BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Bank Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak (Kasmir, 2002; 23). Sebagai lembaga keuangan, kegiatan bank sehari-harinya tidak akan terlepas dari bidang keuangan. Kegiatan pihak perbankan secara sederhana dapat dikatakan adalah menghimpun dana dan menyalurkan dana kepada masyarakat umum. Adapun kegiatan-kegiatan perbankan yang ada di Indonesia dewasa ini adalah: 1.
Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito.
2.
Menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit investasi, kredit modal kerja maupun kredit perdagangan.
3.
Memberikan jasa-jasa bank lainnya. Dalam praktek perbankan di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis
perbankan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Berdasarkan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 jenis-jenis perbankan dapat ditinjau dari berbagai segi yaitu: 1. Dilihat dari Segi Fungsinya a.
Bank Umum
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Begitu pula dengan wilayah operasinya dapat dilakukan di seluruh wilayah. Bank umum juga sering disebut bank komersil (commercial bank). b.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya di sini kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum.
2.
Dilihat dari Segi Kepemilikan Ditinjau dari segi kepemilikan maksudnya adalah siapa saja yang memiliki bank tersebut. Kepemilikan ini dapat dilihat dari akte pendirian dan penguasaan saham yang dimiliki bank yang bersangkutan.
3.
Jenis bank dilihat dari segi kepemilikan tersebut adalah: a. Bank Milik Pemerintah Bank milik pemerintah yaitu bank yang baik akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah pula. Contoh: BRI, BNI, BTN dan BPD.
b. Bank Milik Swasta Nasional Bank jenis ini merupakan bank yang seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akte pendiriannya didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya untuk keuntungan swasta pula. Contoh: Danamon, Bank Niaga, BCA, Muamalat dan sebagainya. c. Bank Milik Koperasi Kepemilikan saham-saham pada bank ini dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Contoh : Bank Umum Koperasi Indonesia. d. Bank Milik Asing Bank milik asing merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Contoh: ABN AMBRO Bank, City Bank, Hongkong Bank, Bangkok Bank dan sebagainya. 4. Dilihat dari Segi Status Status ini menunjukkan ukuran kemampuan bank dalam melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal maupun kualitas layanannya. Status bank yang dimaksud adalah : a. Bank Devisa Bank devisa merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi keluar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing. Contoh: transfer ke luar negeri, pembukaan dan pembayaran letter of credit serta transaksi lainnya.
b. Bank Non Devisa Merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa. 5. Dilihat dari Segi Harga Jenis bank jika dilihat dari segi atau caranya dalam menentukan harga baik harga jual maupun harga beli terdiri dari : a. Bank yang berdasarkan prinsip konvensional. b. Bank yang berdasarkan prinsip syariah. 2.2. Bank Umum dan Jenis Kegiatan Usahanya Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Hal ini menunjukkan bahwa bank umum menjalankan usaha di bidang jasa yang bersifat umum meliputi seluruh jasa perbankan, sebagai lembaga keuangan, dalam menjalankan usahanya di bidang jasa yang bersifat umum meliputi seluruh jasa perbankan sebagai lembaga keuangan. Bank umum menerapkan dua cara dalam menjalankan usahanya di bidang jasa perbankan, yaitu : a. Bank Konvensional Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia merupakan bank yang berorientasi pada prinsip konvensional. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia, dimana asal mula bank di Indonesia dibawa oleh bangsa Belanda.
Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabahnya, bank konvensional menggunakan dua metode yaitu: 1. Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga untuk produk pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. Penentuan harga ini dikenal dengan istilah spread based. Apabila suku bunga simpanan lebih tinggi dari suku bunga pinjaman maka dikenal dengan nama negative spread (Kasmir, 2002; 38). 2. Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak perbankan Barat menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau persentase tertentu. Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based. b. Bank yang berdasarkan Prinsip Syariah Bank yang berdasarkan prinsip syariah yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah. Pada dasarnya ketiga fungsi utama perbankan (menerima titipan dana, meminjamkan uang dan jasa pengiriman uang) adalah boleh dilakukan, kecuali bila dalam melaksanakan fungsi perbankan yang dilarang syariah. Dalam praktik perbankan konvensional yang dikenal saat ini, fungsi tersebut dilakukan berdasarkan sistem bunga. Bank konvensional memang tidak serta merta identik dengan riba, namun
kebanyakan praktik bank konvensional dapat digolongkan sebagai transaksi riba (Rodoni dan Hamid, 2007; 14). 2.3. Pengertian Bank Syariah Pada umumnya yang dimaksud dengan bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa dalam lalulintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsipprinsip syariah (Heri Sudarsono, 2004). Mudrajad Kuncoro (2002) mendefinisikan bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam yaitu mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang ada dalam Al-Quran dan Al-Hadits. Dengan mengacu kepada Al-Quran dan Al-Hadits, maka bank syariah diharapkan dapat menghindari kegiatan-kegiatan yang mengandung unsur-unsur riba dan bertentangan dengan syariat Islam. Syaikh Mahmud Syalthut mengatakan bahwa syariah adalah peraturan dan hukum yang telah digariskan oleh Allah SWT untuk dipatuhi oleh kaum muslimin. Syariah ini merupakan salah satu penghubung antara Allah dengan umat manusia, maka jelas bahwa bank syariah merupakan bank yang berdasarkan aturan-aturan yang ada pada Syariah Islam. Prinsip utama yang diikuti oleh bank syariah adalah : 1. Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi 2. Melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan perolehan 3. Memberikan zakat. 2.3.1. Fungsi dan Peran Bank Syariah Dalam pembukaan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Institution (AAOIFI) dijelaskan tentang fungsi dan peran bank syariah (Syafi’i : 2009), sebagai berikut :
1. Manager investasi, bank syariah dapat mengelola investasi dan nasabah. 2. Investor bank syariah, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimiliki maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya. 3. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank syariah dapat melakukan
kegiatan-kegiatan
dan
jasa-jasa
layanan
perbankan
sebagaimana lazimnya. 4. Pelaksanaan kegiatan sosial sebagai ciri yang melekat pada identitas keuangan syariah,
bank
Islam juga memiliki kewajiban untuk
mengeluarkan dan mengelola (menghimpun, mengadministrasikan dan mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainnya. 2.3.2. Tujuan Bank Syariah Beberapa tujuan bank syariah diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi agar tidak terjadi kesenjangan yang besar antara pemilik modal (shahibul maal) dengan pihak yang membutuhkan modal (mudharib). 2. Meningkatkan kualitas hidup umat dengan membuka peluang berusaha lebih besar terutama kelompok miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif menuju terciptanya kemandirian usaha. 3. Menanggulangi masala kemiskinan,berupa pembinaan nasabah yang lebih menonjol sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap, seperti program pembinaan pengusaha produsen, pembianaan konsumen, pengembangan modal kerja dan pengembangan usaha bersama.
4. Menyelamatkan ketegantungan umat Islam terhadap non syariah (konvensional) 2.4. Perbedan Bank Syariah dengan Bank Konvensional Tabel 2.1. Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah NO
ITEM
BANK KONVENSIONAL
BANK SYARIAH
1.
Bunga
Berbasis bunga
Berbasis sharing
2.
Resiko
Anti risk
Risk sharing
3.
Operasional
Beroperasi dengan Pendekatan sektor Beroperasi dengan pendekatan keuangan, tidak terkait langsung sektor riil dengan sektor riil
4.
Produk
Produk tunggal (kredit)
5.
Pendapatan
Pendapatan yang diterima
6.
Negative Spread
Mengenal negative Spread
Tidak spread
7.
Dasar Hukum
Bank Indonesia dan pemerintah
Al-quran, sunnah, fatwa ulama, Bank Indonesia dan pemerintah
8.
Falsafah
Berdasarkan atas bunga (riba)
Tidak berdasarkan bunga (riba), spekulasi (maisir) dan ketidak jelasan (gharar)
9.
Operasional
-Dana masyarakat (dana pihak -Dana masyarakat (dana pihak ketiga/DPK) berupa titipan simpanan ke tiga/DPK) berupa titipan yang harus dibayar bunganya pada saat (wadiah dan investasi jatuh tempo (mudharabah) yang baru akan -Penyaluran dana pada sektor yang mendapatkan hasil jika menguntungkan, aspek halal tidak ‘diusahakan’terlebih dahulu menjadi pertimbangan agama -Penyaluran dana (financing)
revenue/profit
loss
Multi produk (jual beli, bagi hasil, jasa)
Pendapatan yang diterima deposan terkait langsung deposan tidak terkait dengan dengan pendapatan yang pendapatan yang diperoleh bank dari diperoleh bank dari pembiayaan kredit Mengenal
negative
Pada usaha yang halal dan menguntungkan 10.
Aspek sosial
Tidak diketahui secara tegas
Dinyatakan secara eksplisit dan tegas yang tertuang dalam visi dan misi
11.
Organisasi
Tidak memiliki syariah (DPS)
dewan
pengawas Harus memiliki pengawas syariah
dewan
12.
Uang
Uang adalah komoditi selain sebagai Uang bukanlah komoditi tetapi alat pembayaran hanyalah alat pembayaran
Sumber : Rodoni dan Hamid (2008).
2.5. Prilaku Konsumen, Faktor yang Mendorong Keputusan Membeli Bervariasinya jumlah penawaran memberikan dorongan kepada konsumen untuk menentukan sikap dalam menentukan keputusan membeli yang sesuai dengan keinginannya. Pengalaman dan pengaruh dari orang lain akan sangat mempengaruhi masyarakat di dalam prilakunya. Adapun maksud dari prilaku konsumen adalah proses seorang pelanggan dalam membuat keputusan membeli, juga menggunakan dan membuang barang-barang dan jasa yang di beli, juga termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian dan penggunaan produk dan jasa. (Lamb, Hair dan Mcdaniel, 2001). Prilaku yang dimaksud sebagai prilaku konsumen akhir. Konsumen akhir ialah baik individu maupun rumah tangga yang berinteraksi dinamis antara afeksi dan kognisi, prilaku dan lingkungannya dimana manusia melakukan pertukaran dalam hidup mereka, dengan membeli produk atau jasa untuk konsumsi personal. (Kotler, 1999 dan Stiadi, 2003). Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan unsur-unsur prilaku konsumen adalah sebagai berikut : 1. Prilaku konsumen menyoroti prilaku individu. 2. Prilaku
konsumen
menyakut
proses
keputusan
memakai
dan
menghabiskan produknya. 3. Mengetahui prilaku konsumen meliputi prilaku yang dapat diamati kapan, dengan siapa, oleh siapa dan bagaimana barang yang telah dibeli dikonsumsi, juga termasuk variable-variabel yang tidak dapat diamati
seperti nilai-nilai yang diinginkan konsumen, kebutuhan pribadi, persepsi dan bagaimana mereka mengevaluasi alternatif dan apa yang mereka rasakan tentang kepemilikan dan penggunaan produk yang bermacammacam. Konsumen yang termotivasi siap untuk bertindak dalam hal melakukan pembelian. Tindakan tersebut dipengaruhi oleh persepsinya mengenai situasi dan setiap individu menerima, mengatur dan menginterpretasiakan informasi dengan cara masing-masing. Melalui tindakan dan pembelajaran, orang mendapat keyakinan dan sikap yang kemudian mempengaruhi prilaku pembelian. Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dipertahankan seseorang mengenai sesuatu. Sikap menggambarkan penilaian ognitif yang baik maupun tidak baik, perasaan-perasaan emosional dan kecendrungan berbuat yang bertahan selama waktu tertentu terhadap obyek dan gagasan. Setiap orang mempunyai sikap terhadap sesuatu seperti agama, kebutuhan dan sebagainya. 2.6. Tahap-Tahap dalam Proses Keputusan Membeli Setiadi (2003) menyatakan bahwa “ada lima tahpan yang dilalui konsumen dalam proses pembelian suatu jasa atau produk yang diinginkannya yaitu mulai dari pengenalan produk, pencarian informasi, penilaian alternatif, keputusan pembelian, dan terkhir adalah prilaku setelah pembelian”. Jelasnya proses keputusan pembelian dapat dilihat dari gambar berikut ini : Gambar 2.1 Proses pengambilan Keputusan Pembelian Pengenalan kebutuhan
Pencarian informasi
Sumber : Setiadi (2003)
Penilaian alternatif
Keputusa membeli
Prilaku setelah pembelian
Berdasarkan gambar tersebut dapat dijelaskan proses pengambilan keputusan pembelian sebagai berikut : 1. Pengenalan produk yaitu proses dimulainya saat memilih barang atau jasa dengan menyadari adanya banyak pilihan dalam memperoleh kebutuhan yang diinginkan. 2. Pencarian informasi adalah melakukan pecarian informasi sebanyak mungkin yang dibutuhkan yang berhubungan dengan kebutuhan yang diharapkan atau diinginkan. Tingkatan pencarian ini dibagi menjadi dua tingkat. Tingkat pertama adanya perhatian yang meningkat dan yang kedua adalah pencarian informasi secara aktif yang dilakukan dengan mencari dari segala sumber. 3. Penilaian alternatif yaitu konsumen memproses informasi tentang pilihan mereka untuk membuat keputusan akhir. Konsumen akan mencari manfaat tertentu dan selanjutnya melihat kepada atribut dari produk atau jasa. 4. Keputusan membeli yaitu pada tahap ini konsumen menyusun merekmerek dalam himpunan pilihan serta membentuk niat pembelian dan akan menjatuhkan pilihan dengan apa yang ia sukai. 5. Prilaku setelah pembelian yaitu konsumen akan mengalami dua hal yaitu akan mengalami tingkat kepuasan dan atau ketidakpuasan sama sekali. Proses pengambilan keputusan konsumen tidak biasa terjadi dengan sendirinya, sebaliknya masalah kebudayaan, sosial, individu dan psikologi secara kuat mempengaruhi proses keputusan tersebut. Menurut Lamb, Hair dan Mcdaniel (2001) menyatakan bahwa prilaku konsumen dalam mengambil keputusan pembelian dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, individu, dan faktor psikologis.
a.
Faktor Budaya Budaya merupakan karakter yang penting dari suatu sosial yang membedakan dari kelompok kultur yang lainnya. Elemen yang perlu digarisbawahi atas setiap kultur nilai, adat, dan norma yang mempertajamprilaku atas kultur, sebaik benda-benda yang dimliki, atau produk-produk dari prilaku seperti mereka yang mewariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
b.
Faktor Sosial Kebanyakan konsumen lebih suka mencari pendapat (opini) orang lain untuk mengurangi usaha pencarian dan evaluasi atau ketidakpastian, terutama ketika resiko yang diperkirakan atas keputusan meningkat. Secara khusus, konsumen berinteraksi sosial dengan kelompok yang memberikan pengaruh, pemimpin opini, dan anggota keluarga untuk memperoleh informasi atas produk dan persetujuan keputusan.
c.
Faktor Individu Keputusan seseorang untuk membeli juga dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis : persepsi, motivasi, pembelajaran, dan kepercayaan serta sikap. Faktor-faktor tersebut adalah hal yang digunakan oleh konsumen dalam berinteraksi. Faktor-faktor tersebut juga merupakan alat bagi konsumen untuk mengenali perasaan mereka, mengumpulkan dan menganalisis informasi, merumuskan pikiran dan pendapat (opini) dan mengambil tindakan.
d.
Faktor psikologis Keputusan seseorang untuk membeli juga dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis : persepsi, motivasi, pembelajaran, dan kepercayaan serta sikap. Faktor-faktor tersebut adalah hal yang digunakan oleh konsumen dalam berinteraksi. Faktor-faktor tersebut juga merupakan alat bagi konsumen untuk mengenali perasaan mereka, mengumpulkan dan menganalisis informasi, merumuskan pikiran dan pendapat (opini) dan mengambil tindakan.
2.7. Pelayanan Pelayanan atau disebut saja jasa yang sering dilihat sebagai suatu fenomena yang rumit. Jasa sering diartikan sebagai pelayanan personal (personal service) sampai jasa sebagai produk. Lupiyoadi (2001) menyatakan jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimamfaatkan konsumen. Jasa diartikan sebagai tindakan, perbuatan atau kegiatan yang dapat ditawarkan setiap pihak kepada pihak lain. Jasa pada dasarnya bersiafat intangible (tiadak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan maupun meningkatkan kepemilikan sesuatu. (Tjipto, 1996, Kotler dan Susanto, 2001). Menurut Kecgan dan Warren (2003) jasa atau pelayanan adalah suatu paradigma yang merupakan semangat dari perusahaan, sikap untuk menyokong dan memenangkan persaingan di masa depan. Teori ini menunjukkan setiap perusahaan apabila ingin unggul dalam persaingan harus dapat mengutamakan pelayanan. Perusahaan yang tidak memikirkan pelayanan akan kalah dalam persaingan.
Ada lima dimensi pelayanan yang sering digunakan untuk menilai kualitas pelayanan, menurut Parasuaraman, et al dalam Luriyoadi (1985): 1. Tangible (bukti fisik) yaitu kemampuan perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal meliputi fasilitas fisik, perlengkapan dan
peralatan
yang
dipergunakan
(teknologi),
serta
penampilan
pegawainya. 2. Reliability (keandalan) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secar akurat dan terpercaya. 3. Responsiveness ( ketanggapan) yaitu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. 4. Assurance (jaminan) yaitu pengetahuan, kesopanan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. 5. Emphaty (perhatian) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual
kepada
para
pelanggan
dengan
berupaya
memahami
keinginannya. 2.8. Bagi Hasil Konsumen dalam membeli produk juga didorong oleh faktor tingkat keuntungan atau mamfaat yang akan diperolehnya dalam menggunakan suatu produk atau jasa. Adapun tingkat keuntungan yang akan diperoleh konsumen pada jasa bank terutama bank syariah adalah bagi hasil. Menurut Al-Qardhawi bagi hasil adalah dimana kedua belah pihak akan berbagi keuntungan sesuai dengan akad (perjanjian) yang disepakati.
Selanjutnya Wiroso (2005) menyatakan “dalam bank syariah, imbalan yang diberikan kepada deposan (penghimpun dana) sangat tergantung pada pendapatan yang diperoleh atas pengelolaan atau penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah, khususnya pendapatan yang telah diikuti dengan aliran kas masuk (cash basis) sehingga dari bulan ke bulan berikutnya penghasilan tidak selalu sama. Menurut Didin dan Hamidi (2003) bagi hasil dalam syariah tidak mengenal pemberlakuan keuntungan mutlak dimuka kepada investornya. Keuntungan bagi hasil yang diterima tidak tetap tetapi sesuai dengan keuntungan yang diperoeh bank. Sebaliknya, diperjanjikan pula apabila usaha mengalami kerugian maka investor maupun pengelola dana yang menjalankan proyek akan menanggung secara bersama-sama sesuai dengan share yang dimiliki. Prinsip bagi hasil (profit sharing) berdasarkan kaidah al-mudharabah dan al-musyarakah. Al-mudharabah yaitu akad kerja sama usaha antara dua belah pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lain menjadi anggota pengelola atas suatu jenis kerjasama dimana pihak pertama menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan dana. Al-musyarakah yaitu akad kerja sama anatara dua belah pihak memberikan konstribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. (Antonio, 2001 dan Wiroso, 2005). 2.8.1. Jenis-Jenis Mudharabah Menurut Antonio (1999;137) mudharabah terbagi dalam dua jenis yaitu : 1. Mudharabah Muthlaqah
Transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antar shibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi spesifikasi jenis usaha waktu dan daerah bisnis. 2. Mudharabah Muqayyadah Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/specified. Mudharabah muqayyadah adalah kebalikan dari mudharabah mutalaqah. Pihak mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha. 2.8.2. Jenis-Jenis Musyarakah Menurut Antonio (1999;137) Musyarakah terbagi dalam dua jenis yaitu : 1). Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. 2). Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. 2.9. Bagi Hasil (Profit Sharing) Sebagai Karakteristik Dasar Bank Syariah Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank Islam secara keseluruhan. Berdasarkan prinsip ini, bank Islam akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Dengan penabung bank akan berfungsi sebagai mudharib (pengelola), sedangkan penabung bertindak sebagai shahibul maal (penyandang dana). Antara keduanya diadakan akad mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan masing-masing pihak. Sedangkan
dengan pengusaha/peminjam dana, banksyariah berfungsi sebagai shahibul maal sementara pengusaha sebagai mudharib dengan mengelola dana bank. Pengertian lain menyatakan bahwa bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan nasabah, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip bagi hasil ini adalah mudharabah dan musyarakah, lebih jauh prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan. Besarnya bagi hasil (Profit Sharing) ini ditentukan di awal perjanjian. Berbeda dengan bunga, prosentase bagi hasil ini belum tentu sama tiap bulannya. Sedangkan nominal yang diterima tentunya menyesuaikan dengan besarnya keuntungan yang didapat oleh peminjam itu sendiri. Konsekuensi dari konsep ini adalah adanya untung dan rugi. Jika hasil usaha peminjam menunjukkan keuntungan yang besar, maka bagi hasilnya pun akan besar dan sebaliknya jika keuntungan kecil atau bahkan merugi maka pihak peminjam harus ikut pula menanggung kerugian tersebut. Berdasarkan hasil penelitian (Center for Business and Islamic Economic Studies,1999 dalam Muhamad, 2002:125). 2.10. Pola Tabungan Islami Menabung adalah tindakan yang dianjurkan oleh Islam, karena dengan menabung berarti seorang muslim mempersiapkan diri untuk pelaksanaan perencanaan masa yang akan datang sekaligus untuk menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan. Dalam Al-qur’an terdapat ayat-ayat yang secara tidak langsung
telah memerintahkan kaum muslimin untuk mempersiapkan hari esok secara lebih baik, seperti dalam Q.S An-Nisa ayat 9 dan Q.S Al-Baqarah ayat 266 yang menyatakan bahwa “ Allah memerintahkan manusia untuk mengantisipasi dan mempersiapkan masa depan untuk keturunan baik secara rohani / iman maupun secara ekonomi“. Menabung adalah salah satu langkah dari persiapan tersebut . Alokasi
anggaran
konsumsi
seorang
muslim
akan
mempengaruhi
keputusannya dalam menabung dan investasi. Seseorang biasanya akan menabung sebagian dari pendapatannya dengan beragam motif, antara lain: (1) untuk berjaga-jaga terhadap ketidakpastian masa depan, (2) untuk persiapan pembelian suatu barang konsumsi di masa depan, serta (3) untuk mengakumulasikan kekayaannya. Demikian pula, seseorang akan mengalokasikan sebagian dari anggarannya untuk investasi, yaitu menanamkannya pada sektor produktif. Dengan investasi maka seseorang rela mengorbankan konsumsinya sekarang dengan harapan akan mendapat hasil (return) di masa datang. Dengan adanya return di masa datang berarti akan terjadi akumulasi kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup. Bukti lain bahwa Islam sangat mendorong kegiatan menabung dan investasi adalah bahwa dalam berbagai aturan Islam dalam mengelola harta membawa implikasi positif pada tabungan dan investasi ini, misalnya larangan terhadap penumpukan harta, pengenaan zakat pada harta yang menganggur melebihi batas waktu tertentu dan penghapusan bunga. Hal terakhir ini kemudian dijadikan alternatif sistem bagi hasil yang diperoleh melalui kerjasama investasi mudharabah dan musyarakah.
2.11. Perbedaan Bagi Hasil dan Bunga Terdapat banyak perbedan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional, Perbedaan yang sangat mendasar antar ke dua bank tersebut terletak pada pembagian tingkat bagi hasil yang diterapkan pada Bank Syariah dengan bunga yang diterapkan pada Bank Konvensional. Tabel 2.2 Perbedaan Antara Bagi Hasil dan Bunga Bagi Hasil
Bunga
Penentuan besarnya rasio atau nishab Penentuan bunga dibuat pada waktu bagi hasil dibuat pada waktu akad akad dengan asumsi selalu untung. dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan Besarnya persentase berdasarkan pada pada jumlah keuntungan yang diperoleh jumlah uang (modal) yang dipinjamkan. Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil. Sumber: Sudarsono dalam Raditya:2007
Pembayaran bunga tetap seperti dijanjikan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang booming. Eksistensi bunga diragukan oleh semua agama termasuk Islam.
2.12. Keyakinan (Pandangan Agama) Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk dengan berbagai keyakinan yang beragam. Keyakinan yang berbeda ditunjukkan dengan kemajemukan dalam agama dan keyakinan yang dianut yang dinyatakan Nasikum dan Taneko (1999) bahwa “hasil final daripada semua pengaruh kebudayaan tersebu dijumpai dalam bentuk pluralistik agama dalam masyarakat Indonesia dan
bahwa keyakinan yang dianut masyarakat pada umumnya adalah Islam, Kristen (katolik dan protestan), Budha dan Hindu”. Menurut Setiadi (2003) “keyakinan adalah deskriptif yang dianut seseorang tentang suatu hal”. Berarti keyakinan mempengaruhi konsumen terhadap sesuatu yang menjadi keinginannya. Dalam hal ini produk yang ditawarkan akan dapat mendorong konsumen jika produk yang ditawarkan tersebut sesuai dengan yang diinginkannya. Menabung adalah tindakan yang dianjurkan dalam agama kepada umat manusia. Menabung berarti seseorang mempersiapkan diri untuk pelaksanaan perencanaan masa depan sekaligus untuk menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan. Al-Quran surat An-Nissa’ 9 dalam Antonio (2001) yang menyatakan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang meninggalkan dibelakang anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan kata yang benar. Agama adalah suatu sistem kepercayaan yang disatukan oleh praktk yang berkaian dengan hal-hal suci, hal-hal yang dibolehkan dan dilarang, kepercayaan dan praktek yang mempersatukan komunitas moral yang disebut Mesjid, Gereja, Wihara, Pura dan sebagainya.(Fatah, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa agama sebagai suatu keyakinan memiliki makna yang luas, pada satu sisi agama sebagai suatu system kepercayaan dengan menetapkan aturan ritual ibadah yang dijalankan dan di sisi lain agama juga sebagai suatu sistem yang komprehensif
dan mencakup segala aspek kehidupan, termasuk masalah pembangunan ekonomi serta industri perbankan sebagai salah satu motor penggerak roda perekonomian. 2.13. Pandangan Keyakinan Tentang Bunga Semenjak dahulu sistem bunga dalam suatu transaksi sudah menjadi polemik di kalangan filosif Yunani dan Romawi. Menuru Plato dan Aristoteles dalam Zulkifli (2003) “bunga merupakan alat eksploitasi kaum kaya terhadap kaum miskin. Bahkan sistem bunga menjadi penyebab perpecahan dalam masyarakat dan fungsi uang adala sebagai alat tukar bukan sebagai alat mengahsilkan tambahan melalui bunga. Demikian pula di kalangan Yahudi melarang implementasi sistem bunga. Mereka mengecam keras sistem tersebut dalam transaksi apapun, seperti termua dalam kitab-kitab Yahudi. Kitab Eksodus (keluaran) pasal 22 ayat 25 dikatakan jika engkau meminjam uang kepada salah seorang umatku, orang yang miskin diantara kamu, maka janganlah engkau berlaku sebagai seorang penagih hutang terhadap dia, janganlah engkau bebankan bunga terhadapnya.(Zulkifli, 2002). Agama Kristen juga berpandangan bahwa menetapkan bunga adalah sebagai tindakan kriminal. Mereka menyatakan dalam kitabnya Lukas pasal 6 ayat 34-35 “Dan, jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang-orang berdoasa, supaya mereka menerimakembali sama banyak. Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuat baik kepada mereka dan pimjamkanlah dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Maha tinggi, sebab Ia baik
terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang yang jahat”.(Mutasowifin, 2003 : 10). Agama Islam berpandangan bahwa menetapkan bunga adalah riba yang berlipat ganda sebagaimana yang dibahas dalam Al-quran banyak membahas tetang riaba, firman Allah Swt. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan (QS : Ali-imron 130), dalam surah lain yaitu surah Ar-rum ayat 39 Allah Swt. berfirman “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orangorang yang melipat gandakan (pahalanya)”.(Antonio: 2001). 2.14. Lokasi Teori lokasi adalah suatu penjelasan teoritis yang dikaitkan dengan tata ruang dari kegiatan ekonomi. Hal ini selalu dikaitkan pula dengan alokasi geografis dari sumber daya yang terbatas yang pada gilirannya akan berpengaruh dan berdampak lokasi berbagai aktivitas baik ekonomi maupun sosial. Lokasi dilihat dengan luas sebagai produk perbedaan biaya spatial dengan variasi dari tempat ke tempat pada penjualan potensial yang pada dasarnya diabaikan. Seorang ahli teori lokasi August Losch mengemukakan pendapatnya tentang keterkaitan
lokasi
dengan
kegiatan
ekonomi,
dimana
dia
berusaha
memperlihatkan bagaimana aktivitas ekonomi harus disusun dalam suatu ruangan agar mencapai suatu kesimbangan kondisi perekonomian antara industri,
produsen, dan konsumen yang ada. Untuk mencapai kesimbangan, ekonomi ruangan Losch memiliki syarat sebagai berikut: 1. Lokasi dari setaip orang haruslah mendapat keuntungan sedapat mungkin, terutama dalam kaitannya dengan profit untuk produsen dan juga perolehan bagi konsumen. 2. Lokasi produksi haruslah banyak sehingga keseluruhan ruangan akan ditemapati. 3. Dalam aktivitas yang terbuka bagi setiap orang sehingga tidak ada profit dari industri-industri yang baru. 4. Bidang pasokan, produksi, dan penjualan haruslah sekecil mungkin, karena hanya ada sejumlah industri yang akan dapat bertahan untuk mencapai nilai maksimumnya. 5. Pada berbagai batasan luas pasar konsumen akan dapat diberikan terhadap mana aka menghasilkan lokasi yang akan mendapat suplai. Kondisi ini haruslah diisi jika order spatial dari ekonomi adalah untuk mendapatkan suatu pengertian dan permanensi yang lain. Losch menguraikan kondisi kesetimbangan dalam lima persmaan, dari mana akan membentuk ekonomi ruangan yang dapat dikerjakan (Sirojuzilam: 2006: 60). 2.15. Studi Terdahulu Penelitian yang dilakukan Direktorat perbankan syariah Bank Indonesia dengan Institut Pertanian Bogor (2004) dengan judul “Potensi, Preferensi dan Prilaku masyarakat terhadap Bank syariah di Sumatera Selatan”, menunjukkan bahwa persepsi dan prilaku terhadap perbankan syariah, faktor utama yang mendorong nasabah memanfaatkan bank syariah adalah kesesuaian dengan
syariah agama, faktor sekundernya adalah kredibilitas dan kemudahan aksesbilitas dan pertimbangan bagi hasil. Selanjutnya penelitian Afrizal (2004) dalam skripsinya dengan menggunakan metode deskriptif menyatakan bahwa kualitas pelayanan sangat berpengaruh terhadap keputusan masyarakat menabung di Bank Syariah. Penelitian oleh Wheny Khristianto dan Ahmad Rifa’i (2004) yang berjudul “Pengaruh Beberapa Faktor Psikologi pada Pengambilan Keputusan Masyarakat Untuk Menjadi Anggota Bank Perkreditan Syariah (BPRS)” menunjukkan adanya hubungan yang bersifat positif dan signifikan antara motivasi dan keputusan masyarakat untuk menggunakan jasa BPRS. Hal lain juga mengindikasikan jika motivasi masyarakat untuk menggunakan jasa BPRS cukup tinggi, maka kecendrungan untuk mengambil keputusan menabung cukup tinggi. 2.17. Kerangka Pemikiran Berdasarkan batasan penelitian ada beberapa variabel yang mendorong keputusan masyarakat untuk menabung di bank syariah. Maka kerangka pemikiran dalam skripsi ini adalah :
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Menabung
Pelayanan
Bagi Hasil
Keyakinan Lokasi
b
Keputusan Menabung
Bank Syariah