BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis terutama dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kesakitan dan Angka Kematian Bayi (AKB). Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna, berfokus pada aspek
pencegahan,
promosi
dengan
berlandaskan
kemitraan
dan
pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang membutuhkannya, kapan dan dimanapun dia berada. Profesi kebidanan secara nasional diakui dalam undang-undang maupun peraturan pemerintah indonesia yang merupakan salah satu tenaga pelayanan kesehatan profesional dan secara internasional diakui oleh International Confederation of Midwifeves (ICM), FIGO dan WHO (yanti, 2010 ). Sebagai tolak ukur keberhasilan kesehatan, maka salah satu indikator terpenting untuk menilai kualitas pelayanan obstetri dan ginekologi di suatu wilayah adalah dengan melihat AKI dan AKB di wilayah tersebut. Hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia tahun 2007 menyebutkan bahwa AKI tahun 2007 sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini turun
1
2
dibandingkan AKI tahun 2002 yang mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes, 2007). Sedangkan angka kematian bayi (AKB) berdasarkan Estimasi Badan Pusat Statistik tahun 2007 sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan AKB tahun 2002-2003 yang sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup. Kecenderungan penurunan AKB dapat dipengaruhi oleh pemerataan pelayanan melalui perbaikan gizi yang pada gilirannya mempengaruhi daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (Dinkes, 2007). Menghadapi
tuntutan
masyarakat
terhadap
peningkatan
mutu
pelayanan kesehatan serta perkembangan ilmu pengetahuan yang cepat di era globalisasi ini, maka setiap institusi pendidikan kesehatan diharuskan untuk dapat menghasilkan lulusan yang profesional dalam ketrampilan, sikap, dan perilaku. Menyikapi masalah tersebut maka Dinas Kesehatan Provinsi Aceh melalui Majelis Tenaga Kesehatan Propinsi (MTKP) memberikan kewenangan untuk meningkatkan mutu lulusan tenaga kesehatan melalui Standart kewenangan profesi dengan metode OSCA (MTKP, 2008). Metode OSCA (Objective Structured Clinical Assessment ) adalah sebuah instrumen yang mampu mengevaluasi kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor secara serentak dimana untuk menghadapinya diperlukan sebuah persiapan psikis yang matang (Riwanto, 2008). Menurut Artkinso, dkk (1990) orang mengalami kecemasan bila menghadapi situasi yang tampak berada diluar kendali mereka, perasaan
3
tidak berdaya dan tidak mampu mengendalikan apa yang terjadi merupakan pokok dari sebagian besar teori kecemasan, karena perasaan cemas merupakan emosi yang sangat tidak menyenangkan, maka kecemasan dapat diatasi dengan kemampuan emosi untuk mengendalikan situasi yang sedang dihadapi. Terkait dengan kondisi emosional ada suatu istilah yang disebut dengan kecerdasan emosional, banyak bukti memperlihatkan bahwa orang yang secara emosi cakap, yang mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, dan yang mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif memiliki keuntungan dalam setiap bidang kehidupannya, entah itu dalam hubungan asmara, hubungan kerja, pendidikan, ataupun persahabatan (Goleman, 2000). Salah satu kondisi psikis yang mempengaruhi motivasi belajar adalah kecemasan. Corey menyatakan kecemasan adalah suatu keadaan tegang yang memotivasi kita untuk berbuat sesuatu. Fungsinya adalah memperingatkan adanya ancaman bahaya yakni sinyal bagi ego yang akan terus meningkat jika tindakan-tindakan yang layak untuk mengatasi tindakan ancaman bahaya itu tidak diambil (Rosdiana, 2008). Motivasi untuk belajar merupakan salah satu hal yang penting dalam dunia pendidikan. Tanpa motivasi, seseorang tentu tidak akan mendapatkan hasil belajar yang baik. Seorang siswa yang mempunyai intelegensi yang cukup tinggi, dapat gagal karena kurang adanya motivasi dalam belajarnya. Motivasi mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar baik
4
bagi guru maupun siswa. Siswa melakukan aktivitas belajar dengan senang karena didorong motivasi (Sardiman, 2011). Menurut Soemanto (Pamungkas, 2010) motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat intelektual yang berperan dalam menimbulkan gairah belajar serta perasaan senang dan bersemangat untuk belajar. Menurut Sardiman (2011) motivasi belajar sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Menurut Burton seorang siswa akan termotivasi jika mengalami suatu kecemasan akan kegagalan. Mahasiswa yang dibebani oleh pikiran dan bayangan kemungkinan apabila mahasiswa tersebut gagal ditengah jalan dan mengalami peristiwa tersebut. Hal itu yang membuat mahasiswa mengalami kecemasan akan kegagalan belajar, terutama pada mahasiswa yang akan menghadapi ujian (Rosdiana, 2008). Menurut Haber (2008) tekanan sebelum ujian seperti kecemasan sangat menolong untuk mencapai hasil yang lebih baik. Timbulnya kecemasan terhadap kegagalan belajar berdampak pada motivasi belajar siswa yang menjadi tinggi karena siswa dihantui ketakutan akan kegagalan dalam belajar, siswa harus mempunyai motivasi untuk belajar agar tidak mengalami kegagalan tersebut.
5
Menurut study pendahuluan yang telah dilakukan pada mahasiswa semester VI di STIKes U’Budiyah Banda Aceh dari 20 mahasiswa yang di wawancarai sebanyak 18 mahasiswa (80%) mengatakan cemas dan takut menghadapi ujian OSCA. Linda L Davidoff (1991) menyatakan mahasiswa yang mengalami kecemasan seringkali pada saat ujian mereka seolah-olah tidak dapat mengingat pelajaran apapun yang telah dipelajari sebelumnya, kecemasan dapat mempengaruhi pemberian kode, penyimpanan, atau mengingat kembali, hal tersebut tentunya sangat tidak menguntungkan bagi mahasiswa karena akan berdampak pada kesiapan mahasiswa menghadapi ujian OSCA yang akan mempengaruhi hasil ujian. Orang dengan motivasi yang baik berarti kemungkinan besar ia akan mampu menghadapi kecemasan dalam hidupnya karena dia dapat mempersiapkan diri disetiap situasi yang dihadapinya. Hal inilah yang melatar belakangi peneliti mengajukan judul “Hubungan Motivasi Mahasiswa Dengan Tingkat Kecemasan Dalam Menghadapi Ujian komprehensif metode OSCA Pada Mahasiswa Semester VI Akademi Kebidanan U’budiyah Banda Aceh”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : ”Apakah ada hubungan antara Motivasi Mahasiswa terhadap Tingkat Kecemasan Menghadapi Ujian komprehensif metode OSCA pada Mahasiswa Semester VI Akademi Kebidanan U’budiyah Banda Aceh? ”.
6
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Hubungan antara Motivasi Mahasiswa terhadap tingkat kecemasan menghadapi ujian OSCA pada mahasiswa semester VI Akademi kebidanan U’budiyah Banda Aceh tahun 2013. 2. Tujuan Khusus. a. Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan menghadapi ujian komprehensif metode OSCA pada mahasiswa semester VI Akademi kebidanan U’budiyah Banda Aceh. b. Untuk mengetahui hubungan minat terhadap tingkat kecemasan menghadapi ujian komprehensif metode OSCA pada mahasiswa semester VI Akademi kebidanan U’budiyah Banda Aceh. c. Untuk mengetahui hubungan teman sebaya terhadap tingkat kecemasan menghadapi ujian komprehensif metode OSCA pada mahasiswa semester VI Akademi kebidanan U’budiyah Banda Aceh.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Mahasiswa Dapat menjadi tambahan informasi serta pengetahuan tentang motivasi terhadap tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian komprehensif metode OSCA.
7
2. Orang Tua Mahasiswa Orang tua dapat lebih meningkatkan dukungan dan perhatian pada anaknya yang akan melaksanakan ujian komprehensif metode OSCA. 3. Bagi Institusi Pendidikan Untuk menjadikan sebagai tambahan referensi perpustakaan di Akademik Kebidanan Stikes U’budiyah banda Aceh. 4. Peneliti Lain Sebagai tambahan referensi lain serta tambahan pengetahuan tentang hubungan motivasi mahasiswa dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian komprehensif metode OSCA.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Motivasi 1. Pengertian Motivasi Menurut Mangkunegara (2009) Motivasi adalah kondisi atau perubahan energi yang menggerakkan diri seseorang yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan. Dengan pengertian ini, dapat dikatakan bahwa motivasi adalah sesuatu yang kompleks. Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu motivum, yang artinya alasan sesuatu terjadi, alasan tentang sesuatu hal itu bergerak atau berpindah. Kata motivum diartikan dalam bahasa Inggris yaitu motivation. Pada dasarnya motivasi itu terjadi karena adanya keinginan untuk memenuhi faktor-faktor yang belum terpenuhi (Djiwandono,2006). Motivasi adalah salah satu fasilitas atau kecenderungan individu untuk mencapai tujuan. Individu yang memiliki motivasi akan memiliki kegigihan dan semangat dalam melakukan aktifitasnya (Chernis danGoleman, 2001). Thursan Hakim (2003) mengemukakan pengertian motivasi adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam belajar, tingkat ketekunan siswa sangat ditentukan oleh adanya motif dan kuat lemahnya motivasi belajar yang ditimbulkan motif tersebut. Pengertian
9
motivasi yang lebih lengkap menurut Sudarwan Danim (2004) motivasi diartikan sebagai kekuatan, dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan, atau mekanisme psikologis yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Motivasi sebagai sesuatu yang komplek. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada manusia, sehingga akan bergayut dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi. Untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu. Semua itu didorong karena adanya tujuan, kebutuhan atau keinginan (Notoatmodjo, 2007). Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai (Notoatmodjo, 2007). Menurut Soemanto (Pamungkas, 2010) motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat intelektual yang berperan dalam menimbulkan gairah belajar serta perasaan senang dan bersemangat untuk belajar. Menurut Sardiman (2011) motivasi belajar sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Selain itu, Ahmadi (2008) menyatakan bahwa motivasi sebagai
10
faktor inner (batin) yang berfungsi menimbulkan, mendasari, mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya, akan semakin besar kesuksesan belajarnya. Menurut Winkel (2005) motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar demi mencapai suatu tujuan. Motivasi mempunyai dua sifat yaitu motivasi intrinsik yang timbul dari dalam diri siswa sendiri dan motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang timbul karena faktor di luar diri siswa. Menurut Dimyati dan Mujiono (2009), motivasi belajar dipengaruhi oleh cita-cita atau aspirasi siswa, kemampuan siswa, kondisi lingkungan siswa, kondisi siswa, unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran, upaya guru dalam membelajarkan siswa. Siswa yang mempunyai cita-cita atau aspirasi, maka dapat membangkitkan motivasi belajar. Selain kemampuan yang dimiliki siswa dapat memperkuat motivasi untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan, kondisi lingkungan siswa yang berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, teman pergaulan, teman sebaya dan kehidupan kemasyarakatan juga dapat memotivasi siswa dalam belajar. Kondisi siswa dapat mempengaruhi motivasi. Kondisi ini meliputi kondisi fisik dan kondisi psikis. Salah satu kondisi psikis yang mempengaruhi
11
motivasi belajar adalah kecemasan. Corey (Rosdiana, 2008) menyatakan kecemasan adalah suatu keadaan tegang yang memotivasi kita untuk berbuat sesuatu. Fungsinya adalah memperingatkan adanya ancaman bahaya yakni sinyal bagi ego yang akan terus meningkat jika tindakantindakan yang layak untuk mengatasi tindakan ancaman bahaya itu tidak diambil. Seorang siswa akan termotivasi jika mengalami suatu kecemasan akan kegagalan. Menurut Burton (Rosdiana, 2008) menyatakan bahwa siswa yang mengalami kegagalan dalam belajar adalah apabila dalam batas waktu tertentu siswa tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau penguasaan minimal dalam pelajaran tertentu seperti yang telah ditetapkan oleh orang dewasa atau guru, apabila tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya (berdasarkan inteligensi dan bakat), apabila tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian sosial, sesuai dengan pola organismiknya pada fase perkembangan tertentu, bila tidak berhasil mencapai penguasaan yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan pada tingkat pelajaran berikutnya.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar mahasiswi kebidanan a. Motivasi Intrinsik
12
Belajar adalah suatu hal yang diwajibkan untuk semua orang, belajar sebenarnya menyenangkan. Namun, selalu ada saja hambatan-hambatan yang membuat kita enggan untuk belajar. Menurut Purwanto (dalam Siti, 2011) beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi belajar yang berasal dari siswa itu sendiri/ instinsik, antara lain : 1. Minat Minat merupakan ketertarikan individu terhadap sesuatu, dimana minat belajar yang tinggi akan menyebabkan belajar siswa menjadi lebih mudah dan cepat. Minat berfungsi sebagai daya penggerak yang mengarahkan seseorang melakukan kegitan tertentu yang spesifik.Minat adalah kecenderungan seseorang untuk merasa pada objek tertentu yang dianggap penting. Dari rasa ketertarikan terhdap sesuatu akan membentuk motivasi yang akhirnya teraktualisasi dalam perilaku belajrnya. Syarat yang penting untuk memulai sesuatu adalah minat terhadap apa yang mau dipelajari. Tanpa minat dan hanya didasari atas dasar tepaksa, maka tidak akan tercipata motivasi belajar sehingga hasil yag didapat tidak akan optimal meskipun cara belajar yang digunakan sudah efektif. 2. Cita-cita Timbulnya cita-cita dibarengi oleh perkembangan akal, moral, kemauan, bahasa dan nilai-nilai kehidupan serta oleh perkembangan kepribadian. Cita-cita untuk menjadi sesorang (gambaran ideal) akan memperkuat semangat belajar. Seseorang
13
dengan kemauan besar serta didukung oleh cita-cita yang sesuai maka akan menimbulkan semangat dan dorongan yang besar untuk bisa meraih apa yang diinginkan. 3. Kondisi siswa Motivasi belajar adalah usaha-usaha seseorang (siswa) untuk menyediakan segala daya (kondisi-kondisi) untuk belajar sehingga ia mau atau ingin melakukan pembelajaran. Kondisi- kondisi tersebut baik fisik maupun emosi yag dihadapi oleh peserta didik akan mempengaruhi keinginan individu untuk belajar dan tentunya akan melemahkan dorongan untuk melakukan sesuatu dalam kegiatan belajar. Kondisi fisik serta pikiran yang sehat akan menumbuhkan motivasi belajar. Sehat berarti dalam keadaan baik, segenap badan beserta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit serta keadaan akal yang sehat. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan terganggu. Keadaan emosional dan sosial berupa perasaan tertekan, yang selalu dalam keadaan takut akan kegagalan, yang mengalami kegoncangan karena emosi-emosi yang kuat tidak dapat belajar efektif. Demikian pula anak yang tidak disukai oleh teman dan lingkungan sosialnya akan menemui kesulitan belajar.
14
b. Motivasi ekstrinsik Sesuatu yang terjadi disebabkan oleh faktor-faktor eksternal individu, biasa disebut dengan motivasi ekstrinsik. Motivasi ini terjadi apabila siswa mengharapkan sesuatu dari hasil belajarnya, misalnya pujian. Perspektif behavioral menekankan suatu perilaku yang dilakukan akan diulangi kembali apabila perilaku tersebut diberikan suatu respon. Faktor- faktor yang mempengaruhi motivasi belajar yang berasal dari luar individu/ ekstrinsik, adalah sebagai berikut: 1. Kecemasan terhadap hukuman Motivasi ekstrinsik berkenaan dengan insentif eksternal seperti penghargaan dan hukuman. Motivasi belajar dapat muncul jika ada kecemasan atau hukuman yang menyertai atau melandasi pembelajaran. Konsep motivasi belajar berkaitan erat dengan prinsip bahwa perilaku yang memperoleh penguatan (reinforcement) dimasa lalu lebih memiliki kemungkinan diulang dibandingkan dengan perilaku yang terkena hukuman (punishment). Motivasi dengan kekerasan (motivating by force) yaitu memotivasi dengan menggunakan ancaman hukuman atau kekerasan agar yang dimotivasi dapat melakukan apa yang harus dilakukan.
15
2. Penghargaan dan pujian Baik orang tua maupun pengajar memiliki cara yang berbeda beda untuk menumbuhkan motivasi belajar anak. Selain dengan hukuman juga dapat dilakukan dengan penghargaan atau pujian. Motivasi bisa muncul jika terdapat penghargaan atau pujian yang layak yang menyertai atau melandasi pembelajaran. Penghargaan (reward) menimbulkan efek diantaranya yaitu: a. Penghargaan dapat menimbulkan proses belajar, penghargaan secara spesifik memindahkan atau menagalihkan konsentrasi para siswa dari bidang yang harus dipelajari karena faktor penghargaan dan secara tepat ahal ini mengganggu atau merusak proses belajar itu sendiri. b. Penghargaan mempunyai efek negatif atas keinginan individu untuk menocoba tugas tugas yang menantang. c. Penghargaan dapat memepertahankan perilaku tertentu hanya dalam waktu jangka pendek. 3. Peran orang tua Lingkungan keluarga sangat berpengaruh terhdap keberhasilan belajar siswa.Pengaruh pertama dan utama bagi kehidupan dan perkembangan seseorang adalah keluarga.Banyak waktu dan kesempatan bagi anak untuk berjumpa dan berinteraksi dengan keluarga.Perjumpaan dan interaksi ini tersebut sangat besar pengaruhnya bagi perilaku dan prestasi seseorang. Seiring dengan
16
perkembangan jaman, dalam kenyataan sering tidak terasa lelah terdapat pergeseran fungsi peran orang tua pendidikan anaknya.Kebanyakan para orang tua menyerahkan sepeneuhnya pendidikan anaknya pada sekolah. Padahal seharusnya orang tua memberikan perhatian dan semangat belajar yang lebih sehingga dapat memunculkan motivasi belajar anak karena waktu dirumah lebih banyak dari pada disekolah. Keterlibatan orang tua dalam menumbuhkan motivasi belajar perlu diusahakan, baik berupa perhatian bimbingan kepada anak dirumah maupun berprestasi secara individual dan kolektif terhadap sekolah dan kegiatannya, serta memperhatikan kesulitan yang dialami anak dalam proses belajar. Orang tua adalah sebagai pembuka kemungkinan terselenggaranya pendidikan bagi anaknya serta berperan sebagai guru bagi mereka. Orang tua mampu mendidik dengan baik, mampu berkomunikasi dengan baik, penuh perhatian terhadap anak, tahu kebutuhan dan kesulitan yang dihadapi anak dan mampu menciptakan hubungan baik dengan anak-anaknya akan berpengaruh besar terhadap keinginan anak untuk belajar atau sebaliknya. 4. Peran Pengajar Peran pengajar dalah membangkitkan motivasi dalam diri peserta didiknya agar makin aktif belajar. Strategi utama dalam membangkitkan motivasi belajar pada dasrnya terletak pada guru atau pelajar itu sendiri. Membangkitkan motivasi belajar tidak hanya
17
terletak bagaimana peran pengajar, namun banyak hal yang mempengaruhinya. Kreatifitas serta aktifitas pengajar harus mampu menjadi inspirasi bagi para siswa sehingga siswa akan lebih terpacu motivasi untuk belajar, berkarya dan berkreasi. Pengajar bertugas memperkuat motivasi belajar siswa lewat penyajian pelajaran, sanksi-sanksi dan hubungan pribadi siswanya. Dalam hal ini pengajar melakukan hal yang menggiatkan anak dalam belajar. Peran pengajar untuk mengelola motivasi bewlajar sangat penting dan dapat dilakukan melelui berbagai aktifitas belajar.Kemampuan mengajar menjadikan dirinya model yang mampu membangkitkan rasa ingin tahu dan kesanggupan dalam diri peserta didik merupakan aset utama dalam membangkitkan motivasi. 5. Kondisi Lingkungan Sebagai anggota masyarakat maka siswa dapat terpenagruh oleg lingkunagn sekitar. Lingkungan sekitar berupa keadaan alam, tempat tinggal, pergaulan sebaya dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu kondisi lingkungan yang sehat turut mempengaruhi motivasi belajar. Karakteristik fisik lingkungan belajar, keterjangkauan dan ketersediaan sumber daya manusia dan materi dapat mempengaruhi tingkat motivasi seseorang dan lingkungan juga dapat membentuk atau mengurangi kondisi penerimaan pembelajaran.Lingkungan yang aman, nyaman dan bisa disesuaikan sendiri dapat menumbuhkan dorongan untuk belajar. Sebaliknya
18
lingkungan yang kurang menyenangkan seperti kegaduhan, kekacauan dan tidak adanya privasi dapat mengganggu kapasitas untuk berkonsentrasi dan menumbuhkan keinginan untuk tidak belajar.
B. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Gunarsa (2004) menyatakan “Istilah kecemasan dipakai untuk menunjukkan suatu respon emosionil yang tidak menyenangkan dan dalam derajat yang berlebih-lebihan yang tidak sesuai dengan keadaan yang menimbulkan rasa takut.” Kecemasan merupakan manifestasi dari berbagai proses emosi yang tercampur aduk yang terjadi tatkala orang sedang mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin atau konflik (Siswati,2003). Kecemasan juga merupakan suatu keadaan dimana individu atau kelompok mengalami perasaan yang sulit (ketakutan) dan aktivasi system saraf otonom dalam berespon terhadap ketidakjelasan ancaman tidak spesifik (Anonymous,2012). Kecemasan merupakan keadaan yang menggambarkan suatu pengalaman subyektif mengenai ketegangan mental kesukaran dan tekanan yang menyertai suatukonflik atau ancaman atau fenomena yang tidak menyenangkan serta tidak ada hubungannya berbagai perasaan yang sifatnya difuss, yang sering bergabung atau disertai
19
gejala jasmani (Susanti, 2001). Menurut Chaplin (2004) kecemasan merupakan perasaan keprihatinan dan ketakutan akan sesuatu dimasa datang tanpa sebab yang khusus. Kecemasan yang merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan, dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari (Sudrajat, 2012). Kecemasan merupakan pengalaman subyektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung, serta merupakan keadaan emosi tanpa objek yang spesifik. Kecemasan merupakan keadaan suasana perasaan yang ditandai oleh gejala-gejala seperti ketegangan fisik dan kekhawatiran tentang masa depan. Kecemasan bisa terjadi berupa perasaan gelisah yang bersifat subjektif, atau merespon fisiologi yang bersumber di otak dan tercermin dalam bentuk denyut jantung yang meningkat dan otot yang menegang (Sudrajat, 2012). Menurut Kaplan, Sadock dan grebb (dalam Fausiah, 2007) kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belumpernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup (Sudrajat, 2012).
2. Tingkat kecemasan
20
Tingkat kecemasan berbeda-beda bagi setiap orang. Semakin besar tingkat kecemasan, semakin berat kecemasan yang dialami. Menurut teori yang dikemukakan oleh HARS membagi tingkat kecemasan untuk mempermudah penanganan dan tindakan terapi yang akan dilakukan bagi klien yang mengalami perasaan cemas. HARS (dalam Nursalam, 2003) menggolongkan tingkat kecemasan sebagai berikut:
a. Tidak cemas Dimana seseorang tidak merarasak adanya suatu tekana dan beban pikiran terhadap masalah yang akan atau sedang dihadapi. b. Kecemasan Ringan Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan seharihari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati serta waspada. Individu akan terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Kecemasan ringan diperlukan orang agar dapat mengatasi suatu kejadian. Seseorang dengan kecemasan ringan dapat dijumpai berdasarkan hal-hal sebagai berikut: 1.
Persepsi dan perhatian meningkat, waspada
2.
Mampu mengatasi situasi bermasalah
21
3.
Dapat mengatakan pengalaman masa lalu, saat ini dan masa mendatang, menggunakan belajar, dapat memvalidasi secara konsensual, merumuskan makna.
4.
Ingin tahu, mengulang pertanyaan
5.
Kecenderungan untuk tidur
c. Kecemasan Sedang Memungkinkan seseorang untuk memuaskan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain sehinga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Orang dengan kecemasan sedang biasanya menunjukan keadaan seperti:
1.
Persepsi agak menyempit, secara selektif tidak perhatian tetapi dapat mengarahkan perhatian.
2.
Sedikit lebih sulit untuk konsentrasi, belajar menuntut upaya lebih.
3.
Memandang pengalaman ini dengan masa lalu.
4.
Dapat gagal untuk mengenali sesuatu apa yang terjadi pada situasi, akan mengalami beberapa kesulitan dalam beradaptasi dan menganalisa.
5.
Perubahan suara atau ketinggian suara.
6.
Peningkatan frekuensi pernafasan dari jantung.
22
7.
Tremor, gemetar
d. Kecemasan Berat Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi. Individu cenderung memikirkan pada hal-hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal yang lain. Individu tidak mampu berpikiran berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan. Hal-hal dibawah ini sering dijumpai pada seseorang dengan kecemasan berat, yaitu:
1.
Persepsi sangat berkurang/berfokus pada hal-hal detail, tidak dapat berkonsentrasi lebih bahkan ketika diinstruksikan untuk melakukannya.
2.
Belajar
sangat
terganggu,
sangat
mudah
mengalihkan
perhatian, tidak mampu untuk memahami situasi saat ini. 3.
Memandang pengalaman saat ini dengan arti masa lalu, hampir tidak mampu untuk memahami situasi ini.
4.
Berfungsi secara buruk, komunikasi sulit dipahami.
5.
Hiperventilasi, takhikardi, sakit kepala, pusing, mual.
HARS mengemukakan bahwa cara menilai tingkat kecemasan dengan melakukan penilaian pada kuesioner yang berisi tentang 14 masalah dalam kecemasan yaitu : perasaan cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi,gejala somatic, gejala sensorik, gejala kardiovaskuler, gejala pernafasan,gejala gastrointerstinal, gejala urogenetalia,
23
gejala vegetative/otonom dan responden merasakan gelisah, dan tidak tenang. Untuk menentukan tingkat kecemasan dapat dilakukn penilaian dengan kategori tidak cemas bila < 6, kategpri ringan bila 6-14, kategori sedang bila 15-27 dan kategori berat > 27(Nursalam,2003).
3. Macam-Macam Kecemasan Menurut kartono (2004) macam-macam kecemasan antara lain: a. Kecemasan super ego Kecemasan ini khusus mengenai diri setiap orang, dalam arti diri sendiri, tubuh dan kondisi psikis sendiri, misalnya cemas kalau nanti dirinya gagal, sakit, mati, ditertawakan orang, dituduh, dihukum, hilang muka, kehilangan barang-barang atau orang yang disayangi. b. Kecemasan neurotis Suatu kecemasan yang erat kaitannya dengan mekanismemekanisme pelarian diri yang negative banyak disebabkan rasa bersalah atau berdosa, serta konflik-konflik emosional serius dan kronis berkesinambungan, dan frustasi-frustasi dan keteganganketegangan batin (Furchan, 2012).
4. Kecemasan Menghadapi Ujian
24
Sieber (dalam Sudrajat, 2008) menyatakan kecemasan dalam ujian merupakan faktor penghambat dalam belajar yang dapat mengganggu kinerja fungsi-fungsi psikologis seseorang, seperti dalam berkonsentrasi, mengingat, takut gagal, pembentukan konsep dan pemecahan masalah. Pada tingkat kronis dan akut, gejala kecemasan dapat berbentuk gangguan fisik (somatik), seperti gangguan pada saluran pencernaan, sering buang air, gangguan jantung, sesak di dada, gemetaran bahkan pingsan. Sedangkan Hasan (2007) menyatakan bahwa siswa mungkin membayangkan tingkat kesulitan soal yang sangat tinggi, sehingga memicu kecemasan mereka yang tidak hanya soal yang sulit saja yang tidak dapat mereka jawab, tetapi juga soal-soal yang mudah yang sebenarnya sudah mereka kuasai. Wujud dari rasa cemas ini bermacam-macam, seperti jantung berdebar lebih keras, keringat dingin, tangan gemetar, tidak bisa berkonsentrasi, kesulitan dalam mengingat, gelisah, atau tidak bisa tidur malam sebelum tes. Dari beberapa penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa kecemasan menjelang ujian adalah suatu keadaan emosional yang tidak menyenangkan yang terjadi menjelang ujian di sekolah yang ditandai adanya reaksi fisik dan psikis. Reaksi fisik seperti gangguan jantung, sesak di dada/gangguan pernafasan, gemetaran, berkeringat, gangguan pada saluran pencernaan dan sering buang air. Sedangkan reaksi psikis meliputi, sulit konsentrasi, kesulitan dalam mengingat,
25
gelisah, gangguan tidur, takut akan kegagalan yang semuanya kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kecemasan Menurut freud (dalam Furchan, 2009 ) mengemukakan lima faktor yang mempengaruhi kecemasan, yaitu: a. Frustasi Frustasi merupakan bentukrintangan atas aktifitas dengan tujuan tertentu. Frustasi adalah suatu proses yang menyebabkan individu merasa akan ada suatu hal yang terjadi dan dapat menghambat terpenuhnya kebutuhan-kebutuhannya. b. Konflik Konflik terjadi akibat adanya dua kebutuhan atau lebih yang berlawanan dan harus dipenuhi dalam waktu yang bersamaan. Konflik adalah terdapatnya dua dorongan atau lebih yang saling bertentanagn dan tidakmungkin dipenuhi dalam waktu yang sama. c. Ancaman Ancaman adalah adanya bahaya yanga harus diperhatikan. Ancaman merupakan peringatan yang harus diperhatikan dan diatasi agar suatu hal buruk tidak terjadi atau dapat diatasi.
26
d. Harga diri Harga diri adalah suatu penilaian yang dibuat oleh individu mengenai dirinya sendiri. Harga diri terbentuk karena danya pengalaman atau interaksi individu dengan lingkungan, bukan sesuatu yang diturunkan. e. Lingkungan Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan individu. Lingkungan yang memberikan dukungan terhadap individu dapat mengurangi tingkat kecemasa individu yang bersangkutan, dukungan yang dimaksud disebut dukungan sosial.
C. Ujian Komprehensif metode OSCA a. Pengertian OSCA atau singkatan dari Objective Struktured Clinical Assesment, sebenarnya hanyalah suatu model uji dimana perbedaan dengan uji lain adalah pada tehnik ujian dan cara penilaian, bukan pada materi uji, karena materi uji tetap berdasarkan kurikulum pendidikan DIII dan pengalaman selama praktik (Yanti dalam ayux, 2011). OSCA adalah alat uji yang digunakan untuk mengevaluasi kompetensi professional tenaga kesehatan yang mencakup evaluasi pengetahuan, keterampilan komunikasi, keterampilan pemeriksaan fisik, keterampilan dalam mengintepretasikan dan menganalisa hasil
27
pemeriksaan diagnostik, keterampilan dalam membuat diagnosis, menilai perilaku dan hubungan interpersonal (Yanti dalam ayux 2011). OSCA bisa terdiri dari 15-20 stasi setiap stasi membutuhkan waktu 10-15 menit, stasi secara umum dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: 1. Stasi prosedur (skill), untuk menilai kemampuan menjalankan tugas yang diberikan terkait dengan keterampilan serta perilaku selama menjalankan tugas. Stasi ini diobservasi dan dinilai oleh penguji diam (observer) yang melakukan penilaian atas dasar checklist yang disusun sebelumnya. Checklist terdiri atas content atau isi kegiatan yang harus dilakukan, sikap yang ditunjukan dan perilaku yang dilakukan selama kegiatan serta, tehnik yaitu hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana prosedur kerja dilaksanakan. Setiap butir dalam checklist tersebut harus diberi skor, sesuai dengan pentingnya kedudukan butir tersebut, dan perlu disepakati bersama diantar para pakar penyusun soal OSCA. 2. Stasi pengetahuan (Knowledge), peserta uji menjawab pertanyaan yang bisa terkait dengan pemeriksaan sebelumnya atau diminta memberikan interpretasi problem pasien atas dasar data yang diberikan (kasus). Pertanyaan bisa juga atas dasar hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan laboratorium.
28
D. Hubungan motivasi belajar mahasiswa dengan tingkat kecemasan menghadapi ujian Komprehensif metode OSCA ditinjau dari : 1. Minat a. Pengertian Minat Menurut Joko Sudarsono (2003) minat merupakan bentuk sikap ketertarikan atau sepenuhnya terlibat dengan suatu kegiatan karena menyadari pentingnya atau bernilainya kegiatan tersebut. Definisi secara sederhana lainnya diberikan oleh Muhibbin Syah (2008) yang mendefinisikan bahwa minat (interest) adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Begitupun dengan Slameto (2010) mengatakan minat adalah suatu rasa lebih suka atau ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Hillgard dalam slameto (2010) memberi rumusan tentang minat yaitu kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Dari pemaparan beberapa para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa minat adalah ketertarikan dan kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan atau terlibat terhadap sesuatu hal
29
karena menyadari pentingnya atau bernilainya hal tersebut. Dengan demikian minat belajar dapat diartikan sebagai ketertarikan dan kecenderungan tetap untuk memperhatikan dan terlibat dalam aktivitas belajar karena menyadari pentingnya atau bernilainya hal yang ia pelajari. Jika dikaitkan dengan aktivitas belajar maka minat belajar merupakan salah satu alat motivasi atau alasan bagi siswa untuk melakukan aktivitas belajar. b. Klasifikasi Minat Belajar Beberapa para ahli telah mencoba mengklasifikasikan minat berdasarkan pendekatan yang berbeda antra satu sama lain, sehingga minat dapat di kategorikan sebagai berikut: Menurut Muhammad Surya (2007) menggolongkan minat menjadi tiga jenis berdasarkan sebab musabab atau alasan timbulnya minat yaitu: a. Minat volunter adalah minat yang timbul dalam diri siswa tanpa adanya pengaruh dari luar b. Minat involunter adalah minat yang timbul dalam diri siswa dengan adanya pengaruh situasi yang diciptakan guru atau keluarga. c. Minat nonvolunter adalah minat yang timbul dalam diri siswa secara paksa atau dihapuskan.
30
2. Dukungan Keluarga
a. Pengertian Menurut Friedman ( dalam Hanifah, 2012), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan terhadap pemilihan pelayanan kesehatan. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. b. Fungsi Dukungan Keluarga Keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu: 1. Dukungan informasional Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pad individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi. 2.
Dukungan penilaian
31
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan dan perhatian. 3. Dukungan instrumental Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya: kesehatan penderita dalamhal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan. 4. Dukungan emosional Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan. Dukungan social keluarga mengacu kepada dukungan social yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (friedman, 2002).
32
3. Dukungan Teman Sebaya a. Pengertian Teman sebaya adalah anak-anak dengan usia atau tingkat kedewasaan yang kurang lebih sama. Sedangkan fungsi yang paling penting dari kelompak teman sebaya adalah untuk memberikan sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Interaksi teman sebaya yang memiliki usia yang sama memainkan peran khusus dalam perkembangan sosioemosional anak. Sebagai contoh, dalam sebuah studi, hubungan teman sebaya yang buruk pada masa kanak-kanak berhubungan dengan di keluarkannya si anak dari sekolah dan perilaku buruk selama masa remaja (Roff, Sells, & Golden, 1972). Dan dalam studi yang lain, hubungan teman sebaya yang harmonis pada masa remaja dihubungkan dengan kesehatan mental yang positif pada usia paruh baya ( Arwani, 2010). Penelitian yang dilakukan Buhrmester (Santrock, 2004) menunjukkan bahwa pada masa remaja kedekatan hubungan dengan teman sebaya meningkat secara drastis, dan pada saat yang bersamaan kedekatan hubungan remaja dengan orang tua menurun secara drastis.
33
Di masa remaja, kelompok teman sebaya memiliki peran sangat penting bagi perkembangan remaja baik secara emosional maupun social. Burtmester (dalam Papalia,2008) menyatakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber afeksi, simpati, pemahaman dan panduan moral, tempat bereksperimen dan seting untuk mendapatkan otonomi dan independensi dari orang tua. Di lain pihak, Ribonson (dalam Papalia, 2008) mengemukakan bahwa keterlibatan remaja dengan teman sebayanya, selain menjadi sumber dukungan emosionalyang penting sepanjang transisi masa remaja, namun sekaligus dapat menjadi sumber tekakan bagi remaja. Teman sebaya merupakan sumber sumber penting dukungan sosial yang berpengaruh terhadap rasa percaya diri remaja. Dukungan emosional dan persetujuan sosial dalam bentuk konfirmasi orang lain merupakan pengaruh yang penting bagi rasa percaya diri remaja (Santrock, 2003). Siswa yang mendapat dukungan sosial yang tinggi dari teman sebaya akan merasa bahwa dirinya di cintai, diperhatikan, sehingga meningkatkan harga diri mereka. Seseorang dengan hargadiri yang tinggi cenderung memiliki rasa kepercyaan diri, kenyakinan diri bahwa mereka mampu menguasai situasi dan memberikan hasil yang positif, dalam hal ini adalah kenyakinan diri dalam menghadapi ujian. Keadaan ini akan membantu mahasiswa dalam mereduksi kecemasan yang mereka rasakan menjelang ujian.
34
Sebaliknya, siswa yang mendapatkan dukungan social yang rendah dari teman sebayanya merasa bahwa dirinya terasing, kurang mendapatkan perhatian dan kasih saying dari teman-teman sebaya, bahkan merasa sebagai seorang yang tertolak sehingga mengembangkan harga diri yang rendah. Keadaan ini dapat menimbulkan perasaan pesimis dan putus asa dalam menghadapi masalah. Siswa memiliki kenyakinan diri yang rendah dalam menghadapi ujian.cenderung memprediksikan kegagalan secara berlebih dan kurang termotivasi untuk belajar. Siswa menjadi tidak siap ujian, sehingga kecemasan siswa menjelang ujian akan semakin meningkat. Dan siswa cenderung memusatkan perhatiannya pada yang dialaminya (Arwani,2010).
35
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN
A.
Kerangka Konsep Kerangka Konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin di teliti (Notoatmodjo, 2003). Menurut Sardiman (2007) adapun motivasi mahasiswa dapat di pengaruhi oleh faktor ekstrinsik dan instrinsik diantaranya minat, dukungan keluarga dan dukungan teman sebaya, untuk lebih jelas dapat dilihat kerangka konsep sebagai berikut :
Variabel independen
Variabel dependen
Motivasi Tingkat kecemasan
-
Minat
-
Dukungan keluarga
-
Dukungan teman sebaya
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
menghadapi ujian
36
B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional
No
Variabel Penelitian
Definisi Operasional
Dependen 1 Tingkat Keadaan kecemasan dimana mahasiswa mengalami perasaan gelisah, khawatir dan ketegangan dalam menghadapi ujian Komprehensif metode OSCA Independent 2. Minat Adanya ketertarikan dan keinginan yang besar terhadap sesuatu yang ingin dicapai responden 3.
Dukungan keluarga
Dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga kepada responden
Cara ukur
Alat ukur
Hasil ukur
Menyebarkan angket
Kuesioner
Tidak ada, bila < 6
Skala ukur
Ordinal
Ringan, bila 6-14 Sedang, bila 15-27 Berat, bila > 27
Menyebarkan angket
Kuesioner
Ada, bila x ̅
Ordinal
Tidak ada, bila x < ̅
Menyebarkan angket
Kuesioner
- Baik, bila x ̅ - Tidak baik, bila x < ̅
Ordinal
37
4.
Dukungan teman sebaya
C.
Dukungan yang diberikan oleh teman sebaya atau sahabat kepada responden
Menyebarkan angket
Kuesioner
- Ada, bila x ̅
2 - Tidak ada, bila x < ̅
Hipotesa Penelitian 1. Ada hubungan antara minat dengan tingkat kecemasan mahasiswa dalam menghadapi ujian Komprehensif metode OSCA 2. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan mahasiswa dalam menghadapi ujian Komprehensif metode OSCA 3. Ada hubungan antara dukungan teman sebaya dengan tingkat kecemasan mahasiswa dalam menghadapi ujian Komprehensif metode OSCA
Ordinal
38
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah menggunakan rancangan yang bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional study yaitu penelitian mempelajari tentang hubungan
antar variable bebas dan variable terikat dengan melakukan
pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (Alimul, 2003), yaitu untuk mengetahui Hubungan antara motivasi mahasiswa terhadap tingkat kecemasan menghadapi ujian Komprehensif metode OSCA pada mahasiswa semester VI di Akademi Kebidanan U’Budiyah Banda Aceh tahun 2013.
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Menurut Arikunto (2003), populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa semester VI yang ada di kampus U’Budiyah yang berjumlah 106 orang mahasiswa. 2. Sampel Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa semester VI di Akademi Kebidanan U’Budiyah Banda Aceh. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan tehnik simple random sampling yaitu pengambilan sampel acak sederhana dengan pengambilan sampel sedemikian rupa sehingga setiap unit dasar (individu) mempunyai
39
kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel (Budiarto, 2002). Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan memakai rumus Slovin (1960, dikutip dari Nursalam, 2003) sebagai berikut :
n= Keterangan: N :Jumlah populasi n
: Jumlah sampel
d
: tingkat signifikansi (10%)
n= n= n= n= n = 51,4 n = 51
C. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Kampus D-III Akademik Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh.
40
2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 25 Juni s/d 5 Juli 2013 di STIKes U’Budiyah Banda Aceh.
D. Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data a. Data primer Data primer adalah data yang diambil dengan cara membagikan kuesioner kepada seluruh mahasiswa semester VI di Akademik Kebidanan U’Budiyah Banda Aceh b.
Data sekunder Data sekunder berupa data penelitian dan data yang didapatkan dari Akademik Kebidanan U’Budiyah Banda Aceh.
E. Instrument Penelitian Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang terdiri dari tingkat kecemasan, minat, dukungan keluarga dan dukungan teman sebaya yang berjumlah 30 pertanyaan. a. Untuk variabel tingkat kecemasan berisi 14 pertanyaan dengan memberi tanda (V) pada setiap jawaban yang dianggap sesuai dengan keadaan yang dirasakan responden yaitu dilakukan pengkategorian dengan mengacu teori HARS (Nursalam, 2003) yaitu : 1.
Cemas berat bila > 27 poin diberi kode =4
41
2.
Cemas sedang bila 15-27 poin diberi kode =3
3.
Cemas ringan bila 6-14 poin diberi kode =2
4.
Tidak cemas bila < 6 poin diberi kode =1
b. Untuk variabel minat berisi 6 pertanyaan dengan memberi tanda (X) pada salah
satu
jawaban
yang telah
disediakan
dengan
dilakukan
pengkategorian : ̅ diberi kode =2
1.
Ada bila x
2.
Tidak ada, bila x < ̅ diberi kode =1
c. Untuk variabel dukungan keluarga berisi 8 pertanyaan dengan memberi tanda (X) pada salah satu jawaban yang telah disediakan
dengan
dilakukan pengkategorian : ̅ diberi kode =2
3.
Baik bila x
4.
Tidak baik, bila x < ̅ diberi kode =1
d. Untuk variabel dukungan teman sebaya berisi 6 pertanyaan dengan memberi tanda (X) pada salah satu jawaban yang telah disediakan dengan dilakukan pengkategorian : ̅ diberi kode =2
5.
Ada bila x
6.
Tidak ada, bila x < ̅ diberi kode =1
42
F. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data Menurut Notoatmodjo, (2003) Setelah dilakukan pengumpulan data, maka selanjutnya data diolah dengan menggunakan computer melalui tahapan, adapun tahapan tersebut adalah : a.
Editing Yaitu melakukan pengecakan kembali semua item pernyataan telah terisi dan melihat ada kekeliruan yang mungkin dapat mengganggu data selanjutnya.
b.
Coding Yaitu pemberian kode berupa nomor pada lembaran kuesioner untuk memudahkan pengolahan data.
c.
Transferring Yaitu memindahkan data coding kedalam tabel yang disusun secara berurutan mulai dari responden pertama hingga responden terakhir.
d.
Tabulating Yaitu memasukkan data yang diperoleh ke dalam table distribusi frekuensi.
2. Analisis Data a.
Analisis Univariat Univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari setiap variabel (Notoadmodjo 2005). Pengkatagorian
43
masing-masing variabel dependen dan independen dilakukan dengan menetukan mean / rata-rata (x) dengan menggunakan rumus yaitu: ̅= Ket: ̅
: nilai rata-rata x
: jumlah nilai responden
n
: jumlah responden Setelah diolah, selanjutnya data yang telah dimasukkan kedalam
table distribusi frekuensi ditentukan presentasi perolehan (P) untuk tiap-tiap kategori dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
P= Keterangan: P : Persentase fi : frekuensi yang teramati n : Populasi b.
Analisa Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan analisis uji chi square. Melalui uji statistik chi square akan diperoleh nilai p, dimana dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05.
44
Pada penelitian ini mencari hubungan antar variable dengan menggunakan program computer yaitu menggunakan Statistik Service Solution (SPSS) dengan menggunakan uji Continuity correction. Penilaian dilakukan sebagai berikut : 1. Jika p <0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak 2. Jika p > 0,05 maka Ha ditolak dan Ho diterima Aturan yang berlaku pada uji chi-square dalam program SPSS adalah sebagai berikut (Hastono, 2001) : 1. Bila pada table 2x2 dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5, maka uji yang digunakan adalah fisher exact 2. Bila pada table 2x2, dan tidak ada nilai E<5, maka uji yang dipakai sebaiknya Continuity correction. 3. Bila table lebih dari 2x2, misalnya 3x2, dan lain-lain maka digunakan uji person chi square.
45
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN 1.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian STIKes U’Budiyah Banda Aceh yang berada di Kecamatan Syiah Kuala, terletak di Desa Tibang Banda Aceh. Dengan beberapa jurusan kesehatan yaitu jurusan FKM, D-IV, D-III Kebidanan Progsus dan D-III Kebidanan umum. Salah satu penelitian yang saya lakukan pada jurusan D-III Kebidanan STIkes U’Budiyah Banda Aceh. Penelitian pada tingkat IIIA yang berjumlah 54 orang mahasiswi dan IIIB yang berjumlah 52 orang mahasiswa, total mahasiswa tingkat IIIA dan IIIB berjumlah 106 orang mahasiswa. STIKes U’Budiyah Banda Aceh didirikan pada tanggal 11 Agustus 2004 dengan fasilitas 7 ruang kelas, 1 ruang ketua Stikes dan stimik, 1 ruang staf akademik, 1 ruang perpustakaan, 2 ruang siding, 1 ruang laboratorium kebidanan, 1 ruang lab computer, 1 mushalla, 1 ruang seminar kesehatan dan 1 aula. Ditinjau dari segi geografisnya STIKes U’Budiyah Banda Aceh dibatasi oleh: 1. Bagian barat berbatasan dengan desa Tibang 2. Bagian timur berbatasan dengan sungai Krueng Alue Naga
46
3. Bagian selatan berbatasan dengan Tambak penduduk Desa Tibang 4. Bagian utara berbatasan dengan kompleks STT IT
2.
Pelaksanaan Penelitian Pengumpulan data penelitian dilaksanakan dari tanggal 25 Juni s/d 5 Juli 2013 di STIKes U’Budiyah Banda Aceh. Jumlah sampel yang diperoleh sebagai responden yaitu 51 orang. Teknik pengumpulan data yang dilakukan terhadap responden menggunakan kuesioner yang mengacu pada teori HARS untuk mengukur Tingkat Kecemasan yang terdiri dari 14 pertanyaan. Untuk mengukur Minat menggunakan kuesioner yang terdiri dari 6 pertanyaan, untuk mengukur Dukungan Keluarga menggunakan kuesioner yang berjumlah 8 pertanyaan dan untuk mengukur Dukungan Teman Sebaya dengan menggunakan kuesioner yang berisi 6 pertanyaan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan terhadap responden dengan menyebarkan angket yang berpedoman pada kuesioner yang telah disediakan sebelumnya.
3.
Analisa Univariat Analisa univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel independen dan variabel dependen yang terdiri dari minat, dukungan keluarga, dukungan teman sebaya dan tingkat kecemasan.
47
a. Minat Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Minat Mahasiswa dalam Menghadapi Ujian Komprehensif Metode OSCA Pada Mahasiswa Semester VI di Akademi Kebidanan U’Budiyah Banda Aceh Tahun 2013 No.
Minat
Frekuensi (F)
Persentase (%)
1
Ada
31
60,8
2
Tidak Ada
20
39,2
51
100
Jumlah Sumber: Data Primer (Diolah Tahun 2013)
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 51 responden pada umumnya menjawab bahwa ada minat dalam menghadapi ujian komprehensif metode OSCA yaitu sebanyak 31 responden (60,8%).
b. Dukungan Keluarga Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga dalam Menghadapi Ujian Komprehensif Metode OSCA Pada Mahasiswa Semester VI di Akademi Kebidanan U’Budiyah Banda Aceh Tahun 2013
No
Dukungan Keluarga
Frekuensi (F)
Presentase (%)
1
Baik
44
86,3
2
Tidak baik
7
13,7
51
100
Jumlah Sumber: Data Primer (Diolah Tahun 2013)
48
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 51 responden mayoritas memiliki dukungan keluarga yang baik yaitu sebanyak 44 responden (86,3%).
c. Dukungan Teman Sebaya Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Dukungan Teman Sebaya dalam Menghadapi Ujian Komprehensif Metode OSCA Pada Mahasiswa Semester VI di Akademi Kebidanan U’Budiyah Banda Aceh Tahun 2013
No
Dukungan teman Sebaya
Frekuensi (F)
Persentase(%)
1
Ada
35
68,6
2
Tidak ada
16
31,4
51
100
Jumlah Sumber: Data Primer (Diolah Tahun 2013)
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 51 responden sebagian besar memiliki
dukungan
teman
sebaya
dalam
menghadapi
ujian
komprehensif metode OSCA yaitu sebanyak 35 responden (68,6%).
49
d. Tingkat Kecemasan Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Menghadapi Ujian Komprehensif Metode OSCA Pada Mahasiswa Semester Vi di Akademi Kebidanan U’Budiyah Banda Aceh Tahun 2013 No
Tingkat kecemasan
Frekuensi (F)
Persentase (%)
1
Ringan
27
52,9
2
Sedang
24
47,1
51
100
Jumlah Sumber: Data Primer (Diolah Tahun 2013)
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 51 orang responden sebagian besar mengalami tingkat kecemasan ringan dalam menghadapi ujian komprehensif metode OSCA yaitu sebanyak 27 orang responden (52,9%) . 4.
Analisa Bivariat a. Hubungan Minat dengan Tingkat Kecemasan Analisa Bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yaitu hubungan minat terhadap tingkat kecemasan menghadapi ujian komprehensif metode OSCA pada mahasiswa semester VI dengan melakukan uji statistik chisquare dengan menggunakan uji Continuity Correction dengan tingkat kemaknaan 95% dan nilai P<0,05.
Tabel 5.5
50
Distribusi Frekuensi Hubungan Minat dengan Tingkat Kecemasan dalam Menghadapi Ujian Komprehensif Metode OSCA Pada Mahasiswa Semester VI Di Akademi Kebidanan U’Budiyah Banda Aceh Tahun 2013 Tingkat Kecemasan No
Minat
Ringan
Sedang
f
%
F
%
Jumlah
%
1
Ada
19
61,3
12
38,7
31
100
2
Tidak ada
8
40,0
12
60,0
20
100
Total
27
52,9
24
47,1
51
100
P-Value
0,230
Sumber: data primer (Diolah Tahun 2013) Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 31 responden yang memiliki minat, 19 responden (61,3%) mengalami tingkat kecemasan ringan. Dan dari 20 orang responden yang tidak memiliki minat, 12 responden (60,0%) yang mengalami tingkat kecemasan sedang.
Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan minat dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian komprehensif metode OSCA pada mahasiswa semester VI di Akademi Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh dengan nilai P= 0, 230.
51
b. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Analisa Bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yaitu hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan menghadapi ujian komprehensif metode OSCA pada mahasiswa semester VI dengan melakukan uji statistik chi-square dengan menggunakan uji Fisher’s Exact Test dengan tingkat kemaknaan 95% dan nilai P<0,05. Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan dalam Menghadapi Ujian Komprehensif Metode OSCA Pada Mahasiswa Semester VI Di Akademi Kebidanan U’Budiyah Banda Aceh Tahun 2013 Tingkat kecemasan No
Dukungan Keluarga
Ringan
Sedang
f
%
f
%
Jumlah
%
1
Baik
26
59,1
18
40,9
44
100
2
Tidak baik
1
14,3
6
85,7
7
100
Jumlah 27 52,9 24 Sumber: data primer (Diolah Tahun 2013)
47,1
51
100
Pvalue
0.042
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 44 responden yang memiliki dukungan keluarga yang baik, 26 responden (59,1%) mengalami tingkat kecemasan ringan. Dan dari 7 orang responden yang memiliki dukungan keluarga tidak baik, 6 responden (85,7%) yang mengalami tingkat kecemasan sedang. Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian komprehensif
52
metode OSCA pada mahasiswa semester VI di Akademi Kebidanan STIKes U’BUdiyah Banda Aceh dengan nilai P= 0,042. c. Hubungan Dukungan Teman Sebaya dengan Tingkat Kecemasan Analisa Bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yaitu hubungan dukungan teman sebaya dengan tingkat kecemasan menghadapi ujian komprehensif metode OSCA pada mahasiswa semester VI dengan melakukan uji statistik chisquare dengan menggunakan uji Continuity Correction dengan tingkat kemaknaan 95% dan nilai P<0,05. Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Hubungan Dukungan Teman Sebaya dengan Tingkat Kecemasan dalam Menghadapi Ujian Komprehensif Metode OSCA Pada Mahasiswa Semester VI di Akademi Kebidanan U’Budiyah Banda Aceh Tahun 2013 Tingkat kecemasan No
Dukungan teman sebaya
Ringan
Sedang
f
%
F
%
Jumlah
%
1
Ada
25
71,4
10
28,6
35
68,6
2
Tidak ada
2
12,5
14
87,5
16
31,4
Jumlah
27
52,9
24
47,1
51
100
PValue
0,000
Sumber: data primer (Diolah Tahun 2013) Tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 35 responden yang memiliki dukungan teman sebaya, 25 responden (71,4%) mengalami tingkat kecemasan ringan. Dan dari 16 orang responden yang tidak memiliki dukungan keluarga, 14 responden (87,5%) yang mengalami tingkat kecemasan sedang.
53
Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan dukungan teman sebaya dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian komprehensif metode OSCA pada mahasiswa semester VI di Akademi Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh dengan nilai P= 0,000.
B. PEMBAHASAN 1.
Hubungan Minat dengan Tingkat Kecemasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 31 responden yang memiliki minat, 19 responden (61,3%) mengalami tingkat kecemasan ringan. Dan dari 20 orang responden yang tidak memiliki minat, 12 responden (60,0%) yang mengalami tingkat kecemasan sedang. Dari hasil analisa data menunjukkan bahwa tidak ada hubungan minat dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian komprehensif metode OSCA pada mahasiswa semester VI di Akademi Kebidanan STIKes U’BUdiyah Banda Aceh dengan nilai P yaitu 0,230. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hillgard (dalam Sardjiman, 2010), mengemukakan bahwa minat merupakan ketertarikan individu terhadap sesuatu, dimana minat belajar yang tinggi akan menyebabkan belajar siswa menjadi lebih mudah dan cepat. Tanpa minat dan hanya didasari atas dasar terpaksa, maka tidak akan tercipta motivasi belajar sehingga hasil yang didapat tidak akan optimal meskipun cara belajar yang digunakan sudah efektif.
54
Hasil penelitian Raihanum, S (2006), bahwa tidak ada hubungan antara minat melakukan senam hamil dengan kecemasan menghadapi persalinan. Dimana ibu hamil yang memiliki minat melakukan senam hamil umumnya 15 responden (68,2%) mengalami cemas sedang, sedangkan ibu yang tidak memiliki minat melakukan senam hamil 18 (61,6%) responden yang mengalami cemas berat. Berdasarkan asumsi peneliti bahwa minat tidak berhubungan dengan tingkat kecemasan karena dimana seorang mahasiswa memiliki minat belajar dalam menghadapi ujian komprehensif metode OSCA tidak menutupi kemungkinan mahasiswa tersebut tetap mengalami tingkat kecemasan yang sama dengan mahasiswa yang tidak memiliki minat dalam menghadapi ujian komprehensif metode OSCA. Mahasiswa yang memiliki minat menghadapi ujian bisa mengalami tingkat kecemasan yang berat, hal ini bisa disebabkan karena kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar. Lingkungan sekitar
baik berupa keadaan alam,
tempat tinggal, pergaulan sebaya dan lingkungan sekitar atau keluarga, sehingga mahasiswa tidak dapat mengendalikan situasi dan kondisi ruang ujian, sedangkan mahasiswa yang tidak memiliki
minat namun
mendapatkan dukungan yang baik dari lingkungan sekitar akan mampu meningkat percaya diri, kenyakinan tidak akan gagal
dan mampu
menguasai situasi sehingga akan mengurangi tingkat kecemasan. 2.
Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan
55
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 44 responden yang memiliki dukungan keluarga secara baik, 26 responden (59,1%) mengalami tingkat kecemasan ringan. Dan dari 7 orang responden yang memiliki dukungan keluarga tidak baik, 6 responden (85,7%) yang mengalami tingkat kecemasan sedang. Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian komprehensif metode OSCA pada mahasiswa semester VI di Akademi Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh dengan nilai P yaitu 0,042. Menurut Danim (2004), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan terhadap pemilihan pelayanan kesehatan. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Hasil penelitian Zuriana (2010) bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan kecemasan Ibu Primigravida dalam menghadapi Persalinan. Menurutnya semakin baik dukungan keluarga terhadap Ibu semakin siap seorang ibu dalam menghadapi persalinan. Peneliti berasumsi bahwa dukungan keluarga berhubungan dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian komprehensif metode OSCA, seseorang mahasiswa yang memiliki dukungan yang baik dari keluarga maka akan merasa mendapatkan pertolongan dari keluarga kapanpun ia butuhkan, adanya rasa dicintai dan dorongan yang tinggi dati keluarga, dukungan semangat yang penuh dari keluarga sehingga
56
memiliki kenyakinan diri mampu menghasilkan hasil yang positif, hal ini menyebabkan mahasiswa dapat menguasai situasi dan kondisi, dengan demikian mahasiswa yang memiliki dukungan keluarga yang baik mampu mengurangi tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian komprehensif metode OSCA.
3.
Hubungan Dukungan Teman Sebaya dengan Tingkat Kecemasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 35 responden yang memiliki dukungan teman sebaya, 25 responden (71,4%) mengalami tingkat kecemasan ringan. Dan dari 16 orang responden yang tidak memiliki dukungan keluarga, 14 responden (87,5%) yang mengalami tingkat kecemasan sedang. Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan dukungan teman sebaya dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian komprehensif metode OSCA pada mahasiswa semester VI di Akademi Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh dengan nilai P= 0,000. Menurut Santrock (2003), Teman sebaya merupakan sumber penting dukungan sosial yang berpengaruh terhadap rasa percaya diri remaja. Dukungan emosional dan persetujuan sosial dalam bentuk konfirmasi orang lain merupakan pengaruh yang penting bagi rasa percaya diri remaja. Siswa yang mendapat dukungan sosial yang tinggi dari teman sebaya akan merasa bahwa dirinya di cintai, diperhatikan, sehingga meningkatkan harga diri mereka. Seseorang dengan harga diri
57
yang tinggi cenderung memiliki rasa kepercayaan diri, kenyakinan diri bahwa mereka mampu menguasai situasi dan memberikan hasil yang positif, dalam hal ini adalah kenyakinan diri dalam menghadapi ujian. Keadaan ini akan membantu mahasiswa dalam mereduksi kecemasan yang mereka rasakan menjelang ujian. Hasil penelitian Humairah,A (2011) bahwa ada hubungan dukungan sosial dengan adaptasi Psikologi Ibu dalam menghadapi Persalinan di Rumah Sakit Umum Fauziah Bireuen. Dukungan sosial termasuk dukungan teman atau kerabat
mampu menghilangkan rasa
khawatir ibu sehingga semakin siap seorang ibu dalam menghadapi persalinan. Menurut asumsi peneliti dukungan teman sebaya berhubungan dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian komprehensif metode OSCA karena apabila seorang mahasiswa mendapatkan dukungan dari teman sebayanya dalam menghadapi ujian maka mahasiswatersebut akan merasa nyaman, adanya rasa dicintai dan cenderung
memiliki
dorongan
sehingga
mampu
meningkatkan
kepercayaan diri untuk melakukan yang terbaik, hal ini akan menyebabkan mahasiswa mampu menguasai situasi
yang akan
meningkatkan keyakinan akan kesuksesan sehingga tingkat kecemasan yang dialaminya juga akan berkurang.
58
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan motivasi mahasiswa dengan tingkat kecemasan menghadapi ujian komprehensif metode OSCA pada mahasiswa semester VI di Akademik Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh dapat disimpulkan hasil pembahasan sebagai berikut: 1.
Tidak ada hubungan minat dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian komprehensif metode OSCA pada mahasiswa pada mahasiswa semester VI di Akademik Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh tahun 2013 dengan p= 0,230 (p>0,05).
2.
Ada hubungan dukungan keluarga dengan
tingkat kecemasan dalam
menghadapi ujian komprehensif metode OSCA pada mahasiswa pada mahasiswa semester VI di Akademik Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh tahun 2013 dengan p= 0,042 (p<0,05). 3.
Ada hubungan dukungan teman sebaya dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian komprehensif metode OSCA pada mahasiswa pada mahasiswa semester VI di Akademik Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh tahun 2013 dengan p= 0,000 (p<0,05).
59
B. Saran 1.
Bagi Mahasiswa Diharapkan mahasiswa agar lebih meningkatkan motivasi dalam menghadapi ujian komprehensif metode OSCA baik dukungan keluarga maupun dukungan dari teman sebaya.
2.
Bagi Orang Tua Diharapkan agar orang tua memberikan dukungan penuh kepada mahasiswa untuk mengurangi tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian komprehensif metode OSCA.
3.
Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan yang dapat manambah pengetahuan mahasiswa tentang tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian komprehensif metode OSCA.
4.
Bagi Peneliti lain Diharapkan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan dengan metode penelitian yang lebih baik dan menggunakan variabel yang lain.
60
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, 2005. Riset Dan Teknik Penulisan Ilmiah Edisi Pertama,Jakarta, Salemba Medika Arikunto, 2003. Prosedur Penelitian, Jakarta, Renika Cipta Arwani,2010, Dukungan Keluarga.www.google.com. Diakses tanggal 26 September 2012 Budiarto, E. 2002. Biostatistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta, EGC Danim, Sudarman,2004. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok, Jakarta, Rineka Cipta Fitri Ayu, 2013, Objective Stuctural Clinikal Assessment (OSCA). http://ayux vhethree.blogspot.com. Diakses tanggal 20 januari 2013 Furchan. Arif, 2009. ”Mengatasi Kecemasan Menghadapi Ujian”,http:// pendidik an islam.net, diakses 18 Desember 2012. Hakim, Thursan,2003. Mengatasi gangguan Konsentrasi, Jakarta, Puspa Swara Hanifah, 2012, dukungan dan kesiapan Ibu Primigravida menjalani Persalinan. Banda Aceh, U’Budiyah Hariati ,2008, Tingkat Kecemasan” http://www.scibd.com.Diakses tanggal 20 Desember 2012 Hartono,2001, Statistik Untuk Penelitian, Jakarta, Rinekacipta Hidayat, Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisa Data, Jakarta, Salemba Medika Ivancevich, dkk, 2005. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Erlangga, Jakarta Kartono K. 2004. Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju. Hal: 45-69. Krisnadi, 2012, Dukungan Social Teman Sebaya, http:// www Skipsi Pedia.com. Diakses tanggal 15 Januari 2013 Mangkunegara, 2009. Evaluasi Kinerja SDM. PT. Refika Aditama, Jakarta Notoatmodja, 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan, Rhineka Cipta, Jakarta Notoatmodjo, 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta
61
Nursalam. 2003. Konsep Dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi I, Jakarta, Salemba Medika Santrock, Jhon W, 2003, Perkembangan Masa Hidup,terj Ahmad Chusairi dan Juda Damanik: Jakarata: Erlangga Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press Sardjiman, 2010. Manajemen Motivasi, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta Sarifuddin, 2007, Motivasi Belajar Siswa, http://edukasi.kompasiana.com. Diakses pada tanggal 25 Desember 2012 Sastroasmoro. 2002. Pendekatan Metodelogi Penelitian. Jakarta, Rineka Cipta Siti Nurlaiala, 2011,”Hubungan antara motivasi belajar dengan self regulation pada siswa-siswi SMA Permata Indah” diakses pada tanggal 26 September 2012. Sudjana, 2005. Metode Statistika, Bandung, Tarsindo. Sudrajat A, 2008, Upaya Mencegah Kecemasan Siswa di Sekolah, http://akhmad sudrajat.wordpress.com. Diakses tanggal 15 September 2012 Zanikhan,
2008. Minat Belajar Siswa. Diakses Dari Http://Zanikhan.Multiply.Com. Dikutip Tanggal 23 Desember 2012