1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Untuk meningkatkan peranan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) menuju pada kemandirian pembiayaan daerah maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama ini diupayakan peningkatannya. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dilakukan dengan menggali sumber daya yang ada di daerah masing-masing aagar lebih potensial sehingga mampu menghasilkan peningkatan sumber dana pembangunan daerah. Apalagi dengan diberlakukannya otonomi daerah, akan membuka peluang bagi masing-masing Pemerintah Daerah untuk dapat mengelola sumber daya daerahnya untuk pembangunan daerah. Retribusi Daerah dan Pajak Daerah merupakan salah satu unsur sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Retribusi Daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Retribusi Daerah dibagi atas 3 (tiga) golongan, yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Perijinan Tertentu. Dari ketiga golongan Retribusi Daerah tersebut, masing-masing golongan terdiri atas beberapa komponen retribusi yang dipungut oleh Pemerintah Daerah. Sedangkan Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, dapat dipaksakan
1
2
berdasarkan
peraturan
perundangan
yang
berlaku
digunakan
untuk
penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Pajak Daerah dibagi atas 2 (dua) golongan, yaitu: Pajak Daerah Tingkat I dan Pajak Daerah Tingkat II. Dari kedua golongan Pajak daerah tersebut, masing-masing golongan terdiri atas beberapa komponen Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah. Kekurangmampuan penggalian sumber-sumber Pendapatan Daerah akan berdampak pada pembiayaan pembangunan daerah. Pendapatan Asli Daerah merupakan tulang punggung pembangunan, jika tidak mengalami kenaikan dikhawatirkan akan mengganggu jalannya roda pembangunan. Fenomena pemberlakuan UU No. 18 Tahun 1997 yang kurang menunjang UU No. 25 Tahun 1999 ini mendorong diundangkannya UU No. 34 Tahun 2000 tentang pajak dan retribusi daerah, yang intinya menuntut daerah mampu menciptakan sumber keuangan baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan dapat mendorong berkembangnya kegiatan otonomi daerah. Dengan menentukan anggaran pemungutan pajak dan retribusi akan mengetahui hasil akhir dari realisasi pemungutan pajak dan retribusi tersebut, maka akan tampak perbandingannya yang menunjukkan efektifitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Berdasarkan dari pemikiran bahwa pentingnya untuk mengkaji selisih realisasi dan anggaran penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka penelitian ini mengambil judul: “ANALISIS SELISIH REALISASI ANGGARAN RETRIBUSI DAERAH DAN PAJAK DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN JEPARA”.
3
1.2. Ruang Lingkup Dengan maksud supaya arah pembahasan tidak mengalami kesimpangsiuran dan terhindar dari pembahasan yang terlalu luas, maka ruang lingkup penelitian dibatasi sebagai berikut : 1.2.1. Obyek penelitian adalah Pemerintah Kabupaten Jepara dengan subyek yang diteliti adalah salah satu unsur Pendapatan Asli Daerah yaitu Retribusi Daerah dan Pajak Daerah . 1.2.2. Penelitian mengkaji besarnya realisasi dengan Anggara Retribusi dan Pajak Daerah sebagai salah satu unsur Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Jepara selama 5 (lima) tahun anggaran yaitu tahun 2004 sampai dengan tahun 2008.
1.3. Perumusan Masalah Perumusan masalah yang hendak dibahas dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1.3.1. Seberapa besar selisih realisasi dan anggaran penerimaan Retribusi dan Pajak Daerah Pemerintah Kabupaten Jepara selama periode anggaran tahun 2004-2008 ? 1.3.2. Seberapa besar efisiensi, efektifitas dan kontribusi Penerimaan Retribusi dan Pajak Daerah terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kabupaten Jepara selama periode anggaran tahun 2004-2008 ?
4
1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.4.1. Untuk mengetahui besarnya perubahan selisih realisasi dan anggaran Penerimaan Retribusi Daerah dan Pajak Daerah Pemerintah Kabupaten Jepara selama periode anggaran tahun 2004-2008. 1.4.2. Untuk menganalisis efisiensi, efektifitas dan kontribusi Penerimaan Retribusi Daerah dan Pajak Daerah terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kabupaten Jepara selama periode anggaran tahun 2004-2008.
1.5. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian adalah sebagai berikut : 1.5.1. Bagi Peneliti, penelitian ini berguna untuk menambah wawasan tentang keefektifan, keefisiensinan Retribusi Daerah dan Pajak Daerah, serta sebagai pelatihan untuk memecahkan sebuah masalah. 1.5.2. Bagi Masyarakat, sebagai masukan supaya lebih mengerti manfaat dari APBD yang sumbernya danaya dari masyarakat, sehingga masyarakat semakin sadar untuk berpartisipasi dalam pembangunan daerah. 1.5.3. Bagi Ilmu Pengetahuan, sebagai sumber informasi dan referensi untuk memungkinkan penelitian selanjutnya mengenai topik-topik berkaitan baik yang bersifat melanjutkan maupun melengkapi.
5
1.6. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, dibagi dalam lima Bab, yaitu: BAB I :
PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas mengenai Landasan Teori yang terdiri dari : pengertian retribusi daerah, dasar hukum retribusi daerah, azaz pemungutan
retribusi
daerah,
macam-macam
retribusi
daerah,
pengertian pajak daerah, wewenang pemungutan pajak daerah, jenisjenis pajak daerah, pengertian budget, efisiensi dan efektifitas unsur PAD; Penelitian Terdahulu; dan Kerangka Pemikiran. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini akan membahas metode penelian berupa variabel penelitian, definisi operasional penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, metode analisis data. BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas uraian deskripsi obyek penelitian, analisis data dan pembahasan. BAB V : PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran penelitian yang dilakukan.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Retribusi Daerah 2.1.1.1. Pengertian Retribusi Daerah Kebijaksanaan memungut bayaran untuk barang dan layanan yang disediakan oleh Pemerintah kepada masyarakat berpangkal pada efisiensi ekonomis. Teori ekonomi mengatakan, harga barang atau layanan jasa yang diberikan pada masyarakat hendaknya didasarkan pada biaya tambahan (marginal cost) yakni biaya untuk melayani konsumen yang terakhir (Devas, 1999 : 95). Sejalan dengan definisi tersebut, Munawir (2002) merumuskan, retribusi adalah iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung. Paksaan ini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah tidak dikenakan iuran ini. Secara singkat dapat dikatakan ciri mendasar dari retribusi adalah : 1. Iuran yang dipungut pemerintah, 2. Ada balas jasa secara langsung, 3. Ada unsur paksaan, 4. Ada unsur ekonomis, 5. Dapat dikenakan pada orang atau badan hukum. Sedangkan pengertian secara umum retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus
6
7
disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi atau badan sebagai ganti rugi atas biaya yang dikeluarkan daerah dalam menyediakan barang atau layanan jasa yang diberikan, hal ini sejalan dengan definisi dari Munawir (2002). Berdasarkan Peraturan Umum Retribusi Daerah yang dimaksud dengan retribusi daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan usaha atau milik daerah, bagi yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan daerah. Selanjutnya penjelasan dalam Manual Administrasi Pendapatan Daerah, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau memperoleh jasa pekerjaan usaha atau milik daerah yang berkepentingan atau karena memperoleh jasa yang diberikan oleh daerah. Dengan demikian retribusi daerah merupakan pungutan asli daerah atas jasa atau pelayanan yang diberikan oleh daerah kepada masyarakat. Untuk mentaatinya yang berkepentingan mendapat paksaan ekonomis, yaitu barang siapa yang ingin menikmati atau mempergunakan jasa tertentu dari daerah, maka diwajibkan membayarnya. Dari beberapa pengertian retribusi tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri retribusi daerah adalah sebagai berikut ini. 1. Dipungut oleh daerah 2. Dalam pungutan tersebut terdapat prestasi yang diberikan daerah yang langsung dapat ditunjuk. 3. Retribusi dikenakan pada siapa saja yang memanfaatkan jasa yang diberikan atau yang disediakan oleh pemerintah.
8
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau pekerjaan, usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah (Sutrisno P.H., 2002 : 202). Menurut Suparmoko (2000) retribusi daerah adalah suatu pembiayaan dari rakyat kepada pemerintah, dimana dapat melekat adanya hubungan antara balas jasa yang langsung diterima dengan adanya pembayaran retribusi tersebut. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 34 Tahun 2000, menyebutkan bahwa yang dimaksud retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Jadi retribusi merupakan kontrak prestasi yang dapat dinikmati secara langsung oleh yang melakukan pembayaran retribusi daerah. Sedangkan mengenai segala sesuatu yang ada kaitannya dengan pungutannya diatur dalam undang-undang tersendiri. Hasil retribusi daerah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pungutan retribusi daerah yang pemungutannya diatur dalam Peraturan Daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001, yang dimaksud dengan Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 2.1.1.2. Dasar Hukum Retribusi Daerah Upaya peningkatan penyediaan dana dari sumber-sumber pendapatn daerah antara lain dilakukan dengan peningkatan kinerja pemungutannya serta
9
penyederhanaan, penyempurnaan dan penambahan jenis retribusi. Dasar hukum yang berhubungan dengan retribusi daerah antara lain di bawah ini. 1. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1999 tentang Retribusi Daerah. 3. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 4. PP (Peraturan Pemerintah) No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. 5. PP (Peraturan Pemerintah) No.66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. 2.1.1.3. Azas Pemungutan Retribusi Daerah Menurut pasal 4 Undang-Undang Darurat No. 12 tahun 1957 dalam Ichwan (1998) menyatakan bahwa suatu retribusi daerah hanya bisa dipungut sedemikian rupa sehingga diperoleh pendapatan yang layak bagi daerah sedangkan pungutan itu harus ditetapkan dengan pemakaian atas pekerjaannya, usaha atau milik daerah atau dengan jasa yang diberikan oleh daerah. Dengan demikian tarif untuk retribusi tidak ditetapkan setinggi-tingginya akan tetapi pendapatan yang diharapkan dari retribusi (dalam hal ini pungutan retribusi), seyogyanya hanya sebesar yang diperlukan untuk memelihara dan melangsungkan kemungkinan dalam memberikan jasa secara langsung itu kepada masyarakat. Selanjutnya azas-azas yang berlaku bagi pungutan retribusi daerah yakni retribusi daerah tidak boleh merupakan halangan bagi keluar masuknya perdagangan (pengangkutan barang-barang) yang dihasilkan oleh daerah, misalnya dengan
10
memungut uang retribusi, pemakaian jalan yang sangat besar dengan meminta pembayaran retribusi penimbangan, yang sangat tinggi bagi kendaraan truk. 2.1.1.4. Macam-macam Retribusi Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 retribusi daerah dibagi atas tiga golongan, yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi Perijinan tertentu. Komponen dari ketiga golongan yang termasuk retribusi daerah tersebut meliputi berikut ini. 1. Retribusi Jasa Umum, ditetapkan berdasarkan kriteria : a. Bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Usaha atau Retribusi Perijinan Tertentu; b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi; c. Jasa yang diberikan memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum; d. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi; e. Tidak
bertentangan
dengan
kebijakan
nasional
mengenai
penyelenggaraannya; f. Dapat dipungut secara efektif dan efisien serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial; g. Pungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik.
11
Yang dapat dimasukkan dalam kriteria Retribusi Jasa Umum, antara lain : a. Retribusi Pelayanan Kesehatan; b. Retribusi Pelayanan Persampahan; c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak KTP dan Akte Capil; d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat; e.
Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum;
f. Retribusi Pasar; g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran; i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta; j. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan. 2. Retribusi Jasa Usaha, ditetapkan berdasarkan kriteria : a. Bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Umum dan Retribusi Perijinan Tertentu; b. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki atau dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah. Yang dapat dimasukkan dalam kriteria Retribusi Jasa Usaha, antara lain : a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b. Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan; c. Retribusi Tempat Pelelangan; d. Retribusi Terminal;
12
e. Retribusi Tempat Khusus Parkir; f. Retribusi Tempat Penginapan / Pesanggrahan/ Villa; g. Retribusi Pengedotan Kakus; h. Retribusi Rumah Pemotongan Hewan; i. Retribusi Pelayanaan Pelabuhan Kapal; j. Retribusi Tempat Rekriasi dan Olah Raga; k. Retribusi Penyebaran di Atas Air; l. Retribusi Pengolahan Limbah Cair; m. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah. 3. Retribusi Perijinan Tertentu, ditetapkan berdasarkan kriteria : a. Perijinan tersebut termasuk kewenangan pemerintah yang diserahkan kepada daerah dalam rangka azas desentralisasi; b. Perijinan tersebut betul-betul diperlukan guna melindungi kepentingan umum; c. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan ijin tersebut cukup besar, sehingga layak dibiayai dari retribusi perijinan. Yang dapat dimasukkan dalam kriteria Retribusi Perijinan Tertentu, antara lain : a. Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan b. Retribusi Ijin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; c. Retribusi Ijin Gangguan; d. Retribusi Ijin Proyek.
13
Retribusi-retribusi tersebut di atas pada dasarnya atau pada umumnya dikenakan secara spesifik, dalam arti dikenakan dalam bentuk uang untuk setiap transaksi atau penyerahan jasa oleh daerah (dalam hal ini Pemerintah Daerah). Selain jenis retribusi yang ditetapkan dalam Undang-Undang yang pengaturannya ditetapkan dengan Peraturan Daerah tersebut, Pemerintah Daerah atau Kota dapat menetapkan jenis retribusi lainnya, selama masih sesuai dengan kewenangan otonominya dan memenuhi kriteria yang telah disebutkan tersebut. 2.1.2. Pajak Daerah 2.1.2.1. Pengertian Pajak Daerah Sebelum dikemukakan tentang Pajak Daerah terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian Pajak Daerah. Pajak Daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah Daerah yang pelaksanaanya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Pajak daerah diatur dalam undang-undang dan hasilnya akan masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Erly Suandy, 2002 : 41). Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah, yang dimaksud dengan Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan
yang berlaku
pemerintah dan pembangunan daerah.
digunakan untuk penyelenggaraan
14
Keterangan di atas menunjukkan bahwa Pajak Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang sangat penting guna membiayai penyelenggaran pamerintah dan pembangunan daerah, sehingga dapat untuk memantapkan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Sedangkan Pajak Daerah menurut Undang-Undang perimbangan keuangan 1957 dan Undang-Undang Nomor 11/Drt/Tahun 1957 tentang Pajak Daerah. Pajak Daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik. Pendapat lain mengatakan bahwa Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh daerah berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangganya sebagai Badan Hukum Publik. Pajak Daerah juga merupakan pajak yang dipungut oleh Daerah Swatantra (Propinsi, Kabupaten, Kota) untuk pembiayaan rumah tangganya. Sedangkan menurut Josef Riwu Kaho (2001 : 130), yang dimaksud dengan Pajak Daerah adalah Pajak Negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dipergunakan untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik. 2.1.2.2. Wewenang Pemungutan Pajak Daerah Dari segi kewenangan pemungutan pajak atas obyek pajak daerah, pajak daerah dibagi menjadi 2 (dua) yaitu : 1. Pajak Daerah yang dipungut oleh provinsi. 2. Pajak Daerah yang dipungut oleh kabupaten atau kota.
15
Perbedaan kewenangan pemungutan antara pajak yang dipungut oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kota adalah sebagai berikut: 1. Pajak provinsi kewenangan pemungutan terhadap pada pemerintah daerah provinsi, sedang untuk pajak daerah atau kabupaten kewenangan pemungutan terletak pada pemerintah kabupaten atau kota. 2. Objek pajak kabupaten atau kota lebih luas dibandingkan dengan objek pajak provinsi, dan objek pajak kabupaten atau kota masih dapat diperluas berdasarkan peraturan pemerintah sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada, sedangkan pajak provinsi apabila ingin diperluas objeknya harus melalui perubahan dalam undang-undang. Jenis Pajak Daerah Pajak Daerah di Indonesia dapat digolongkan berdasarkan tingkatan Pemerintah Daerah, yaitu pajak daerah tingkat provinsi dan pajak daerah tingkat kabupaten atau kota. Penggolongan pajak seperti di atas diatur dalam UndangUndang Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dalam UndangUndang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Pasal II ayat 1 dan 2) serta Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang objek, subyek, dasar pengenaan pajak (DPP) dan ketentuan tarif dari pajak daerah yang berlaku yaitu : 1. Pajak Daerah Tingkat I a. Pajak kendaran Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; b. Bea Balik Nama Kendaran Bermotor dan Kendaran di Atas Air; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
16
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. 2. Pajak Daerah Tingkat II a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; g. Pajak Parkir; h. Pajak Lain-lain. Tarif Pajak Provinsi akan diatur dalam suatu Peraturan Pemerintah (PP) sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pajak daerah. Dalam hal ini, yang berlaku sekarang yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Sedangkan Pajak Daerah tingkat II, khususnya yang menyangkut masalah tarif pajak kabupeten atau kota ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang pajak daerah dan perlakuannya sama dengan tarif yang terdapat dalam Undang-undang Pajak Daerah. Tarif tersebut merupakan tarif tertinggi yang dapat diterapkan oleh pemerintah kabupaten atau kota dalam pemungutan pajak daerah.
17
Indikator Untuk Menilai Pajak Daerah Ada beberapa indikator untuk menilai berbagai Pajak Daerah : 1. Hasil (Yield) Memadai tidaknya hasil suatu pajak dalam kaitan dengan berbagai layanan yang dibiayainya; stabilitas dan mudah tidaknya memperkirakan hasil itu; dan elastisitas hasil pajak terhadap inflasi, pertumbuhan penduduk, dan sebagainya, juga perbandingan hasil pajak dan biaya pungut. 2. Keadilan (Equity) Dasar pajak dan kewajiban membayar harus jelas dan tidak sewenangwenang. 3. Daya Guna Ekonomi (Economic Efficiency) Pajak hendaknya mendorong (atau setidak-tidaknya tidak menghambat) penggunaan sumberdaya secara berdaya guna dalam kehidupan ekonomi, mencegah jangan sampai pilihan konsumen dan pilihan produsen menjadi salah arah atau orang menjadi segan bekerja atau menabung. 4. Kecocokan sebagai Sumber Penerimaan Daerah (Suitability as a Local Revenue Source) : Ini berarti, haruslah jelas kepada daerah mana suatu pajak harus dibayarkan, dan tempat memungut pajak sedapat mungkin sama dengan tempat akhir beban pajak. 5. Kemampuan Melaksanakan (Ebility to Implement) : Suatu pajak haruslah dapat dilaksanakan, dari sudut politik dan kemauan tata usaha.
18
Budget 2.1.3.1. Pengertian Budget Budget didefinisikan sebagai suatu pendekatan (approach) sistematis dan formal untuk menyelesaikan tanggung jawab perencanaan, koordinasi, dan pengendalian oleh pimpinan perusahaan. Budget didefinisikan suatu rencana tentang kegiatan perusahaan, rencana ini mencakup berbagai kegiatan operasional yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain (Marwan Asri, 1993 : 2). Budget merupakan suatu rencana yang disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tetentu yang akan datang. Dari pengertian-pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa budget terdapat unsur-unsur penting yang meliputi berikut ini. 1. Rencana Kegiatan aktifitas perusahaan yang akan dilakukan pada masa yang akan datang terlebih dulu ditentukan dengan menggunakan budget dan kegiatan itu mempunyai cirri-ciri khusus seperti disusun secara sistematis, mencakup seluruh kegiatan perusahaan dan dinyatakan dalam unit moneter. Dengan demikian jelas bahwa budget hanyalah merupakan salah satu bagian saja dari rencana-rencana perusahaan, sebab masih ada rencana perusahaan yang tidak termasuk budget, karena tidak mempunyai spesifikasi-spesifikasi khusus seperti budget. Rencana-rencana seperti itu misalnya meliputi: a. Rencana tentang penggunaaan lembaga-lembaga saluran distribusi yang akan dating (agen, pedagang besar, pedagang kecil).
19
b. Rencana tentang media–media promosi yang digunakan nanti (periklanan, publisitas, promosi penjualan). c. Rencana tentang model, bentuk atau desain dari produk yang akan dihasilkan dan sebagainya. 2. Meliputi Seluruh Kegiatan Perusahaan Budget harus mencakup seluruh kegiatan perusahaan, yang secara garis besar kegiatan perusahaan dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu kegiatan pemasaran (marketing), produksi (producing), pembelanjaan (financing), administrasi (administrating), serta kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan personalia (personnel), agar kegiatan-kegiatan perusahaan mempunyai pedoman dan arah sehingga dapat berjalan dengan lancar. Jika budget tidak meliputi seluruh kegiatan perusahaan, nantinya dapat mengganggu kelancaran jalannya perusahaaan, yang berarti pula akan mengganggu jalannya kegiatan untuk merealisasikan budget itu sendiri. Tidak menutup kemungkinan pula suatu kegiatan tidak dimasukkan dalam budget bila kegiatan tersebut dipandang tidak terlalu penting kaitannya dalam kegiatan-kegiatan perusahaan lainnya. 3. Dinyatakan Dalam Unit Moneter Kesatuan unit yang digunakan dalam budget haruslah seragam meskipun kegiatan-kegiatan perusahaan tersebut berbeda, misalnya saja bahan mentah menggunakan kesatuan berat (kilogram dan sebagainya), kesatuan panjang (meter dan sebagainya), kesatuan luas (meter persegi), tenaga kerja menggunakan kesatuan jam kerja. Dengan unit moneter dapat diseragamkan
20
semua kesatuan yang berbeda tersebut, sehingga memungkinkan untuk dijumlahkan, diperbandingkan serta dianalisis lebih lanjut. 4. Jangka Waktu Tertentu Budget berlaku untuk masa yang akan datang, ini menunjukkan dalam budget memuat taksiran-taksiran tentang apa yang terjadi dalam jangka waktu tertentu atau yang akan datang. 2.1.3.2. Jenis Budget 1. Berdasarkan jangka waktu (periode) budget Berkaitan dengan masalah jangka waktu (periode) budget dikenal 2 (dua) macam, yaitu : a. Budget strategis (strategic budget), ialah budget yang berlaku untuk jangka panjang, yaitu jangka wakyu melebihi satu periode akuntansi (melebihi satu tahun). b. Budget taktis (tactical budget), ialah budget yang berlaku untuk jangka pendek, yaitu satu periode akuntansi atau kurang. Budget taktis sendiri dibagi atas : 1). Budget periodic, yaitu budget yang disusun untuk satu periode akuntansi (setahun penuh); 2). Budget bertahap, yaitu budget yang disusun untuk jangka waktu yang kurang dari satu periode akuntansi. Misalnya: 3 bulan, 4 bulan dan sebagainya. Perbedaan antara budget periodic dengan budget bertahap terletak pada hal-hal berikut ini :
21
1). Jangka waktu anggaran Budget periodic jangka waktu 1 tahun, sedangkan budget bertahap jangka waktu lebih pendek yaitu 3 bulanan, 4 bulanan. 2). Periodic penyusunan anggaran Budget periodic penyusunan anggarannya setiap akhir periode, sedangkan budget bertahap penyusunan anggarannya kontinyu tiap bulan sekali, meskipun jangka waktu 3 bulan, 4 bulan. 3). Frekuensi penyusunan anggaran Budget periodic frekuensi penyusunan anggaran 1 kali setiap periode budget berakhir sedangkan budget bertahap, frekuensi berkali-kali. Bisanya anggaran periodic banyak digunakan pada perusahaan-perusahaan yang mempunyai kepastian yang tinggi, misalnya produk yang dihasilkan pasti akan laku. Sebaliknya anggaran bertahap digunakan pada perusahaan yang biasanya menghadapi ketidakpastian tinggi. Budget bertahap dipisahkan lagi dari sisi fleksibilitas anggaran yaitu berikut ini (Agus Ahyari, 2001 : 17) 1). Anggaran tetap, merupakan anggaran yang disusun atas dasar tingkat kepasitas tertentu. 2). Anggaran variabel merupakan anggaran yang disusun atas interval kapasitas tertentu, dimana berbagai tingkat kapasitas tersebut mungkin dipergunakan dalam perusahaan.
22
2. Berdasarkan segi kelengkapan anggaran Dari segi kelengkapan anggaran dibagi menjadi : (Agus Ahyari, 2001 : 17) a. Anggaran Komprehensif Anggaran yang mencakup seluruh aktifitas perusahaan baik di bidang marketing, produksi, keuangan, personalia, dan tertib administrasi. Di dalam praktek, banyak perusahaan belum mempergunakan anggaran komprehensif dengan pertimbangan praktis dan keterbatasan perusahaan, misalnya keterbatasan dana, keterbatasan tenaga ahli, kurangnya data pendukung. b. Angggaran Parsial Anggaran yang ruang lingkupnya terbatas, hanya mencakup aktifitas di bidang-bidang tertentu saja. Anggran ini merupakan kebalikan dari anggaran komprehensif. Pada umumnya manajemen perusahaan dapat memperoleh manfaat cukup besar dari penggunaan anggaran di dalam perusahaannya, apabila yang digunakan angggaran komprehensif. Juga diakui pula penggunaan angggaran parsial
cukup
mendatang
manfaat
bagi
perusahaan
yang
cukup
mempergunakannya, namun apabila diperbandingkan dengan pemakaian anggaran komprehensif manfaat yang diperoleh dari penggunaan anggaran parsial ini menjadi sangat kecil. Melihat kepada kenyatan sebagai alat bantu untuk manajemen perusahaan guna penyusunan perencanaan, sebagai alat koordinasi dan pengendalian serta sebagai alat utuk mengadakan evaluasi dari pelaksanaan kegiatan di dalam perusahaan yang bersangkutan.
23
Efisiensi dan Efektifitas Unsur PAD Efisiensi Unsur PAD Efisiensi yaitu perbandingan antara biaya dengan penerimaan, efisiensi merupakan perbandingan terbalik antara usaha dan hasil atau antara pengeluaran dan penghasilan atau antara ongkos dan kenikmatan yang dicapai. Efisiensi yang dikenal dengan berdaya guna dapat ditempuh dengan cara yang termudah, teringan, tercepat, termurah. Dengan demikian bila cara yang dipergunakan merupakan cara yang efisien maka suatu usaha tertentu akan mendapat hasil yang semaksimal mungkin (Davey, 2001 : 11). Efisiensi memang lebih condong kepada konsumen ekonomi, namun tolak ukurnya sulit diterapkan, apabila diterapkan dalam organisasi, sebab banyak masuk variabel non ekonomi. Secara sederhana dapat diuraikan indikator efisiensi ekonomis sebagai berikut ini. 1. Bila fungsi produk menghasilkan output yang maksimal, ini disebut efisiensi teknis. 2. Bila faktor produksi atau sumber-sumber produksi dapat dikombinasikan sedemikian rupa sehingga mendapat keuntungan maksimal, maka disebut efisiensi harga (Davey, 2001 : 12-15). Gabungan dari kedua indikator efisiensi tersebut merupakan efisiensi ekonomis, inilah yang seharusnya diusahakan oleh bisnisnya usaha. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud efisiensi yaitu adanya nilai guna dari sesuatu yang ditanamkan, artinya sejauh mana sesuatu yang ditanamkan (dalam hal ini adalah dana) benar-benar bisa
24
menghasilkan secara optimal pada usaha yang optimal, sehingga diharapkan antara yang ditanamkan (biaya atau pengeluaran) dengan yang dihasilkan penerimaan) setidaknya bisa seimbang. Pembiayaan yang dimaksud dalam penelitan ini adalah merupakan biaya tenaga kerja dalam menjalankan kegiatan pemerintahan daerah tersebut, berupa gaji ataupun tunjangan-tunjangan, seperti contoh untuk retribusi daerah biaya yang dimaksud adalah biaya untuk menarik retribusi dari obyek pajak tersebut, demikian untuk pos-pos pajak daerah lainnya. Efektifitas Unsur PAD Tolak ukur hasil kebijaksanaan angggaran ditinjau dari efektifitas penerimaan. Efektifitas atau hasil guna adalah mengukur perbandingan antara hasil pemungutan unsur-unsur PAD dengan potensi yang menjadi target hasil penerimaan PAD (Mustaqiem, 2008 : 23). Penetapan target PAD didasarkan pada dua pengamatan yang pertama berdasarkan penerimaan atau realisasi tahun sebelumnya, kemudian diprediksikan untuk tahun berikutnya target yang ditentukan berapa, kedua berdasarkan pada hasil pengamatan, maksudnya yaitu targetnya yang ditentukan dengan adanya penambahan obyek pajak baru atau mungkin penurunan obyek pajak, sehinggga di dalam menetapkan target PAD selalu melakukan pengamatan dua kondisi tersebut (Mustaqiem, 2008 : 23). Hasil guna atau efektifitas dari pemungutan PAD menyangkup semua tahap administrasi penerimaan PAD, menegakkan sistem pemungutan PAD dan membukukan penerimaan PAD untuk setiap periode anggaran. Untuk itu setiap
25
unsur pendapatan asli daerah dibuat budget (angggaran) yang nantinya dijadikan target pemungutan masing-masing unsur PAD yang meliputi : pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD dan penerimaan lain-lain oleh pemerintah kabupaten (Devey, 2001 : 114).
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dijadikan referensi dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti, yang disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama Subagyo Suyatmo, 2005.
Alat Analisis Analisis Selisih Analisis Realisasi Anggaran Selisih Retribusi Daerah Pemerintah Kabupaten Rembang Efisiensi Judul
Hasil
Selama enam tahun (2000-2005) Retribusi Daerah Kab. Rembang mengalami selisih realissasi penerimaan, selisih paling besar pada tahun 2000 sebanyak Rp. 427.908.189 atau sebesar 10,78 %. Retibusi Daerah Kab. Rembang selama enam tahun (2000-2005) dapat dikatakan sangat efisien, tingkat efisiensi yang paling efisien terjadi tahun 2001, dengan efisiensi sebesar 13,95 % yang terletak pada interval < 20%. Retibusi Daerah Kab. Rembang selama Efektifitas enam tahun (2000-2005) dapat dikatakan sangat efekif, tingkat efektifitas yang paling tinggi terjadi tahun 2000, yaitu sebesar 112,08 % karena terletak pada angka rentang mendekati 100 % dan melebihi 100 %. Kontribusi retribusi daerah terhadap PAD Kabupaten Rembang yang paling besar Kontribusi terjadi pada tahun anggaran 2003 dengan kontribusi rata-rata selama lima tahun penelitian menunjukkan hasil 56,55 %
Sumber : Subagyo Suyatmo, 2005.
26
Kerangka Pemikiran Sebelum mengetahui sejauh mana efisiensi, efektifitas atas pemungutan Retribusi Daerah dan Pajak Daerah maka terlebih dahulu suatu anggaran (budget) sebagai rencana atau target harus disiapkan atas pemungutan retribusi dan pajaknya. Dengan adanya target sangat membantu dalam pelaksanaan pengawasaan aktifitas pemungutan Retribusi Daerah dan Pajak Daerah di Kabupaten Jepara. Dari perencanaan tersebut, menjadi dasar operasional pemungutan, sehingga dengan adanya anggaran pemungutan Retribusi Daerah dan Pajak Daerah diharapkan mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Jepara, untuk itu perlu dikaji perbedaan antara realisasi dengan anggaran Retribusi Daerah dan Pajak Daerah. Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diberikan gambaran sebagai kerangka pemikiran seperti pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pajak Daerah
-
Retribusi Daerah
Laba BUMD
Selisih Efisiensi Efektifitas Kontribusi Sumber : UU No. 34 Tahun 2000
Penerimaan Lain
27
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Variabel Penelitian Macam Variabel 1. Biaya Pungut Retribusi Daerah dan Pajak Daerah 2. Potensi (Target) Retribusi Daerah dan Pajak Daerah 3. Realisasi Retribusi Daerah dan Pajak Daerah 4. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Definisi Operasional Variabel 1. Biaya pungut Retribusi Daerah dan Pajak Daerah adalah unsur biaya persatuan unit pelayanan atau jasa atas penggunaan fasilitas milik Pemerintah Kabupaten Jepara. 2. Potensi (target) Retribusi Daerah dan Pajak Daerah merupakan sasaran atas pelaksanaan Retribusi Daerah dan Pajak Daerah sebagai salah satu unsur PAD untuk mencapai peningkatan pendapatan Daerah. 3. Realasasi Retribusi Daerah dan pajak daerah merupakan kenyataan hasil pungutan dari Retribusi Daerah dan Pajak Daerah yang diterima dari Pemerintah Kabupaten Jepara selama periode tertetu. 4. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan penerimaan daerah yang diperoleh secara langsung dari daerah yang bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, laba BUMD dan penerimaan PAD lain yang sah.
27
28
3.2. Jenis dan Sumber Data 3.2.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data kuantitatif. Data kuantitatif yaitu data yang berupa angka atau bilangan yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu besarnya target (anggaran) dan realisasi Retribusi Daerah dan Pajak Daerah selama periode lima tahun yaitu tahun 2004-2008. 3.2.2. Sumber Data Data penelitian ini merupakan data yang bersumber dari data sekunder. Data sekunder yaitu data yang telah diolah bersumber dari dokumen yang tersedia mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah termasuk di dalamnya PAD, target (anggaran) dan realisasi Retribusi Daerah dan Pajak Daerah serta data penunjang yang lain. Adapun sumber data berasal dari Kantor Pendapatan Daerah Kabupaten Jepara yaitu besarnya target (anggaran) dan realisasi Retribusi Daerah dan Paajak Daerah selama periode lima tahun yaitu tahun 2004-2008.
3.3. Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian adalah sebagai berikut : 3.3.1. Interview (Wawancara) Interview (wawancara) yaitu data yang dikumpulkan dengan mengadakan tanya jawab langsung dengan Dinas Pendapatan Daerah sebagai Dinas Pengelola Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang berkaitan dengan penelitian ini dan melakukan pencatatan variabel yang diteliti secara sistematis.
29
3.3.2 Dokumentasi Dokumentasi
merupakan
teknik
pengumpulan
data
dengan
cara
mempelajari dokumen-dokumen yang terkait dengan keuangan daerah dan dokumen penunjang lainnya yang berhubungan dengan penelitian, yaitu berkaitan dengan target dan realisasi penerimaan Retribusi Daerah dan Pajak Daerah Kabupaten Jepara selama periode tahun 2004-2008.
3.4. Pengolahan Data Setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan data dengan menggunakan metode
Tabulating.
Tabulating
yaitu
cara
menyusun
data
dengan
mengklasifikasikan hasil pungutan Retribusi Daerah dan Pajak Daerah Kabupaten Jepara untuk periode tertentu yang telah terkumpul dan disusun dalam bentuk tabel supaya lebih jelas dan lebih mudah dianalisis.
3.4. Analisis Data Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini diperlukan kajian atau analisis secara cermat dengan menggunakan metode analisis data sebagai berikut : 3.4.1. Analisis Deskriptif Metode analisis merupakan sebuah pendekatan yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam penelitian dengan penjelasan dan pemaparan tentang permasalahan yang diteliti.
30
3.4.2. Analisis Kuantitatif Metode analisis untuk mengolah data dengan teknik-teknik perhitungan keuangan yang diperoleh dapat diuji kebenarannya. Analisis kuantitatif ini dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut : 3.4.2.1. Analisis selisih Realisasi dan Anggaran (Budget) Retribusi Daerah Analisis ini digunakan untuk membandingkan realisasi sebenarnya dengan target penerimaan Retribusi Kabupaten Jepara untuk ditentukan prosentasinya, dengan rumus berikut :
Selisih = Realisasi Retribusi Daerah – Anggaran Retribusi Daerah Sumber : Analisis Makro Keuangan Daerah DIPENDA Jepara. 3.4.2.2. Analisis selisih Realisasi dan Anggaran (Budget) Pajak Daerah Analisis ini digunakan untuk membandingkan realisasi sebenarnya dengan target penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Jepara untuk ditentukan prosentasinya, dengan rumus sebagai berikut :
Selisih = Realisasi Pajak Daerah – Anggaran Pajak Daerah Sumber : Analisis Makro Keuangan Daerah DIPENDA Jepara. 3.5.2.3. Analisis Efisiensi Pemungutan Retribusi Daerah Efisiensi pada dasarnya adalah optimalisasi penggunaan sumber-sumber dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Nick Devas (1999 : 26) mengemukakan bahwa efisiensi atau daya guna adalah mengukur bagian dari hasil pajak atau retribusi yang bersangkutan. Selain mencakup biaya langsung daya guna juga
31
memperhitungkan biaya tidak langsung. Untuk menghitung tingkat efisien digunakan formula sebagai berikut :
Efisiensi =
Biaya Pemungutan Retibusi Daerah x 100% Realisasi Penerimaan Retribusi Daerah
Sumber : Analisis Makro Keuangan Daerah DIPENDA Jepara. Hasil perhitungan tingkat efisiensi ini dikatakan efisien apabila seluruh biaya yang dikeluarkan dapat ditutup dengan realisasi penerimaannya atau realisasi penerimaan berada di atas 100% dari biaya yang dikeluarkan, demikian juga sebaliknya. Dengan kata lain efisien apabila biaya yang telah dikeluarkan tidak melebihi dari penerimaan yang dihasilkan (Biaya < Penerimaan). Apabila biaya melebihi penerimaan (Biaya > Penerimaan) maka dikatakan tidak efisien. Ukuran Efisiensi penerimaan Retribusi Daerah menurut standarisasi yang ditetapkan Departemen Dalam Negeri adalah sebagai berikut (dalam penelitian Lemlit UMK, 2005) : 1. Hasil yang diperoleh di antara < 20 % dikatakan sangat Efisien. 2. Hasil yang diperoleh di antara 20-80 % dikatakan Efisien. 3. Hasil yang diperoleh di antara > 80% dikatakan tidak Efisien. Semakin kecil tingkat efisiensi yang dihasilkan akan memberikan arti bahwa semakin efisien penerimaan Retribusi Daerah di Kabupaten Jepara. 3.5.2.4. Analisis Efisiensi Pemungutan Pajak Daerah Efisiensi pada dasarnya adalah optimalisasi penggunaan sumber-sumber dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Nick Devas (1999 : 26) mengemukakan bahwa efisiensi atau daya guna adalah mengukur bagian dari hasil pajak atau
32
retribusi yang bersangkutan. Selain mencakup biaya langsung daya guna juga memperhitungkan biaya tidak langsung. Untuk menghitung tingkat efisien digunakan formula sebagai berikut :
Efisiensi =
Biaya Pemungutan Pajak Daerah x 100% Realisasi Penerimaan Pajak Daerah
Sumber : Analisis Makro Keuangan Daerah DIPENDA Jepara. Hasil perhitungan tingkat efisiensi ini dikatakan efisien apabila seluruh biaya yang dikeluarkan dapat ditutup dengan realisasi penerimaannya atau realisasi penerimaan berada di atas 100% dari biaya yang dikeluarkan demikian juga sebaliknya. Dengan kata lain efisien apabila biaya yang telah dikeluarkan tidak melebihi dari penerimaan yang dihasilkan (Biaya < Penerimaan). Apabila biaya melebihi penerimaan (Biaya > Penerimaan) maka dikatakan tidak efisien. Ukuran Efisiensi penerimaan Pajak Daerah menurut standarisasi yang ditetapkan Departemen Dalam Negeri adalah sebagai berikut (dalam penelitian Lemlit UMK, 2005) : 1. Hasil yang diperoleh < 20 % dikatakan sangat efisien. 2. Hasil yang diperoleh di antara 20-80 % dikatakan efisien. 3. Hasil yang diperoleh > 80% dikatakan tidak efisien. Semakin kecil tingkat efisiensi yang dihasilkan akan memberikan arti bahwa semakin efisien penerimaan Pajak Daerah di Kabupaten Jepara. 3.5.2.5. Analisis Efektifitas Pemungutan Retribusi Daerah Efektifitas menunjukkan pada keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai tujuan (observasi). Oleh karenanya suatu tujuan harus dinyatakan secara
33
fisik dan rinci sehingga pengukuran efektifitas dapat lebih bermanfaat dan bermakna. Menurut Devas (1999 : 27) efektifitas atau hasil guna adalah mengukur hubungan antara hasil yang dipungut suatu Pajak atau Retribusi dan potensi Pajak atau retribusi itu, dengan anggapan semua wajib pajak atau retribusi masingmasing. Hasil guna menyangkut semua tahap administrasi penerimaan, memungut. Menegakkan sistem dan membukukan penerimaan pajak atau retribusi. Untuk menghitung tingkat efektifitas Retribusi Daerah digunakan rumus sebagai berikut :
Efektifitas =
Realisasi Penerimaan Retribusi Daerah x 100% Potensi (Target) Retribusi Daerah
Sumber : Analisis Makro Keuangan Daerah DIPENDA Jepara. Apabila realisasi penerimaan Retribusi Daerah menghasilkan angka rentang yang mendekati 100% dari target penerimaan. Maka hal ini dapat diartikan bahwa penerimaan retribusi tersebut efektif. Demikian juga sebaliknya, apabila realisasi penerimaan berada di bawah 100% dikatakan belum atau tidak efektif. Ukuran efektifitas penerimaan Retribusi Daerah menurut standarisasi yang ditetapkan Departemen Dalam Negeri adalah sebagai berikut (Devas, 1999) : 1. Hasil yang diperoleh di antara 40%- 60% dikatakan tidak efektif. 2. Hasil yang diperoleh di antara 60%-80% dikatakan cukup efektif. 3. Hasil yang diperoleh di antara 80%-100% dikatakan efektif. 4. Hasil yang diperoleh lebih dari 100% dikatakan sangat efektif.
34
3.5.2.6. Analisis Efektifitas Pemungutan Pajak Daerah Efektifitas menunjukkan pada keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai tujuan (observasi). Oleh karenanya suatu tujuan harus dinyatakan secara fisik dan rinci sehingga pengukuran efektifitas dapat lebih bermanfaat dan bermakna. Menurut Devas (1999) efektifitas atau hasil guna adalah mengukur hubungan antara hasil yang dipungut suatu Pajak atau Retribusi dan potensi Pajak atau Retribusi itu dengan anggapan semua wajib pajak atau retribusi masingmasing. Hasil guna menyangkut semua tahap administrasi penerimaan, memungut, menegakkan sistem dan membukukan penerimaan pajak atau retribusi. Tingkat efektifitas Retribusi Daerah dihitung dengan rumus :
Efektifitas =
Realisasi Penerimaan Pajak Daerah x 100% Potensi (Target) Pajak Daerah
Sumber : Analisis Makro Keuangan Daerah DIPENDA Jepara. Apabila realisasi penerimaan Pajak Daerah menghasilkan angka rentang yang mendekati 100% dari target penerimaan. Maka hal ini dapat diartikan bahwa penerimaan pajak tersebut efektif, demikian juga sebaliknya apabila realisasi penerimaan berada di bawah 100%dikatakan belum atau tidak efektif. Ukuran efektifitas penrimaan Pajak Daerah menurut standarisasi yang ditetapkan Departemen Dalam Negeri adalah sebagai berikut (Devas, 1999) : 1. Hasil yang diperoleh diantara 40%-60% dikatakan tidak efektif. 2. Hasil yang diperoleh diantara 60%-80% dikatakan cukup efektif. 3. Hasil yang diperoleh diantara 80%-100% dikatakan efektif. 4. Hasil yang diperoleh lebih dari 100% dikatakan sangat efektif.
35
3.5.2.7.
Analisis Kontribusi Pemungutan Retribusi Daerah Kontribusi jenis Retribusi Daerah dihitung berdasarkan hasil bagi antara
nilai rupiah jenis Retribusi Daerah yang bersangkutan dengan PAD dalam satuan rupiah untuk mengetahui besarnya bagian Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah, dengan menggunakan rumus :
Kontribusi =
Retribusi Daerah x 100% Pendapatan Asli Daerah
Sumber : Analisis Makro Keuangan Daerah DIPENDA Jepara. 3.5.2.8. Analisis Kontribusi Pemungutan Pajak Daerah Kontribusi jenis Pajak Daerah dihitung berdasarkan hasil bagi antara nilai rupiah jenis Pajak Daerah yang bersangkutan dengan PAD dalam satuan rupiah untuk mengetahui besarnya bagian Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah, dengan menggunakan rumus :
Kontribusi =
Pajak Daerah x 100% Pendapatan Asli Daerah
Sumber : Analisis Makro Keuangan Daerah DIPENDA Jepara.
36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Kabupaten Jepara 4.1.1. Sejarah Singkat Kabupaten Jepara Jepara sejak abad XVI, termasuk kota Bandar dan Perdagangan. Menurut Tom Pires dalam Bukunya “Suma Oriental” bahwa pada tahun 1470 Jepara di bawah kekuasaan Arya Timur, seorang pedagang yang berasal dari Kalimantan Barat, yang pindah dari Maluku yang akhirnya menetap di Jepara dan sebagai penguasa di Jepara. Selanjutnya era pemerintahan Pati Unus sebagai penguasa Jepara tahun 1407. Pati Unus adalah seorang muda yang patriotik yang melakukan serangan ke Malaka yang diduduki Portugis tahun 1512, meskipun kalah. Kemudian era pemerintahan Ratu Kalinyamat yang dinobatkan sebagai Adipati Jepara pada tanggal 10 April 1549, setelah terbunuhnya Arya Penangsang sebagai pembunuh suaminya Pangeran Hadirin. Ratu Kalinyamat mempunyai jiwa patriotisme yaitu gigihnya mengadakan perlawanan terhadap Penjajah Portugis. 4.1.2. Industri Industri di Kabupaten Jepara sangat bermacam-macam mulai dari industri kerajinan ukir kayu, kerajinan rotan dan bambu, tenun ikat Teroso, kerajinan monel, kerajinan gerabah sampai furniture dari kayu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
36
37
Tabel 4.1 Data Industri di Kabupaten Jepara No 1
2 3 4 5
6
Jumlah Jumlah Nilai Volume Nilai Unit Usaha Tenaga Kerja Investasi Produksi Produksi Sentra Produksi (Unit) (Orang) (Juta) (Buah) (Milyar) Kerajinan 157 1.095 235,5 427.283 3,4 Desa Mulyoharjo, Ukir Kayu Kawak, Bandengan, Lebak, Karimunjawa Kerajinan 352 2.464 105,6 1.868.578 2,9 Desa Teluk Wetan Rotan Kec. Welahan Tenun Ikat 235 2.115 1.268,3 3.805.017 66,9 Desa Troso Troso Kec. Pecangaan Kerajinan 167 668 329,6 14.242 0,37 Desa Kriyan Monel Kec. Kalinyamatan Kerajinan 313 940 469,5 4.663.786 2,3 Desa Mayong Lor, Gerabah Pelem Kerep Kec. Mayong Furniture 3710 49.192 155.820 2.726.180 1.226,8 Tersebar di dari Kayu Kecamatan SeKabupaten Jepara Sumber : DIPERINDAGKOP dan PPM Kabupaten Jepara Tahun 2009. Jenis Industri
4.1.3. Pariwisata Di Kabupaten Jepara terdapat 3 jenis obyek Wisata, yaitu : Wisata alam : 1. Pantai Kartini 2. Tirta Samudra 3. Pulau Panjang 4. Air terjun Songgo Langit 5. Air terjun Suralaya dan Goa Siluman (Kecamatan Mayong) 6. Goa Tritip 7. Wana wisata laut Karimunjawa. 8. Taman wisata Sreni Indah
38
Wisata sejarah : 1. Museum RA. Kartini 2. Ari-ari RA. Kartini 3. Makam dan Masjid Mantingan 4. Punden (tempat Pesarean Ratu Kalinyamat) 5. Pendopo Kabupaten 6. Benteng Portugis Wisata budaya : 1. Sentra Kerajinan Ukir Tahunan 2. Sentra Kerajinan Monel Kriyan 3. Sentra Kerajinan Tenun Ikat 4. Sentra Kerajinan Grabah Mayong 5. Even Kesenian Daerah (Pesta Lomban, Jembul Tulakan, Perang Obor, lomba durian dan makanan khas Jepara) Pertanian Pertanian tanaman pangan 1. Padi 2. Palawija 3. Holtikultura Perkebunan 1. Komoditi tahunan (kelapa, jambu, kapuk randu) 2. Komoditi musiman (tebu, kapas, lada)
39
Peternakan Usaha peternakan merupakan kegiatan sampingan bagi petani antara lain: sapi, kerbau, kambing, ayam dan lain-lain. Perikanan Perikanan di Kabupaten Jepara terdapat : 1. Balai Budidaya Air Payau (BBAP) yang berfungsi mengembangkan budidaya air laut. 2. Usaha Budidaya Tambak : 1.167.65 Ha. 3. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) : 11 unit dengan luas areal penangkapan di perairan : 10.000 Ha. Kondisi Wilayah Kabupaten Jepara Luas Wilayah Kabupaten Jepara Kabupaten Jepara memiliki luas 100.413.189 Ha atau 1.004,13 Km3 atau 2,29 % dari luas Propinsi Jawa Tengah. Topografi wilayah Kabupaten Jepara bervariasi dari dataran tinggi (sekitar Gunung Muria dan Gunung Clering) sampai dataran rendah serta wilayah kepulauan (kepulauan Karimunjawa). Jumlah Penduduk Jumlah penduduk Jepara yang tercatat pada tahun 2009 adalah sebanyak 1.041.636 orang, terdiri dari : Laki-laki sebanyak 524.219 orang dan Perempuan sebanyak 517.417 orang. Prasarana Transportasi Jalan Propinsi
: 77.040 Km yang menghubungkan antara Kudus, Demak dan Pati
40
Jalan Kabupaten : 718.780 Km yang menghubungkan antara Kecamatan seKabupaten Jepara. Arah Pemanfaatan Ruang Rencana tata jenjang pusat pelayanan : 1. Kota Jepara sebagai pusat pelayanan seluruh wilayah Kabupaten Jepara. 2. Enam pusat wilayah pembangunan. a. Ibu Kota Jepara b. Kota Bangsri c. Kota Pecangaan d. Kota Karimunjawa e. Kota Mayong f. Kota Keling 3. Pusat kawasan pengembangan (ada di seluruh ibu Kota Kecamatan) 4. Kawasan Prioritas Kawasan Prioritas yaitu kawasan yang memiliki potensi dan permasalahan yang harus ditangani karena pengaruhnya cukup besar terhadap Kabupaten Jepara. a. Kawasan yang berkembang cepat (jumlah penduduk, kelengkapan fasilitas dan memiliki prospek) yaitu Kecamatan Jepara dan Karimun Jawa. b. Kawasan terbelakang (keterbatasan fasilitas dan jaringan) yaitu Kecamatan Keling. c. Kawasan yang perlu dipelihara fungsi lindungnya yaitu hutan lindung, resapan air, perlindungan setempat, suaka alam dan rawan bencana.
41
d. Kawasan yang menunjang sektor strategis : Kecamatan Jepara, Tahunan (pengembangan sektor ekonomi), Kecamatan Keling (Pembangunan PLTN), Kecamatan Kembang (PLTU). e. Kawasan perbatasan wilayah yaitu Kecamatan Welahan, Nalumsari, Keling. Visi, Misi dan Strategi Pembangunan Kabupaten Jepara Dalam kerangka pembangunan yang partisipatif untuk mengembangkan kapasitas masyarakat serta berkembangnya aparat dalam menjalankan fungsi pemerintahan yang berorientasi pada kepentingan dasar, maka prinsip yang dapat menjadikan pegangan bersama adalah visi, misi dan strategi pembangunan Kabupaten Jepara. Visi Terwujudnya citra Kabupaten Jepara yang maju, sejahtera, damai, demokrasi, mandiri yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, religius dan berakhlaq mulia serta potensi ekonomi strategis daerah yang produktif, kompetitif, kondusif dan berwawasan lingkungan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Misi Untuk mewujudkan misi Kabupaten Jepara dan dalam rangka merealisasikan Otonomi Daerah, dirumuskan misi sebagai berikut : 1. Mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dilandasi iman dan taqwa.
42
2. Mengembangkan
potensi
ekonomi
strategis
untuk
mendukung
laju
pertumbuhan pembanguanan eknomi daerah yang berwawasan lingkungan. 3. Memberdayakan perekonomian rakyat dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan. 4. Meningkatkan dan membina pemberdayaan daerah menuju kemandirin daerah (peningkatan pendapatan daerah ). 5. Meningkatkan dan menyediakan infrastruktur daerah (sarana prasarana kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial). 6. Penataan dan optimalisasi kelembagaan daerah dan pengembangan jaringan kerja sama serta lingkungan yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan. Strategi Untuk mendapatkan perspektif yang lebih baik dari situasi yang dihadapi Pemerintah Daerah, dibutuhkan pendekatan strategi dalam pengembangan pembangunan di Kabupaten Jepara yaitu : 1. Pengembangan pembangunan ekonomi yang menekankan pada lapangan pekerjaan kepada masyarakat, dengan melakukan revitalisasi potensi ekonomi strategi daerah, yang selanjutnya dapat dijadikan multipeir effect sector atau bidang lain. 2. Pengembangan sumber daya manusia yang beriman dan bertaqwa, memiliki kepedulian sosial dan berahlaq mulia. 3. Membina kemitraan dengan swasta yang saling menguntungkan. 4. Pengembanganm pemberdayaan dan partisipasi masyarakat. 5. Pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan.
43
Pemerintahan Kabupaten Jepara Pembagian Wilayah Administratif Kabupaten Jepara terbagi dalam 14 Kecamatan, 183 Desa dan 11 Kelurahan. 1. Kecamatan Keling
: 20 desa.
2. Kecamatan Kembang
: 11 desa.
3. Kecamatan Bangsri
: 12 desa.
4. Kecamatan Mlonggo
: 16 desa.
5. Kecamatan Jepara
: 11 Kelurahan 5 desa
6. Kecamatan Karimunjawa : 3 desa. 7. Kecamatan Kedung
: 18 desa.
8. Kecamatan Tahunan
: 15 desa.
9. Kecamatan Batealit
: 11 desa.
10. Kecamatan Pecangaan
: 12 desa.
11. Kecamatan Kalinyamatan : 12 desa. 12. Kecamatan Welahan
: 15 desa.
13. Kecamatan Mayong
: 18 desa.
14. Kecamatan Nalumsari
: 15 desa.
Aparatur Pemerintah Daerah 1. Bupati dan Wakil Bupati. 2. Sekretaris Daerah 3. 10 Bagian Setda. 4. 30 Sub bagian Setda.
44
5. 13 Dinas Daerah. 6. 5 Badan Daerah 7. 3 Kantor 8. Sekretaris DPRD Peraturan Daerah Kabupaten Jepara dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah : 1. Perda Kabupaten Jepara Nomor 11 tahun 2000 tetang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Kabupaten Jepara. 2. Perda Kabupaten Jepara Nomor 12 tahun 2000 tentang Pembentukan, kedudukan, tugas, pokok fungsi dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah. 3. Perda Nomor 7 tahun 2000 tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Daerah. 4. Perda Nomor 8 tahun 2000 tentang pembentukan BPD. 5. Perda Nomor 13 tahun 2000 tentang Tata cara pencalonan, pemilihan, pelantikan, peberhentian sementara dan pemberhentian Petinggi. 6. Perda Nomor 14 tahun 2000 tentang Kerjasama Antar Desa. 7. Perda Nomor 15 tahun 2000 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 8. Perda Nomor 16 tahun 2000 tentang pembentukan Lembaga kemasyarakatan di Desa atau Kelurahan. 9. Perda Nomor 17 thun 2000 tentang pembentukan Lembaga Kemasyarakatan di Desa atau Kelurahan.
45
10. Perda
Nomor
18
tahun
2000
tentang
pembentukan,
penghapusan,
penbangunan dan penataan kelurahan. 11. Perda Nomor 19 tahun 2000 tentang Sumber pendapatan desa. 12. Perda Nomor 20 tahun 200 kedudukan keuangan Petinggi dan Perangkat Desa. 13. Perda
Nomor
21
tahun
2000
tentang
pembentukan,
penghapusan,
pembangunan dan penataan desa. 14. Keputusan Bupati Jepara Nomor 1 tahun 2000 tentang peristilahan dalam penyelenggaraan desa dan kelurahan di Kabupaten Jepara. 15. Keputusan Bupati Jepara Nomor 061.1/755 tahun 2000 tentang nomenklatur, jenis serta penjabaran tugas pokok, fungsi dan susunan organisasi lembaga teknis daerah Kabupaten Jepara. 16. Keputusan Bupati Jepara Nomor 061.1/756 tahun 2000 tentang nomenklatur, jenis serta penjabaran tugas pokok, fungsi dan susunan organisasi lembaga teknis daerah Kabupaten Jepara. 17. Keputusan Bupati Jepara Nomor 061.1/757 tahun 2000 tentang nomenklatur, jenis serta penjabaran tugas pokok, fungsi dan susunan organisasi Dinas daerah Kabupaten Jepara. 18. Keputusan Bupati Jepara Nomor 061.1/758 tahun 2000 tentang nomenklatur, jenis serta penjabaran tugas pokok, fungsi dan susunan organisasi Kecamatan dan Kelurahan Kabupaten Jepara. 19. Keputusan Bupati Jepara Nomor 0044/294 tahun 2000 tentang Pedoman penyusunan tata tertib BPD Kabupaten Jepara.
46
APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) APBD Kabupaten Jepara tahun 2008 terdiri dari Pendapatan dan Belanja. Untuk Pendapatan tahun 2008 didapat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), ditambah Dana Perimbangan, dan ditambah Lain-lain Penerimaan yang Sah. Sedangkan sumber dana Belanja digunakan untuk Belanja Langsung (Belanja Aparatur Daerah), dan Belanja Tidak Langsung (Pelayanan Publik). Adapun rincian dari APBD Kabupaten Jepara tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut : Tabel 4.2 APBD Kabupaten Jepara tahun 2008 (Dalam Rupiah) Pendapatan Belanja
PAD Pajak Daerah
Retribusi Daerah
13.941.162.661Bagi hasil pajak atau bukan pajak 44.636.561.560DAU
Hasil 2.331.858.990DAK Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan Lain-lain PAD 10.331.858.990 yang Sah Jumlah 71.267.901.105
Lain-lain Penerimaan PAD yang Sah 48.780.132.281Dana bagi 35.788.838.446Belanja 157.536.372.262 hasil pajak Aparatur dari Propinsi Daerah 505.641.495.00Dana 8.619.485.413Belanja 382.183.842.060 0Penyesuaian Publik dan Otonom Khusus 61.272.000.000Bantuan 24.199.341.250 Keuangan Propinsi Lain
Dana Perimbangan
615.693.627.28 1
68.607.665.109
539.720.214.322
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Jepara. Untuk mengetahui data Perkembangan APBD (Realisasi) dari tahun 2004 sampai tahun 2008 dapat ditunjukkan pada Tabel 4.3.
47
Tabel 4.3 Perkembangan APBD (Realisasi) Tahun 2004 - 2008 Aparatur Pelayanan Jumlah Belanja Pendapatan Daerah Publik 1 2004 118.988.369.793 266.539.006.977 385.527.376.770 372.049.234.851 2 2005 123.874.106.990 277.266.456.529 401.140.563.519 411.000.175.957 3 2006 157.537.966.584 382.183.842.060 539.721.808.644 562.503.064.576 4 2007 353.287.154.352 317.673.407.554 670.960.561.906 689.656.990.657 5 2008 434.627.200.061 309.447.160.272 744.074.360.333 754.683.277.147 Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Jepara, Tahun 2004 – 2008. No Tahun
Grafik yang menunjukkan kenaikan dan penurunan dari Perkembangan APBD (Realisasi) adalah sebagai berikut :
BELANJA DAN PENDAPATAN
Gambar 4.1 Perkembangan APBD (Realisasi) Tahun 2004 – 2008
800,000,000,000 600,000,000,000 Jumlah Belanja
400,000,000,000
Pendapatan
200,000,000,000 2004 1
2005 2
2006 3
2007 4
2008 5
TAHUN
Berdasarkan Tabel 4.3 dan Gambar 4.1 tampak bahwa besarnya realisasi belanja dan pendapatan daerah Kabupaten Jepara dari tahun 2004 sampai tahun 2008 selalu mengalami kenaikan.
48
Analisis Data Analisis Selisih Realisasi dengan Anggaran Retribusi Daerah Untuk mengetahui selisih realisasi dengan anggaran Retribusi Daerah dapat dihitung sebagai berikut pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Selisih Realisasi dengan Anggaran Retribusi Daerah Kabupaten Jepara Tahun 2004 – 2008 No Tahun
1 2 3 4 5
2004 2005 2006 2007 2008
Realisasi (Rp) (1) 24.649.950.675 27.954.886.741 31.445.499.455 37.388.298.079 44.636.561.560
Anggaran (Rp) (2) 23.798.979.000 25.747.000.000 27.093.362.000 33.757.359.000 37.143.875.000
Selisih (Rp) (%) (3 = 1 - 2) (4 = 3 : 2 x 100%) 850.971.675 3,58 2.207.886.741 8,58 4.352.137.455 16,06 3.630.939.079 10,76 7.492.686.560 20,17
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2009. Dengan melihat hasil perhitungan pada Tabel 4.4 dapat dijelaskan bahwa antara realisasi dengan anggaran Retribusi Daerah terdapat selisih lebih (realisasi lebih besar dari anggaran), yaitu : 1. Untuk tahun 2004 terdapat selisih lebih sebesar 3,58%, hal ini disebabkan adanya selisih lebih dari Realisasi dengan Anggaran Retribusi Daerah sebesar Rp. 850.971.675,00. 2. Untuk tahun 2005 terdapat selisih lebih sebesar 8,58%, hal ini disebabkan adanya selisih lebih dari Realisasi dengan Anggaran Retribusi Daerah sebesar Rp. 2.207.886.741,00. 3. Untuk tahun 2006 terdapat selisih lebih sebesar 16,06%, hal ini disebabkan adanya selisih lebih dari Realisasi dengan Anggaran Retribusi Daerah sebesar Rp. 4.352.137.455,00.
49
4. Untuk tahun 2007 terdapat selisih lebih sebesar 10,76%, hal ini disebabkan adanya selisih lebih dari Realisasi dengan Anggaran Retribusi Daerah sebesar Rp. 3.630.939.079,00. 5. Dan untuk tahun 2008 terdapat selisih lebih sebesar 20,17%, hal ini disebabkan adanya selisih lebih dari Realisasi dengan Anggaran Retribusi Daerah sebesar Rp. 7.492.686.560,00. Dari kelima tahun tersebut yang mengalami selisih lebih paling besar adalah tahun 2008. Yang memberikan kontribusi terbesar yang menonjol (potensial) terhadap selisih lebih dari Penerimaaan Retribusi Daerah Kabupaten Jepara untuk tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 adalah bersumber pada Retribusi Jasa Umum, yang terdiri dari Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi Pelayanan Persampahan atau Kebersihan, Retribusi Pelayanan Biaya KTP dan Akte Catatan Sipil, Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat, Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum, Retribusi Pelayanan Pasar, dan Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor. Analisis Selisih Realisasi dengan Anggaran Pajak Daerah Untuk mengetahui selisih realisasi dengan anggaran Pajak daerah dapat dihitung sebagai berikut pada Tabel 4.5.
50
Tabel 4.5 Selisih Realisasi dengan Anggaran Pajak Daerah Kabupaten Jepara Tahun 2004 – 2008 No Tahun
1 2 3 4 5
2004 2005 2006 2007 2008
Realisasi (Rp) (1) 10.239.584.784 11.340.431.063 11.931.316.377 13.084.436.301 13.941.162.661
Anggaran (Rp) (2) 9.762.500.000 10.776.600.000 11.767.600.000 12.200.750.000 13.214.801.000
Selisih (Rp) (%) (3 = 1 - 2) (4 = 3 : 2 x 100) 477.084.784 4,89 563.831.063 5,23 163.716.377 1,39 883.686.301 7,24 726.361.661 5,50
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2009. Dengan melihat hasil perhitungan pada Tabel 4.5 dapat dijelaskan bahwa antara realisasi dengan anggaran Pajak Daerah terdapat selisih lebih (realisasi lebih besar dari anggaran), yaitu : 1. Untuk tahun 2004 terdapat selisih lebih sebesar 4,89%, hal ini disebabkan adanya selisih lebih dari Realisasi dengan Anggaran Pajak Daerah sebesar Rp. 477.084.784,00. 2. Untuk tahun 2005 terdapat selisih lebih sebesar 5,23%, hal ini disebabkan adanya selisih lebih dari Realisasi dengan Anggaran Pajak Daerah sebesar Rp. 563.831.063,00. 3. Untuk tahun 2006 terdapat selisih lebih sebesar 1,39%, hal ini disebabkan adanya selisih lebih dari Realisasi dengan Anggaran Pajak Daerah sebesar Rp. 163.716.377,00. 4. Untuk tahun 2007 terdapat selisih lebih sebesar 7,24%, hal ini disebabkan adanya selisih lebih dari Realisasi dengan Anggaran Pajak Daerah sebesar Rp. 883.686.301,00.
51
5. Dan untuk tahun 2008 terdapat selisih lebih sebesar 5,50%, hal ini disebabkan adanya selisih lebih dari Realisasi dengan Anggaran Pajak Daerah sebesar Rp. 726.361.661,00 Dari kelima tahun tersebut yang mengalami selisih lebih paling besar adalah tahun 2007. Yang memberikan kontribusi terbesar yang menonjol (potensial) terhadap selisih lebih dari Penerimaaan Pajak Daerah Kabupaten Jepara untuk tahun 2004-2008 bersumber pada Pajak Penerangan Jalan (PPJ) yang terdiri dari Pajak Penerangan Jalan PLN Jepara, Pajak Penerangan Jalan dari PLN Bangsri, Pajak Penerangan Jalan dari PLN Kudus, Pajak Penerangan Jalan dari PLN Juwana. Analisis Efisiensi Pemungutan Retribusi Daerah Efisiensi merupakan optimalisasi penggunaan sumber-sumber dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Efisiensi pemungutan Retribusi Daerah dihitung dengan membandingkan antara biaya pemungutan terhadap realisasi penerimaan Retribusi Daerah. Realisasi Retribusi Daerah dapat dikatakan efisien apabila seluruh biaya yang dikeluarkan dapat ditutup dengan realisasi penerimaannya atau realisasi penerimaan berada di atas 100% dari biaya yang dikeluarkan. Untuk mengetahui tingkat efisiensi yang terjadi pada Retribusi Daerah dapat dihitung sebagai berikut pada Tabel 4.6.
52
Tabel 4.6 Perhitungan Efisiensi Penerimaan Retribusi Daerah Kabupaten Jepara Tahun 2004 – 2008 No
Tahun
1 2 3 4 5
2004 2005 2006 2007 2008
Biaya (Rp) (1) 10.382.255.275 11.629.706.082 13.586.226.961 16.091.474.868
Realisasi (Rp) (2) 24.649.950.675 27.954.886.741 31.445.499.455 37.388.298.079
Efisiensi (%) (3 = 1 : 2 x 100) 42,12 41,60 43,21 43,04
15.823.344.910
44.636.561.560
35,45
Keterangan
Efisien Efisien Efisien Efisien Efisien
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2009. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4.6 dapat dijelaskan bahwa penerimaan Retribusi Daerah dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 dapat dikatakan efisien. Hal ini dibuktikan dengan besarnya biaya penerimaan Retribusi Daerah < realisasi penerimaan Retribusi Daerah. Dan menurut Departemen Dalam Negeri hasil perhitungan efisiensi di antara 20% - 80% adalah efisien, dibuktikan hasil perhitungan efisiensi penerimaan Retribusi Daerah yaitu sebagai berikut : 1. Untuk tahun 2004 tingkat efisiensi Retribusi Daerah sebesar 42,12%, jadi dapat dikatakan efisien, hal ini disebabkan realisasi penerimaan Retribusi Daerah > biaya penerimaan Retribusi Daerah. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memungut Retribusi Daerah dari tahun 2004 dapat ditutup dengan realisasi penerimaan Retribusi Daerah pada Kabupaten Jepara. 2. Untuk tahun 2005 tingkat efisiensi sebesar 41,60%, jadi dapat dikatakan efisien, hal ini disebabkan realisasi penerimaan Retribusi Daerah > biaya penerimaan Retribusi Daerah. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memungut Retribusi
53
Daerah dari tahun 2005 dapat ditutup dengan realisasi penerimaan Retribusi Daerah pada Kabupaten Jepara. Tingkat efisiensi pada tahun 2005 mengalami penurunan dari tahun 2004, hal ini disebabkan adanya sumber-sumber Retribusi Daerah yang mengalami penurunan seperti : Parkir di Tepi Jalan Umum, Pasar Grosir & atau Pertokoan, Penyedotan Kakus, Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), dan lain sebagainya. Penurunan efisiensi Retribusi daerah tersebut juga disebabkan karena adanya biaya pemungutan dari sumber-sumber Retribusi Daerah yang mengalami peningkatan seperti : Biaya Pelayanan Kesehatan, Biaya Pelayanan Persampahan/Kebersihan, Biaya Pasar-pasar, Biaya Tempat Pendaratan Kapal, Biaya Pemakaian Kekayaan Daerah, dan lain sebagainya. 3. Untuk tahun 2006 tingkat efisiensi sebesar 43,21%, jadi dapat dikatakan efisien, hal ini disebabkan realisasi penerimaan Retribusi Daerah > biaya penerimaan Retribusi Daerah. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memungut Retribusi Daerah dari tahun 2006 dapat ditutup dengan realisasi penerimaan Retribusi Daerah pada Kabupaten Jepara. Tingkat efisiensi pada tahun 2006 mengalami peningkatan dari tahun 2005, hal ini disebabkan adanya sumber-sumber Retribusi Daerah yang mengalami peningkatan seperti : Pelayanan Kesehatan, Penggantian Biaya Cetak KTP & Akte Catatan Sipil, Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), dan lain sebagainya. Peningkatan efisiensi Retribusi daerah tersebut juga disebabkan karena adanya biaya pemungutan dari sumber-sumber Retribusi Daerah yang mengalami
54
penurunan seperti : Biaya Pelayanan Persampahan/Kebersihan, Biaya Pasarpasar, Biaya Pemakaian Kekayaan Daerah, dan lain sebagainya. 4. Untuk tahun 2007 tingkat efisiensi sebesar 43,04%, jadi dapat dikatakan efisien, hal ini disebabkan realisasi penerimaan Retribusi Daerah > biaya penerimaan Retribusi Daerah. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memungut Retribusi Daerah dari tahun 2007 dapat ditutup dengan realisasi penerimaan Retribusi Daerah pada Kabupaten Jepara. Tingkat efisiensi pada tahun 2007 mengalami penurunan dari tahun 2006, hal ini disebabkan adanya sumber-sumber Retribusi Daerah yang mengalami penurunan seperti : Ijin Gangguan, Ijin Trayek, Ijin Usaha Perdagangan, dan lain sebagainya. Penurunan efisiensi Retribusi daerah tersebut juga disebabkan karena adanya biaya pemungutan dari sumber-sumber Retribusi Daerah yang mengalami peningkatan seperti : Biaya Ijin Mendirikan Bangunan, Biaya Pasar-pasar, Penggantian Biaya Cetak Cetak KTP & Akte Catatan Sipil, dan lain sebagainya. 5. Untuk tahun 2008 tingkat efisiensi sebesar 35,45%, jadi dapat dikatakan efisien, hal ini disebabkan realisasi penerimaan Retribusi Daerah > biaya penerimaan Retribusi Daerah. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memungut Retribusi Daerah dari tahun 2008 dapat ditutup dengan realisasi penerimaan Retribusi Daerah pada Kabupaten Jepara.
55
Tingkat efisiensi pada tahun 2008 mengalami penurunan dari tahun 2007, hal ini disebabkan adanya sumber-sumber Retribusi Daerah yang mengalami penurunan seperti : Pemakaman dan Pengabuan Mayat, Tempat Khusus Parkir, Rumah Potong Hewan, Ijin Pertambangan Umum, dan lain sebagainya. Penurunan efisiensi Retribusi daerah tersebut juga disebabkan karena adanya biaya pemungutan dari sumber-sumber Retribusi Daerah yang mengalami peningkatan seperti : Biaya Pelayanan Kesehatan, Biaya Persampahan atau Kebersihan, Biaya Penggantian Cetak KTP & Akte Catatan Sipil, Biaya Ijin Gangguan, dan lain sebagainya. Sehubungan kriteria yang dapat digunakan adalah dengan semakin kecil tingkat efisiensinya, maka semakin efisien pula penerimaan Retribusi Daerah. Jadi yang paling efisien dari penerimaan Retribusi Daerah terjadi pada tahun 2005, dikuti tahun 2004, diikuti tahun 2008, diikuti tahun 2007, dan terakhir tahun 2006. Analisis Efisiensi Penerimaan Pajak Daerah Efisiensi penerimaan Pajak Daerah dihitung dengan membandingkan antara biaya penerimaan terhadap realisasi penerimaan Pajak Daerah. Realisasi Pajak Daerah dapat dikatakan efisien apabila seluruh biaya yang dikeluarkan dapat ditutup dengan realisasi penerimaannya atau realisasi penerimaan berada di atas 100% dari biaya yang dikeluarkan. Untuk mengetahui tingkat efisiensi yang terjadi pada Pajak Daerah dapat dihitung sebagai berikut pada Tabel 4.7.
56
Tabel 4.7 Perhitungan Efisiensi Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Jepara Tahun 2004 – 2008 No
Tahun
1 2 3 4 5
2004 2005 2006 2007 2008
Biaya (Rp) (1) 964.113.288 1.063.485.760 1.118.757.679 1.230.770.803 1.331.329.466
Realisasi (Rp) (2) 10.239.584.784 11.340.431.063 11.931.316.377 13.084.436.301 13.941.162.661
Efisiensi (%) (3 = 1 : 2 x 100) 9,42 9,38 9,38 9,41 9,55
Keterangan
Efisien Efisien Efisien Efisien Efisien
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2009. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4.7 dapat dijelaskan bahwa penerimaan Pajak Daerah dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 dapat dikatakan efisien. Hal ini dibuktikan dengan besarnya biaya penerimaan Pajak Daerah < realisasi penerimaan Pajak Daerah. Dan menurut Departemen Dalam Negeri hasil perhitungan efisiensi < 20% adalah sangat efisien, dibuktikan hasil perhitungan efisiensi penerimaan Pajak Daerah yaitu sebagai berikut : 1. Untuk tahun 2004 tingkat efisiensi sebesar 9,42% < 20%, jadi dapat dikatakan sangat efisien, hal ini disebabkan realisasi penerimaan Pajak Daerah > biaya penerimaan Pajak Daerah. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memungut Pajak Daerah dari tahun 2004 dapat ditutup dengan realisasi penerimaan Pajak Daerah pada Kabupaten Jepara. 2. Untuk tahun 2005 tingkat efisiensi sebesar 9,38% < 20%, jadi dapat dikatakan sangat efisien, hal ini disebabkan realisasi penerimaan Pajak Daerah > biaya penerimaan Pajak Daerah. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memungut Pajak Daerah dari
57
tahun 2005 dapat ditutup dengan realisasi penerimaan Pajak Daerah pada Kabupaten Jepara. Tingkat efisiensi pada tahun 2005 mengalami penurunan dari tahun 2004, hal ini disebabkan adanya kenaikan sumber-sumber Pajak Daerah lebih kecil dibandingkan kenaikan biaya-biaya pemungutan dari sumber-sumber Pajak Daerah yang mengalami peningkatan seperti : Pajak Penerangan Jalan dan Pajak Hotel dan Restoran. 3. Untuk tahun 2006 tingkat efisiensi sebesar 9,38% < 20%, jadi dapat dikatakan sangat efisien, hal ini disebabkan realisasi penerimaan Pajak Daerah > biaya penerimaan Pajak Daerah. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memungut Pajak Daerah dari tahun 2006 dapat ditutup dengan realisasi penerimaan Pajak Daerah pada Kabupaten Jepara. Tingkat efisiensi pada tahun 2006 tidak mengalami kenaikan maupun penurunan dari tahun 2007, hal ini disebabkan adanya sumber-sumber Pajak Daerah dengan biaya-biaya pemungutan dari sumber-sumber Pajak Daerah mengalami peningkatan dan penurunan yang seimbang. 4. Untuk tahun 2007 tingkat efisiensi sebesar 9,41% < 20%, jadi dapat dikatakan sangat efisien, hal ini disebabkan realisasi penerimaan Pajak Daerah > biaya penerimaan Pajak Daerah. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memungut Pajak Daerah dari tahun 2007 dapat ditutup dengan realisasi penerimaan Pajak Daerah pada Kabupaten Jepara.
58
Tingkat efisiensi pada tahun 2007 mengalami peningkatan dari tahun 2006, hal ini disebabkan adanya sumber-sumber Pajak Daerah yang mengalami peningkatan lebih besar dibandingkan peningkatan dari adanya biaya pemungutan dari sumber-sumber Pajak Daerah seperti : Pajak Penerangan Jalan (PPJ) dan Pajak Bahan Galian Golongan C. 5. Untuk tahun 2008 tingkat efisiensi sebesar 9,55% < 20%, jadi dapat dikatakan sangat efisien, hal ini disebabkan realisasi penerimaan Pajak Daerah > biaya penerimaan Pajak Daerah. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memungut Pajak Daerah dari tahun 2008 dapat ditutup dengan realisasi penerimaan Pajak Daerah pada Kabupaten Jepara. Tingkat efisiensi pada tahun 2008 mengalami peningkatan dari tahun 2007, hal ini disebabkan adanya sumber-sumber Pajak Daerah yang mengalami peningkatan seperti : Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, dan lain sebagainya. Peningkatan efisiensi Pajak Daerah tersebut juga disebabkan karena adanya biaya pemungutan dari sumbersumber Pajak Daerah yang mengalami penurunan seperti : Pajak Hiburan yang terdiri dari Tontonan Film/Bioskop, Pagelaran Kesenian/Musik/Tari/Busana, dan Pertandingan Olahraga. Sehubungan kriteria yang dapat digunakan adalah dengan semakin kecil tingkat efisiensinya, maka semakin efisien pula penerimaan Pajak Daerah. Jadi yang paling efisien dari penerimaan Pajak Daerah terjadi pada tahun 2005, dikuti
59
tahun 2006, diikuti tahun 2007, diikuti tahun 2004, kemudian yang terakhir tahun 2008. Analisis Efektifitas Penerimaan Retribusi Daerah Efektifitas menunjukkan pada keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai tujuan. Penerimaan Retribusi daerah dikatakan efektif apabila realisasi penerimaan Retribusi Daerah menghasilkan angka rentang yang mendekati 100% dari anggaran Retribusi Daerah. Perhitungan tingkat efektifitas penerimaan Retribusi Daerah dilakukan dengan perbandingan antara realisasi penerimaan terhadap anggaran Retribusi Daerah. Untuk mengetahui tingkat efektifitas yang terjadi pada Retribusi Daerah dapat dihitung sebagai berikut pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Perhitungan Efektifitas Penerimaan Retribusi Daerah Kabupaten Jepara Tahun 2004 – 2008 No Tahun 1 2 3 4 5
2004 2005 2006 2007 2008
Realisasi (Rp) (1) 24.649.950.675 27.954.886.741 31.445.499.455 37.388.298.079 44.636.561.560
Anggaran Efektifitas Perkembangan (Rp) (%) Realisasi Anggaran (2) (3 = 1: 2 x 100) (Rp) (Rp) 23.798.979.000 103,58 25.747.000.000 108,58 3.304.936.066 1.948.021.000 27.093.362.000 116,06 3.490.612.714 1.346.362.000 33.757.359.000 110,76 5.942.798.624 6.663.997.000 37.143.875.000 120,17 7.248.263.481 3.386.516.000
Ket. Efektif Efektif Efektif Efektif Efektif
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2009. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4.8 dapat dijelaskan bahwa penerimaan Retribusi Daerah dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 dapat dikatakan sangat efektif, karena hasil perhitungan tingkat efektifitas lebih dari 100% (Devas, 1999). Hal ini dibuktikan hasil perhitungan efektifitas penerimaan Retribusi Daerah yaitu sebagai berikut : 1. Untuk tahun 2004 tingkat efektifitas Retribusi Daerah ditunjukkan sebesar 103,58% > 100%, jadi dapat dikatakan sangat efektif, hal ini disebabkan
60
realisasi penerimaan Retribusi Daerah > anggaran penerimaan Retribusi Daerah yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2004 Pemerintah Kabupaten Jepara telah berhasil memungut Retribusi Daerah. 2. Untuk tahun 2005 tingkat efektifitas Retribusi Daerah ditunjukkan sebesar 108,58% > 100%, jadi dapat dikatakan sangat efektif, hal ini disebabkan realisasi penerimaan Retribusi Daerah > anggaran penerimaan Retribusi Daerah yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2005 Pemerintah Kabupaten Jepara telah berhasil memungut Retribusi Daerah. Tingkat efektifitas pada tahun 2005 mengalami peningkatan dari tahun 2004, hal ini disebabkan adanya peningkatan Realisasi Penerimaan Retribusi Daerah (Rp. 3.304.936.066,00) lebih besar dibandingkan peningkatan Anggaran Retribusi Daerah (Rp. 1.948.021.000,00). 3. Untuk tahun 2006 tingkat efektifitas Retribusi Daerah ditunjukkan sebesar 116,06% > 100%, jadi dapat dikatakan sangat efektif, hal ini disebabkan realisasi penerimaan Retribusi Daerah > anggaran penerimaan Retribusi Daerah yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2006 Pemerintah Kabupaten Jepara telah berhasil memungut Retribusi Daerah. Tingkat efektifitas pada tahun 2006 mengalami peningkatan dari tahun 2005, hal ini disebabkan adanya peningkatan Realisasi Penerimaan Retribusi Daerah
61
sebesar Rp. 3.490.612.714,00 lebih besar dibandingkan peningkatan Anggaran Retribusi Daerah sebesar Rp. 1.346.362.000,00. 4. Untuk tahun 2007 tingkat efektifitas Retribusi Daerah ditunjukkan sebesar 110,76% > 100%, jadi dapat dikatakan sangat efektif, hal ini disebabkan realisasi penerimaan Retribusi Daerah > anggaran penerimaan Retribusi Daerah yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2007 Pemerintah Kabupaten Jepara telah berhasil memungut Retribusi Daerah. Tingkat efektifitas pada tahun 2007 mengalami penurunan dari tahun 2006, hal ini disebabkan adanya peningkatan Realisasi Penerimaan Retribusi Daerah sebesar Rp. 5.942.798.624,00 lebih kecil dibandingkan peningkatan Anggaran Retribusi Daerah sebesar Rp. 6.663.997.000,00. 5. Untuk tahun 2008 tingkat efektifitas Retribusi Daerah ditunjukkan sebesar 120,17% > 100%, jadi dapat dikatakan sangat efektif, hal ini disebabkan realisasi penerimaan Retribusi Daerah > anggaran penerimaan Retribusi Daerah yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2008 Pemerintah Kabupaten Jepara telah berhasil memungut Retribusi Daerah. Tingkat efektifitas pada tahun 2008 mengalami peningkatan dari tahun 2007, hal ini disebabkan adanya peningkatan Realisasi Penerimaan Retribusi Daerah sebesar Rp. 7.248.263.481,00 lebih besar dibandingkan peningkatan Anggaran Retribusi Daerah sebesar Rp. 3.386.516.000,00.
62
Berdasarkan perhitungan efektifitas Retribusi Daerah di atas, penerimaan Retribusi Daerah yang paling sangat efektif terjadi pada tahun 2008, dan yang paling rendah terjadi pada tahun 2004. Analisis Efektifitas Penerimaan Pajak Daerah Penerimaan Pajak Daerah dikatakan efektif apabila realisasi penerimaan Pajak Daerah menghasilkan angka rentang yang mendekati 100% dari anggaran Pajak Daerah. Perhitungan tingkat efektifitas penerimaan Pajak Daerah dilakukan dengan perbandingan antara realisasi penerimaan terhadap anggaran Pajak Daerah. Untuk mengetahui tingkat efektifitas yang terjadi pada Pajak Daerah dapat dihitung sebagai berikut pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Perhitungan Efektifitas Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Jepara Tahun 2004 – 2008 No Tahun 1 2 3 4 5
2004 2005 2006 2007 2008
Realisasi (Rp) (1) 10.239.584.784 11.340.431.063 11.931.316.377 13.084.436.301 13.941.162.661
Anggaran Efektifitas Perkembangan (Rp) (%) Realisasi Anggaran (2) (3 = 1: 2 x 100) (Rp) (Rp) 9.762.500.000 104,89 10.776.600.000 105,23 1.100.846.279 1.014.100.000 11.767.600.000 101,39 590.885.314 991.000.000 12.200.750.000 107,24 1.153.119.924 433.150.000 13.214.801.000 105,50 856.726.360 1.014.051.000
Ket. Efektif Efektif Efektif Efektif Efektif
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2009. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4.9 dapat dijelaskan bahwa penerimaan Pajak Daerah dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 dapat dikatakan sangat efektif, karena hasil perhitungan tingkat efektifitas lebih dari 100% (Devas, 1999). Hal ini dibuktikan hasil perhitungan efektifitas penerimaan Pajak Daerah, yaitu sebagai berikut : 1. Untuk tahun 2004 tingkat efektifitas Pajak Daerah ditunjukkan sebesar 104,89% > 100%, jadi dapat dikatakan sangat efektif, hal ini disebabkan
63
realisasi penerimaan Pajak Daerah > anggaran penerimaan Pajak Daerah yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2004 Pemerintah Kabupaten Jepara telah berhasil memungut Pajak Daerah. 2. Untuk tahun 2005 tingkat efektifitas Pajak Daerah ditunjukkan sebesar 105,23% > 100%, jadi dapat dikatakan sangat efektif, hal ini disebabkan realisasi penerimaan Pajak Daerah > anggaran penerimaan Pajak Daerah yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2005 Pemerintah Kabupaten Jepara telah berhasil memungut Pajak Daerah. Tingkat efektifitas pada tahun 2005 mengalami peningkatan dari tahun 2004, hal ini disebabkan adanya peningkatan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah sebesar Rp. 1.100.846.279,00 lebih besar dibandingkan peningkatan Anggaran Pajak Daerah sebesar Rp. 1.014.100.000,00. 3. Untuk tahun 2006 tingkat efektifitas Pajak Daerah ditunjukkan sebesar 101,39% > 100%, jadi dapat dikatakan sangat efektif, hal ini disebabkan realisasi penerimaan Pajak Daerah > anggaran penerimaan Pajak Daerah yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2006 Pemerintah Kabupaten Jepara telah berhasil memungut Pajak Daerah. Tingkat efektifitas pada tahun 2006 mengalami penurunan dari tahun 2005, hal ini disebabkan adanya peningkatan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah
64
sebesar Rp. 590.885.314,00 lebih kecil dibandingkan peningkatan Anggaran Pajak Daerah sebesar Rp. 991.000.000,00. 4. Untuk tahun 2007 tingkat efektifitas Pajak Daerah ditunjukkan sebesar 107,24% > 100%, jadi dapat dikatakan sangat efektif, hal ini disebabkan realisasi penerimaan Pajak Daerah > anggaran penerimaan Pajak Daerah yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2007 Pemerintah Kabupaten Jepara telah berhasil memungut Pajak Daerah. Tingkat efektifitas pada tahun 2007 mengalami peningkatan dari tahun 2006, hal ini disebabkan adanya peningkatan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah sebesar Rp. 1.153.119.924 lebih besar dibandingkan peningkatan Anggaran Pajak Daerah sebesar Rp. 433.150.000,00. 5. Untuk tahun 2008 tingkat efektifitas Pajak Daerah ditunjukkan sebesar 105,50% > 100%, jadi dapat dikatakan sangat efektif, hal ini disebabkan realisasi penerimaan Pajak Daerah > anggaran penerimaan Pajak Daerah yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2008 Pemerintah Kabupaten Jepara telah berhasil memungut Pajak Daerah. Tingkat efektifitas pada tahun 2008 mengalami penurunan dari tahun 2007, hal ini disebabkan adanya peningkatan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah sebesar Rp. 856.726.360,00 lebih kecil dibandingkan peningkatan Anggaran Pajak Daerah sebesar Rp. 1.014.051.000,00.
65
Berdasarkan perhitungan efektifitas di atas, penerimaan Pajak Daerah yang paling sangat efektif terjadi pada tahun 2007, dan yang paling rendah terjadi pada tahun 2006. Analisis Kontribusi Retribusi Daerah terhadap PAD Perhitungan besarnya kontribusi Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah dengan melakukan perbandingan antara realisasi penerimaan Retribusi Daerah terhadap realisasi penerimaan PAD secara menyeluruh. Untuk mengetahui besarnya kontribusi dari Retribusi Daerah ke dalam PAD dapat dihitung sebagai berikut pada Tabel 4.10. Tabel 4.10 Perhitungan Kontribusi Retribusi Daerah Kabupaten Jepara Tahun 2004 – 2008 No Tahun
1 2 3 4 5
2004 2005 2006 2007 2008
RD PAD Kontribusi (Rp) (Rp) (%) (1) (2) (3 = 1 : 2 x 100) 24.649.950.675 47.267.110.886 52,15 27.954.886.741 50.761.966.993 55,07 31.445.499.455 54.111.307.210 58,11 37.388.298.079 64.342.554.250 58,11 44.636.561.560 70.427.233.382 63,38
Perkembangan RD
PAD
3.304.936.066 3.494.856.107 3.490.612.714 3.349.340.217 5.942.798.624 10.231.247.040 7.248.263.481 6.084.679.132
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2009. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4.10 dapat dijelaskan bahwa sebagai berikut : 1. Pada tahun 2004 kontribusi Retribusi Daerah ke dalam PAD sebesar 52,15%. 2. Tahun 2005 kontribusi Retribusi Daerah ke dalam PAD sebesar 55,07%, sehingga kontribusi tersebut mengalami kenaikan dari tahun 2004 yang disebabkan oleh naiknya Retribusi Daerah sebesar Rp. 3.304.936.066,00 yang diikuti naiknya PAD sebesar Rp. 3,494,856,107,00.
66
3. Tahun 2006 kontribusi Retribusi Daerah ke dalam PAD sebesar 58,11%, sehingga kontribusi tersebut mengalami kenaikan dari tahun 2005 yang disebabkan oleh naiknya Retribusi Daerah sebesar Rp. 3.490.612.714,00 yang diikuti naiknya PAD sebesar Rp. 3.349.340.217,00. 4. Tahun 2007 kontribusi Retribusi Daerah ke dalam PAD sebesar 58,11%, sehingga kontribusi tersebut mengalami ketetapan dari tahun 2006 yang disebabkan oleh naiknya Retribusi Daerah sebesar Rp. 5.942.798.624,00 seimbang dengan naiknya PAD sebesar Rp. 10.231.247.040,00. 5. Dan pada tahun 2008 kontribusi Retribusi Daerah ke dalam PAD sebesar 63,38%, sehingga kontribusi tersebut mengalami kenaikan dari tahun 2007 yang disebabkan oleh naiknya Retribusi Daerah sebesar Rp. 7.248.263.481,00 yang diikuti naiknya PAD sebesar Rp. 6.084.679.132,00. Dengan memperhatikan perhitungan dan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Retribusi Daerah yang memberikan kontribusi terbesar dalam PAD Kabupaten Jepara adalah terjadi pada tahun 2008. Analisis Kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD Perhitungan besarnya kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah dengan melakukan perbandingan antara realisasi penerimaan Pajak Daerah terhadap realisasi penerimaan PAD secara menyeluruh. Untuk mengetahui besarnya kontribusi dari Pajak Daerah ke dalam PAD dapat dihitung sebagai berikut pada Tabel 4.11.
67
Tabel 4.11 Perhitungan Kontribusi Pajak Daerah Kabupaten Jepara Tahun 2004 – 2008 PD PAD Kontribusi Perkembangan No Tahun (Rp) (Rp) (%) (1) (2) (3 = 1 : 2 x 100) PD PAD 1 2004 10.239.584.784 47.267.110.886 21,66 2 2005 11.340.431.063 50.761.966.993 22,34 1.100.846.279 3.494.856.107 3 2006 11.931.316.377 54.111.307.210 22,05 590.885.314 3.349.340.217 4 2007 13.084.436.301 64.342.554.250 20,34 1.153.119.924 10.231.247.040 5 2008 13.941.162.661 70.427.233.382 19,80 856.726.360 6.084.679.132
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2009. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4.11 dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pada tahun 2004 kontribusi Pajak Daerah ke dalam PAD sebesar 21,66%. 2. Tahun 2005 kontribusi Pajak Daerah ke dalam PAD sebesar 22,34%, sehingga kontribusi tersebut mengalami kenaikan dari tahun 2004 yang disebabkan oleh naiknya Pajak Daerah sebesar Rp. 1.100.846.279,00 yang diikuti naiknya PAD sebesar Rp. 3.494.856.107,00. 3. Tahun 2006 kontribusi Pajak Daerah ke dalam PAD sebesar 22,05%, sehingga kontribusi tersebut mengalami kenaikan dari tahun 2005 yang disebabkan oleh naiknya Pajak Daerah sebesar Rp. 590.885.314,00 yang diikuti naiknya PAD sebesar Rp. 3.349.340.217,00. 4. Tahun 2007 kontribusi Pajak Daerah ke dalam PAD sebesar 20,34%, sehingga kontribusi tersebut mengalami kenaikan dari tahun 2006 yang disebabkan oleh naiknya Pajak Daerah sebesar Rp. 1.153.119.924,00 yang diikuti naiknya PAD sebesar Rp. 10.231.247.040,00.
68
5. Tahun 2008 kontribusi Pajak Daerah ke dalam PAD sebesar 19,80%, sehingga kontribusi tersebut mengalami penuruan dari tahun 2007 yang disebabkan oleh naiknya Pajak Daerah sebesar Rp. 856.726.360,00 yang diikuti naiknya PAD sebesar Rp. 6.084.679.132,00. Dengan memperhatikan perhitungan dan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Pajak Daerah yang memberikan kontribusi terbesar dalam PAD Kabupaten Jepara adalah terjadi pada tahun 2005.
69
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai selisih realisasi dengan anggaran, efsiensi, efektifitas dan kontribusi Retribusi Daerah dan Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Jepara selama periode tahun 2004 sampai dengan 2008 maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 5.1.1. Terdapat selisih lebih antara realisasi dengan anggaran Retribusi Daerah (realisasi lebih besar dari anggaran), yang mengalami selisih lebih paling besar adalah tahun 2008 yaitu sebesar Rp. 7.492.686.560 atau 20,17%. Untuk Pajak Daerah juga terdapat selisih lebih antara realisasi dengan anggaran yang ditetapkan, dan yang mengalami selisih lebih paling besar adalah tahun 2007 yaitu sebesar Rp. 883.686.301 atau 7,24%. 5.1.2. Tingkat efisiensi untuk Retribusi Daerah adalah efisien karena hasil perhitungan efisiensi dari tahun 2004-2008 berada di antara 20%-80%, dan tingkat efisiensi penerimaan Retribusi Daerah Kabupaten Jepara yang paling efisien terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 41,60%. Sedangkan tingkat efisiensi penerimaan Pajak Daerah adalah sangat efisien karena hasil perhitungan efisiensi dari tahun 2004-2008 < 20%, dan efisiensi Pajak daerah Kabupaten Jepara yang paling efisien terjadi pada tahun 2005 dan 2006 yaitu sebesar 9,38%.
69
70
5.1.3. Tingkat efektifitas untuk penerimaan Retribusi Daerah adalah sangat efektif, karena hasil perhitungan efektifitas dari tahun 2004-2008 lebih dari 100%, dan tingkat efektifitas penerimaan Retribusi Daerah Kabupaten Jepara yang paling sangat efektif terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 120,17%. Begitu juga tingkat efektifitas untuk penerimaan Pajak Daerah adalah sangat efektif, karena hasil perhitungan efektifitas dari tahun 20042008 lebih dari 100%, tingkat efektifitas penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Jepara yang paling efektif terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 107,24%. 5.1.4. Besarnya kontribusi dapat diketahui dengan perbandingan antara besarnya penerimaan masing-masing unsur-unsur PAD terhadap total PAD yang diterima Pemerintah Kabupaten Jepara. Semakin besar presentase kontribusi berarti bahwa
masing-masing unsur tersebut semakin
mempunyai peranan dalam penerimaan
PAD
Kabupaten Jepara.
Kontribusi Retribusi Daerah terhadap PAD yang tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 63,38%, sedangkan kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD yang tertinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 22,34%.
5.2. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas mengenai selisih realisasi dengan anggaran, kondisi efisien, efektifitas dan kontribusi dari Retribusi Daerah dan Pajak Daerah, dimana dalam kondisi yang sudah baik, maka saran yang bisa diberikan peneliti antara lain sebagai berikut :
71
5.2.1. Melihat besarnya biaya pemungutan PAD yang selalu berbeda di setiap sumber, maka sebaiknya penetapan biaya pemungutan terhadap unsur PAD ditetapkan besarnya tarip persentase secara proporsional agar dapat diketahui secara realistis sehingga akan lebih mengefisienkan unsur-unsur PAD tersebut, misalnya : PAD antara Rp. 100.000 s/d Rp. 500.000,- biaya pemungutan 5%. PAD antara Rp. 500.000 s/d Rp. 100.000,- biaya pemungutan 10%. PAD antara Rp. 1.000.000 s/d Rp. 2.000.000,- biaya pemungutan 20%. 5.2.2. Untuk lebih menunjang efektifitas, hendaknya perlu adanya komunikasi dan hubungan baik atau kerjasama yang baik antara pihak pemungut dan masyarakat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan PAD yang berasal dari Retribusi Daerah dan Pajak Daerah sehingga dapat lebih berperan dalam memberikan sumbangan atau kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah pada umumnya.
72
DAFTAR PUSTAKA
Devas, Nick, Brian Binder, Anne Booth, Kenneth Devey, Roy Kelly, 1999. Keuangann Pemerintah Daerah di Indonesia, UI-Pres, Jakarta. Devey, K.J, 2001. Pembiayaan Pemerintah Daerah, UI-Pres, Jakarta. H. Mustaqiem, 2008. Pajak Daerah Dalam Transisi Otonomi Daerah, FH UII. PRESS. Ibnu Syamsi, 2003. Dasar-dasar Kebijaksanaan Keuangan Negara, Bima Aksara, Jakarta Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 2004. Metode Penelitian, BPFE, Yogyakarta. Mardiasmo, 2003. Perpajakan, Penerbit Andi, Yogyakarta. Marwan Asri, 2000. Anggaran Perusahaan, BPFE, Yogyakarta. Munandar, 2000. Manajemen Budgeting: Perencanaan, Pengorganisasian, Pengawasan Kerja, BPFE, Yogyakarta. Munawir S, 2004. Analisa Laporan Keuangan, Liberty, Yogyakarta. Saifudin Azwar, 2001. Metode Penelitian, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Subagyo Suyatmo, 2005. ”Analisis Selisih Realisasi Anggaran Retribusi Daearah Pemerintah Kabupaten Rembang”. Universitas Muria Kudus. Sugianto, 2008. Pajak dan Retribusi Daerah, Pengelolaan Pemerintah Daerah dalam Aspek Keuangan, Pajak, dan Retribusi Daerah, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. W. Gulo, 2004. Metode Penelitian, Grasindo, Jakarta.
72