BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dari waktu ke waktu dunia pendidikan di negeri ini tidak pernah sepi dari berita soal sekolah ambruk, gonta-ganti buku pelajaran, pungutan di sekolah, kekurangan guru, keberadaan guru yang tidak layak mengajar, pergantian kurikulum, minimnya kesejahteraan guru, perekrutan guru yang asal-asalan, masih terlalu minimnya fasilitas dan sarana belajar, serta lemahnya manajemen pendidikan. Kondisi demikian, membuat dunia pendidikan semakin terpuruk karena masih belum berjalan secara efektif dan efisien. Winarno, (2008) mengatakan bahwa dunia pendidikan di Indonesia masih belum berhasil dalam melakukan pemerataan pendidikan, mutu pendidikan masih rendah, dan manajemen pendidikan juga masih lemah. .Pada hal kunci untuk mencapai kemajuan sudah sangat jelas, yakni dengan pendidikan yang berkualitas secara berkelanjutan. Berdasarkan laporan yang diliris
Diyono Adhi Budiyono, (2011)
menunjukan bahwa angka Human Development Index (HDI) Indonesia tahun 2010 di posisi 108 dari 169 negara yang disurvei. Diantara Negara di Asia tenggara yang tergabung dalam ASEAN saja, posisi Indonesia hanya di atas Vietnam, Timor Leste, dan Myanmar. Negara ASEAN yang paling tinggi posisinya adalah Singapura, dengan angka HDI 27/0.846. disusul urutan di bawahnya berturut-turut; Brunai Darussalam: 37/0.805, Malaysia: 57/744, Thailand: 92/0.654, Philipina: 97/0.638, Indonesia: 08/0.600, Vietnam: 113/572, Timor Leste: 120/0.502, dan Myanmar: 132/0.451. Dengan kualitas pendidikan demikian dapat dimengerti kalau kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia lebih rendah dibandingkan negara-negara lain. Fakta ini sangat mengejutkan dan menyesakkan. Jika hal ini dibiarkan terus-menerus Indonesia akan semakin tertinggal. Jangankan menjadi pencipta teknologi, menjadi pengguna teknologi saja, bisa jadi anak-anak Indonesia “gaptek” atau gagap teknologi. Bahkan bukan tidak mungkin suatu saat nanti 1
2
orang Indonesia tidak dapat “menjadi tuan” di negeri sendiri karena semua SDM di Indonesia berasal dari luar negeri yang secara kualitas dan komitmen lebih memenuhi syarat. Untuk mengatasi hal ini langkah pertama yang perlu dilakukan adalah pengelolaan pendidikan karena peranan pengelolaan pendidikan sangat signifikan untuk menciptakan sekolah-sekolah bermutu. Pengelolaan pendidikan harus dibenahi secara total, berkelanjutan, dan berorientasi pada kualitas karena perbaikan kualitas adalah kunci sukses pendidikan di masa depan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, pendidikan,
dan peningkatan
demikian, berbagai
indikator
perbaikan
kualitas kualitas
sarana
manajemen pendidikan
dan sekolah.
belum
prasarana Namun
menunjukkan
peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan kualitas pendidikan yang cukup menggembirakan, sebagian
besar
lainnya
namun
masih memprihatinkan. Sewajarnya, jika berbagai
pihak mempertanyakan apa yang salah dalam penyelenggaraan pendidikan kita? Dari berbagai pengamatan dan analisis, sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata. Faktor pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education production function atau input-output analysis yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini menganggap bahwa apabila input pendidikan seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainnya dipenuhi, maka kualitas pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi. Dalam kenyataan, kualitas pendidikan yang diharapkan tidak terjadi. Mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan education production function terlalu memusatkan pada output pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan. Dari sinilah diharapkan sekolah menerapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah yang dapat meningkatkan output pendidikan, sehingga dapat menarik perhatian para pelanggan dengan kualitas yang dikeluarkan dari sekolah yang melaksanakan
3
prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah dengan baik. Manajemen berbasis sekolah tidak hanya memperhatikan input saja tetapi proces dan outputnya juga diperhatikan. Faktor kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik, sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang rnempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Dengan demikian, sekolah kehilangan kemandirian, motivasi dan inisiatif untuk rnengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan kualitas pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional. Faktor ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orangtua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat selama ini pada umumnya lebih banyak bersifat dukungan input (dana), bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas). Berkaitan dengan akuntabilitas, sekolah tidak rnempunyai beban untuk
mempertanggungjawabkan
hasil
pelaksanaan
pendidikan
kepada
masyarakat, khususnya orangtua siswa, sebagai salah satu unsur utama yang berkepentingan dengan pendidikan. Salah
satu
konsep
manajemen
dalam
melakukan
reorientasi
penyelenggaraan pendidikan, yaitu dari manajemen peningkatan kualitas berbasis pusat menuju manajemen peningkatan kualitas berbasis sekolah adalah diterapkannya model peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (School Based Quality Managenment) atau Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS adalah ilmu yang dapat dikatakan baru, namun maknanya sangat besar untuk mempengaruhi kualitas suatu produk yang berorientasi kepada kebutuhan pengguna (customers). MBS sebagai konsep memasukkan rencana, pelaksanaan, koreksi, dan tindakan atas kekeliruan. MBS sebagai model pendekatan peningkatan kualitas pendidikan menghendaki perubahan budaya, pola pikir dan tindakan yang dinamis dari setiap pelaku sistem pendidikan di setiap unsur
4
kelembagaan, mulai dari pembina pengelola, pelaksana dan orang tua, atau pengurus dewan sekolah. Dalam rangka reorientasi penyelenggaraan pendidikan seluruh sekolah di Indonesia sudah harus menerapkan manajemen berbasis sekolah. Begitu juga SD Negeri 2 Nglangitan Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora. SD Negeri 2 Nglangitan Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora adalah salah satu potret sekolah yang berada di desa, kondisinya sangat memprihatinkan. Kondisi demikian sampai dengan tahun 2006 berimbas pada kelulusan siswa kelas VI yang selalu di bawah rata-rata, bahkan menjadi juru kunci di antara 33 SD/MI di Kecamatan Tunjungan. Namun pada tahun 2007 dan 2008, nilai rata-rata hasil ujian siswa kelas VI menduduki peringkat keenam di tingkat kecamatan, dan dua tahun berturut-turut 2009, 2010 peringkat dua. Proses perubahan yang terjadi di SD Negeri 2 Nglangitan ini diduga karena menerapkan model pelaksanaan manajemen berbasis sekolah atau yang dikenal dengan MBS. Tanda-tanda yang dapat dikenali dari penerapan manajemen berbasis sekolah diantaranya adalah: pimpinan yang berorientasi pada konsumen (pelanggan), guru diberi kesempatan yang lebih luas dalam mengendalikan kelas, siswa dipandang sebagai pelanggan bukan beban seperti dalam manajemen sebelumnya (tradisional), kualitas sekolah memiliki sifat sangat multi dimensi dengan aspek-aspek input-output, proses, dan keluaran serta kualitas pendidikan terdapat dalam proses dan produk, yang kesemuanya tersusun dalam sebuah kerangka rencana strategis sekolah. Dengan demikian dalam upaya pencapaian kualitas pendidikan yang baik, bagi sekolah diperlukan sebuah pengelolaan yang baik dan matang untuk merealisasikannya. Perubahan yang begitu drastis dari SD Negeri 2 Nglangitan sebagai sekolah juru kunci menjadi sekolah yang penuh prestasi dan diperhitungkan di tingkat kecamatan, dapat dipandang sebagai usaha sekolah untuk mencapai kualitas pendidikan sekolah yang baik. Penggarapan kualitas secara total bukan merupakan pilihan tetapi keharusan. Kualitas harus selalu dijaga bahkan ditingkatkan dengan cara memperbaiki kualitas layanan melalui penerapan MBS, secara konsisten. Bisa jadi walau tidak secara eksplisit menerapkan MBS, tetapi
5
secara prinsip SD Negeri 2 Nglangitan sudah menerapkan MBS melalui analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman sebagai usaha peningkatan kualitas pendidikan. Berdasarkan pengenalan terhadap pengelolaan sekolah tersebut maka dilakukan penelitian tentang peningkatan kualitas sekolah melalui penerapan prinsip-prinsip Manajemen Berbasis Sekolah di SD Negeri 2 Nglangitan.
1.2
Identifikasi Masalah
1.2.1 SD Negeri 2 Nglangitan dari sekolah juru kunci sampai tahun 2006 menjadi sekolah penuh prestasi pada tahun 2007 sampai saat ini. 1.2.2 Hal ini disebabkan adanya perubahan pelaksanaan manajemen sekolah yang diduga menerapkan prinsip-prinsip Manajemen Berbasis Sekolah dengan mendasarkan analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi sekolah sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan
1.3
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka dirumuskan masalah pokok penelitian sebagai berikut: “ Bagaimanakah peningkatan kualitas sekolah melalui penerapan prinsip MBS di SD Negeri 2 Nglangitan?”. Berdasarkan masalah pokok tersebut dirumuskan persoalan penelitian sebagai berikut:
1.3.1 Apa yang menjadi faktor kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman (SWOT) di SD Negeri 2 Nglangitan berkenaan dengan upaya peningkatan kualitas sekolah melalui penerapan prinsip-prinsip MBS? 1.3.2 Strategi dan rencana tindakan apa yang dilaksanakan oleh SD Negeri 2 Nglangitan dalam menerapkan prinsip-prinsip MBS berdasarkan hasil analisa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (SWOT)?
1.4
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas maka tujuan penelitian ini adalah :
1.4.1 Untuk mengetahui upaya peningkatan kualitas sekolah melalui penerapan prinsip MBS di SD Negeri 2 Nglangitan.
6
1.4.2 Untuk mengetahui faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman berkenaan dengan upaya peningkatan kualitas sekolah melalui penerapan prinsip MBS di SD Negeri 2 Nglangitan. 1.4.3 Untuk mengetahui strategi dan rencana tindakan berdasarkan analisis kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman (SWOT) dalam menerapkan prinsip MBS di SD Negeri 2 Nglangitan.
1.5
Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini secara teoritis memiliki manfaat : Memberikan sumbangan wawasan atau pengetahuan terkait dengan peningkatan kualitas sekolah melalui penerapan prinsip MBS.
1.5.2 Manfaat Praktis 1.5.2.1 Bagi SD Negeri 2 Nglangitan a. Menemukan desain MBS yang sesuai untuk meningkatkan kualitas sekolah di SD Negeri 2 Nglangitan. b. Menumbuhkan minat dan kesadaran terhadap seluruh jajaran anggota sekolah tentang pentingnya perhatian terhadap perbaikan pengelolaan sekolah secara berkesinambungan untuk menjaga kualitas sekolah. c. Menumbuhkan kesadaran terhadap seluruh jajaran anggota sekolah bahwa setiap orang yang terlibat dalam pendidikan di sekolah, apapun posisinya, mempunyai peran yang sama pentingnya dalam menjaga kualitas sekolah.
1.5.2.2 Bagi lembaga Pendidikan atau SD lain a. Memberi stimulus bagi lembaga pendidikan lain untuk mulai melaksanakan MBS dalam lembaga pendidikannya masing-masing. b. Memberikan contoh penerapan prinsip-prinsip MBS untuk meningkatkan kualitas.