1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Penilitian
“Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” (Wikipedia.org) Hakekat otonomi daerah adalah mewujudkan kemandirian daerah disegala segi kehidupan yang diukur melalui elemen Pedapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan dengan otonomi, semua daerah di Indonesia mampu melaksanakan semua urusan pemerintahan dan pembangunan dengan bertumpu pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang di milikinya. Namun kenyataannya bukan mandiri tetapi ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat yang semakin besar. Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah: Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, UndangUndang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
1
2
Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Pemerintah daerah dituntut untuk mampu melaksanakan otonomi daerah
dengan baik. Kaho (2001:610) dalam Dewi (2011) menyatakan bahwa, “Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam
mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan self supporting
dalam bidang keuangan yang mempengaruhi dalam pelaksanaan otonomi daerah.” Sumber pendapatan daerah yang seringkali menjadi ukuran utama untuk menentukan derajat otonomi fiskal yang dimiliki oleh suatu daerah adalah pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah itu sendiri. Menurut (Cochrane, 1983:64) pakar world bank berpendapat bahwa “batas 20 % perolehan PAD merupakan batas minimum untuk menjalankan otonomi daerah. Sekiranya PAD kurang dari angka 20 % tersebut, maka daerah tersebut akan kehilangan kredibilitasnya sebagai kesatuan yang mandiri”. Berdasarkan LRA Pemerintah Daerah Kota Cimahi tahun 2004 Pemerintah Daerah Kota Cimahi masih belum dikatakan mandiri karena presentase PAD terhadap APBD sebesar 16,03%, sedangkan tahun 2005 17,85%, tahun 2006 sebesar 13,64%, tahun 2007 sebesar 12,85%, tahun 2007 12,85%, tahun 2008 sebesar 13,25%, tahun 2009 13,36%, dan untu tahun 2010 sebesar 13,92%. Kota Cimahi sejak tahun 2004 sampai dengan 2010, kontribusi PAD terhadap APBD baru berkisar pada 14% sehingga Pemerintah Kota Cimahi belum bisa dikatakan mandiri.
3
Dalam upaya peningkatan PAD, tuntutan untuk mengubah struktur belanja
pun semakin kuat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas
fiskal rendah. (Halim, 2001) dalam Dewi (2011). Belanja daerah yang seringkali
lebih diperhatikan adalah pengalokasian terhadap belanja operasi. Padahal untuk
pengalokasian belanja modal merupakan hal yang penting karena belanja modal pemerintah daerah difokuskan untuk menambah aset daerah yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap publik. Seperti yang diungkapkan oleh
Armayani (dalam Halim, 2004:237) menyatakan bahwa peran pemerintah di dalam pembangunan adalah sebagai katalisator dan fasilitator, karena pihak pemerintahlah yang lebih mengetahui sasaran tujuan pembangunan yang akan dicapai. Sebagai pihak katalisator dan fasilitator maka pemerintah daerah memerlukan sarana dan fasilitas pendukung yang direalisasikan melalui belanja modal guna meningkatkan pelayanan publik. Tabel 1.1 Anggaran Belanja Modal dan Realisasi Belanja Modal Di Pemerintah Daerah Kota Cimahi Tahun 2004 sampai Tahun 2010 Tahun Anggaran Belanja Modal Realisasi Belanja Modal 5.276.926.000 3.900.683.715 2004 84.300.095.000 71.926.589.937 2005 111.616.081.400 67.184.598.173 2006 133.080.083.965 101.010.760.347 2007 118.827.545.447 101.204.225.339 2008 107.582.505.461 95.247.306.050 2009 121.996.021.734 91.135.651.185 2010 (Sumber : Bagian Keuangan Pemerintah Daerah Kota Cimahi, data sudah diolah) Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa anggaran belanja modal dengan realisasi belanja modal Pemerintah Kota Cimahi dari tahun 2004-2010 tidak sama
4
jumlahnya dan realisasi Belanja Modal dari Tahun 2008 sampai 2010 mengalami penurunan. Didalam LRA sendiri terdiri dari Belanja-Belanja, seperti belanja
operasi, belanja modal, dan belanja tak terduga. Padahal semakin banyak belanja
modal maka semakin tinggi pula produktivitas perekonomian karena belanja
modal berupa infrastruktur jelas berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja (Media Indonesia, 2008). Senada dengan hal tersebut
Adi (2006) menjelaskan bahwa tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan
dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas di berbagai sektor, produktifitas masyarakat diharapkan semakin tinggi dan pada gilirannya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan PAD sebenarnya merupakan ekses dari pertumbuhan ekonomi Saragih (2003). Daerah yang pertumbuhan ekonominya tinggi cenderung mengalami peningkatan PAD. Kota Cimahi sebagai salah satu kota di Jawa Barat memiliki banyak potensi yang belum digali dan potensi yang belum didayagunakan secara optimal untuk dijadikan sumber pendapatan. Namun pada kenyataannya sumber penerimaan/ pendapatan terbesar Kota Cimahi adalah Dana Perimbangan dari Pemerintahan Pusat dan PAD nya masih sangat kecil. Maka dari itu harus ada upaya dalam mengubah struktur belanja agar peningkatan PAD semakin besar. Selain itu menurut Penelitan Dewi (2011) yang berjudul Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Pemeliharaan terhadap Penerimaan Retribusi menunjukan adanya pengaruh yang signifikan. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat satu karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul “PENGARUH BELANJA MODAL TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
5
PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA CIMAHI”. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Dewi (2011) dengan judul Pengaruh Belanja Modal dan
Belanja Pemeliharaan Terhadap Penerimaan Retribusi Daerah Pada Pemerintah
Daerah Kota Cimahi dengan modifikasi variabel Y yaitu dirubah menjadi
Pendapatan Asli Daerah.
1.2 Perumusan Masalah Penilitian
Perumusan Masalah pada Penelitian ini yaitu: 1. Bagaimanakah hubungan antara Belanja Modal dengan Pendapatan Asli Daerah di Pemerintah Daerah Kota Cimahi. 2. Apakah Realisasi Belanja Modal mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah di Pemerintah Daerah Kota Cimahi.
1.3 Pembatasan Masalah Berdasarkan perumusan di atas, penelitian ini dibatasi hanya pada Total Realisasi Belanja Modal dan Total Realisasi Pendapatan Asli Daerah selama periode 2004-2010.
1.4 Tujuan Penilitian Tujuan Penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis Pendapatan Asli Daerah di Pemerintah Daerah Kota Cimahi selama periode 2004-2010.
6
2. Untuk mengetahui dan menganalisis Belanja Modal di Pemerintah Daerah
Kota Cimahi selama periode 2004-2010.
1.5 Manfaat Penelitian Kegunaan dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait
diantaranya sebagai berikut:
1. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada penganggaran dan realisasi Belanja Modal sehingga dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. 2. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya hasil penelitian dan digunakan sebagai referensi bagi para akademis sebagai sarana dalam pengembangan ilmu bidang akuntansi pemerintah, terutama mengenai Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah.