BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang Kualitas mempunyai beberapa definisi tergantung pada kriteria dan konteksnya. Menurut ahli internasional dunia, definisi kualitas adalah apa-apa saja yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen (Deming (1986) dalam Yamit 2010). Kualitas merupakan nihil cacat, kesempurnaan, kesesuaian terhadap persyaratan (Crosby (1979) dalam Yamit, 2010) dan spesifikasi (Juran, 1993). Untuk produk pangan termasuk buah-buahan, kualitas merupakan karakteristik suatu produk yang mempunyai kemampuan dalam tanggungjawabnya memuaskan kebutuhan konsumen (Kotler dan Amstrong, 2012). Apabila kualitas produk meningkat, keputusan pembelianpun akan meningkat (Margaretha dan Edwin, 2012). Pemilihan buah yang berkualitas dalam perdagangan dan perindustrian juga dengan berdasarkan kriteria kebutuhan tertentu yang diinginkan. Pemilihan buah segar berkualitas berdasarkan beberapa parameter utama seperti tampilan, warna, tekstur, flavor (rasa dan aroma), dan kandungan nutrisinya. Buah berdasarkan laju respirasi disaat pertumbuhan sampai fase senescene dibedakan menjadi dua tipe yakni buah klimaterik dan non-klimaterik. Buah yang mengalami proses klimaterik ditunjukkan dengan adanya peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan. Contoh buah klimaterik diantaranya tomat, pisang, alpukat, mangga, pepaya, peach, dan pear. Sedangkan, buah non-klimaterik tidak terjadi lonjakan respirasi maupun etilen setelah dipanen (Suhardiman, 1997).
1
2
Contoh buah non-klimaterik diantaranya timun, anggur, jeruk nipis, strawberry, semangka, jeruk, nanas, dan arbei (Kusumo, 1990). Perubahan fisiologi selama proses pematangan buah karena terjadinya proses respirasi. Didalam proses respirasi, etilen berperan penting dalam mempengaruhi permeabilitas membran sehingga permeabilitas sel menjadi besar. Hal tersebut mengakibatkan proses pelunakan sehingga metabolisme respirasi dipercepat. Selama proses klimaterik, kandungan protein meningkat dan etilen lebih merangsang sintesis protein pada saat itu. Protein yang terbentuk akan terlihat dalam proses pematangan yang mengalami peningkatan enzim-enzim respirasi (Isnaini, 2011). Proses pematangan buah berkorelasi dengan berbagai karakteristik fisik seperti warna kulit, bentuk, ukuran, dan tekstur (Jha, dkk., 2005). Beberapa parameter kimia selama pematangan yaitu Soluble Solid Contents (SSC), keasaman titratable, pati, senyawa fenolik, karotenoid, dan kandungan bahan kering (Jha dkk., 2006). Pemilihan buah secara eksternal oleh konsumen pertama kali ditujukan pada tampilan atau warna yang menarik. Warna merupakan sifat dasar produk pangan yang berkorelasi baik dengan sifat fisik, kimia, dan sensorik sebagai indikator kualitas produk (Mendoza, dkk., 2006). Dalam menentukan kualitas buah telah banyak dilakukan penelitian baik secara eksternal maupun internal. Untuk tampilan citra maupun nilai warna digunakan alat seperti Computer Vision System (CVS) (Tigabu dan Oden, 2002) dan colormeter (Medlicott, dkk., 1992). CVS dapat menganalisis warna secara cepat dengan teknik analisis citra. Sistem ini tidak hanya menawarkan metode
3
untuk mengukur warna yang tidak rata tetapi dapat juga digunakan untuk mengukur karakteristik dari tampilan total (Hutching, 1999). Penggunaan colormeter untuk mengidentifikasi warna termasuk murah dan mudah dalam hal pengoperasiannya (Medlicott, dkk., 1992), tetapi colormeter hanya cocok digunakan untuk bahan yang permukaan dan warnanya seragam serta pengambilan titik pengukuran perlu dilakukan di beberapa tempat untuk mendapatkan hasil yang representatif (Yam dan Papadakis, 2004). Penelitian kualitas buah secara non-destruktif telah banyak dilakukan di laboratorium diantaranya dengan digunakan alat NIR-spectrophotometer (Guthrie dan Walsh, 1997), tetapi dibutuhkan biaya yang tidak murah. Namun, untuk penentuan kualitas internal secara destruktif dapat digunakan alat refraktometer untuk mengetahui Soluble Solid Contents (SSC) dalam satuan derajat Brix (Moore dkk., 2009). Brix merupakan salah satu parameter kualitas yang digunakan oleh konsumen dan industri pangan untuk menunjukkan tingkat kemanisan. Alat lain seperti pHmeter dapat juga digunakan dalam pengambilan kualitas buah berupa acidity atau nilai pH dari buah klimaterik maupun non-klimaterik. Beberapa model matematika atau persamaan empiris dapat digunakan untuk melihat hubungan antara warna dengan parameter kualitas buah. Salah satunya adalah dengan analisis multivariat yang dapat membuat model dari banyak variabel yang kompleks, padahal hanya terdapat beberapa konsentrasi konstituen yang diketahui (CAMO, 2011). Aplikasi yang paling banyak digunakan dalam membuat persamaan model diantaranya adalah Multiple Linier
4
Regression (MLR), Principle Component Regression (PCR), dan Partial Least Square Regression (PLS) (Dardenne, 2000).
1.2.Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun model Multiple Linear Regression (MLR) berdasarkan warna (RGB dan La*b*) untuk menentukan Brix dan pH pada pisang emas, tomat, strawberry, dan jeruk nipis pada berbagai kelas kemasakan. Penelitian ini
dapat
bermanfaat
sebagai
penelitian dasar untuk
mengembangkan desain sistem rekayasa, misalnya sorting dan grading pada alat dan mesin pascapanen, khususnya untuk penanganan kualitas buah-buahan.
1.3.Batasan Masalah Batasan masalah dari penelitian ini diantaranya buah yang digunakan adalah pisang emas, tomat, strawberry, dan jeruk nipis. Pemilihan buah-buah tersebut karena terjadi perubahan warna kulit selama proses menuju kematangan sehingga asumsinya kualitas internal buah juga akan berubah. Nilai warna yang digunakan dalam analisis adalah parameter warna RGB (Red, Green, Blue) dan La*b* yang dapat mewakili nilai warna untuk memprediksi kualitas internal buah (Lou, dkk., 2012; Jha, dkk., 2005). Parameter kualitas pada penelitian adalah Brix dan pH karena dapat mewakili kualitas buah internal secara destruktif (Shao dan He, 2006). Kemudian, metode multivariat yang digunakan dalam penelitian adalah Multiple Linear Regression (MLR) dengan kriteria statistik akurasi berupa
5
koefisien korelasi (r), SEP (Standar Error of Prediction) dan Bias, serta model regresi MLR yang disusun berjumlah 6 (enam) model menggunakan variabel independen dengan acuan jurnal referensi (Jha, 2005).