BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan salah satu rangkaian penelitian yang berguna untuk mengetahui sejauh mana penelitian mengenai strategi pengembangan daya tarik wisata telah dilakukan. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan 7 (tujuh) penelitian sebelumnya yang relevan sebagai referensi penelitian ini yaitu, Budiarta (2010), Antara (2011), Darsana (2011), Rero (2011), Annisa (2013), Tafaewasi (2013), dan Wija Antara (2014). Penelitian yang dilakukan oleh Budiarta (2010) dengan judul “Strategi Pengembangan Daya Tarik Wisata Budaya Di Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng - Bali” Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi pengembangan yang perlu dilakukan meliputi: 1) strategi pengembangan produk wisata budaya, diimplementasikan melalui programprogram seperti mengembangkan dan menciptakan berbagai macam atraksi wisata budaya dan melestarikan keaslian daya tarik wisata budaya yang ada; 2) strategi peningkatan keamanan dan kenyamanan melalui program menjaga keamanan daya tarik wisata budaya yang ada oleh masyarakat dan petugas dari kepolisian; 3) strategi pengembangan prasarana dan sarana pokok maupun penunjang pariwisata. Strategi ini diimplementasikan dengan program menyediakan dan memelihara fasilitas kamar mandi/toilet, fasilitas parkir, memperbaiki jalan alterrnatif dari
10
11
Desa Sawan menuju Desa Pegayaman, menyediakan fasilitas akomodasi, menyediakan fasilitas rumah makan, dan membangun pasar seni; 4) strategi promosi dilakukan dengan memperluas pangsa pasar ke Asia, Australia, Amerika Serikat dan Afrika. Mendirikan tourist information services (TIS) di sekitar Pura Beji. Bekerja sama dan melakukan promosi ke BPW agar daya tarik wisata tersebut dimasukkan dalam program wisata (tour itinerary). 5) Strategi pengembangan kelembagaan dan sumber daya manusia, dilakukan lewat program memberikan pelatihan dan penyuluhan pariwisata kepada masyarakat. Penelitian Budiarta adalah strategi pengembangan pariwisata budaya yang dimiliki Desa Sangsit. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah penelitian Putu Budiarta dilakukan pada objek wisata yang luas, dan berfokus pada keberagaman potensi yang dimiliki berupa pura. Sementara itu, penelitian ini berlokasi pada objek yang akan dikembangkan, membahas strategi ditinjau dari aspek 4A dari pariwisata, dan mengetahui upaya pemerintah dalam pengembangan Gamelan Jegog sebagai daya tarik wisata di Kelurahan Sangkaragung. Antara (2011) mengangkat permasalahan penelitian yaitu: potensi-potensi apakah yang mendukung Desa Pelaga untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata?; bagaimana dukungan masyarakat Desa Pelaga terhadap rencana pengembangan desa tersebut sebagai daya tarik wisata?; Bagaimanakah strategi pengembangan pariwisata alternatif di Desa Pelaga?; dan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data kualitatif maupun kuantitatif yang sampelnya diambil
12
secara purposive. Data yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif dan analisis SWOT. Hasil penelitian ini menunjukkan, DTW Desa Pelaga memiliki berbagai potensi wisata yang layak untuk dikembangkan dan telah memenuhi empat (4) komponen penting dalam industri pariwisata yang dikenal dengan istilah empat 4A, yaitu Attraction (atraksi wisata), Accessibility (akses untuk mencapai daerah wisata), Amenity (fasilitas dan jasa wisata), dan Ancillary (kelembagaan dan sumber daya manusia pendukung kepariwisataan). Masyarakat lokal sudah terlibat langsung dalam penyediaan fasilitas penunjang kepariwisataan. Pengembangan daerah tujuan wisata Desa Pelaga ke depan dapat dilakukan dengan mengimplementasikan beberapa strategi SWOT seperti strategi SO, ST, WO, dan strategi WT. Keterkaitan penelitian ini dengan penelitian pengembangan Gamelan Jegog adalah sama-sama meneliti strategi pengembangan wisata, dengan memfokuskan penelitian pada kekuatan dan kelemahan yang terdapat dalam komponen 4A serta peluang dan acamannya. Melalui penelitian ini dapat dirumuskan suatu strategi yang tepat dalam upaya pengembangan daya tarik wisata tersebut. Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan Desa Pelaga, juga diperhatikan dalam penelitian. Penelitian ini juga memperhatikan hal yang sama yaitu, bagaimana keterlibatan masyarakat dan pemerintah dalam pengembangan jegog sebagai daya tarik wisata di Kabupaten Jembrana.
13
Penelitian Darsana (2011) tentang “Kepariwisataan Pulau Nusa Penida”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi daya tarik wisata, kondisi lingkungan internal dan eksternal, serta merumuskan strategi dan program pengembangan daya tarik wisata kawasan barat Pulau Nusa Penida. Metode analisis yang digunakan adalah analisis matriks IFAS (Internal Factor Analysis Summary) dan EFAS (External Factor Analysis Summary) serta analisis matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi wisata kawasan barat Pulau Nusa Penida yang dapat dikembangkan adalah potensi keindahan alam seperti, pantai dengan hamparan pasir putih dan pemandangan bawah laut, wisata religi dan spritual, serta pembudidayaan rumput laut. Pengembangan daya tarik wisata kawasan barat Pulau Nusa Penida berada pada posisi pertumbuhan. Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal dan eksternal pariwisata kawasan barat Pulau Nusa Penida menggunakan Strategi SO (Strength Opportunity) adalah strategi pengembangan daya tarik wisata (melalui program penataan kawasan pariwisata, inventarisasi daya tarik wisata, serta kenyamanan dan keamanan berwisata), Strategi ST (Strength Threat) adalah strategi pengembangan pariwisata berkelanjutan (melalui program peningkatan kualitas lingkungan, kualitas kehidupan sosial budaya, peningkatan perekonomian masyarakat). Strategi WO (Weakness Opportunity) adalah strategi pengembangan promosi (melalui program promosi dan pengadaan tourist information center) dan strategi WT (Weakness Weakness Threat) dengan strategi pengembangan sumber daya manusia dan pembentukan lembaga pengelola pariwisata.
14
Pengembangan sarana dan prasarana, penataan pariwisata, promosi di kawasan barat Pulau Nusa Penida sangat diperlukan. Pemerintah dan masyarakat bekerja sama menjaga keamanan, kebersihan, kelestarian alam, dan budaya. Penelitian Darsana memiliki kesamaan dengan penelitian ini, yaitu menggunakan metode SWOT dalam mengenalisis data. Menggali potensi daya tarik wisata dengan metode SWOT akan didapatkan strategi yang tepat dalam pengembangan daya tarik di Kabupaten Jembrana. Penelitian Rero (2011) tentang pengembangan daya tarik wisata spiritual di Kota Larantuka. Pengembangan wisata spiritual merupakan suatu peluang untuk menambah khasanah daya tarik wisata di Kota Larantuka, demi pengembangan kepariwisataan yang berkualitas dan berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi Kota Larantuka, menganalisis lingkungan internal dan eksternal, dan menentukan strategi pengembangan Kota Larantuka sebagai daya tarik wisata spiritual. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui metode observasi partisipatif, penyebaran kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Data dianalisis dengan menggunakan analisis
deskriptif kualitatif, analisis
IFAS,
EFAS
yang
menghasilkan strategi umum dan analisis SWOT menghasilkan strategi alternative. Penelitian ini bersifat eksploratif, merumuskan program-program berdasarkan kondisi internal dan kondisi eksternal dikombinasikan dengan teori perencanaan, perubahan budaya, teori adaptasi, teori SWOT dan teori motivasi. Hasil penelitian Rero (2011) menunjukan bahwa kekuatan Kota Larantuka meliputi keindahan alam, keanekaragaman flora dan fauna, terletak di ibu kota
15
Kabupaten, kedekatan dengan pelabuhan, kualitas jalan yang baik, posisi objek wisata yang sangat strategis, kualitas pelayanan dan aturan (Code of Conduct). Kelemahan kota Larantuka meliputi kurangnya kebersihan dan kelestarian lingkungan, kurang ketersediaan angkutan wisata, kurangnya sarana pariwisata, kurang tersedianya lahan parkir, masih minimnya fasilitas toilet untuk umum, kurang tertatanya keberadaan warung dan pedagang kaki lima, belum adanya pengelola daya tarik, belum maksimalnya upaya promosi, belum tersedianya Tourist Information Center (TIC). Berdasarkan matrik Internal Eksternal (IE) diketahui bahwa posisi lingkungan internal dan eksternal kota Larantuka adalah pada sel V. Hal ini berarti bahwa strategi yang harus diterapkan adalah pertahankan dan pelihara (strategi tidak berubah). Berdasarkan analisis SWOT diketahui bahwa empat strategi alternative yang relevan diterapkan adalah strategi pengembangan produk, strategi pengembangan promosi, strategi pariwisata berkelanjutan dan strategi pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesamaan penelitian Rero dengan penelitian ini adalah teknik yang digunakan adalah analisis SWOT. Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui startegi yang cocok untuk dapat diterapkan di suatu destinasi yang dikembangkan. Kekurangan penelitian Rero adalah komponen ekternal hal yang diteliti terlalu jauh dari kegiatan yang terdapat di Flores, jadi kurang dirasakan secara langsung dari kota Larantuka. Pembahasan yang jelas dengan penentuan sel dalam startegi SWOT dapat menjadi pertimbangan strategi yang tepat, merupakan kekuatan penelitian Rero.
16
Annisa (2013) dalam tesis “Pelestarian Angklung Sebagai Warisan Budaya Tak benda Dalam Pariwisata Berkelanjutan Di Saung Angklung Udjo, Bandung”. Secara umum penelitian bertujuan untuk memahami upaya pelestarian angklung yang dilakukan oleh objek wisata Saung Angklung Udjo. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui implementasi pariwisata berkelanjutan
terhadap
Saung
Angklung
Udjo;
(2)
untuk
mengetahui
implementasi perhitungan daya dukung fisik di Saung Angklung Udjo; (3) untuk mengetahui upaya pelestarian angklung sebagai warisan budaya tak benda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Saung Angklung Udjo menerapkan langkah-langkah konstruktif untuk instalasi baru dan sarana fasilitas pemantauan dalam pelayanan untuk melestarikan dan mempromosikan tempat wisata. Dengan menghubungkan pelestarian warisan budaya, peningkatan dan optimalisasi infrastruktur yang ada dilakukan oleh aktor profesional lokal; (2) untuk
memajukan
ekonomi
dalam
jangka
panjang
dan
meningkatkan
kesejahteraan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan alam, masyarakat dan ekonomi, untuk menaikan kesejahteraan generasi masa depan; (3) identitas budaya sebagai pusaka budaya yang dapat dikembangkan menjadi modal ekonomi dan sebagai aset agar dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat dengan tetap menjaga nilai-nilai budaya dan kearifan lokal sebagai ciri khasnya. Keterkaitan penelitian Annisa dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang benda budaya sebagai objek penelitian, dengan lebih menekankan aspek daya dukung di Saung Angklung Ujo. Pembahasan yang
17
mendalam tentang daya dukung di Saung Angklung Ujo memberikan hasil rencana ke depan yang tepat untuk diterapkan di Saung Angklung Ujo sehingga menjadi pariwisata yang berkelanjutan. Penelitian ini belum menjelaskan apa yang menjadi kendala dalam pelestarian angklung sebagai warisan budaya, dan cara untuk mengantisipasi hal tersebut. Sementara itu, dalam penelitian tentang gamelan jegog ini lebih menekankan bagaimana potensi yang dimiliki jegog untuk dikembangkan, strategi yang tepat yang dapat digunakan untuk mengembangkan gamelan jegog sebagai daya tarik wisata, upaya pemerintah Kabupaten Jembrana dalam pengembangan gamelan jegog. Penelitian Tafaewasi (2013) mengenai “Pertunjukan Hombo Batu Sebagai Daya Tarik Wisata Di Desa Bawömataluo, Kecamatan Fanayama.” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran bentuk, fungsi, dan makna hombo batu serta proses terjadinya komodifikasi terhadap hombo batu. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui kondisi komponen-komponen pariwisata yang terkait dengan komodifikasi hombo batu di Desa Bawömataluo dan dampaknya terhadap kehidupan sosial ekonomi dan sosial budaya pada masyarakat setempat. Hasil penelitian ini adalah pergeseran bentuk hombo batu dari bambu runcing, beralih ke tanah liat, dan disempurnakan menjadi batu bersusun yang berbentuk piramid dengan ketinggian sekitar 2,5 meter. Fungsi hombo batu juga mengalami pergeseran. Awalnya sebagai sarana uji ketangkasan atau kemampuan dalam mempersiapkan diri menjadi prajurit di medan perang, bergeser menjadi ajang perlombaan antardesa di daerah Teluk Dalam, Nias Selatan. Dewasa ini
18
atraksi hombo batu lebih banyak ditampilkan ketika ada permintaan dari wisatawan yang berkunjung ke Desa Bawömataluo. Daya tarik wisata di Desa Bawömataluo belum disertai oleh komponenkomponen pendukung pariwisata lainnya. Selain atraksi hombo batu yang menjadi ikon pariwisata di Nias Selatan, omo sebua yang menjadi salah satu daya tarik di Desa Bawömataluo ini, keadaan fisik bangunan justru semakin menuju ke ambang musnah. Apabila tidak dilakukan perawatan dan perbaikan segera, sangat terbuka kemungkinan bahwa omo ni folasara ini akan menjadi tinggal kenangan saja. Aksesibilitas juga kurang diperhatikan. Beberapa ruas jalan menuju Desa Bawömataluo rusak dan terdapat beberapa lubang yang sangat membahayakan pengguna jalan. Fasilitas lain seperti ammenities masih sangat minim bahkan belum terdapat akomodasi, rumah makan atau restoran maupun fasilitas penunjang lainnya di desa wisata ini. Keterkaitan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti suatu pertunjukan kesenian daerah yang dapat dijual kepada wisatawan. Tafaewasi menekankan adanya pergeseran budaya dari pertunjukan Hombo Batu, dari uji ketangkasan menjadi suatu pertunjukan yang menarik kunjungan wisatawan. Penelitian ini membahas tentang komponen-komponen yang harus diperbaiki dalam pengembangan daya tarik Hombo Batu. Penelitian Wija Antara, dkk (2014) mengenai Pengembangan Gamelan Jegog Berbasis Android. Penelitian ini bertujuan untuk mengenalkan Gamelan Jegog ke khalayak ramai sehingga informasi tentang keberadaan serta penggunaan Gamelan Jegog dapat diketahui oleh masyarakat pada khususnya dan wisatawan
19
pada umumnya. Aplikasi gamelan jegog berbasis android membantu masyarakat yang merasa sulit untuk belajar jegog untuk lebih mudah mempelajarainya dalam suatu aplikasi di telepon genggam. Dengan demikian maka promosi gamelan jegog dapat dilakukan jauh lebih baik dibandingkan membeli satu set jegog untuk dipelajari. Keterkaitan dengan penelitian ini adalah pengembangan yang dilakukan. Perbedaannya adalah media yang digunakan. Penelitian ini dilakukan melalui media dan teknologi sedangkan penulis melakukan penelitian mendalam dengan melibatkan informan-informan yang mampu memberikan keterangan tentang gamelan jegog. 2.2 Konsep Agar tidak terjadi kesalahan tafsir dalam penelitian ini, akan dijelaskan pengertian judul dan beberapa istilah yang bersifat operasional. Konsep digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Sumber bacaan yang relevan diperlukan, agar nilai keilmuan penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan (credible) serta dapat diterima dan pantas (acceptable) sebagai karya ilmiah. Beberapa sumber kepustakaan yang relevan adalah daya tarik wisata, destinasi pariwisata, komponen destinasi pariwisata, dan strategi. 2.2.1 Daya Tarik Wisata Undang-Undang No 10 Tahun 2009 menjelaskan bahwa daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa
20
keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Daya tarik wisata merupakan suatu tempat yang menarik yang menjadi tempat kunjungan wisatawan. Tempat tersebut mempunyai sumber daya, baik alamiah maupun buatan manusia, seperti keindahan alam, pegunungan, pantai flora dan fauna, bangunan kuno bersejarah, monumen-monumen, candi-candi, tarian, atraksi, dan kebudayaan khas lainnya. Menurut Yoeti (2006:55-56) daya tarik wisata dapat dibagi menjadi empat bagian sebagai berikut. 1.
Daya tarik wisata alam, yang meliputi pemandangan alam, laut, pantai, dan pemantangan alam lainnya.
2.
Daya tarik wisata dalam bentuk bangunan, yang meliputi arsitektur bersejarah dan modern, peninggalan arkeologi, lapangan golf, toko dan tempat-tempat perbelanjaan lainnya.
3.
Daya tarik wisata budaya, yang meliputi sejarah, foklor, agama, seni, teater, hiburan, dan museum.
4.
Daya tarik wisata sosial, yang meliputi cara hidup masyarakat setempat, bahasa, kegiatan sosial masyarakat, fasilitas, dan pelayanan masyarakat. Daya tarik wisata alam yaitu daya tarik wisata berupa keanekaragaman
dan keunikan lingkungan alam yang meliputi: 1) lingkungan perairan laut berupa bentang darat pantai, bentang laut, kolam air, dan dasar laut, 2) lingkungan perairan darat; dan 3) lingkungan hutan pegunungan dengan flora dan fauna yang terdapat di dalamnya. Daya tarik wisata alam yaitu, gua, pantai, danau, gunung, taman laut, taman nasional, taman wisata alam, hutan raya, air terjun, dan lain
21
sebagainya. Daya tarik wisata budaya adalah hasil olah cipta, rasa, dan karsa manusia sebagai makhluk budaya. Daya tarik wisata budaya meliputi peninggalan sejarah berupa bangunan atau artefak yang memiliki nilai sejarah dan keunikan tertentu, maupun daya tarik wisata budaya etnik dan tradisi masyarakat, yang merupakan aktivitas, adat dan tradisi khas yang tumbuh dan berkembang di dalam suatu entitas masyarakat. Daya tarik wisata budaya antara lain, situs purbakala, candi, perkampungan tradisional yang memiliki adat dan tradisi budaya masyarakat yang khas. Daya tarik wisata buatan manusia adalah daya tarik wisata khusus yang merupakan kreasi artificial dan kegiatan-kegiatan manusia lainnya di luar ranah wisata alam dan budaya. Daya tarik wisata buatan antara lain taman hiburan dan rekreasi, kawasan pariwisata/resort terpadu, spa dan wellness centre, dan pemandian air panas. Daya tarik wisata juga memiliki beberapa komponen. Menurut Damanik dan Weber (2006:13), daya tarik wisata yang baik sangat terkait dengan empat hal yakni, memiliki keunikan, orisinalitas, otentisitas, dan keragaman. Keunikan diartikan sebagai kombinasi kelangkaan dan kekhasan yang melekat pada suatu daya tarik wisata. Orisinalitas mencerminkan keaslian atau kemurnian, yakni seberapa jauh suatu produk tidak terkontaminasi atau tidak mengadopsi nilai yang berbeda dengan nilai aslinya. Otentisitas mengacu pada keaslian. Bedanya dengan orisinalitas adalah otentisitas lebih sering dikaitkan dengan tingkat keantikan atau eksotisme budaya sebagai daya tarik wisata. Otentisitas merupakan kategori nilai yang memadukan sifat alamiah, eksotis, dan bersahaja.
22
2.2.2 Destinasi Pariwisata Undang-Undang No 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan menyatakan bahwa destinasi pariwisata yang selanjutnya disebut destinasi pariwisata kawasan geografis berada dalam satu atau lebih wilayah administrative. Di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. Suwena dalam bukunya yang berjudul Pengetahuan Dasar Pariwisata mendefinisikan destinasi pariwisata merupakan tempat dimana segala kegiatan pariwisata bisa dilakukan, dengan tersedianya segala fasilitas dan atraksi wisata untuk wisatawan. Dalam mendukung keberadaan daerah tujuan wisata, perlu ada unsur pokok yang harus mendapat perhatian, agar wisatawan bisa tenang, aman, dan nyaman pada saat berkunjung. Unsur pokok penting dalam meningkatkan pelayanan bagi wisatawan sehingga wisatawan bisa lebih lama tinggal di daerah yang dikunjungi. Adapaun unsur pokok tersebut antara lain daya tarik wisata, prasarana wisata, sarana wisata, tata laksana/infrastruktur, dan masyarakat/ lingkungan. Suatu destinasi pariwisata hendaknya memenuhi beberapa syarat, yaitu (a) ketersediaan sesuatu yang dapat dilihat (something to see); (b) sesuatu yang dapat dilakukan (something to do); dan (c) sesuatu yang dapat dibeli (something to buy) (Suwena, 2010:85). Perkembangan spektrum pariwisata yang makin luas, menyebabkan syarat tersebut perlu ditambah, yaitu: (d) sesuatu yang dinikmati, yakni hal-hal yang memenuhi selera dan cita rasa wisatawan; dan (e) sesuatu yang
23
berkesan, sehingga mampu menahan wisatawan dalam waktu yang lebih lama atau merangsang kunjungan ulang.
2.2.3 Komponen Destinasi Pariwisata Wisatawan
yang
melakukan
perjalanan
ke
destinasi
pariwisata
memerlukan berbagai kebutuhan dan pelayanan mulai dari keberangkatan sampai kembali lagi ke tempat tinggalnya. Aktivitas pariwisata sangat terkait dengan kehidupan kita sehari-hari. Wisatawan membutuhkan makan dan minum, tempat menginap, serta alat transportasi yang membawanya pergi dari suatu tempat ke tempat lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan dan pelayanan tersebut, daerah tujuan wisata harus didukung oleh empat komponen utama atau yang dikenal dengan istilah “4A” sebagai berikut. 1. Atraksi (attraction) Ada banyak alasan mengapa orang berwisata ke suatu daerah. Beberapa yang paling umum adalah untuk melihat keseharian penduduk setempat, menikmati keindahan alam, menyaksikan budaya yang unik, atau mempelajari sejarah daerah tersebut. Suatu daerah atau tempat hanya dapat menjadi tujuan wisata kalau menjadi atraksi wisata. Apa yang dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata itulah yang disebut modal atau sumber kepariwisataan (tourism resources). Ada tiga modal atraksi yang menarik kedatangan wisatawan itu ada tiga, yaitu: 1) Natural Resources (alami) seperti: iklim, gunung, danau, pantai, hutan, dan bukit; 2) atraksi wisata budaya seperti: arsitektur rumah tradisional di desa, situs arkeologi, benda-benda seni dan kerajinan,
24
ritual atau upacara budaya, festival budaya, kegiatan dan kehidupan masyarakat sehari-hari, keramahtamahan, makanan; dan 3) atraksi wisata buatan seperti: acara olahraga, berbelanja, pameran, konferensi, dan festival musik. 2. Fasilitas (amenities) Secara umum pengertian fasilitas adalah segala macam prasarana dan sarana yang diperlukan oleh wisatawan selama berada di daerah tujuan wisata. Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah: a) usaha penginapan (accommodation) seperti: hotel, losmen, guest house, homestay, dan vila; b) usaha makanan dan minuman seperti: restoran, warung, bar dan café; c) transportasi dan infrastruktur. 3. Aksesibilitas (access) Aksesibilitas berhubungan dengan mudah atau sulitnya wisatawan menjangkau daerah tujuan wisata yang diinginkannya. Akses berkaitan dengan infrastruktur transportasi seperti lapangan udara, terminal bus, kereta api, jalan tol, rel kereta api, termasuk di dalamnya teknologi transportasi yang mampu menghemat waktu dan biaya untuk menjangkau daerah tujuan wisata.
Di sisi lain akses,
diidentikkan dengan
transferabilitas yaitu kemudahan untuk bergerak dari daerah yang satu ke daerah yang lain. Tanpa adanya kemudahan transferabilitas tidak akan ada pariwisata.
25
4. Pelayanan tambahan (ancillary service) Pelayanan tambahan (ancillary service) disebut juga pelengkap yang harus disediakan oleh pemerintah di daerah tujuan wisata, baik untuk wisatawan maupun untuk pelaku pariwisata. Pelayanan tambahan yang disediakan adalah pemasaran, pembangunan fisik (jalan raya, rel kereta, air minum, listrik, dan telepon), serta mengkoordinir segala macam aktivitas dengan peraturan perundang-undangan, baik di daerah tujuan wisata maupun di jalan raya. Keempat komponen tersebut, merupakan daya tawar untuk menarik minat wisatawan melakukan suatu kunjungan ke suatu daerah tujuan wisata (Suwena, 2010:85) Selain ke empat komponen dari destinasi pariwisata terdapat juga satu prinsip dari komponen pariwisata yaitu CBT (Comunitty Based Tourism). Menurut Garrod (2001:4), terdapat dua pendekatan berkaitan dengan penerapan prinsip-prinsip perencanaan dalam konteks pariwisata. Pendekatan pertama yang cenderung dikaitkan dengan sistem perencanaan formal, sangat menekankan pada keuntungan potensial dari ekowisata. Pendekatan kedua, cenderung dikaitkan dengan istilah perencanaan partisipatif yang lebih concern dengan ketentuan dan pengaturan yang lebih seimbang antara pembangunanan dan perencanaan terkendali. Pendekatan ini lebih menekankan pada kepekaan terhadap lingkungan alam dan dampak pembangunan ekowisata. Salah satu bentuk perencanaan yang partisipatif dalam pembangunan pariwisata adalah penerapan Community Based Tourism (CBT) sebagai
26
pendekatan pembangunan. Definisi CBT yaitu: 1) bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat dalam manajemen dan pembangunan pariwisata, 2) masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam usaha-usaha pariwisata juga mendapat keuntungan, 3) menuntut pemberdayaan secara politis dan demokratisasi dan distribusi keuntungan kepada komunitas yang kurang beruntung di pedesaan. Suansri (2003:14) dalam jurnal Nurhidayati
(2007)
mendefinisikan
CBT
sebagai
pariwisata
yang
memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan, sosial, dan budaya. CBT merupakan alat pembangunan komunitas dan konservasi lingkungan, Atau alat untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Berdasarkan konsep tersebut, dapat ditemukan benang merah konsep suatu daya tarik wisata yang memiliki potensi. Potensi tersebut dapat di lihat dari komponen destinasi pariwisata. 2.2.4 Konsep Strategi Rangkuti (2001:3-4) telah menghimpun beberapa pengertian strategi, di antaranya sebagai berikut. 1. Chandler (1962) menyatakan strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan atau instansi dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. 2. Learned, Christensen, Andrews, dan Guth (1965) mengatakan bahwa strategi merupakan alat untuk menciptakan keunggulan bersaing. Salah satu fokus strategi adalah memutuskan apakah bisnis tersebut harus ada atau tidak ada
27
3. Hamel dan Prahalad (1995) menyatakan strategi adalah tindakan yang bersifat incremental (bersifat meningkat), terus-menerus, dan dilakukan berdasarkan sudat pandang, tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian perencanaan strategi hampir selalu dimulai dari ‘apa yang dapat terjadi’, bukan dimulai dari ‘apa yang terjadi’.
2.3 Landasan Teori Dalam menganalisis pengembangan gamelan jegog sebagai daya tarik wisata di Kelurahan Sangkaragung Kabupaten Jembrana terdapat beberapa teori yang digunakan sebagai landasan dalam penentuan strategi pengembangan yang sesuai. Berikut ini akan dikemukakan teori-teori yang memiliki relevansi dalam penelitian ini. 2.3.1 Teori Partisipasi Keberhasilan pengembangan sebuah daya tarik wisata sangat tergantung dari berbagai faktor. Salah satunya adalah adanya dukungan atau partisipasi masyarakat lokal dimana daya tarik wisata tersebut dikembangkan. Keterlibatan masyarakat
lokal
dalam
konteks
ini
mengandung
pengertian
bahwa
pengembangan sebuah daya tarik wisata dari, oleh, dan untuk masyarakat. Partisipasi sebagai proses aktif mengandung arti orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif, dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan suatu hal. Mardikanto (2003:237) menyatakan bahwa partisipasi merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian kewenangan. tanggung jawab, dan manfaat.
28
Pitana (2002:56) mendefinisikan partisipasi tidak hanya kontribusi tenaga, waktu, dan materi Lokal secara cuma-cuma, untuk mendukung berbagai program dan proyek pembangunan, melainkan keterlibatan secara aktif dalam setiap proses. Peran aktif yang dimaksudkan mulai dari perencanaan, penentuan rancangan, pelaksanaan sampai dengan pengawasan, dan penikmatan hasil bagi masyarakat lokal sebagai pelaku pariwisata. Partisipasi dari masyarakat lokal digambarkan sebagai peluang masyarakat untuk berpartisipasi secara efektif dalam kegiatan pembangunan. Hal ini berarti memberi wewenang pada masyarakat untuk memobilisasi kemampuan, mengelola sumber daya, membuat keputusan, dan melakukan kontrol terhadap kegiatan yang mempengaruhi hidupnya. Pendekatan partisipatif adalah semua metode yang dapat mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk aktif dan berkontribusi dengan adil terhadap kemampuan dalam pengembangan masyarakat. Pendekatan ini melibatkan masyarakat dalam proses pengembangan dirinya, agar masyarakat lebih memahami apa yang harus dilakukan dan kemampuan apa yang dimiliki. Partisipasi masyarakat lokal mutlak diperlukan dalam rangka menentukan arah pengembangan sebuah daerah tujuan wisata, membantu memberdayakan sumber daya masyarakat, dengan memberikan pekerjaan atau lapangan kerja, dan sebagai lembaga kontrol terhadap eksploitasi sumber daya alam dan budaya masyarakat lokal secara berlebihan. Menurut berkelanjutan,
Apsari
(2005),
masyarakat
konsep
dilibatkan
partisipasi
dalam
dalam
pemenuhan
pengelolaan kebutuhannya.
29
Pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan untuk pariwisata harus dapat memberikan keuntungan kepada masyarakat setempat dalam bentuk: 1). peningkatan kesempatan kerja; 2). diversifikasi kegiatan ekonomi masyarakat setempat; 3). meningkatkan pasar untuk produk-produk mereka; dan 4). memperbaiki infrastruktur. Pretty’s Typology of Participation Scheyvens (dalam Kusuma Dewi 2012:25) secara umum mengemukakan tentang dua jenis partisipasi antara lain sebagai berikut. 1). Partisipasi Pasif (passive participation). Masayarakat dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan, dirancang, dan dikontrol oleh orang lain atau pihak lain. Apabila dikaitkan dengan masyarakat dalam aspek pariwisata, partisipasi ini ditandai dengan minimnya keterlibatan masyarakat dalam proses kegiatan pariwisata di daerah pembangunan pariwisata, serta kurangnya kontrol masyarakat atas perkembangan pariwiwisata di daerah tersebut. Keterlibatan masyarakat terbatas hanya sebagai pelaku kegiatan pariwisata, bukan sebagai perancang dan pengawas atau pengontrol. 2). Partisipasi aktif (active participation) yaitu proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari pemasalahan yang dihadapi dengan melakukan suatu perencanaan, pengelolaan, sampai pada tahap pengawasan. Dalam aspek pariwisata, ditunjukkan dengan mudahnya masyarakat lokal mendapat informasi tentang pembangunan pariwisata di daerahnya, dilibatkan dalam perencanaan
dan
pengelolaan
pembangunan
memperhatikan sumber daya yang mereka miliki.
pariwisata,
dengan
30
Teori partisipasi digunakan untuk membedah rumusan masalah nomor dua, mengenai partisipasi stakeholders dalam pengembangan gamelan jegog sebagai daya tarik wisata di Kabupaten Jembrana. Melalui teori partisipasi, penelitian ini dapat menjelaskan peran Pemerintah
Kabupaten
Jembrana
dan
partisipasi
masyarakat
Kelurahan
Sangkaragung. Fungsi manajemen yang telah dilakukan, mulai dari tahap perencanaan sampai dengan tahap pengevaluasian. Oleh karena itu penelitian ini dapat menemukan jenis peran pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan gamelan jegog sebagai daya tarik wisata. 2.3.2 Teori Perencanaan Perencanaan merupakan pengorganisasian masa depan untuk mencapai tujuan tertentu (Inskeep, 1991). Menurut Sujarto (1986) dalam Paturusi, definisi perencanaan adalah suatu usaha untuk memikirkan masa depan (cita-cita) secara rasional dan sistematik dengan cara memanfaatkan sumber daya yang ada secara efektif dan efesien. Menurut Paturusi (2008), suatu perencanaan memiliki syarat-syarat sebagai berikut. Logis yaitu bisa dimengerti dan sesuai dengan kenyataan yang berlaku, Luwes yaitu dapat mengikuti perkembangan. Obyektif yaitu didasarkan pada tujuan dan sasaran yang dilandasi pertimbangan yang sistematis dan ilmiah. Perencanaan pariwisata merupakan suatu proses pembuatan keputusan yang berkaitan dengan masa depan suatu daerah tujuan wisata atau atraksi wisata. Suatu proses yang dinamis dalam penentuan tujuan, yang secara sistematis mempertimbangkan berbagai alternatif tindakan untuk mencapai tujuan,
31
implementasi terhadap alternatif terpilih, dan evaluasi. Proses perencanaan pariwisata dengan melihat lingkungan (fisik, ekonomi, sosial, politik) sebagai suatu komponen yang saling terkait dan saling tergantung satu dengan lainnya (Paturusi, 2008). Orientasi perencanaan ada dua bentuk yaitu trend dan target. Perencanaan berdasarkan pada kecenderungan yang ada (trend oriented planning) yaitu suatu perencanaan untuk mencapai tujuan dan sasaran pada masa yang akan datang, dilandasi oleh pertimbangan dan tata laku yang ada dan berkembang saat ini. dan Perencanaan berdasarkan pertimbangan target (target oriented planning) yaitu suatu perencanaan yang mana tujuan dan sasaran yang ingin dicapai pada masa yang akan datang merupakan faktor penentu. Menurut Yoeti (2007) dalam Rero (2011) ada beberapa alasan mengapa perencanaan diperlukan. a) Memberi Pengarahan, dengan adanya perencanaan para pelaksana dalam suatu organisasi atau tim mengetahui apa yang hendak dilakukannya dan ke arah mana tujuannya, dan apa yang akan dicapai. b) Membimbing Kerjasama, perencanaan dapat membimbing para petugas untuk tidak bekerja menurut kemauannya sendiri. Dengan adanya perencanaan, akan timbul rasa sebagai bagian dari suatu tim, di tempat tugas seorang banyak tergantung dari tugas lainnya. c) Menciptakan Koordinasi, bila dalam suatu proyek masing-masing keahlian berjalan terpisah, kemungkinan besar tidak akan tercapai suatu inkrenisasi dalam pelaksanaan. Karena itu sangat diperlukan adanya koordinasi antara beberapa aktifitas yang dilakukan. d) Menjamin Tercapainya Kemajuan, suatu perencanaan pada umumnya telah menggariskan program yang
32
hendak dilakukan. Program itu meliputi tugas yang dikerjakan dan tanggung jawab tiap individu atau tim dalam proyek. Bila ada penyimpangan antara yang direncanakan dengan yang dilaksanakan, akan segera dilakukan koreksi, sehingga sistem ini akan mempercepat penyelesaian suatu proyek. e) Untuk Memperkecil Resiko, perencanaan mencakup mengumpulkan data yang relevan (baik yang tersedia, maupun yang tidak tersedia) dan secara hati -hati menelaah segala kemungkinan yang terjadi sebelum diambil suatu keputusan. Keputusan yang diambil atas dasar intuisi, tanpa melakukan suatu penelitian pasar atau tanpa melakukan perhitungan rates of return on investment, sangat dikhawatirkan akan menghadapi resiko besar. Karena itu perencanaan lebih memperkecil resiko. f) Mendorong dalam Pelaksanaan, perencanaan terjadi agar suatu organisasi dapat memperoleh kemajuan secara sistematis dalam mencapai hasil yang diinginkan melaui inisiatif sendiri. Untuk mencapai hasil diperlukan tindakan. Untuk melakukan tindakan dibutuhkan suatu perencanaan dan program. Untuk membuat suatu perencanaan diperlukan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan. Untuk mengetahui data yang perlu dikumpulkan, diperlukan tujuan yang hendak dicapai, sedangkan untuk mencapai suatu tujuan (objectives) diperlukan suatu pemikiran (thought) yang khusus. Jadi perencanaan (planning) merupakan suatu mata rantai yang esensial antara pemikiran (thought) dan pelaksanaan (action), atau “thought without action is merely philosophy, action without thought is merely stupidity”. Pengembangan Gamelan Jegog sebagai daya tarik wista di Kelurahan Sangkaragung Kabupaten Jembrana perlu dilakukan dengan perencanaan yang baik sesuai dengan teori perencanaan. Perencanaan yang baik tentu akan
33
memberikan pengarahan ketujuan yang akan dicapai. Menjalin kerjasama, menciptakan
koordinasi,
dan
memperkecil
dampak-dampak
yang
tidak
menguntungkan. Dengan demikian untuk melakukan pengembangan gamelan jegog di Kelurahan Sangkaragung diperlukan perencanaan pengembangan agar tercapai sasaran maupun tujuan yang telah direncanakan. 2.2.3 Teori Manajemen Sukanto (1992:13) dijelaskan manajemen bisa berarti fungsi, peranan maupun keterampilan. Manajemen sebagai fungsi meliputi usaha perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordisasian, dan pengawasan. Manajemen sebagai peranan adalah antarpribadi pemberi informasi dan pengambil keputusan. Manajemen dapat pula berarti pengembangan keterampilan yaitu teknis, manusiawi, dan konseptual. 1. Perencanaan Perencanaan adalah penentuan segala sesuatu sebelum dilakukan kegiatan-kegiatan. Fungsi perencanaan meliputi usaha pemilihan berbagai alternatif tujuan, strategi, kebijaksanaan, serta taktik yang akan dijalankan. Usaha tersebut merupakan pengambilan keputusan yang mempengaruhi jalannya perusahaan pada waktu yang akan datang. Proses pengambilan keputusan sifatnya ilmiah, yaitu menuruti persyaratan tertentu. Rencana yang dibuat harus memenuhi sifat-sifat serta tujuan tertentu. Orang yang membuat rencana perlu menghayati pentingnya rencana serta sampai seberapa jauh orang membuat rencana itu. Selanjutnya orang hendaknya mengetahui kaidah perencanaan. Setelah
34
rencana tercipta, strategi, kebijaksanaan, dan taktik perlu digariskan, sedangkan pelaksanaan rencana itu haruslah konsekuen. 2. Pengorganisasian Pengorganisasian merupakan proses menciptakan hubunganhubungan antara fungsi-fungsi, personalia dan faktor fisik, agar kegiatankegiatan yang dilaksanakan disatukan dan diarahkan pada pencapaian tujuan bersama. Proses pengorganisasian menghasilkan organisasi formal, yaitu lembaga atau kelompok fungsional yang menjadi wadah kegiatan anggota organisasi. Di lain pihak, mungkin timbul organisasi tidak formal (informal) yaitu yang menjadi wadah hubungan antara anggota tertentu organisasi formal. Semuanya perlu diperhatikan oleh manajer organisasi apabila berminat untuk memanfaatkannya bagi tercapainya tujuan-tujuan. Organisasi mempunyai tiga komponen yaitu fungsi; personalia, dan sarana prasarana fisik. Ketiga komponen tersebut harus dijalin sedemikian rupa hingga tercapai tujuan organisasi. Untuk maksud ini biasanya diciptakan struktur organisasi tertentu. 3.
Pengarahan Pengarahan merupakan usaha yang berhubungan dengan segala sesuatu agar semuanya itu dapat dilakukan. Apa yang direncanakan dan diorganisasikan mungkin tidak berjalan, kecuali jika bawahan diberitahu tentang apa yang harus dilakukan. Orang yang mengarahkan harus menghayati perasaan, sikap, perilaku, dan tindakan yang diarahkan. Pengarahan harus berdasarkan motivasi, harapan akan hasil usaha serta
35
harapan kepuasan tertentu baik yang mengarahkan maupun yang diarahkan. Berbagai pendekatan pengarahan disarankan orang, tetapi yang penting bagaimana caranya agar pengarahan yang digariskan itu secara konsekuen dan sukarela diikuti oleh orang yang diarahkan sehingga tercipta kepeminpinan yang dinamis dan kreatif di dalam organisasi. Situasi dimana atasan membimbing serta mengamati bawahannya secara baik perlu diciptakan, sehingga diperoleh kerja sama yang harmonis antara atasan dan bawahan. 4. Pengkoordinasian Pengkoordinasian
merupakan
usaha
mensinkronkan
dan
menyatukan kegiatan dalam organisasi agar tercapai tujuan organisasi. Pengkoordinasian merupakan tugas yang sulit dilakukan karena berbagai perbedaan tujuan, waktu, hubungan perseorangan, formalita struktur, dan lain-lain. Tujuan perorangan mungkin berbeda dengan tujuan organisasi. Perlu adanya harmonisasi program-program dan kebijaksanaan dengan mensinkronkan waktu untuk mencapai tujuan utama dari organisasi tersebut. 5. Pengawasan Pengawasan pada hakikatnya merupakan usaha memberikan petunjuk kepada para pelaksana agar selalu bertindak sesuai dengan rencana. Diharapkan agar para pelaksana membatasi tindakan-tindakannya untuk mencapai tujuan sedemikian rupa, sehingga tidak begitu menyimpang dari yang diperbolehkan. Pengawasan menjadikan siklus fungsi manajemen lengkap dan membawa organisasi ke perencanaan yang
36
makin
jelas,
lengkap
dan
terkoordinir,
makin
lengkap
pula
pengawasannya. Pengawasan itu terdiri dari penentuan standar-standar, pengawasan/supervise kegiatan atau pemeriksaan, pembandingan hasil dengan standar, serta kegiatan mengoreksi kegiatan atau standar. 2.4 Model Penelitian Pengembangan suatu potensi untuk dijadikan daya tarik wisata dapat memberikan manfaat bagi masyarakat untuk menggali lagi potensi lain yang dimiliki daerah tersebut. Penelitian pengembangan gamelan jegog sebagai daya tarik wisata di Kabupaten Jembrana ditulis agar memberikan solusi bagi pemecahan permasalahan terjadinya ketimpangan pengembangan daya tarik wisata. Untuk melakukan kajian terhadap masalah ini, aspek-aspek yang menjadi kendala perlu dikaji yaitu aspek lingkungan eksternal dan internal terhadap pengembangan gamelan jegog sebagai daya tarik wisata. Sebuah kawasan, memiliki lingkungan yang dapat dipisahkan menjadi lingkungan bagian dalam yang disebut lingkungan internal dan lingkungan bagian luar kawasan yang disebut lingkungan eksternal. Lingkungan internal merupakan kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), dan lingkungan eksternal merupakan peluang (opportunity) dan ancaman (treath). Berikut bagan model penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 2.1
37
Kepariwisataan Kabupaten Jembrana
Seni Budaya
1. 2. 3. 4.
KONSEP Daya Tarik Wisata Destinasi Pariwisata Komponen Destinasi Konsep Strategi
Apa Potensi Jegog?
Gamelan
Jegog
Bagaimana Partisipasi Masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Jembrana?
Analisis SWOT
Simpulan dan Saran
Gambar 2.1. Model Penelitian
TEORI 1. Teori Partisipasi 2. Teori Perencanaan 3. Teori Manajemen
Bagaimana Strategi Pengembangan Gamelan Jegog?