BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang susah untuk dikendalikan disebabkan oleh banyaknya faktor, baik faktor ekonomi maupun faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang menyatakan bahwa gejolak kurs rupiah lebih di pengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi. Dalam usaha sektor riil, kondisi tersebut telah sangat membatasi kegiatan produksi dan investasi, sementara disektor keuangan, berbagai permasalahan tersebut telah menyebabkan tidak tersalurnya likuiditas dalam bentuk penyaluran kredit dalam rangka membiayai kegiatan produktif. Selanjutnya, melemahnya hubungan kedua sektor ini bukan hanya menyebabkan keterbatasan sumber pembiayaan investasi dan produksi dan kemudian menghambat proses pemulihan ekonomi, namun juga telah menyebabkan terjadinya kelebihan likuiditas perbankan yang dapat memberikan tekanan terhadap kurs. Depresiasi kurs rupiah yang tinggi mempengaruhi antara lain harga produk impor sehingga mendorong kenaikan harga-harga didalam negeri (inflasi), dan semakin tinggi peredaraan jumlah uang beredar membengkaknya pembayaran hutang luar negeri swasta, ambruknya perbankan Indonesia dan lainnya.
1
2
Laju inflasi (Kompas, 11/10/2010) tahun 2007 mencapai 6,59 persen, sama dengan laju inflasi Desember 2007 terhadap Desember 2006 atau year on year. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, angka inflasi itu merupakan sesuatu yang serius. Oleh sebab itu, angka inflasi tersebut harus diwaspadai. Angka inflasi yang besar, jelas berpotensi membebani suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang diasumsikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2008 sebesar 6 %. Menurut Menkeu, tingginya angka inflasi disebabkan oleh faktor harga pangan, pengaruh pemakaian bahan bakar minyak (BBM), serta faktor bencana alam yang akhir tahun lalu terjadi di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Setelah sempat mengalami sedikit tekanan di bulan Mei 2008, sejak bulan Juni lalu kurs rupiah cenderung terus menguat hingga akhir bulan Juli lalu. Sebagai lembaga yang bertugas menjaga laju inflasi dan menjaga stabilitas kurs mata uang rupiah, Bank Indonesia dapat dikatakan berhasil menjaga nilai rupiah pada level yang relatif aman bagi perkembangan ekonomi
Indonesia,
kendati
harus
mengorbankan
cadangan
devisa.
Melemahnya rupiah ke level Rp 9.318 per dollar AS pada 27 Mei 2008 lalu sempat
menimbulkan
kekhawatiran
di
kalangan
pelaku
ekonomi.
Kekhawatiran terhadap terganggunya stabilitas moneter muncul bersamaan dengan meningkatnya angka inflasi pada bulan Mei tersebut. Intervensi Bank Indonesia berhasil membawa kurs rupiah ke tingkat yang lebih aman, meskipun kebijakan ini membawa konsekuensi pada menurunnya cadangan devisa. Posisi cadangan devisa yang pada 23 Mei 2008 tercatat sebesar US$
3
58,8 miliar, turun hampir sebesar 2 miliar pada 6 Juni 2008 lalu, yaitu menjadi US$ 56,9 miliar. Selain menjaga stabilitas rupiah Bank Indonesia juga terus mengantisipasi kemungkinan dampak dari naiknya inflasi akibat kenaikan harga BBM. Dalam menjaga kemungkinan melonjaknya inflasi tersebut, Bank Indonesia sampai telah empat kali menaikkan suku bunga acuan BI-rate sejak bulan Mei lalu, sehingga sejak 5 Agustus 2008 lalu BI-rate kembali berada pada level 9 persen. Hal ini diharapkan dapat menahan keluarnya dana dari Indonesia, yang berpotensi menurunkan kurs rupiah jika suku bunga riil dalam negeri mengalami penurunan. Dengan suku bunga BI-rate sebesar 9 persen, diharapkan suku bunga riil di Indonesia tidak terlalu rendah dengan inflasi kumulatif (selama tujuh bulan) sebesar 8,85 persen hingga bulan Juli lalu. Melalui kebijakan-kebijakannya ini Bank ini terlihat sangat konsisten menjaga stabilitas moneter dalam negeri, baik dengan menjaga stabilitas nilai tukar maupun menjaga tingkat inflasi agar tidak mengalami overshooting (kadinindonesia,12:10:2010) Lonjakan likuiditas perekonomian pada tahun 2007 ini mengakibatkan dampak serius dalam situasi sektor riil yang lesu menyebabkan dorongan inflasi yang mencapai 9,50% dalam periode 2008. Akibat dari kenaikan tingkat inflasi ini dapat mengakibatkan kenaikan biaya produksi sehingga hal ini sangat merugikan pengusaha dan apabila kondisi harga tidak menentu secara terus menerus maka akan banyak para pemilik modal lebih cenderung menanamkan modalnya dalam pembelian tanah, rumah dan bangunan. Karena terjadi pengalihan investasi ini akan menyebabkan investasi produktif
4
berkurang dan kegiatan ekonomi menurun sehingga berdampak jelas pada kurs tukar rupiah semakin melemah. Pengendalian jumlah uang beredar yang semakin meningkat pada tiap bulannya di tahun 2009 sebesar 2.141.383.70 antara lain dilakukan dengan cara mengaktifkan perdagangan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Dampak inflasi tahun 2007 juga membebani suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Hal ini akan berdampak pada kurs tukar rupiah semakin melemah yang pada gilirannya investor asing dengan menanamkan modalnya di Indonesia. Perubahan kenaikan suku bunga dan inflasi serta kelemahan kurs rupiah memerlukan waktu untuk dapat mengubah biaya produksi, keuntungan perusahaan, dan lebih lanjut harga saham perusahaan di bursa efek. Pergerakan nilai dollar AS dapat dikatakan sebagai determinan utama nilai rupiah dan melalui mekanisme tranmisi ini, inflasi serta suku bunga domestik juga turun. Sebaliknya, dengan menguatnya dollar AS belakangan ini nilai rupiah merosot serta ada potensi besar inflasi meningkat. Penyebab berbaliknya nilai mata uang dan nilai asset keuangan (saham dan obligasi) dihampir semua negara berkembang, termasuk Indonseia yaitu naiknya suku bunga karena tindakan yang dilakukan investor menjual posisi jangka panjang dan mengembalikan dana kepasar uang di AS. Lebih berbahaya jika para investor domestik ikut-ikutan pula menjual asset negaranya dan melakukan konversi ke mata uang asing.Besarnya pengaruh kurs pada inflasi disebabkan tingginya
ketergantungan
Indonesia
pada
impor,
termasuk
pangan.
Melemahnya rupiah berakibat menaiknya harga pada berbagai titik produksi
5
dan distribusi. Selama masa krisis kenaikan suku bunga domestik tidak dapat dikatakan menjadi penjelasan naik turunnya kurs. Karena inflasi akibatnya melemahnya rupiah adalah cost pushed yaitu naiknya harga keluaran (output) karena
naiknya
harga masukan
(input).
Nilai
tukar
mencerminkan
keseimbangan permintaan dan penawaran terhadap mata uang dalam negeri maupun mata uang asing $US. Merosotnya nilai tukar rupiah merefleksikan menurunnya permintaan masyarakat internasional terhadap mata uang rupiah karena menurunnya peran perekonomian nasional atau karena meningkatnya permintaan mata uang asing $US oleh masyarakat karena perannya sebagai alat pembayaran internasional. Kinerja uang khususnya pasar luar negeri diukur melalui uji kurs rupiah terutama mata uang dolar AS. Semakin menguat kurs rupiah sampai batas tertentu berarti menggambarkan kinerja di pasar uang semakin menunjukkan perbaikan. Sebagai dampak meningkatnya laju inflasi maka nilai tukar mata uang domestik semakin melemah terhadap mata uang asing, Bersama Bank Indonesia, pemerintah perlu menjaga tingkat inflasi ,tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar serta menjaga kurs rupiah guna meningkatkan daya beli masyarakat dan daya saing perekonomian. Oleh karena itu kebijakan pemerintah untuk mengontrol laju inflasi dan jumlah uang beredar menjadi hal yang sangat penting. Salah satunya adalah dengan melakukan penentuan tarif suku bunga di pasar keuangan. Suku bunga dapat dijadikan sebagai alat moneter dalam `rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu sistem
6
perekonomian. Pada saat permintaan uang terlalu tinggi, sirkulasi uang di masyarakat terlalu besar, maka pemerintah dapat menaikkan suku bunga, agar penawaran uang meningkat dan permintaan uang turun sebaliknya pemerintah dapat menurunkan suku bunga untuk memberikan dukungan dan mempercepat pertumbuhan di sektor ekonomi dan industri, sehingga mendorong atau meningkatkan produksi menjadi lebih tinggi. Dengan adanya peningkatan produksi tersebut diharapkan mampu menurunkan laju inflasi dan menaikkan keuntungan perusahaan, yang berdampak positif pada kurs tukar rupiah. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul “Pengaruh Inflasi, Suku Bunga SBI, Dan Jumlah uang beredar Terhadap Kurs Tukar Rupiah Tahun 2000 – 2009”. B. RUMUSAN MASALAH Dari uraian latar belakang penelitian diatas maka dapat dirumuskan pokokpokok permasalahan yang akan dilakukan pembahasan pada penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana perkembangan inflasi, suku bunga SBI dan jumlah uang beredar terhadap kurs tukar rupiah tahun 2000-2009 di Indonesia ? 2. Apakah faktor inflasi, suku bunga SBI dan jumlah uang beredar berpengaruh signifikan terhadap kurs tukar rupiah tahun 2000-2009 di Indonesia ? C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan 1. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui :
7
a. perkembangan inflasi, suku bunga SBI dan jumlah uang beredar terhadap kurs tukar rupiah tahun 2000-2009 di Indonesia b. Seberapa besar pengaruh inflasi, suku bunga SBI dan jumlah uang beredar berpengaruh signifikan terhadap kurs tukar rupiah di Indonesia. 2. Kegunaan a. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah untuk pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan atas suatu langkah kebijaksanaan yang akan ditempuh oleh otoritas moneter. b. Sebagai bahan kajian pustaka bagi penelitian selanjutnya.
D. BATASAN MASALAH Batasan masalah dimaksudkan untuk mempermudah dan memperjelas pemahaman dari penelitian, agar pembahasan masalah lebih terarah dan tidak menyimpang dari permasalahan yang ada. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah membahas faktor yang mempengaruhi kurs di Indonesia berdasarkan kurs tengah tahun 2000-2009. Selanjutnya dihubungkan dengan perkembangan laju inflasi, perkembangan laju suku bunga SBI dan perkembangan jumlah uang beredar yang di ambil dengan data triwulan tahun 2000-2009. .