BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banjir merupakan fenomena alam dimana terjadi kelebihan air yang tidak tertampung oleh jaringan drainase di suatu daerah sehingga menimbulkan genangan yang merugikan. Kerugian yang diakibatkan banjir seringkali sulit diatasi baik oleh masyarakat maupun instansi terkait. Banjir disebabkan oleh berbagai macam faktor yaitu kondisi daerah tangkapan hujan, durasi dan intesitas hujan, land cover, kondisi topografi, dan kapasitas jaringan drainase. Banjir di daerah perkotaan memiliki karakteristik yang berbeda dengan banjir pada lahan/alamiah. Pada kondisi di alam, air hujan yang turun ke tanah akan mengalir sesuai kontur tanah yang ada ke arah yang lebih rendah. Untuk daerah perkotaan pada umumnya air hujan yang turun akan dialirkan masuk ke dalam saluran-saluran buatan yang mengalirkan air masuk ke sungai. Kontur lahan yang terdapat di daerah perkotaan direncanakan agar air hujan yang turun mengalir ke dalam saluran-saluran buatan tadi. Ada kalanya, kapasitas saluran tersebut tidak mencukupi untuk menampung air hujan yang terjadi, sehingga mengakibatkan terjadinya banjir. Kasus-kasus banjir di daerah perkotaan memiliki beberapa masalah yang perlu dicermati lebih lanjut. Arah aliran yang terjadi tidak lagi sepenuhnya bergantung pada kondisi topografi lahan, karena adanya bangunan-bangunan yang menghalangi arah aliran air. Aliran yang terjadi berubah arah karena membentur bangunan dan mengakibatkan arah aliran memantul atau berbelok baik ke kiri maupun kekanan. Banjir juga merupakan salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesia, khususnya di kota Palembang. Banjir yang terjadi di kota Palembang, Jalan Mayor Ruslan dekat kolam detensi Yayasan IBA disebabkan oleh kapasitas saluran drainase yang tidak mencukupi lagi untuk mengalirkan debit air hujan yang berlebihan dan ini diperparah lagi karena saluran drainasenya tersumbat
1
karena sampah dan kotoran lainnya, misalnya sedimentasi. Akibatnya, air meluap ke jalan dan rumah-rumah penduduk. Pada lokasi banjir yang kami tinjau, terdapat kolam detensi yang cukup luas. Dimana kolam detensi yang dibangun ini tidak berfungsi secara baik untuk menampung air hujan dan menampung air dari saluran drainase yang ada di sekitar jalan. Ini diakibatkan karena beda elevasi pada kolam detensi lebih tinggi daripada permukaan saluran drainase. Beda elevasi dapat terjadi karena adanya sedimentasi yang cukup banyak pada kolam detensi tersebut.
1.2. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan mengenai banjir di Jalan Mayor Ruslan dekat kolam detensi Yayasan IBA adalah sebagai berikut : a) Mengetahui penyebab atau permasalahan terjadinya banjir pada lokasi tersebut. b) Memberikan suatu pembahasan masalah atau solusi.
2
BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Banjir 2.1.1. Definisi Banjir Banjir adalah suatu kondisi di mana tidak tertampungnya air dalam saluran pembuang (palung sungai) atau terhambatnya aliran air di dalam saluran pembuang, sehingga meluap menggenangi daerah (dataran banjir) sekitarnya. (Suripin,”Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan”). Banjir merupakan peristiwa alam yang dapat menimbulkan kerugian harta benda penduduk serta dapat pula menimbulkan korban jiwa. Dikatakan banjir apabila terjadi luapan air yang disebabkan kurangnya kapasitas penampang saluran. Banjir di bagian hulu biasanya arus banjirnya deras, daya gerusnya besar, tetapi durasinya pendek. Sedangkan di bagian hilir arusnya tidak deras (karena landai), tetapi durasi banjirnya panjang. Beberapa karakteristik yang berkaitan dengan banjir diantaranya adalah : a) Banjir dapat datang secara tiba-tiba dengan intensitas besar namun dapat langsung mengalir. b) Banjir datang secara perlahan namun intensitas hujannya sedikit. c) Pola banjirnya musiman. d) Banjir datang secara perlahan namun dapat menjadi genangan yang lama di daerah depresi. e) Akibat yang ditimbulkan adalah terjadinya genangan, erosi, dan sedimentasi. Sedangkan akibat lainnya adalah terisolasinya daerah pemukiman dan diperlukan evakuasi penduduk.
2.1.2. Faktor Penyebab Banjir Banyak faktor menjadi penyebab terjadinya banjir. Namun secara umum penyebab terjadinya banjir dapat diklasifikasikan dalam 2 kategori, yaitu banjir yang disebabkan oleh sebab-sebab alami dan banjir yang diakibatkan oleh tindakan manusia. 3
Yang termasuk sebab-sebab alami diantaranya adalah : a) Curah Hujan Curah hujan dapat mengakibatkan banjir apabila turun dengan intensitas tinggi, durasi lama, dan terjadi pada daerah yang luas.
b) Pengaruh Fisiografi Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan daerah pengaliran sungai (DPS), kemiringan sungai, geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti
lebar,
kedalaman, potongan
memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai, dan lain-lain merupakan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya banjir.
c) Erosi dan Sedimentasi Erosi dan sedimentasi di DPS berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas penampang sungai. Erosi dan sedimentasi menjadi masalah klasik sungai-sungai di Indonesia. Besarnya sedimentasi akan mengurangi kapasitas saluran, sehingga timbul genangan dan banjir di sungai.
d) Menurunnya Kapasitas Sungai Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh pengendapan yang berasal dari erosi DPS dan erosi tanggul sungai yang berlebihan dan sedimentasi di sungai yang dikarenakan tidak adanya vegetasi penutup dan penggunaan lahan yang tidak tepat.
e) Pengaruh Air Pasang Air pasang laut memperlambat aliran sungai ke laut. Pada waktu banjir bersamaan dengan air pasang yang tinggi maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karena terjadi aliran balik (backwater). Contoh ini terjadi di Kota Semarang dan Jakarta. Genangan ini dapat terjadi sepanjang tahun baik di musim hujan dan maupun di musim kemarau.
4
f) Kapasitas Drainase Yang Tidak Memadai Hampir semua kota-kota di Indonesia mempunyai drainase daerah genangan yang tidak memadai, sehingga kota-kota tersebut sering menjadi langganan banjir di musim hujan.
Sedangkan sebab-sebab yang timbul akibat faktor manusia adalah : a) Menurunnya Fungsi Das di Bagian Hulu Sebagai Daerah Resapan Kemampuan DAS, khususnya di bagian hulu untuk meresapkan air/menahan air hujan semakin berkurang oleh berbagai sebab, seperti penggundulan hutan, usaha pertanian yang kurang tepat, perluasan kota, dan perubahan tata guna lahan lainnya. Hal tersebut dapat memperburuk masalah banjir karena dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas banjir.
b) Kawasan Kumuh Perumahan kumuh yang terdapat di sepanjang tepian sungai merupakan penghambat aliran. Luas penampang aliran sungai akan berkurang akibat pemanfaatan bantaran untuk pemukiman kumuh warga. Masalah kawasan kumuh dikenal sebagai faktor penting terhadap masalah banjir daerah perkotaan.
c) Sampah Ketidakdisiplinan masyarakat yang membuang sampah langsung ke sungai bukan pada tempat yang ditentukan dapat mengakibatkan naiknya muka air banjir.
d) Bendung dan Bangunan Lain Bendung dan bangunan lain seperti pilar jembatan dapat meningkatkan elevasi muka air banjir karena efek aliran balik (backwater).
5
e) Kerusakan Bangunan Pengendali Banjir Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir sehingga menimbulkan kerusakan dan akhirnya menjadi tidak berfungsi dapat meningkatkan kuantitas banjir.
f) Perencanaan Sistem Pengendalian Banjir Tidak Tepat Beberapa sistem pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat menambah kerusakan selama banjir-banjir yang besar. Sebagai contoh bangunan tanggul sungai yang tinggi. Limpasan pada tanggul pada waktu terjadi banjir yang melebihi banjir rencana dapat menyebabkan keruntuhan tanggul, hal ini menimbulkan kecepatan aliran air menjadi sangat besar yang melalui bobolnya tanggul sehingga menimbulkan banjir yang besar. (Robert J.Kodoatie, Sugiyanto, “Banjir”)
2.1.3. Akibat Banjir Kerugian akibat banjir pada umumnya sulit diidentifikasi secara jelas, dimana terdiri dari kerugian banjir akibat banjir langsung dan tak langsung. Kerugian akibat banjir langsung merupakan kerugian fisik akibat banjir yang terjadi, antara lain robohnya gedung sekolah, industri, rusaknya sarana transportasi, hilangnya nyawa, hilangnya harta benda, kerusakan di pemukiman, kerusakan daerah pertanian dan peternakan, kerusakan sistem irigasi, sistem air bersih, sistem drainase, sistem kelistrikan, sistem pengendali banjir termasuk bangunannya, kerusakan sungai, dan sebagainya. Sedangkan kerugian akibat banjir tak langsung berupa kerugian kesulitan yang timbul secara tak langsung diakibatkan oleh banjir, seperti komunikasi, pendidikan, kesehatan, kegiatan bisnis terganggu, dan sebagainya.
2.1.4. Sistem Pengendali Banjir (Flood Control System) Sistem pengendalian banjir pada suatu daerah perlu dibuat dengan baik dan efisien, memperhatikan kondisi
yang ada,
dan pengembangan
6
pemanfaatan sumber air mendatang. Pada penyusunan sistem pengendalian banjir perlu adanya evaluasi dan analisis atau memperhatikan hal-hal yang meliputi antara lain : a) Analisis cara pengendalian banjir yang ada pada daerah tersebut/yang
sedang berjalan. b) Evaluasi dan analisis daerah genangan banjir termasuk data kerugian
akibat banjir. c) Evaluasi dan analisis tata guna tanah di daerah studi, terutama di daerah
bawah/dataran banjir. d) Evaluasi dan analisis daerah pemukiman yang ada maupun perkembangan
yang akan datang. e) Memperhatikan potensi dan pengembangan sumber daya air mendatang. f) Memperhatikan pemanfaatan sumber daya air yang ada termasuk
bangunan yang ada. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas dapat direncanakan sistem pengendalian banjir dengan menyesuaikan kondisi yang ada, dengan berbagai cara mulai dari dari hulu sampai hilir yang mungkin dapat dilaksanakan. Cara pengendalian banjir dapat dilakukan secara struktur dan non struktur. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada
gambar di bawah ini. (Robert
J.Kodoatie,”Banjir”)
Gambar 1.1. Sistem Pengendalian Banjir
7
2.1.4.1. Pengendalian Banjir Metode Struktur Cara-cara pengendalian banjir dalam metode struktur dapat dibagi menjadi 2 yaitu : 2.1.4.1.1. Perbaikan dan Pengaturan Sistem Sungai 2.1.4.1.1.1. Sistem Jaringan Sungai Apabila beberapa sungai yang berbeda baik ukuran maupun sifatnya mengalir berdampingan dan akhirnya bertemu, maka pada titik pertemuannya, dasarnya akan berubah dengan sangat intensif. Akibat perubahan tersebut, maka aliran banjir pada salah satu atau semua sungai mungkin akan terhalang. Sedangkan jika anak sungai yang arusnya deras dan membawa banyak sedimen mengalir ke sungai utama, maka terjadi pengendapan berbentuk kipas. Sungai utama akan terdesak oleh anak sungai tersebut. Bentuk pertemuannya akan cenderung bergeser ke arah hulu. Karena itu arus anak sungai dapat merusak tanggul sungai utama di seberang muara anak sungai atau memberikan pengaruh yang kurang menguntungkan bagi bangunan sungai yang terdapat di sebelah hilir pertemuan yang tidak deras arusnya. Lebar sungai utama pada pertemuan dengan anak sungai cenderung untuk bertambah sehingga sering berbentuk gosong-gosong pasir dan berubah arah arus sungai. Guna mencegah terjadinya hal-hal di atas, maka pada pertemuan sungai dilakukan penanganan sebagai berikut : a) Pada pertemuan 2 (dua) buah sungai yang resimnya berlainan, maka pada kedua sungai tersebut diadakan perbaikan sedemikian, agar resimnya menjadi hampir sama. Adapun perbaikannya adalah dengan pembuatan tanggul pemisah diantara kedua sungai tersebut dan pertemuannya digeser agak ke hilir apabila sebuah anak sungai yang kemiringannya curam bertemu dengan sungai utamanya, maka dekat pertemuannya dapat dibuatkan ambang bertangga. b) Pada lokasi pertemuan 2 (dua) buah sungai diusahakan supaya formasi pertemuannya membentuk garis singgung. (Suyono Sosrodarsono, “Perbaikan dan Pengaturan Sungai”)
8
2.1.4.1.1.2. Normalisasi Alur Sungai dan Tanggul Usaha pengendalian banjir dengan normalisasi alur sungai dimaksudkan untuk memperbesar kapasitas pengaliran saluran. Kegiatan tersebut meliputi : a) Normalisasi cross section. b) Perbaikan kemiringan dasar saluran. c) Memperkecil kekasaran dinding alur saluran. d) Melakukan rekonstruksi bangunan di sepanjang saluran yang tidak sesuai dan menggangu pengairan banjir. e) Menstabilkan alur saluran. f) Pembuatan tanggul banjir. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada cara ini adalah penggunaan penampang ganda dengan debit dominan untuk penampang bawah, perencanaan alur stabil terhadap proses erosi dan sedimentasi dasar saluran maupun erosi tebing dan elevasi muka air banjir. Pada pengendalian banjir dengan cara ini dapat dilakukan pada hampir seluruh sungai-sungai di bagian hilir. Pada pekerjaan ini diharapkan dapat menambah kapasitas pengaliran dan memperbaiki alur sungai. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada cara ini adalah penggunaan penampang ganda dengan debit dominan untuk penampang bawah dan perencanaan alur stabil terhadap proses erosi dan sedimentasi dasar sungai maupun erosi tebing dan elevasi muka banjir.
2.1.4.1.1.3. Pembuatan Alur Pengendali Banjir (Floodway) Apabila debit banjir terlalu besar dan tidak dimungkinkan peningkatan kapasitas tampung saluran diatas kapasitas yang sudah ada, maka penambahan kapasitasnya dapat dilakukan dengan pembuatan saluran baru langsung ke laut, danau atau saluran lain. Saluran baru ini disebut saluran banjir (floodway). Saluran banjir adalah saluran baru yang dibuat untuk mengalirkan air secara terpisah dari saluran utamanya. Saluran banjir dapat mengalirkan sebagian atau bahkan seluruh debit banjir.
9
Saluran
banjir
ini
dibuat
dengan
berbagai
tujuan
antara
lain
menghindarkan pekerjaan saluran pada dareah pemukiman yang padat atau untuk memperpendek salah satu ruas saluran. Biasanya saluran banjir dilengkapi dengan pintu atau bendung untuk membagi debit sesuai dengan rencana. Perencanaan floodway meliputi : pembagian jalur floodway, jalur floodway, normalisasi floodway, dan bangunan pembagi banjir. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam perencanaan suatu saluran banjir (floodway) adalah : a) Normalisasi alur alam biasanya mengalami kesulitan lahan. b) Head alur lama tidak menguntungkan, alur jauh, dan berkelok-kelok. c) Terdapat alur alam untuk jalur floodway. d) Floodway mempunyai head yang cukup. e) Tidak mengganggu pemanfaatan sumber daya alam. f) Dampak negatif sosial ekonomi.
Gambar 1.2. Pembuatan Alur Pengendali Banjir (Floodway)
2.1.4.1.1.4. Pembuatan Sudetan (Shortcut) Pada ruas sungai yang belok-belokannya (meander) tajam atau sangat kritis, maka tanggul yang akan dibangun biasanya akan lebih panjang. Selain itu pada ruas sungai yang demikian terjadi peningkatan gerusan pada belokan luar dan menyebabakan kerusakan tebing sungai yang pada akhirnya mengancam kaki tanggul. Pada belokan bagian dalam terjadi pengendapan yang intensif pula. Alur sungai yang panjang dan menpunyai kondisi seperti di atas menyebabkan kelancaran air banjir menjadi terganggu. Untuk mengurangi keadaan yang kurang menguntungkan tersebut perlu dipertimbangkan pembuatan alur baru, agar pada ruas tersebut alur sungai mendekati garis lurus
10
dan lebih pendek. Sungai baru seperti itu disebut sudetan. Sudetan ini akan menurunkan muka air di sebelah hulunya tetapi muka air di sebelah hilirnya biasanya naik sedikit. Tujuan dilakukannya sudetan ini antara lain : a) Perbaikan alur sungai yang pada mulanya panjang berbelok-belok dan tidak stabil menjadi lebih pendek dan lebih lurus. b) Dengan adanya sudetan akan terjadi hidrograf banjir antara di bagian hulu dan hilir sudetan, sehingga akan menguntungkan daerah di bagian hulunya.
Gambar 1.3. Pembuatan Sudetan (Shortcut)
2.1.4.1.1.5. Groyne (Tanggul Tangkis) Tanggul tangkis sering juga disebut groyne atau krib. Krib adalah bangunan yang dibuat mulai dari tebing sampai ke arah tengah untuk mengatur arus sungai dan tujuan utamanya adalah sebagai berikut : a) Mengatur arah arus sungai. b) Mengurangi kecepatan arus sungai sepanjang tebing sungai, mempercepat sedimentasi, dan menjamin keamanan tanggul/tebing terhadap gerusan. c) Mempertahankan lebar dan kedalaman air pada alur sungai. d) Mengkonsentrasikan arus sungai dan memudahkan penyadapan.
2.1.4.1.2. Bangunan Pengendali Banjir 2.1.4.1.2.1. Bendungan Bendungan digunakan untuk menampung dan mengelola distribusi aliran sungai. Pengendalian diarahkan untuk mengatur debit air sungai di sebelah hilir bendungan.
11
2.1.4.1.2.2. Pembuatan Check Dam (Penangkap Sedimen) Check Dam (Penangkap Sedimen) atau disebut juga bendung penahan berfungsi untuk memperlambat proses sedimentasi dengan mengendalikan gerakan sedimen menuju bagian sungai sebelah hilirnya. Adapun fungsi check dam antara lain : a) Menampung sebagian angkutan sedimen dalam suatu kolam penampung. b) Mengatur jumlah sedimen yang bergerak secara fluvial dalam kepekaan yang tinggi, sehingga jumlah sedimen yang meluap ke hilir tidak berlebihan. Dengan demikian besarnya sedimen yang masuk akan seimbang dengan daya angkut aliran air sungainya. Sehingga sedimentasi pada lepas pengendapan terhindarkan. c) Membentuk suatu kemiringan dasar alur sungai baru pada alur sungai hulu. Check dam baru akan nampak manfaatnya jika dibangun dalam jumlah yang banyak di alur sungai yang sama.
2.1.4.1.2.3. Groundsill Groundsill merupakan suatu konstruksi untuk perkuatan dasar sungai untuk mencegah erosi pada dasar sungai, dengan maksimal drop 2 meter. Groundsill diperlukan karena dengan dibangunnya saluran baru (shortcut) maka panjang sungai lebih curam sehingga akan terjadi degradasi pada waktu yang akan datang.
2.1.4.1.2.4. Pembuatan Retarding Pond Pengendalian banjir dengan cara ini adalah dengan membuat kolam penampungan air saluran atau saluran yang akan meluap. Retarding pond dibuat dengan cara menggali suatu daerah/area dengan tujuan menampung air limpasan dan pada saat banjir surut, air tersebut dapat dikeluarkan ke saluran pembuangan. Berkaitan dengan bangunan pengendali banjir ini maka diperlukan bangunan-bangunan air lainnya sebagai pelengkap antara lain :
12
pintu air, pompa, saluran pengambilan, saluran pembuangan, dan lain sebagainya.
2.1.4.1.2.5. Pembuatan Polder Drainase sistem polder adalah sistem penanganan drainase perkotaan dengan cara mengisolasi daerah yang dilayani (catchment area) terhadap masuknya air dari luar sistem berupa limpasan (overflow) maupun aliran di bawah permukaan tanah (gorong-gorong dan rembesan), serta mengendalikan ketinggian muka air banjir di dalam sistem sesuai dengan rencana. Drainase sistem polder digunakan apabila penggunaan drainase sistem gravitasi sudah tidak memungkinkan lagi, walaupun biaya investasi dan operasinya lebih mahal.
2.1.4.2. Pengendalian Banjir Metode Non Struktur Analisis pengendalian banjir dengan tidak menggunakan bangunan pengendali akan memberikan pengaruh cukup baik terhadap regim sungai. Contoh aktivitas penanganan tanpa bangunan adalah sebagai berikut : 2.1.4.2.1. Pengelolaan DAS Pengelolaan DAS berhubungan erat dengan peraturan, pelaksanaan, dan pelatihan. Kegiatan penggunaan lahan dimaksudkan untuk menghemat dan menyimpan air dan konservasi tanah. Pengelolaan DAS mencakup aktifitasaktifitas berikut ini : a) Pemeliharaan vegetasi di bagian hulu DAS. b) Penanaman vegetasi untuk mengendalikan kecepatan aliran air dan erosi tanah. c) Pemeliharaan vegetasi alam, atau penanaman vegetasi tahan air yang tepat, sepanjang tanggul drainasi, saluran-saluran, dan daerah lain untuk pengendalian aliran yang berlebihan atau erosi tanah. d) Mengatur secara khusus bangunan-bangunan pengendali banjir (misal check dam) sepanjang dasar aliran yang mudah tererosi.
13
e) Pengelolaan khusus untuk mengatisipasi aliran sedimen yang dihasilkan dari kegiatan gunung berapi.
2.1.4.2.2. Pengaturan Tata Guna Lahan Pengaturan tata guna tanah di daerah aliran sungai, ditujukan untuk mengatur penggunaan lahan, sesuai dengan rencana pola tata ruang wilayah yang ada. Hal ini untuk menghindari penggunaan lahan yang tidak terkendali, sehingga mengakibatkan kerusakan daerah aliran sungai yang merupakan daerah tadah hujan. Pada dasarnya pengaturan penggunaan lahan di daerah aliran sungai dimaksudkan untuk : a) Untuk memperbaiki kondisi hidrologis DAS, sehingga tidak menimbulkan banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. b) Untuk menekan laju erosi DAS yang berlebihan, sehingga dapat menekan laju sedimentasi pada alur sungai di bagian hilir.
2.1.4.2.3. Pengendalian Erosi Sedimen di suatu potongan melintang sungai merupakan hasil erosi di daerah aliran di hulu potongan tersebut dan sedimen tersebut terbawa oleh aliran dari tempat erosi terjadi menuju penampang melintang itu. Oleh karena itu kajian pengendalian erosi dan sedimen juga berdasarkan kedua hal tersebut di atas, yaitu berdasarkan kajian supply limited dari DAS atau kapasitas transport dari sungai. Faktor pengelolaan penanaman memberikan andil yang paling besar dalam mengurangi laju erosi. Jenis dan kondisi semak (bush) dan tanaman pelindung yang bisa memberikan peneduh (canopy) untuk tanaman dibawahnya cukup besar dampaknya terhadap laju erosi. Pengertian ini secara lebih spesifik menyatakan bahwa dengan pengelolaan tanaman yang benar sesuai kaidah teknis berarti dapat menekan laju erosi yang signifikan.
2.1.4.2.4. Pengembangan Daerah Banjir Ada 4 strategi dasar untuk pengembangan daerah banjir yang meliputi :
14
a) Modifikasi kerentanan dan kerugian banjir (penentuan zona atau pengaturan tata guna lahan). b) Pengaturan peningkatan kapasitas alam untuk dijaga kelestariannya, seperti penghijauan. c) Modifikasi dampak banjir dengan penggunaan teknik mitigasi seperti asuransi, penghindaran banjir (flood proofing). d) Modifikasi banjir yang terjadi (pengurangan) dengan bangunan pengontrol (waduk) atau normalisasi sungai. (Robert J. Kodoatie,”PSDA Terpadu”)
2.1.4.2.5. Pengaturan Daerah Banjir Pada kegiatan ini dapat meliputi seluruh kegiatan dalam perencanaan dan tindakan yang diperlukan untuk menentukan kegiatan, implementasi, revisi perbaikan rencana, pelaksanaan dan pengawasan secara keseluruhan aktivitas di daerah dataran banjir yang diharapkan berguna dan bermanfaat untuk masyarakat di daerah tersebut, dalam rangka menekan kerugian akibat banjir. Kadang-kadang kita dikaburkan adanya istilah flood plain management dan flood control, bahwa manajemen disini dimaksudkan hanya untuk pengaturan penggunaan lahan (land use) sehubungan dengan banjir dan flood control untuk pengendalian mengatasi secara keseluruhan. Demikian pula antara flood plain zoning dan flood plain regulation, zoning hanya merupakan salah satu cara pengaturan dan merupakan bagian dari manajemen daerah dataran banjir. Manajemen daerah dataran banjir pada dasarnya bertujuan untuk : a) Meminimumkan
korban
jiwa,
kerugian
maupun
kesulitan
yang
diakibatkan oleh banjir yang akan terjadi. b) Merupakan suatu usaha untuk mengoptimalkan penggunaan lahan di daerah dataran banjir dimasa mendatang, yaitu memperhatikan keuntungan individu ataupun masyarakat sehubungan dengan biaya yang dikeluarkan. (Robert J. Kodoatie,”Penanganan Bencana Terpadu”)
15
2.2. Jalan 2.2.1. Definisi Jalan Jalan adalah suatu prasarana yang penting untuk kepentingan ekonomi, sosial, budaya maupun pertahanan dan keamanan.
2.2.2. Bagian-Bagian Jalan Suatu jalan umumnya terdiri dari Damija, Damaja, Dawasja, Perkerasan Jalan, Bahu, Saluran Tepi, dan Badan Jalan. Bagian-bagian jalan terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1.4. Bagian-Bagian Jalan
a) Damaja (Daerah Manfaat Jalan) Daerah ini merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman ruang bebas tertentu yang ditetapkan oleh Pembina jalan. Daerah manfaat jalan hanya diperuntukkan bagi perkerasan jalan, bahu jalan, saluran samping, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan dan bangunan pelengkapan lainnya.
b) Damija (Daerah Milik Jalan) Daerah ini merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh Pembina jalan dengan suatu hak tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
16
Daerah milik jalan diperuntukkan bagi daerah manfaat jalan dan pelebaran jalan maupun penambahan jalur lalu lintas dikemudian hari, serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan.
c) Dawasja (Daerah Pengawasan Jalan) Daerah ini merupakan ruang sepanjnag jalan yang dimaksudkan agar pengemudi mempunyai pandangan bebas dan badan jalan dari pengaruh lingkungan, misalnya oleh air dan bangunan liar (tanpa izin).
d) Bahu Jalan Bahu jalan adalah bagian jalan yang berdampingan dan sama tinggi dengan perkerasan jalan. Bahu jalan berfungsi : -
Menahan perkerasan terhadap gerakan ke samping.
-
Sebagai jalur darurat pada waktu kendaraan mendahului, berpapasan atau berhenti.
-
Untuk menyediakan ruang pejalan kaki.
e) Saluran Samping Jalan Saluran samping jalan adalah bagian jalan yang berdampingan dengan bahu yang berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air secepatnya.
f) Badan Jalan Badan jalan merupakan bagian jalan dimana jalur lalu lintas, bahu, dan saluran samping dibangun.
g) Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan konstruksi jalan yang diperuntukkan bagi jalur lalu lintas yang umumnya terdiri dari tanah dasar, lapisan pondasi bawah, lapisan pondasi, dan lapisan permukaan. Untuk jalan pedesaan, lebar perkerasan diambil 2,5 – 3 meter.
17
2.3. Drainase 2.3.1. Definisi Drainase Drainase yang berasal dari kata to drain yang berarti mengeringkan atau mengalirkan air drainase. Menurut Dr. Ir. Suripin, M.Eng. (2004;7) drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Pemahaman secara umum mengenai drainase perkotaan adalah suatu ilmu dari drainase yang mengkhususkan pengkajian pada suatu kawasan perkotaan, yaitu merupakan suatu sistem pengeringan serta pengaliran air genangan (banjir) akibat adanya hujan lokal (hanya terjadi di kota tersebut) dari wilayah perkotaan yang meliputi pemukiman, kawasan industri dan perdagangan, sekolah, serta tempat-tempat lainnya yang merupakan bagian dari sarana kota, untuk kemudian dialirkan ke laut/saluran pengendali banjir, termasuk penanganan genangan yang terjadi pada daerah perkotaan yang mempunyai ketinggian muka tanah di bawah muka air laut maupun muka air banjir pada saluran/sungai pengendali banjir. Adapun permasalahan air genangan/banjir yang terjadi di suatu kota pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu : a) Banjir lokal yang disebabkan oleh hujan yang turun pada catchment area
pada suatu sistem jaringan drainase. b) Banjir kiriman yang disebabkan oleh limpasan kiriman dari daerah
atas/dari luar catchmnent area sustu sistem jaringan drainase kota, pada umumnya limpasan tersebut berasal dari limpasan saluran pengendali banjir (banjir kanal). c) Banjir akibat genangan air laut pasang (rob) yang terjadi di kota pantai
dimana elevasi muka tanahnya lebih rendah dari muka air laut pasang.
18
Sedangkan hal-hal yang menyebabkan terjadinya genangan air di suatu lokasi antara lain : a) Dimensi saluran yang tidak sesuai. b) Perubahan tata guna lahan yang menyebabkan terjadinya peningkatan debit banjir di suatu daerah aliran sistem drainase. c) Elevasi saluran tidak memadai. d) Lokasi merupakan daerah cekungan. e) Lokasi merupakan tempat retensi air yang diubah fungsinya misalnya menjadi permukiman. Ketika berfungsi sebagai tempat retensi (parkir alir) dan belum dihuni adanya genangan tidak menjadi masalah. Masalah timbul ketika daerah tersebut dihuni. f) Tanggul kurang tinggi. g) Kapasitas tampungan kurang besar. h) Dimensi gorong-gorong terlalu kecil sehingga aliran balik (backwater). i) Adanya penyempitan saluran. j) Tersumbat saluran oleh endapan, sedimentasi, atau timbunan sampah.
2.3.2. Tujuan Utama dan Arahan Pelaksanaan Sistem Drainase Tujuan dengan adanya sistem drainase antara lain : a) Mengalirkan air lebih dari suatu kawasan yang berasal dari air hujan maupun air buangan, agar tidak terjadi genangan yang berlebihan (banjir) pada suatu kawasan tertentu. b) Mengeringkan daerah becek dan genangan air sehingga tidak ada akumulasi air tanah. c) Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal. d) Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan, dan bangunan yang ada. Karena suatu kota terbagi-bagi menjadi beberapa kawasan, maka drainase di masing-masing kawasan merupakan komponen yang saling terkait dalam suatu jaringan drainase perkotaan dan membentuk satu sistem drainase perkotaan.
19
Sedangkan arahan dalam pelaksanaannya adalah : a) Harus dapat diatasi dengan biaya ekonomis. b) Pelaksanaannya tidak menimbulkan dampak sosial yang berat. c) Dapat dilaksanakan dengan teknologi sederhana. d) Memanfaatkan semaksimal mungkin saluran yang ada. e) Jaringan drainase harus mudah pengoperasian dan pemeliharaannya. f) Mengalirkan air hujan ke badan sungai yang terdekat.
2.4. Kolam Detensi Kolam detensi (menampung air sementara) adalah kolam yang mempunyai pintu air dan kolam yang juga berfungsi menampung dan menahan air limpasan permukaan sementara untuk kemudian mengalirkannya ke badan air, misalnya dengan membuat kolam penampungan sementara untuk menjaga keseimbangan tata air.
20
BAB III PERMASALAHAN 3.1. Permasalahan Pada lokasi yang kami tinjau yaitu Jalan Mayor Ruslan dekat Kolam Detensi Yayasan IBA, penyebab atau permasalahan terjadinya banjir pada lokasi tersebut ialah sebagai berikut : a) Terdapatnya Sedimentasi
Gambar 1.5. Terdapat Sedimentasi Pada Saluran Drainase dan Kolam Detensi
Sedimentasi saluran terjadi karena adanya penumpukan sampah dan tanah serta pasir dalam saluran drainase dan kolam detensi. Sampah dan tanah yang telah lama terbuang dalam saluran drainase dan kolam detensi lama kelamaan menjadi padat sehingga dapat mengurangi kemampuan saluran drainase dan kolam detensi menampung air hujan maupun air limbah yang ada di sekitar Jalan Mayor Ruslan dekat Yayasan IBA. Tebal sedimentasi yang ada pada saluran drainase tersebut 20 cm.
21
Gambar 1.6. Mengukur Tebal Sedimentasi
Oleh karena berkurangnya kapasitas saluran drainase dan kolam detensi maka pada saat terjadi curah hujan tinggi, air hujan tidak dapat ditampung dan dialirkan dengan baik oleh saluran drainase dan kolam detensi tersebut. Akibatnya air dari saluran meluap ke badan jalan maka terjadilah genangan di bagian jalan tersebut. Genangan yang terjadi sangat mengganggu para pengguna jalan dan akan menyebabkan kemacetan yang cukup lama.
Gambar 1.7. Banjir di Jalan Mayor Ruslan Dekat Yayasan IBA
Pada gambar di atas menunjukkan terjadinya banjir atau genangan air di jalan Mayor Ruslan dekat Yayasan IBA tersebut akibat dari curah hujan yang tinggi selama 2,5 jam, diperkirakan tinggi genangan air dari permukaan jalan raya ± 40 cm dan akan kembali menyurut atau air tidak mengenangi jalan raya lagi ± 4 jam.
b) Kolam Detensi Mempunyai Beda Elevasi yang Tinggi daripada Saluran Drainase Pada jalan Mayor Ruslan dekat Yayasan IBA juga terdapat kolam detensi yang cukup luas. Dimana kolam detensi ini mempunyai beda elevasi yang tinggi ketimbang saluran drainasenya sehingga air hujan yang masuk ke dalam saluran drainase tidak bisa mengalir ke kolam detensi tersebut. Terjadinya beda elevasi yang tinggi disebabkan banyaknya sedimentasi yang terdapat pada kolam detensi tersebut sehingga terjadinya
22
penyumbatan air (air hujan dalam saluran drainase tidak dapat mengalir ke dalam kolam detensi). Yang mana kita ketahui bahwa sifat air adalah mengalir dari dataran tinggi ke dataran rendah.
c) Terdapatnya Limbah Sampah
Gambar 1.8. Terdapatnya Limbah Sampah
Masyarakat di sekitar Jalan Mayor Ruslan dekat Yayasan IBA masih
menganggap
bahwa
saluran
drainase
merupakan
tempat
pembuangan sampah. Kurangnya kesadaran masyarakat mengenai kebersihan lingkungan dan pembuangan sampah pada tempatnya membuat masyarakat kebanyakan masih membuang sampah di sembarang tempat seperti di jalan, di lingkungan sekitar, dan di badan air serta di saluran drainase yang ada. Sampah kemudian berserakan di jalanan sehingga bila terjadi hujan sampah-sampah tersebut akan dibawa air hujan ke saluransaluran drainase yang ada. Akibatnya air menjadi kotor, saluran drainase menjadi penuh sampah serta saluran tersebut dapat tersumbat oleh sampah-sampah tersebut dan akhirnya terjadilah genangan.
d) Curah Hujan yang Tinggi Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya banjir di jalan Mayor Ruslan dekat Yayasan IBA ini sebab kapasitas saluran drainase yang ada tak mampu untuk menampung air yang berlebihan dan curah hujan yang tinggi juga menjadi penyebab rusaknya suatu jalan.
23
3.2. Peta Denah Lokasi
Gambar 1.9. Peta Denah Lokasi
24
BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Pembahasan Pembahasan mengenai banjir yang terjadi di Jalan Mayor Ruslan dekat kolam detensi Yayasan IBA adalah sebagai berikut : a) Perlunya Pengerukan Sedimentasi pada Saluran Drainase Pengerukan sedimentasi adalah suatu usaha untuk mengoptimalkan kembali fungsi saluran drainase. Pada saluran drainase di Jalan Mayor Ruslan banyak terdapat sedimentasi maka perlu dilakukan pengerukan terhadap sedimentasi tersebut, agar kapasitas saluran drainase untuk menampung air hujan tidak berkurang dan memperlancar debit aliran air.
b) Perlunya Pengerukan Sedimentasi yang Maksimal pada Kolam Detensi agar Beda Elevasinya Lebih Rendah Di kolam detensi Jalan Mayor Ruslan ini terdapat banyak sekali sedimentasi daripada saluran drainasenya, oleh karena itu diperlukan pengerukan yang maksimal atau lebih dalam pada kolam detensi ini agar beda elevasinya lebih rendah dari saluran drainase, sehingga air yang ditampung oleh saluran drainase bisa mengalir ke kolam detensi tersebut atau tidak ada penyumbatan.
c) Melakukan Penyuluhan pada Masyarakat Melakukan penyuluhan pada masyarakat yang berdomisili di Jalan Mayor Ruslan ini merupakan suatu usaha yang sangat penting untuk mencegah terjadinya banjir karena seperti yang kita tahu, banjir dapat juga disebabkan oleh perilaku manusia seperti merusak lingkungan, membuang limbah sampah sembarangan, dan banyaknya saluran drainase kota yang tidak terawat dengan baik. Oleh karena itu, manfaat dari penyuluhan ini supaya masyarakat dapat menanamkan kesadaran diri tentang pentingnya kelestarian lingkungan, membuang limbah sampah pada tempatnya, dan 25
melakukan kegiatan gotong royong untuk membersihkan saluran drainase agar kapasitas saluran drainase optimal kembali untuk menampung dan mengalirkan air secepatnya.
26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Penyebab terjadinya Banjir di Jalan Mayor Ruslan dekat Kolam Detensi Yayasan IBA disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : a) Terdapatnya sedimentasi di saluran drainase dan kolam detensi. b) Kolam detensi mempunyai beda elevasi yang tinggi daripada saluran drainase. c) Terdapatnya limbah sampah. d) Curah hujan yang tinggi.
5.2. Saran Solusi atau solving problem untuk mencegah terjadinya banjir di Jalan Mayor Ruslan dekat Kolam Detensi Yayasan IBA adalah sebagai berikut : a) Perlunya pengerukan sedimentasi pada saluran drainase. b) Perlunya pengerukan sedimentasi yang maksimal pada kolam detensi agar beda elevasinya lebih rendah dari saluran drainase. c) Perlunya penyuluhan kepada masyarakat agar tidak membuang limbah sampah sembarangan.
27
REFERENSI . Penanganan Sistem Drainase Kecamatan Jati Kabupaten Kudus. Semarang: Universitas Diponegoro.
28