BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk usia kerja di Indonesia sangat besar yaitu sekitar 160 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, terdapat 70% penduduk bekerja di sektor informal dan 30% bekerja di sektor formal. Sektor informal didefinisikan sebagai cara melakukan pekerjaan apapun dengan karakteristik mudah dimasuki, bersandar pada sumber daya lokal, usaha milik sendiri, beroperasi pada skala kecil, padat karya dan teknologi adaptif, memiliki keahlian di luar system pendidikan formal, tidak terkena langsung regulasi, dan pasarnya kompetitif (Depkes, 2008). Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) timbul pada sektor informal karena kurangnya pengawasan terhadap sektor ini. Tenaga kerja di sektor informal sebenarnya tidak berbeda prinsip dengan tenaga kerja di sektor-sektor formal, baik risiko mendapat gangguan dan penyakit akibat kerja maupun upaya penanggulangannya. Bahkan tidak jarang karena ketidaktahuan, tenaga kerja sektor informal mempunyai risiko yang lebih tinggi kaitannya dengan gangguan kesehatan yang diderita akibat pekerjaan (Anies, 2005). Salah satu bidang usaha pada sektor informal adalah bengkel las. Di Indonesia, bengkel las mudah dijumpai di pinggir jalan. Tidak sedikit dari bengkel las tersebut berada pada jalan raya yang ramai dilewati oleh masyarakat umum. Las merupakan suatu peralatan yang penggunaannya sangat luas. Las adalah salah satu sumber utama dari radiasi optik yang kelihatan dan tidak kelihatan dengan ultraviolet B sebagai komponen utama. Las karbit dan las listrik adalah jenis
1
2
paling umum dari pemakaian las di negara-negara dengan tingkat industri rendah (Olusola dan Iyiade, 2012). Menurut Angelina dan Oginawati (2009) pekerja las yang bekerja tanpa menggunakan kacamata rata-rata terpapar radiasi ultraviolet sebesar 2.753 HW/cm2. Nilai ini berada di atas nilai ambang batas 0,239 HW/cm2. Kegiatan pengelasan akan menghasilkan radiasi non pengion yaitu radiasi sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 200-400 nm, radiasi cahaya tampak dengan panjang gelombang 400-700 nm dan radiasi inframerah dengan panjang gelombang antara 700-1400 nm. Menurut Sriwidharto (1996) yang terpenting harus dilindungi dalam pengelasan adalah keselamatan indera penglihatan/mata. Organ ini perlu dilindungi dari busur nyala listrik yang berupa sinar ultraviolet dan inframerah yang berintensitas sangat tinggi. Akibat radiasi tersebut retina dan selaput luar mata dapat rusak dan kering. Jika kerusakan telah demikian lanjut maka mata dapat mengalami kebutaan. Oleh karena itu perlindungan mata sewaktu pengelasan adalah mutlak. Pada industri las, kondisi lingkungan kerja yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap pekerja salah satunya berupa sinar yang ditimbulkan pada proses pengelasan. Sinar tersebut meliputi sinar tampak, sinar infra merah dan sinar ultra violet. Keluhan kelelahan pada mata, seolah-olah mata terisi pasir, penglihatan kabur dan mata terasa sakit yang dirasakan pekerja menunjukkan bahwa pada proses pengelasan terdapat sinar yang membahayakan mata. Ketidakrutinan pekerja las dalam memakai kacamata las mengakibatkan mata pekerja las terpapar secara langsung oleh sinar tampak, sinar inframerah serta
3
sinar ultraviolet. Akibat dari pemajanan secara langsung oleh sinar-sinar yang bersifat radiasi tersebut dapat mengakibatkan gangguan pada ketajaman penglihatan pekerja las (Wijayanti, 2005). Iradiasi sinar ultraviolet bisa mengakibatkan keratitis epitel superfisial disertai rasa sakit, mata merah, dan fotopobia. Keluhannya muncul 6 – 12 jam setelah terpajan oleh sinar ultraviolet, misalnya pada waktu bermain ski atau pada saat mengelas. Pencegahannya adalah menghindari terpajan atau memakai kaca mata pelindung terhadap sinar matahari atau kaca mata debu (Vaughan & Asbury, 1992). Industri sektor informal memiliki potensi bahaya-bahaya yang berasal dari bahan maupun lingkungan kerja yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan kerja. Selain itu, pekerja informal tidak memiliki kesadaran akan bahaya di lingkungan kerja. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang metoda kerja, lingkungan tempat kerja yang memenuhi standar kesehatan dan keamanan bekerja (Kemenkes, 2012). Risiko bahaya yang ada pada pekerjaan las adalah debu, gas, sengatan listrik, cahaya dan sinar, radiasi panas, bahaya ledakan, bahaya kebakaran, dan bahaya percikan las. Pajanan lain yang timbul dari proses las listrik adalah radiasi ultraviolet. Menurut Suma’mur (1996) sinar ultraviolet dihasilkan oleh pengelasan suhu tinggi, benda-benda pijar suhu tinggi, lampu-lampu pijar dan lain-lain. Pada mata, sinar tersebut dapat mengakibatkan iritasi dan penyakit mata. Menurut Gabriel (1996) ketajaman penglihatan (visus) adalah nilai kebalikan sudut terkecil dimana sebuah benda masih kelihatan dan dapat
4
dibedakan. Berdasarkan hasil penelitian Wijayanti (2005) pada bengkel las di wilayah pinggir jalan Panjaitan Kota Semarang terdapat pengaruh yang signifikan antara pemakaian kacamata las terhadap ketajaman penglihatan pekerja bengkel las. Menurut Setyaningsih (2007) faktor kekuatan penerangan atau pencahayaan, waktu papar, kelainan refraksi dan umur juga dapat mempengaruhi ketajaman penglihatan pekerja las. Di Yogyakarta terdapat banyak bengkel las dijumpai di pinggir jalan. Berdasarkan data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Dinas perijinan Kota Yogyakarta didapatkan 15 bengkel las listrik dan karbit aktif beroperasi dan mempunyai izin usaha yang masih berlaku tersebar di Kecamatan Tegalrejo, Danurejan, Gedongtengen, Ngampilan, Pakualaman, Wirobrajan, Mantrijeron, Umbulharjo, dan Kotagede. Berdasarkan penuturan dari pengurus kelompok kerja las
di salah satu bengkel las di wilayah tersebut, pekerja las kebanyakan
mengeluh sakit pada mata seperti; (1) mata terasa sakit, (2) mata merah, (3) mata perih, seperti terisi pasir, (3) mata bengkak, dan (4) iritasi pada mata. Di bengkel las tersebut belum pernah dilakukan pemeriksaan visus mata sehingga tidak diketahui ketajaman penglihatan pekerja bengkel las. Pekerja bengkel las bekerja efektif 8 jam per hari dan libur pada hari Minggu (6 hari kerja). Pekerja las mempunyai masa kerja yang bervariasi, diantaranya kurang dari satu tahun sampai dengan lebih dari sepuluh tahun. Wawancara berkaitan dengan alat pelindung diri, pengurus kelompok kerja bengkel las mengatakan bahwa pihak pengurus sudah menyediakan dan sudah membagikan alat pelindung mata pada masing-masing pekerja las, namun
5
kenyataan di lapangan pemakaian alat pelindung mata belum sepenuhnya dilakukan oleh pekerja las. Dengan demikian dapat diduga bahwa pekerja las akan terpapar oleh radiasi sinar ultraviolet yang selanjutnya dapat menimbulkan penyakit mata dan gangguan ketajaman penglihatan. Hasil pengamatan yang dilakukan penulis terhadap pemakaian APD, masih terdapat pekerja las yang tidak memakai alat pelindung mata pada saat melakukan proses pengelasan. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian mengenai masa kerja, pemakaian alat pelindung mata, waktu paparan dan ketajaman penglihatan pekerja bengkel las di wilayah terminal bus wisata Ngabean Kota Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara masa kerja, pemakaian alat pelindung mata, waktu paparan dengan ketajaman penglihatan pekerja bengkel las di Kota Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Melindungi pekerja bengkel las dari risiko gangguan ketajaman penglihatan yang ditinjau dari masa kerja, pemakaian alat pelindung mata, dan waktu paparan.
6
2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui, mengkaji, menganalisis, dan membuktikan hubungan antara masa kerja dengan ketajaman penglihatan pekerja bengkel las di Kota Yogyakarta. b. Untuk mengetahui, mengkaji, menganalisis, dan membuktikan perbedaan pemakaian alat pelindung mata terhadap ketajaman penglihatan pekerja bengkel las di Kota Yogyakarta. c. Untuk mengetahui, mengkaji, menganalisis, dan membuktikan hubungan antara waktu paparan dengan ketajaman penglihatan pekerja bengkel las di Kota Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada : 1. Kelompok Kerja Bengkel Las Listrik Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi bagi pekerja bengkel las untuk memahami bahaya dari pekerjaannya dan dapat melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja. 2. Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Kerja Penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi tentang penerapan program K3 pada usaha sektor informal. 3. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta Sebagai bahan pertimbangan untuk mengupayakan pembinaan terhadap penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada sektor informal.
7
E. Keaslian Penelitian Dari berbagai penelitian mengenai ketajaman penglihatan, peneliti menemukan berbagai penelitian sebelumnya sebagai berikut : 1. Wijayanti (2005) meneliti tentang pengaruh pemakaian kacamata las terhadap ketajaman penglihatan pada pekerja las karbit di wilayah pinggir jalan D. I. Panjaitan Kota Semarang. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemakaian kacamata las terhadap ketajaman penglihatan pada pekerja las karbit. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh pemakaian kacamata las terhadap ketajaman penglihatan pada pekerja las karbit. Persamaan dalam penelitian ini adalah pada variabel independen dan dependen yaitu pemakaian kacamata las dan ketajaman penglihatan, sedangkan perbedaan dalam penelitian ini terletak pada variabel independen yaitu tidak meneliti masa kerja dan waktu paparan. Adapun lokasi penelitiannya terletak di wilayah pinggir jalan Panjaitan Kota Semarang. Hasil dalam penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan antara pemakaian kacamata las terhadap ketajaman penglihatan pada pekerja las karbit di wilayah pinggir jalan D. I. Panjaitan Kota Semarang. 2. Ulfah (2008) meneliti tentang masa kerja, intensitas pencahayaan dan ketajaman penglihatan tenaga kerja pembuat bulu mata palsu PT. Hyup Sung Indonesia Purbalingga - Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara masa kerja dengan intensitas pencahayaan terhadap ketajaman penglihatan tenaga kerja bulu mata palsu PT. Hyup Sung Indonesia. Masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara
8
masa kerja dan intensitas pencahayaan dengan ketajaman penglihatan. Hasilnya adalah ada hubungan antara masa kerja dan intensitas pencahayaan dengan ketajaman penglihatan. Persamaan variabel dependen yang diteliti adalah ketajaman penglihatan, sedangkan perbedaan variabel independen yang diteliti adalah intensitas pencahayaan, sedangkan lokasi penelitian di Purbalingga. 3. Saharudin (2011) meneliti tentang ketajaman penglihatan ditinjau dari penggunaan kacamata pelindung pada operator las bagian LGPK di UPT Balai Yasa Yogyakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan antara operator yang selalu memakai APD (goggle/kacamata pelindung) dan yang tidak selalu memakai APD (goggle/kacamata pelindung) terhadap ketajaman penglihatan. Rumusan masalah penelitian ini adalah adakah perbedaan ketajaman penglihatan operator las yang selalu memakai kaca mata pelindung dan yang tidak selalu memakai pada operator las pada logam panas bagian pengecoran dan konstruksi (LGPK) di UPT Balai Yasa Kota Yogyakarta. Hasilnya adalah ada perbedaan yang signifikan antara yang selalu memakai APD (goggle/kacamata pelindung) dengan yang tidak selalu memakai APD (goggle/kacamata pelindung) terhadap ketajaman penglihatan. Persamaan dalam penelitian ini adalah pada variabel independen dan dependen yaitu pemakaian kacamata pelindung dan ketajaman penglihatan, sedangkan perbedaan dalam penelitian ini terletak pada variabel independen yaitu tidak meneliti masa kerja dan waktu paparan.