BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan telah meningkatkan kesejahteraan sosial dan derajat kesehatan masyarakat, yang dampak positifnya adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat, menurunkan angka kematian dan meningkatkan usia harapan hidup, sehingga kemungkinan mencapai usia lebih tua makin banyak. Disisi lain pembangunan secara tidak langsung juga berdampak negatif melalui perubahan nilai-nilai dalam keluarga yang berpengaruh kurang baik terhadap kesejahteraan lansia. Lansia sering kehilangan pertalian keluarga yang selama ini diharapkan. Perubahan yang terjadi juga menyebabkan berkurangnya peran dan status lansia dalam keluarga. Selain itu juga mulai terlihat hilangnya bentuk-bentuk dukungan keluarga terhadap lansia ( Junaidi, 2007). Jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Secara demografi pada tahun 2000 jumlah lanjut usia meningkat menjadi 9.99% dari seluruh penduduk Indonesia (22.277.700 jiwa) dengan umur harapan hidup 65-70 tahun dan pada tahun 2020 akan meningkat 11,09% (29.120.000 jiwa) dengan umur harapan hidup 70-75 tahun (Nugroho, 2000). Peningkatan jumlah penduduk lansia disebabkan oleh tingkat sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, kemajuan dibidang pelayanan kesehatan dan tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat (Departemen Sosial RI, 2007). Usia lanjut adalah tahap akhir dari siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses alamiah kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun mental, khususnya
kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan fisik sebagai bagian dari proses penuaan yang normal, seperti berkurangnya ketajaman panca indera, menurunnya daya tahan tubuh merupakan ancaman bagi integritas orang usia lanjut dan harus berhadapan dengan kehilangan peran diri, kedudukan sosial serta perpisahan dengan orangorang yang dicintai. Kondisi ini menyebabkan orang usia lanjut menjadi lebih rentan untuk mengalami problem mental, salah satunya adalah depresi (FKUI,2000). Depresi merupakan suatu gangguan afektif yang ditandai dengan hilangnya minat atau kesenangan dalam aktivitas-aktivitas yang biasa dan pada waktu yang lampau. Pada lansia, prevalensi depresi diperkirakan 15% dari populasi usia lanjut dan diduga sekitar 60% dari pasien di unit geriatri menderita depresi. Pada tahun 2020 depresi akan menduduki urutan teratas di negara berkembang, termasuk Indonesia . Menurut "The National Old People's Welfare Council" di Inggris yang dikutip oleh Nugroho menyatakan bahwa depresi merupakan salah satu penyakit atau gangguan umum pada lansia yang menduduki ranking teratas (Towmsend, 1998; Depkes RI, 2007; Nugroho, 2000). Saat ini gangguan depresi pada usia lanjut kurang dipahami sehingga banyak kasus depresi pada usia lanjut tidak dikenali dan tidak diobati karena gambaran klinisnya tidak khas. Terjadinya depresi pada usia lanjut dapat berasal dari 3 aspek yaitu sosial, psikologik dan biologik. Faktor sosial adalah berkurangnya interaksi sosial, kesepian, berkabung dan kemiskinan dapat mencetuskan depresi. Sedangkan faktor psikologik yang berperan dalam timbulnya depresi adalah rasa rendah diri, kurang percaya diri, kurangnya rasa keakraban, dan ketidak berdayaan karena menderita penyakit kronis. Dari aspek biologik usia lanjut mengalami kehilangan dan kerusakan banyak sel-sel saraf maupun zat neurotransmiter, resiko genetik maupun adanya penyakit tertentu seperti kanker, Diabetes Mellitus, stroke memudahkan terjadinya gangguan depresi. Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar. Pada
umumnya masalah kesehatan mental lansia khususnya depresi adalah masalah penyesuaian. Penyesuaian tersebut karena adanya perubahan dari keadaan sebelumnya ( fisik masih kuat, bekerja dan berpenghasilan ) yang mengalami kemunduran. Serta berbagai persoalan hidup yang menimpa lansia sepanjang hidupnya, seperti kemiskinan, kegagalan yang beruntun, stres berkepanjangan, konflik dengan keluarga atau anak, ataupun kondisi lain seperti tidak memiliki keturunan yang bisa merawatnya atau sebagainya. Kondisi-kondisi seperti ini juga bisa memicu terjadinya depresi. Tidak adanya media bagi lansia untuk mencurahkan segala perasaan dan kegundahannya merupakan kondisi yang akan mempertahankan kondisi depresinya, karena dia akan menekan segala bentuk perasaan negatifnya kealam bawah sadarnya (Philip, 1994 dalam Setiabudi, 1999). Menurut Erikson tahap lansia sebagai tahap integrity versus dispair (integritas dalam diri ) yakni individu yang sukses melampaui tahap ini akan dapat beradaptasi dengan baik, menerima berbagai perubahan dengan tulus, mampu berdamai dengan keterbatasannya, bertambah bijak menyikapi kehidupan. Sebaliknya mereka yang gagal akan melewati tahap ini dengan penuh pemberontakan, putus asa dan ingkar terhadap kenyataan yang dihadapinya (FKUI, 2000). Sukses tidaknya seseorang melewati tahap ini dipengaruhi oleh maturitas kepribadian pada fase sebelumnya, tekanan hidup yang dihadapinya, dan dukungan dari lingkungan terdekatnya termasuk keluarga. Dukungan keluarga adalah suatu dorongan atau bantuan nyata seperti kenyamanan, perhatian, penghargaan serta hal-hal yang dapat memberikan keuntungan terhadap anggota keluarga, agar individu tersebut merasa dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai. Adanya problem keluarga akan berpengaruh pada perkembangan lansia. Disamping itu proses penuaan yang terjadi pada lansia juga dapat mempengaruhi dinamika keluarga. Menurut friedman (1998), ikatan kekeluargaan yang kuat sangat membantu ketika lansia menghadapi masalah, karena
keluarga adalah orang yang paling dekat hubunganya dengan lansia. Dukungan keluarga memainkan peran penting dalam mengintensifkan perasaan sejahtera. Orang yang hidup dalam lingkungan yang bersikap supportif, kondisinya jauh lebih baik dari pada mereka yang tidak memilikinya. Dukungan tersebut akan tercipta bila hubungan interpersonal diantara mereka baik. Melalui dukungan keluarga, lansia akan merasa masih ada yang memperhatikan, ikut merasakan mau membantu mengatasi beban hidupnya. Dengan adanya dukungan keluarga yang mempunyai ikatan emosional setidaknya akan memberikan kekuatan pada lansia untuk menjalani hari tua yang lebih baik. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan Maret 2011 dan saat praktek lapangan Keperawatan Komunitas pada tahun 2010, diperoleh data bahwa sebagian besar lansia di Kelurahan Polowijen Kecamatan Blimbing Malang berpotensi mengalami depresi. Hal ini dilihat dari proses wawancara yang dilakukan kepada komunitas lansia di daerah tersebut yang sebagian besar lansia lebih banyak mengeluh tentang kehidupan mereka seperti kondisi sosialnya maupun masalah fisiknya yang menunjukkan gejala-gejala depresi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia di Kelurahan Polowijen Kecamatan Blimbing Malang”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas , maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah ada pengaruh dukungan keluarga terhadap tingkat depresi pada lansia di Kelurahan Polowijen Kecamatan Blimbing Malang.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh dukungan keluarga terhadap tingkat depresi pada lansia. 2. Tujuan khusus a) Mengidentifikasi dukungan keluarga yang diterima oleh lansia di Kelurahan Polowijen Kecamatan Blimbing Malang. b) Mengidentifikasi tingkat depresi lansia di Kelurahan Polowijen Kecamatan Blimbing Malang. c) Menganalisis pengaruh dukungan keluarga terhadap tingkat depresi pada lansia di Kelurahan Polowijen Kecamatan Blimbing Malang.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Klien Lanjut Usia Menjadi bahan masukan untuk melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. 2. Bagi Keluarga Keluarga dapat mengerti dan memahami tentang depresi, dan mengetahui dukungandukungan yang dapat diberikan kepada anggota keluarga untuk mencegah atau mengatasi terjadinya depresi pada anggota keluarga khususnya pada lansia. 3. Bagi Peneliti Dengan mengetahui pengaruh dukungan keluarga terhadap tingkat depresi pada lansia maka akan menambah pengetahuan peneliti di bidang keperawatan, khususnya keperawatan
keluarga dan keperawatan gerontik dan penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk pengembangan penelitian yang lebih lanjut. 4. Bagi Ilmu Keperawatan Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi kepada pengelola program kesehatan lanjut usia khususnya dalam perawatan lanjut usia di rumah, dalam upaya peningkatan perawatan lanjut usia dengan melibatkan peran aktif keluarga. 5. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi penelitian lain yang akan membahas topik yang sama, dan dapat digunakan sebagai pedoman (referensi) yang bermanfaat.
E. Keaslian Penelitian 1. Didit Damayanti, 2006. Meneliti tentang Hubungan antara Support System keluarga dengan mekanisme koping pada lansia di Desa Oro oro ombo Kartoharjo Madiun. Metode yang digunakan adalah penelitian kuantitatif non eksperimental dengan studi penelitian korelasional. Populasi adalah seluruh lansia yang ada di kelurahan Oro Oro Ombo Kartoharjo Madiun. Sampel dilakukan dengan cara purposive sampling. Responden berjumlah 85 lansia. Tehnik pengumpulan data dengan menyebar kuesioner penelitian. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan dukungan keluarga dan mekanisme koping dengan p value sebesar 0,024 lebih kecil dari derajat signifikansi 0,05. Perbedaan dengan penelitian ini antara lain pada variable terikatnya, penelitian tersebut variabel terikatnya adalah mekanisme koping sedang pada peneliti adalah tingkat depresi.