ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Hipertensi
2.1.1 Pengertian Hipertensi Hipertensi atau sering disebut dengan tekanan darah tinggi termasuk salah satu penyakit pembuluh darah (vascular disease). Definisi hipertensi menurut Ganong (2010), Guyton (2014), WHO (2013) and JNC VIII adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah didalam arteri diatas 140/90 mmHg pada orang dewasa dengan sedikitnya tiga kali pengukuran secara berurutan. Pembuluh darah merupakan saluran tertutup yang mengalirkan darah dari jantung ke jaringan dan kembali lagi ke jantung melalui paru-paru. Semua pembuluh darah dilapisi oleh sel endotel yang mensekresikan berbagai zat yang dapat mempengaruhi diameter pembuluh darah, perbaikan luka pada pembuluh darah dan pembentukan pembuluh darah baru. Struktur pembuluh darah meliputi jaringan ikat di lapisan luar (tunika adventisia), jaringan elastik diantara lapisan luar dan media (lamina elastika eksterna), otot polos di lapisan tengah (tunika media), jaringan elastik diantara lapisan intima dan media (lamina elastika interna) dan lapisan dalam (tunika intima). Otot-otot tersebut diinervasi oleh serabut saraf noradrenergik yang berfungsi sebagai vasokonstriktor dan persarafan kolinergik sebagai vasodilator. Pembuluh darah dapat teregang oleh karena ejeksi jantung saat sistol dan jaringan elastik akan mengembalikan pembuluh darah kebentuk semula saat diastol (Ganong, 2010).
12 TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13
Sumber : Guyton & Hall (2014)
Gambar 2.1. Struktur Pembuluh Darah Pengukuran tekanan darah dilakukan sesuai dengan standar BSH (British Society of Hypertension) secara manual dengan menggunakan alat yang disebut sphygmomanometer air raksa. Selain itu, pengukuran tekanan darah juga bisa dilakukan dengan menggunakan tensimeter digital yang telah dikalibrasi. Kedua alat tersebut mengukur tekanan darah yang dinyatakan dalam satuan mmHg. Tekanan darah dapat diukur setelah pasien duduk tenang selama 5 menit. Pada saat pemeriksaan lengan disangga dan tensimeter diletakkan setinggi jantung. Manset yang dipakai harus disesuaikan sedikitnya melingkari 80% lengan atas (Dharmeizar, 2012). Pada pemeriksaan tekanan darah yang diukur adalah tekanan darah sistolik dan diastolik. Tekanan Darah Sistolik (TDS) yaitu tekanan ketika jantung berkontraksi dan memompa darah. Sedangkan tekanan diastolik yaitu tekanan ketika jantung relaksasi dan darah masuk kedalam jantung (Dharmeizar, 2012).
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14
2.1.2 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan
etiologinya,
hipertensi
dapat
diklasifikasikan
menjadi
hipertensi primer (hipertensi esensial) dan hipertensi sekunder. Hampir lebih dari 90-95% kasus hipertensi merupakan hipertensi primer. Hipertensi primer adalah hipertensi dengan penyebab yang tidak diketahui (Guyton & Hall, 2014). Belum ada teori yang jelas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Namun, faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga didokumentasikan adanya mutasi genetik yang merubah ekskresi kalikrein urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen. Selanjutnya, dikatakan hipertensi sekunder jika terjadinya hipertensi disebabkan oleh penyakit lain. Hanya sekitar 5-10% kasus hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Banyak penyebab hipertensi sekunder baik endogen maupun eksogen. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obatobat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15
atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder. Disamping itu, terdapat klasifikasi hipertensi menurut JNC VIII (The Eighth Joint National Committee) yang didasarkan pada rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis untuk pasien dewasa (umur ≥ 18 tahun). Klasifikasi tekanan darah tersebut mencakup empat kategori dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik (TDS) <120 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) < 80 mmHg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasi pasien yang tekanan darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VIII Klasifikasi Normal Pre Hipertensi Stadium I Stadium II
Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg) < 120 < 80 120 - 139 80 – 89 140 - 159 90 – 99 ≥ 160 ≥ 100
Sumber : National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI), 2013
2.1.3 Gambaran Klinis Sebagian besar hipertensi terjadi tanpa disertai tanda dan gejala yang pasti. Kadang-kadang nyeri kepala, pusing, rasa lelah dianggap sebagai gejala non spesifik dari hipertensi. Namun demikian, gejala-gejala tersebut tidak jarang juga terjadi pada orang dengan tekanan darah normal (normotensi) (Ganong, 2010). Ketidakpastian tanda dan gejala menyebabkan hipertensi diketahui saat pemeriksaan screening rutin atau ketika penderita memeriksakan komplikasinya. Komplikasi hipertensi berpotensi mematikan, meliputi infark miokard, gagal
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16
jantung kongestif, stroke trombotik dan hemoragik, gagal ginjal dan ensefalopati hipertensif. Oleh sebab itu, hipertensi mendapat sebutan “The Silent Killer” (Ganong, 2010). 2.1.4 Patogenesis Hipertensi Primer Patogenesis hipertensi primer sangat kompleks dan multifaktorial. Faktorfaktor tersebut meliputi peningkatan resistensi vaskular perifer, peningkatan curah jantung, peningkatan volume darah, peningkatan kekentalan/viskositas darah stimulasi hormon dan neural serta elastisitas pembuluh darah (Ganong, 2010). Mekanisme dasar hipertensi ditentukan oleh curah jantung (cardiac output) dan tahanan vaskular perifer (peripheral vascular resistance). Hipertensi terjadi jika curah jantung dan tahanan vaskuler perifer meningkat. Curah jantung ditentukan oleh dua faktor yaitu arus balik vena (venous return) dan kontraksi otot jantung. Sedangkan tahanan vaskuler perifer ditentukan oleh aktivitas vasokonstriktor dan vasodilator. Pada hipertensi kronis dapat terjadi hipertrofi vaskuler yang akan mempengaruhi tahanan vaskuler (Purnomo, 2007). Ada dua mekanisme pokok pengendalian tekanan darah yaitu mekanisme neural dan mekanisme hormonal. Kedua mekanisme ini terutama mempengaruhi kontraksi otot jantung dan tahanan vaskular. Akan tetapi, mekanisme hormonal berlangsung lebih rumit dimana titik pengendalian tekanan darah lebih ditekankan pada arus balik vena (Purnomo, 2007). Mekanisme neural terjadi melalui sistem saraf otonom, meliputi saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Rangsangan yang terjadi tergantung pada tekanan darah. Jika tekanan darah menurun, sistem saraf simpatis akan terangsang dan
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17
neuron post ganglion saraf simpatis akan mensekresi neurotransmitter Norepinefrin (NE) yang mengakibatkan vasokontriksi dan kontraksi otot jantung. Sedangkan jika tekanan darah meningkat, sistem saraf parasimpatis akan terangsang dan neuron post ganglion saraf parasimpatis akan mensekresi neurotransmitter Asetilkolin (Ach). Reseptor asetilkolin (Ach-R) yang terdapat di sel endotel akan menangkap asetilkolin, akibatnya sel endotel akan mensintesis dan mensekresi Nitrit Oksid (NO) atau disebut juga Endothelium Derived Relaxing Factor (EDRF) (Purnomo, 2007). Gangguan vasodilatasi yang tergantung endotel pada penderita hipertensi esensial ini dikarenakan penurunan ketersediaan Nitrit Oksid (NO). Nitrit Oksid (NO) merupakan Endothel Derived Releasing Factor (EDRF) yang bersifat sebagai vasodilator dan pelican untuk mencegah perlekatan Low Density Lipoprotein (LDL) dan sel-sel darah. Nitrit oksid merupakan suatu faktor vasodilator dari sel endotel pada pembuluh arteri maupun pembuluh resisten. Nitrit oksid dapat menyebabkan guanilil siklase dalam otot polos vaskuler tidak aktif, sehingga terjadi akumulasi Guanosin Monofosfat Sitosol (cGMP) dan relaksasi. Nitrit oksid diproduksi oleh sel endotel dari asam amino L-arginin dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh enzim Nitrit Oksid Sintase (NOS). Sintesis NO dari endotel vaskuler terjadi secara terus menerus untuk mempertahankan tonus vaskuler (Sunarti, 2007). Sedangkan mekanisme hormonal melibatkan sistem renin-angiotensin dan aldosteron. Renin merupakan suatu enzim yang disintesis oleh sel juxtaglomerular ginjal dan menghidrolisis angiotensinogen yang akan menghasilkan angiotensin I.
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
18
Jika tekanan arteri rendah sel juxtaglomerular akan melepas renin ke sirkulasi. Kemudian Angiotensin I diubah menjadi Angiotensin II oleh enzim konversi angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme,ACE) dalam endothelial paru. ACE dan angiotensin II inilah yang memegang peran kunci dalam pengaturan tekanan darah. Selanjutnya, Angiotensin II terikat pada reseptornya (ATR-1 : Angiotensin II reseptor tipe 1) yang terdapat di pembuluh darah (vascular ATR-1) dan menyebabkan vasokontriksi. Namun, apabila angiotensin II terikat pada reseptornya yang berada di sel korteks kelenjar adrenal (adrenal ATR-1) menyebabkan sekresi mineralokortikoid. Jadi, angiotensin II memiliki peran ganda yaitu menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah dan merangsang sekresi aldosteron untuk mengurangi ekskresi garam dan air. Untuk lebih jelasnya, mekanisme kerja sistem renin-angiotensin dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Penurunan perfusi ginjal Perangkat juxta glomerular
Hati Angiotensinogen
RENIN Angiotensin I Angiotensin II ATR-1 vaskular
adrenal
vasokonstriksi
aldosteron
Sumber : Purnomo (2007)
Gambar 2.2. Mekanisme Kerja Renin-Angiotensin
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19
Aldosteron merupakan mineralokortikoid utama yang disekresi oleh korteks adrenalis ginjal. Angiotensin II menstimulasi sintesis enzim aldosteron sintetase yang mengubah kortikosteron menjadi aldosteron. Selanjutnya, aldosteron ditangkap oleh reseptor aldosteron yang berada di ginjal dan mengakibatkan terbukanya ENaC (Epithelial Na Channel) yang dapat meningkatkan reabsorbsi natrium. Reabsorbsi natrium terjadi melalui saluran ion ENaC yang diregulasi oleh aldosteron. Aldosteron akan mengurangi ekskresi natrium untuk mengatur volume cairan ekstraseluler dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Reabsorpsi natrium diikuti dengan reabsorbsi air yang dapat meningkatkan volume plasma. Jika volume plasma meningkat maka akan terjadi peningkatan arus balik vena (Purnomo, 2007).
2.1.5 Etiologi Hipertensi Primer Penyebab hipertensi esensial belum diketahui secara pasti. Banyak sekali faktor yang dapat menyebabkan hipertensi sehingga dapat dikatakan penyebab hipertensi adalah “multiple factors”. Adanya interaksi kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan dapat memicu terjadinya hipertensi (Muchtadi, 2013). Faktor genetik yaitu ketidakmampuan ginjal untuk mensekresi kelebihan garam sedangkan faktor lingkungan meliputi asupan garam yang berlebihan dan peningkatan kadar angiotensinogen plasma. Tingkat stress diketahui memperberat hipertensi tetapi masih belum dapat dipastikan bahwa stress memunculkan gejala hipertensi (Purnomo, 2007).
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
20
Beberapa faktor penyebab hipertensi yang telah diketahui adalah sebagai berikut faktor genetik, faktor lingkungan dan pola konsumsi. 1.
Pola Konsumsi Konsumsi tinggi natrium (Na) terutama yang berasal dari garam (NaCl)
diketahui menjadi salah satu penyebab hipertensi. Selain itu, natrium juga terdapat dalam penyedap makanan (MSG, monosodium glutamate) dan soda kue (NaHCO3, natrium bikarbonat) (Muchtadi, 2013). Garam mengandung 40% sodium dan 60% klorida. Orang yang sensitif terhadap sodium lebih mudah meningkat sodium-nya dan menimbulkan retensi cairan dan peningkatan tekanan darah (Sheps, 2000). Konsumsi garam berhubungan erat dengan terjadinya tekanan darah tinggi. Hipertensi tidak terjadi jika asupan garam dibatasi hingga <50-100 mmol/hari. Subjek yang sensitif terhadap garam akan menunjukkan penurunan tekanan darah dengan pengurangan intake sodium 100 mmol/hari (2,4 gram/hari). Kebutuhan asupan sodium adalah 10 mmol/hari (230 mg/hari). Selain itu, kemungkinan konsumsi garam berlebihan akan mempengaruhi patofisiologi hipertensi melalui mekanisme kerja renin, sistem saraf simpatis, endotelin, sensitivitas insulin dan perubahan hemodinamik ginjal. Hipotalamus mengatur konsentrasi garam didalam darah, dengan merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan hormon antidiuretika (ADH). ADH dikelurkan bila volume darah atau tekanan darah terlalu rendah. ADH merangsang ginjal untuk menahan atau menyerap kembali air dan mengeluarkannya kembali kedalam tubuh. Bila terlalu banyak air keluar dari tubuh, volume darah dan tekanan darah akan turun. Sel –sel
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
21
ginjal akan mengeluarkan enzim renin. Renin mengaktifkan protein didalam darah yang dinamakan angiotensinogen kedalam bentuk aktifnya angiotensin. Angiotensin akan mengecilkan diameter pembuluh darah sehingga tekanan darah akan naik. Disamping itu angiotensin mengatur pengeluaran hormon aldosteron dari kelenjar adrenalin. Aldosteron akan mempengaruhi ginjal untuk menahan natrium dan air. Akibatnya, bila dibutuhkan lebih banyak air, akan lebih sedikit air dikeluarkan dari tubuh dan tekanan darah akan naik kembali Kadar natrium dalam urin dapat digunakan sebagai indikator tinggi atau rendahnya konsumsi garam. Dengan penentuan kadar natrium dalam urin yang meningkat, dapat diketahui bahwa seseorang menderita hipertensi. 2.
Kelainan Ginjal Adanya kelainan atau kerusakan pada ginjal dapat menyebabkan gangguan
pengaturan tekanan darah melalui produksi renin oleh sel juxtaglomerular ginjal. Renin merupkan enzim yang berperan dalam lintasan metabolisme sistem RAA (Renin Angiotensin Aldosteron). Renin penting untuk mengendalikan tekanan darah, mengatur volume ektraseluler plasma darah dan vasokonstriksi arteri (Muchtadi, 2013). Selain itu, ginjal juga mensekresi hormon antidiuretik (ADH, antidiuretic hormone) dan aldosteron. ADH dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis posterior di otak melalui stimuli terhadap sel-sel collecting duct dan distal convoluted tubule ginjal sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi air dan penurunan volume urin. Sekresi hormone ini dikendalikan oleh peningkatan osmolaritas plasma darah, berkurangnya volume darah dan penurunan tekanan darah (Muchtadi, 2013).
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22
Aldosteron merupakan hormon steroid yang diproduksi oleh korteks adrenal dan bekerja pada collecting duct ginjal dan menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium. Sehingga dapat dikatakan aldosteron berperan mengontrol keseimbangan natrium dalam tubuh (Muchtadi, 2013). 3.
Penuaan Insidens hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia. Hampir
setiap orang mengalami peningkatan tekanan darah pada usia lanjut. Tekanan sistolik biasanya terus meningkat seumur hidup dan tekanan diastolik meningkat sampai usia 50-60 tahun kemudian menurun secara perlahan (Ganong, 2010). Hal ini terkait dengan salah satu perubahan yang terjadi karena proses penuaan yaitu berkurangnya kecepatan aliran darah dalam tubuh. Dengan bertambahnya usia, dinding pembuluh darah arteri menjadi kaku dan menurun elastisitasnya (arteriosklerosis) sehingga terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah yang menyebabkan jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah. Akibatnya, terjadi peningkatan tekanan darah sistolik (Muchtadi, 2013). 4.
Obesitas Istilah obesitas mengacu pada suatu keadaan dimana kelebihan lemak
disimpan dalam jaringan adiposa (Seidell, JC; Visscher, T, 2008). Menurut WHO, obesitas didefinisikan sebagai penimbunan lemak berlebih yang tidak normal dan dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. National Institutes of Health (NIH) mengatakan bahwa terjadi obesitas jika ada peningkatan 20% dari berat badan relatif atau IMT (Indeks Massa Tubuh) diatas persentil ke-85 untuk dewasa dan memberikan risiko bagi kesehatan (Flier et al, 2005).
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
23
Pada sebagian besar penderita, peningkatan berat badan yang berlebihan dan gaya hidup sedenter memiliki peran utama dalam menyebabkan hipertensi. Suatu penelitian dari Framingham Heart Study menunjukkan bahwa, 78% hipertensi yang terjadi pada laki-laki dan 65% pada wanita diakibatkan secara langsung oleh kegemukan atau obesitas (Lilyasari, 2007). Tiap kenaikan berat badan ½ kg dari berat badan normal yang direkomendasikan dapat mengakibatkan kenaikan tekanan darah sistolik 4,5 mmHg (Muchtadi, 2013). Hipertensi primer dengan kenaikan berat badan berlebih dan obesitas bisa terjadi karena peningkatan curah jantung akibat aliran darah tambahan yang diperlukan untuk jaringan adiposa ekstra dan meningkatnya laju metabolik seiring dengan peningkatan berat badan (Guyton & Hall, 2014). Disamping itu, juga dipengaruhi oleh peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, resistensi natrium dan disregulasi salt regulating hormone (Lilyasari, 2007). Selain itu, orang yang mengalami kegemukan atau obesitas sebagian besar juga menderita resistensi insulin. Insulin merupakan hormon yang dirilis oleh sel β-pankreas untuk memindahkan glukosa dari darah ke dalam sel-sel tubuh. Jika terjadi resistensi insulin artinya diperlukan lebih banyak lagi insulin untuk memasukkan glukosa dalam jumah yang sama ke dalam sel, sehingga pankreas tidak mampu memproduksi insulin dan kadar gula darah meningkat (timbul Diabetes Mellitus).
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5.
24
Stress Hipertensi dapat juga disebabkan oleh karena stress (fisik atau mental),
dimana pada kondisi ini kelenjar adrenal akan merilis hormon epinefrin atau adrenalin. Pelepasan hormon epinefrin atau adrenalin mengaktivasi reseptor βadrenergik yang menyebabkan peningkatan influks kalsium kedalam sel jantung sehingga mengakibatkan denyut jantung meningkat dan berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan sistolik. Keadaan ini mengakibatkan perubahan hemodinamik sehingga jejas endotel yang merupakan awal aterosklerosis.
2.2
Aterosklerosis Aterosklerosis berasal dari arti kata “atero” yaitu pembuluh darah arteri dan
“sklerosis” yaitu penebalan sehingga dapat dikatakan aterosklerosis merupakan penebalan pembuluh darah arteri. Aterosklerosis adalah penyakit pembuluh darah yang ditandai oleh penebalan dinding pembuluh darah interna berkaitan dengan adanya plaque yaitu pembentukan lesi ateroma yang berisi timbunan lemak, kolesterol, produk-produk sisa seluler, kalsium dan fibrin pada bagian dalam dinding arteri. Penebalan dinding pembuluh darah arteri menyebabkan terjadinya penyempitan lumen pembuluh darah, pengurangan aliran darah, penurunan elastisitas dinding pembuluh darah dan merangsang pembentukan bekuan darah (occlusive thrombi) (Linder, 2010).
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25
Sumber : Muchtadi (2013)
Gambar 2.3. Penyempitan Pembuluh Darah Akibat Plaque Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan aterosklerosis antara lain faktor yang dapat diubah (merokok, obesitas, aktivitas fisik, dll), faktor yang tidak dapat diubah (umur, jenis kelamin dan genetik) dan faktor yang dapat diubah dengan pengobatan (kadar lipid darah, hipertensi, diabetes mellitus, dll) (Muchtadi, 2013). Tabel 2.2. Faktor Risiko Yang Mempercepat Perkembangan Aterosklerosis Dan Mekanisme Penyebabnya
TESIS
Faktor Risiko
Mekanisme
Jenis kelamin pria dan wanita post menopause Riwayat penyakit dalam keluarga (penyakit jantung iskemik, stroke) Hiperlipidemia primer
Kurangnya efek penurunan LDL dari esterogen, esterogen mungkin bekerja meningkatkan jumlah reseptor LDL di hati Mekanisme genetik multiple
Lipoprotein lipase (tipe I), gangguan reseptor LDL (Tipe IIa), Kelainan apoprotein E (tipe III), defisiensi apoprotein C (tipe V), atau kausa yang tidak diketahui (tipe IIb dan IV)
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Faktor Risiko Hiperlipidemia sekunder Merokok Hipertensi Diabetes Mellitus Obesitas Sumber : Ganong, 2010
26
Mekanisme Peningkatan trigliserida darah yang ditimbulkan oleh diuretic, obat penyekat β-adrenergik, asupan alcohol yang berlebihan Mungkin melalui jejas hipoksik di sel endotel yang dipicu oleh karbon monoksida Meningkatnya shear stress, disertai kerusakan endotel Berkurangnya pembersihan LDL dari sirkulasi hati, peningkatan glikosilasi kolagen, meningkatkan perlekatan LDL pada dinding pembuluh darah Belum jelas, tetapi obesitas berkaitan dengan diabetes mellitus tipe 2, hipertensi, hiperkolesterolemia dan hipertrigliserid
Menurut Ganong (2010), proses awal terjadinya aterosklerosis yaitu infiltrasi lipoprotein densitas rendah (LDL) ke dalam subendotelium. Endotelium rentan mengalami shear stress atau deformitas akibat aliran darah. Akibatnya, terjadi disfungsi endotelium. Hal ini ditemukan paling jelas di percabangan arteri dan disini juga terjadi penumpukan lipid yang paling banyak. Disfungsi endotelium dapat menimbulkan respon kompensasi yang akan mempengaruhi sifat homeostasis endotelium. Beberapa bentuk kerusakan akan meningkatkan sifat adesi endotelium terhadap leukosit atau platelet serta sifat permeabilitasnya. Kerusakan juga menginduksi endotelium bersifat pro-koagulan dan membentuk molekul vasoaktif, sitokin serta faktor pertumbuhan. Jika respon inflamasi akibat kerusakan tersebut tidak segera dinetralisir maka prosesnya akan terus berlangsung. Respon inflamasi merangsang migrasi dan proliferasi sel-sel otot polos dan bergabung kedalam area inflamasi membentuk lesi intermediet. Jika respon terus berlanjut, dinding arteri akan menebal. Granulosit jarang terdapat dalam sel-sel
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
27
inflamasi pada semua fase aterogenesis. Pada tiap kejadian, respon inflamasi dimediasi oleh makrofag yang berasal dari monosit serta subtipe limfosit T spesifik. Proses inflamasi yang berlanjut menyebabkan peningkatan jumlah makrofag dan limfosit. Aktivasi sel-sel tersebut menyebabkan pelepasan enzimenzim hidrolitik, sitokin, chemokines dan faktor pertumbuhan yang dapat memperparah lesi dan bahkan dapat menyebabkan kematian jaringan (focal necrosis). Penumpukan sel-sel monosit, migrasi dan proliferasi sel-sel otot polos dan pembentukan fibrous akan menyebabkan terjadinya pembesaran dan restrukturisasi lesi sehingga akan menjadi jaringan mati yang ditutupi oleh lapisan berserat dengan inti lipid dan disebut sebagai “lesi lanjut kompleks”. Pada suatu saat, arteri tidak dapat lagi mengkompensasi dengan cara melebarkan diri, sehingga lesi akan masuk ke dalam lumen pembuluh darah dan mempengaruhi aliran darah. Penyebab disfungsi endotelium yang dapat menyebabkan aterosklerosis antara lain : 1. LDL teroksidasi LDL dapat mengalami oksidasi (LDL teroksidasi), berikatan dengan proteoglikan atau tergabung kedalam kompleks imun menjadi penyebab utama kerusakan endotelium dan sel-sel otot polos dibagian bawahnya. Jika LDL terjebak dalam arteri, maka akan mengalami oksidasi secara progresif dan diserap oleh makrofag melalui scavenger receptors (reseptor pembersih) pada permukaan sel. Penyerapan oleh makrofag menyebabkan terjadinya pembentukan peroksidasi lipid dan memfasilitasi akumulasi ester kolesterol sehingga akhirnya terbentuk
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
28
sel-sel busa (foam cells). Penghilangan LDL teroksidasi merupakan hal penting untuk meminimalkan efek LDL teroksidasi terhadap endotelium dan sel-sel otot polos (Muchtadi, 2013). Menurut Ganong (2010), “LDL normal, berbeda dengan LDL termodifikasi, tidak diserap oleh makrofag dengan cepat untuk membentuk sel busa”. Efek merugikan dari LDL teroksidasi yaitu stimulasi pelepasan sitokin dan inhibisi produksi nitric oxide (NO). LDL teroksidasi juga mempunyai kemampuan menarik (chemotactic) monosit lain dan meregulasi ekspresi gen macrophage colony stimulating factor serta monocyte chemotactic protein dari sel endotelial. Dengan demikian, LDL teroksidasi dapat meningkatkan respon inflamasi dengan cara merangsang replikasi makrofag yang berasal dari monosit dan pemasukan monosit baru ke dalam lesi aterosklerotik (Muchtadi, 2013). 2. Homosistein Homosistein merupakan asam amino belerang yang disintesis dalam tubuh dari asam amino metionin. Pada penderita hipertensi, terjadi kerusakan dibagian luar lapisan endotelium pembuluh darah sebagai akibat tekanan yang kuat dari bagian dalam pembuluh darah. Di tempat terjadinya kerusakan endotelium itu, homosistein menyebabkan terjadinya peningkatan peroksidasi lipid dan pembentukan radikal bebas yang mengakibatkan inflamasi (Muchtadi, 2013). Homosistein bersifat protrombotik dan toksik terhadap endotelium serta dapat menurunkan nitrit oksida. Oleh karena itu, konsentrasi homosistein dalam
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
29
plasma darah sedikit meningkat pada penderita yang tidak memiliki kelainan enzimatik dalam metabolisme homosistein (Muchtadi, 2013). 3. Hipertensi Penderita hipertensi akan mengalami peningkatan kadar angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor poten dalam menyebabkan penyempitan pembuluh darah akibat kontraksi dinding pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat. Selain dapat meningkatkan tekanan darah, peningkatan angiotensin II juga dapat memperberat aterogenesis dengan menstimulasi pertumbuhan sel-sel otot polos (Muchtadi, 2013). Angiotensin II berikatan dengan reseptor spesifik sel-sel otot polos dan mengakibatkan aktivasi fosfolipase C sehingga meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler dan kontraksi otot polos, meningkatkan sintesis protein dan menyebabkan hipertrofi otot polos serta meningkatkan aktivitas lipoksigenase otot polos yang dapat meningkatkan inflamasi dan oksidasi terhadap LDL (Muchtadi, 2013). Kadar kolesterol LDL yang tinggi menjadi penjejas utama sel endotel dan otot polos. Pada kondisi hipertensi, agen pro-inflamasi berperan meningkatkan pembentukan hidrogen peroksida dan radikal bebas seperti radikal hidroksil dan anion superoksida dalam plasma. Radikal bebas tersebut mereduksi pembentukan nitrit oksida oleh endotelium, meningkatkan adesi leukosit dan meningkatkan resistensi perifer (Muchtadi, 2013).
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.3
30
Radikal bebas Radikal bebas ikut berperan sebagai faktor penyebab hipertensi. Radikal
bebas dihasilkan dari reaksi oksidasi kompleks tingkat subseluler sel. Jika tubuh tidak memiliki sistem antioksidan yang cukup maka radikal bebas tersebut akan merusak komponen penting sel didalam tubuh (Muchtadi, 2013) Keadaan yang pro-oksidatif seperti intake makanan tidak seimbang, konsumsi lemak hewani secara berlebihan, kurangnya konsumsi sayur atau serat, makanan diasap/dibakar atau mengandung alkohol dan atau karena kontaminasi lingkungan (merokok, polusi udara) dapat memicu terbentuknya radikal bebas dalam tubuh (Muchtadi, 2013). Radikal bebas adalah setiap molekul, atom atau kumpulan atom yang memiliki satu atau lebih elektron tidak berpasangan. Dengan demikian, molekul ini bersifat sangat reaktif, labil dan mudah membentuk senyawa baru serta berumur pendek (Muchtadi, 2013). Radikal bebas yang ada didalam tubuh dibedakan menjadi dua macam yaitu 1) radikal bebas endogen yang secara alamiah diproduksi didalam tubuh oleh sel mitokondria, membran sel, lisosom, peroksisom, reticulum endoplasma serta inti sel dan 2) radikal bebas eksogen yang berasal dari luar tubuh (Muchtadi, 2013). Radikal bebas endogen terbentuk sebagai respon fisiologis dari rantai reaksi respirasi dan dapat timbul melalui mekanisme seperti auto-oksidasi, aktivitas oksidasi
(misalnya,
siklooksigenase,
lipoksigenase,
dehidrogenase
dan
peroksidase). Terbentuknya radikal bebas dari bahan biologis bersumber dari enzim Superoksida Dismutase (SOD), sitokrom P-450, santin oksidase,
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
31
lipoksigenase, siklo-oksigenase. Sedangkan secara eksogen diperoleh dari berbagai macam sumber seperti polutan, makanan dan minuman, radiasi, ozon, asap rokok dan residu pestisida (Muchtadi, 2013). Ada beberapa macam radikal bebas yaitu radikal turunan dari karbon (C) dan Nitrogen (N), tapi yang paling banyak adalah radikal oksigen. Radikal bebas dan oksidan yang terbentuk dari oksigen dalam sistem biologis disebut sebagai Spesies Oksigen Reaktif (ROS) sedangkan yang terbentuk dari nitrogen disebut spesies nitrogen reaktif (RNS) (Muchtadi, 2013). Spesies oksigen reaktif (Reactive Oxygen Species, ROS) merupakan jenis radikal derivat dari oksigen. Pada kondisi normal, oksigen molekuler mengandung dua elektron tidak berpasangan pada lapisan terluar. Jika salah satu elektron tidak berpasangan tersebut terangsang dan kecepatan perputarannya berubah, maka akan terbentuk spesies (singlet oxygen) merupakan suatu radikal, maka oksigen berubah menjadi oksidan. Reduksi oksigen menghasilkan produk intermediet yang relatif stabil yaitu anion superoksida (*O2-) (Muchtadi, 2013). Spesies oksigen reaktif (Reactive Oxygen Species, ROS), dibedakan menjadi dua yaitu : 1) oxygen centered radicals dan 2) oxygen centered non radicals. Anion superoksida (O2-), radikal hidroksil (OH), radikal alkalosil (RO*) dan radikal peroksil (ROO*) termasuk dalam oxygen centered radicals. Sedangkan hidrogen peroksida, asam hipoklorit, ozon dan singlet oksigen (1O2) termasuk oxygen centered non radicals. Terdapat spesies reaktif yang lain yaitu RNS Reactive Nitrogen Species) mencakup nitrit oksida (NO*), nitrogen dioksida
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
32
(NO2*), peroksilnitril (OONO-), asam nitrat, dinitrogen tetroksida dan kation nitronium (Muchtadi, 2013). Tabel 2.3. ROS/RNS Dan Antioksidan Dalam Sistem Biologi ROS/RNS Non Radikal Radikal Bebas Superoksida Hidrogen (O2 ) peroksida (H2O2) Radikal Ozone (O3) hidroksil (OH) Radikal Asam Peroksil (RO2) Hipoklorit (HOCl)
Antioksidan Enzim Superoksida dismutase
ROS/RNS Radikal Bebas
Non Radikal
Antioksidan Enzim
Radikal Alkoksil (RO)
Asam Hipobromida (HOBr)
β-karoten
Nitric Oxide (NO)
Scavengers Askorbat
Ion-Binding Proteins Albumin
Katalase
Polifenol
Ferritin
Glutation peroksida
α-tokoferol
Transferrin
Scavengers Seruloplasmin
IonBinding Proteins
Lutein
Sumber : Langley-Evans, 2009
Sifat reaktif dari ROS menyebabkan kerusakan sel dan jaringan yang luas terkait dengan perkembangan berbagai keadaan penyakit. Paparan ROS tidak dapat dihindari karena terbentuk sebagai produk sampingan dari respirasi mitokondria (Langley-Evans, 2009).
2.4
Stres Oksidatif Akhir-akhir ini, stres oksidatif sering disebut sebagai penyebab hipertensi.
Stress oksidatif cenderung diartikan sebagai suatu proses yang menimbulkan gangguan mekanisme pertahanan antioksidan tubuh yang dapat merusak komponen selular vital. Hal ini terjadi karena ketidakseimbangan antara paparan
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
33
ROS atau RNS yang berlebihan dan pertahanan antioksidan endogen yang tidak adekuat (Temple & Machner, 2001). Stres oksidatif bisa diakibatkan karena defisiensi antioksidan dalam konsumsi makanan, peningkatan produksi ROS dan radikal bebas yang disebabkan toksin dalam makanan dan lingkungan atau aktivasi fagosit pada kondisi inflamasi kronis tidak adekuat. ROS berasosiasi dengan terjadinya penyakit degeneratif karena proses penuaan seperti hipertensi dan aterosklerosis (Muchtadi, 2013). Banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tingkat stres oksidatif ditentukan oleh perbedaan status disfungsi tubuh. Tingkat strees oksidatif tergantung pada rendahnya jumlah enzim yang memiliki fungsi antioksidan, rendahnya jumlah zat antioksidan dan tingginya jumlah zat yang dihasilkan sebagai akibat dari stres oksidatif (misalnya kerusakan DNA, malondialdehid) (Temple & Machner, 2001). DNA rentan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh ROS dan RNS melalui berbagai macam reaksi kimia seperti reaksi oksidasi. Perubahan oksidatif yang banyak diketahui yaitu oksidasi lipid atau LDL (Low Density Lipoprotein) yang menjadi awal terjadinya aterosklerosis (Temple & Machner, 2001). RNS dan ROS dapat menyebabkan oksidasi lipid, oksidasi protein dan kerusakan DNA.
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
34
1. Oksidasi lipid Radikal bebas dan ROS dapat mempercepat oksidasi lipid. Target langsung oksidasi lipid yaitu membrane sel yang memiliki dua lapisan fosfolipid dan protein. Jika oksidasi lipid membrane sel meningkat terjadi polaritas fase lipid. Muatan permukaan dan pembentukan oligomer protein meningkat sedangkan mobilitas molekul lipid dan ketahanan protein terhadap denaturasi oleh panas menurun (Muchtadi, 2013). Salah satu produk hasil oksidasi lipid adalah malonaldehid. Malonaldehid dapat bereaksi dengan amino protein, fosfolipid dan asam nukleat sehingga menyebabkan system imun tidak berfungsi. Peningkatan jumlah produk hasil oksidasi lemak dapat ditemukan pada penderita aterosklerosis (Muchtadi, 2013). 2. Oksidasi protein ROS dapat menyerang protein menghasilkan karbonil dan asam-asam amino termodifikasi, termasuk metionin sulfoksida dan peroksida protein. Modifikasi protein dicetuskan oleh radikal hidroksil yang mengoksidasi rantai samping asam amino sehingga menghasilkan ikatan silang (cross linkage) protein (Muchtadi, 2013). Jalur proses oksidasi protein ditentukan oleh ada atau tidaknya oksigen, anion superoksida dan bentuk protonnya (HO2-). Contoh modifikasi protein meliputi, induksi 3-klorotirosin (berasal dari tirosin) oleh asam hipoklorat, oksidasi histidin menjadi 2-oksohistidin pada sisi protein yang berikatan dengan metal, oksidasi grup triol dan pembentukan turunan karbonil dari asam amino (Muchtadi, 2013).
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
35
3. Kerusakan DNA DNA terdapat dalam mitokondria (disebut DNA mitokondria) dan inti sel (disebut dengan DNA). DNA mitokondria rentan terhadap kerusakan oksidatif akibat tidak adanya protein protektif (histon) dan lokasinya yang dekat dengan sistem yang memproduksi ROS (Muchtadi, 2013). Radikal hidroksil dapat mengoksidasi guanosin menjadi 8-hidroksi-2deoksiguanosin dan timin menjadi glikol timin, sehingga DNA berubah dan mengakibatkan terjadinya mutagenesis atau karsinogenesis. Oleh karena itu, biomarker untuk stress oksidatif bisa menggunakan 8-hidroksi-2-deoksiguanosin. DNA yang telah mengalami mutasi dapat diperbaiki oleh enzim DNA glikosilase (DNA repair enzyme). Jika stress oksidatif terlalu tinggi dan enzim glikosilase tersebut tidak adekuat, maka akan menginduksi mutagenesis atau karsinogenesis.
2.5
Radikal Bebas Dan Hipertensi Awal mula radikal bebas menimbulkan hipertensi yaitu dari kerusakan sel.
Kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal bebas terjadi karena adanya kerusakan pada protein sehingga aktivitas enzim terganggu, kerusakan pada asam nukleat (kerusakan DNA dan mutasi sel) dan kerusakan lipid (fluiditas membran terganggu). Akibatnya, terjadi abnormalitas pertumbuhan dan perkembangan sel bahkan kematian sel (Muchtadi, 2013). Reaksi radikal bebas terutama terjadi di membran plasma karena strukturnya yang mudah teroksidasi. Kerusakan membran sel akan mengganggu permeabilitas membran sehingga radikal bebas semakin mudah masuk ke dalam sel dan
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
36
bereaksi dengan organel yang terdapat didalam sel seperti inti sel dan lisosom sehingga mengakibatkan kerusakan DNA dan timbulnya mutagenesis (Muchtadi, 2013). Radikal bebas juga dapat merusak asam lemak tidak jenuh dan membentuk aldehid (malonaldehid) dan hidroksinonenal yang mengakibatkan terjadinya ikatan silang (cross linkage) pada lipid, protein, fosfolipid dan asam nukleat (Muchtadi, 2013). Salah satu penyakit degeneratif yang timbul akibat radikal bebas adalah penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner merupakan komplikasi hipertensi. Terjadinya penyakit jantung koroner dapat dibagi dalam 3 tahap yaitu inisiasi, progesi dan terminasi. Tahap inisiasi ditandai dengan terjadinya luka (injury) pada lapisan endotelium pembuluh darah. Pada tahap progesi, luka tersebut menyebabkan terjadinya akumulasi beberapa senyawa lemak dan sel-sel serta platelet menjadi plaque yang semakin lama semakin membesar sehingga dapat menyumbat aliran darah. Terjadinya penyumbatan aliran darah itu akan memulai tahap terminal yang ditandai dengan terjadinya trombosis, kerusakan otot jantung dan kematian. Terdapat dugaan bahwa produk hasil oksidasi lemak dapat mempercepat berlangsungnya tahap-tahap tersebut (Muchtadi, 2013). Salah satu faktor pencetus timbulnya penyakit jantung koroner adalah aterosklerosis.
Banyak
penelitian
yang
membuktikan
bahwa
terjadinya
aterosklerosis merupakan respon terhadap jejas lapisan endotelium pembuluh darah. Produk oksidasi lemak terbukti dapat menginduksi terjadinya jejas tersebut. Oleh karena itu sangat mungkin bahwa produk hasil oksidasi lemak atau LDL
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
37
teroksidasi bersifat toksik bagi sel (cytotoxic). Faktor usia, kebiasaan merokok dan tekanan darah tinggi/hipertensi juka merupakan faktor yang dapat menginduksi terjadinya jejas pada pembuluh darah. Produk hasil oksidasi kolesterol juga terbukti dapat menimbulkan jejas pada pembuluh darah (Muchtadi, 2013).
2.6 Antioksidan Enzim Enzim antioksidan berperan dalam proses degradasi senyawa ROS intraseluler. Enzim-enzim ini memiliki sebuah atom oligo-elemen pada sisi aktifnya. Yang termasuk dalam enzim antioksidan, antara lain : superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase. Enzim antioksidan tersebut akan mengubah ROS menjadi molekul oksigen non reaktif (Muchtadi, 2013). Tabel 2.4. Enzim-Enzim Antioksidan Dan Fungsinya No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Enzim Superoksida dismutase Katalase Glutation peroksidase Glutation disulfide reduktase Glutation-S-transferase Peroksidase
Fungsi Menghilangkan superoksida Menghilangkan hydrogen peroksida Menghilangkan hydrogen peroksida Mereduksi glutation teroksidasi Menghilangkan hidroperoksida lipid Dekomposisi hydrogen peroksida dan hidroperoksida lipid
Sumber : Lee et al, dikutip dari antioksidan dan kiat sehat di usia produktif (2013)
Superoksida dismutase (SOD) mengkatalisis reaksi perubahan anion superoksida menjadi hidrogen peroksida dan oksigen. Ada dua macam SOD yaitu Mn-SOD dalam mitokondria dan Cu-Zn-SOD dalam sitoplasma. Mn-SOD dianggap sebagai enzim antioksidan intraseluler esensial meskipun hanya memberikan kontribusi antara 10-15% dari total aktivitas SOD pada semua jaringan tubuh. Jenis SOD lainnya, Cu-Zn-SOD yaitu enzim intraseluler yang
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
38
mengandung Cu dan Zn pada sisi aktifnya. Jumlahnya terdapat lebih banyak daripada Mn-SOD tetapi aktivitasnya lebih rendah. Cuprum (Cu) diperlukan untuk fungsi katalitik enzim sedangkan Zinc (Zn) dibutuhkan untuk menstabilkan struktur protein enzim (Muchtadi, 2013). Enzim SOD akan mengubah dua molekul radikal superoksida menjadi satu molekul hidrogen peroksida dan satu molekul oksigen. Untuk menghilangkan hidrogen peroksida, sebelum “reaksi Fenton” mengubahnya menjadi radikal hidroksil, tubuh menggunakan katalase dan/ atau glutation peroksidase. Enzim SOD kurang berarti tanpa adanya glutation peroksidase (GPx) atau katalase (CAT) untuk menghilangkan hidrogen peroksida. Pada umumnya, wanita lebih banyak mengandung enzim-enzim Mn-SOD dan GPx dibandingkan pria. Oleh karena itu, umur harapan hidupnya lebih lama dibandingkan pria (Muchtadi, 2013). Katalase terdapat dalam peroksisom terutama di hati. Enzim ini mengandung empat grup heme porfirin (Fe) dan menyebabkan enzim ini bisa bereaksi dengan hydrogen peroksida. Katalase dapat mengubah hidrogen peroksida menjadi oksigen dan air. Reaksinya : 2H2O2 → 2 H2O + O2 (Muchtadi, 2013). Hidrogen peroksida merupakan hasil samping proses metabolisme normal dalam tubuh yang membahayakan karena dapat berfungsi sebagai oksidator kuat. Oleh karena itu, hidrogen peroksida harus didekomposisi menjadi air dan oksigen agar tidak menyebabkan terjadinya kerusakan sel dan jaringan (Muchtadi, 2013).
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
39
Glutation Peroksidase merupakan enzim terpenting untuk mempercepat reduksi hidrogen peroksida dan lipid hidroperoksida yang terdapat di membran sel dengan kofaktornya glutation tereduksi. Glutation Peroksidase mengandung selenium pada sisi aktifnya. Regenerasi glutation tereduksi dilakukan oleh enzim glutation reduktase dengan adanya NADPH yang dihasilkan dari jalur pentosa. Selain itu terdapat juga glutation peroksidase yang tidak mengandung selenium. Enzim ini hanya mampu mendegradasi lipid hidroperoksida (Muchtadi, 2013). Selenium anorganik utama yang terkandung dalam bahan makanan adalah natrium-selenit
(Na2SeO3).
Sedangkan
dalam
bentuk
organik
berupa
selenometionin dan selenosistein, satu atom selenium terdapat dalam posisi yang biasanya ditempati oleh atom belerang (S) dalam asam amino sistein dan metionin (Muchtadi, 2013). Terdapat sekitar 30 jenis selenoprotein yang mengandung selenosistein. Selenosistein yaitu sisi aktif enzim antioksidan glutation peroksidase dan tioredoksin reduktase. Keduanya merupakan enzim antioksidan alami yang mengandung selenium dan fungsi antioksidannya tergantung pada aktivitas selenium. Glutation peroksidase merupakan selenoprotein terbanyak pada mamalia. Tioredoksin reduktase penting untuk memelihara protein sel tetap dalam keadaan tereduksi dan menyediakan deoksiribo nuklease untuk sintesis DNA (Muchtadi, 2013).
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
40
2.7 Mekanisme Kerja Antioksidan Antioksidan dapat menurunkan kadar radikal bebas dan ROS dalam tubuh. Konsumsi antioksidan menghambat pembentukan radikal bebas dan ROS pada tahap awal dan memutus rantai radikal bebas pada tahap propagasi saat terjadi oksidasi lipid. Mekanisme kerja antioksidan dalam melindungi terhadap risiko kerusakan sel dan jaringan tubuh dibagi menjadi tiga yaitu : 1. Sebagai senyawa pendonor hidrogen Mekanisme kerja dalam golongan ini meliputi, mendonorkan atom hidrogen pada radikal bebas, membersihkan radikal bebas dan mencegah terjadinya oksidasi lipid terutama terhadap asam lemak tak jenuh ganda (PUFA) (Muchtadi, 2013). Antioksidan mencegah terjadinya oksidasi lipid dengan menangkal radikal bebas yang bereaksi dengan radikal peroksil sebelum bereaksi dengan PUFA. Antioksidan pendonor hydrogen bereaksi dengan radikal alkil (R*), alkoksil (RO*) dan peroksil (ROO*) dari PUFA dan mengubahnya menjadi produk non radikal yang lebih stabil (Muchtadi, 2013). 2. Sebagai pengikat ion-ion metal Ion-ion metal seperti zat besi dan tembaga berperan dalam tahap inisiasi dan propagasi oksidasi lipid. Adanya ion metal tersebut dapat melakukan dekomposisi hidroperoksida menjadi radikal peroksil dan radikal alkoksil dan mempercepat tahap inisiasi oksidasi lipid (Muchtadi, 2013). Hidrogen peroksida bereaksi dengan metal transisi membentuk radikal hidroksil dan reaksi ini tergantung pada konsentrasi ion metal transisi (zat besi
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
41
dan tembaga). Konsentrasi ion metal transisi ditentukan oleh konsentrasi protein pengikat metal (ferritin, laktoferrin dan seruloplasmin) (Muchtadi, 2013). Antioksidan sebagai pengikat metal akan membentuk senyawa kompleks melalui pengisian metal pada semua sisi koordinasi metal dan mencegah terjadinya siklus redoks metal (Muchtadi, 2013). Tabel 2.5. Macam-Macam Protein Pengkelat Metal Yang Terdapat Dalam Tubuh No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Protein
Ferritin Transferrin Laktoferrin Haptoglobin Seruloplasmin Albumin Transferrin ferro-oksidase
Fungsi Penyimpanan zat besi Penyimpanan zat besi Penyimpanan zat besi Hemoglobin sequestration Penyimpanan tembaga Penyimpanan tembaga Transport zat besi
Sumber : Lee et al (2004) dikutip dari Muchtadi (2013)
3. Sebagai quenchers singlet oxygen Proses inaktivasi (quenching) singlet oxygen (1O2) oleh quenchers (Q) membentuk produk teroksidasi (QO2). Terdapat dua mekanisme inaktivasi singlet oxygen yaitu secara fisik dan kimia. Secara fisik inaktivasi dilakukan dengan mengubah singlet oxygen menjadi triplet oxygen baik melalui transfer energy atau transfer muatan. Sedangkan secara
kimia, dengan membentuk senyawa
intermediate seperti produk teroksidasi (Muchtadi, 2013).
2.8
Makanan Sumber Antioksidan Gangguan keseimbangan antara oksidan dan antioksidan tergantung dari
pola konsumsi makanan sebagai transport asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis protein atau enzim-enzim antioksidan serta zat gizi lain yang
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
42
diperlukan untuk sintesis berbagai kofaktor enzim antioksidan. Misalnya antioksidan oligo-elemen (cuprum, zinc dan selenium) yang merupakan kofaktor enzim superoksida dismutase dan glutation peroksidase dan dapat mendegradasi senyawa ROS serta vitamin antioksidan yaitu vitamin A, C, E dan B2. Pada tabel 2.6 disajikan macam-macam bahan pangan yang mengandung sumber antioksidan (Muchtadi, 2013). Tabel 2.6. Bahan Pangan Sumber Antioksidan Jenis Antioksidan Vitamin A dan Karotenoid Vitamin E Vitamin C Seng (zn) Tembaga (Cu) Selenium (Se) Protein
Sumber : Muchtadi (2013)
2.9
Bahan Pangan Mentega, margarin, buah-buahan berwarna kuningoranye, sayuran hijau Biji bunga matahari, biji-bijian yang mengandung kadar minyak tinggi, kacang-kacangan, susu dan hasil olahannya Buah-buahan (jeruk, kiwi, dll), sayuran (sebagian rusak selama proses pemasakan), kentang Bahan pangan hewani : daging, udang, ikan, susu dan hasil olahannya Hati, udang, biji-bijian, serealia (kadar dalam makanan tergantung konsentrasi Cu dalam tanah) Serealia, daging, ikan (kadar dalam makanan tergantung konsentrasi Se dalam tanah) Ovalbumin dalm telur, gliadin dalam gandum, dll
Peran Zinc, Cuprum dan Selenium Peran zinc, cuprum dan selenium terhadap kejadian hipertensi adalah
mengaktivasi antioksidan endogen. Ada dua jenis antioksidan, pertama berupa enzim, misalnya SOD (Superoxide dismutase) yang diaktifkan oleh zinc, cuprum dan mangan, serta Glutathione peroxidase merupakan enzim yang diaktikan oleh selenium. Kedua adalah bukan enzim yaitu berupa vitamin C, vitamin E, beta karoten dan mineral misalnya selenium, zinc (Muchtadi, 2013).
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
43
2.9.1 Zinc Tubuh orang dewasa mengandung sekitar 1,5-2,5 gram zinc dimana hampir 99% berada dalam intraseluler dan hanya 1% dalam ekstraseluler (Linder, 2010). a. Fungsi Zinc Zinc merupakan mikromineral yang terdapat dalam berbagai jaringan tubuh dan memiliki beberapa fungsi dalam metabolisme sel. Zinc memegang peranan penting dalam metabolisme karbohidrat, metabolisme vitamin A, sintesis asam nukleat, polimerase dan sintesis protein, proliferasi sel, pemeliharaan imunitas seluler dan penting dalam berbagai sistem metalloenzim (Linder, 2010). Selain itu, Zinc juga penting dalam fungsi pengecapan serta nafsu makan. Zinc merupakan komponen penting pada struktur dan fungsi membran sel. Zn berfungsi sebagai antioksidan dan melindungi tubuh dari serangan lipid peroksidase. Mikromineral ini juga mampu menghambat terjadinya apoptosis yaitu kematian sel terprogram yang diatur oleh gen (Widhyari, 2012). Zinc dibutuhkan pada aktivitas beberapa enzim sebagai katalisator. Lebih dari 300 enzim memerlukan zinc seperti enzim dehidrogenase, superoksida dismutase, alkalin fosfatase, aminopeptidase, karboksipeptidase dan collagenase (Widhyari, 2012). Dalam beberapa kasus, enzim berfungsi sebagai penerima elektron dan enzim-enzim ini berperan penting dalam metabolisme protein, asam nukleat (RNA dan DNA), lemak, dan karbohidrat (Gibson, 2005). Dari sekian banyak enzim yang mengandung zinc, superoksida dismutase (SOD) memiliki fungsi untuk menonaktifkan anion superoksida dan peroksida yang merupakan radikal bebas. Enzim ini membutuhkan zinc dan cuprum untuk
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
44
menjalankan peranannya dalam membuang anion-anion superoksida yang rusak. Zinc dan cuprum mengubah O2- menjadi H2O2 (Linder, 2010). b. Absorbsi, Distribusi, Metabolisme, Ekskresi dan Penyimpanan Zinc Absorbsi zinc sekitar 30-60% terjadi di usus halus (intestine) melalui proses transelular dan menjadi ikatan metallotionein. Faktor yang berpengaruh dalam membantu penyerapan zinc antara lain, metionin, histidin, sistein dan sitrat. Sedangkan yang menghambat penyerapan zinc yaitu calcium (Ca), cuprum (Cu), fosfor (P), besi (Fe), asam fitat dan oksalat (Widhyari, 2012). Transpor zinc dari usus halus ke hati melalui sistem portal. Sekitar 30-40% zinc dalam darah portal dialirkan ke hati. Hati merupakan organ utama yang terlibat dalam metabolisme zinc. Dari hati, zinc dilepaskan dalam sistem sirkulasi untuk dikirim ke jaringan lain berikatan dengan albumin, antiprotease atau α2 makroglobulin (Gibson, 2005). Zinc diangkut dalam serum terikat terutama dengan albumin (70%), sehingga perubahan kadar albumin serum akan dapat mempengaruhi konsentrasi zinc serum. Kompleks zinc-albumin ini kemudian membawa zinc ke seluruh jaringan. Zinc tersebar pada berbagai organ tubuh seperti pada tulang, hati, kulit, darah dan organ lain. Kandungan total zinc dalam komponen darah terdistribusi 75% dalam eritrosit, 22% dalam plasma dan 3% dalam leukosit. Hampir semua zinc dalam eritrosit merupakan komponen enzim karbonik anhidrase (Gibson, 2005). Di dalam sel, Zn++ berikatan dengan Zur protein yang mengatur jumlah masuknya Zn ke dalam sel. Jika terjadi kelebihan Zn maka protein Zur dengan
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
45
cepat memindahkan dan mengeluarkannya dari sel. Sekitar 60-80% zinc intraseluler terdapat dalam sitosol, 10% dalam inti, dan sebagian kecil ditemukan dalam mitokondria dan ribosom. Sebagian besar zinc dalam sitosol berikatan dengan protein, dan zinc yang berlebih berikatan dengan metalotionein di bawah kondisi normal. zinc tidak disimpan permanen dan mudah hilang dalam tubuh. zinc juga dibawa ke dalam pankreas dan digunakan untuk membuat enzim pencernaan, yang akan dikeluarkan ke dalam saluran pencernaan pada waktunya jika diperlukan. Dengan demikian saluran cerna memiliki dua sumber zinc, yaitu dari makanan dan cairan pencernaan pankreas (Widhyari, 2012).
Sumber : Gropper et al, 2009
Gambar 2.4 Absorbsi, Distribusi Dan Transportasi Zinc
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
46
Zinc diekskresikan terutama melalui feses, dapat juga melalui keringat dan urin. Pada awal laktasi Zn dikeluarkan melalui kolostrum. Selama laktasi, Zn diekskresikan sebanyak 2-3 µg/ml melalui susu, 1-5 mg melalui keringat, 0,3-0,6 mg melalui urin, dari pankreas 4 – 5 mg melalui feses (Linder, 2010). Keseimbangan zinc dalam tubuh diatur oleh perubahan absorbsi zinc dan ekskresi dalam variasi asupan makanan. Jika asupan zinc rendah, maka penyerapannya meningkat dan sekresi zinc endogen dalam lumen gastrointestinal ditekan. Sebaliknya, jika asupan zinc tinggi, penyerapan menurun dan sekresi zinc endogen meningkat (Raja dan Keen, 1999 dalam Gibson, 2005). c. Angka Kecukupan Dan Sumber Makanan Mengandung Zinc Berikut ini adalah angka kecukupan konsumsi zinc sehari yang dianjurkan berdasarkan kelompok usia. Tabel 2.7. Angka Kecukupan Zinc Pada Remaja/Dewasa Yang Dianjurkan (perorang perhari) No.
Kelompok Umur
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun 65-80 tahun 80 tahun keatas
Sumber : Permenkes RI No.75 tahun 2013
TESIS
Angka Kecukupan Zinc Laki-Laki Perempuan 14 mg 13 mg 18 mg 16 mg 17 mg 14 mg 13 mg 10 mg 13 mg 10 mg 13 mg 10 mg 13 mg 10 mg 13 mg 10 mg
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
47
Tabel 2.8. Daftar Bahan Makanan Sumber Zinc No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Nama Bahan Makanan Serealia dan hasil olahannya Beras jagung kuning Beras hitam Beras giling Kacang-kacangan Biji mente Umbi berpati dan hasil olahannya Ubi jalar kuning/putih Bubur sagu Ikan Cakalang (perut) Baronang Rajungan Sarden Tongkol Belut Udang galah Telur Telur ayam kampung Telur penyu Sayuran dan buah Labu kuning Daun pare Petai Daun kelor Jengkol Kacang panjang Pisang kayu Pisang ambon Kedondong, rambutan binjai, lemon
Sumber : Tabel Komposisi Pangan Indonesia, 2009
Komposisi Zinc per 100 gram 4,1 mg 1,6 mg 0,5 mg 4,1 mg 0,2 mg 0,1 mg 9,3 mg 4,1 mg 2,9 mg 2 mg 1,6 mg 1,2 mg 1,2 mg 1,5 mg 1,4 mg 1,5 mg 1,2 mg 0,8 mg 0,6 mg 0,6 mg 0,5 mg 0,3 mg 0,2 mg 0,2 mg
d. Defisiensi Zinc Defisiensi zinc dapat terjadi karena kurangnya konsumsi makanan mengandung zinc, penyerapan zinc yang kurang baik, pengeluaran zinc dari tubuh yang meningkat atau kebutuhan terhadap zinc meningkat. Defisiensi zinc biasanya diobati dengan pemberian tablet ZnSO4 20-25 mg (Linder, 2010).
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
48
e. Pengukuran Status Zinc Zinc serum adalah yang paling umum digunakan untuk penanda status zinc. Metode yang paling banyak digunakan untuk mengukur serum Zinc yaitu SSA (Spektrofotometri Serapan Atom). Kriteria yang digunakan untuk konsentrasi serum Zinc dalam rentang normal 10-15 umol/L (Gibson, 2005). 2.13.2 Cuprum Kadar tembaga atau Cuprum (Cu) yang terdapat dalam tubuh orang dewasa berkisar 80% (antara 50-80 mg). Dari jumlah tersebut, terdistribusi sekitar 40% dalam otot, l5% dalam hati, 10% di otak dan 8% dalam darah. Sebagian besar Cu dalam darah sebagai metaloenzim superoksida dismutase. Dalam plasma, 60% Cu dalam bentuk seruloplasmin (protein pengikat Cu), 30% transkuprein dan sisanya dalam bentuk albumin dan asam amino (Linder, 2010). Tabel 2.9 Kadar Cuprum Pada Beberapa Organ Tubuh Orang Dewasa No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Organ Darah Hati Ginjal Jantung Otak Limpa Paru-paru
Sumber : dikutip dari Linder (2010)
Cu (µg/g) 1,2 7,0 2,7 3,4 4,6 1,2 1,6
% Cu dari Cu Tubuh 8 13 1 1 9 0,1 2
a. Fungsi Cuprum Fungsi Cuprum (Cu) sebagai enzim metaloprotein yaitu terlibat dalam fungsi dasar rantai oksidasi sitokrom, sintesis protein kompleks jaringan kolagen pada rangka dan pembuluh darah serta sintesis neurotransmiter (seperti, noreadrenalin) dan neuropeptida (seperti, encephalins) (J.S Garrow, 1993).
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
49
Tabel 2.10 Beberapa Macam Enzim Tembaga Dalam Tubuh (see O’Dell 1990) Enzim Seruloplasmin Sitokrom C oksidasi Superoksida dismutase Oksidase lisil Dopamin-β-hidroksilase
Sumber : J.S Garrow (1993)
Fungsi Berbagai aktivitas oksidase, transport tembaga, antioksidan Terdapat di mitokondria, memerlukan zat besi, fosforilasi oksidatif Antioksidan sitosolik : 2O2 + H2O2+ O2 Kondensasi asam amino → cross linking kolagen and elastin Sintesis adrenalin dan noradrenalin
Enzim yang paling banyak mengandung Cu adalah superoksida dismutase dan seruloplasmin. Cu menginduksi superoksida dismutase bersama dengan zinc untuk membersihkan (scavenge) radikal bebas atau anion-anion superoksida yang rusak. Sedangkan seruloplasmin merupakan komponen utama plasma dan cairan interstisial yang mengandung Cu dan berperan dalam oksidasi Fe++ menjadi Fe+++. Enzim Cu lainnya yaitu Dopamin-β-hidroksilase penting dalam memproduksi katekolamin di otak dan kelenjar adrenal (Linder, 2010). b. Absorbsi, Distribusi, Metabolisme, Ekskresi dan Penyimpanan Cuprum Sekitar 50% dari jumlah Cu dalam diet diserap/diabsorsi di usus halus. Setelah diserap, Cu diangkut ke hati melalui ikatan dengan albumin dan transkuprein. Dalam hati, Cu dimasukkan ke seruloplasmin dan kemudian didistribusikan ke jaringan lain. Konsentrasi Cu didalam jaringan tubuh ditentukan melalui mekanisme homeostatik penyerapan usus dan ekskresi bilier. Sebagian Cu diserap dan dibongkar secara cepat, kemudian diekskresikan ke dalam saluran pencernaan. Cu sangat sedikit diekskresikan melalui urin, kehilangan lewat urin tidak menentukan simpanan Cu. Cu yang disimpan dalam
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
50
tubuh relatif sedikit dibandingkan dengan trace elemen lainnya seperti besi (Turnlund, 1998 dalam Gibson, 2005).
Sumber : Gropper et al, 2009
Gambar 2.5. Absorbsi, Distribusi dan Transportasi Cuprum c. Angka Kecukupan Dan Sumber Makanan Mengandung Cuprum Orang dewasa mengkonsumsi 1-2 mg Cu per-hari. Asupan Cu untuk populasi orang Eropa dewasa berkisar antara 0,9 sampai 2,3 mg/hari (van Dokkum, 1995 dalam Gibson, 2005). Tabel 2.11. Angka Kecukupan Cuprum Remaja/Dewasa Yang Dianjurkan (perorang perhari) No.
Kelompok Umur
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun 65-80 tahun 80 tahun keatas
Sumber : Permenkes RI No.75 Tahun 2013
TESIS
Angka Kecukupan Cuprum (Cu) Laki-Laki Perempuan 700 mcg 700 mcg 800 mcg 800 mcg 890 mcg 890 mcg 900 mcg 900 mcg 900 mcg 900 mcg 900 mcg 900 mcg 900 mcg 900 mcg 900 mcg 900 mcg
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
51
Sumber makanan Cu yang baik adalah kerang, kacang-kacangan, sereal gandum dan hati. Sedangkan kandungan Cu paling sedikit terdapat di daging, susu dan produk olahannya (Linder, 2010). Tabel 2.12. Daftar Bahan Makanan Sumber Cuprum No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Nama Bahan Makanan Serealia dan kacang-kacangan Beras jagung kuning Beras hitam Beras giling Nasi gurih Biji mente Umbi berpati Ubi jalar kuning/putih Ikan Baronang Rajungan Cakalang (hati) Patin Udang galah Telur Telur ayam kampong Telur penyu Sayuran dan buah Daun kubis Daun pare Mangga Jengkol Petai
Komposisi Cuprum per 100 gram
Sumber : Tabel Komposisi Pangan Indonesia, 2009
0,1 mg 0,1 mg 0,1 mg 0,2 mg 4,7 mg 0,1 mg 4,7 mg 1,7 mg 1,6 mg 0,7 mg 0,7 mg 0,6 mg 0,5 mg 0,9 mg 0,4 mg 0,33 mg 0,3 mg 0,2 mg
d. Defisiensi Cuprum Defisiensi Cu paling banyak terjadi disebabkan karena intake yang tidak adekuat dan ekskresi Cu yang berlebihan (seperti pada dialisis ginjal). Gejala yang mungkin timbul akibat defisiensi Cu yaitu anemia dan degenerasi pembuluh darah. Menurut Solomon (1981), “defisiensi Cu pada orang dewasa dapat diatasi dengan suplementasi Cu dosis rendah 2mg/tablet” (Linder, 2010).
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
52
Terjadinya defisiensi Cu pada populasi orang dewasa belum umum dijelaskan. Namun telah diungkapkan bahwa rendahnya asupan Cu dapat menyebabkan efek aterogenik, merusak fungsi jantung dan menyebabkan irama jantung abnormal. Kemungkinan lain yang bisa terjadi yaitu gangguan metabolisme katekolamin dan encephalin (J.S Garrow, 1993). Defisiensi Cu juga ikut terlibat pada terjadinya hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia dan aterosklerosis. Terdapat hubungan antara rendahnya asupan Cu dalam makanan (zinc/cu tinggi) dengan hiperkolesterolemia. Sebuah studi pada tikus yang dilakukan oleh Klevay menunjukkan masalahnya terletak pada 1) pembuangan kolesterol plasma (Lin & Lei, 1981 dalam Linder, 2010) dan 2) kurangnya lipase lipoprotein dari hati yang berfungsi untuk mengubah VLDL menjadi LDL atau menghambat pengambilan kolesterol (Lau & Klevay, 1982 dalam Linder, 2010). e. Pengukuran Status Cuprum Metode yang digunakan untuk menilai status Cu meliputi tes statik dan pengukuran aktifitas enzim Cu tertentu. Belum ada konsensus terbaik yang digunakan
karena
efisiensi
kontrol
homeostatik
yang
mempertahankan
konsentrasi Cu di jaringan dalam kisaran sempit. Akibatnya ukuran status tembaga cenderung resisten untuk berubah, kecuali jika asupan diet sangat rendah atau sangat tinggi. Serum Cu atau seruloplasmin paling sering digunakan untuk menilai status Cu, namun sensitivitas dan spesifisitasnya rendah. Oleh karena itu, harus dikombinasikan dengan ukuran yang lebih sensitif dan spesifik seperti sitokrom
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
53
C-oksidase dalam trombosit atau superoksida dismutase di eritrosit. Metode yang paling banyak digunakan untuk mengukur serum Cu yaitu AAS (Spektrofotometri Serapan Atom). Kriteria yang digunakan untuk konsentrasi serum Cu dewasa adalah 8,8 – 17,5 umol/l untuk laki-laki dan 10,7 – 26,6 umol/l untuk wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi oral (Gibson, 2005). 2.13.3 Selenium Selenium terdapat pada semua jaringan tubuh kecuali jaringan lemak. Konsentrasi selenium yang tinggi ditemukan pada hati, ginjal, jantung dan limpa. Selain itu, selenium juga merupakan bagian dari antioksidan enzim yang melindungi sel dan membran lipid dari kerusakan oksidatif (Schlenker & Roth, 2011). a. Fungsi Selenium Selenium memiliki peran penting dalam beberapa jalur metabolisme termasuk sistem pertahanan antioksidan, metabolisme hormon tiroid, dan kontrol redoks enzim dan protein. Selenium dapat mempengaruhi jalur-jalur metabolisme melalui sejumlah selenoprotein yang semuanya mengandung selenosistein di sisi aktifnya (Gibson, 2005). Selenium merupakan mikromineral komponen esensial enzim glutation peroksidase. Enzim ini bersama dengan katalase, superoksida dismutase dan vitamin E memiliki daya antioksidan kuat untuk memberikan pertahanan terhadap kerusakan oksidatif oleh radikal bebas (Linder, 2010).
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
54
b. Absorbsi, Distribusi, Metabolisme, Ekskresi dan Penyimpanan Selenium Selenium diserap dalam bentuk organik dan anorganik. Penyerapan selenium terutama terjadi di duodenum. Sekitar 80% selenium yang diserap berasal dari makanan dalam bentuk selenosistein organik dan selenometionin (Gibson, 2005)
Sumber : Gropper et al (2009)
Gambar 2.6. Absorbsi, Distribusi dan Transportasi Selenium Faktor-faktor yang meningkatkan penyerapan selenium meliputi vitamin C, A dan E serta adanya glutation tereduksi dalam lumen usus. Logam berat (seperti merkuri dan fitat dianggap menghambat penyerapan selenium melalui chelation dan pengendapan. Setelah penyerapan dari usus, selenium terikat protein kemudian didistribusikan melalui darah ke hati dan jaringan lain. Dalam darah, selenium mengikat kelompok sulfhidril dalam α dan β globulin seperti lipoprotein densitas
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
55
sangat rendah (VLDL) dan lipoprotein densitas rendah (LDL). Dalam jaringan seperti hati, asam selenoamino dan bentuk anorganik selenium dimetabolisme. Pengaturan homeostatik selenium dikendalikan oleh ekskresi selenium dalam urin dan bukan dari penyerapan selenium. Oleh karena itu, seseorang dengan status selenium yang rendah akan mempertahankan selenium melalui penurunan ekskresi urin. c.
Angka Kecukupan Dan Sumber Makanan Mengandung Selenium Angka kecukupan gizi (AKG) selenium untuk orang dewasa adalah 30 mcg
per hari. Akan tetapi untuk fungsi sebagai antioksidan, anjuran konsumsi selenium berkisar antara 75-200 mcg per hari. Tabel 2.13 Angka Kecukupan Selenium Remaja/Dewasa Yang Dianjurkan (perorang perhari) No.
Kelompok Umur
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun 65-80 tahun 80 tahun keatas
Sumber : Permenkes RI No.75 Tahun 2013
Laki-Laki 20 mcg 30 mcg 30 mcg 30 mcg 30 mcg 30 mcg 30 mcg 30 mcg
Selenium
Perempuan 20 mcg 30 mcg 30 mcg 30 mcg 30 mcg 30 mcg 30 mcg 30 mcg
Bahan makanan sumber selenium meliputi biji-bijian (serealia), biji bunga matahari, daging, seafood terutama ikan tuna dan bawang putih. Selenium juga dapat diperoleh melalui suplementasi. d.
Defisiensi Selenium Penurunkan kadar selenium dalam tubuh dapat disebabkan oleh proses
penuaan. Jika kadar selenium menurun berarti kadar antioksidan dalam tubuh juga
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
56
menurun. Kadar selenium dalam darah menurun sebanyak 7% setelah berumur 60 tahun dan 24% setelah berumur 75 tahun. Kadar selenium yang rendah dalam tubuh berhubungan dengan meningkatnya insidensi penyakit jantung (Muchtadi, 2013). Defisiensi selenium yang diakibatkan oleh penurunan aktivitas selenoenzime dan ekspresi selenoprotein dapat menyebabkan timbulnya kardiomiopati (penyakit Keshan) dan condrodystrophy. Penyakit Keshan merupakan penyakit yang terjadi terutama pada anak dan wanita usia subur yang responsif terhadap selenium dan tinggal di daerah Timur Laut China, di mana kandungan selenium dalam tanahnya rendah (Gibson, 2005). e. Pengukuran Status Selenium Metode yang digunakan untuk mengukur serum selenium yaitu SSA (Spektrofotometri Serapan Atom). Masih belum ada referensi nilai normal selenium yang ditetapkan secara universal. Namun, dapat disebutkan nilai normal untuk dewasa bervariasi dari rentang 0,5-2,5 μmol/L tergantung wilayah geografis (Gibson, 2005). Aktivitas dan konsentrasi selenoprotein juga telah digunakan untuk menilai status selenium. Selenoprotein P dan GPx dalam jaringan (GPx1) dan dalam plasma (GPx 3) lebih umum digunakan. Konsentrasi Selenoprotein P dianggap sebagai indikator status selenium yang lebih baik daripada GPx. Peningkatan asupan selenium juga dapat berfungsi sebagai indeks status selenium pada populasi (Gropper, 2009).
TESIS
KADAR ZINC, CUPRUM ....
ARINDA LIRONIKA SURYANA