BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Selama setengah abad terakhir, sektor Consumer Goods telah
mencapai pertumbuhan yang signifikan dari segi pendapatan dan imbal hasil pemegang saham. Peningkatan pertumbuhan perekonomian pada negara sedang berkembang seperti
Indonesia memicu peningkatan
konsumsi. Perusahaan Consumer Goods menjual lebih banyak produk dibandingkan dengan sektor lain dengan harga yang relatif murah, dan biasanya merupakan kebutuhan sehari-hari. Contoh produk Consumer Goods antara lain barang-barang seperti minuman ringan, kosmetik, perawatan tubuh, dan barang kelontong, meskipun keuntungan yang didapat dari setiap barangnya kecil, barang-barang ini biasanya dijual dalam kuantitas yang sangat besar sehingga keuntungan totalnya besar. (Brennan et al, 2013). Dalam aktivitas pengelolaannya, perusahaan consumer goods dihadapkan beberapa keputusan keuangan salah satunya adalah keputusan pendanaan. Keputusan pendanaan dalam hal ini terkait dengan keputusan struktur modal yang menguraikan komposisi penggunaan dana dari pihak internal dan dana dari pihak eksternal. Dana dari pihak internal adalah berupa laba ditahan dan setoran modal pemilik atau penerbitan saham
1
2
baru, sedangkan pendanaan
yang bersumber
dari
pihak
eksternal
perusahaan secara spesifik disebut kebijakan hutang (Hasnawati, 2005). Pemilik perusahaan atau pemegang saham tidak dapat melakukan pengelolaan perusahaan sendiri, oleh karena itu pemilik mempekerjakan pihak lain sebagai manajer yang akan melakukan aktivitas pengelolaan perusahaan. Manajer atas nama pemilik perusahaan akan melakukan pengambilan keputusan penting terkait operasional perusahaan. Salah satu keputusan yang diambil manajer adalah keputusan keuangan perusahaan. Manajer dituntut untuk dapat meningkatkan nilai perusahaan atau memaksimalkan kemakmuran pemilik perusahaan (pemegang saham). Pada kenyataannya manajer cenderung lebih mengutamakan kepentingan pribadi mereka. Secara teori, pada saat pendanaan internal perusahaan tidak mencukupi untuk mendanai operasional dan investasi perusahaan maka akan dipergunakan pendanaan eksternal. Dalam menentukan keputusan pendanaan terkait dengan penggunaan hutang, pihak manajerial cenderung menggunakan hutang yang tinggi bukan atas dasar maksimalisasi kemakmuran pemegang saham melainkan untuk kepentingan opportunistic mereka, seperti dengan pemilihan proyek-proyek yang memiliki risiko yang besar dengan pendanaan yang besar pula. Perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajer ini menimbulkan konflik yang disebut konflik kepentingan (agency conflict) (Cructhley et al, 1999)
3
Konflik yang terjadi menyebabkan meningkatnya beban bunga perusahaan sehingga risiko kebangkrutan semakin tinggi yang berdampak pada biaya agency hutang semakin tinggi. Peningkatan agency cost tersebut akan berpengaruh pada penurunan nilai perusahaan. Mekanisme yang dapat dilakukan untuk meminimalkan agency conflict adalah dengan memberikan
persentase
kepemilikan
saham
ke
pihak
manajerial
(Bhakti, 2012) dan meningkatkan kepemilikan institusional. Kepemilikan institusional adalah kepemilikan perusahaan oleh institusi, perusahaan atau lembaga lain. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5%) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Kepemilikan
institusional
akan
memonitor
dan
mengawasi
tindakan manajer dalam mengunakan hutang diawasi secara optimal oleh pemegang saham eksternal dan membantu mengurangi biaya keagenan. Semakin
besar
pemanfaatan
kepemilikan
aktiva
institusional
perusahaan.
Proporsi
maka
s emakin
kepemilikan
efisien
institusional
bertindak sebagai pencegahaan terhadap pemborosan yang di lakukan oleh pihak manajemen, sehingga tindakan pencarian pendanaan besar-besaran dari pihak eksternal dapat ditekan (Karinaputri, 2012). Ketika pendanaan internal perusahaan tidak mencukupi maka perusahaan
memilih
untuk melakukan
kegiatan
dengan
pendanaan
eksternal (hutang). Penggunaan dana yang berasal dari hutang operasi perusahaan, akan menguntungkan perusahaan dari penghematan pajak atas
4
laba perusahaan (Karinaputri, 2012). Bunga yang dibayarkan akibat hutang akan mengurangi penghasilan yang terkena pajak, selain itu penggunaan hutang mampu menarik pemegang saham untuk melakukan kontrol yang ketat dibandingkan perusahaan yang memperoleh pendanaan melalui penerbitan saham baru (Rachmawati dan Hanung, 2012). Selain keuntungan yang diperoleh dari penggunaan hutang terdapat pula risiko dalam penggunaan hutang sebagai sumber pendanaan, antara lain terdapat risiko gagal bayar yang terkandung didalamnya dan beban yang ditanggung oleh perusahaan akan bertambah dengan adanya beban bunga. Risiko lain adalah apabila keuntungan pajak yang di peroleh lebih kecil dibandingkan dengan beban bunga yang harus di bayarkan (Sujoko dan Subiantoro, 2007). Penggunaan hutang yang berlebihan dapat mendekatkan perusahaan pada kebangkrutan. Berdasarkan pada teori pertukaran (trade off theory) semakin besar proporsi penggunaan hutang maka akan semakin besar peluang kebangkrutan yang akan diperoleh perusahaan. Oleh karena itu penggunaan hutang harus di kelola dengan baik oleh manajer (Mulianti, 2010). Pada perusahaan yang telah go public komposisi struktur modal terutama keputusan penggunaan hutang memiliki peranan penting yaitu sebagai solusi dari konflik keagenan. Perbedaan kepentingan antara pihak manajerial perusahaan dengan pihak pemegang saham salah satunya dipicu karena adanya perbedaan kepentingan penggunaan aliran kas bebas (free cash flow) perusahaan (Jensen,1986). Penggunaan hutang dalam struktur
5
modal perusahaan dapat dijadikan sebagai alternatif solusi karena penggunaan hutang mampu mengimbangi agency cost yang ditimbulkan dari konflik keagenan. Aliran kas bebas (free cash flow) adalah keuntungan bersih operasional perusahaan, setelah di perhitungkan investasi modal kerja dan aktiva tetap selama periode berjalan. Free cash flow pada dasarnya adalah hak dari pemegang saham sehingga investor akan menuntut pembagian free cash flow yang ada pada perusahaan sedangkan manajer berpandangan untuk menggunakan free cash flow melalui reinvestasi yang dapat menguntungkan mereka (Putri, 2013). Tekanan pemegang saham untuk dapat memperoleh kas bebas, mengharuskan manajer untuk dapat memperoleh sumber pendanaan dari pihak ketiga yaitu debthoders. Dengan adanya hutang, manajer akan termotivasi untuk bekerja lebih efisien guna meningkatkan efisiensi perusahaan agar terhindar dari kebangkrutan sehingga hutang memiliki peranan sebagai monitoring tindakan manajer (Jensen, 1986). Kesempatan investasi dimiliki oleh setiap perusahaan, penggunaan kesempatan investasi yang besar dapat meningkatkan pertumbuhan perusahaan. Semakin besar peluang investasi yang dilakukan oleh perusahaan maka kebutuhan modal juga akan semakin besar (Hasnawati, 2005).
6
Tabel 1.1 Jumlah Kepemilikan Institusional, Free Cash Flow, Struktur Modal (DER) Pada Perusahaan Consumer Goods di BEI Tahun 2010-2013 Tahun No 1. 2. 3.
Variabel Kep Institusional Δ (%) Free Cash Flow Δ (%) DER Δ (%)
2010
2011
2012
2013
2,76 14,97 1,07 -
5,42 96,37 16,30 8,91 0,71 -33,50
2,98 -45,06 15,85 -2,73 0,79 11,24
9,67 9,67 14,31 -9,74 1,12 41,85
Sumber : ICMD (Indonesia Capital Market Directory) 2010, 2011, 2012 dan 2013.
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kepemilikan saham oleh institusi mengalami fluktuasi, dan di tahun 2010 rata-rata tingkat kepemilikan saham oleh institusi mencapai 2,76%. Mengalami kenaikan di tahun 2011 menjadi 5,42%, kemudian di tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 2,98% dan terakhir pada tahun 2013 mengalami peningkatan kembali hingga mencapai 9,67%. Rata-rata peningkatan hutang sebagai bentuk dari keputusan struktur modal (DER), pada tahun 2010 mencapai 1,07%, pada tahun 2011 menurun mencapai 0,71%, namun tahun berikutnya naik mencapai 0,79% di tahun 2012, dan naik kembali di tahun 2013 mencapai 1,12%. Rata-rata penggunaan hutang DER berfluktuasi berlawanan arah dengan fluktuasi tingkat kepemilikan institusional yang ada. Fenomena ini dapat dikaitkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahidahwati (2002) yang menyatakan bahwa adanya monitoring yang efektif oleh institutional ownership menyebabkan penggunaan hutang menurun.
7
Rata-rata free cash flow (FCF) pada tahun 2010 mencapai 14,97%, meningkat pada tahun 2011 mencapai 16,30%. Pada tahun 2012 FCF mengalami penurunan mencapai 15,85% dan di tahun 2013 kembali mengalami penurunan hingga mencapai 14,31%. Apabila kondisi ini dikaitkan dengan rata-rata fluktuasi DER, maka dapat di jelaskan FCF dan DER berbanding terbalik. Kondisi ini dapat dikaitkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nasrizal et al., (2010) yang menemukan bahwa dalam kondisi dimana FCF dan DER berbanding terbalik maka berarti bahwa free cash flow belum mampu untuk mempengaruhi tingkat penggunaan hutang perusahaan dalam rangka untuk mengurangi agency cost. Penelitian terkait dengan kepemilikan institusional, free cash flow dan struktur modal telah banyak dilakukan diantaranya Nasrizal et al., (2010) ; Larasati, (2011) yang meneliti hubungan antara kepemilikan institusional
dengan
struktur
modal
khususnya
keputusan
terkait
penggunaan hutang. Ditemukan hasil bahwa kepemilikan intitusional memiliki pengaruh positif dan signikan terhadap struktur modal khususnya penggunaan hutang. Ini berarti bahwa semakin besar kepemilikan institusional maka hutang akan atau dengan kata lain kepemilikan institusional
dapat
mensubstitusi
fungsi
hutang
dalam
mengatasi
permasalahan agensi. Hasil berbeda ditemukan oleh penelitian yang dilakukan oleh Fury dan Dina, (2011) yaitu kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap hutang dikarenakan adannya asumsi bahwa
8
para
institusional
ownership
dapat
memonitor
perilaku
manajer
perusahaan secara efektif sehingga manajemen akan bekerja untuk kepentingan para pemegang saham. Monitoring yang efektif oleh institusional ownership menyebabkan penggunaan hutang menurun, karena peranan hutang sebagai Salah satu alat monitoring sudah diambil oleh institusional ownership, dengan demikian mengurangi agency cost of debt. Penelitian terkait hubungan antara free cash flow dengan struktur modal perusahaan khususnya keputusan penggunaan hutang diantaranya dilakukan oleh Indahningrum dan Ratih, (2009); Chen et al.,(2009) yang menemukan bahwa (positif)
dengan
free cash flow memiliki pengaruh yang searah struktur
modal
perusahaan
khususnya
keputusan
penggunaan hutang. Semakin tinggi free cash flow maka akan semakin tinggi kebijakan hutang perusahaan. Hasil didasari teori yang menyatakan bahwa tekanan pasar akan mendorong manajer untuk mendistribusikan free cash flow kepada pemegang saham. Hasil berbeda ditemukan oleh Nasrizal et al., (2010) dan Mousa dan Chichti, (2011) yaitu Free Cash Flow tidak berpengaruh signifikan dan berhubungan negatif terhadap kebijakan hutang. Hasil tersebut menunjukkan bahwa free cash flow belum mampu untuk mempengaruhi tingkat penggunaan hutang perusahaan dalam rangka untuk mengurangi agency cost. Arah free cash flow terhadap kebijakan hutang adalah negatif. Pengaruh ini ternyata mengindikasikan bahwa free cash flow dapat mensubstitusi fungsi hutang dalam mengurangi biaya agensi.
9
Berdasarkan fenomena dan empiris yang diuraikan pada latar belakang yang masih menunjukkan ketidak konsistenan hasil pengaruh antara variabel kepemilikan institusional dan free cash flow terhadap struktur modal, maka penelitian ini masih perlu dilakukan untuk memperjelas hubungan variabel-variabel tersebut.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1) Apakah kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap free cash flow perusahaan? 2) Apakah kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan? 3) Apakah free cash flow berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan
penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh kepemilikan institusional terhadap free cash flow perusahaan. 2) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh kepemilikan institusional terhadap strukur modal perusahaan.
10
3) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh free cash flow terhadap struktur modal perusahaan.
1.4
Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut: 1) Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam bentuk bukti empiris tentang keterkaitan kepemilikan institusional dan Free Cash Flow terhadap struktur modal perusahaan.
2) Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada manajemen
perusahaan
keuangan perusahaan.
sebagai
dasar
pengambilan
keputusan