BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Menopause 1.1. Defenisi menopause Menopause berasal dari kata Latin yaitu “mensis”, yang berarti bulan dan dari kata Yunani “pausis”, yang berarti berhenti. Webster’s Ninth New Collegiatc Dictionary mendefenisikan menopause sebagai periode berhentinya haid secara alamiah yang biasanya terjadi rata-rata usia 51 tahun. Kadang-kadang juga dinyatakan sebagai masa berhentinya haid sama sekali. Menopause merupakan perubahan fisiologis yang paling signifikan pada wanita usia dewasa madya yaitu usia 40-65 tahun (Potter & Perry, 2005; Reitz, 1993; Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Menurut Depkes RI (2001) menopause adalah keadaan pada seorang wanita yang mengalami penurunan fungsi indung telur yang berakibat menurunnya produksi hormon estrogen, keadaan ini antara lain mengakibatkan berhentinya haid untuk selamanya. Usia perempuan yang memasuki menopause berkisar antara 45-55 tahun. Menopause merupakan salah satu tahap dari klimakterium. Klimakterium adalah fase transisi dimana fungsi ovarium dan produksi hormon menurun (Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2004). Fase ini terdiri dari tiga tahap, pertama adalah tahap premenopause yaitu masa sebelum berlangsungnya perimenopause,
Universitas Sumatera Utara
yaitu sejak fungsi reproduksinya mulai menurun, sampai timbulnya keluhan atau tanda-tanda menopause. Kedua adalah tahap perimenopause yaitu periode dengan keluhan memuncak, rentang 1-2 tahun sebelum dan 1-2 tahun sesudah menopause.
Ketiga
adalah
tahap
postmenopause
yaitu
masa
setelah
perimenopause sampai senilis (Kasdu, 2002). 1.2. Perubahan-perubahan pada wanita menopause Sejak lahir wanita sudah memiliki folikel-folikel (sel telur) sebanyak ± 770 ribu, akan tetapi belum berkembang dan berfungsi secara optimal. Pada fase pra pubertas yaitu sekitar usia 8-12 tahun baru mulai timbul aktifitas ringan dari fungsi endokrin organ reproduksi. Selanjutnya pada usia sekitar 12-13 tahun yaitu pada fase pubertas umumnya seorang wanita akan mendapatkan haid pertama kalinya dimana organ reproduksi mulai berfungsi optimal secara bertahap. Pada masa ini ovariumnya mulai mengeluarkan folikel-folikel yang siap untuk dibuahi dan apabila folikel-folikel itu tidak dibuahi maka folikel-folikel itu akan luruh bersama dinding endometrium dan menjadi haid setiap bulannya. Demikianlah seterusnya sel-sel telur ini akan habis atau menurun jumlahnya seiring dengan bertambahnya usia seorang wanita. Proses ini akan berlangsung terus menerus selama kehidupan wanita hingga sekitar usia 45-50 tahun karena produksi ovarium menjadi sangat berkurang dan akhirnya berhenti bereproduksi sama sekali (Kasdu, 2002; Manuaba, 1999). Berkurangnya produksi ovarium akan berdampak pada penurunan hormon estrogen yang akan diikuti dengan perubahan fisik dan psikologis (Hardjana, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Perubahan fisik yang terjadi dapat berupa haid tidak teratur, cairan haid menjadi sedikit atau semakin banyak, hot flushes yang kadang-kadang menyebabkan insomnia, palpitasi, pening, dan rasa lemah. Gangguan seksual (penurunan libido dan disparenia). Gejala-gejala saluran kemih seperti urgensi, frekuensi, nyeri saat berkemih, infeksi saluran kemih, dan inkontinensia, serta timbulnya berbagai penyakit seperti penyakit jantung, osteoporosis dan kanker (Glasier & Gebbie, 2006; Shimp & Smith, 2000; Kasdu, 2002). Perubahan psikologis juga mempengaruhi kualitas seorang wanita dalam menjalani menopause. Perubahan yang terjadi adalah perubahan mood, mudah tersinggung, ansietas, depresi, labilitas emosi, merasa tidak berdaya, gangguan daya ingat, konsentrasi berkurang, sulit mengambil keputusan, dan merasa tidak berharga (Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2004; Glasier & Gabbie, 2005). Selain itu, beberapa perubahan psikologis lain yang dapat terjadi pada wanita menopause adalah Post power syndrome, emptynes syndrome dan loneliness. Post-power syndrome adalah masalah psikologis dengan gejala penderita hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya (karirnya, kecantikannya, kecerdasannya dll). Post-power syndrome hampir selalu dialami oleh orang yang sudah menopause, lanjut usia dan pensiun dari pekerjaannya. Hanya saja beberapa orang dapat berhasil melalui fase ini dengan cepat dan dapat menerima kenyataan yang ada, ditambah tuntutan hidup yang terus mendesak, resiko terjadinya postpower syndrome yang berat semakin besar. Kemampuan seseorang menemukan aktualisasi diri yang baru, dukungan lingkungan terdekat dalam hal ini keluarga,
Universitas Sumatera Utara
dan kematangan emosi seseorang sangat berpengaruh pada terlewatinya postpower syndrome ini (Suardiman, 2001). Emptynest Syndrome adalah suatu keadaan yang terjadi pada saat anakanak meninggalkan rumah untuk menjalani kehidupan masing-masing. Anggapan bahwa tugas sebagai orang tua berakhir saat anak-anak meninggalkan rumah sering membuat orangtua menjadi stress terutama bagi para ibu yang merasa kehilangan arti atau makna hidup bagi dirinya (Papalia, Old, Feldman, 2008). Pada akhirnya seiring bertambahnya usia , wanita menopause dapat mengalami keterasingan (loneliness). Terjadi penurunan kemampuan pada individu dalam mendengar, melihat atau aktivitas lainnya sehingga merasa kehilangan perhatian dan dukungan dari lingkungan sosialnya (Laksmiarti & Maryani, 2002).
2. Adaptasi Psikososial 2.1. Defenisi Adaptasi adalah penyesuaian terhadap lingkungan, pekerjaan dan pelajaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Adaptasi merupakan suatu proses penyesuaian kehidupan terhadap kondisi lingkungan dan hal-hal lain dalam kehidupan yang berlangsung terus menerus selama kehidupan (Flynn & Heffron, 1994). Adaptasi manusia bersifat kompleks, terdiri dari 3 tingkatan yaitu internal (dalam diri), sosial (dengan orang lain), dan secara fisik. Psikososial adalah menyangkut aktivitas / masalah sosial yang timbul sehubungan dengan faktor psikologis / proses mental (Badudu & Zain, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Faktor psikososial merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang baik secara psikologis maupun sosial. Adaptasi psikologi adalah proses yang terjadi dimana seseorang mengalami keseimbangan antara status mental dan emosionalnya. Adaptasi sosial adalah adaptasi atau penyesuaian seseorang terhadap orang lain dan kelompok komunitas dalam lingkungan sosial (Flynn, 1994). Adaptasi psikososial adalah cara individu untuk menyesuaikan status mental dan emosionalnya terhadap perubahan-perubahan yang terjadi didalam lingkungan sosialnya (Flynn & Hefron, 1994). Sister Calista Roy dalam Flynn (1994) menegaskan bahwa individu merupakan makhluk biopsikososial sebagai satu kesatuan utuh yang memiliki mekanisme koping baik bersifat positif maupun negatif untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Kemampuan beradaptasi seseorang dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu penyebab utama terjadinya perubahan, kondisi dan situasi yang ada serta keyakinan dan pengalaman beradaptasi. Adaptasi psikososial melibatkan cara seseorang menyesuaikan diri secara emosional dan mental sebagai self system, sebagai individu dengan hubungannya dengan orang lain, dan pada masyarakat pada umumnya. Model Roy menunjukkan manusia sebagai mahluk biopsikososial dan menjelaskan teori adaptasinya kedalam 4 model. Tiga diantaranya yaitu 1) self concept mode, 2) interdependence mode, role mode, yang dikaitkan dengan cara seseorang beradaptasi secara psikososial. Model self concept mencakup konsep diri dan
Universitas Sumatera Utara
integritas ego. Model interdependence berarti bagaimana seseorang beradaptasi dengan orang lain. Model peran mengarah kepada bagaimana seseorang beradaptasi terhadap perubahan-perubahan peran yang bervariasi yang harus ditunjukkannya untuk mempertahankan keseimbangan dalam dirinya, keluarga dan masyarakat (Flynn, 1994). Sejumlah
studi
mengatakan
bahwa
perkembangan
psikososial
menimbulkan dua kemungkinan yang terjadi yaitu kestabilan atau perubahan (Franz, 1997; Helson, 1997 dalam Papilia, et al, 2008). Vaillant & Milofsky (1980, dalam Papilia, et al, 2008) menemukan bahwa generativitas merupakan kunci keberhasilan dalam adaptasi psikososial pada usia tengah baya. Menurut kriteria yang dibuat Erikson dan Vaillant, mereka yang mencapai generativitas didefinisikan sebagai tahap kesehatan mental positif terbaik. Mereka berhasil dalam pekerjaan mereka, memenuhi tanggung jawabnya terhadap orang lain, mencapai keharmonisan, mengalami pernikahan yang membahagiakan, hubungan sosial yang memuaskan (Westermeyer, 1998 dalam Papilia, et al, 2008). 2.2. Faktor-faktor psikososial Faktor-faktor psikososial adalah faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang baik secara psikologis maupun sosial. Faktor-faktor psikososial yang berkaitan dengan wanita menopause antara lain hubungan dengan orang lain (keluarga dan lingkungan sosial), pekerjaan (berhubungan dengan masalah
Universitas Sumatera Utara
ekonomi) dan faktor-faktor kepribadian (konsep diri), dan lain-lain (Nugroho, 2000). 2.2.1. Konsep diri Konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional, intelektual, sosial dan spiritual (Salbiah, 2003 dikutip dari Beck et al, 1986). Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apaapa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup, sehingga mereka akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya, mudah menyerah. Sebaliknya seseorang dengan konsep diri positif akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu termasuk terhadap kegagalan yang dialaminya dan mampu menghargai dirinya (Rini, 2004). Dilaporkan individu dengan konsep diri positif seperti tersebut diatas akan dapat mengenal dirinya dengan baik, memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri, serta menerima dirinya sendiri apa adanya, sehingga mudah beradaptasi terhadap hal-hal yang mendatangkan stress (Calhoun & Acocella, 1990). 2.2.2. Karir/pekerjaan Pada masa menopause kegiatan wanita akan semakin meningkat, hal ini merupakan pertahanan ego yang dilakukan untuk berusaha merespon kematian parsial yang terjadi pada dirinya. Ketika seorang wanita merasa dirinya berada di depan pintu penuaan, semangat dan segenap kekuatan akan dikerahkan untuk
Universitas Sumatera Utara
memerangi kondisi tersebut, diantaranya gairah bekerja akan semakin meningkat dan akan berusaha mencari pekerjaan yang baru. Motif-motif yang melandasi wanita untuk bekerja tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan finansial tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan sosial-relasional dan aktualisasi diri. Ketika mereka tidak dapat menemukan pekerjaan yang baru akan menimbulkan stres yang dapat berakibat buruk terhadap kesehatan mereka, hubungan dengan keluarga, konsep diri dan lain-lain. Hal ini akan semakin memperberat adaptasi mereka terhadap perubahan-perubahan lain yang terjadi selama menopause (Ibrahim, 2002; Potter & Perry, 1993). 2.2.3. Keluarga Faktor-faktor psikososial dalam keluarga adalah perubahan status perkawinan, transisi keluarga, dan pemeliharaan orang tua yang sudah lanjut usia. Perubahan status perkawinan mencakup kematian pasangan, perpisahan, perceraian
dan
keputusan
untuk
menikah
lagi
atau
mempertahankan
kesendiriannya. Jika wanita menopause sendiri yang memutuskan untuk menikah lagi maka ia akan menghadapi stress yang sama seperti orang muda yang mau menikah (Potter & Perry, 2004). Transisi keluarga seperti kepergian anak meninggalkan rumah dapat menjadi stressor pada orang tua. Beberapa orang tua merasa bebas dari tanggung jawab terhadap anak, sedangkan yang lain merasa kesepian dan tidak dapat menerima perubahan tersebut (Potter & Perry, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Konflik perkawinan akan semakin memperberat keadaan dimana masalah perkawinan yang sebelumnya mereka kesampingkan karena berada dibawah tekanan tanggung jawab sebagai orang tua harus ditinjau kembali. Maka terkadang pada fase ini akan terjadi konflik perkawinan. (Papalia et al, 2008 dikutip dari Antonucci et al, 2001). Pada usia dewasa madya termasuk pada wanita dalam masa menopause dapat timbul konflik berhubungan dengan perawatan orang tua yang sudah lanjut usia. Di satu sisi, beberapa orang pada dewasa madya akan memandang orang tua mereka secara objektif dari waktu sebelumnya. Mereka akan memandang orang tua mereka sebagai orang yang sudah tua, sehingga hal-hal tersebut dapat menimbulkan stress bagi dirinya sendiri.
2.3. Stress dan adaptasi Stres adalah setiap perubahan yang memerlukan penyesuaian (Davis, et al, 1995). Ketika seseorang berada dalam situasi yang mengancam maka akan timbul suatu respon dengan segera, respon ini umumnya tidak disadari dan dinamakan respon koping, yang diperlukan individu untuk beradaptasi. Adaptasi merupakan perubahan-perubahan yang terjadi sebagai respon terhadap stressor. Adaptasi sendiri juga merupakan proses yang terus menerus dimana individu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan dalam lingkungan internal maupun eksternal. Stres dan adaptasi bersifat individual dan menyeluruh. Proses adaptasi terhadap stress bersifat konstan dan dinamis serta berguna bagi seseorang baik fisik, mental dan sosial (Taylor, et al, 1997). Sementara menurut Potter & Perry
Universitas Sumatera Utara
(1992) adaptasi merupakan proses dimana terjadi perubahan-perubahan pada dimensi fisik dan psikososial seseorang sebagai respon terhadap stress dan untuk dapat berfungsi secara optimal, seseorang harus dapat beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Kemampuan seseorang beradaptasi terhadap stress tergantung tipe stressor dan pengalaman individu terhadap stress (Taylor, 1995). 2.4. Adaptasi psikososial pada wanita menopause Selama menopause, wanita menghadapi perubahan-perubahan psikososial dalam hal konsep diri, transisi karir (pekerjaan), seksualitas dan keluarga. Perubahan-perubahan ini dapat menimbulkan stress yang dapat mempengaruhi kesehatan mereka (Potter & Perry, 1992). Namun demikian, stress tidak hanya menimbulkan dampak negatif, tetapi juga dampak positif. Apakah dampak itu positif atau negatif tergantung pada bagaimana seorang wanita menopause memandang dan mengendalikannya (Kuntjoro, 2002). Selain itu, apakah wanita menganggap menopause sebagai bagian dari suatu kehidupan yang wajar dan harus dialami sebagai sesuatu yang menandakan masa kehidupan yang baru dan lebih baik, maka gejala-gejala yang berkaitan dengan menopause tidak akan terlalu berat dan tidak akan menimbulkan kekacauan dalam keluarga (Gunarsa, 2002). Masa menopause sering bertepatan dengan keadaan menegangkan dalam kehidupan wanita seperti merawat orang tua lanjut usia, memasuki masa pensiun, anak meninggalkan rumah. Ketegangan ini dapat menimbulkan gejala fisik dan
Universitas Sumatera Utara
psikologis termasuk menjadi pelupa, kurang dapat memusatkan perhatian, kecemasan, mudah marah, dan depresi (Kasdu, 2002). Ditambah lagi suami yang semakin tua dan menjadi kurang perhatian sehingga wanita menopause mengalami ketidaknyamanan dan kesepian yang menimbulkan ketidakstabilan emosi wanita menopause tersebut (Johnson, 1960). Wanita menopause akan mengalami kestabilan emosi. Jika mereka mudah beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada masa menopause. Apabila seorang wanita tidak siap mental menghadapi
masa menopause dan
lingkungan psikososial tidak memberi dukungan yang positif, maka akan berakibat tidak baik terhadap kesehatan wanita menopause tersebut (Maspaitela, 2004). 2.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi adaptasi psikososial Selain faktor-faktor psikosososial yaitu: konsep diri, keluarga/lingkungan, karir/pekerjaan. Faktor ajaran agama, sosial, budaya, pendidikan serta pengetahuan terhadap menopause itu sendiri juga mempengaruhi adaptasi psikososial wanita menopause (Ibrahim, 2002; Kasdu, 2002; Maspaitela, 2004). Faktor sosial ; dukungan relasi/teman dekat yang sudah mengalami menopause dengan sukses sehingga mereka akan bisa berbagi pengalaman akan sangat membantu wanita menopause dalam beradaptasi (Kunjtoro, 2002). Faktor pendidikan ; masih ada nilai-nilai budaya yang menomorduakan wanita. Banyak anak perempuan yang tidak sekolah sampai setinggi-tingginya, karena tingkat pendidikan yang masih rendah, maka pengetahuan tentang hidup
Universitas Sumatera Utara
sehat, kebersihan pribadi, lingkungan dan makanan yang bergizipun kurang (Widyiosiswoyo, 2004). Faktor budaya ; Wanita dengan budaya berbeda mempunyai pengalaman yang berbeda-beda tentang menopause, tergantung bagaimana masyarakat memandang penuaan, peran wanita tersebut, dan sikapnya terhadap penuaan. Sebagai contoh penduduk asli Amerika memandang menopause sebagai proses alamiah tidak menganggap sebagai proses penyakit sehingga mereka mengalami masa transisi ini hanya dengan sedikit kesulitan. Sedangkan dipusat kotanya di AS, usia merupakan sesuatu yang sangat berharga, lebih menekankan pada kaum yang lebih muda, daya tarik seksual dan kecantikan fisik, maka otomatis wanita menopause akan merasa terancam dan kehilangan harga diri (Thompson, 1995). Pengetahuan tentang menopause dapat membantu wanita menopause untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi akibat menopause. Pengetahuan ini menyangkut informasi tentang menopause yang didapatkan oleh wanita menopause itu sendiri (Kasdu, 2002).
3. Kegiatan keagamaan Kegiatan keagamaan yang dimaksudkan disini adalah kegiatan yang dilakukan oleh wanita menopause dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dalam kata lain ibadah. Ibadah Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia adalah amalan yang diniatkan untuk berbakti kepada Allah SWT, dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, yang pelaksanaannya diatur secara syariah.
Universitas Sumatera Utara
Beribadah adalah pengakuan kita terhadap Allah, dimana kita bergantung hanya pada satu yaitu Allah yang menciptakan manusia, dunia, dan alam semesta. Dengan pengakuan ini, timbullah rasa aman dalam jiwa manusia. QS, At-Taubah : 40….La tahzan Innalaha Ma’ana, “ Janganlah kamu bersedih sesungguhnya Allah beserta kita”. Beribadah merupakan proses keimanan yang diawali dengan niat yang kemudian diamalkan dan dilaksanakan dengan ketaatan. Dengan beragama manusia
mempunyai aturan petunjuk
dan
nasehat
dalam
menjalankan
kehidupannya (Abdullah, 2006). Ibadah yang dijalankan dengan ketaatan dan keikhlasan seperti shalat, puasa, zakat, haji, membaca Al-Quran, berzikir, silaturrahmi diharapkan dapat memberikan ketenangan yang akan mengurangi stress seseorang dan upaya ini dapat menjadi salah satu usaha untuk mempermudah adaptasi wanita menopause terhadap perubahan-perubahan yang terjadi saat memasuki masa menopause (Hawari, 1997; Liza,___; Palupi, 2006). Shalat menurut bahasa Arab adalah doa, menurut istilah syara’ ialah ibadah yang dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah. Mendirikan Shalat ialah menunaikannya dengan teratur, dengan melengkapi syarat-syarat, rukun-rukun dan adab-adabnya, baik yang lahir ataupun yang batin, seperti khusu’, memperhatikan apa yang dibaca dan sebagainya (Abdullah, 2006). Mahmud Abdullah dosen Ulumul Quran AL-Azhar mesir, menyatakan bahwa Shalat 5 waktu adalah asupan bernutrisi bagi ruh, jika seseorang hamba
Universitas Sumatera Utara
bermunajat kepada Tuhannya melalui Shalat, hatinya akan semakin terang, dan dadanya pun semakin lapang. Dia akan memohon kepada Allah tanpa sesuatu penghalang apapun. Dia berdiri dihadapan-Nya kapanpun dia mau dan berdialog dengan-Nya tanpa satupun penerjemah, dengan demikian, dia akan selalu merasa dekat dengan Allah dan tidak sedikitpun merasa jauh dari-Nya. Dia juga akan dengan mudahnya memohon pertolongan-Nya yang Maha mulia tanpa menghina hamba-Nya sedikitpun yang datang kepadanya, yang Maha kaya dan memiliki kerajaan langit dan bumi tanpa sedikitpun kikir dalam memberikan permintaan hamba-Nya. (Abdullah, 2006). Al-Ankabut:45. Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu AlKitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah Shalat. Sesungguhnya Shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (Shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain), Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. Puasa secara etimologis berarti mencegah makan, minum, berhubungan seksual. Dan secara terminologi puasa berarti menahan diri dari hal-hal yang bisa membatalkan, atau dari makanan, minuman, dan bersetubuh mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Dalam bahasa Arab puasa sama dengan shaum, dalam Mu’jan al Watsith, kata puasa diartikan sebagai mencegah diri untuk tidak berbuat atau berkata sesuatu, sedangkan kata shama, shauman dan shiyaman artinya adalah menahan. (Ash-Shawi, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Quraish Shihab puasa yang dilakukan ummat Islam digaris bawahi oleh Al-Qur’an sebagai “ bertujuan untuk memperoleh taqwa”. Tujuan tersebut tercapai dengan menghayati arti puasa itu sendiri. Kebutuhan fisiologis, seperti makan, minum, hubungan suami istri merupakan kebutuhan paling mendasar yang harus terpenuhi dulu sebelum menginjak kebutuhan berikutnya, bila seseorang dapat mengendalikan kebutuhan dasarnya maka akan mudah mengendalikan kebutuhan yang lainnya (Shihab, 1998). Zikir ialah suatu perbuatan mengingat, menyebut dan mengerti, menjaga dalam bentuk ucapan-ucapan lisan, gerakan anggota badan atau gerakan hati yang mengandung arti pujian, rasa syukur dan doa dengan cara-cara yang diajarkan oleh Allah dan rasulnya, untuk memperoleh ketentraman batin, atau mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah, dan agar memperoleh keselamatan serta terhindar dari siksa Allah (Suhaimie, 2005). Zikir kepada Allah terbagi atas tiga bagian: zikir dengan hati, zikir dengan lisan, dan zikir kepada Allah ketika bertemu dengan apa yang dilarang dan diharamkan-Nya. Zikir dengan hati adalah zikir yang paling tinggi dan paling agung; misalnya, berpikir tentang keagungan Allah, kegagahan, kerajaan, keindahan ciptaan-Nya dan ayat-ayat-Nya dilangit dan dibumi. Adapun zikir dengan lisan saja adalah zikir kepada Allah dengan membaca tasbih, tahlil, tahmid, membaca Al-Qur’an, istigfar, doa, dan membaca solawat kepada nabi Muhammad SAW. Hal ini pun memliki keutamaan yang besar. Sedangkan zikir kepada Allah ketika hendak melakukan apa yang dilarang dan diharamkan-Nya merupakan zikir yang paling agung, sebab dengan demikian seorang muslim akan
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan apa yang diperintahkan Allah, menjauhi segala yang haram bahkan syubhat (Sarqawi, 2002). Zikir dan membaca Al-quran: Al-Quran adalah penawar kesedihan dan kecemasan. Dengan membaca Al-Quran dan tahu artinya maka kecemasan dan ketakutan kita terhadap segala hal akan hilang, misalnya ketika sedang sakit dan membaca Al-Quran, surat Asy-Syu’araa: 80-81, Allah berfirman “ Dan apabila aku sakit dialah yang menyembuhkan aku, dan yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali)”. Zikir dan membaca Al-Quran adalah bagian dalam mengingat Allah, bersyukur kepada-Nya disetiap waktu, dengan sebanyak-banyaknya. Dengan mengingat Allah, kita akan merasakan penjagaaan dan pengawasan Allah terhadap kita, hingga makin besarlah tertanam dalam hatinya keridhaan, keikhlasan kelapangan hati dan ketenangan. Ketenangan menjaga kita kita dari penyakit hati dan fisik (Hawari, 1997). Mengingat Allah dalam kondisi apapun baik sedang buruk, berbaring. Dalam Al-Quran surat Al-Imran 3: 191, Allah berfirman ف ِقْلَخ ِ يَو ي َت َف َ بوُنُج َنوُرَّك ِ يِق ا ًدوُعُقَو َىَلَعَو ْم ِه َ ي َهّللا ا ًما َ َنيِذَّلا َنوُرُك ْذ ف َبا َذَع ِراَّنلا َ س اَنِق ُب ْ ب َكَناَح َ بَر ا َم َتْقَلَخ اذ َه ًالِطا ّ َ ضْر َألاَو اَن ِ سلا ّ َ ِتاَوا َم “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan siasia, Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” Dengan
Universitas Sumatera Utara
banyak berzikir kita akan selalu mengingat Allah, kita berharap hanya kepada Allah yang selalu dekat dengan kepada kita, yang akan mengabulkan permohonan hambanya yang ikhlas dan taat kepada perintah Allah dan selalu berada dalam kebenaran. Mengunjungi orang sakit merupakan anjuran dari Rasulullah SAW dalam rangka
mempererat
ukhuwah Islamiyah (persaudaraan)
sesama muslim.
Dianjurkan mengunjungi seseorang yang ditimpa sesuatu musibah berupa sakit, kematian, kebakaran, kemalingan, kehilangan, kebanjiran, gempa bumi, dan lainlain. Perbuatan berkunjung itu termasuk ibadah atau amal (muamalah). Mengunjungi orang sakit adalah suatu ibadah dalam rangka bertaqarrub kepada Allah SWT, dan memohon kekuatan dan kesabaran bagi sisakit. Dengan saling berkunjung ini terciptalah ummat yang kuat pribadi dan akhlaknya. Timbullah rasa persatuan dan kesatuan yang diikat oleh rasa kasih sayang dengan solidaritas yang mendalam (Djaelani & Daradjat, 2002). Pergaulan/Silaturrahmi: manusia tidak dapat hidup tanpa manusia yang lain karena manusia adalah makhluk sosial yang memerlukan teman, sahabat, tempat bertukar pikiran, tetangga adalah saudara terdekat, hubungan yang terjalin baik dan harmonis dengan orang lain membuat hidup kita jadi lebih berarti (Rakhmat, 2004).
Universitas Sumatera Utara