BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia menempatkan perpajakan sebagai salah satu sumber penerimaan diluar sektor migas. Perpajakan juga merupakan perwujudan dari salah satu kewajiban kenegaraan dalam rangka kegotong royongan nasional sebagai peran serta aktif masyarakat dalam membiayai pembangunan. Dalam meningkatkan sumber dana dalam negeri, Pajak merupakan alternatif yang sangat potensial. Masalah Perpajakan bukan hanya masalah pemerintah saja dan pihakpihak yang terkait didalamnya, akan tetapi masyarakat juga mempunyai kepentingan yang sama untuk mengetahui masalah Perpajakan di Indonesia. Untuk lebih mengoptimalkan penerimaan negara di sektor perpajakan, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah. Salah satunya adalah dengan Tax Reform (penyempuraan Undang-Undang Perpajakan) sejak tahun 1983, 1991, 1994, 1997, kemudian diubah lagi pada tahun 2000. Karena sejalan dengan adanya perkembangan perekonomian, Undang-Undang Perpajakan yang lama ternyata tidak sesuai lagi dengan sosial ekonomi masyarakat Indonesia baik dari sisi kegotongroyongan nasional maupun dari laju pembangunan nasional yang telah dicapai, juga belum dapat menggerakkan peran dari semua lapisan Subjek Pajak dalam menghasilkan penerimaan Negara. Saat ini di Indonesia berlaku Undang-undang Perpajakan yang baru sebagai penyempurna Undang-undang yang sebelumnya : 1. Undang-undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) di sempurnakan menjadi Undang-undang No. 16 tahun 2000. 2. Pajak Penghasilan (PPh) dipungut berdasarkan Undang-undang No. 10 tahun 1994 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 tahun 1983. Jo Undang-undang No. 17 tahun 2000.
3. Pajak Pertambahan Nilai barang dan jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) dipungut berdasarkan Undang-undang No.11 tahun 1994 tentang perubahan atas Undang-undang No. 8 tahun 1983. Jo Undang-undang No. 18 tahun 2000. 4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dipungut berdasarkan Undang-undang No. 12 tahun 1994 tentang perubahan Undang-undang No. 12 tahun 1985. 5. Bea Materai dipungut berdasarkan Undang-undang No. 13 tahun 1985 yang ditetapkan tanggal 27 Desember 1985. Suatu Negara dikatakan telah berhasil mendapatkan pemasukan dalam pengelolaan APBN yang optimal bila pajak yang diperoleh setiap tahun semakin meningkat terutama pada Pajak Penghasilan (PPh). Kondisi ini berbeda pada perolehan pajak di Indonesia dalam hal ini pemasukan utama justru oleh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau lebih umumnya dikenal pajak konsumsi. Hal ini dapat dilihat dari tabel 1.1 berikut ini:
Tabel 1.1 Perbandingan jumlah Penerimaan PPh Dengan PPN Dan PPnBM Tahun 2004,2005,2006,2007 Dan 2008 Tahun
Jenis pajak
2004
2005
2006
2007
(Dalam
(Dalam
(Dalam
(Dalam
jutaan
jutaan
jutaan
jutaan
Rp)
Rp)
Rp)
Rp)
2008 (Dalam jutaan Rp)
PPh
44.150,79 20.737,25 18.800,14 49.878,01
82.865,58
PPN
99.816,65 51.387,18 79.754,17 93.185,45 110.922,91
Persentase
44,23%
40,36%
23,57%
53,53%
74,71%
Sumber : Laporan Penerimaan Pajak KPP Pratama Bandung Cicadas Dari tabel diatas terlihat jelas bahwa penerimaan PPN lebih besar dibandingkan PPh dari data penerimaan lima (5) tahun terakhir. Dari tahun 2004 jumlah penerimaan PPN sebesar 44,23% lebih besar dari jumlah penerimaan PPh, begitu pula tahun 2005 penerimaan PPN mencapai 40,36% lebih besar dari PPh, tahun 2006,2007 dan 2008 penerimaan PPN lebih besar dari penerimaan PPh masing-masing sebesar 23,57%,53,53% dan 74,71%. Hal ini mungkin juga dilatarbelakangi oleh kebiasaan masyarakat Indonesia yang consumerizems, yaitu adanya kecenderungan lebih banyak mengeluarkan uang untuk konsumsi daripada menabung atau berinvestasi. Oleh karena itu tidaklah heran jika PPN memberikan kontribusi yang besar terhadap pemasukan dibandingkan dengan PPh yang cenderung rendah, sebab lain yang melatarbelakangi hal ini yaitu dikarenakan banyak pendapatan masyarakat yang masih dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) meskipun tidak menutup kemungkinan jiwa consumerizems masih tertanam dengan kuat. Seperti telah disebutkan diatas salah satu bentuk pajak yang merupakan pendapatan bagi Negara adalah Pajak Pertambahan Nilai. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercipta karena digunakannya faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau dalam memberikan jasa. Keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan untuk suatu daerah, salah satunya akan tergantung kepada besarnya dana yang dapat dikumpulkan. Sedangkan besarnya dana yang dapat dikumpulkan melalui PPN tergantung pada efektif atau tidaknya pelaporan pelaksanaan pemungutan PPN dari PKP sebagai pemungut PPN. Salah satu cara untuk mengefektifkan pelaporan pelaksanaan pemungutan PPN dari PKP adalah melalui struktur pengendalian intern. Struktur pengendalian intern terdiri dari lingkungan, sistem akuntansi, dan prosedur yang diciptakan untuk memberikan jaminan yang memadai agar tujuan
organisasi tercapai. Dari uraian tersebut penulis hanya akan berfokus kepada prosedur pengendalian intern. Untuk itu agar pengendalian intern perusahaan dapat berjalan dengan baik, maka tujuan dari pengendalian internnya harus dijalankan untuk menjamin keakuratan dan keandalan data dari pemungut PPN, meningkatkan efisiensi seluruh operasi untuk meningkatkan pendapatan Negara, mendorong dipatuhinya kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan. Dengan adanya suatu tujuan dari pengendalian intern, maka dapat meningkatkan efektivitas operasi perusahaan dalam menjaga harta atau asset dari perusahaan dengan baik dan terstruktur serta dijalankannya prosedur dengan baik, dijalankannya kebijakkan untuk meningkatkan tingkat kepastian yang wajar, bahwa prosedur dan metode tersebut dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan. Didalam PPN, salah satu bentuk dari pengamanan asset adalah berupa penerimaan PPN itu sendiri, yang sebelumnya telah ditetapkan dalam target/ketetapan penerimaan setiap tahunnya. Untuk tercapainya target/ketetapan tersebut maka perlu adanya prosedur pengendalian yang baik dalam setiap kegiatan instansi tersebut. Penerimaan tersebut akan selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor prosedur pengendalian intern seperti prilaku pekerja, dokumen yang baik dan informasi yang dihasilkan dapat dipercaya. Oleh karena itu faktor-faktor tersebut harus dapat meningkatkan efektivitas pengendaliannya, seperti yang telah diteliti sebelumnya oleh Feni Endiyani (B1X99 133) pada tahun 2003 di Universitas Padjajaran Bandung dengan judul “Pengaruh Sistem Akuntansi dari Struktur pengendalian Intern atas pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Terhadap Pencapaian Target Penerimaan Di KP PBB Bandung (di Wilayah Bandung Timur)” dengan kesimpulan bahwa sistem akuntansi sebagai salah satu dari struktur pengendalian intern berpengaruh terhadap pencapaian target penerimaan PBB. Jadi penelitian sebelumnya menitik beratkan kepada sistem akuntansi dan target penerimaan atas PBB. Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk meneruskan penelitian dengan menekankan kepada prosedur pengendalian internnya, karena
prosedur pengendalian intern tersebut merupakan suatu urutan kerja yang sistematis yang harus dilaksanakan dengan baik agar pelaksanaan pemungutan pajak tercapai. dan juga penulis mencoba untuk meneliti sumber pendapatan dari pajak selain PBB, yaitu PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dikarenakan di Indonesia PPN atau pajak konsumsi memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan ke kas negara. Sehingga, baik dari dasar pengenaan, subjek maupun objeknya berbeda dari jenis pajak yang lain dan mungkin diperlukan prosedur pengendalian yang berbeda pula, dalam pemungutan PPN yang menjadi pemungut adalah PKP (Pengusaha Kena Pajak), bendaharawan pemerintah dan badan lain yang ditunjuk oleh Keputusan Menteri Keuangan (KMK). KPP hanya sebatas menerima Pelaporan atas perlaksanaan pemungutan PPN dari PKP. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas dengan Judul “Manfaat Struktur Pengendalian Intern atas Pelaporan Pelaksanaan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dari PKP Terhadap Pencapaian Target Penerimaan” 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas maka penulis mencoba mengidentifikasikan masalah-masalah yang akan timbul dan akan dibahas secara garis besar antara lain sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan struktur pengendalian intern dalam pelaporan pemungutan PPN dari PKP. 2. Bagaimana pencapaian target penerimaan PPN di KPP Pratama Bandung Cicadas. 3. Seberapa besar manfaat keefektifan struktur pengendalian intern atas pelaporan pelaksanaan pemungutan PPN dari PKP terhadap target penerimaan di KPP Pratama Bandung Cicadas.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan maksud untuk menganalisa dan menjelaskan sejauh mana manfaat struktur pengendalian intern atas pelaporan pelaksanaan pemungutan pajak. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pelaksanaan struktur pengendalian intern dalam pelaporan pemungutan PPN dari PKP. 2. Mengetahui pencapaian target penerimaan PPN di KPP Pratama Bandung Cicadas. 3. Mengetahui seberapa besar manfaat efektivitas struktur pengendalian intern atas pelaporan pelaksanaan pemungutan PPN dari PKP terhadap target penerimaan pajak, apakah telah sesuai dengan target atau tidak.
1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian yang dilaksanakan dalam penyusunan skripsi ini akan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut: 1. Bagi Penulis Dapat menambah pengetahuan dan memberikan gambaran mengenai bagaimana seharusnya pengendalian yang dilakukan dalam pelaporan pelaksanaan pemungutan pajak secara efektif, serta untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian sidang akhir pada Fakultas Ekonomi Program study Akuntansi Universitas Widyatama. 2. Bagi Pihak Kantor Pelayanan Pajak Diharapkan
hasil
penelitian
ini
dapat
bermanfaat
sebagai
bahan
pertimbangan dalam penerapan pengendalian dalam pelaporan pelaksanaan pemungutan PPN dari PKP sehingga masyarakat tidak merasa dirugikan atas partisipasinya dalam membayar pajak.
3. Bagi Pihak Lain Diharapkan penelitian ini dapat berguna bagi yang berminat mempelajari penerapan penelitian yang serupa dan dapat dipakai sebagai bahan pembanding dan pengkajian untuk pihak lain yang memerlukan. 1.5 Kerangka Pemikiran Aktivitas pengendalian merupakan hal yang paling penting dalam suatu organisasi manapun, karena aktivitas pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang harus dipatuhi. Namun langkah awal dari prosedur adalah harus terdapat pengecekan transaksi yang dimulai dari unit transaksi terkecil seperti pengecekan penjumlahan baik secara mendatar atau menurun seperti pendapat Zaki Baridwan (1999;7) dalam bukunya Intermediate Accounting mengatakan: “Pengendalian intern adalah merupakan pengecekan penjumlahan, baik penjumlahan mendatar (cross footing) maupun penjumlahan menurun (footing)”. Adapun pengendalian dalam unit transaksi besar yang mencakup seluruh kegiatan perusahaan seperti yang telah dikutip dari AICPA bukunya Sistem Akuntansi, Mulyadi (2001;163) mengatakan: “Struktur pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong
efisiensi
dan
mendorong
dipatuhinya
kebijakan
manajemen yang telah ditetapkan”. Pembentukan dan pembinaan suatu
struktur pengendalian intern
merupakan tanggung jawab penting. Konsep dasar yang terkandung dalam pengendalian intern dalam definisi pengendalian intern itu sendiri adalah suatu tujuan diantaranya mengamankan harta kekayaan perusahaan seperti yang di kemukakan oleh Mulyadi (2001;164) dalam bukunya Sistem Akuntansi adalah:
“Tujuan sistem pengendalian untuk: 1. Menjaga kekayaan organisasi 2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi 3. Mendorong timbulnya efisiensi 4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen”.
Dalam lembaga pemerintahan pengendalian intern sering disebut Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Cikal bakal SPIP dimulai dengan adanya Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan dan Instruksi Presiden No.1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Melekat, Keputusan Menteri PAN No. 30 Tahun 1994 tentang petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Melekat
yang
diperbaharui
dengan
Keputusan
Menteri
PAN
No.
KEP/46/M.PAN/2004. Unsur-unsur Waskat adalah Pengorganisasian, Personil, Kebijakan, Perencanaan, Prosedur, Pencatatan, Pelaporan, Review Intern. Selanjutnya pada tanggal 28 Agustus 2008 keluarlah Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang merupakan adaptasi dari COSO (Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission, atau disingkat COSO) adalah suatu inisiatif dari sektor swasta yang dibentuk pada tahun 1985. Tujuan utamanya adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan penggelapan laporan keuangan dan membuat rekomendasi untuk mengurangi kejadian tersebut. COSO telah menyusun suatu definisi umum untuk pengendalian, standar, dan kriteria internal yang dapat digunakan perusahaan untuk menilai sistem pengendalian mereka. COSO disponsori dan didanai oleh 5 asosiasi dan lembaga akuntansi profesional; American Institute of Certified Public Accountants (AICPA),
American Accounting Association (AAA), Financial Executives Institute (FEI), The Institute of Internal Auditors (IIA) dan The Institute of Management Accountants (IMA). PP No. 60 Tahun 2008 merupakan penjabaran lebih lanjut dari Pasal 55 ayat (4) dan Pasal (58) ayat (1) dan (2) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Definisi pengendalian intern mempunyai pengertian yang wajar, tetapi tidak mutlak, adanya jaminan yang memadai bahwa tujuan yang terkandung dalam definisi tersebut akan tercapai oleh suatu sistem. Konsep jaminan yang memadai mencakup pengertian bahwa pengendalian harus menimbulkan suatu manfaat yang diharapkan suatu sistem organisasi yaitu berupa peminimalisiran risiko kegagalan dalam mencapai tujuan yang terdapat dalam definisi pengendalian. Apalagi diterapkan dalam pelaporan pelaksanaan pemungutan PPN dimana hal tersebut merupakan salah satu upaya dalam membiayai pembangunan nasional yaitu melalui peningkatan pendapatan dari sektor perpajakan yang notabene pengelolaannya diatur oleh pemerintah. Salah satu dari pendapatan sektor pajak adalah dari pajak pertambahan nilai (PPN). Seperti halnya yang tercantum dalam Undang-undang no. 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana terakhir telah diubah dengan UU No 18 tahun 2000 beserta peraturan pelaksanaannya. Waluyo (2006; 2) mendefinisikan PPN dan PPnBM dalam buku Perpajakan Indonesia sebagai berikut: “Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atau disingkat PPN dan PPnBM merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (di dalam daerah pabean), baik konsumsi barang maupun konsumsi jasa”. Penjelasan tersebut di atas telah dikaji mengenai apa itu objek dan subjek pajak itu sendiri. Ini mempermudah bagi wajib pajak untuk menghitung berapa besar pajak yang dikenakan atas objek tertentu, karena sistem pemungutan pajak
di indonesia menetapkan prinsip self assessment. Pembukuan yang benar dan lengkap merupakan syarat mutlak pelaksanaan sistem perpajakan ini, yakni pemerintah memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri besarnya Pajak Pertambahan Nilai terhutangnya, menyetorkannya ke Bank persepsi dan kemudian melaporkan secara teratur ke Kantor Pelayanan Pajak dalam bentuk Surat Pemberitahuan (SPT). maka sangat diperlukan pengendalian intern yang memadai, baik itu terhadap wajib pajak, aparat pajak serta semua hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pemungutan PPN. Untuk melancarkan penerimaan pajak tersebut, maka ditetapkan target/ketetapan setiap tahunnya. Dimana ketetapan tersebut dihitung berdasarkan atas penyerahan barang kena pajak maupun jasa kena pajak yang dinikmati wajib pajak. Oleh karena pemungut PPN adalah wajib pajak selaku orang pribadi / badan yang ditetapkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak), maka diperlukan suatu pengendalian intern yang baik, yang dimulai dari struktur organisasi, metode-metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data serta laporan, sampai pada mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen, serta yang tercakup dalam unsur-unsur pengendalian intern seperti pengendalian administratif dan pengendalian akuntansi. Jadi sangat jelas bahwa pengendalian intern yang baik mencakup penjelasan diatas tersebut. Tetapi pada kenyataannya, tidak semudah apa yang diungkapkan dalam teori. Kemungkinan-kemungkinan bisa saja terjadi walaupun target penerimaan PPN bisa tercapai dengan baik. Seperti kendala-kendala yang disebabkan oleh berbagai masalah diantaranya yaitu kurang efektifnya pengendalian terhadap pelaporan pelaksanaan pemungutan pajak dan masih belum sepenuhnya dilaksanakan ketentuan-ketentuan pokok dari sistem pembayaran pajak. Oleh karena itu, untuk mengendalikan semua masalah yang mungkin akan terjadi. Kita harus berpegang kepada asas pajak tersebut yaitu: 1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan
2. Adanya kepastian hukum 3. Mudah dimengerti dan adil 4. Menghindari pajak berganda. dari penjelasan di atas maka pengendalian pelaporan pelaksanaan pemungutan PPN dari PKP harus dilaksanakan dengan baik agar tercapai target yang telah ditetapkan. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka penulis mengambil hipotesis sebagai berikut: “Apabila Struktur Pengendalian Intern atas pelaporan pelaksanaan pemungutan PPN dari PKP memadai atau efektif, maka target penerimaan akan tercapai”. 1.6
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini
adalah: 1.6.1
Metode deskriptif analisis Yaitu suatu metode yang menggambarkan kejadian yang sebenarnya
berdasarkan apa yang nampak, dilakukan dengan cara mengumpulkan dan menyertai data disertai analisis untuk memperjelas gambaran tentang objek yang diteliti. Selain itu, penulis juga menggunakan metode historis yaitu metode berdasarkan data historis yang ada dalam perusahan dengan cara membaca dan mempelajar arsip-arsip yang ada dalam perusahaan dimana penelitian ini membahas dan menganalisis masalah-masalah berdasarkan data-data yang sebenarnya terjadi di KPP Pratama Bandung Cicadas. 1.6.2
Operasionalisasi Variabel Terdapat dua variabel dalam penelitian yaitu:
1. Struktur pengendalian intern atas pelaporan pelaksanaan pemungutan PPN dari PKP (X) sebagai variabel indepanden (bebas)
2. Pencapaian target penerimaan PPN (Y) sebagai variabel dependen (tidak bebas). Baik Variabel pertama maupun variabel kedua merupakan variabel kualitatif yang dikuantifisir, diukur dengan menggunakan kuisioner kepada pihakpihak yang terkait dalam pengendalian pelaporan pelaksanaan pemungutan PPN. 1.6.3
Teknik Pengumpulan Data Teknik yang ditempuh dalam pengumpulan data adalah:
1. Penelitian Kepustakaan (Library Reseach) Teknik ini ditempuh dengan maksud untuk mengumpulkan data mengenai teori-teori yang mendukung data primer. Data-data diperoleh dengan membaca beberapa literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. dan dengan memanfaatkan data hasil olahan dari KPP Pratama Bandung Cicadas untuk digunakan dalam penelitian ini untuk memperoleh data sekunder. 2. Penelitian Lapangan (Field Research) Dalam teknik pengumpulan data ini, yakni data dikumpulkan dengan cara melakukan pengamatan (observasi)
langsung
terhadap objek penelitian,
menyebarkan angket (kuisioner) dan/atau wawancara kepada pejabat yang terkait untuk memperoleh data primer.
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian
dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung
Cicadas di Jalan Soekarno Hatta No. 781, Bandung. Adapun waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Desember tahun 2008 sampai dengan selesai.