BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
MIKROBIOLOGI KULIT Kulit manusia tidak bebas hama (steril). Kulit steril hanya didapatkan pada
waktu yang sangat singkat sesaat setelah lahir. Kulit manusia tidak steril mudah dimengerti karena permukaan kulit mengandung banyak bahan makanan untuk pertumbuhan organisme, antara lain; lemak, nitrogen, dan mineral-mineral lainnya. Hubungannya dengan manusia, mikroorganisme dapat bertindak sebagai parasit (yang dapat menimbulkan penyakit) atau sebagai komensal (flora normal) (Irianto, 2006). Spesies organisme yang mampu menimbulkan penyakit disebut patogen. Patogenitas atau sifat patogen merupakan istilah relatif, dan bakteri mempunyai frekuensi untuk menimbulkan penyakit yang sangat berbeda. Organisme dengan patogenitas rendah, kadang-kadang patogen atau patogen oportunistik, yang sering tanpa menimbulkan penyakit. Organisme dengan patogenitas tinggi umumnya berasosiasi dengan penyakit. Patogen oportunistik ialah organisme nonpatogen yang dapat menimbulkan injeksi pada hospes yang mempunyai predisposisi. Bakteri yang mengkontaminasi kulit dapat hidup dan bermultiplikasi disebut kolonisasi dan kemudian dapat menimbulkan penyakit infeksi. Kolonisasi berbeda dengan infeksi, yakni pada kolonisasi hospes tidak memberi respon dan demikian pada kolonisasi juga tidak terdapat kenaikan tite antibodi. Frekuensi kontaminasi menimbulkan kolonisasi dan kolonisasi menimbulkan penyakit infeksi yang bergantung pada vilurensi organisme, besarnya inokulasi, tempat masuknya organisme, pertahanan imun hospes. 2.1.1 FLORA NORMAL KULIT Istilah “flora mikrobal normal” merujuk kepada populasi sekelompok mikroorganisme yang mendiami kulit dan mukosa hewan dan manusia yang normal
Universitas Sumatera Utara
serta sehat. Masih diragukan apakah ada flora virus pada manusia (Brooks et al., 2008; Levinson, 2008). Kulit dan selaput mukosa selalu mengandung mikroorganisme yang dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan: 1. Flora menetap yang terdiri dari mikroorganisme yang jenisnya relatif tetap dan biasa ditemukan pada daerah tertentu, umur tertentu, bila terganggu mikroorganisme tersebut tumbuh kembali dengan segera. 2. Flora sementara yang terdiri atas mikroorganisme non patogen atau potensial patogen yang mendiami kulit atau mukosa selama beberapa jam, hari atau minggu, mikroorganisme ini berasal dari lingkungan sekitarnya, tidak menimbulkan penyakit, dan tidak menetap secara permanen pada permukaan kulit. Anggota flora sementara umumnya kurang berarti bila flora normal tetap utuh, akan tetapi bila flora normal
menetap
terganggu,
mikroorganisme
sementara
dapat
berkoloni, berproliferasi dan menimbulkan penyakit. Karena kulit terus menerus berhubungan dengan dan kontak dengan lingkungan sekitarnya, kulit cenderung mengandung mikroorganisme sementara. Walaupun demikian, pada kulit terdapat flora penetap yang tetap dan berbatas jelas, yang di berbagai daerah anatomik dipengaruhi oleh sekresi, kebiasaan berpakaian, atau letaknya dekat dengan mukosa (mulut, hidung, perineum). Sebagian besar mikroorganisme yang menetap pada kulit adalah basil difteoid aerob dan anaerob (misalnya: Corynebacterium, Propionibacterium); stafilokokus nonhemolitik aerob dan anaerob (Staphylococcus epidermidis, kadang-kadang Staphylococcus aureus dan Peptosreptococcus); bakteri gram positif aerob pembentuk spora yang banyak terdapat di udara, air, dan tanah; streptokokus alfa kemolitik (Streptococcus viridans) dan enterokokus (Streptococcus faecalis); serta bakteri koliform gram negatif dan Acinetobacter (bakteri gram negatif aerob). Jamur dan ragi sering terdapat pada lipatan kulit, sedangkan mikrobakteria tahan asam yang
Universitas Sumatera Utara
tidak patogen terdapat pada daerah-daerah yang banyak mengandung sekresi sebasea (gengetalia dan telinga luar). Faktor-faktor yang mungkin penting untuk menghilangkan mikroorganisme bukan penetap dari kulit adalah pH yang rendah, asam-asam lemak yang terdapat dalam sekresi sebasea, dan adanya enzim lisozim. Keringat yang belebihan atau mencuci dan mandi tidak dapat menghilangkan atau mengubah secara bermakna flora penetap normal. Jumlah mikroorganisme superfisial dapat dikurangi dengan menggosok kulit dengan sabun yang mengandung heksaklorofen, atau desinfektan lain, tetapi flora tersebut secara cepat diganti kembali dengan organisme dari kelenjar keringat dan kelenjar sebasea, meskipun kontak dengan daerah-daerah kulit lain atau lingkungan sekitar ditiadakan. Pemakaian baju yang menutupi kulit secara ketat cenderung meningkatkan populasi total mikroorganisme dan dapat pula menimbulkan pergantian secara kualitatif. Bakteri anaerob dan aerob seringkali bersama-sama menimbulkan infeksi yang sinergis (gangren, selulitis, fascilitis nekrosis) pada kulit atau jaringan lunak. Bakteri sering merupakan bagian dari flora mikroba normal. Biasanya sulit untuk menunjukkan secara tepat satu organisme spesifik yang bertanggungjawab terhadap suatu lesi yang progresif, karena biasanya melibatkan campuran berbagai mikroorganisme. 2.1.2 PERAN FLORA PENETAP Mikroorganisme yang secara tetap terdapat pada tubuh merupakan komensal. Mikroorganisme dapat tumbuh secara subur pada daerah tertentu, bergantung pada faktor-faktor fisiologik, suhu, kelembaban, zat nutrisi dan zat penghambat tertentu. Flora yang menetap pada daerah-daerah tertentu memegang peranan dalam mempertahankan kesehatan dan fungsi normal. Anggota-anggota flora penetap pada kulit dapat mencegah kolonisasi bakteri patogen dan kemungkinan timbulnya penyakit melalui “interferensi bakteri”. Mekanisme interferensi bakteri ini dapat berupa persaingan untuk mendapatkan reseptor atau tempat ikatan pada sel inang, persaingan mendapatkan makanan, saling menghambat melalui hasil metabolik atau
Universitas Sumatera Utara
racun, saling menghambat zat-zat antibiotika atau bakteriosida, atau mekanisme lainnya. Penekanan terhadap flora normal jelas menimbulkan sebagian kekosongan lokal yang cenderung diisi oleh organisme dari lingkungan atau daerah lain. Organisme ini berlaku sebagai oportunis dan dapat menjadi patogen (Levinson, 2008). Sebaliknya, anggota flora normal sendiri dapat menimbulkan penyakit dalam keadaan tertentu. Organisme-organisme ini menyesuaikan diri terhadap cara kehidupan tidak invasif karena adanya pembatasan lingkungan. Bila dengan paksa disingkirkan dari lingkungan yang terbatas ini dan dimasukkan kedalam aliran darah atau jaringan, organisme ini dapat menjadi patogen (Kayser et al.,2005). Contoh beberapa flora normal kulit adalah: 1. Staphylococcus epidermidis 2. Staphylococcus aureus (dalam jumlah kecil) 3. Micrococcus sp. 4. Nisseria sp. Non patogen 5. Streptococcus A haemoliticus dan non-haemoliticus 6. Difteroid 7. Propionibacterium sp. 8. Peptostreptococcus sp. 9. Sejumlah kecil organisme lain (Candida sp., Actinobacter sp., dll) 2.2
ANTISEPTIK Antiseptik adalah bahan chemical yang digunakan dikulit atau jaringan hidup
untuk menghambat dan membunuh mikroorganisme sehingga dapat mengurangi ataupun menghilangi jumlah bakteri. Seperti Chlorhexidine gluconate, Cetrimide, Alkohol, Povidon iodin dan lain sebagainya. Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri, jamur, virus yang mungkin ditemukan pada kulit pasien, penggunaan antiseptik akan memutuskan transmisi kuman dan mengurangi ataupun menghilangkan jumlah kuman yang ada pada medan operasi (Suharto, 1994). Beberapa contoh produk antiseptik adalah (CDC, 2008) :
Universitas Sumatera Utara
A. Alkohol (60-90% isopropyl, ethyl alcohol atau “methylated spirit”) tidak digunakan pada mucous membrane) B. Chlorhexidine gluconate 4% (Hibitane, Hibiclens) C. Chlorhexidine gluconate dan Cetrimide, various concentrations (Savlon) D. Iodine preparation (1-3%); aqueous iodine dan alcohol (tincture of iodine) E. Povidon iodin 10% (Betadine) F. Parachlorometaxylenol (PCMX or chloroxylenol), various concentrations (Dettol) G. Hibiscrub H. Cidex
Tabel 2.1 Antiseptik AGEN Chlorhexidine gluconate
MANFAAT
KETERANGAN
Membunuh Gram (+),
(hibiciens) Gram (-) dan Virus
1. Dapat dibilas dengan air setelah penggunaan
Chlorhexidine
2. Produk
Cetrimide (Savlon)
ini
proteksi
membentuk
kimia
meningkat penggunaan
yang dengan yang
berulang Alcohol (70% ethyl)
Membunuh Gram (+), Gram
(-),
M.
Tuberculosis
1. Tidak
secara
memberikan
kontinu efek
membunuh kuman setelah evaporasi 2. Tidak digunakan sebagai agen tunggal antiseptik untuk preoperative
Iodine ( Tincture or Membunuh Gram (+),
1. Jika alergi dapat terjadi
Universitas Sumatera Utara
aqueous “Lugolis”)
Gram
(-),
M.
Tuberculosis, Spora
reaksi terbakar pada kulit 2. Dapat
dibilas
dengan
alkohol 30 menit setelah penggunaan
akan
mencegah irirtasi 3. Ekspose area yang terkena secara terbuka, tidak boleh dilakukan pembalutan Hexachlorophene
Membunuh Gram (+)
(phisohex)
1. Dapat membunuh gram positif 2. Penggunaan alkohol dan Iodine
menambah
efektivitas penggunaan 3. Dapat mengiritasi kulit, bilas dengan air setelah penggunaan
Iodophor iodine (Betadine)
(Povidone 10%) Membunuh Gram (+), Gram (-) dan virus
1. Untuk cuci tangan dapat dibilas
dengan
air,
penggunaan
yang
berulang
dapat
menyebabkan iritasi kulit 2. Jika
alergi
menimbulkan
dapat reaksi
terbakar pada kulit 3. Dapat digunakan untuk antiseptik sebelum operasi
Universitas Sumatera Utara
Antiseptik merupakan bahan kimia yang digunakan untuk melaksanakan desinfeksi. Walaupun seringkali disinonimkan dengan antiseptik namun pengertian desinfeksi dan desinfektan biasanya ditujukan terhadap benda mati (Burks, 1998). Karenanya lebih tepat dipakai istilah antiseptik. Berdasarkan rumus kimianya, antiseptik dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan (Bejjani, 1980): A. Golongan “halogen” B. Golongan “phenol” dan derivatnya C. Golongan “oxidizing agent” D. Golongan “quarternary ammonium compounds” E. Golongan alkohol F. Golongan logam berat Tujuan utama pemakaian antiseptik adalah untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri dengan mekanisme penghambatan sistem enzim bakteri dan mengubah daya permeabilitas sel membran melalui proses oksidasi, halogenasi dan pengendapan bakteri. Proses halogenasi terjadi pada senyawa antimikrobial kelompok bisguanida seperti Chlorhexidine. Senyawa ini menyebabkan klorinasi pada gugus amina asam amino yang membentuk protein sel bakteri. Hasil akhir reaksi ini menyebabkan aktivitas biologik protein terganggu terutama enzimnya akibat penggantian atom hidrogen oleh klor yang menyebabkan perubahan pada ikatan hidrogennya sehingga struktur dan formasi protein berubah. Hal ini menyebabkan terjadinya denaturasi protein sehingga menyebabkan kematian bakteri (Wilson, 2001). Efektivitas pemakaian antiseptik perlu ditinjau dari tiga aspek. Pertama, apakah pemakaian antiseptik sendiri memang bermakna dalam meningkatkan efektifitas pembersihan secara mekanis. Aspek kedua adalah jenis antiseptik mana yang dapat diandalkan. Ketiga terlepas dari tingkat efektivitasnya adalah efek samping pemakaian antiseptik tersebut (Wilson, 2001).
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 ALKOHOL Alkohol mempunyai nama lain Isopropyl Alkohol, Ethyl Alkohol atau Propanol. Alkohol dalam in vitro menunjukkan keefektifitasannya melawan bakteri gram positif, bakteri gram negatif (termasuk patogen yang resisten terhadap multidrug seperti MRSA dan VRE) dan fungi. Alkohol juga sudah di uji in vitro untuk melawan perkembangan virus seperti Herpes Simplex Virus (HSV), Human Immunodeficiency Virus (HIV), Influenza Virus, Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan Vaccinia Virus; di konsentrasi 60-80%, alkohol menunjukkan keefektifitasannya melawan Hepatitis B Virus (HBV) dan Hepatitis C Virus. Alkohol mempunyai onset yang cepat ketika diaplikasikan ke kulit, dan sudah didemonstrasikan 3.5-5 log pengurangan bakteri ketika di aplikasikan ke kulit (WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care. WHO, 2009).
Sumber : Drugs. 2012. Gambar 2.1 Stuktur Kimia Alkohol
Aktivitas antimikroba alkohol mempunyai kemampuan untuk mengubah sifat protein. Larutan alkohol yang ideal adalah konsentrasi 60-80%. Semakin tinggi konsentrasi alkohol atau alkohol dalam bentuk murninya akan lebih sedikit berpotensi sebagai anti mikrobial karena protein tidak terdenaturasi dengan baik karena tidak ada air (WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care. WHO, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Alkohol biasanya digunakan untuk antiseptik kulit (mengdesinfeksi bantalan dan cairan persiapan sebelum operasi (sendiri atau kombinasi dengan antimikroba yang lain)). Alkohol tidak direkomendasikan sendiri untuk kebersihan tangan ketika tangan terlihat jelas kotor. Alkohol mempunyai bahan pembasmi kuman yang baik, namun sedikit atau tidak ada aktivitas antimikroba sisa di tangan. (WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care. WHO, 2009). Inilah alasan alkohol lebih baik dikombinasikan dengan antimikrobial lain seperti chlorhexidine untuk efek mengurangi kuman yang lebih sinergis (Lim, 2008). Alkohol menunjukkan tidak ada aktifitas ketika melawan spora dan aktifitas yang buruk ketika melawan non-eveloped virus. Alkohol mudah terbakar, dan harus digunakan dengan hati-hati. Alkohol tidak direkomendasikan untuk sterilisasi alat medis dan permukaan (WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care. WHO, 2009). 2.2.2 CHLORHEXIDINE Chlorhexidine terkarakterisasi sebagai dasar yang kuat dengan susunan kationik (Puig Silla, 2008). Terdapat di dua dasar bebas dan bentuk garam stabil dengan putih atau penampakan kekuningan (Krautheim, 2008). Chlorhexidine diguclonate, chlorhexidine gluconate (CHG) dan chlorhexidine phosphanilate adalah larutan chlorhexidine yang tidak berwarna, tidak berbau dan mempunyai rasa asin yang ekstrim (Lim, 2008).
Sumber: Drugs. 2012. Gambar 2.2 Struktur Kimia Chlorhexidine Gluconate
Universitas Sumatera Utara
Chlorhexidine adalah biosida spektrum luas efektif melawan bakteri gram positif, bakteri gram negatif dan Fungi. Chlorhexidine menginaktif mikroorganisme dengan spektrum yang lebih luas dari antimikrobial lain (contoh: Antibiotik), dan mempunyai rata-rata membunuh lebih cepat dari antimikrobial lain (contoh: Povidon Iodin) (McDonnell, 1999). Mempunyai mekanisme bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) dan baktericidal (membunuh bakteria), tergantung dari konsentrasinya. Chlorhexidine membunuh dengan cara menganggu membran sel (CDC Guideline, 1999). Pada aplikasi in vitro, Chlorhexidine bisa membunuh 100% bakteri gram positif dan gram negatif dalam waktu 30 detik. Sejak formula chlorherxidine bisa menghancurkan mayoritas dari mikroba, maka berkurang resiko kemungkinan infeksi (Genuit, 2001). Cara kerja chlorhexidine yaitu mengaplikasi di topikal, mempunyai kemampuan unik yaitu mengikat ke protein langsung dijaringan manusia seperti kulit dan membran mukosa dengan sistemik terbatas atau penyerapan jasmani (WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care. WHO, 2009). Protein yang terikat chlorhexidine akan lepas perlahan tergantung dari aktifitas berkepanjangan. Fenomena ini dinamakan substantivity dan memperpanjang durasi dari aksi antimikrobal melawan spektrum luas dari bakteria dan fungi (Mohammadi, 2009). Faktanya, aktifitas antimikrobial jenis Chlorhexidine sudah didokumentasikan kurang lebih 48 jam dikulit. Tidak seperti povidon iodin, Chlorhexidine tidak terpengaruh oleh total cairan tubuh seperi darah (Lim, 2008). Chlorhexidine juga diaplikasikan ke tindakan medis seperti pemasangan gigi, kateter vaskular dan lain lain. Chlorhexidine ketika di aplikasikan ke medis, dapat membunuh organisme dan melindungi dari kolonisasi mikroba (Thomas, 2000).
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 POVIDON IODIN Povidon iodin adalah suatu iodofor yang kompleks antara yodium dengan polivinil pirolidon. Povidon iodin larut dalam air, stabil secara kimia dan larut dalam pirolidin polivinil polimer. Povidon iodin memiliki rumus molekul C6H9I2NO dan memiliki nama IUPAC 1-ethenylpyrrolidin-2-one; molecular iodine. (Kurniati, 2008; PubChem, 2012; Chembase, 2012).
Sumber : Drugs. 2012. Gambar 2.3 Struktur Kimia Povidon Iodin
Iodin merupakan salah satu antiseptik paling tua. Preparat iodin yang terdahulu menyebabkan nyeri lokal dan reaksi jaringan. Povidon iodin sendiri telah dikenal sejak lebih dari 40 tahun yang lalu. Povidon iodin yang mengandung 10% polivinil pirolidon iodin merupakan produk yang paling banyak diproduksi secara komersil oleh pabrik-pabrik (Khan, 2006). Povidon iodin memiliki efek bakterisidal dan efektif untuk berbagai jenis bakteri, jamur, maupun spora. Efek bakterisidal dan fungisidal dari povidon iodin berlangsung selama beberapa detik. Povidon iodin diduga memiliki cara kerja dengan menginaktivasi substrat vital sitoplasma, yang sangat penting untuk kelangsungan hidup dari bakteri (CDC, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Disamping kegunaannya sebagai antiseptik, povidon iodin juga digunakan untuk mengdesinfeksi botol kultur darah dan perlengkapan medis, seperti tangki hydrotherapy, termometer, dan endoskop. Antiseptik iodin tidak cocok untuk mengdesinfeksi permukaan yang kasar karena perbedaan konsentrasi (CDC, 2008). Povidon iodin dikontraindikasikan untuk pasien dengan kelainan fungsi tiroid, hipersensitif terhadap povidon iodin dan juga wanita dalam masa hamil dan menyusui (Samaranayake, 2002).
Universitas Sumatera Utara