuk membuat empat jenis kipas angin, sebut saja model A, B, C dan D, untuk keperluan tertentu. Proses produksi dan setiap jenis kipas angin berbeda urutan dan waktunya. Jadwal proses produksi dan pembebanan kerja untuk setiap pusat kerja dapat digambarkan dalam suatu bagan Gantt sebagai berikut.
27
waktu kosong yang direncanakan untuk perbaikan mesin atau
ruang kerja Gambar 2.2. Bagan Pembebanan Gantt Chart Gambar 3.2 dapat diketahui bahwa bengkel listrik memiliki beban yang penuh selama seminggu yang akan datang, sebaliknya bengkel cat memiliki tiga hari kerja yang kosong. Bengkel logam dan bengkel mesin masing - masing memiliki satu hari kosong dan satu hari kerja yang dijadwalkan untuk kegiatan pemeliharaan (maintenance) mesin atau ruang kerja. Penjadwalan dengan bagan Gantt dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu penjadwalan maju dan penjadwalan mundur.
Penjadwalan Maju Dalam penjadwalan maju (forward scheduling), pekerjaan dimulai
seawal mungkin sehingga pekerjaan biasanya selesai sebelum batas waktu
yang
dijanjikan (due
date).
Penjadwalan
maju
memiliki
konsekuensi terjadinya akumulasi persediaan sampai hari pekerjaan itu diperlukan pada pusat kerja berikutnya. Teknik ini mengasumsikan bahwa pengadaan material dan operasi dimulai segera setelah pesanan diterima. Penjadwalan maju banyak digunakan dalam perusahaan dimana operasi dibuat berdasarkan pesanan dan pengiriman biasanya dilakukan segera setelah pekerjaan selesai.
28
Penjadwalan Mundur Dalam penjadwalan mundur ( backward scheduling) , berlawanan
dengan penjadwalan maju, kegiatan operasi yang terakhir dijadwalkan Iebih dulu, yang selanjutnya secara berturut-turut ditentukan jadwal untuk kegiatan sebelumnya satu persatu secara mundur. Akhirnya dengan mengetahui waktu tenggang dalam pengadaan barang (lead time), dapat ditentukan kapan saat dimulainya operasi. Melalui penugasan pekerjaan selambat mungkin, metode ini dapat meminimalkan persediaan karena pekerjaan baru selesai pada saat pekerjaan itu dipenlukan pada stasiun kerja berikutnya. Namun, penggunaan metode ini harus disertai dengan perencanaan dan estimasi waktu tenggang
yang
akurat, tidak
terjadi break down selama proses maupun perubahan due date yang lebih cepat. Contoh penjadwalan secara maju dan mundur dijelaskan lebih lanjut berikut ini. Contoh: Suatu perusahaan mendapat pesanan 2 pekerjaan, A dan B, yang keduanya diproses dengan menggunakan fasilitas mesin yang sama. Perusahaan mi menggunakan aturan first come first serve sehingga pekerjaan A yang datang lebih dulu mendapat prionitas untuk diselesaikan Iebih dulu. Kedua pekerjaan dijadwalkan harus selesai dalam waktu 10 hari. Saat ini tidak ada pekerjaan dalam proses sehingga semua fasilitas dapat digunakan untuk mengerjakan kedua pekerjaan itu. Tabel berikut menunjukkan urutan proses yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan A dan B, serta waktu proses yang diperlukan
29
pada tiap mesin. Penjadwalan maju dan penjadwalan mundur dari pekerjaan A dan B digambarkan sebagai berikut. Gambar 3.3. Penjadwalan Maju dan Penjadwalan Mundur Pada penjadwalan maju, proses kegiatan dimuai dengan mengerjakan pekerjaan A pada mesin 1 selama dua hari, dilanjutkan pada mesin 2 seama tiga an dan pada mesin 3 selama satu hari.Pekerjaan B baru dapat dimulai pada hari ke-3 karena harus menunggu sampai A selesai diproses di mesin 1, kemudian dianjutkan ke mesin 3 pada han ke-7 dan diteruskan ke mesin 2 pada han ke-8. ekerjaan B mengalami penundaan seiama satu han sebelum diproses di mesin 3 dalam waktu 10 hari. Saat in tidak ada pekerjaan dalam proses sehingga semua fasilitas dapat digunakan untuk mengerjakan kedua pekerjaan itu. Tabel berikut menunjukkan urutan proses yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan A dan B, serta waktu proses yang diperlukan pada tiap mesin. Tabel 2.1. Data mesin dan waktu untuk pekerjaan A dan B
Pekerjaan A
Urutan Proses 1 2 3
Pekerjaan B Waktu Mesin Waktu (jam) Mesin (jam) A 2 A 3 B 3 C 1 C 1 B 2
a). Penjadwalan Maju Hari ke 1 2 3 4 5 Mesin 1 Mesin 2 Mesin 3 →Arah Penjadwalan
6
7
8
9
10
30
b). Penjadwalan Mundur Hari ke 1 2 3 4 5 Mesin 1 Mesin 2 Mesin 3 Keterangan :
6
7
8
9
10
Arah Penjadwalan← Pekerjaan A
Pekerjaan B Gambar 2.3. Penjadwalan Maju dan Penjadwalan Mundur Pada penjadwalan maju, proses kegiatan dimulai dengan mengerjakan pekerjaan A pada mesin 1 selama dua hari, dilanjutkan pada mesin 2 selama tiga han dan pada mesin 3 selama satu hari. Pekerjaan B baru dapat dimulai pada han ke-3 karena harus menunggu sampai A selesai diproses di mesin 1, kemudian dilanjutkan ke mesin 3 pada han ke-7 dan diteruskan ke mesin 2 pada hari ke-8. Pekerjaan B mengalami penundaan selama satu han sebelum diproses di mesin 3 karena memberikan prioritas kepada A untuk diproses Iebih dulu. Pekerjaan A selesai dalam enam hari sedang B selesai dalam tujuh hari. Pada penjadwalan mundur, perencanaan dimulai pada hari ke-l0 kemudian mundur menuju saat sekarang. Kedua pekerjaan berakhir pada mesin yang berbeda sehingga perencanaan dapat dilakukan secara simultan, yaitu A pada mesin 3 dan B pada mesin 2. Secara berturut-turut A diproses mulai akhir hari ke-l0 mundur selama satu hari pada mesin 3 kemudian tiga han pada mesin 2 dan dua hari pada mesin 1. Sedangkan pekerjaan B diproses selama satu han pada mesin 2, kemudian ditunda sementara untuk memberikan prioritas kepada A untuk selesai diproses pada mesin 2, baru dilanjutkan selama satu hari lagi pada mesin yang
31
sama. kemudian satu hari pada mesin 3 dan tiga hari pada mesin 1. Secara keseluruhan jadwal menunjukkan bahwa A dimulai pada awal hari ke-5 sejak saat ini dan B dimulai pada awal han ke-2 sejak saat ini. Kedua pekerjaan selesai tepat pada saat due date. Dapat dilihat di sini bahwa pada penjadwalan maju kelebihan persediaan terakumulasi. Pekerjaan A selesai empat hari sebelum due date, sedangkan B selesai satu han lebih cepat. Meskipun kelemahan dan metode penjadwalan maju mi berupa menumpuknya persediaan dalam proses (work-in-process inventories), cara ini mudah dilakukan dan pekerjaan secara keseluruhan dapat selesai lebih cepat dibandingkan cara penjadwalan mundur. Dalam penjadwalan mundur, pekerjaan B selesai dalam waktu yang lebih lama yaitu sembilan hari. Penjadwalan mundur banyak digunakan pada industri perakitan dan umumnya memiliki persediaan dalam proses yang lebih rendah dibandingkan pada penjadwalan maju. 2.9.1.2
Pendekatan Assigment Mencakup proses penugasan tugas atau job pada sumberdaya. Penugasan
job pada mesin. Tujuan yang paling sering adalah untuk meminimasi biaya total atau waktu yang diperlukan untuk melaksanakan tugas yang ada. Satu karakteristik permasalahan penugasan yang penting adalah bahwa terdapat hanya satu job (atau pekerja) yang ditugaskan untuk satu mesin (atau proyek). Setiap masalah penugasan menggunakan sebuah tabel. Angka-angka dalam tabel adalah waktu atau biaya yang berkaitan dengan tugas tertentu. Contoh:
32
Jika First Printing memiliki tiga karyawan typesetter yang tersedia (A, B, dan C) dan tiga job baru yang harus diselesaikan, maka tabelnya mungkin akan tampak sebagai berikut. Nilai dollar mewakili perkiraan perusahaan akan biaya untuk menyelesaikan job yang akan diselesaikan oleh setiap karyawan typesetter. Tabel 2.2. Penugasan First Printing
Assignment
Job R-34 S-66 T-50 method
Typesetter A B C $ 11 $ 14 $6 $8 $ 10 $ 11 $9 $ 12 $7 mencakup penambahan dan pengurangan angka-
angka yang sesuai dalam tabel untuk menemukan biaya peluang yang paling rendah untuk setiap tugas. Terdapat empat step yang ditempuh: 1. Kurangi semua angka pada baris dengan angka terkecil yang terdapat pada baris tersebut dan kemudian, dari matriks yang dihasilkan, kurangi angka yang paling kecil dalam kolom tersebut. Step ini memiliki tujuan untuk mengurangi angka dalam tabel sehingga tampak serangkaian angka nol, yang berarti biaya peluang sama dengan nol. Walaupun angka-angka berubah, soal pengurangan ini sama dengan yang sebelumnya, dan solusi yang sama akan optimal. 2. Gambarkan garis lurus horisontal dan vertikal seminimal mungkin untuk mencoret semua angka nol dalam tabel. Jika jumlah garis sama dengan jumlah baris atau jumlah kolom yang dimiliki oleh tabel, maka penugasan yang optimal telah ditemukan (lihat step 4). Jika jumlah garis kurang dari jumlah baris atau kolom, maka lanjutkanlah pada step ke tiga.
33
3. Kurangi setiap angka yang tidak tercoret dalam tabel dengan angka terkecil yang ditemukan yang juga tidak tercoret oleh garis. Tambahkan angka yang sama kepada angka yang ditutupi oleh dua garis. Jangan mengubah angka yang hanya tercoret oleh satu garis. Kembali ke step 2 dan teruskan hingga penugasan yang optimal ditemukan. 4. Penugasan yang optimal akan selalu berada pada nilai nol pada tabel. Salah satu cara yang sistematis untuk membuat sebuah penugasan yang sah adalah memilih sebuah kolom atau baris yang berisi hanya satu kotak nol. Penugasan dapat dilakukan pada kotak tersebut, dan kemudian gambarkan garis melalui kolom dan baris tersebut. Penugasan telah dibuat, dan lanjutkan prosedur hingga setiap orang atau mesin sudah ditugaskan pada satu job. Contoh: Merujuk pada tabel biaya yang telah ditunjukkan. Penugasan job dengan biaya total minimal job typesetter didapatakan dengan cara menerapkan step 1 hingga 4. Step 1: Dengan menggunakan tabel yang sebelumnya, kurangi semua angka dalam baris dengan angka terkecil yang terdapat dalam baris tersebut. Hasilnya ditunjukkan di bawah. Tabel 2.3. Step 1 Job Typesetter R-34 S-66 T-50
A
B
C
5 0 2
8 2 5
0 3 0
34
Step 2: Dengan menggunakan tabel sebelumnya, kurangi semua angka dalam kolom dengan angka terkecil yang terdapat dalam kolom tersebut. Hasilnya ditunjukkan pada tabel di bawah. Tabel 2.4. Step 2 Job Typesetter R-34 S-66 T-50
A
B
C
5 0 2
6 0 3
0 3 0
Step 3: Gambarkan garis lurus horisontal dan vertikal seminimal mungkin yang diperlukan untuk menutupi semua angka nol. Karena dua garis sudah cukup untuk menutupi semua angka nol yang ada, maka solusi belum optimal. Tabel 2.5. Step 3 Job A B C Typesetter 5 6 0 R-34 0 0 3 S-66 2 5 0 T-50 Angka terkecil yang tidak tertutupi Step 4: Kurangi semua angka dalam tabel dengan angka terkecil dari angka yang tidak tertutup garis (dalam tabel ini bernilai 2) dan menambahkannya ke angka yang ditutupi oleh dua garis. Tabel 2.6. Step 4 Job Typesetter R-34 S-66 T-50
A
B
C
3 0 0
4 0 1
0 5 0
35
Kembali ke step 2. Coret lagi nilai nol dengan garis lurus. Karena dibutuhkan tiga garis, maka penugasan yang optimal sudah ditemukan (lihat step 4). Tugaskan R-34 ke C, S-66 ke B, dan T-50 ke A. Dengan mengacu pada tabel biaya awal, maka terlihat bahwa: Biaya minimal = $6+ $10+ $9= $25 Catatan: Jika S-66 telah ditugaskan ke A, T-50 tidak dapat ditugaskan lagi pada lokasi yang bernilai nol. Permasalahan penugasan berisi maksimasi laba, efektivitas, atau pemberian imbalan dari penugasan orang kepada tugas tertentu atau job kepada mesin. Sangat mudah untuk menjadikan masalah ini menjadi soal minimasi dengan cara mengubah setiap angka dalam tabel menjadi sebuah peluang kerugian. Untuk mengubah sebuah masalah maksimasi menjadi masalah minimasi yang sama, setiap angka dalam tabel dikurangi dengan angka yang terbesar dalam tabel tersebut. Kemudian step 1 dari assignment method empat step dilanjutkan. Hal ini menunjukkan bahwa meminimasi peluang kerugian menghasilkan solusi penugasan yang sama dengan permasalahan maksimasi sebelumnya.
2.9.2. Job Shop Sequencing Istilah penjadwalan dapat diartikan sebagai proses penentuan waktu mulai dan selesainya tugas. Sementara pengurutan (sequencing) mencakup penentuan urutan pekerjaan yang diproses. Dalam praktek, perbedaan ini mungkin tidak terlalu kelihatan, penjadwalan sering kali sudah mencakup waktu dan urutan pekerjaan. Pengurutan menentukan urutan pekerjaan yang harus dikerjakan pada suatu pusat kerja. Misalnya, terdapat 5 jenis pekerjaan yang akan diproses.
36
Pekerjaan mana yang harus dikerjakan lebih dulu, apakah yang lebih dulu datang atau yang paling cepat selesai. Terdapat beberapa aturan dalam pengurutan, setiap urutan tentunya mempunyai pengaruh yang berbeda, baik terhadap kecepatan selesainya pekerjaan maupun terhadap faktor seperti tingkat rata-rata persediaan, biaya set-up maupun rata-rata keterlambatan pekerjaan. Urutan yang dipilih tentu harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai. Beberapa aturan prioritas yang umum sebagai berikut: • FCFS (first come first safe), pekerjaan yang datang lebih awal pada suatu pusat kerja akan dikerjakan lebih dulu. Aturan ini banyak digunakan pada bank,supermarket, kantor pos, dan sebagainya. • SPT (shortest processing time), pekerjaan yang paling cepat selesainya mendapat prioritas pertama untuk dikerjakan lebih dulu. Cara ini sering kali diterapkan bagi perusahaan perakitan atau jasa. •
EDD (earliest due date), pekerjaan yang harus selesai paling awal dikerjakan terlebih dulu.
Disamping ketiga aturan prioritas tersebut, dikenal juga beberapa cara, antara
lain Critical
Ratio(CR) dan Slack
Time
Remaining
Per
Operation(STR/OP). Dalam Critical Ratio (CR), CR dihitung dengan cara mencari rasio dari tanggal jatuh tempo dikurangi dengan hari ini, kemudian dibagi dengan jumlah hari pengerjaan yang masih tersisa, pesanan atau job diurutkan berdasarkan waktu CR yang terpendek. Sementara dalam Slack Time Remaining Per Operation (STR/OP), dihitung dengan cara mencari selisih antara waktu yang masih tersisa sebelum jatuh tempo setelah dikurangi dengan waktu pengerjaan
37
yang masih tersisa kemudian dibagi dengan nomor operasinya, maka pesanan diurutkan berdasarkan STR/OP yang terpendek (Haming, 2007). Sebelum masuk ke dalam penyusunan pengurutan pekerjaan, berikut ini beberapa terminologi yang dipakai:
Lama proses menunjukkan waktu yang diperlukan untuk memproses pekerjaan itu sampai selesai.
Waktu selesai menunjukkan total waktu suatu pekerjaan berada pada sistem. Waktu selesai ini mencakup lama proses ditambah dengan waktu menunggu sampai pekerjaan yang bersangkutan mendapat giliran diproses.
Jadwal selesai (due date) merupakan batas waktu yang diharapkan pekerjaan yang bersangkutan telah selesai diproses (jatuh tempo), yaitu berapa hari sejak pekerjaan masuk kedalam sistem.
Keterlambatan menunjukkan jumlah hari keterlambatan dan batas yang diharapkan selesai, yaitu perbedaan antara waktu selesai dan jadwal selesai.
Rata-rata
waktu
penyelesaian
pekerjaan (average
completion
time), dihitung dan jumlah waktu selesai semua pekerjaan dibagi dengan jumlah pekerjaan. Rata-rata waktu penyelesaian yang rendah dapat memperkecil jumlah persediaan dalam
proses
yang
pada
akhirnya dapat mempercepat pelayanan.
Rata-rata waktu keterlambatan (average job lateness), dihitung dan jumlah hari keterlambatan dibagi dengan jumlah pekerjaan. Rata-rata
38
keterlambatan yang rendah menunjukkan waktu pengiriman (delivery time) yang lebih cepat
Rata-rata jumlah pekerjaan pada sistem (pusat kerja) adalah rata-rata jumlah pekerjaan dalam sistem (baik yang sedang menunggu maupun sedang diproses dan awal sampai pekerjaan terakhir selesai diproses.
Contoh CV Maart memiliki
lima pekerjaan yang akan diproses dengan
menggunakan suatu pusat kerja yang sama. Data waktu proses dan kapan pekerjaan yang bersangkutan harus selesai ditunjukkan dalam tabel berikut ini. Di asumsikan kedatangan pekerjaan secara berturut-turut adalah A, B, C, D dan E. Tabel 2.7. Data Pekerjaan Pekerjaan
Waktu Proses
Batas Waktu
A
10
15
B
6
10
C
11
21
D
12
18
E
9
16
Pengurutan pekerjaan berdasarkan beberapa aturan prioritas dijelaskan dalam Tabel 2.8 sampai dengan Tabel 2.10 berikut ini: Tabel 2.8. Pengurutan Berdasarkan Metode FCFS
Urutan pekerjaan (kedatangan) A B C D E Jumlah
Waktu Completion Proses Time (hari) 10 6 11 12 9 48
10 16 27 39 48 140
Batas Keterlambatan Waktu 15 10 21 18 16
0 6 6 21 32 65
39
Rata-rata waktu penyelesaian pekerjaan
= 140/5 = 28 hari
Rata-rata waktu keterlambatan (Utilisasi)
= 65/5= 13 hari
Rata-rata jumlah pekerjaan dalam sistem
= 140/48 = 2,91 job
Tabel 2.9. Pengurutan Berdasarkan Metode SPT Urutan pekerjaan
Waktu Proses
Completion Time (hari)
Batas Waktu
Keterlambatan
B E A C
6 9 10 11
6 15 25 36
10 16 15 21
0 0 10 15
D
12
48
18
30
Jumlah
48
130
55
Rata-rata waktu penyelesaian pekerjaan
= 130/5 = 26 hari
Rata-rata waktu keterlambatan (Utilisasi)
= 55/5 11 hari
Rata-rata jumlah pekerjaan dalam sistem
= 130/48 = 2,7 job
Tabel 2.10. Pengurutan Berdasarkan Metode EDD Urutan pekerjaan
Waktu Proses
Completion Time (hari)
Batas Waktu
B E A C D Jumlah
6 9 10 11 12 48
6 16 25 37 48 132
10 15 16 18 21
Keterlambatan 0 1 9 19 27 56
Rata-rata waktu penyelesaian pekerjaan
= 132/5 = 26,4 hari
Rata-rata waktu keterlambatan (Utilisasi)
= 56/5
Rata-rata jumlah pekerjaan dalam sistem
= 132/48 = 2,75 job
= 112 hari
Dan hasil pengurutan tersebut, diketahui perbedaan yang ada dan penggunaan aturan prioritas pengurutan. Dan ketiga aturan tersebut, SPT membenikan rata-rata Penyelesaian pekerjaan yang paling cepat dan rata-rata
40
keterlambatan yang paling rendah. Hal ini tidak terjadi secara kebetulan dalam contoh ini tetapi SPT memang selalu superior dibandingkan aturan prioritas pengurutan yang lain. Kelemahan metode SPT adalah pekerjaan yang memiliki waktu proses terlama akan ditempatkan pada urutan terakhir. Hal ini tentunya dapat merugikan pemberi order yang bersangkutan apalagi kalau yang bersangkutan sebetulnya datang lebih awal. Meskipun secara keseluruhan cara ini menguntungkan perusahaan, karena semua pekerjaan akan selesai dalam waktu yang lebih pendek. Dalam menentukan urutan, tentunya perusahaan harus mengikuti aturan prioritas yang telah ditetapkan. Perusahaan tidak selalu dapat menggunakan cara seperti ini misalnya, antrian pembayaran di pasar swalayan selalu menggunakan aturan FCFS akan menjadi masalah kalau tiba-tiba petugas menerapkan konsep SPT. Meskipun FCFS tidak memberikan rata-rata penyelesaian yang tercepat, aturan ini adil bagi pelanggan, dan merupakan suatu hal yang penting dipertimbangkan dalam kaitannya dengan pelayanan.