BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pengujian kenyamanan termal ruang luar di Koridor Jalan Tugu-Kraton
menjadi salah satu alat ukur tingkat kenyamanan di Kota Yogyakarta. Kenyamanan terdiri dari kenyamanan ruang, kenyamanan penglihatan, kenyamanan pendengaran (akustik) dan kenyamanan termal (Karyono, 2001). Salah satu kenyamanan yang penting dan mempengaruhi kemauan manusia beraktivitas adalah kenyamanan termal. Menurut Karyono (2001) kenyamanan termal adalah respon manusia terhadap rangsangan suhu yang diterima dari lingkungan. Respon yang ditunjukkan manusia adalah adanya rasa panas atau dingin. Kenyamanan termal juga dapat diartikan sebagai presepsi manusia terhadap kondisi termal yang dirasakan. Kajian kenyamanan termal dapat dilakukan di dalam ruang dan luar ruang. Kenyamanan ruang luar lebih sulit untuk dikaji karena kondisi termal di ruang luar dipengaruhi oleh banyak faktor. Kenyamanan ruang luar sangat dipengaruhi oleh suhu udara suatu kawasan (Wonorahadjo dan Koerniawan, 2005). Studi kenyamanan termal ruang luar dapat memberi evaluasi pada proyek perencanaan kota dan bangunan. Kondisi lingkungan luar yang nyaman membuat orang-orang lebih nyaman untuk beraktivitas di luar bangunan. Banyaknya aktivitas di luar ruang diharapkan dapat meningkatkan interaksi sosial. Hal itu penting untuk mewujudkan keserasian sosial antar masyarakat. Namun, saat ini banyak masyarakat tidak mau beraktivitas di luar ruang karena pemanasan global. Pemanasan global merupakan peningkatan suhu rata-rata di atmosfer, laut, dan daratan di bumi (Sangkertadi, 2013). Peningkatan disebabkan pembakaran bahan bakar fosil dan gas alam sejenis yang tidak dapat diperbaharui. Pembakaran tersebut melepaskan karbondioksida yang menyebabkan radiasi matahari dipancarkan kembali ke bumi. Peningkatan suhu semakin meningkat seiring pesatnya pembangunan lahan terbangun di perkotaan. Arus urbanisasi ke kota menyebabkan permintaan terhadap perumahan semakin meningkat sehingga permukiman di kota semakin berkembang pesat. Saat ini, lingkungan permukiman 1
lebih banyak menutup lahan dan mengurangi jumlah ruang terbuka. Pembangunan permukiman yang seperti itu membuat suhu udara di sekitarnya ikut meningkat. Masyarakat kota mulai sadar dan merasakan dampak adanya kenaikan suhu di perkotaan. Hal tersebut dapat dirasakan dari suhu udara yang lebih panas daripada tahun-tahun sebelumnya. Masyarakat yang beraktivitas di pusat kota dapat merasakan perbedaannya. Kondisi suhu udara di pusat kota lebih tinggi dibandingkan pinggiran kota disebut urban heat islands (Sangkertadi, 2013). Menurut Givoni dalam Satwiko (2008) urban heat islands dipengaruhi oleh keseimbangan neto radiasi, penyimpanan energi matahari pada bangunan, penimbul panas yang terpusat, penguapan kawasan yang lebih rendah, dan pemakaian mesin penyejuk udara. Kebiasaan masyarakat perkotaan yang membangun kawasan dengan ketertutupan besar dan pemakaian penyejuk udara menyebabkan suhu lebih tinggi daripada kawasan di sekitarnya. Ketertutupan besar tidak hanya berada di ruang privat tapi juga di ruang publik luar ruangan. Desain ruang luar di pusat kota mayoritas permukaan tanahnya tertutup. Selain itu, kepadatan bangunan di pusat kota membuat kecepatan angin berkurang. Padahal adanya hembusan angin dapat mempengaruhi kenyamanan termal. Fenomena urban heat islands juga terjadi di Kota Yogyakarta. Pusat Kota Yogyakarta terletak di Koridor Jalan Tugu-Kraton. Koridor Jalan Tugu-Kraton terdiri dari 4 ruas jalan yaitu Jalan Marga Utama, Jalan Malioboro, Jalan Marga Mulya, dan Jalan Pangurakan. Koridor Jalan Tugu-Kraton memiliki berbagai kegiatan seperti ekonomi, pemerintahan dan wisata. Sebagai pusat kegiatan, jumlah orang yang beraktivitas di Koridor Jalan Tugu-Kraton lebih banyak daripada kawasan lain. Masyarakat di Koridor Jalan Tugu-Kraton tidak hanya beraktivitas di dalam ruang tapi juga di luar ruang. Ruang luar yang sering digunakan masyarakat beraktivitas adalah koridor. Koridor Jalan Tugu-Kraton Kota Yogyakarta merupakan salah satu titik paling sibuk di Kota Yogyakarta. Banyak kegiatan yang dilakukan di kawasan tersebut. Koridor Jalan Tugu-Kraton merupakan salah satu pusat pariwisata di Kota Yogyakarta. Kegiatan wisata juga didukung adanya kegiatan lain seperti kegiatan
2
perdagangan dan jasa. Kegiatan-kegiatan tersebut kebanyakan dilakukan pada ruang luar yaitu pada jalur pejalan kaki. Koridor di setiap ruas jalan memiliki desain yang berbeda. Hal tersebut mempengaruhi kondisi termal di setiap koridor. Kondisi termal merupakan faktor penting dalam penentuan kenyamanan termal di koridor tersebut. Selain kondisi termal, karakteristik masyarakat yang beraktivitas juga mempengaruhi kenyamanan termal. Berdasarkan hal tersebut, pengujian kenyamanan termal ruang luar Koridor Jalan Tugu-Kraton penting untuk dilakukan. Hal tersebut untuk mengetahui tingkat kenyamanan termal ruang luar masyarakat beraktivitas di Koridor Jalan TuguKraton. Kenyamanan termal memperhatikan kondisi termal dan karakteristik masyarakat. Kenyamanan termal dapat menjadi evaluasi pembangunan ruang luar khususnya Koridor Jalan Tugu-Kraton Kota Yogyakarta. Pembangunan koridor harus memperhatikan desainnya agar tercapai kenyamanan termal. Pembangunan koridor nyaman penting untuk dilakukan di Koridor Jalan Tugu-Kraton. Hal tersebut dikarenakan masyarakat di kawasan tersebut kebanyakan beraktivitas di area pejalan kaki. Desain ruang harus dibuat senyaman mungkin untuk mendukung aktivitas di koridor tersebut.
1.2 a.
Masalah Penelitian Seberapa besar tingkat kenyamanan keyamanan termal di Koridor Jalan
Tugu-Kraton? b.
Faktor apa yang paling mempengaruhi kenyamanan termal di Koridor Jalan
Tugu-Kraton? c.
1.3
Elemen enclosure apa yang sekiranya berpengaruh terhadap faktor tersebut?
Tujuan Penelitian
a.
Mengukur tingkat kenyamanan termal di Koridor Jalan Tugu-Kraton.
b.
Mengidentifikasi faktor yang paling mempengaruhi kenyamanan termal.
c.
Mengidentifikasi elemen enclosure yang sekiranya berpengaruh terhadap faktor kenyamanan termal.
3
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian bermanfaat memberi sumbangan pada kajian kenyamanan termal
luar ruang di Indonesia. Penelitian menghasilkan rumusan kenyamanan termal luar ruang. Rumusan berdasarkan penelitian eksperimental. Penelitian diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya.
1.5
Batasan Penelitian Batasan penelitian ini meliputi tiga aspek, yaitu :
1.5.1
Batasan Area Area penelitian adalah Koridor Jalan Tugu-Kraton dari Jalan Marga Utama,
Jalan Malioboro, Jalan Marga Mulya, sampai Jalan Pangurakan. Setiap jalan terbagi menjadi dua segmen yaitu barat dan timur. Dalam penelitian terdapat 8 segmen dari 4 jalan. Keempat jalan memiliki karakter yang berbeda yang menggambarkan perjalanan seorang manusia ke Kraton Yogyakarta. Karakter setiap jalan sebagai berikut: Jalan Marga Utama : jalan manusia harus mengerti peraturan. Jalan Malioboro
: jalan manusia harus menyebarkan ajaran Tuhan.
Jalan Marga Mulya : jalan manusia mendapat kemuliaan di sisi Tuhan. Jalan Pangurakan
: jalan yang ditempuh manusia yang memiliki derajat sangat tinggi di sisi Tuhan.
4
Gambar 1.1 Lokus Penelitian Sumber : Quickbird Kota Yogyakarta, 2005
1.5.2
Batasan Temporal Temporal yang dimaksud dalam penelitian waktu pengambilan data
kenyamanan termal. Data kenyamanan termal diambil pada bulan Januari 2014. 1.5.3
Batasan Substansi Substansi yang dibahas dalam penelitian adalah kenyamanan termal yang
dirasakan oleh masyarakat perkotaan Yogyakarta yang sedang beraktivitas di Koridor Jalan Tugu-Kraton.
5
1.6
Keaslian Penelitian Penelitian mengenai kenyamanan termal sebelumnya sudah pernah dilakukan
oleh Karyono (2001), Kusmawanto (2005), Tauhid (2008), Maidinita (2009), Hutama (2011), dan Aprihatmoko (2013). Penelitian-penelitan tersebut merupakan penelitian tentang kenyamanan termal. Penelitian tersebut dilakukan di dalam ruang dan luar ruang. Penelitian tersebut telah dilakukan dengan fokus, lokus, dan metode yang berbeda. Penelitian Karyono (2001) memiliki fokus pada perumusan suhu nyaman untuk penghuni bangunan gedung di Kota Jakarta. Penelitan tersebut menggunakan metode kuantitatif. Penelitian mengukur data kondisi termal dan karakteristik penghuni gedung. Analisis kenyamanan didasarkan pada sensasi termal yang dirasakan responden. Hasil penelitian adalah orang merasa nyaman pada suhu 22°C-26° C. Namun, penelitian tersebut dilakukan di dalam ruang. Penelitian lain dilakukan Kusmawanto (2005) mengkaji kemampuan desain arsitektur ruang luar mempengaruhi kenyamanan termal. Penelitian menggunakan metode kuantitatif. Hasil penelitian membuktikan tata bangunan kawasan urban mempengaruhi kenyamanan termal. Namun, penelitian belum memperhatikan pakaian yang digunakan. Penelitian lain yang dilakukan Tauhid (2008) memiliki fokus pada analisis jarak jangkau efek vegetasi pohon terhadap suhu udara siang hari di perkotaan prosentase luas. Penelitian juga menganalisis posisi penempatan hutan kota atau vegetasi pohon agar efektif mengendalikan kenaikan suhu di seluruh penjuru kota. Metode yang digunakan adalah kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan 30% ketertutupan vegetasi di suatu daerah dapat menekan kenaikan suhu udara. Namun, penelitian kurang membahas kenyamanan termal. Penelitian tentang kenyamanan termal dilakukan oleh Maidinita (2009) yang berfokus pada pengaruh material permukaan luar kawasan terhadap suhu permukaan dan selanjutnya dianalisis untuk mengetahui tingkat kenyamanan di ruang luar. Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian adalah lingkungan perumahan yang paling nyaman adalah yang tertutup rumput. Penelitian belum memasukkan karakteristik masyarakat yang beraktivitas di sana.
6
Selanjutnya Hutama (2011) yang memiliki fokus pada pengaruh bentuk fisik ruang kawasan terhadap pembentukan suhu. Penelitian menggunakan metode kuantitatif. Hasil penelitian adalah bentuk ruang luar (kepadatan bangunan, sebaran vegetasi dan keterbukaan) berpengaruh terhadap pembentukan suhu udara. Namun, penelitian belum memperhitungkan karakteristik masyarakat di Kotagede. Sementara Aprihatmoko (2013) berfokus untuk mengetahui pengaruh ruang terbuka hijau terhadap suhu udara yang selanjutnya dianalisis pengaruhnya terhadap kenyamanan di Kota Yogyakarta. Penelitian menggunakan metode kuantitatif. Penelitian membuktikan ruang terbuka hijau mempengaruhi suhu udara. Namun, penelitian belum memasukkan karakteristik masyarakat yang beraktivitas. Penelitian-penelitian di atas memiliki tema yang sama yaitu kenyamanan termal. Setiap penelitian memiliki kelebihan dan kekurangan. Peneliti berusaha menyempurnakan penelitian sebelumnya. Hal tersebut dilakukan dengan memasukkan faktor karakteristik masyarakat yang beraktivitas di dalamnya. Penelitian melihat kondisi termal dan karakteristik masyarakat untuk mengukur kenyamanan termal di luar ruang.
7
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No
1
2
3
Peneliti
Tri Harso Karyono
Arif Kusumawanto
Tauhid
Tahun
2001
2005
Judul Kenyamanan Termis di Jakarta sebagai Acuan Suhu nyaman Manusia Indonesia. Pengendalian Arsitektural terhadap Kondisi Kenyamanan Termal Ruang Luar di Kawasan Urban Studi Kasus: Koridor Kawasan Malioboro Yogyakarta.
Kajian Jarak Jangkau Efek Vegetasi Pohon terhadap Suhu Udara pada 2008 Siang Hari di Perkotaan (Studi Kasus : Kawasan Simpang Lima Kota Semarang).
Fokus Kenyamanan termal karyawan bangunan tinggi.
Lokus
Kota Jakarta
Kenyamanan termal luar ruang.
Kawasan Malioboro
Pengaruh vegetasi terhadap kondisi termal.
Kawasan Simpang Lima Semarang
Metode
Alat
Thermo hygrometer dan Kuantitatif Thermal comfort meter tipe 1212 Termometer Digital (merek Omega HH 82), Hygrometer Digital (merek Omega RH 201), Kuantitatif Anemometer (merek Kurz K441), Termometer Bola Hitam (Globe termometer) Thermometer air raksa tipe Fisher USA, Handheld Anemometer tipe RVM 96B, Kuantitatif hygrometer tipe Sybron Taylor, Kompas, Meteran, Bilah Kayu
Hasil Orang merasa nyaman pada suhu 22°c-26°c.
Tata bangunan di kawasan urban mempengaruhi kenyamanan termal ruang luar.
Prosentase luas penutupan vegetasi yang mampu menekan kenaikan suhu adalah 30%.
8
Sambungan Tabel 1.1
4
Maidinita,D
5
Irsyad Adhi Waskita Hutama
6
Ferdy Aprihatmoko
Pola Ruang Luar Kawasan Kawasan Kenyamanan Cluster Termometer Perumahan dan termal ruang 2009 Kampoeng Kualitatif digital, Kenyamanan luar kawasan Hollywood hygrometer Thermal di perumahan. Semarang Semarang. Pengaruh Bentuk Fisik Ruang Kota Pada Kawasan Pengaruh Kamera Digital Permukiman bentuk fisik Kotagede, NIKON, Terhadap ruang luar 2011 Kota Kuantitatif termometer Pembentukan terhadap Yogyakarta digital (merek Suhu Udara pembentukan Kestrel 3000) Ruang Luar Di suhu udara. Pusat Kota Kotagede Yogyakarta. Analisis Hubungan Pengaruh Antara Ruang ruang Terbuka Hijau terbuka hijau Kota Termometer 2013 (RTH) dan Kuantitatif terhadap Yogyakarta digital Indeks kenyamanan Kenyamanan termal. (Studi Kasus: Kota Surabaya). Sumber : Konstruksi Penulis dari Berbagai Jurnal Online dan Penelitian
Tempat paling nyaman pada permukaan yang tertutup rumput.
Bentuk ruang luar (kepadatan bangunan, sebaran vegetasi dan keterbukaan) berpengaruh terhadap pembentukan suhu udara.
RTH mempengaruhi suhu udara.
9