BAB I PENDAHULUAN I.1.
Latar Belakang Kebutuhan dunia akan energi listrik semakin meningkat diiringi dengan
meningkatnya jumlah penduduk. Terutama Indonesia yang merupakan negara berkembang membutuhkan pasokan energi listrik yang besar untuk dapat memenuhi kebutuhan industri agar dapat meningkatkan perekonomian negara. Saat ini energi listrik di Indonesia didominasi dengan penggunaan bahan bakar fosil yang banyak menghasilkan emisi gas buang yang sangat tinggi sehingga dapat merusak lingkungan dan mengganggu iklim. Selain itu, bahan bakar fosil tidak dapat diperbarui sehingga dibutuhkan energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik selanjutnya. Indonesia dengan energi terbarukan seperti panas bumi, surya, dan angin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi listrik dalam negri. Pembangkit listrik tenaga nuklir merupakan solusi terakhir untuk krisis energi yang terjadi di Indonesia. PLTN yang dimiliki oleh negara-negara maju di dunia banyak menggunakan uranium sebagai bahan bakar. Saat ini ketersediaan uranium yang semakin menipis berdampak pada harga uranium yang semakin tinggi, selain itu untuk dapat memanfaatkan uranium menjadi bahan bakar diperlukan adanya pengayaan. Kegiatan pengayaan ini hanya dapat dilakukan oleh negara-negara tertentu sehingga menyebabkan adanya permainan harga. Thorium yang diketahui keberadaannya di alam mencapai 3 – 4 kali uranium dapat dijadikan sebagai bahan bakar PLTN. Thorium dapat ditemukan sebagai produk samping dari kegiatan tambang timah. Penambangan merupakan proses kegiatan eksplorasi untuk memperoleh material yang dapat diekstraksi dari dalam bumi. Kegiatan penambangan timah menghasilkan beberapa produk mineral bawaan, yaitu monasit, sirkon, ilmenite, dan xenotime. Produk mineral ini dapat ditemukan di dalam limbah atau residu
1
2
dari hasil penambangan timah dan dapat dimanfaatkan kembali untuk meningkatkan perekonomian negara. Pasir monasit merupakan produk mineral yang mengandung radioaktif karena komposisi senyawanya terdiri dari thorium (Th), uranium (U), dan Logam Tanah Jarang (LTJ). Kandungan thorium dalam monasit di Indonesia cukup besar sekitar 2,9 – 4,1 % [1]. Pasir monasit dapat ditemukan di berbagai belahan dunia, seperti di negara India, Brazil, Afrika Selatan, dan negara lainnya. Tabel 1.1 Komposisi konsentrasi monasit dari beberapa wilayah [2]
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa pasir monasit memiliki komposisi unsur dengan kadar yang berbeda-beda di setiap wilayah. Pada proses pemisahan unsur (ekstraksi), hal ini menjadi salah satu variabel yang dapat mempengaruhi jumlah unsur yang dihasilkan. Selain jumlah kadar thorium, laju massa bahan yang masuk dan keluar dari proses ekstraksi juga mempengaruhi jumlah thorium yang dihasilkan. Untuk dapat memastikan jumlah input dan output yang dibutuhkan dalam proses ini, diperlukan adanya perhitungan neraca massa thorium. Perhitungan berdasarkan neraca massa thorium dapat memberikan informasi mengenai hubungan jumlah input yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah output yang diinginkan. ORNL dalam penelitiannya telah sampai pada tahap akhir dari proses pengolahan pasir monasit. Langkah yang digunakan oleh ORNL melalui tahap ekstraksi LTJ (Logam Tanah Jarang), uranium (U), dan thorium (Th); pemurnian
3
thorium; dan pembuatan thorium nuclear grade. Proses pemurnian thorium seperti pada Gambar 1.1, Tabel 1.2, dan Tabel 1.3.
Gambar 1.1 Diagram alir proses ekstraksi thorium dengan fase organik 0,1 M Primene JM dalam 97% kerosen-3% tridecanol [3]
4
Tabel 1.2 Data analisis ekstraksi thorium berdasarkan skema proses Gambar 1.1 [3]
Tabel 1.3 Data analisis scrubbing thorium berdasarkan skema proses Gambar 1.1 [3]
Mixer settler menjadi alat proses ekstraksi yang terdiri dari mixer dan settler. Mixer dilengkapi dengan pengaduk untuk mengontakkan 2 fase yang berbeda yaitu fase air dan fase organik. Settler menjadi tempat untuk memisahkan fase air dan fase organik dengan cara mengendapkannya. Mixer settler dapat digunakan dalam skala laboratorium dan industri. Selain itu mixer settler mudah
5
untuk melakukan penambahan stage setiap saat. Gambar 1.2 berikut merupakan mixer settler yang digunakan oleh ORNL dalam penelitiannya.
Gambar 1.2 Mixer settler satu tingkat [3] Dengan adanya informasi data dan parameter proses pemurnian thorium dari ORNL dapat dilakukan perhitungan neraca massa thorium dan optimasi proses pemurnian thorium. Selain itu dapat dilakukan perhitungan geometri, tebal minimum, dan bahan yang digunakan untuk mendesain mixer settler. I.2. 1.
Perumusan Masalah Perhitungan neraca massa thorium berdasarkan data ekstraksi thorium dari ORNL (Oak Ridge National Laboratory).
2.
Perhitungan input dan output thorium berdasarkan faktor kadar thorium dalam pasir monasit dan laju alir massa bahan.
3.
Perhitungan desain mixer settler yang digunakan untuk melangsungkan proses ekstraksi thorium.
6
I.3. 1.
Batasan Masalah Perhitungan neraca massa thorium pada keadaan steady state (pada laju alir massa, suhu, dan tekanan tetap)
2.
Data perhitungan neraca massa thorium adalah data sekunder yang diambil dari ORNL (Oak Ridge National Laboratory)
3.
Proses ekstraksi hanya untuk pengambilan thorium
4.
Tidak memperhitungkan kandungan LTJ dan uranium
5.
Perancangan desain 1 buah mixer settler terdiri dari geometri, tebal minimum, dan bahan yang digunakan.
I.4. 1.
Tujuan Melakukan optimasi neraca massa thorium berdasarkan faktor kadar thorium dalam pasir monasit dan laju alir massa bahan.
2.
Melakukan perhitungan desain 1 buah mixer settler yang dibutuhkan untuk melangsungkan proses ekstraksi thorium.
I.5.
Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh bila tujuan penelitian tercapai adalah
diperoleh cara perhitungan agar dapat mengestimasi input pasir monasit yang dibutuhkan dengan kandungan thorium tertentu atau output thorium yang akan dihasilkan pada unit mixer settler.