BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Informasi akuntansi yang berhubungan dengan kinerja perusahaan merupakan kebutuhan yang paling mendasar pada proses pengambilan keputusan bagi investor di pasar modal. Salah satu sumber informasi tersebut adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan salah satu sarana untuk menunjukkan kinerja manajemen yang diperlukan investor dalam menilai maupun memprediksi kapasitas perusahaan menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada (Ikatan Akuntan Indonesia, 2004). Laporan keuangan juga merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban manajemen atas pengelolaan sumber-sumber daya ekonomi yang telah dipercayakan kepadanya (Lako, 2007). Penunjukkan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan dalam kenyataannya seringkali menghadapi masalah dikarenakan tujuan perusahaan berbenturan dengan tujuan pribadi manajer. Dengan kewenangan yang dimiliki, manajer bisa bertindak dengan hanya menguntungkan dirinya sendiri dan mengorbankan kepentingan para pemegang saham. Hal ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan informasi yang dimiliki oleh keduanya. Sebagai pengelola perusahaan, manajer akan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dibandingkan pemilik (pemegang saham). Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik sebagai wujud dari tanggung atas pengelolaan perusahaan, akan
1
tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Hal ini akan dapat membuat para pemakainya, seperti para investor dan kreditor melakukan kesalahan dalam pembuatan keputusan. Manajer sendiri sebagai agen juga bersaing dalam pasar tenaga kerja. Manajer dengan reputasi yang baik berpeluang untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik dan begitu pula sebaliknya. Oleh sebab itu seorang manajer memiliki kepentingan yang sangat besar terhadap kinerja suatu perusahaan yang ia kelola karena berhubungan erat dengan reputasinya sebagai wujud keberhasilan. Sedangkan pemegang saham juga berkepentingan dengan kinerja perusahaan dalam arahan seorang manajer. Pemegang saham dapat menghentikan manajer dari jabatannya jika perusahaan yang dikelolanya mempunyai kinerja rendah yang memungkinkan pemegang saham menggantinya dengan manajer lain. Pergantian CEO suatu perusahaan kemungkinan akan diikuti dengan redefinisi misi, visi, dan strategi bisnis, sehingga menuntut adanya restrukturisasi organisasi yang sesuai dengan formulasi misi, visi, dan strategi yang baru tersebut. Penggantian ini seharusnya mampu memicu peningkatan kinerja perusahaan tersebut. Lopez-de-Silanes (1997) menemukan adanya hubungan positif antara pergantian CEO dengan market value BUMN yang diprivatisasi. Barberis et al. (1996) menyatakan bahwa kompetensi CEO merupakan faktor yang sangat penting dalam peningkatan profitabilitas perusahaan. Megginson et al. (1994) juga menyimpulkan bahwa pergantian eksekutif akan mempengaruhi kinerja perusahaan, dan mereka melaporkan bahwa peningkatan efisiensi secara
signifikan ternyata hanya terjadi pada perusahaan yang melakukan pergantian pada tingkatan top management-nya. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari apakah pergantian pemimpin pada suatu perusahaan akan mempengaruhi kinerja dari suatu perusahaan besar. Hannan dan Freman (1997) menemukan bahwa sesungguhnya perusahaan terutama perusahaan besar telah memiliki sistem yang memungkinkan perusahaan tersebut berjalan dengan sendirinya sehingga perubahan atau pergantian kepemimpinan tidak akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Demikian juga dengan hasil penelitian Lieberson dan O’Connor (1972) serta Mintzberg (1979) menghasilkan kesimpulan bahwa pergantian pemimpin dalam perusahaan tidak akan mempengaruhi kinerja. Gamson dan Scotch (1964) bahkan menemukan bahwa pergantian kepemimpinan dalam suatu perusahaan merupakan ritual yang salah dan tidak mengacu pada perubahan kinerja. Sejalan dengan hasil riset di atas, Pfeffer dan Davis Blake (1986) menemukan bahwa pengaruh yang akan muncul dari pergantian pemimpin tersebut akan menjadi penghambat pengaruh positif yang seharusnya muncul ketika terjadi proses penggantian pergantian manajer yang memiliki kinerja yang tidak baik. Penelitian ini dilakukan untuk menguji kembali hubungan pergantian CEO dengan kinerja perusahaan go public yang terdaftar di bursa efek Indonesia. Adanya hasil yang beragam mengenai penelitian tentang hubungan pergantian CEO dengan kinerja perusahaan mendorong peneliti untuk memasukkan praktik corporate governance sebagai variabel pemoderasi.
Masalah corporate governance muncul karena terjadinya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Dengan adanya tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) seperti adanya monitoring dengan cara memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen dan peran monitoring yang dilakukan dewan komisaris independen diharapkan akan meningkatkan kinerja perusahaan. Dengan demikian penggunaan corporate governance sebagai variabel pemoderasi dalam penelitian ini diharapkan dapat memperkuat hubungan pergantian CEO dengan kinerja perusahaan. Dalam penelitian ini, indikator mekanisme corporate governance yang digunakan adalah kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional,
proporsi
komisaris
independen, dan jumlah anggota komite audit. Adanya kontrol yang dimiliki oleh manajer dalam kepemilikan manajerial dapat mempengaruhi kinerja perusahaan dalam mencapai maksimalisasi nilai perusahaan (Wahyudi dan Pawestri, 2006). Penelitian Retno (2006) menunjukkan prosentase kepemilikan manajemen berpengaruh terhadap kebijakan perusahaan dalam mengungkapkan informasi sosial. Tingkat kepemilikan institusional dalam proporsi besar juga mempengaruhi nilai pasar perusahaan. Menurut Barclay dan Holderness (1990), semakin besar tingkat kepemilikan saham oleh investor institusional, semakin efektif mekanisme kontrol terhadap kinerja manajemen untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan. Bentuk penerapan corporate governance yang lain adalah pembentukan dewan komisaris. Dewan komisaris terdiri dari komisaris independen sekurangkurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota. Coller dan Gregory (1999)
menyatakan bahwa semakin besar jumlah komisaris independen maka semakin mudah untuk mengendalikan dan memonitor kegiatan perusahaan. Selain dewan komisaris, komite audit juga memiliki peran penting dalam mengawasi pelaksanaan corporate governance. Anggota komite audit sekurang-kurangnya terdiri atas tiga orang yang seorang diantaranya merupakan komisaris independen. Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa keberadaan komite audit secara positif berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Beberapa bukti empiris yang menunjukkan bahwa pelaksanaan good corporate governance dapat memperbaiki kinerja perusahaan antra lain: (1) Penelitian yang dilakukan oleh Ashbaugh, et al. (2004) terhadap 1500 perusahaan di
Amerika
Serikat,
menunjukkan
bahwa
perusahaan-perusahaan
yang
melaksanakan good corporate governance mengalami peningkatan peringkat kredit yang signifikan, (2) Penelitian yang dilakukan oleh Alexakis et al. (2006) terhadap perusahaan-perusahaan yang listing di pasar modal Yunani menunjukkan bahwa, perusahaan-perusahaan yang melaksanakan corporate governance secara baik mengalami peningkatan rata-rata return saham, dan mengalami penurunan risiko yang signifikan, (3) Penelitian yang dilakukan Dobetz, et al. (2003) terhadap perusahaan-perusahaan yang melaksanakan good corporate governance mengalami peningkatan expected stock return yang signifikan, (4) Penelitian yang dilakukan oleh Firth et al. (2002) terhadap perusahaan-perusahaan yang listing di pasar modal Hongkong menunjukkan bahwa, perusahaan-perusahaan yang melaksanakan good corporate governance mengalami peningkatan kinerja perusahaan (corporate performance) yang signifikan.
Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Brown dan Caylor (2004) di Georgia, juga menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan
yang
tergabung dalam S&P 100, juga menunjukkan hasil yang sama dimana perusahaan-perusahaan
yang
melaksanakan
good
corporate
governance
mengalami peningkatan kinerja perusahaan yang signifikan. Brown dan Caylor (2004) menunjukkan bahwa penerapan good corporate governance secara signifikan dapat meningkatkan return on equity, net profit margin, Tobin’s Q. Uraian dan beberapa penelitian tersebut, memberikan inspirasi bagi penulis untuk melakukan penelitian yang terkait dengan pengaruh Corporate Governance pada hubungan pergantian CEO dengan kinerja perusahaan go public yang terdaftar di bursa efek Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: 1)
Apakah pergantian CEO berpengaruh pada kinerja perusahaan?
2)
Apakah corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah anggota komite audit berpengaruh pada kinerja perusahaan? 3)
Apakah corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah anggota komite audit berpengaruh pada hubungan pergantian CEO dengan kinerja perusahaan?
1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah: 1)
Memperoleh bukti empiris pengaruh pergantian CEO terhadap kinerja
perusahaan. 2)
Memperoleh bukti empiris pengaruh corporate governance yang
diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah anggota komite audit pada kinerja perusahaan. 3)
Memperoleh bukti empiris pengaruh corporate governance yang
diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah anggota komite audit pada hubungan pergantian CEO dengan kinerja perusahaan.
1.4. Manfaat Penelitian 1)
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya dan meningkatkan perkembangan terhadap teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu teori keagenan. 2)
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh pemegang saham dalam menganalisis dan menetapkan pilihan investasi yang tepat, sehingga dapat mengoptimalkan keuntungan dan meminimalkan risiko atas investasinya.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Teori Keagenan Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami corporate governance. Masalah konflik agensi dalam korporasi biasanya terjadi karena pemilik perusahaan (principal) tidak dapat berperan aktif dalam manajemen perusahaan. Mereka mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab pengelolaan perusahaan kepada para manajer profesional (agent) untuk bekerja atas nama dan untuk kepentingannya. Delegasi otoritas ini menyebabkan para manajer memiliki insentif untuk membuat keputusan-keputusan strategik, taktikal dan operasional yang dapat menguntungkan mereka sendiri. Akibatnya, muncullah konflik agensi (agency conflict) yang sulit diselaraskan. Menurut teori keagenan, konflik agensi terjadi akibat adanya perbedaan kepentingan antara pemilik perusahaan dan para manajernya. Di satu sisi, pemilik menginginkan manajer bekerja keras untuk memaksimalkan utilitas pemilik. Namun, di sisi lain, manajer juga cenderung berusaha keras memaksimumkan utilitasnya sendiri. Teori keagenan mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (dalam hal ini adalah pemegang saham) sebagai prinsipal. Jensen dan Meckling (1976) dalam Mardiyah (2005) menyatakan bahwa jika kedua kelompok (agent dan prinsipal) tersebut adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya, maka terdapat alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak yang terbaik
8
untuk kepentingan prinsipal. Prinsipal dapat membatasinya dengan menetapkan insentif yang tepat bagi agen dan melakukan monitor yang didesain untuk membatasi aktivitas agen yang menyimpang. Jensen dan Meckling (1976) dalam Amin (2007) mengidentifikasi kos keagenan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) the monitoring expenditure by the principal adalah kos pengawasan yang harus dikeluarkan oleh pemilik; 2) the bonding cost adalah kos yang harus dikeluarkan akibat pemonitoran yang harus dikeluarkan prinsipal kepada agen; dan 3) the residual loss adalah pengorbanan akibat berkurangnya kemakmuran prinsipal karena perbedaan keputusan antara prinsipal dan agen. Teori keagenan berusaha untuk menjawab masalah keagenanan yang terjadi jika pihak-pihak yang saling bekerja sama memiliki tujuan dan pembagian kerja yang berbeda. Secara khusus teori keagenan membahas tentang adanya hubungan keagenan, dimana suatu pihak tertentu (principal) mendelegasikan pekerjaan kepada pihak lain (agent), yang melakukan pekerjaan. Teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan (Eisenhardt, 1989). Pertama, adalah masalah keagenan yang timbul pada saat (a) keinginan-keinginan atau tujuan-tujuan dari prinsipal dan agen berlawanan dan (b) merupakan suatu hal yang sulit atau mahal bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi tentang apa yang benar-benar dilakukan oleh agen. Permasalahannya adalah bahwa prinsipal tidak dapat memverifikasi apakah agen telah melakukan sesuatu secara tepat. Kedua, adalah masalah pembagian risiko yang timbul pada saat prinsipal dan agen memiliki sikap yang berbeda terhadap risiko. Dengan demikian, prinsipal dan agen mungkin memiliki preferensi
tindakan yang berbeda yang dikarenakan adanya perbedaan preferensi terhadap risiko. Teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara prinsipal dan agen, sehingga fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal dan agen. Teori keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi (Eisenhardt, 1989). Asumsi-asumsi tersebut dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat mementingkan diri sendiri (self-interest), memiliki kcterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk avertion). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektivitas, dan adanya asimetri informasi antara prinsipal dan agen. Asumsi informasi adalah bahwa informasi sebagai komoditi yang bisa diperjualbelikan. Jensen dan Meckling (1976) juga menunjukkan adanya tiga unsur tambahan yang dapat membatasi perilaku menyimpang yang dilakukan oleh agen. Unsur-unsur tersebut adalah bekerjanya pasar tenaga manajerial, bekerjanya pasar modal dan unsur bekerjanya pasar bagi keinginan menguasai dan mendominasi kepemilikan perusahaan (market for corporate control). Agen bisa tidak bermasa depan bila kinerjanya buruk sehingga diberhentikan oleh pemegang saham. Pasar tenaga kerja manajerial akan menghapus kesempatan pengelola yang tidak mempunyai kinerja baik dan berperilaku menyimpang dari keinginan pemegang saham perusahaan yang dikelolanya. Bekerjanya pasar
modal secara efisien bisa menjadi cermin kinerja manajer dari harga saham perusahaannya. Bekerjanya market for corporate control bisa menghambat tindakan menguntungkan diri pengelola sendiri dalam hal menghentikan pengelola dari jabatannya jika perusahaan yang dikelolanya mempunyai kinerja rendah yang memungkinkan pemegang saham baru menggantinya dengan pengelola lain setelah perusahaan diambil alih. Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri / menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak berkaitan dengan dana/capital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manjer (Shleifer dan Vishny, 1997). Dengan kata lain corporate governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan (agency cost).
2.2. Asimetri Informasi Asimetri informasi merupakan suatu keadaan di mana manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang
dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Ada dua tipe asimetri informasi, yaitu: adverse selection dan moral hazard. 1)
Adverse selection
Adverse selection adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak atau lebih yang melangsungkan/akan melangsungkan suatu transaksi usaha, atau transaksi usaha potensial memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain. Adverse selection terjadi karena beberapa orang seperti manajer perusahaan dan para pihak dalam (insiders) lainnya lebih mengetahui kondisi kini dan prospek ke depan suatu perusahaan daripada para investor luar. 2)
Moral hazard
Moral hazard adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak atau lebih yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha atau transaksi usaha potensial dapat mengamati tindakan-tindakan mereka dalam penyelesaian transaksi-transaksi mereka sedangkan pihak-pihak lainnya tidak. Moral hazard dapat terjadi karena adanya pemisahan pemilikan dengan pengendaliaan yang merupakan karakteristik kebanyakan perusahaan besar. Terjadinya moral hazard dan adverse selection bisa menimbulkan sejumlah implikasi serius bagi kinerja dan sustainabilitas perusahaan. Dua masalah tersebut dapat mendorong para manajer berperilaku malas dan tidak etis. Mereka dapat mengelabui pemilik dan stakeholder lainnya dalam pelaporan informasi tentang kinerja dan sumber daya ekonomi perusahaan. Selain itu, mereka dapat pula membiaskan atau mendistorsi penyajian informasi tentang peluang investasi dan prospek perusahaan (Lako, 2007).
2.3. Laporan Keuangan 2.3.1. Tujuan laporan keuangan PSAK No. 1 (IAI, 2004) menyebutkan bahwa tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban sumberdaya-sumberdaya yang dipercayakan kepada mereka. Suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai perusahaan, meliputi: aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian serta rus kas. Informasi tersebut, beserta informasi lainya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan membantu pengguna laporan dalam memprediksi laba dan arus kas masa depan. 2.3.2. Pemakai informasi laporan keuangan Menurut Konsep Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (IAI, 2004) pemakai laporan keuangan meliputi investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok, dan kreditor lainya, pelanggan, pemerintah, serta lembaga-lembaga, dan masyarakat. Mereka menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi yang berbeda. Beberapa kebutuhan informasi ini meliputi: 1)
Investor
Investor membutuhkan informasi untuk membantu mereka dalam menentukan apakah harus membeli, menahan atau menjual investasi saham mereka.
Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam membayar dividen. 2)
Karyawan
Karyawan sebagai pengguna informasi keuangan tertarik dengan stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun dan kesempatan kerja. 3)
Pemberi pinjaman
Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo. 4)
Pemasok dan kreditor usaha lainnya
Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi apakah jumlah yang terhutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. 5)
Pelanggan
Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan, terutama jika mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang atau tergantung pada kelangsungan hidup perusahaan. 6)
Pemerintah
Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah kekuasaanya berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas perusahaan dalam menetapkan kebijakan pajak, sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan lainya.
7)
Masyarakat
Perusahaan mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara misalnya, perusahaan dapat memberikan kontribusi berarti pada perekonomian nasional, dalam hal banyaknya orang yang dipekerjakan dan perlindungan terhadap modal domestik. Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.
2.4. Pergantian Chief Executive Officer (CEO) Perubahan kepemilikan suatu perusahaan
kemungkinan akan diikuti
dengan redefinisi misi, visi, dan strategi bisnis, sehingga menuntut adanya restrukturisasi organisasi yang sesuai dengan formulasi misi, visi, dan strategi yang baru tersebut.
Biasanya, restrukturisasi organisasi akan diikuti dengan
pergantian CEO. Penggantian ini seharusnya mampu memicu peningkatan kinerja perusahaan tersebut. Prediksi ini diperkuat oleh temuan empiris Lopez-de-Silanes (1997) yang mengakui bahwa manajemen BUMN yang existing kemungkinan mengalami kesenjangan kompetensi dalam memimpin BUMN yang baru diprivatisasi untuk membawa BUMN-nya berkompetisi di pasar.
Lopez-de-
Silanes (1997) juga menemukan adanya hubungan positif antara pergantian CEO dengan market value BUMN yang diprivatisasi.
Barberis, et al. (1996)
menyatakan bahwa kompetensi CEO merupakan faktor yang sangat penting dalam peningkatan profitabilitas perusahaan. menyimpulkan bahwa pergantian
Megginson, et al. (1994) juga
eksekutif akan mempengaruhi kinerja
perusahaan, dan mereka melaporkan bahwa peningkatan efisiensi secara signifikan ternyata hanya terjadi pada perusahaan yang melakukan pergantian pada tingkatan top management-nya. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari apakah pergantian pemimpin pada suatu perusahaan akan mempengaruhi kinerja dari suatu perusahaan besar. Hannan dan Freman (1997) mendapati bahwa sesungguhnya perusahaan terutama perusahaan besar telah memiliki sistem yang memungkinkan perusahaan tersebut berjalan dengan sendirinya sehingga perubahan atau pergantian kepemimpinan tidak akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Demikian juga dengan hasil penelitian Lieberson dan O’Connor (1972) serta Mintzberg (1979) menghasilkan kesimpulan bahwa pergantian pemimpin dalam perusahaan tidak akan mempengaruhi kinerja. Gamson dan Scotch pada tahun 1964 bahkan menemukan bahwa pergantian kepemimpinan dalam suatu perusahaan merupakan ritual yang salah dan tidak mengacu pada perubahan kinerja. Sejalan dengan hasil riset di atas, Pfeffer dan Blake (1986) menemukan bahwa pengaruh yang akan muncul dari pergantian pemimpin tersebut akan menjadi penghambat pengaruh positif yang seharusnya muncul ketika terjadi proses penggantian pergantian manajer yang memiliki kinerja yang tidak baik. Sebetulnya pengaruh pergantian eksekutif perusahaan terhadap kinerja perusahaan tersebut tergantung pada kecocokan antara karakteristik pemimpin dan pekerjaan tersebut. (Gufta dan Govindarajan, 1984; Hambrick dan Mason, 1984). Berdasarkan studi ini, Lubatkin, Chung, Rogers dan Owers melakukan riset untuk menguji dua faktor yang menentukan keberhasilan proses pergantian
kepemimpinan yang biasa disebut contingent factor yaitu konteks organisasi (organizational context) dan asal pengganti (successor’s origin). Dilakukan riset ini bertujuan untuk mencari faktor pengaruh pergantian pemimpin terhadap kinerja keuangan perusahaan besar. Penelitian ini diharapkan dapat mendukung anekdot dalam dunia bisnis nyata bahwa faktor kepemimpinan dapat memberi perbedaan, dapat melihat pengaruh dari pemimpin pengganti tidak saja hanya di saat perusahaan sedang dalam kondisi krisis, dalam kondisi menghadapi perubahan dan ketika sedang berkembang (Hall, 1987). Selain itu, riset ini juga bertujuan untuk mencari faktor yang tepat untuk mengukur performa perusahaan karena selama ini faktor penentu yang digunakan hanya berdasarkan ukuran akuntansi misalnya dengan mengukur return on assets serta dengan ukuran security market seperti excess returns (Scholes dan Williams, 1977).
2.5.
Corporate Governance Penerapan prinsip corporate governance merupakan salah satu upaya yang
cukup signifikan untuk melepaskan diri dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Prinsip-prinsip dasar dari corporate governance pada dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan. Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001) merumuskan corporate governance sebagai sistem tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan. Tujuan Corporate governance adalah menciptakan nilai tambah bagi semua pihak berkepentingan (stakeholders). Daily & Dalton (2004)
mengemukakan bahwa corporate governance merupakan suatu tata kelola perusahaan yang didasarkan pada teori keagenan. Corporate governance diharapkan dapat mengatasi agency problems dengan memberi keyakinan kepada para pemegang saham bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah diinvestasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan atas modal yang telah ditanamkan pemegang saham, dan berkaitan dengan bagaimana para pemegang saham dapat mengontrol para manajer (Shleifer dan Vishny, 1997). Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117/M-BUMN/2002, Pasal 1 menyatakan bahwa suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panajang dengan tetap memperhatikan
kepentingan
stakeholder
lainnya,
berlandaskan
peraturan
perundangan dan nilai-nilai etika. Survei yang dilakukan Mc. Kinsey (2002) menunjukkan bahwa corporate governance menjadi perhatian utama investor khususnya pada pasar-pasar yang berkembang. Investor akan cenderung menghindari perusahaan yang memiliki corporate governance yang buruk. Black et al. (2003) menjelaskan bahwa hubungan praktik corporate governance dengan nilai perusahaan adalah signalling dan endogenity. Dalam signalling, praktik corporate governance menyebabkan peningkatan nilai perusahaan karena penerapan corporate
governance yang baik akan memberikan sinyal positif. Endogenity berarti perusahaan yang memiliki nilai pasar tinggi akan cenderung menerapkan corporate governance yang lebih baik. Manfaat corporate governance akan dilihat dari harga saham yang bersedia dibayar oleh investor. Jika investor bersedia membayar lebih mahal, maka nilai pasar perusahaan yang menerapkan good corporate governance (Kusumawati dan Riyanto, 2005). La Porta et al. (1998) menunjukkan bahwa variabel-variabel corporate governance (CG) dapat menjelaskan variasi perubahan nilai tukar mata uang dan kinerja pasar modal dibandingkan variabel-variabel makro. Klapper dan Love (2002) menemukan hubungan positif CG dengan kinerja perusahaan. Penemuan penting lainnya bahwa penerapan CG di tingkat perusahaan akan lebih berarti apabila dilakukan di Negara berkembang daripada negara maju. Black et al. (2003) membuktikan bahwa CG index menjadi salah satu faktor yang dapat menjelaskan nilai pasar perusahaan. Johnson (2000, dalam Black et al. 2003) memberikan bukti bahwa rendahnya kualitas CG dalam suatu Negara berdampak negatif pada pasar saham dan nilai tukar mata uang Negara bersangkutan pada masa krisis di Asia. Silveira dan Barnos (2006) yang meneliti perusahaan di Brazil menemukan adanya pengaruh kualitas CG yang positif dan signifikan terhadap nilai pasar perusahaan. Corporate governance dapat ditinjau dari proses maupun pengendalian (Syahroza, 2005). Menurut SK Menteri BUMN No. KEP-117/M-BUMN/2002) Corporate governance ditinjau dari sisi proses menyangkut penegakan atas prinsip-prinsipnya yang terdiri atas transparansi, kemandirian, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, dan kewajaran. Sementara itu Corporate governance dari sisi pengendalian dapat dilihat dari kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, peran komite audit dan komisaris independen (Fama dan Jensen, 1983). Kepemilikan institusional atas saham BUMN, mengakibatkan ada pihak eksternal secara kelembagaan ikut berperan dalam dalam pengambilan keputusan dan pengendalian perusahaan. Sementara itu kepemilikan manajerial yang didasarkan pada bonus plan untuk manajer, akan dapat mengurangi konflik kepentingan antara manajer dengan principal. Fungsi komite audit dalam membantu dewan komisaris, yaitu meningkatkan kualitas laporan keuangan, menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan dan meningkatkan fungsi audit internal maupun audit eksternal, dan mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris (Herwidayatmo, 2002). Jumlah komite audit sekurang-kurangnya 3 orang dan salah satunya dari komisaris independen dan merangkap sebagai ketua. Sementara itu komisaris independen berfungsi menyelaraskan kepentingan para pemegang saham dalam rangka melindungi hak– hak pemegang saham minoritas. Ketentuan peraturan BEJ mengharuskan perusahaan yang terdaftar di BEJ memiliki jumlah komisaris independen yang jumlahnya proporsional dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali atau minimal 30%. Penelitian ini menggunakan empat aspek corporate governance yaitu kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional,
independen, dan jumlah anggota komite audit.
proporsi
komisaris
2.5.1
Kepemilikan Manajerial Kepemilikan saham manajerial dapat membantu penyatuan kepentingan
antara pemegang saham dengan manajer, semakin meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial maka semakin baik kinerja perusahaan. Pada perusahaan dengan kepemilikan manajerial, manajer yang sekaligus pemegang saham tentunya akan menselaraskan kepentingannya sebagai manajer dengan kepentingannya sebagai pemegang saham. Sementara dalam perusahaan tanpa kepemilikan manajerial, manajer yang bukan pemegang saham kemungkinan hanya mementingkan kepentingannya sendiri. Menurut Morck, et al (1988), Mc Connell dan Servaes (1990,1995) dan Kole (1995) bahwa terdapat hubungan non linier antara kepemilikan manajerial (insider ownership) dengan kinerja perusahaan. Morck menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kepemilikan manajerial dengan nilai perusahaan (Tobin’s Q) pada level antara 0% - 5%, dan berhubungan negatif pada level 5%25%. Mereka menyatakan bahwa terdapat hipotesis pemusatan kepentingan akan terus terjadi ketika level kepemilikan manajerial lebih kecil dari 5% dan lebih besar dari 25%. Pada saat level kepemilikan manajerial lebih besar dari 5%-25% hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dengan nilai perusahaan dijelaskan melalui entrenchment hypotesis. Pada level kepemilikan namajerial antara 5%-25% manfaat privat yang diperoleh manajer (agen) melebihi kos yang dikeluarkan akibat kerugian dari keputusan-keputusan yang tidak memaksimalkan nilai perusahaan.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa untuk mengurangi konflik kepentingan antara agent dan prinsipal dapat dilakukan dengan meningkatkan kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan. Manajer yang sekaligus pemegang saham akan meningkatkan nilai perusahaan, karena dengan meningkatnya nilai perusahaan maka nilai kekayaannya sebagai individu pemegang saham akan ikut meningkat pula (Soliha dan Taswan, 2002 dalam Christiawan dan Tarigan, 2007).
2.5.2 Kepemilikan Institusional Struktur kepemilikan lain adalah kepemilikan institusional. Pemegang saham institusional biasanya berbentuk entitas seperti perbankan, asuransi, dana pensiun, reksadana. Investor institusional memiliki kapabilitas untuk menganalisis laporan keuangan secara langsung dibandingkan investor individual. Potter (1991) menyatakan bahwa laporan keuangan periodik yang diterbitkan manajemen sebagai sumber informasi bagi investor institusional dalam melakukan aktivitas monitoring. Shleifer dan Vishny (1986) berpendapat bahwa kepemilikan institusional yang cukup besar akan mempengaruhi nilai pasar perusahaan. Semakin besar tingkat kepemilikan saham oleh institusi, maka semakin efektif mekanisme kontrol terhadap kinerja manajemen. Pendapat ini didukung Barclay dan Holderness (1990), yang menemukan pengaruh positif signifikan tingkat kepemilikan institusional dalam jumlah besar terhadap nilai perusahaan.
2.5.3
Proporsi komisaris independen Sesuai Keputusan Direksi Bursa Efek Jakarta No. Kep-339./BEJ/07-2001
butir C mengenai board governance yang terdiri dari Komisaris Independen, Komite Audit dan Sekretaris Perusahaan bahwa untuk mencapai good corporate governance, jumlah komisaris independen yang harus terdapat dalam perusahaan sekurang-kurangnya 30% dari seluruh anggota dewan komisaris. Permasalahan yang timbul dalam penerapan corporate governance apabila Chief Executive Officer (CEO) memiliki kekuatan lebih besar dibandingkan dewan komisaris padahal fungsi dewan komisaris adalah mengawasi kinerja dewan direksi yang dipimpin CEO tersebut. Efektivitas dewan komisaris dalam menyeimbangkan kekuatan CEO sangat dipengaruhi oleh tingkat independensi dari dewan komisaris (Lorsch, 1989; Mizruchi, 1983; Zahra & Pearce, 1989 dalam Wardani, 2006). Penelitian Daryatno (2004), Siallagan dan Machfoedz (2006) menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh signifikan dengan nilai perusahaan. 2.5.4
Jumlah anggota komite audit BAPEPAM melalui Surat Edaran No. SE-03/PM/2000 menghimbau
perusahaan publik untuk membentuk komite audit. Anggota komite audit diangkat dari anggota dewan komisris yang tidak melaksanakan tugas eksekutif dan terdiri paling sedikit tiga anggota yang independent. Komite audit mengadakan rapat tiga sampai empat kali setahun untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya. Komite audit memberi pendapat professional kepada dewan komisaris
untuk meningkatkan kualitas kerja dan mengurangi penyimpangan pengelolaan perusahaan. Komite audit mempunyai peran penting dan strategis dalam memelihara kredibilitas penyusunan laporan keuangan seperti menjaga system pengawasan yang memadai. Dengan berjalannya fungsi komite audit secara efektif, control terhadap perusahaan akan semakin baik sehingga diharapkan mengurangi agency problems. Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa keberadaan komite audit berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hal. Ini memberi bukti bahwa keberadaan komite audit dapat meningkatkan efektivitas kinerja perusahaan.
2.6. Kinerja Perusahaan Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi (Bastian, 2001). Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (2001), kinerja adalah suatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja. Secara umum dapat dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu. Pengukuran terhadap kinerja perusahaan diperlukan untuk mengetahui apakah kinerja perusahaan baik atau buruk. Kinerja perusahaan secara umum mengukur keefektifan dan keefisienan (Horngren, et al. 2000). Demikian pula menurut Hitt (1995) bahwa nilai utama yang akan dihasilkan dari evaluasi
terhadap kinerja perusahaan adalah efektif dan efisien. Pengukuran kinerja perusahaan menyediakan indikator-indikator untuk mengetahui bagaimana menjalankan suatu organisasi secara baik (Jusoh, 2000). Aspek keuangan terlebih dahulu diukur dengan rasio keuangan. Jika dikaitkan dengan Corporate governance, maka Corporate governance merupakan penggerak kinerja (performance driven) (Millstein, et al., 1998; Keasey, et al. 1997). Berarti penegakan Corporate Governance dapat mendorong kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Tobin’s Q. Pengukuran kinerja dengan Tobin’s Q diyakini bisa memberikan gambaran mengenai penilaian pasar terhadap perusahaan, karena Tobin’s Q didapat dari nilai pasar ekuitas ditambah nilai pasar hutang dibagi dengan nilai buku aktiva. Tobin’s Q memberikan gambaran tidak hanya pada aspek fundamental, tetapi juga sejauh mana pasar menilai perusahaan dari berbagai aspek yang dilihat oleh pihak luar termasuk investor (Hastuti, 2005). Tobin’s Q telah digunakan oleh Himmelberg et al. (1999), Itturiaga dan Sanz (2000), Makaryanawati (2002), Suranta (2002), Suranta dan Midiastuty (2003) dan Suranta dan Machfoedz (2003) dalam Hastuti (2005) untuk mengukur kinerja perusahaan, yang dirumuskan sebagai berikut: Q = (EMV + DEBT)/TA Keterangan: Q : Kinerja Perusahaan (Tobin’s Q) EMV : Nilai pasar ekuitas (EMV = closing price x jumlah saham yang beredar) DEBT : Total hutang TA : Total aktiva. Sumber: Hastuti (2005).
2.7. Penelitian Sebelumnya Beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini telah dilakukan. Penelitian tersebut di antaranya adalah: 1) Penelitian yang dilakukan oleh Bernard S. Black, Hasung Jang, dan Woochan Kim (2003), dengan judul penelitian: Does Corporate Governance Affect Firm Value. Variabel yang diteliti yaitu: dewan direksi,
komisaris
independen,
komite
audit,
eksternal
auditor,
pengungkapan kepada investor, struktur kepemilikan dan Tobin’s Q. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa dewan direksi, komisaris independen, komite audit, ekternal auditor, pengungkapan kepada investor, stuktur kepemilikan berpengaruh positif signifikan terhadap Tobin’s Q. 2) Penelitian yang dilakukan oleh Arief Daryatno, 2004, dengan judul: Pengaruh Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan dengan Manajemen Laba Sebagai Variabel Intervening. Variabel yang diteliti yaitu: komite audit, komisaris independen, dewan direksi, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa dewan direksi, kepemilikan institusional dan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
Sedangkan
komite
audit
dan
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
komisaris
independen
3) Penelitian yang dilakukan oleh Sylvia Veronica NPS & Yanivi S. Bachtiar, 2004, dengan judul: Good Corporate Governance, Information Asymmetry, and Earnings Management. Variabel yang diteliti: komisaris independen, komite audit, kualitas audit (KAP BIG 4), nilai perusahaan dan manajemen laba.
Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa
komite audit dan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan dan manajemen laba. Kualitas audit bepengaruh positif terhadap manajemen laba tapi tidak berpengaruh pada nilai perusahaan. 4) Penelitian yang dilakukan oleh Siallagan dan Mas’ud Machfoedz, 2006, dengan judul: Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Variabel yang diteliti yaitu: komisaris independen, komite audit dan kepemilikan manajerial sebagai variabel indendepen. Tobin’s Q sebagai variabel dependen, Kualitas laba sebagai variabel intervening serta Auditor BIG 2 sebagai variabel kontrol. Hasil peneltiian membuktikan bahwa Kepemilikan Manajerial berpengaruh negatif terhadap Tobin’s Q. Dewan komisaris dan komite audit berpengaruh positif trehadap tobin’s Q sedangakan Auditor BIG 2 positif dan signifikan mempengaruhi Tobin’s Q. 5) Penelitian yang dilakukan oleh Zaroni (2004) yang berjudul: Pengaruh Kepemilikan Pemerintah, Kepemilikan Asing, dan Pergantian CEO terhadap
Kinerja
BUMN
menemukan
bukti
bahwa
kepemilikan
pemerintah dan kepemilikan asing mengalami penurunan kinerja perusahaan setelah diprivatisasi, tetapi hasil yang sebaliknya justru terjadi
pada kinerja perusahaan
yang dipengaruhi oleh pergantian CEO
mengalami peningkatan setelah dilakukannya privatisasi dibandingkan dengan sebelum diprivatisasi. 6) Penelitian yag dilakukan oleh Michael H. Lubatkin, Kae H. Chung, Ronald C. Rogers dan James E. Owers yang berjudul: Stockholder Reactions to CEO Changes In Large Corporations menemukan bahwa investor lebih beraksi positif terhadap penggantian eksekutif perusahaan publik jika perusahaan tersebut memiliki kinerja yang baik dan eksekutif tersebut berasal dari luar perusahaan.
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Berpikir Teori keagenan (agency theory) mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (pemegang saham) sebagai prinsipal. Konflik agensi terjadi akibat adanya perbedaan kepentingan antara pemilik perusahaan dan para manajernya. Pada satu sisi, pemilik menginginkan manajer bekerja keras untuk memaksimalkan utilitas pemilik. Namun, di sisi lain, manajer juga cenderung berusaha keras memaksimumkan utilitasnya sendiri. Suatu
ancaman
bagi
pemegang
saham
jika
manajer
bertindak
untuk
kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang saham. Berbagai macam motivasi manajemen laba dilakukan oleh pihak manajemen (agent) terhadap laporan keuangan perusahaan sebagai bentuk tanggungjawabnya atas informasi keuangan kepada pemilik modal (principles) yang didasarkan pada teori agensi (agency theory). Salah satu dari motivasi tersebut adalah motivasi pergantian Chief Executive Officer (CEO). Pergantian CEO suatu perusahaan kemungkinan akan diikuti dengan redefinisi misi, visi, dan strategi bisnis, sehingga menuntut adanya restrukturisasi organisasi yang sesuai
dengan formulasi misi, visi, dan strategi yang baru tersebut. Penggantian ini seharusnya mampu memicu peningkatan kinerja perusahaan tersebut.
Corporate
Governance
merupakan
tata
kelola
perusahaan
yang
menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang 29 menentukan arah kinerja perusahaan. Penerapan prinsip corporate governance merupakan salah satu upaya yang cukup signifikan untuk melepaskan diri dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Prinsip-prinsip dasar dari corporate governance pada dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan. Dengan demikian penggunaan corporate governance sebagai variabel pemoderasi dalam penelitian ini diharapkan dapat memperkuat hubungan antara pergantian CEO dengan kinerja perusahaan. Dalam penelitian ini, aspek – aspek corporate governance yang memoderasi hubungan pergantian CEO dengan kinerja perusahaan adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit. Gambar 3.1 menunjukkan kerangka berpikir dari penelitian ini.
Kajian Teoritis
Kajian Empiris
Teori Keagenan (Agency theory) Pergantian Chief Executive Officer (CEO) Corporate Governance: Kepemilikan Manajerial Kepemilikan Institusional
Proporsi Komisaris Independen Jumlah Anggota Komite Audit 4. Kinerja Perusahaan
Does Corporate Governance Affect Firm Value? Pengaruh Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan dengan Manajemen Laba Sebagai Variabel Intervening Good Corporate Governance, Information Asymmetry, and Earnings Management Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan Pengaruh Kepemilikan Pemerintah, Kepemilikan Asing, dan Pergantian CEO terhadap Kinerja BUMN Stockholder Reactions to CEO Changes In Large Corporations
Hipotesis
Pengujian Statistik Simpulan Hasil Pengujian Statistik Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Pada Gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa dalam penelitian ini sebelum memperoleh variabel-variabel yang akan diteliti, peneliti melakukan kajian-kajian secara teoritis maupun empiris. Dari kajian tersebut peneliti memperoleh konsep
teori keagenan (agency teory), pergantian Chief Executive Officer (CEO), Corporate Governance dan aspek-aspeknya seperti kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen dan jumlah anggota komite audit yang akan memoderasi hubungan antara pergantian Chief Executive Officer dengan kinerja perusahaan. Pengujian statistik dilakukan terhadap variabel-variabel tersebut sehingga dapat diketahui pengaruh masing-masing variabel. Hasil dari pengujian statistik tersebut akan dapat diketahui apakah penelitian ini mendukung teori dan kajian empiris yang telah ada sebelumnya.
3.2
Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir tersebut, dapat disusun konsep penelitian
untuk melihat hubungan antar variabel seperti dalam Gambar 3.2 berikut:
Variabel Independen
Pergantian Chief Executive Officer
Variabel Dependen
Kinerja Perusahaan
Kepemilikan Manajerial Kepemilikan Intitusional Proporsi Komisaris Independen Jumlah Anggota Komite Audit
Gambar 3.2
3.3
Pengaruh Corporate Governance pada hubungan Pergantian Chief Executive Officer dengan Kinerja Perusahaan
Hipotesis
Pada dasarnya hipotesis ini dibuat untuk menetapkan kesimpulan sementara terhadap proses penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan kajian teoritis dan empiris serta konsep penelitian yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat dirumuskan hipotesis dari penelitian ini. 3.3.1
Pengaruh pergantian CEO pada kinerja perusahaan Pergantian CEO suatu perusahaan kemungkinan akan diikuti dengan
redefinisi misi, visi, dan strategi bisnis, sehingga menuntut adanya restrukturisasi organisasi yang sesuai dengan formulasi misi, visi, dan strategi yang baru tersebut. Penggantian ini seharusnya mampu memicu peningkatan kinerja perusahaan tersebut. Lopez-de-Silanes (1997) menemukan adanya hubungan positif antara pergantian CEO dengan market value BUMN yang diprivatisasi. Barberis, et al. (1996) menyatakan bahwa kompetensi CEO merupakan faktor yang sangat penting dalam peningkatan profitabilitas perusahaan. Megginson, et al. (1994) juga menyimpulkan bahwa pergantian eksekutif akan mempengaruhi kinerja perusahaan, dan mereka melaporkan bahwa peningkatan efisiensi secara signifikan ternyata hanya terjadi pada perusahaan yang melakukan pergantian pada tingkatan top management-nya. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari apakah pergantian pemimpin pada suatu perusahaan akan mempengaruhi kinerja dari suatu perusahaan besar. Hannan dan Freman pada tahun 1997 mendapati bahwa sesungguhnya perusahaan terutama perusahaan besar telah memiliki sistem yang memungkinkan perusahaan tersebut berjalan dengan sendirinya sehingga
perubahan atau pergantian kepemimpinan tidak akan berpengaruh pada kinerja perusahaan. Demikian juga dengan hasil penelitian Lieberson dan O’Connor (1972) serta Mintzberg (1979) menghasilkan kesimpulan bahwa pergantian pemimpin dalam perusahaan tidak akan mempengaruhi kinerja. Gamson dan Scotch pada tahun 1964 bahkan menemukan bahwa pergantian kepemimpinan dalam suatu perusahaan merupakan ritual yang salah dan tidak mengacu pada perubahan kinerja. Sejalan dengan hasil riset di atas, Pfeffer dan Blake (1986) menemukan bahwa pengaruh yang akan muncul dari pergantian pemimpin tersebut akan menjadi penghambat pengaruh positif yang seharusnya muncul ketika terjadi proses penggantian pergantian manajer yang memiliki kinerja yang tidak baik. Berdasarkan kajian empiris diatas, maka hipotesis yang dapat dikemukakan adalah: H1 3.3.2
: Pergantian CEO berpengaruh pada kinerja perusahaan Pengaruh Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan Corporate governance merupakan sistem tata kelola perusahaan yang
didasarkan pada teori keagenan. Manfaat corporate governance akan dilihat dari harga saham yang bersedia dibayar investor. Jika investor bersedia membayar lebih mahal, maka nilai pasar perusahaan yang menerapkan good corporate governance akan lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak menerapkan praktik good corporate governance (Kusumawati dan Riyanto, 2005). La Porta et al (1998) menunjukkan bahwa corporate governance (CG) dapat menjelaskan kinerja pasar modal. Klapper dan Love (2002) menemukan
hubungan positif CG dengan kinerja perusahaan. Penerapan CG pada perusahaan akan lebih berarti apabila dilakukan di negara berkembang daripada negara maju. Hasil penelitian Gunarsih (2003) menemukan bahwa CG yang diproksi dengan struktur kepemilikan berpengaruh pada kinerja perusahaan. Black et al (2003) membuktikan bahwa CG index menjadi salah satu faktor yang dapat menjelaskan nilai pasar perusahaan. Johnson et al (2000) memberikan bukti bahwa rendahnya kualitas CG suatu negara berdampak negatif pada pasar saham dan nilai tukar mata uang negara bersangkutan. Silveira dan Barros (2006) menemukan adanya pengaruh signifikan CG terhadap nilai pasar perusahaan. 3.3.2.1 Kepemilikan Manajerial dan Kinerja perusahaan Beberapa penelitian sebelumnya mengenai hubungan kepemilikan manajerial dengan kinerja perusahaan telah banyak dilakukan dan menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Jensen dan Meckling (1976) dengan hipotesis pemusatan kepentingan (besarnya jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajerial perusahaan akan mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh manajer perusahaan juga sebagai pemegang saham. Kepemilikan ini akan mensejajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang saham. Dengan demikian maka kepemilikan saham oleh manajemen merupakan insentif bagi para manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan manajer akan menggunakan hutang secara optimal sehingga akan meminimumkan biaya keagenan. Adanya control yang dimiliki oleh manajer dalam kepemilikan manajerial dapat mempengaruhi kinerja perusahaan dalam mencapai maksimalisasi nilai perusahaan (Wahyudi dan Pawestri, 2006).
Sartono (2001) menyimpulkan hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya dan menyatakan bahwa konflik kepentingan ini dapat dikontrol dengan beberapa mekanisme yaitu dengan meningkatkan kepemilikan manajerial (insider ownership), dividend payout ratio, dan pendanaan dengan menggunakan utang. Dengan adanya peningkatan kepemilikan manajerial, pihak manajemen tentunya akan mengutamakan kepentingan pemegang saham karena mereka juga sebagai pemegang saham. Manajer akan lebih termotivasi untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang saham dimana hal ini juga akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan (Mahadwarta dan Hartono,2002). Penelitian yang dilakukan oleh Fruits (1997) memberikan bukti empiris yang mendukung penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya hubungan negatif antara ukuran perusahaan dan kepemilikan manajerial. Davis, Hilier and McCoelgan (2002) mengajukan struktur nilai perusahaan yang lebih kompleks. Mereka menspesifikasikan penelitiannya pada fungsi kepemilikan manajerial yang diperhitungkan sebagai efek yang bertentangan dengan insentif manajerial dan mekanisme pengawasan internal dan eksternal, yang membuktikan bahwa hubungan antara kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan adalah kodeterministik. Peneliti lainnya seperti Morck et al. (1998), McConnell dan Servaes (1990), Kole et al. (1999) menyatakan bahwa terdapat hubungan nonlinier antara kepemilikan manajerial dengan kinerja perusahaan. Meskipun ada banyak penelitian mengenai struktur kepemilikan, tetapi hasil-hasil dari penelitian-penelitian tersebut banyak yang saling bertentangan satu sama lain. Dalam kenyataannya, banyak literatur penelitian telah menyimpulkan
hubungan yang positif antara struktur kepemilikan manajerial dengan penciptaan nilai perusahaan (Suranta dan Midiastuty, 2003). 3.3.2.2 Kepemilikan Institusional dan Kinerja perusahaan Adanya tingkat kepemilikan institusional dalam proporsi yang besar akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Barclay dan Holderness (1990) menemukan bahwa tingkat kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan. Nilai perusahaan dapat meningkat jika institusi mampu menjadi alat monitoring yang efektif (Slovin dan Sushka, 1993). Hasil penelitian lain juga menemukan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan (Xu dan Wang, 1997; Pizarro et al, 2006; dan Bjuggren et al, 2007). Beberapa penelitian lain menemukan hasil yang tidak konsisten. Demsetz dan Lehn (1985) menemukan bahwa tidak adanya pengaruh antara kepemilikan institusional dan profit perusahaan sebagai proksi firm value. Kepemilikan institusional tidak berhasil meningkatkan nilai perusahaan tapi justru menurunkan nilai perusahaan karena investor institusional bukan pemilik mayoritas sehingga tidak mampu memonitor kinerja manajer secara baik (Brush, 2000; Jennings, 2002). Hipotesis efficiency abatement mengungkapkan bahwa kepemilikan institutional memiliki hubungan negatif dengan nilai perusahaan (Hill et al, 2007). Daryatno (2004) dan Wahyudi dan Pawestri (2006) menemukan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan pada nilai perusahaan. 3.3.2.3 Proporsi Komisaris Independen dan Kinerja perusahaan Penelitian mengenai dampak komisaris independensi terhadap kinerja perusahaan masih beragam. Ada penelitian yang menyatakan bahwa tingginya
proporsi komisaris luar berhubungan positif dengan kinerja perusahaan (Yermack, 1996; Daily dan Dalton, 1993), bukan merupakan faktor dari kinerja perusahaan (Kesner dan Johnson, 1990), dan berhubungan negatif dengan kinerja (Kosnik dan Turk, 1991; Goodstein dan Boeker, 1991).Peneliti lain menemukan pengaruh signifikan dalam hubungan komisaris independen dengan nilai perusahaan (Black et al, 2003; Veronica dan Yanivi, 2004; Daryatno, 2004; Sialagan dan Machfoedz, 2006; dan Herawaty, 2008). Namun Kusumastuti dkk (2005) dan Rachmawati dan Triatmoko (2007) tidak menemukan pengaruh signifikan antara komisaris independen dengan nilai perusahaan. Harjoto dan Jo (2007) menemukan bahwa komisaris independen berpengaruh lemah terhadap nilai perusahaan. 3.3.2.4 Jumlah Anggota Komite Audit dan Kinerja perusahaan Komite audit mempunyai peran penting dan strategis dalam memelihara kredibilitas penyusunan laporan keuangan seperti menjaga system pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya good corporate governance. Komite audit berperan penting dalam menjamin terlaksananya corporate governance yang baik. Beberapa peneliti menemukan bahwa keberadaaan komite audit berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan (Black et al, 2003; Daryatno, 2004; Veronica dan Yanivi, 2004; Siallagan dan Machfoedz, 2006). Hal ini memberi bukti bahwa keberadaan komite audit dapat meningkatkan efektifitas kinerja perusahaan. Namun penelitian Rachmawati dan Triatmoko (2007) tidak menemukan adanya pengaruh keberadaan komite audit terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dikemukakan adalah:
H2: Corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit berpengaruh pada kinerja perusahaan. 3.3.3 Pergantian Chief Executive Officer, Corporate Governance, dan Kinerja Perusahaan Sejak tahun 2000, Bapepam bersama dengan pihak-pihak lain yang terkait, terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan yang bertujuan mendorong penerapan prinsip – prinsip Good Corporate Governance kepada pelaku pasar di Pasar Modal Indonesia. Penerapan CG diyakini sebagai salah satu faktor utama yang mampu membangun dan mewujudkan kinerja perusahaan yang lebih baik sehingga tercipta pasar modal yang sehat. Corporate Governance merupakan hubungan
antar-stakeholders
yang
digunakan
untuk
menentukan
dan
mengendalikan arah strategi dan kinerja suatu organisasi (Khomsiyah, 2003). Kinerja perusahaan Lopez-de-Silanes (1997) menemukan adanya hubungan positif antara pergantian CEO dengan market value BUMN yang diprivatisasi. Barberis et al. (1996) menyatakan bahwa kompetensi CEO merupakan faktor yang sangat penting dalam peningkatan profitabilitas perusahaan. Megginson et al. (1994) juga menyimpulkan bahwa pergantian eksekutif akan mempengaruhi kinerja perusahaan, dan mereka melaporkan bahwa peningkatan efisiensi secara signifikan ternyata hanya terjadi pada perusahaan yang melakukan pergantian pada tingkatan top management-nya. 3.3.3.1 Pergantian Chief Executive Officer, Kepemilikan Manajerial, dan Kinerja Perusahaan
Teori keagenan (agency theory) menyatakan bahwa kinerja perusahaan dipengaruhi oleh adanya konflik kepentingan antara agen (manajemen) dengan principal (pemilik/investor) yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya. Masalah keagenan bisa terjadi karena adanya asymmetric information antara manajer dan pemilik. Konflik kepentingan dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme
monitoring
yang
bertujuan
untuk
menyelaraskan
berbagai
kepentingan tersebut. Laporan tentang kinerja perusahaan yang baik akan meningkatkan nilai perusahaan. Manajer akan selalu berusaha untuk mengurangi asimetri informasi untuk meningkatkan image perusahaan. Menurut Jensen dan Meckling (1976) salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (managerial ownership), sehingga kepentingan pemilik atau pemegang saham akan dapat disejajarkan dengan kepentingan manajer. 3.3.3.2 Pergantian Chief Executive Officer, Kepemilikan Institusional, dan Kinerja Perusahaan Semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin kuat control eksternal terhadap perusahaan dan mengurangi agency cost, sehingga perusahaan akan menggunakan dividen yang rendah. Dengan adanya control yang ketat, menyebabkan manajer menggunakan utang pada tingkat rendah untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya financial distress dan risiko kebangkrutan (Crutcley, 1999). Jika persentase kepemilikan cukup besar maka mereka memiliki insentif untuk melakukan pengawasan secara efektif terhadap manajemen dan
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi maupun mengubah tindakan serta keputusan manajemen. Apabila analis dapat menganalisis dengan baik, tentunya hasil analisis tersebut dapat digunakan untuk menilai apakah manajer tersebut dapat memajukan perusahaan atau tidak. Jika manajer tidak bisa memajukan perusahaan yang hal ini tidak disukai oleh pemilik, maka bias berakibat manajer tersebut diganti dan inilah salah satu bentuk pengawasan yang efektif. Temuan Jiambalvo et al. (1996), Bushee (1998a, 1998b), Rajgopal et al. (1999), Midiastuty dan Machfoedz (2003) dan Hsu and Koh (2005) menunjukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Dari temuan tersebut di atas menunjukkan bahwa kepemilikan institusional menjadi mekanisme yang efektif dalam mengawasi kinerja manajer. 3.3.3.3 Pergantian Chief Executive Officer, Proporsi Komisaris Independen, dan Kinerja Perusahaan Diantara berbagai faktor yang dapat mendorong terciptanya pengelolaan perusahaan yang efektif, dewan komisaris merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku manajer dalam pengelolaan perusahaan termasuk dalam penerapan kebijakan konservatisma akuntansi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan Mizruchi (1983) dalam Hapsoro (2006) bahwa dewan komisaris merupakan “the ulitimate center of control”. Semakin besar jumlah komisaris fungsi service dan kontrol akan semakin baik karena akan semakin banyak keahlian dalam memberikan nasehat yang bernilai dalam strategi dan penyelenggaraan perusahaan (Fama dan Jensen, 1983 dalam Kusumawati dan Riyanto, 2005).
Untuk struktur pengelolaan di Indonesia fungsi ini cenderung lebih banyak dijalankan oleh dewan komisaris berdasarkan kedekatannya dengan sumber informasi. Coller dan Gregory (1999) menyatakan bahwa semakin besar jumlah komisaris independen, semakin mudah untuk melakukan monitoring atas kegiatan perusahaan. Fungsi service dan kontrol dewan komisaris sebagai mekanisme corporate governance ini dapat dilihat sebagai suatu sinyal kepada para investor bahwa perusahaan telah dikelola sebagaimana mestinya (sinyal positif). Investor diharapkan akan menerima sinyal ini dan bersedia membayar premium yang lebih tinggi untuk perusahaan yang well-governance di Indonesia. Dengan demikian, penerapan good corporate governance berhubungan positif dengan kinerja perusahaan di mata investor (Labelle, 2002 dalam Kusumawati dan Riyanto, 2005). 3.3.3.3 Pergantian Chief Executive Officer, Jumlah Anggota Komite Audit, dan Kinerja Perusahaan Komite audit sesuai dengan Kep. 29/PM/2004 adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Selain itu komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian. Wilopo (2004) menganalis hubungan dewan komisaris independen, komite audit, kinerja perusahaan dan akrual diskresioner. Dari penelitian tersebut dilaporkan bahwa kehadiran komite audit dan dewan komisaris independen mampu mempengaruhi secara negatif praktik manajemen
laba diperusahaan. Hal ini menandakan bahwa mekanisme corporate governance diatas penting untuk menjamin terlaksananya praktik perusahaan yang adil dan transparan. The Institute of Internal Auditors (IIA) merekomendasikan bahwa setiap perusahaan publik harus memiliki Komite Audit yang diatur sebagai komite tetap. IIA juga menganjurkan dibentuknya Komite Audit yang diatur sebagai komite tetap. Komite Audit beranggotakan Komisaris Independen, dan terlepas dari kegiatan manajemen sehari-hari dan mempunyai tanggung jawabnya terutama dengan masalah yang berhubungan dengan kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan sistem pelaporan keuangan (www.cic-fcgi.org). Setiawan (2006) menunjukkan bahwa komite audit berpengaruh signifikan secara positif terhadap kualitas laba (earnings response coefficient), artinya dengan adanya komite audit maka perusahaan dapat meningkatkan kualitas laba yang dilaporkan. Corporate Governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Corporate Governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau men ginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana yang telah ditanamkan oleh investor, dan bagaimana para investor mengontrol para manajer (Shleifer dan Vishny, 1997).
Selain proporsi komisaris independen, komite audit juga berpengaruh terhadap pergantian CEO yang dilakukan oleh perusahaan. Keberadaan komite audit diharapkan dapat memvalidasi informasi keuangan sehubungan dengan laporan keuangan yang kemudian dapat dijadikan sebagai patokan dalam mengevaluasi kinerja CEO. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dikemukakan adalah: H3: Corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit berpengaruh pada hubungan pergantian CEO dengan kinerja perusahaan.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian Penelitian yang baik memerlukan suatu perancangan aktivitas dan sumber daya yang baik. Rancangan penelitian adalah rencana dari struktur penelitian yang mengarahkan proses dan hasil riset menjadi valid, obyektif, efisien, dan efektif. Merancang peneltiian berarti menentukan jenis risetnya, menentukan data yang akan digunakan dan merancang model empiris untuk menguji hipotesis-hipotesis yang dibangun (Jogiyanto, 2007). Untuk menerapkan metode ilmiah dalam suatu penelitian maka diperlukan rancangan penelitian yang sesuai dengan kondisi penelitian tersebut. Berdasarkan topik yang dibahas, maka variabel-variabel yang digunakan dalam rancangan penelitian ini adalah pergantian Chief Executive Officer, Corporate Governance, dan kinerja perusahaan. Variabel-variabel ini diperoleh melalui kajian teoritis dan empiris yang dilakukan peneliti. Sebelum dilakukan pengujian secara statistik maka perlu menentukan sampel penelitian, sumber datanya dan metode pengumpulan data. Setelah itu menguji hipotesis yang diajukan untuk selanjutnya dilakukan pengolahan data menggunakan regresi linear berganda melalui analisis faktor. Hasil analisis kemudian diinterpretasikan sehingga dapat menjawab
permasalahan yang ada. Langkah terakhir yaitu membuat simpulan atas penelitian yang diperoleh serta memberikan saran-saran bagi penelitian selanjutnya.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini adalah 45 di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menyediakan informasi laporan keuangan perusahaan dengan mengakses situs resmi Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id dan menggunakan Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Waktu penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) tahun dari tahun 2006 hingga tahun 2008.
4.3. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini hanya menguji pengaruh variabel-variabel Pergantian Chief Executive Officer, Corporate Governance, dan Kinerja Perusahaan bagi perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Penelitian dilakukan dengan mengamati laporan tahunan (annual report) tahun 2006 sampai tahun 2008.
4.4. Penentuan Sumber Data Populasi penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2006 sampai tahun 2008. Peneliti hanya menggunakan perusahaan-perusahaan manufaktur karena beberapa alasan yaitu:
1)
Mayoritas perusahaan-perusahaan yang go public di BEI merupakan jenis
perusahaan manufaktur. 2)
Jenis perusahaan perbankan dan lembaga keuangan lainnya biasanya
telah diatur dengan regulasi tertentu.
Penentuan sampel dilakukan menggunakan metode purposive sampling yaitu metode pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu. Adapun kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel yaitu: 1)
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dari tahun 2006 sampai
tahun 2008. 2)
Tidak keluar (delisting) dari BEI selama periode penelitian (tahun 2006-
2008). 3) Menerbitkan laporan keuangan tahunan (annual report) yang berakhir pada tanggal 31 Desember selama periode pengamatan 2006-2008. 4)
Perusahaan memiliki data yang lengkap terkait dengan variabel-variabel
yang digunakan dalam penelitian.
4.5.
Variabel Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dirumuskan diatas, maka
variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah: 1)
Variabel bebas/independen (X) adalah variabel yang tidak dipengaruhi
oleh variabel lainnya. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pergantian CEO yang diukur dengan melihat ada tidaknya pergantian CEO pada
perusahaan yang listing dari tahun 2005 hingga tahun 2007. Dalam penelitian ini pergantian CEO sebagai dummy variabel dengan nilai 1 jika ada pergantian CEO dan 0 sebaliknya. Sedangkan data keuangan perusahaan yang digunakan adalah laporan keuangan perusahaan setahun setelah pergantian CEO, yaitu dari tahun 2006 hingga tahun 2008. 2)
Variabel terikat/dependen (Y) adalah variabel yang dipengaruhi oleh
variabel lainnya. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kinerja perusahaan yang diukur menggunakan proksi Tobin’s Q. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi. Kinerja perusahaan dalan penelitian ini diukur dengan menggunakan Tobin’s Q dirumuskan sebagai berikut: Q = (EMV + DEBT)/TA Keterangan: Q EMV DEBT TA 3)
: Kinerja Perusahaan (Tobin’s Q) : Nilai pasar ekuitas (EMV = closing price x jumlah saham beredar) : Total hutang : Total aktiva.
Variabel Pemoderasi/Moderating adalah variabel yang mempengaruhi
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Variabel pemoderasi penelitian ini adalah Corporate Governance yang diukur menggunakan proksi kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen dan jumlah anggota komite audit.
a) Kepemilikan manajerial (KM) diukur dengan persentase kepemilikan saham oleh dewan direksi dan dewan komisaris dibagi jumlah saham yang beredar. Rumus perhitungannya adalah: KM =
Saham Dewan Direksi dan Komisaris x 100% …………............... Total Jumlah Saham Beredar
(1) b) Kepemilikan institusional (KI) diukur dengan persentase kepemilikan saham oleh perbankan, perusahaan asuransi, dana pensiun, reksadana, dan institusi lain dibagi total jumlah saham beredar. Rumus perhitungannya adalah: KI =
Saham Perbankan, Asuransi, Dana Pensiun, Reksadana x 100% …. Total Jumlah Saham Beredar
(2) c) Proporsi komisaris independen (IN) diukur dengan persentase jumlah komisaris independen dibagi total jumlah anggota dewan komisaris. Rumus perhitungannya adalah: IN =
Jumlah Komisaris Independen Total Komisaris Independen
x 100% ………………...………….
(3) d) Jumlah anggota komite audit (KA) biasanya terdiri dari minimal tiga anggota yang independen. Anggota komite audit diangkat dari anggota dewan komisaris yang tidak melaksanakan tugas eksekutif.
4.6 Prosedur Penelitian
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka-angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2006:14). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang telah disediakan oleh pihak ketiga, dan tidak berasal dari sumber langsung. Data tersebut berupa laporan keuangan perusahaan manufaktur yang telah dipublikasikan di BEI
periode 2006-2008. Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pengumpulan data arsip (archival). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, sehingga metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode pengumpulan data di basis data. Data mengenai persentase kepemilikan manajerial,
prosentase
kepemilikan
institusional,
prosentase
komisaris
independen, Jumlah anggota komite audit dan Tobin’s Q yaitu total aktiva, aktiva tetap, piutang, pendapatan, laba bersih, arus kas operasi, harga saham perdana dan penutupan, jumlah saham beredar dan total hutang diperoleh dari laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2008.
4.7 Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi statistik deskriptif, analisis faktor dan analisis regresi. Statistik deskriptif memberikan gambaran
tentang
distribusi frekuensi
variabel-variabel
penelitian,
nilai
maksimum, nilai minimum, rata-rata dan deviasi standar. Analisis faktor digunakan untuk memperoleh skor faktor dari variabel laten yang dibentuk oleh
variabel indikator (Supranto, 2004). Analisis regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel yang diteliti. Sebelum dilakukan analisis regresi, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik dan uji kelayakan atas model yang digunakan (Ghozali, 2006). 4.7.1 Analisis Faktor Analisis faktor pada penelitian ini digunakan untuk mereduksi variabel pemoderasi yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit menjadi satu faktor yang diberi nama corporate governance (CG) serta menghitung skor faktor yang akan digunakan dalam analisis regresi. Penelitian menggunakan Confirmatory Factors Analysis, yaitu analisis faktor yang digunakan untuk mengkonfirmasi apakah suatu konstruk yang secara teori telah dibentuk dapat dikonfirmasikan dengan data empirisnya (Ghozali, 2006). Model ini digunakan jika peneliti akan menguji hipotesis yang berkaitan dengan pengelompokkan variabel (Wibisono, 2003). Tahapan-tahapan analisis faktor yang dilakukan (Utama, 2009) adalah: 1) Mengidentifikasi variabel yang akan direduksi berdasarkan teori yang ada. 2) Memilih dan mengelompokkan variabel berdasarkan tingkat korelasinya. 3) Melakukan ekstrasi variabel sehingga menghasilkan satu faktor. 4) Memberi nama faktor yang telah terbentuk serta menghitung skor faktor. Nilai-nilai yang digunakan untuk menguji validitas dalam analisis faktor adalah sebagai berikut: Tabel 4.2 Nilai Validitas dalam Analisis Faktor Kriteria Penilaian
Cut-off Value
KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) χ2 (Chi Square) Significance Probability Eigen value Cummulative Variance Anti Image Sumber: Utama (2009)
≥ 0,50 Besar ≤ 0,05 > 1,00 ≥ 60 % ≥ 0,50
4.7.2 Analisis Regresi Linear Berganda Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat menggunakan variabel pemoderasi. Variabel pemoderasi ini akan memperkuat hubungan variabel bebas dan variabel terikat. Model regresi yang dapat digunakan untuk menguji pengaruh variabel pemoderasi adalah uji interaksi, uji nilai selisih mutlak, dan uji residual (Ghozali, 2006). Penelitian ini menggunakan uji nilai selisih mutlak dengan alasan sebagai berikut: 1)
Model ini mampu mengatasi masalah multikolinearitas yang umumnya
terjadi sangat tinggi apabila menggunakan uji interaksi. 2)
Model ini memasukkan variabel efek utama ke dalam analisis regresi,
sedangkan uji residual hanya memasukkan efek interaksi saja. Menghilangkan efek-efek utama dalam persamaan regresi moderasian akan menyebabkan hasil koefisien interaksi bias menuju ke arah signifikan sehingga menghilangkan arti dari efek interaksi (Jogiyanto, 2007). Pada uji nilai selisih mutlak ini, nilai setiap variabel bebas dan pemoderasi merupakan standardized score. Selanjutnya interaksi variabel bebas dan variabel pemoderasi diukur dengan nilai absolut perbedaan antara kedua variabel tersebut atau menggunakan nilai selisih mutlak. Menurut Frucot dan Shearon (1991), model interaksi seperti ini lebih disukai karena dapat mengurangi masalah
multikolinearitas tanpa mengurangi pengaruh terhadap variabel terikat. Analisis dengan uji nilai selisih mutlak ini dilakukan dengan bantuan program SPSS (Statistical Package For Social Sciences) Release 16.0 for Windows sehingga akan dapat diperoleh nilai koefisien determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t yang digunakan pada pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linear berganda dengan uji nilai selisih mutlak akan ditunjukkan dengan persamaan berikut ini: Q = α + β1PCEO + β2CG + β3|PCEO.CG|+ e......................................................(4) Keterangan: Q α β1- β3 PCEO CG |PCEO-CG| e
= = = = = = =
Kinerja Perusahaan (Tobin’s Q) Konstanta Koefisien regresi Pergantian Chief Executive Officer Corporate Governance Selisih mutlak Error Term, yaitu tingkat kesalahan penduga dalam penelitian.
4.7.2.1 Uji asumsi klasik Analisis data dilakukan menggunakan teknik analisis regresi moderasian dengan menggunakan uji nilai selisih mutlak. Sebelum model regresi digunakan, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik untuk mengetahui keberartian hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen sehingga hasil analisis dapat diinterpretasikan dengan lebih akurat, efisien, dan terbebas dari kelemahan yang terjadi karena gejala-gejala asumsi klasik (Ghozali, 2006). Penelitian ini menggunakan empat uji asumsi klasik yaitu uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. 1)
Uji normalitas
Asumsi klasik yang pertama diuji adalah normalitas yang bertujuan untuk menguji apakah model regresi, variabel penggangu atau residual mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi normal atau mendekati normal. Pengujian normalitas data dilakukan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.
Residual
berdistribusi
normal
apabila
tingkat
signifikansinya menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,05.
2)
Uji multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance atau variance inflation factor (VIF). Nilai tolerance yang rendah sama dengan VIF yang tinggi dan menunjukkan adanya kolonieritas yang tinggi. Jika nilai tolerance lebih dari 10% atau VIF kurang dari 10, maka dikatakan tidak ada multikolinearitas. 3)
Uji heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah terjadi ketidaksamaan variance residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Untuk mendeteksi heteroskesdastisitas digunakan uji Glejser. Jika variabel bebas tidak
berpengaruh
heteroskesdastisitas.
terhadap Suatu
variabel model
terikat dikatakan
heteroskedastisitas apabila signifikansinya diatas 0,05. 4)
Uji autokorelasi
maka tidak
tidak
terjadi
mengandung
Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah model regresi ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t1 (periode sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah Autokorelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari Autokorelasi. Autokorelasi pada sebagian besar ditemukan pada regresi yang datanya adalah time series atau berdasarkan waktu berkala seperti bulanan, tahunan dan seterusnya. Konsekuensi dengan adanya Autokorelasi dalam suatu model regresi adalah interval keyakinan menjadi lebar, dimana jika dipaksakan akan bias dalam mengambil keputusan terutama tentang signifikan atau tidaknya secara statistik bagi setiap koefisien regresi yang terjadi. Deteksi adanya Autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin Watson, dimana telah disusunun interval statistik D-W yang menunjukkan keberadaan Autokorelasi sebagai interval nilai statistik dari d-Durbin Watson seperti tampak pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Interval Nilai Statistik d- Durbin Watson Nilai DW Keterangan 4-d1
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari Goodness of Fit. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t (Ghozali, 2006). 1)
Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel bebas, maka R2 pasti meningkat. Oleh karena itu, banyak peneliti menganjurkan menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi mana model regresi terbaik. Secara umum, nilai Adjusted R2 untuk data cross sectional relatif rendah. 2)
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mampu menjelaskan variabel terikat. Hasil uji statistik F diketahui dari tabel analisis varians (ANOVA). Untuk menguji kebenaran koefisien regresi secara keseluruhan, nilai F hitung dibandingkan dengan tingkat signifikansi yang ditetapkan peneliti. Kriteria pengambilan keputusan yaitu: Jika F hitung > F tabel (α = 0,05), maka model yang digunakan layak. 3)
Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji t dengan tahapan-tahapan pengujian hipotesis sebagai berikut:
a)
Menentukan formulasi hipotesis penelitian yaitu:
H1: μ1 ≠ 0 artinya terdapat pengaruh antara pergantian CEO terhadap kinerja perusahaan. H2: μ2 ≠ 0 artinya terdapat pengaruh corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit pada kinerja perusahaan. H3: μ3 ≠ 0 artinya terdapat pengaruh corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit pada hubungan pergantian CEO dengan kinerja perusahaan. b)
Menentukan taraf nyata (α)
Peneliti menggunakan tingkat kesalahan sebesar 5% sehingga tingkat kepercayaan atau keyakinannya sebesar 95%. c)
Menentukan kriteria pengujian
Apabila t hitung > α = 5% maka hipotesis ditolak Apabila t hitung < α = 5% maka hipotesis diterima d)
Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji statistik t yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Apabila H1 diterima artinya terdapat pengaruh antara pergantian CEO pada kinerja perusahaan.
Apabila H2 diterima artinya terdapat pengaruh corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit pada kinerja perusahaan.
Apabila H3 diterima artinya terdapat pengaruh corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit pada hubungan pergantian CEO dengan kinerja perusahaan.
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Deskripsi Seleksi Sampel Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode tahun 2006 sampai dengan 2008. Proses seleksi sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, disajikan dalam Tabel 5.1.
No
Tabel 5.1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Metode Purposive Kriteria Jumlah
1
Perusahaan Manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia sampai dengan 2008
151
2
Data tidak lengkap
17
Total sampel selama periode penelitian
134
Sumber: ICMD 2006-2008, data diolah Perusahaan manufaktur yang go public sampai dengan tahun 2008 sebanyak 151 perusahaan, berdasarkan kriteria sampel yang telah ditetapkan diperoleh sebanyak 134 perusahaan manufaktur untuk periode 3 tahun yakni tahun 2006 sampai dengan tahun 2008. Dari 134 perusahaan manufaktur tersebut, yang terjadi pergantian CEO sebanyak 37 perusahaan yaitu tahun 2005 sebanyak 7
perusahaan, tahun 2006 sebanyak 8 perusahaan sedangkan tahun 2007 sebanyak 22 perusahaan yang menghasilkan 402 observasi. Sedangkan data keuangan perusahaan yang digunakan adalah laporan keuangan perusahaan setahun setelah pergantian CEO, yaitu dari tahun 2006 hingga tahun 2008. 59 5.2
Analisis Faktor Analisis faktor pada penelitian ini digunakan untuk mereduksi variabel
pemoderasi yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit menjadi satu faktor yang diberi nama corporate governance (CG) serta menghitung skor faktor yang akan digunakan dalam analisis regresi. Tabel 5.2 Nilai Validitas dalam Analisis Faktor pada Analisis 1 Kriteria Penilaian KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) χ2 (Chi Square) Significance Probability Anti Image Corelation KOMIN KM KINT KAD Sumber: Utama (2009)
Nilai 0,507 56,882 0,000 0,446 0,503 0,506 0,634
Pada Tabel 5.2 terlihat bahwa hasil uji KMO sebesar 0,507 yang lebih besar dari 0,50 dan Bartlet’s test Sphericity signifikan sebesar 0,000. Jadi simpulkan bahwa analisis faktor dapat diteruskan. Hasil anti image corelation menunjukkan bahwa variabel komisaris independen (KOMIN) memiliki korelasi terkecil yaitu 0,446 dan nilai ini lebih kecil dari 0,50, maka variabel komisaris independen
dikeluarkan dari analisis. Langkah selanjutnya ulangi langkah pemilihan variabel, hasilnya terlihat pada Tabel 5.3 berikut:
Tabel 5.3 Nilai Validitas dalam Analisis Faktor pada Analisis 2 Kriteria Penilaian KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) χ2 (Chi Square) Significance Probability Anti Image Corelation KM KINT KAD Sumber: Utama (2009)
Nilai 0,515 52,801 0,000 0,510 0,510 0,648
Pada Tabel 5.3 terlihat bahwa hasil uji KMO sebesar 0,515 yang lebih besar dari 0,50 dan Bartlet’s test Sphericity signifikan sebesar 0,000. Jadi simpulkan bahwa analisis faktor dapat diteruskan. Hasil analisis 2 menunjukkan bahwa seluruh variabel tidak memiliki anti image corelation lebih kecil dari 0,50, sehingga ketiga variabel tersebut memenuhi syarat untuk analisis faktor. Berdasarkan analisis 2 maka didapatlah skor faktor untuk digunakan dalam analisis regresi yang diberi nama corporate governance (CG).
5.3
Analisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif memberikan gambaran tentang distribusi frekuensi
variabel-variabel penelitian, nilai maksimum, minimum, rata-rata dan deviasi
standar. Untuk memperoleh gambaran umum sampel data penelitian, pada Tabel 5.4 disajikan statistik deskriptif untuk semua variabel yang digunakan.
Tabel 5.4 Statistik Deskriptif N KOMIN KM KINT KAD CG PCEO Q Valid N (listwise)
402 402 402 402 402 402 402
Minimum
Maximun
0,00 0,00 0,00 2,00 -5,10 0,00 0,38
75,00 30,00 98,00 4,00 1,58 1,00 11,37
Mean 32,95 1,57 69,86 3,03 0,00 0,11 1,44
Std. Deviation 15,74 4,66 21,03 0,37 1,00 0,31 1,25
Sumber: Lampiran 4 Komisaris independen (KOMIN) memiliki mean sebesar 32,95, nilai tertinggi 75,00 dan terendah 0,00 dengan deviasi standar sebesar 15,74. berdasarkan peraturan BEI yang menetapkan batas minimum jumlah komisaris independen sebesar 30% dan dibandingkan dengan hasil analisis, hasil ini menunjukkan rata – rata proporsi komisaris independen sampel penelitian berada diatas 30%. Kepemilikan manajerial (KM) memiliki mean, maksimun dan minimum sebesar 1,57; 30,00 dan 0,00 dengan deviasi standar sebesar 4,66. Hasil ini menunjukan bahwa rata-rata perusahaan yang digunakan sebagai sampel memiliki kepemilikan manajerial relatif kecil. Kepemilikan institusi (KINT)
memiliki mean sebesar 69,86, nilai maksimun sebesar 98.00 dan minimun sebesar 0,00 dengan deviasi standar 21,03. Rata-rata jumlah kepemilikan saham oleh institusi pada perusahaan yang diteliti adalah relatif tinggi. Komite audit (KAD) memiliki mean sebesar 3,03, nilai maksimun sebesar 4,00 dan minimun sebesar 2,00 dengan deviasi standar 0,37. Variabel corporate governance (CG) yang didapat dari hasil analisis faktor memiliki nilai mean sebesar 0,00, nilai maksimun sebesar 1,58, nilai
minimun sebesar -5,10 dan deviasi standar sebesar 1,00.
Variabel Pergantian CEO (PCEO) memiliki rata-rata sebesar 0,11 dengan nilai maksimun sebesar 1,00 dan minimum 0,00 dan deviasi standar sebesar 0,31 Kinerja Perusahaan (Q) yang merupakan perkalian antara harga pasar saham dengan jumlah saham yang beredar ditambah dengan nilai buku hutang dibagi dengan nilai
buku
total
aktiva
memiliki mean sebesar 1,44, nilai
maksimun sebesar 11,37 , nilai minimum sebesar 0,38 dan deviasi standar sebesar 1,25. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan sampel memiliki nilai yang positif.
5.4
Uji Asumsi Klasik
5.4.1
Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi, variabel
penggangu atau residual mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi normal. Pengujian normalitas data dilakukan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Residual berdistribusi normal apabila tingkat signifikansinya menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,05. Dari
pengujian diperoleh sig. K-S sebesar 0,662 yang lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa residual berdistribusi normal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.5
Tabel 5.5 Uji Normalitas Residual One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parametersa,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnor Z Asymp.Sig (2-tailed) Sumber: Lampiran 4
Unstandardiz ed Residual 402 0,0000000 1,21130255 0,191 0,191 -0,169 0,729 0,662
5.4.2 Uji Multikolinearitas Uji Multikolinearitas adalah untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu regresi linear berganda. Untuk menguji ada tidaknya multikolinearitas dapat digunakan nilai toleransi atau VIF (variance inflation factor). Jika nilai Tolerance lebih dari 0,1 atau nilai VIF kurang 10 maka hal tersebut menunjukkan tidak terjadi multikolinearitas. Tabel 5.6 menunjukkan besarnya nilai toleransi atau VIF untuk pengujian hipotesi 1, hipotesis 2 dan hipotesis 3. Tabel 5.6
Hasil Uji Multikolinearitas Variabel Bebas
Tolerance 0,980 0,625 0,618
PCEO CG PCEO-CG Sumber: Lampiran 5
VIF 1,021 1,599 1,619
Keterangan Non Multikolinearitas Non Multikolinearitas Non Multikolinearitas
Berdasarkan tabel 5.6 terlihat bahwa semua variabel independen mempunyai nilai tolerance di atas 0,1 dan nilai VIF dibawah 10. Hal tersebut menunjukkan tidak terjadi multikolinearitas. 5.4.3
Uji Heteroskedastisitas Uji
heteroskedastisitas
bertujuan
untuk
menguji
apakah
terjadi
ketidaksamaan variance residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Untuk mendeteksi heteroskesdastisitas digunakan uji Glejser. Jika variabel bebas tidak
berpengaruh
terhadap
variabel
terikat
maka
tidak
terjadi
heteroskesdastisitas. Suatu model dikatakan tidak mengandung heteroskedastisitas apabila signifikansinya diatas 0,05. Hasil uji diperoleh tidak ada satupun variabel bebas yang berpengaruh signifikan. Ini dapat dilihat dari nilai pada kolom signifikansi yang semuanya menunjukkan nilai di atas 0,05, seperti ditunjukkan pada Tabel 5.7 berikut: Tabel 5.7 Uji Heteroskedastisitas Persamaan
Variabel PCEO
Sig. 0,150
Kesimpulan tdk terjadi heteroskedastisitas
Regresi
CG
0,153
tdk terjadi heteroskedastisitas
0,506
tdk terjadi heteroskedastisitas
PCEO-CG Sumber: Lampiran 6 5.4.4
Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah hubungan yang terjadi di antara anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun pada rangkaian waktu. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terdapat korelasi antara kesalahan periode t dengan kesalahan periode t-1. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi, maka digunakan metode Durbin Watson (Dw Test). Jika nilai Dw Test sudah ada maka nilai tersebut dibandingkan dengan nilai tabel menggunakan tingkat keyakinan sebesar 95% a. Bila du < dw < (4-du), maka tidak terjadi autokorelasi b. Bila dw < d1 , maka terjadi autokorelasi positif c. Bila dw > (4-dt), maka terjadi autokorelasi negatif d. Bila d1 < dw < du atau (4-du) < dw < (4-dt), maka tidak dapat ditarik kesimpulan mengenai ada tidaknya autokorelasi Hasil pengujian autokorelasi dapat dilihat pada Tabel 5.8 Tabel 5.8 Uji Autokorelasi Durbin – Watson Persamaan
Nilai dw 1,976
Nilai du 1,846
Kesimpulan tidak terjadi autokorelasi
Regresi Sumber: Lampiran 5 Dari Tabel 5.8 diatas diperoleh bahwa nilai Durbin-Watson adalah 1,976 dengan taraf signifikansi 5 persen, untuk N= 402, jumlah variabel bebas sebanyak 3 dan
α = 0,05 diperoleh nilai du sebesar 1,846. Oleh karena nilai dw berada
pada du < dw < 4-du, berarti tidak terdapat autokorelasi sehingga model ini layak digunakan untuk analisis selanjutnya.
5.5.
Analisis Regresi Linear Berganda Pengujian model analisis dalam penelitian ini menggunakan regresi linear
berganda dengan bantuan program SPSS Release 16. Model regresi linear berganda ini digunakan untuk membuktikan variabel pergantian CEO, corporate governance berpengaruh secara individu pada kinerja perusahaan manufaktur yang diukur dengan nilai Tobin’Q. Untuk memperoleh gambaran umum sampel data penelitian, pada Tabel 5.9 disajikan hasil pengujian model regresi linear berganda untuk semua variabel yang digunakan.
Tabel 5.9 Hasil Regresi Linear Berganda Variabel PCEO CG PCEO-CG Konstanta Koefisien Determinasi (R2) Adjusted (R2) F Hitung Siginifikansi
Koefisien Regresi 0,527 0,480 0,425 1,076 0,125 0,118 18,890 0,000
T 2,744 6,452 5,198 12,861
Sig. 0,006 0,000 0,000 0,000
Sumber : Data diolah Hasil pengujian model regresi linear berganda terhadap pengaruh pergantian CEO, corporate governance pada kinerja perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dapat ditunjukan pada Tabel 5.10.
Tabel 5.10 Hasil Regresi Pengaruh Pergantian CEO, Corporate Governance pada Kinerja Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Regresi Persamaan 1
Variabel PCEO
Sig. 0,006
Kesimpulan H1 diterima
Q = α + ß1PCEO +ß2CG +
CG
0,000
H2 diterima
ß1PCEO-CG + ε
PCEO-CG
0,000
H3 diterima
Sumber; Lampiran 5 Dari hasil regresi linear berganda seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.10 diatas, maka persamaan pengaruh pergantian CEO, corporate governance pada kinerja perusahaan adalah: Q = 1,076 + 0,527PCEO + 0,480CG + 0,425PCEO-CG Berdasarkan berbagai parameter dalam persamaan regresi mengenai pengaruh pergantian CEO, corporate governance pada kinerja perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, maka dapat diberikan interpretasi sebagai berikut: 5.5.1 Konstanta Nilai konstanta sebesar 1,076, berarti bahwa jika tidak ada variabel bebas yang terdiri dari pergantian CEO, corporate governance dan variabel moderasi (PCEO-CG) atau X = 0, maka kinerja perusahaan (Q) menunjukkan nilai sebesar 1,076.
5.5.2
Koefisien pergantian CEO Pergantian CEO berpengaruh signifikan pada kinerja perusahaan, dengan
koefisien regresi adalah 0,527. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi dari PCEO sebesar 0,006 lebih kecil dari 0,05, dengan koefisien sebesar. 5.5.3
Koefisien corporate governance Corporate governance berpengaruh signifikan pada kinerja
perusahaan, dengan koefisien regresi adalah 0,480. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi dari CG sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 5.5.4
Koefisien kinerja perusahaan Pengaruh corporate governance terhadap hubungan antara pergantian
CEO dengan Kinerja perusahaan menunjukkan koefisien 0,425 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa corporate governance berpengaruh pada hubungan antara pergantian CEO dengan kinerja perusahaan.
5.6
Menguji Good of Fit Model Secara statistik dapat diukur dari koefisien determinasi, nilai statistik F
dan nilai statistik t. 5.6.1
Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel
terikat dapat diterangkan oleh variabel bebas. Dari hasil pengujian R2 diperoleh
sebesar 0,125, artinya variasi dari Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X. Sebesar 12,5 persen kinerja perusahaan yang diukur dengan Tobin’Q dijelaskan
dapat
oleh ketiga variabel bebas yang terdiri dari corporate governance,
pergantian CEO dan variabel moderasi (PCEO-CG), sedangkan sisanya sebesar 87,5 persen dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak dimasukan dalam
model penelitian. 5.6.2
Pengujian Statistik F Berdasarkan hasil pengujian Fhitung diperoleh nilai F sebesar 18,890 dengan
signifikansi 0,000 yang nilainya lebih kecil dari 0,05. Ini menunjukkan bahwa modelnya Fit yang berarti corporate governance, pergantian CEO dan variabel moderasi (PCEO-CG) mampu menjelaskan atau memprediksi kinerja perusahaan. 5.6.3
Pengujian Statistik t Pengujian statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh
satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dengan taraf signifikansi 0,05, Ha ditolak dan Ha diterima apabila Sig. t ≤
α = 0,05, dan Ha diterima dan Ha ditolak apabila Sig. t > α = 0,05. Dari
hasil pengujian dapat dijelaskan sebagai berikut: 5.6.3.1 Pengujian Hipotesis Pertama (H1) Hasil uji t variabel pergantian CEO sebesar 2,744 dengan sig. sebesar 0,006 yang berada di bawah 0,05. Dengan demikian H1 diterima, ini berarti pergantian CEO berpengaruh signifikan secara statistik pada kinerja perusahaan.
5.6.3.2 Pengujian Hipotesis Kedua (H2) Hasil uji t variabel corporate governance sebesar 6,452 dengan sig. sebesar 0,000 yang berada di bawah 0,05. Dengan demikian H2 diterima, ini berarti corporate governance berpengaruh signifikan pada kinerja perusahaan. 5.6.3.3 Pengujian Hipotesis Ketiga (H3) Hasil uji t variabel moderasi (PCEO-CG) sebesar 5,198 dengan sig. sebesar 0,000 yang berada di bawah 0,05. Dengan demikian H3 diterima, ini berarti corporate governance berpengaruh signifikan secara statistik pada hubungan antara pergantian CEO dengan kinerja perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa disertakannya variabel corporate governance dalam persamaan regresi mampu memperkuat hubungan antara pergantian CEO dengan kinerja yang sebelum dimoderasi bernilai positif signifikan dengan nilai 0,006 menjadi lebih signifikan dengan nilai 0,000.
BAB VI PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan dijelaskan dan diinterpretasikan hasil dari pengujian pengaruh pergantian CEO, corporate governance pada kinerja perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode pengamatan tahun 2006 sampai dengan tahun 2008. 6.1
Pergantian CEO pada Kinerja Perusahaan Hasil uji regresi menunjukkan bahwa model regresi dengan variabel
dependen kinerja perusahaan yang diukur Tobin’Q dan variabel independen Pergantian CEO secara statistik signifikan pada tingkat 5%. Hasil pengujian menunjukkan variabel Pergantian CEO mempunyai koefisien positif sebesar 0,527 dengan tingkat signifikansi 0,006 < 0,05, yang berarti H1 yang menyatakan bahwa pergantian CEO berpengaruh pada kinerja perusahaan diterima. Hal ini menunjukkan bahwa pergantian CEO mampu memicu peningkatan kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Lopez-deSilanes (1997) yang menemukan adanya hubungan positif antara pergantian CEO dengan market value BUMN yang diprivatisasi. Penelitian Barberis, et.al. (1996) yang menyatakan bahwa kompetensi CEO merupakan faktor yang sangat penting dalam peningkatan profitabilitas perusahaan. menyimpulkan bahwa pergantian
Megginson, et al. (1994) juga
eksekutif akan mempengaruhi kinerja
perusahaan, dan mereka melaporkan bahwa peningkatan efisiensi secara signifikan ternyata hanya terjadi pada perusahaan yang melakukan pergantian pada tingkatan top management-nya. Walaupun demikian, hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian yang ditemukan oleh Hannan dan Freman (1997), Lieberson dan O’Connor (1972), Mintzberg (1979), Gamson dan Scotch (1964) serta Pfeffer dan Blake (1986) yang menyatakan bahwa Pergantian CEO tidak berpengaruh pada kinerja perusahaan.
6.2
Corporate Governance pada Kinerja Perusahaan Secara teoritis, corporate governance berhubungan positif dengan kinerja
perusahaan di mata investor (Labelle, 2002). Pernyataan ini didukung oleh survei yang dilakukan oleh McKinsey (2001) yang menunjukkan bahwa investor bersedia membayar premium yang lebih tinggi untuk perusahaan yang wellgoverned di Indonesia. Penelitian Sylvia dan Siddharta (2005) yang menguji reaksi pasar terhadap publikasi Corporate Governance Perception Index (CGPI) menunjukkan bahwa pengumuman CGPI pada perusahaan yang masuk dan tidak masuk sepuluh besar CGPI direaksi oleh pasar yang ditunjukkan dengan adanya abnormal return yang signifikan di sekitar tanggal pengumuman CGPI. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengungkapan corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit berpengaruh pada kinerja perusahaan yang dibuktikan dengan koefisien sebesar 0,480 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai α
(0,05). Hal ini menunjukkan bahwa corporate governance berpengaruh pada kinerja perusahaan. Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan manajer agar dapat memberikan dan meningkatkan nilai perusahaan kepada para pemegang saham. Penerapan praktek good corporate governance dapat membantu para investor untuk mengetahui bahwa manajer telah bertindak untuk mengelola perusahaan sebagaimana mestinya. Hal tersebut (good corporate governance) juga dapat memberikan sinyal yang baik kepada investor dan menilai perusahaan dengan lebih tinggi. Dengan demikian penerapan good corporate governance berhubungan positif dengan kinerja perusahaan dimata investor. Hasil ini konsisten dengan agency theory serta hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa semakin tinggi penerapan good corporate governance maka semakin meningkatkan kinerja perusahaan tersebut (La Porta et al, 1998; McKinsey, 2001; Klapper dan Love, 2002; Labelle, 2002; Black et al, 2003; Johnson et al, 2000; Sylvia dan Siddharta, 2005; Khomsiyah, 2005; Silveira dan Barros, 2006). Walaupun demikian, hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Daily et al (1998), Morck et al. (1998), Kole et al. (1999), Pizarro et al (2006) dan Bjuggren et al (2007) yang menyatakan bahwa penerapan corporate governance tidak berpengaruh pada kinerja perusahaan. Hasil pengujian statistik t menunjukkan bahwa corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit berpengaruh pada nilai perusahaan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:
1)
Tingginya kesadaran perusahaan untuk menerapkan good corporate
governance sebagai suatu kebutuhan, bukan sekedar kepatuhan terhadap regulasi yang ada. 2)
Manajemen perusahaan tertarik dengan manfaat jangka panjang dari
penerapan good corporate governance. 3)
Meningkatnya kepemilikan saham oleh manajemen dan investor
institusi menyebabkan tekanan kepada perusahaan untuk menerapkan good corporate governance pun semakin besar. 4)
Keberadaan dewan komisaris dan komite audit dalam perusahaan
dapat memantau perusahaan dalam melaksanakan good corporate governance.
6.3
Pergantian CEO, Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan Hasil pengujian variabel Pergantian CEO pada kinerja menunjukkan
koefisien positif sebesar 0,527 dengan tingkat signifikansi 0,006 < 0,05, yang berarti bahwa pergantian CEO berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan diterima. Namun penulis berpendapat bahwa penyertaan variabel corporate governance pada persamaan regresi akan mampu memperkuat hubungan antara pergantian CEO dan kinerja. Interaksi antara pergantian CEO dan corporate governance menunjukkan koefisien sebesar 0,425 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000, yang berarti bahwa corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit berpengaruh pada hubungan pergantian CEO dengan kinerja
perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa corporate governance mampu memperkuat hubungan pergantian CEO dan kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung agency theory dan Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia yang menyatakan salah satu tujuan pelaksanaan corporate governance adalah mendorong timbulnya tanggung jawab perusahaan pada masyarakat dan lingkungan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja perusahaan dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya. Semua hal tersebut akan terlaksana dengan baik apabila perusahaan menerapkan corporate governance (Rahendrawan, 2006).
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengujian statistik
serta pembahasan seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Pergantian CEO berpengaruh signifikan secara statistik pada kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Lopez
(1997),
Barberis,
et.al.
(1996),
Megginson,
et
al.
(1994),
menyimpulkan bahwa pergantian CEO mempengaruhi kinerja perusahaan, dan merupakan faktor yang sangat penting dalam peningkatan profitabilitas perusahaan. 2) Corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit secara statistik berpengaruh pada kinerja perusahaan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penerapan corporate governance yang efektif akan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Silveira dan Barros (2006), Black, Jang, and Kim (2005), Klapper dan Love (2002) menemukan adanya hubungan positif antara corporate governance dengan kinerja perusahaan. 3) Corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota
komite audit berpengaruh signifikan secara statistik pada hubungan pergantian CEO dengan kinerja perusahaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil penelitian ini mendukung agency theory, dimana konflik agensi dapat ditekan dengan melakukan monitoring yang memadai.
7.2
Saran Hasil penelitian ini memberikan tambahan bukti empiris mengenai teori
keagenan dan kontribusi pengujian ulang terhadap penelitian terdahulu, khususnya mengenai pergantian CEO dan corporate governance . Beberapa saran yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu: 1)
Pemilihan sampel dalam penelitian ini hanya menggunakan
perusahaan manufaktur dengan tiga tahun pengamatan. Penelitian selanjutnya diharapkan untuk menambah jumlah sampel dengan memperluas jenis perusahaan, serta memperpanjang periode pengamatan. 2)
Penelitian ini menggunakan empat variabel sebagai proksi
corporate governance. Peneliti selanjutnya agar dapat menambah proksi corporate governance yang lain seperti komposisi dewan direksi dan kualitas komite audit. Selain itu, peneliti juga dapat menggunakan Corporate Governance Perception Index (CGPI) sebagai proksi penerapan corporate governance.
DAFTAR PUSTAKA Alexakis, C.A., “An Empirical of The Visible Effect of Corporate Governance: The Case of Greece”, Managerial Finance, Vol. 32, No. 8, pp. 673684,2006. Amin, Aminul, (2007), Pendeteksian Earnings Management, Underpricing dan Pengukuran Kinerja Perusahaan yang Melakukan Kebijakan Initial Public Offering (IPO) di Indonesia, Kumpulan Makalah SNA X. Ashbough, H., Collins, D., and Laford, R., 2004. Corporate Governance the Cost of Equity Capital, Working Paper, University of Lowa. Barberis, Nicholas dan Boycko, Maxim dan Shlefer, Andrei dan Vishny, Robert W. 1996. A Theory of Privatization. Journal of Finance Economics Elsevier. Vol. 35 (2). Barclay dan Holderness. 1990. Social Responsiveness, Corporate Structure, and Economic Performance, Academy of Management Review, Vol.7, No.2, 235241, 1990. Bastian, Indra, (2001), Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, Edisi 1, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta. Black, Bernard S H. Jang dan W Kim. 2003. Does Corporate Governance affect Firm Value? Evidence from Korea. Finance Working Paper No. 103/2005, http://www.ssrn.com, 8 Mei 2007. Blackwell dan Farrell. 1994. Changes in The Structure of CEO Compensation and The Firm’s Pay – Performance Sensitivity Following CEO Turnover Working Paper. Brown, Lawrence, and J., Caylor, Corporate Governance and Firm Performance, Boston Accounting Research Colloquium 15th, Desember, 2004. Brush, T.H, P. Bromiley, dan M. Hendrick. 2000. The Free Cash Flows Hypothesis for Sales Growth and Firm Performance. Strategic Management Journal, Vol. 21, No. 4, April, pp 455-472.
Bushee, Brin J. 1998. The Inluence of Institutional Investors on Myopic R & D Investment Behavior. Accounting Review. Christiawan, Yulius Jogi dan Tarigan Josua, (2007), Kepemilikan Manajeral: Kebijakan Hutang, Kinerja dan Nilai Perusahaan, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 9, No. 1, Mei 2007: 1-8. Coller, P., dan A. Gregory. 1999. Audit Committee Activity and Agency Costs, Journal of Accounting and Public Policy, Vol 18 (4-5) pp 311-332. Crutchley, Claire E Marlin R.H. Jensen, John S Jahera, Jr, Jennie E. Raymond. 1999. Agency Problem and The Simultaneity of Financiaaal Decision Makkking The Role of Intitutional Ownership. International Review of Financial Analysis, 8;2, pp. 177-197. Da Silva dan Grybovski Sr. 2005. Corporate Governance, Performance and CEO Turnover : A Comparative Study Between Family. Recife Finance Lab Working Paper. No. 001-2006. Daily, Catherine M., dan R. Dalton. 1993. Bankruptcy and Corporate Governance: The Impact of Board Composition and Structure. The Academy of Management Journal. December, Vol. 37(6), 1603-1617. Darmawati, Deni, 2004. Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi VII. Daryatno, Arief. 2004. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan dengan Manajemen Laba Sebagai Variabel Intervening. Simposium Nasional Akuntansi VII Denpasar Bali, 2-3 Desember. Demsetz, H., dan Lehn, K. 1985. The Structure of Corporate Ownership: Causes and Consequences. Journal of Political Economy 93, 1155-1177. Drobetz, Wolfgang, Andreas, and Heinze, Corporate Governance and Expected Stock Returns: Evidence From Germany, ECGI Finance Working Paper, Februari, 2003. D’Souza, J.Megginson, WL. Nash, R.C, 2001, Determinants of performance improvements in privatized firms: the role of restructuring and corporate governance. Working paper. University of Oklahoma. Dwi Hastuti, Theresia, (2005), Hubungan antara Good Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan dengan Kinerja Keuangan (Studi Kasus pada Perusahaan yang Listing di Bursa Efek Jakarta), Kumpulan Materi Simposium Nasional Akuntansi VIII. Hal. 238-247.
Eisenhardt, Kathleen M, (1989), Agency theory: An assessment and revew, Academy of Management Revew; vol 14; 57-74. Faizal. 2004. Analisis Agency Cost, Struktur Kepemilikan dan Mekanisme Corporate Governance. Simposium Nasional Akuntansi VII Denpasar Bali, 2-3 Desember. Fama, E.F., Jensen, Michael C., 1983. Agency Problems and Residual Claims, The Journal of Law and Economic, 26 (2). Farrell dan Whidbee. 2003. The Impact of Firm Performance Expectations on CEO Turnover and Replacement Decisions. Journal of Accounting & Economics. Vol.36, hal. 165-196. Firth, M., and Rui, O., 2002. Simultaneous Relationship Among Ownerships, Corporate Governanceand Financial Performa, Working Paper The Hongkong Polytechnic University. Forum for Corporate Governance in Indonesia. 2001. Seri Tata Kelola (Corporate Governance) Jilid II. http://fcgi.org.id. Frucot, V dan Shearon, W.T. 1991. Budgetary participation, Locus of Control, and Mexican managerial Performance and Job Satisfaction. The Accounting Review. Vol 66. No.1 January. Gamson, William A. and Scotch, Norman A. 1964. Scapegoating In Baseball. AJS 70 number 1. Ghozali, Imam. 2006. Structural Equation Modeling: Metode Alternatif dengan Partial Least Square. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gupta, A.K., & Govindarajan,V. 1984. Business Unit Strategy, Management Characteristic, and Business Unit Effectiveness at Strategy Implementation. Academy of Management Journal, 27(1):25-41. Hall, Mark. 2997. Annual Report of The Certification Officer. Industrial Law Journal. Vol. 17 pp. 208-205. Hambrick, D.C. 1984. The Organization as A Reflectionof its Top Managers. Academy of Management Review. Vol.9. pp. 193-206. Hannan, M.T. and Freenan, J.H., 1997. The Population Ecology of Organizations. The America Journal of Sociology.Vol.82, pp. 929 – 964.
Hapsoro, Doddy. 2006. Mekanisme Corporate Governance, Transparansi dan Konsekuensi Ekonomik: Studi Empiris di Pasar Modal Indonesia. Disertasi S3 Program Doktor UGM. Yogyakarta. Harjoto, Maretno A. dan Hoje Jo. 2007. Corporate Governance and Firm Value: The Impact of CSR, Social Science Research Network. Hartono Jogiyanto, 2000, Teori portofolio dan analisis investasi, BPFE, Yogyakarta. Hartono Jogiyanto, 2004, Metodologi penelitian bisnis: salah kaprah dan pengalaman-pengalaman, BPFE, Yogyakarta. Herawaty, Vinola. 2008. Peran Praktik Corporate Governance Sebagai Moderating Variabel Dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi XI Pontianak. Herwidayatmo, 2003, Implementasi Good Corporate Governance untuk perusahaan publik Indonesia, Jakarta: Yayasan Pendidikan Pasar Modal Indonesia & Sinergy Communication. Hill, R. P., T. Ainscough, T. Shank, dan D. Manullang. 2007. Corporate Social Responsibility and Socially Responsible Investing: A Global Perspective, Journal of Business Ethics 70, 165-174. Hitt, William D. 1995. The Learning Organization: Some Reflections on Organizational Renewal, Leadership and Organization Development Journal, Vol.16(8). Horngren, Charles T, Srikant M. Datar, George Foster. 2003. Cost Accounting, Amanagerial Emphasisi, New Jersey: Pearson Education International. Ikatan Akuntansi Indonesia, (2004). Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat. Jakarta. Iturriaga dan Sanz. 1998. Managerial Ownership, Accounting Choices, and Informativeness of Earnings. Journal of Accounting and Economics, Vol.20. No.1. July, pp.61-91. Jennings. 2002. Institutional Ownership and The Selection of Industry Specialist Auditors, Review of Quantitative Finance and Accounting, 21 diakses dari www. proquest.com. tanggal 5 Januari 2003. Jensen, Michael C. dan W.H. Meckling. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics 3. hal. 305-360.
Jiambalvo, J. 1996. Discussion of Causes and Coneences of Earnings Manipulation. Ontempory Accounting Research. Vol.13. Spring, p.37-47. Johnson, Simon, P. Boone, A. Breach, dan E. Friedman. 2000. Corporate Governance in Asian Financial Crisis. Journal of Financial Economics, 58. pp 141-186. Keasey, Kevin, Steve Thompson, danMike Wright. 1997. Introduction: The Corporate governance Problem-Competing Diagnoses and Solutions, Corporate Governance: Economic and Financial Issues, New York: Oxford University Press. Kesner dan Johnson. 1990. A Blueprint for Corporate Governance: Strategy, Accountability, and the Preservation of Shareholder Value, Amacom, USA. Klapper, Leora. F dan I. Love. 2002. Corporate Governance, Investor Protection and Performance in Emerging Market. Working Paper. http://www.ssrn.com Khomsiyah. 2003. Hubungan Corporate Governance dan Pengungkapan Informasi: Pengujian Simultan, Makalah SNA VI. Kosnik dan Turk. 1991. Conspicuous Governan ce Failures: Why Sarbanes -Oxley is not an Ethics Warranty. Corporate Finance Review, 9:5 (Maret/April), hal.41-47. Kusumastuti, Sari. Supatmi, dan Perdana Sastra. 2005. Pengaruh Board Diversity terhadap Nilai Perusahaan dalam Perspektif Corporate Governance. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol 9. No.2 Nopember.2007. hal 88-98. Kusumawati, D. W. dan Riyanto, B. 2005. Corporate Governance dan Kinerja: Analisis Pengaruh Compliance Reporting dan Struktur Dewan terhadap Kinerja. Simposium Nasional Akuntansi VIII, 248-261. Labelle, 2002. Determinants of the Corporate Decision to Disclose Sosial Information. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 2, No. 1, p. 36- 51. Lako, Andreas, (2007), Laporan Keuangan dan Konflik Kepentingan, Edisi Kedua, Yogyakarta: Amara Books. La Porta, Rafael, Florencio Lopez-de-Silanes, Andrei Shleifer dan Robert Vishny. 1998. Law and Finance, Journal of Political Economy, Vol. 106, pp.113-155.
Liberson, Stanley and O’Connor, James.F., 1972. Leadership and Organizatitonal Performance: a study of large corporations. America Sociology Review. Vol. 30 no.2 Lins, Karl V. 2003. Equity Ownership and Firm value Emerging Markets. Journal of Financial and Quantitative Analysis. Vol. 38. No. 1 (March): 159-184. Lubatkin, M., Chung, K., Roger, R., Owens,J. 1987. Stockholder Reactions to CEO Changes In Large Corporations. Academy of Management Executive. Vol. 1.pp. 325-324. Mardiyah, Aida Ainul, (2005), Pengaruh Earnings Management terhadap Kinerja, Kinerja, Vol. 9, No. 1, Th. 2005: Hal. 9-25. McConnell, John J dan Servaes, Henri. 1990. Additional Evidence on Equity Ownership and Corporate Value. Journal of Financial Economics (27), pp. 595-612. Mc. Kinsey. 2001. Executive Compensation Structure, Ownership, and Firm Performance, Journal of Financial Economics 38, pp 163-184. __________. 2002. The Value-Relevance of Board Composition within Corporate Governance, http://www. ssrn.com. Megginson, William L., Nash, Robert C., Van Radenborgh, Matthias, 1994. The Financial and Operating Performance of Newly Privatized firms: An International Empirical Analysis. Journal of Finance. Pp.403-452. Menteri BUMN, Keputusan Menteri BUMN Nomor: KEP-117/M-BUMN/2002. Tentang keberhasilan usaha dan akuntabilitas BUMN. Milstein, Ira M, Michel Albert, SirnAdrian Cadbury, Robert E. Denham, Dieter Feddersen dan Nobouo Tateisi. 1998. Corporate Governance, Improving Competitiveness and ccess to Capital in Global Markets. Report to The OECD by Businss Sector Advisory Group on Corporate Governance. France. Mintzberg, Henry., 1979. The Structuring of Organizations: A Synthesis of Research. Prentice Hall. Morck, R., A. Shleifer dan R.W. Vishny. 19888. Management Ownership and Market Valuation: An Empirical Analysis. Journal of Financial Economics, Vol.20,hal.293-315.
Mudjiyanti, Rina. 2005. Pengaruh Perataan Laba pada Reaksi Pasar di moderasi Struktur Corporate Governance. Tesis S2 Program Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta. Pizarro, V, S. Mahenthiran, D. Cademamartori, dan C. Roberto, 2006. The Influence of Insiders and Institutional Owners on the Value, Transparency, and Earnings Quality of Chilean Listed Firms. Accounting Research Draft. Potter, G. 1991. Accounting Earnings Announcement, Institutional Investors Concentration and Common Stock Returns. Journal of Accounting Research, Vol.30. No. 1. p.146-155. Pranata Yudha, 2007, Pengaruh penerapan corporate governance terhadap kinerja keuangan perusahaan, Skripsi, Yogyakarta: Program Studi Akuntansi Universitas Islam Indonesia. Pfeffer, J. and Davis-Blake, A. 1986. Administrative Succession and Organizational Performance: How Administrator experience Mediated the Succession Effect. Academy of Management Journal. Vol.29.pp.72-83 Retno, Reni Anggraini Fr. 2006. Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktorfaktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Tahunan. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang, 23-26 Agustus. Riyanto, Bambang. 1998. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta, BPFE. Schipper, K. 1989, Commentary on earnings management, Accounting Horizons. 3:91-102. Schleifer, A., dan R.W. Vishny. 1986. Large Shareholders and Corporate Control, Journal of Political Economy 94 (31). Scholes, Myron S., William, Joseph. 1978. Estimating Betas From Nonsynchronous data. Journal of Financial Economics. Vol. 5 (3). Scoot, William R, 2000, Financial accounting Theory, New Jersey: Prentice-Hall. Sembiring, Eddy Rismanda. 2005. Kinerja Keuangan, Political Visibility, Ketergantungan Pada Hutang, dan Pengungkapan Tanggung Jawab Perusahaan, Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya.
Siallagan, Hamonangan dan M. Machfoedz. 2006. Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi IX.Padang, 23-23 Agustus 2006. . Silveira dan Barros. 2006. Corporate Governance Quality and Firm Value in Brazil. http: //papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=923310. Slovin dan Sushka. 1993. Executive Compensation Structure, Ownership, and Firm Performance. Journal of Financial Economics 38, pp 163-184. Suranta, Eddy dan Merdistusi, Pratama Puspita, (2004) Income Smoothing Tobin’s Q, Agency Problems dan Kinerja Perusahaan, Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar Bali, 2-3 Desember. Surya, Indra dan I. Yustiavandana. 2006. Penerapan Good Corpororate Governance: Mengesampingkan Hak-hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha, Jakarta: Penerbit Kencana. Sweeney, A.P, 1994, Debt covenant violation and managers, Accounting Responses, Journal of Accounting and Economics, May, 281-308. Syahroza, A., 2005. Corporate Governance: Sejarah dan Perkembangan, Teori, Model dan Sistem Governance serta Aplikasinya pada perusahaan BUMN, Jakarta: Fakuktas Ekonomi Universitas Indonesia. Sylvia Veronica N.P. Siregar dan Siddharta Utama, Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance Terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management). Simposium Nasional Akuntansi VIII,2005. Rajgopal, Shivaram. 1999. Early Evidence on The Informativeness of The SEC’s Market Risk Disclosures: The Case of Commodity Price Risk Exposure of oil and gas producers. The Accounting Review 74. Tricker. 1994. International Corporate Governance, New Jersey: Prentice Hall, Inc. Udayana, Universitas. 2008. Buku Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Tesis dan Disertasi, Denpasar. Ugurlu, M., 2000. Agency Cost and Corporate Control Device in The Turkish Manufacturing Industry. Journal of Economic Study, Vol. 27, No.6. Utama, Suyana. 2009. Aplikasi Analisis Kuantitatif. Denpasar: Sastra Utama.
Veronica N.P. Silvia dan Yanivi S. Bachtiar. 2004. Good Corporate Governance, Information Asymmetry and Earnings Management. Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar Bali, 2-3 Desember. Wahidahwati. 2002. Pengaruh Kepemilikan Managerial dan Kepemilikan Institusional pada Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah Perspektif Theory Agency. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.5 No.1. Wahyudi, Untung dan Hartini P. Pawestri. 2006. Implikasi Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan ; Dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening. Simposium Nasional Akuntansi IX.Padang, 23-23 Agustus. Wardani, Ratna. 2006. Mekanisme Corporate Governance Dalam Perusahaan Yang Mengalami Permasalahan Keuangan (Financially Distressed Firms). Simposium Nasional Akuntansi XI, Padang, 23-26 Agustus. Wibisono, Dermawan. 2003. Riset Bisnis: Panduan bagi Praktisi dan Akademisi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Xu, X, dan Y. Wang, 1997. Ownership Structure, Corporate Governance: The Cases of Chinese Stock Company, Working Paper, http://papers.ssrn. Yermack, D. 1996. Higher Market Valuation of Companies with a Small Board of Directors, Journal of Financial Economics 40, 185-211. Zahra dan Pearce. 1989. Corporate Governance and Firm Value in Mexico. Research Department Working Paper Series 564. Zaroni, 2004, Pengaruh kepemilikan pemerintah, kepemilikan asing, dan pergantian CEO terhadap kinerja keuangan badan usaha milik Negara sesudah di privatisasi, SNA VII, Denpasar, Bali
HASIL ANALISIS FAKTOR EKSEBISI 1 Factor Analysis Descriptive Statistics KOMIN KM KINT KAD
Mean 32,9456 1,5748 69,8634 3,0299
Std. Deviation 15,74282 4,66177 21,03091 ,36575
Analysis N 402 402 402 402
Correlation Matrixa Correlation
KOMIN 1,000 -,014 -,076 -,057
KOMIN KM KINT KAD KOMIN KM KINT KAD
Sig. (1-tailed)
KM -,014 1,000 -,341 -,059 ,389
,389 ,064 ,126
,000 ,117
KINT -,076 -,341 1,000 ,086 ,064 ,000 ,042
a. Determinant = ,867 Inverse of Correlation Matrix KOMIN KM KINT KAD
KOMIN 1,010 ,048 ,088 ,053
KM ,048 1,135 ,388 ,037
KINT ,088 ,388 1,145 -,071
KAD ,053 ,037 -,071 1,011
KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square df Sig.
,507 56,882 6 ,000
KAD -,057 -,059 ,086 1,000 ,126 ,117 ,042
Anti-image Matrices Anti-image Covariance
KOMIN KM KINT KAD KOMIN KM KINT KAD
Anti-image Correlation
KOMIN ,990 ,041 ,076 ,052 ,446a ,044 ,082 ,052
KM ,041 ,881 ,298 ,032 ,044 ,503a ,340 ,034
KINT ,076 ,298 ,873 -,061 ,082 ,340 ,506a -,066
KAD ,052 ,032 -,061 ,989 ,052 ,034 -,066 ,634a
a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
Communalities KOMIN KM KINT KAD
Initial 1,000 1,000 1,000 1,000
Extraction ,673 ,694 ,654 ,393
Extraction Method: Principal Component Analysis. Total Variance Explained
Component 1 2 3 4
Total 1,379 1,035 ,939 ,647
Initial Eigenvalues % of Variance Cumulative % 34,477 34,477 25,873 60,349 23,477 83,826 16,174 100,000
Extraction Sums of Squared Loadings Total % of Variance Cumulative % 1,379 34,477 34,477 1,035 25,873 60,349
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Component Matrixa Component KOMIN KM KINT KAD
1 -,182 -,768 ,804 ,331
2 ,800 -,322 ,093 -,532
Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 2 components extracted.
Rotation Sums of Squared Loadings Total % of Variance Cumulative % 1,345 33,619 33,619 1,069 26,730 60,349
Reproduced Correlations Reproduced Correlation
Residual a
KOMIN KM KINT KAD KOMIN KM KINT KAD
KOMIN ,673b -,118 -,072 -,486 ,103 -,004 ,429
KM -,118 ,694b -,647 -,083 ,103 ,306 ,024
KINT -,072 -,647 ,654b ,217 -,004 ,306
KAD -,486 -,083 ,217 ,393b ,429 ,024 -,130
-,130
Extraction Method: Principal Component Analysis. a. Residuals are computed between observed and reproduced correlations. There are 4 (66,0%) nonredundant residuals with absolute values greater than 0.05. b. Reproduced communalities a Rotated Component Matrix
Component 1 KOMIN KM KINT KAD
2 -,816 ,063 ,166 ,609
,080 -,831 ,792 ,146
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a. Rotation converged in 3 iterations. Component Transformation Matrix Component 1 2
1
2 ,949 ,316
,316 -,949
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
EKSEBISI 2 Factor Analysis Descriptive Statistics KM KINT KAD
Mean 1,5748 69,8634 3,0299
Std. Deviation 4,66177 21,03091 ,36575
Analysis N 402 402 402
Correlation Matrixa Correlation
Sig. (1-tailed)
KM 1,000 -,341 -,059
KM KINT KAD KM KINT KAD
KINT -,341 1,000 ,086 ,000
,000 ,117
KAD -,059 ,086 1,000 ,117 ,042
,042
a. Determinant = ,876 Inverse of Correlation Matrix KM KINT KAD
KM 1,133 ,384 ,034
KINT ,384 1,137 -,075
KAD ,034 -,075 1,009
KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square df Sig.
,515 52,801 3 ,000
Anti-image Matrices Anti-image Covariance
Anti-image Correlation
KM KINT KAD KM KINT KAD
KM ,883 ,298 ,030 ,510a ,338 ,032
KINT ,298 ,879 -,066 ,338 ,510a -,070
KAD ,030 -,066 ,992 ,032 -,070 ,648a
a. Measures of Sampling Adequacy(MSA) Communalities KM KINT KAD
Initial 1,000 1,000 1,000
Extraction ,626 ,645 ,099
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Total Variance Explained
Component 1 2 3
Total 1,370 ,972 ,658
Initial Eigenvalues % of Variance Cumulative % 45,666 45,666 32,411 78,077 21,923 100,000
Extraction Method: Principal Component Analysis. Component Matrixa
KM KINT KAD
Compone nt 1 -,791 ,803 ,315
Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 1 components extracted.
Extraction Sums of Squared Loadings Total % of Variance Cumulative % 1,370 45,666 45,666
STATISTIK DESKRIPTIF Descriptives Descriptive Statistics N Q PCEO CG Valid N (listwise)
Minimum ,38 ,00 -5,10
402 402 402 402
Maximum 11,37 1,00 1,58
Mean 1,4395 ,1070 ,0000
Std. Deviation 1,25370 ,30945 1,00000
Mean 32,9456 1,5748 69,8634 3,0299
Std. Deviation 15,74282 4,66177 21,03091 ,36575
Descriptive Statistics N KOMIN KM KINT KAD Valid N (listwise)
402 402 402 402 402
Minimum ,00 ,00 ,00 2,00
Maximum 75,00 30,00 98,00 4,00
UJI NORMALITAS
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Unstandardiz ed Residual 402 ,0000000 1,21130255 ,191 ,191 -,169 ,729 ,662
UJI HETEROSKEDASTISITAS Regression b Variables Entered/Removed
Model 1
Variables Entered PCEO_ CG,a PCEO, CG
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: abres Model Summary Model 1
R ,112a
R Square ,012
Adjusted R Square ,005
Std. Error of the Estimate 1,55542
a. Predictors: (Constant), PCEO_CG, PCEO, CG
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 12,142 962,899 975,041
df 3 398 401
Mean Square 4,047 2,419
F 1,673
Sig. ,172a
t 6,278 1,443 1,433 ,666
Sig. ,000 ,150 ,153 ,506
a. Predictors: (Constant), PCEO_CG, PCEO, CG b. Dependent Variable: abres Coefficientsa
Model 1
(Constant) PCEO CG PCEO_CG
Unstandardized Coefficients B Std. Error ,799 ,127 ,370 ,257 ,164 ,115 ,098 ,147
a. Dependent Variable: abres
Standardized Coefficients Beta ,073 ,105 ,049
UJI REGRESI Regression b Variables Entered/Removed
Model 1
Variables Entered PCEO_ CG,a PCEO, CG
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Q Model Model 1
R ,353a
R Square ,125
n =402 k =3 du =1,846
Summaryb
Adjusted R Square ,118
Std. Error of the Estimate 1,17738
DurbinWatson 1,976
a. Predictors: (Constant), PCEO_CG, PCEO, CG b. Dependent Variable: Q
ANOVAb Model 1
Sum of Squares 78,557 551,717 630,273
Regression Residual Total
df 3 398 401
Mean Square 26,186 1,386
F 18,890
Sig. ,000a
a. Predictors: (Constant), PCEO_CG, PCEO, CG b. Dependent Variable: Q Coefficientsa
Model 1
(Constant) PCEO CG PCEO_CG
Unstandardized Coefficients B Std. Error 1,076 ,084 ,527 ,192 ,480 ,074 ,425 ,082
a. Dependent Variable: Q
Standardized Coefficients Beta ,130 ,383 ,310
t 12,861 2,744 6,452 5,198
Sig. ,000 ,006 ,000 ,000
Collinearity Statistics Tolerance VIF ,980 ,625 ,618
1,021 1,599 1,619
Reproduced Correlations Reproduced Correlation
Residual a
KM KINT KAD KM KINT KAD
KM ,626b -,635 -,249 ,294 ,189
KINT -,635 ,645b ,253 ,294
KAD -,249 ,253 ,099b ,189 -,166
-,166
Extraction Method: Principal Component Analysis. a. Residuals are computed between observed and reproduced correlations. There are 3 (100,0%) nonredundant residuals with absolute values greater than 0.05. b. Reproduced communalities a Rotated Component Matrix
a. Only one component was extracted. The solution cannot be rotated.
TESIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE PADA HUBUNGAN PERGANTIAN CHIEF EXECUTIVE OFFICER DENGAN KINERJA PERUSAHAAN
AYU NOVI TRISNANTARI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2010